Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FILSAFAT

“HUBUNGAN FILSAFAT PLATO DAN FILSAFAT ARISTOTELES


DENGAN PSIKOLOGI”

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Psikologi

Dosen Pengampu : Dr.phil. Dian Veronika Sakti Kaloeti, S.Psi., M.Psi.

Disusun Oleh :

1. Audrey Putri Kristiyanto (15000119120044)


2. Frida Muna Arifia (15000119120068)
3. Intan Nabila Nurazizah (15000119130096)

KELAS 4

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada
waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

2
DAFTAR ISI

JUDUL............................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR...................................................................................... 2

DAFTAR ISI...................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah................................................................................. 4

C. Tujuan Pembahasan.............................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Fenomena dan Idea menurut Plato....................................................... 5


B. Tubuh dan Jiwa menurut Plato............................................................. 6
C. Kesenangan, Level Jiwa, dan Level Masyarakat menurut Plato.......... 6
D. Logika Aristotelian............................................................................... 7
E. Materi dan Esensi menurut Aristoteles................................................ 8
F. Empat Sebab menurut Aristoteles........................................................ 8
G. Pembagian Jiwa menurut Aristoteles................................................... 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................... 11
B. Penutup............................................................................................... 11

DAFTAR PUSAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat identik dengan pelajaran yang dihindari dan dianggap sulit. Padahal ini sangat
berlainan dengan kehidupan nyata kita. Bahwasannya filsafat sangat penting dan tanpa kita
sadari, kita pun sering berfilsafat atau berpikir tentang hakikat suatu hal.

Seperti yang kita semua tau, filsafat merupakan ibu dari semua ilmu pengetahuan. Filsafat
merupakan sebuah interpretasi dari para filsuf. Oleh karena itu, muncul beberapa sudut
pandang dan aliran yang berbeda beda. Makalah ini akan menerangkan filsafat menurut Plato
dan Aristoteles pada zaman klasik.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana fenomena dan idea menurut Filsafat Plato?


2. Apa perbedaan antara tubuh dan jiwa menurut Filsafat Plato?
3. Apa maksud kesenangan, level jiwa, dan level masyarakat menurut Filsafat Plato?
4. Bagaimana logika menurut Aristoteles?
5. Bagaimana filsafat menurut Aristoteles dan apa esensinya bagi kehidupan?
6. Apa itu empat sebab menurut Filsafat Aristoteles?
7. Bagaimana pembagian jiwa menurut Filsafat Aristoteles?

C. Tujuan Pembahasan
Dengan terselesaikannya makalah ini, diharapkan kita dapat mengerti dan memahami
pola pikir para filsuf pada zaman klasik serta dapat menghubungkan antara Filsafat
Plato dan Filsafat Aristoteles dengan ilmu psikologi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fenomena dan Idea Menurut Plato

Idea menurut Plato merupakan suatu konsep yang dipengaruhi oleh Socrates
tentang problem etika (moral) serta perlunya tujuan kehidupan di dunia,
karenanya Plato menekankan perlunya menggeluti pengetahuan tentang idea
“Yang Baik” yang menjadi tujuan semua idea.

Idea merupakan pemikiran tentang pernyataan yang abadi, yang tidak berubah
oleh waktu sebagai realitas yang paling dasar. Menurut Plato, realitas yang
senantiasa berubah adalah realitas “dunia fisis” (fenomena alam) sedangkan
realitas yang sempurna, realitas yang tidak berubah, terdapat dalam “dunia idea”.

Keadaan idea sendiri bertingkat-tingkat. Tingkat idea yang tertinggi adalah idea
kebaikan, di bawahnya idea jiwa dunia, yang menggerakkan dunia. Setelah itu,
idea keindahan yang menimbulkan seni, ilmu, pendidikan, politik.

Dengan demikian, kebenaran umum itu memang sudah ada di dalam idea. Manusia
dulu berada di dunia idea bersama dengan idea lainnya dan mengenalinya.
Manusia di dunia nyata ini jiwanya terkurung oleh tubuh sehingga kurang ingat
lagi hal-hal yang dulu pernah dikenalinya di dunia idea. Dengan kepekaan
inderanya terkadang hal-hal yang empirik menjadikan ia teringat kembali apa yang
pernah dikenalnya dulu di dunia idea. Dengan kata lain pengertian manusia yang
membentuk pengetahuan tidak lain adalah dari ingatan apa yang pernah
dikenalinya atau mengerti karena ingat.

Sebagai konsep dari pandangannya tentang dunia idea, dalam masalah etika ia
berpendapat bahwa orang yang berpengetahuan mengenai ideanya, maka tidak akan
berbuat jahat dalam hidupnya.

5
B. Tubuh dan Jiwa menurut Plato
Pandangan Plato tentang manusia bersifat dualistik, yaitu memisahkan antara
“jiwa” “roh” “pikiran” dengan “tubuh”. Jika tubuh kita hancur setelah kita
meninggal, roh akan tetap eksis dan roh itu kembali ke asalnya (dunia idea).
Demikianlah menurut Plato.

Plato mengemukakan adanya tiga elemen jiwa, yaitu: pertama adalah pikiran atau
akal (nous yang merupakan bagian rasional); kedua adalah bagian semangat atau
keberanian (thomus), sedangkan ketiga adalah bagian nafsu-nafsu (epithumia).
Karena unsur atau bagian ketiga inilah (nafsu), yang menyebabkan jiwa terpenjara
dalam tubuh kita.

C. Kesenangan, Level Jiwa, dan Level Masyarakat menurut Plato

Kesenangan menurut Plato tidak didapat dari hawa nafsu, tetapi diperoleh dari
pengetahuan yang tepat mengenai nilai barang yang dituju.

Adapun level jiwa dan level masyarakat menurut Plato terbagi atas:

No. Fungsi/Bagian Jiwa Level Masyarakat


1. To Logisticon, fungsi rasional; Para pemimpin, filsuf yang
keutamannya kebijaksanaan; memiliki pengertian tentang yang
tempatnya di kepala. baik/keutamaan dan kebijaksanaan.
2. To thymoiedes, fungsi keberanian Para pembantu dan prajurit yang
kehendak (will), keutamannya bertugas menjaga keamanan
keberanian, tempatnya di dada. negara, keutamaannya kegagahan.
3. To pithymeion, fungsi keinginan, Para petani dan pekerja yang
hawa-nafsu, tempatnya di perut. menanggung kebutuhan kehidupan
negara (polis), keutamaannya
pengendalian diri.

6
D. Logika Aristotelian

Kata logika tidak dikenal oleh Aristoteles. Aristoteles memberikan nama Analytica
kepada cabang ilmu ini. Pada dasarnya nama ini merujuk pada analisis tentang
penalaran hingga bentuk-bentuk silogisme dan bahkan dapat diperluas kepada
penalaran tentang silogisme hingga proposisi dan tentang proposisi hingga term-term.

Logika pada dasarnya merupakan sebuah metode untuk menarik kesimpulan yang
benar. Menurut Aristoteles, ada dua bentuk utama penarikan kesimpulan yang logis.
Pertama, silogisme yakni penarikan kesimpulan melalui penalaran dari yang bersifat
universal (prinsip) kepada yang bersifat partikular (kasus atau contoh yang bersifat
khusus) yakni dengan menggunakan deduksi. Kedua, melalui induksi yang
merupakan kebalikan dari deduksi, yakni penarikan kesimpulan dari yang bersifat
partikular kepada yang bersifat universal (prinsip atau kaidah ilmu).

Aristoteles juga mengatakan bahwa adan dua kaidah fundamental dalam logika, yakni
prinsip kontradiksi (bahwa sebuah proposisi tidak dapat menjadi benar dan salah
sekaligus) dan prinsip pemilahan tengah (bahwa sebuah proposisi bisa benar atau
salah). Prinsip-prinsip fundamental itu tidak perlu dibuktikan karena memang
merupakan kebenaran tertinggi yang digunakan untuk membuktikan semua proposisi
yang lain. Untuk membuktikan kebenaran sebuah pernyataan, yang harus dilakukan
adalah merujuk kepada proposisi yang lebih umum dan lebih pasti sebagai dasar
pernyataan itu. Ketika kebenaran yang paling fundamental, tertinggi dan paling umum
telah dicapai, maka tak ada lagi kebenaran yang lebih luas sehingga ia harus diterima
sebagai aksioma yang tak terbantahkan. Atas dasar ini, kebenaran-kebenaran
fundamental ilmu harus diterima sebagai prinsip tak terbantahkan yang dapat
digunakan untuk membuktikan kebenaran semua proposisi yang lain.

7
E. Materi dan Esensi menurut Aristoteles

Metafisika umum adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang “sungguh-
sungguh ada” (ontos on, Yunani) menurut aspeknya yang paling umum. Dalam
bidang ini, ada dua struktur ontologis yang perlu dijelaskan, yaitu struktur materi-
bentuk (Aristoteles: hylemorfisme) dan struktur esensi-eksistensi.

Aristoteles mengajarkan bahwa segala sesuatu yang ada di dalam ala ini terdiri
atas materi dan bentuk. Materi adalah bakal atau bahan yang darinya muncul
sesuatu. Ia adalah substansi tidak sempuran yang masih merupakan kemungkinan
(potential,bahasa Latin) dan yang kemudia harus menjadi kenyataan (actus).
Adapun bentuk adalah prinsip yang memberikan cara berada pada materi sehingga
materi menjadi nyata atau mencapai actus dengan kata lain bentuklah yang
membuat sesuatu yang bersifat potensial menjadi aktual dan bentuk ini sendiri
sudah terkandung di dalam materi.

Esensi itu menunjukkan makna dan hakikat dari sesuatu. Menurut Thomas
struktur ini bukan hanya terdapat pada makhluk yang berjasad atau jasmaniah
melainkan juga pada ciptaan lain misalkan malaikat.

F. Empat Sebab menurut Aristoteles

Causes atau sebab-sebab menurut Aristoteles haruslah berhingga seperti bilangan


dan sejauh berkenaan dengan dunia ini, ia telah menegaskan bahwa sebab-sebab
itu dapat direduksikan ke dalam empat jenis:

1. Causa Materialis
berbunyi “The material out of which the thing exist” yaitu kausa tentang
materia (ΰλη) adalah id ex quo
τò έξ ού tentang suatu materi itu terbentuk dan dari mana materi itu terbuat.
2. Causa Formalis
Berbunyi “The form in which the thing is arranged” yaitu kausa tentang esensi
dari segala sesuatu. Forma ini menunjuk pada struktur atau hakekat yang
membuat suatu materi berbeda dari materi lainnya.
8
3. Causa Efficiens
Berbunyi “The ‘mover’ that causes the thing to be or happen” yaitu kausa
tentang penggerak/pelaku yang dapat merubah satu materi menjadi materi lain.

4. Causa finalis
Berbunyi “The purpose for which the thing exist” yaitu kausa tentang untuk
apa sesuatu itu ada atau untuk apa (id cuius gratia) setiap hal dibuat.
Aristoteles mengakatan bahwa causa finalis merupakan kebaikan (agathon)
dari setiap hal.

4 causes dapat menjadi dasar pemikiran bagi Ilmu Pengetahuan ke depan


seperti yang dijelaskan dalam uraian berikut ini,

- Causa materialis, dari mana suatu benda itu terbentuk selalu menjadi
patokan pemikiran bagi sains ke depan, terutama bagi ilmu pasti. Dalam setiap
riset, hal pertama yang dicari selalu dari mana suatu benda itu berasal dan dari
materi apa benda itu dibuat.

- Causa Efisiens, siapa penggerak atau subjek yang mengubah suatu benda jadi
benda lain, ini menjadi riset yang penting untuk ilmu pengetahuan, terutama
masalah sosiologi dan masalah yang secara umum ada di masyarakat.

- Formalis cause, sebab dan esensi suatu benda, ilmu pengetahuan juga
mencari apa perbedaan dari setiap benda.

- Final cause, adalah kausa pokok bagi ilmu pengetahuan modern. Untuk apa
suatu benda itu ada dan tujuan kenapa benda itu ada.

G. Pembagian Jiwa menurut Aristoteles

Aristoteles membagi jiwa manusia menjadi tiga bagian sebagai berikut:

1. Bagian rasional, merupakan unsur tertinggi. Unsur rasional hanya terdapat


pada jiwa manusia yang berhubungan dengan selera. Bagian rasional ini
bertanggung jawab untuk mengatur emosi dan keinginan.

9
2. Bagian irasional, merupakan bagian menengah. Menurut Aristoteles, ciri
irasional bukan saja khas dimiliki hewan tetapi juga terdapat dalam diri
manusia.
3. Bagian vegitatif (unsur yang primitif), merupakan unsur ketiga atau bagian
bawah yang bertugas mengatur tentang gizi dan pertumbuhan.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sesuai makalah yang telah kami buat, dapat disimpulkan bahwa idea merupakan
sesuatu yang tidak berubah sejak awal sedangkan fenomena adalah sesuatu yang
dapat berubah sesuai pengaruh baik eksternal maupun internal. Jiwa sendiri
berada di dunia idea, sedangkan tubuh berada di dunia fenomena.

Dapat disimpulkan pula bahwa kesenangan diperoleh dari pengetahuan yang


melatarbelakangi timbulnya level jiwa dan level masyarakat yang masing-masing
dibagi menjadi tiga.

Aristoteles juga menciptakan ilmu logika yang hingga kini masih sering dipelajari
di bangku sekolah. Selain itu, Ia juga menciptakan beberapa istilah seperti materi
yang berarti sumber munculnya sesuatu, serta esensi yang merupakan hakikat
yang dimiliki oleh sesuatu. Aristoteles juga mengatakan bahwa sebab-sebab itu
dibagi menjadi empat dan memiliki esensi bagi kehidupan di masa mendatang.
Selain itu, jiwa manusia terbagi menjadi tiga, yaitu rasional, irasional, dan
vegitatif.

B. Penutup

Demikianlah makalah mengenai filsafat menurut Artistoteles dan Plato ini kami
buat. Kami berharap makalah ini dapat berguna dan diimplementasikan dalam
kehidupan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Akhyar Lubis.2014.Filsafat Ilmu Klasik hingga Kontemporer.Jakarta:PT Raja


Grafindo Persada.
https://www.academia.edu/34923007/FILUSUF_PLATO_DAN_ARISTOTELES_Pemikiran_
dan_karya
https://www.academia.edu/30632895/MAKALAH_FILSAFAT_PLATO

https://www.researchgate.net/publication/325474290_Kosmologi_
dan_Prinsip_Logika_Aristoteles
petualangan intelektual
https://www.academia.edu/9313086/4_causes_Aristoteles
https://www.academia.edu/9570974/Teori_jiwa_menurut_Aristote
les

12

Anda mungkin juga menyukai