Konstruktivis Sosial
Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Teori Belajar
Dosen Pengampu :
Dr. Jekti Prihatin, M.Si., dan Dr. Supeno, M.Si
Disusun oleh :
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun diberikan kelancaran
dan kemudahan untuk menyelesaikan makalah “Teori B elajar Konstruktivis
Sosial” guna memenuhi tugas mata kuliah Teori Belajar.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu
mata kuliah Teori Belajar Ibu Dr. Jekti Prihatin, M.Si., dan Bapak Dr. Supeno,
M.Si., yang telah membimbing selama kegiatan perkuliahan sehingga penyusun
dapat menyelesaikan Makalah ini sesuai waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, Penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan serta kritik
dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi pembaca dan khalayak umum.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB 1. PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 1
1.3 Tujuan......................................................................................... 1
1.4 Manfaat ...................................................................................... 2
BAB 2. PEMBAHASAN.............................................................................. 3
2.1 Pengertian Teori Belajar Konstruktivistik Sosial........................ 3
2.2 Tokoh Teori Belajar Konstruktivistik Sosial.............................. 4
2.3 Pembelajaran kooperatif dalam konstruktivis sosial................... 9
2.4 Aplikasi teori belajar konstruktivis sosial................................... 12
BAB 3. PENUTUP....................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan................................................................................. 15
3.2 Saran........................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 16
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Teori Belajar Konstruktivis
Sosial
2. Untuk mengetahui tokoh teori belajar konstruktivis sosial
3. Untuk mengetahui pembelajaran kooperatif dalam konstruktivis sosial
1
4. Untuk mengetahui aplikasi Teori Belajar konstruktivis sosial dalam
pembelajaran.
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui apakah yang dimaksud dengan Teori Belajar
konstruktivis sosial
2. Mahasiswa dapat mengetahui siapa tokoh dalam konstruktivis sosial
3. Mahasiswa dapat mengetahui pembelajaran kooperatif dalam teori belajar
konstruktivis sosial
4. Mahasiswa aplikasi teori belajar konstruktivis sosial dalam pembelajaran
2
BAB 2. PEMBAHASAN
3
2.2 Tokoh Teori Belajar Konstruktivis Sosial
4
mengemukakan dua konsep konstruktivis sosial seperti yang dikutip oleh (Slavin
2000) yaitu :
1. ZPD (Zone of Proximal Development )
ZPD adalah zona antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat
perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual terlihat dari
kemampuan anak menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri. Sedangkan
tingkat perkembangan potensial terlihat dari kemampuan anak menyelesaikan
tugas atau memecahkan masalah dengan bantuan orang lain. Ketika masuk
dalam ZPD, maka anak sebenarnya bisa, tetapi akan lebih optimal jika orang
lain atau pendamping yang lebih tahu membantunya untuk mencapai tingkat
perkembangan aktual (Cahyono 2010).
Seorang anak melakukan tugasnya, anak itu dibantu oleh seorang guru atau
rekan yang berinteraksi dengan anak lainnya untuk membantunya pindah ke zona
perkembangan proksimal (tugas yang tidak dipelajari di batas kemampuan
seorang pelajar) dengan tugas baru yang dipelajari (Slavin 2018). Siswa akan
dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD.
2. Scaffolding
Ide penting yang diturunkan dari teori belajar konstruktivis sosial
Vygotsky adalah scaffolding. Pada penelitian yang dilakukan oleh Fadilla
(2014) bahwa penerapan scaffolding dapat berpengaruh terhadap motivasi
belajar siswa. Orang yang lebih ahli (guru atau teman sebaya yang lebih
pandai) menyesuaikan jumlah bimbingannya dengan kinerja siswa sehingga
5
siswa dapat termotivasi. Scaffolding berarti memberikan sejumlah besar
bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian
anak tersebut mengambil alih tanggungjawab yang semakin besar segera
setelah anak tersebut melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk,
peringatan, dorongan, menguraikan masalah kedalam langkah-langkah
pembelajaran, memberikan contoh ataupun yang lain sehingga memungkinkan
siswa tumbuh mandiri. Menurut Brunner (2007) scaffolding sebagai suatu
proses dimana seorang siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui
kapasitas perkembangannya melalui bantuan dari seorang guru atau orang lain
yang memiliki kemampuan lebih seperti gambar berikut :
Gambar 3. Scaffolding
6
d. Secara jelas menujukkan perbedaan antara pekerjaan anak dan solusi standar
atau yang diharapkan
e. Mengurangi frustasi atau resiko
f. Memberi model dan mendefinisikan dengan jelas harapan mengeni aktivitas
yang akan dilakukan
Menurut Gasong (2004) ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam
pendidikan. Pertama adalah perlunya tatanan kelas dan bentuk pembelajaran
kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi disekitar tugas-tugas
yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang
efektif di dalam masing-masing ZPD mereka. Kedua pendekatn Vygotsky dalam
pengajaran menekankan scaffolding dengan semakin lama siswa semakin
bertanggungjawa terhadap pembelajaran sendiri. Menurut Vygotsky siswa perlu
belajar dan bekerja secara berkelompok sehingga siswa dapat saling berinteraksi
dan diperlukan bantuan guru terhadap siswa dapat saling berinteraksi dan
diperlukan bantuan guru terhadap siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Inti teori Vigotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan
eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial. Menurut
teori ini fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial masing-masing
individu dalam konteks budaya. Implementasi Teori Belajar Vygotsky dalam
interaksi belajar mengajaran sebagai berikut :
1. Walaupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus secara
aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoristik berarti
anak-anak bekerja dalam Zone of Proximal Development dan guru
menyediakan scaffolding bagi anak selama melalui ZPD
2. Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya
juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak, kerja kelompok
secara kooperatif tampaknya mempercepat perkembangan anak
3. Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran
pribadi oleh teman sebaya (peer tutoring) yaitu seoran anak mengajari anak
lainnya yang agak tertinggal dalam pembelajaran. Satu anak bisa lebih efektif
membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka sendiri baru saja
7
melewati tahap itu sehingga bisa dengan mudah melihat kesulitan-kesulitan
yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai.
Dalam studi landasan teori vygotsky sepasang anak dari dua sekolah umum
Amerika Serikat (Motussuv, bell & Rogoff 2001), satu anggota dari pasangan itu
selalu berasal dari sekolah tradisional yang jarang memberi kesempatan dari siswa
untuk bekerja sama saat mereka belajar.
Anggota lain dari pasangan itu selalu berasal dari sekolah yang menekankan
kolaboratif dari sepanjang jam pelajaran sekolah. Anak berlatar belakang sekolah
yang kolaboratif lebih sering membangun pemahaman berdasarkan ide rekannya
daripada anak dari sekolah tradisional. Anak dari sekolah tradisional biasanya
menggunakan bentuk pedoman “soal” berdasarkan pada pertanyaan yang sudah
dia ketahui jawabannya dan sengaja menyembunyikan informasi untuk menguji
pemahaman rekannya.
Perbedaan teori konstruktivis menurut piaget (Konstruktivis Kognitif)
dengan Teori Konstruktivis menurut Vygotsky (Konstruktivistik Sosial)
Aspek Konstruktivistik Kognitif Konstruktivistik Sosial
Pengetahuan Dibangun secara individual dan Dibangun dalam konteks sosial
internal. Sistem pengetahuan sebelum menjadi bagian pribadi
secara aktif dibangun oleh individu
pebelajar berdasarkan struktur
yang sudah ada
Pandangan Menimbulkan disequilibration Meningkatkan pemahaman yang
terhadap yang mendorong individu telah ada sebelumnya dari hasil
interaksi mengadaptasi skema-skema interaksi
yang ada
Belajar Proses asimilasi dan akomodasi Integrasi siswa ke dalam
aktif pengetahuan-pengetahuan komunitas pengetahuan.
baru ke dalam struktur kognitif Kolaborasi informasi baru untuk
yang sudah ada meningkatkan pemahaman
Model Experience based & discovery Sharing & Cooperative learning
Pembelajaran oriented
Peran guru Minimal & lebih membiarkan Penting dalam membantu
8
siswa menemukan sendiri ide (scaffolding) siswa mencapai
sehingga posisi guru sebagai kemandirian melalui interaksi
pengajar menjadi kabur sosial.
9
Anggota kelompok perlu merasa bahwa mereka tidak dapat berhasil secara
pribadi. Saling ketergantungan positif dapat dibentuk dengan menciptakan
tujuan bersama, imbalan bersama dan peran pelengkap (Kagan 1994). Contoh
kelas studi sosial Mr. Aragon di mana siswa bekerja dalam kelompok kecil
untuk menyajikan satu bagian dari Bill of Rights. Setiap kelompok memiliki
empat anggota, satu bertanggungjawab memastikan setiap orang memiliki
persamaan kesempatan untuk berbagi ide-ide mereka, yang lain
bertanggungjawa untuk memeriksa semua orang belajar,
2. Akuntabilitas (Tanggungjawab) individu
Untuk menghindari masalah khas di ruang kelas kelompok belajar, di
mana beberapa siswa melakukan sebagian besar pekerjaan sementara yang
lain melakukan sangat sedikit, guru harus memiliki penilaian individu selain
penilaian kelompok. Dengan cara ini siswa bertanggungjawab atas kinerja
mereka sendiri dan akan lebih mudah berkontribusi pada tujuan bersama.
Misalnya selain mengevaluasi seluruh kelompok dalam proyek bersama. Mr.
Duff memiliki setiap anggota kelompok tulis tentang apa yang mereka
sumbangkan kepada kelompok, apa yang mereka pelajari dan bagaimana
mereka akan meningkatkan proyek.
3. Interaksi tatap muka
Mekanisme kerja sama memiliki sekelompok siswa yang tidak terlibat
atau diam duduk bersama di kelas tidak akan mengarah pada peningkatan
pembelajaran akademis. Karena itu pembelajaran kooperatif efektif
mewajibkan anggota untuk secara aktif membantu, mendukung dan
mendorong upaya kelompok. Untuk memaksimalkan kemungkinan interaksi
yang bermakna, guru harus mendesain kelompok belajar kooperatif menjadi
relatif kecil dan heterogen. Contoh Mr Market mendesain ruang kelasnya
menjadi meja siswa berada dalam satu kelompok yang berjumlah empat dan
semua anggota kelompok saling berhadapan. Dia menetapkan kursi dan
mendesai anggota kelompok berkemampuan campuran ditemukan sangat
efektif (Hatano & Ingaki 1991 ; Lou et al 1996). Pada penelitian Steven
&Slavin (1995) menunjukkan bahwa baik siswa berkemampuan tinggi
10
maupun rendah memiliki manfaat dari pembelajaran kooperatif. Selain itu
siwa berkemampuan tinggi dapat mendominasi diskusi. Oleh karena itu guru
perlu memonitori dinamika dengan cermat kelompok kemampuan campuran.
4. Keterampilan Sosial
Salah satu tugas paling menantang bagi seorang guru adalah mengajar dan
memantau siswa menggunakan keterampilan interpersonal yang tepat ketika
berinteraksi dengan kelompok anggota lain. Keterampilan ini diperlukan untuk
fungsi kelompok yang efektif dan perlu scara eksplisit diajarkan dan
dipraktekkan sebelumnya kelompok diminta untuk menangani tugas tertentu.
Seorang guru dapat membuat pengambilan keputusan kelompok dengan
memiliki seluruh kelas brainstorming ide saat dia menulisnya di grafik
organizer yang berisi daftar pro dan kontra setiap ide pada topik yang telah
diberikan. Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengn
berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok
juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan
dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat. Keterampilan
berkomunikasi dalam kelompok jug merupakan proses panjang. Namun, proses
ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk
memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan
emosional para siswa.
5. Evaluasi Kelompok
Efektif pembelajaran kooperatif membutuhkan kelompok anggota untuk
memantau proses kerja kelompok saat berlangsung. Pengaturan diri siswa
dengan membina suatu ketrampilan metakognitif yang penting untuk
mengevaluasi merefleksikan proses belajar dan hasil. Seorang guru dapat
memberi siswa waktu lima menit untuk menulis esai singkat bagaimana
kelompok mereka membuat kemajuan menuju tujuan bersama, apa yang
mereka lakukan dengan baik dan apa yang mereka butuhkan untuk
meningkatkan atau mungkin memberikan siswa dengan kuesioner seperti
dimana siswa perlu menilai kelompok mereka bekerja pada skala yang telah
ditentukan. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di
11
mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya (Slavin 1994).
2.4 Aplikasi Konstruktivis Sosial dalam Pembelajaran
Menurut konstruktivisme sosial peran guru adalah memfasilitasi integrasi
sosial untuk membangun konstruksi dan keterampilan (Fleming & Alexander
2001). Pembelajaran sosial dikatakan sebagai ciri khas pertama dari metode
konstruktivis sosial. Pendekatan konstruktivis sosial menggunakan sejumlah
inovasi di dalam pembelajaran di kelas. Prinsip-prinsip pendekatan konstruktivis
sosial sebagai berikut :
1. Pengetahuan dibangun atau dikonstruksi bersama
2. Pengetahuan dipengaruhi oleh konteks dan situasi tertentu (Situated cognition).
Peran guru dalam pembelajaran yaitu harus menciptakan banyak kesempatan
bagi siswa untuk belajar dengan guru dan teman sebaya dalam mengkonstruksi
pengetahuan bersama. Jadi guru berfungsi sebagai fasilitator dan pembimbing.
Berikut ini beberapa karakteristik kelas konstruktivis sosial yaitu :
1. Tujuan penting dari kelas ini adlah konstruksi makna kolaboratif
2. Guru memantau perspektif, pemikiran dan perasaan siswa
3. Interaksi sosial mendominasi kelas
4. Kurikulum dan isi fisik dari kelas mencerminkan minat siswa dan dipengaruhi
oleh kultur mereka,
Guru dan teman sebaya sebagai kontributor bersama untuk pembelajaran siswa.
Ada empat alat untuk melakukan metode ini yaitu
1. Scaffolding
Scaffolding adalah teknik mengubah level dukungan sepanjang jalannya
sesi pengajaran. Orang yang lebih ahli (guru atau teman sebaya yang lebih
pandai) menyesuaikan jumlah bimbingannya dengan kinerja siswa sehingga
siswa dapat termotivasi. Para peneliti menemukan bahwa ketika scaffolding
dipakai oleh guru dan teman sebaya dalam pembelajaran kolaboratif. Siswa
akan terbantu dalam proses belajarnya (Pressly 2001).
2. Pelatihan kognitif (Cognitive Apprenticeships )
12
Pelatihan kognitif menunjukkan pentingnya aktivitas dalam pembelajaran
suatu konteks. Pendekatan cognitive apprenticeships menggunakan
pembimbing yang berpengetahuan luat atau master untuk memberikan model,
demonstrasi dan koreksi dalam tugas-tugas belajar, serta ikatan pribadi yang
memotivasi bagi para peserta magang yang lebih muda atau kurang
pengalaman selama mereka melaksanakan dan menyempurnakan berbagai
tugas
1. Tutoring
Tutoring pada dasarnya adalah pelatihan kognitif antara pakar dengan
pemula. Tutoring dapat terjadi antara orang dewasa dan anak-anak, atau
antara anak yang pandai dengan anak yang kurang pandai. Tutoring dapat
dilakukan dengan teman sebaya dan teman lintas usia. Dalam tutoring teman
sebaya, biasanya teman sekelas. Sedangkan tutoring teman lintas usia,
biasanya teman yang lebih tua usianya. Kelebihan pembelajaran dengan
tutor sebaya dapat meminimalisisr keenjangan yang terjadi antara siswa
yang prestasinya rendah dengan siswa yang prestasinya lebih tinggi dalam
suatu kelas. Selanjutnya siswa termotivasi dalam menyelesaikan tugas dan
motivasi itu diharapkan tumbuh dari terciptanya hubungan yang saling
menentukan dan membutuhkan antara guru, siswa yang prestasinya
tergolong tinggi dan siswa yang prestasinya rendah. Dampak semua ini,
seorang guru dituntut untuk mempersiapkan, memaksimalkan kemampuan
tanpa harus menjadi informatory (pemberi informasi) saja tetapi guru
mampu memberikan tugas yang sesuai dengan tingkat kematangan siswa
yang pada akhirnya dapat memotivasi siswa dalam peningkatan prestasi
belajar.
2. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif terjadi ketika siswa bekerja sama dalam
kelompok kecil (kelompok belajar) untuk saling membantu dalam belajar.
Periset telah menemukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat menjadi
strategi yang efektif. Komnitas pembelajan secara khusus bermanfaat ketika
siswa kita berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda. Komunitas
13
semacam ini menghargai kontribusi semua siswa, dengan memanfaatkan
latar belakang individu, perspektif budaya dan kemampuan unik setiap
orang untuk meningkatkan prestasi anggota kelas secara keseluruhan.
Komunitas ini juga menyediakan konteks di dalamnya siswa dapat
membentuk persahabatan lintas etnis, gender, status sosioekonomi dan
keahlian. Persahabatan semacam ini sangat penting artinya bagi
perkembangan sosial siswa serta pemahaman multikultural mereka. Selain
manfaat kognitif, diskusi kelompok mengenai materi pelajaran memiliki
manfaat sosial dan motivasional. Mendiskusikan sustu topik dengan teman
sekelas dapat membantu siswa mendapatkan keterampilan interpersonal
yang lebih efektif, selain itu juga dpat mendatangkan efek yang
membangkitkan semangat bagi siswa serta menanamkan hasrat murni untuk
memahami sustu topik secara lebih baik
14
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Secara umum pendekatan konstruktivis sosial menekankan pada
konteks sosial dai pembelajaran dan bahwa pengetahuan dibangun dan
dikonstruksi secara bersama (mutual). Keterlibatan dengan orang lain
membuka kesempatan bagi siswa untuk mengevalasi dan mempebaiki
pemahaman mereka saat bertemu dengan pemikiran orang lain dan saat
merka berpartisipasi dalam pencarian pemahaman bersama
2. Tokoh teori belajar konstruktivis sosial Vygotsky menekankan pada
pentingnya hubungan antara individu dan lingkungan sosial dalam
pembentukan pengetahuan bahwa interaksi sosial merupakan faktor
terpenting yang dapat memicu perkembangan kognitif seseorang
3. Pembelajaran kooperatif sebagai penerapan teori belajar konstruktivis
sosial merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada
sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara
sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok.
4. Aplikasi teori konstruktivis sosial memiliki prinsip-prinsip pendekatan
konstruktivis sosial sebagai pengetahuan dibangun atau dikonstruksi
bersama dan pengetahuan dipengaruhi oleh konteks dan situasi tertentu
(Situated cognition). Peran guru dalam pembelajaran yaitu harus
menciptakan banyak kesempatan bagi siswa untuk belajar dengan guru
dan teman sebaya dalam mengkonstruksi pengetahuan bersama. Jadi
guru berfungsi sebagai fasilitator dan pembimbing.
3.2 Saran
Penulisan makalah ini digunakan untuk menambah pengetahuan terkait
dengan Teori Belajar Konstruktivis Sosial. Sebaiknya pembaca juga membaca
terkait referensi lain tentang materi tersebut agar lebih memperkaya pengetahuan
dan menerapkan teori belajar konstruktivis sosial.
15
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
16
Steans, Jill and Pettiford, Lloyd & Diez, Thomas. 2005. Introduction to
International Relations, Perspectives & Themes, 2nd edition, Pearson &
Longman, Chap. 7, pp. 181-202.
Sullivan Palincsar A and Ann L Brown. 1984. Reciprocal Teaching Of
Comprehension Fostering and Comprehension Monitoring Activitis.
Journal Education. Hal 117-175
Vygotsky, L.S. (1978). Mind in Society. Cambridge: Harvard University Press
17