Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Atribusi Social


Menurut F. Heider (1958) yang terkenal sebagai tokoh psikologi atribusi adalah akal
sehat (commonsense). Secara akal sehat , ada dua golongan yang menjelaskan suatu perilaku,
yaitu berasal dari orang yang bersangkutan (atribusi internal) dan berasal dari lingkungan
atau luar diri orang yang bersangkutan (atribusi eksternal).1
Menurut Baron & Byrne (1997), atribusi social adalah proses yang kita lakukan untuk
mencari penyebab dari perilaku orang lain sehingga mendapatkan pengetahuan mengenai
karakteristik stabil dari orang tersebut. Atribusi social bersifat abstrak, ambigu, dan normatif
( Haider dalam Trope & Gount, 2003). Abstrak berarti atribusi merupakan abstrak mental
yang berusaha mengubah sesuatu yang sifatnya konkret-kontekstual menjadi sesuatu yang
sifatnya abstrak dan umum, ambigu berarti atribusi merupakan proses preduksian informasi
yang sifatnya tidak pasti. Perilaku yang sifatnya kompleks direduksi sedimikian rupa menjadi
representasi yang bersifat abstrak. Tentu hal itu dilakukan setelah menghilangkan beberapa
bagian dari konteks perilaku yang dianggap tidak penting, normatif berarti atribusi
melibatkan proses penilaian yang kemudian akan dipakai didalam memahami, memprediksi,
dan mengendalikan lingkungan (Trope & Gount,2003).
Atribusi tampak merupakan proses yang cenderung subjektif. Atribusi boleh jadi
didasarkan pada informasi-informasi yang bersifat objektif, tapi kemudian informasi
mengalami reduksi dan simplikasi.
Fakktor penyebab dari suatu perilaku tentu sangat beragam. Tapi secara umum, penyebab
dari suatu perilaku bisa berifat internal (disposisitional attribution) atau eksternal
( situational attribution), spontan (spontaneous attribution), atau pertimbangan ( deliberative
1 Sarlito, Wirawan, Sarwono, Psikologi Social, (Jakarta: Balai pustaka, 1999).

attribution), terencana (voluntary attribution), atau tidak terencana ( non voluntary


attribution) ( Pennington, 2000).
Factor penyebab internal adalah factor yang melekat pada diri kita seperti pengetahuan,
emosi, keterampilan, keperibadian, motivasi, kemampuan motorik, ataupun usaha.
Sedangkan factor penyebab eksternal adalah factor yang ada diluat diri kita seperti situasi
dan kondisi, cuaca, orang lain, alam, dan lain-lain.
Atribusi social bisa juga berlansung secara spontan, atau melalui proses pertimbangan
dan proses berpikir yang panjang. Factor motivasi, potensi resiko, kemampuan, dan/atau
keterlibatan personal sangat berpengaruh pada apakah atribusi tersebut itu dilakukan dengan
pertimbangan yang mendalam atau dengan pertimbangan yang spsontan. Untuk hal-hal yang
dinilai tidak terlalu penting atribusi social kadang hanya didasarkan pada stereotip, yang
kesan pertama, ataupun shortcut mental lainnya. Factor lain yang berpengaruh pada atribusi
adlah gaya atribusi. Sebagian orang memang memilki gaya atribusi yang sifatnya spontan. Ia
mengatribusikan banyak hal secara spontan. Sebaliknya, ada juga orang yang gaya
atribusinya penuh pertimbangan. Orang dengan gaya penuh

pertimbangan memikirkan

dengan seksama setiap atribusi yang dilakukannya.


Terakhir, atribusi social bisa dilakukan dengan cara terencana atau tidak terencana.
Perilaku-perilaku yang disebabkan oleh factor emosi, minsalnya, sering kali kita
diatribusikan sebagai tidak terencana dan pelaku tidak memiliki control terhadap
perilakunya.
Berkaitan dengan atribusi social, islam memberikan perhatian yang cukup besar terhadap
atribusi social ini. Sebagai realitas yang alami, manusia tidak bisa mengelak dari atribusi
social. Maka, islam memberikan pesan moral untuk hati-hati dalam melakukan atribusi
social. Islam mengajarkan kepada kita untuk tidak berburuk sangka, menjauhi persangkaan
tanpa pengetahuan. Allah SWT berfirman dalam Al-quran surah al-Hujurat 49 ayat 6

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.
B. Kapan Atribusi Social Dilakukan
Atribusi social dilakukan setiap saat. Menurut Taylor, Peplau, dan Sear (1997), paling
tidak ada yang sering sekali mengundang dilakukannya atribusi social, yaitu :2
1. Situasi yang tidak diharapkan atau tidak biasa. Sesuatu yang terjadi sesuai dengan
harapan, biasanya tidak mengandung atribusi social, sedangkan situasi yang tidak
diharapkan akan menggoda kita untuk mengetahui penyebab-penyebab dari situasi
tersebut.
2. Situasi negatif, menyakitkan, dan tidak menyenangkan.
C. Menganalisis Factor Penyebab
Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab dalam rangka menganalisis factor penyebab
suatu perilaku. Menurut taylor, peplau, dan sear (1997), terdapat tiga dimensi kausalitas
yaitu:
1. Sumber Factor Penyebab ( Locus Of Causality)
Dimensi ini mengacu pada factor penyebab perilaku itu bersumber dari factor internal
atau factor eksternal. Atribusi terhadap sumber penyebab suatu perilaku mempunyai
dua alternative, yaitu apakah perilaku tersebut dikarenakan factor internal atau factor
eksternal.
2. Stabilitas Factor Penyebab ( Stability)

2 Rahman, Abdul, Agus, Psikologi Social :


Itegrasi Pengetahuan Wahyu & Pengetahuan
Empiric, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada,
2014).

Selain pertanyaan apakah suatu perilaku itu disebabkan oleh factor internal dan
eksternal , pertanyaan lain yang harus dijawab dalam rangka menganalisis perilaku
adalah apakah factor penyebab perilaku tersebut bersifat stabil atau tidak stabil.
Stabil dan tidak stabil disini bersifat relatif.
3. Kemampuan mengendalikan ( controllability)
Dimensi ini menunjuk pada sejauh mana factor penyebab perilaku dapat kita
kendalikan. Baik factor internal-eksternal mamupun stabil-tidak stabil bisa bersifat
dapat dikendalikan atau tidak dapat dikendalikan. Factor internal yang dapat
dikendalikan berhubungan dengan sejauh mana usaha yang kita keluarkan, sedangkan
factor internal yang tidak dapat dikendalikan berhubungan dengan keterbatas fisik,
tingkat kecerdasan, atau hambatan mental. Factor penyebab eksternal yang dapat
dikendalikan berhubungan dengan factor-faktor eksternal yang masih bisa diantisipasi
atau diatasi. Sedangkan factor penyebab eksternal yang tidak dapat dikendalikan
seperti bencana alam, sakit, atau peristiwa-peristiwa mendadak lainnya.
D. Teori-Teori Atribusi Social
Supaya bisa memahami dengan baik bagaiman proses atribusi social ada baiknya
disampaikan tiga teori atribusi social berikut ini :
1. Theory Of Nave Psichology
Menurut Heider, secara alamiah dapat mengetahui hubungan sebab akibat antara
beberapa informasi. Kita selalu menarik makna dari kejadian-kejadian yang ada
disekitar kita dan menggunakannya untuk memahami dunia social. Oleh karena itu,
untuk memahami dunia social yang baik, kita bisa meminta bantuan common sense
psychology atau nave psychology.
2. Correspondent Inferency Theory
Teori ini kemukakan oleh Edward E. Jones dan Keith Davis paada tahun 1965. Teori
ini mmerupakan sistematisasi dari teori Heider. ( Augoustious & Walker, 1995). Teori
ini menjelaskan proses yang digunakan orang-orang didalam melakukan atribusi
internal teruutama ketika perilaku yang diamatinya tidak mudah dipahami ( Bordens
& Horowitz 2008). Teori ini dinamai correspondent inference theory karena
berpandangan bahwa kita mempunyai kecendrungan untuk menyimpulkan perilaku
orang lain disebabkan oleh karakteristik internal atau keyakinan yang dimilikinya.

Asumsi dasar dari teori ini adalah perilaku merupakan sesuatu yang mempeunyai
makna.
3. Covariation Theory
Teori ini dikemukakan oleh Harold Kelley pada tahun 1967. Teori ini menjelaskan
penyebab eksternal atau situasional dari perilaku ( Bordens & Horowitz, 2008).
Asumsi dasar dari teori ini adalah bahwa dua kejadian bisa dikatakan memiiliki
hubungan sebab akibat jika diantara keduanya covary satu sama lain atau jika ada
yang satu berubah, maka yang satunya lagi pu akan berubah ( Augoustious & Walker,
1995).
Teori ini mengemukakan tiga factor yang digunakan sebagai petunjuk dalam
melakukan atribusi. Ketiga factor tersebut adalah :
a. Consensus, yaitu apakah respon seseorang terhadap suatu stimulus tertentu
sama dengan respon oaring lain terhadap stimulus tersebut
b. Konsistensi, yaitu apakah respon sesorang terhadap suautu stimulus tertentu
sama disetiap wakktu dan tempat
c. Daya beda, yaitu sejauh man seorang memberikan respon yang berbeda
terhadap suatu stimulus tertentu dengan terhadap stimulus lainnya.
E. Kesalahan-Kesalahan Atribusi Social
1. Kesalahan Dasar Atribusi
Perilaku social sering kali merupakan produk dari factor individu dan situasi. Namun,
dalam melakukan persepsi social, kita kadang melakukan kekeliruan, salah satunya dalam
bentuk kesalahan dasar atribusi (fundamental attribution eror). Kesalahan dasar atribusi
berarti kecendrungan kita untuk mengatribusikan perilaku orang lain karena factor
karakteristik individual dariada karena factor situasi. Kita kadang menilai orang lain
memiliki kebebasan untuk berperilaku dan perilaku tersebut mewakili karakteristik dari
orang tersebut (Fiske & Taylor, 1991) .
Kesalahan dasar atribusi terjadi karena ketika melakukan atribusi, kita lebih focus
pada factor-faktor yang menonjol dan menarik perhatian. Factor yang yang menonjol dan
menarik perhatian adalah perilaku. Factor situasi yang mungkin mempengaruhi
munculnya perilaku kurang menarik perhatian kita sehingga cenderung diabaikan (Fiske
& Taylor, 1991) .

2. Actor-Observer Effect
Actor-observer effect adalah kecendrungan untuk menjelaskan perilaku orang lain
karena factor individu, sedangkan perilaku diri sendiri karena factor situasi, fiske &
taylor (1991) menjelaskan dua factor yang menyebabkan kesalahan ini. Pertama, perilaku
orang lain dipandang lebih menonjol dari pada perilaku diri sendiri sehingga perilaku
orang lain dihubungkan dengan factor individu, dan perilaku diri sendiri dihubungkan
dengan factor situasi. Kedua, pelaku dan pengamat memilki informasi yang berbeda.
Pelaku mengetahui banyak hal mengenai factor-faktor yang mendorong perilaku
sosialnya, sedangkan pengamat tidak demikian. Pemahaman yang terbatas tersebut bisa
mendorong pengamat melakukan kesalahan didalam melakukan atribusi.
3. Self Serving Bias
Self serving bias adalah kecendrungan kita untuk menilai kesuksesan orang lain
dikarenakan factor eksternal, dan kegagalan orang lain disebabkan factor internal,
sebaliknya menilai kesuksesan diri sendiri karena factor internal dan kegagalan diri
sendiri karena factor eksternal. Kesalahan ini didasari oleh dua kebutuhan, yaitu
kebutuhan untuk meningkatkan harga diri (self enhancing bias) dan kebutuhan untuk
melindungi harga diri ( self protective bias).
Kesalahan-kesalahan atribusi social juga digambarkan dalam Al-Quran surah AlImran ayat 165
























Artinya : Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud),
padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada
peperangan Badar) kamu berkata: "Dari mana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah:
"Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.

4. False Consensus Effect


False consensus effect adalah kecendrungan kita untuk menggunakan penilaian pada
diri sendiri sebagai dasar dalam melakukan penilaian terhadap orang lain. ( fiske &
taylor, 1991), ada beberapa hal yang bisa menjelaskan hal ini. Pertama, kita memiliki
kecendrungan untuk mencari teman yang memiliki kesamaan, dan berprilaku seperti
halnya kita. Kedua, penilaian terhadap diri kita merupakan factor yang menonjol dan
lebih disadari. Ketiga, kita cenderung menjelaskan hal-hal yang tidak pasti mengenai
orang lain dengan hal-hal yang menarik bagi kita.
5. Self-Centered Bias
Self-centered bias adalah kecendrungan kita untuk merasa lebih berkontribusi
terhadap suatu hasil yang dikerjakan bersama orang lain dari pada apa yang sungguhsungguh dilakukannya. Fiske & taylor (1991) menjelaskan self centered bias terjadi
karena beberapa factor berikut :
a. Kita lebih mudah mengenali kontribusi diri sendiri dari pada kontribusi orang lain
b. Kita lebih mudah mengingat kontribusi diri sendiri dari pada kontribusi orang lain
c. Kita kadang memiliki perbedaan pemahaman mengenai siapa yang sebenarnya
berkontribusi dalam suatu kasus tertentu
d. Kita kadang memiliki motivasi tertentu sehingga tidak fair di dalam melakukan
atribusi
e. Kita kadang berpikir bahwa kita sudah mmelakukan banyak hal, dan memiliki
kontribusi yang lebih besar disbanding yang lainnya.
6. Blaming The Victim
Blaming the victim adalah kecendrungan kita untuk menyalahkan korban atas nasib
yang menimpa dirinya. Kita mengatribusikan musibah yang dialami orang lain sebagai
karena kesalahan dan tanggung jawab si korban. Menurut fiske & taylor (1991),
kesalahan atribusi ini terjadi terutama jika korbannya diketahui, ada keyakinan bahwa
korban dapat mengendalikan situasi, persepsi bahwa tindakan korban tidak dikendalikan
oleh factor situasi, dan persepsi bahwa korban memiliki kebebasan untuk memilih suatu
tindakan.
BAB III

PENUTUP
a. Kesimpulan
Atribusi social merupakan proses yang kita lakukan untuk memahami penyebab
perilaku orang lain. Atribusi social terjadi terutama pada situasi yang tidak biasa dan
tidak menyenangkan. Atribusi social merupakan sesuatu yang terjadi secara alamiah. Kita
melakukannyan dalam kehidupan sehari-hari. Atribusi social bisa akurat atau keliru.
Supaya atribusi social kita terhindar dari kesalahan ada baiknya kita memperhatikan
stabilitas factor penyebab, sumber factor penyebab, dan kemampuan mengendalikan
factor penyebab. Correspondent inference theory dan coveration theory juga
menyampaikan hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan atribusi social.
Menurut kedua teori tersebut, ada beberapa informasi yang bisa digunakan supaya
atribusi kita tidak keliru, seperti informasi mengenai kebebasan memilih, konsistensi,
consensus, ataupun kesesuaian dengan harapan sosial.
Dalam melakukan atribusi, kita kadang melakukan kesalahan-kesalahan yang kadang
secara otomatis terjadi. Kesalahan tersebut antara lain mengatribusikan perilaku orang
lain karena factor internal, mengatribusikan kesuksesan orang lain karena factor eksternal
sedangkan kesuksesan diri sendiri karena factor internal, mengatribusi orang lain dengan
menggunakan keyakinan-keyakinan yang dimilikinya, mengklaim kontribusi yang lebih
besar disbanding apa yang sesungguhnya dilakukan, atau mengatribusikan kemalangan
yang dialami korban sebagai tanggung jawab korban sendiri.

Daftar pustaka

Sarlito, Wirawan, Sarwono, Psikologi Social, (Jakarta: Balai pustaka, 1999).


Rahman, Abdul, Agus, Psikologi Social : Itegrasi Pengetahuan Wahyu &
Pengetahuan Empiric, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2014).

Anda mungkin juga menyukai