Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang unik karena memilki perbedaan dengan individu lainnya.
Sikap (attitude) merupakan konsep paling penting dalam psikologi sosial yang membahas unsur
sikap baik sebagai individu maupun kelompok. Banyak kajian dilakukan untuk merumuskan
pengertian  sikap, proses terbentuknya sikap, maupun perubahan. Banyak pula penelitian telah
dilakukan terhadap sikap kaitannya denganefek dan perannya dalam pembentukan karakter dan
sistem hubungan antarkelompok.
Banyak sosiolog dan psikolog memberi batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan
individu untuk merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan
sosial. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar, posotitif atau
negative terhadap berbagai keadaan sosial, apakahnitu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep dan
sebagainya (Howard dan Kendler, 1974;Gerungan, 2000). Oleh karena itu kami akan membahas
lebih spesifik lagi mengenai sikap.  Untuk itu Dalam makalah ini penulis akan menguraikan
mengenai pengertian sikap, proses dan komponen
Istilah sikap yang dalam bahasa Inggris disebut attitude pertama kali digunakan oleh
Herbert Spencer (1862), yang menggunakan kata ini untuk menunjuk suatu status mental
seseorang. Kemudian pada tahun 1888 Lange menggunakan konsep ini dalam suatu eksperimen
laboratorium. Kemudian konsep sikap secara populer digunakan oleh para ahli sosiologi dan
psikologi. Bagi para ahli psikologi, perhatian terhadap sikap berakar pada alasan perbedaan
individual. Mengapa individu yang berbeda memperlihatkan tingkah laku yang berbeda di dalam
situasi yang sebagian besar gejala mi diterangkan oleh adanya perbedaan sikap. Sedang bagi para
ahli sosiologi sikap memiliki arti yang lebih besar untuk menerangkan perubahan sosial dan
kebudayaan.
Kita telah mengetahui bahwa orang dalam berhubungan dengan orang lain tidak  hanya
berbuat begitu saja, tetapi juga menyadari perbuatan yang dilakukan dan menyadari pula situasi
yang ada sangkut pautnya dengan perbuatan itu. Kesadaran mi tidak hanya mengenai tingkah
laku yang sudah terjadi, tetapi juga tingkah laku yang mungkin akan terjadi. Kesadaran individu
yang menentukan perbuatan nyata dan perbuatan-perbuatan yang mungkin akan terjadi inilah
yang dinamika SIKAP. Jadi sikap ialah suatu hal yang menentukan sifat, hakikat, baik perbuatan
sekarang maupun perbuatan yang akan datang.
Oleh karena itu ahli psikologi W.J. Thomas memberi batasan sikap sebagai suatu
kesadaran individu yang menentukan perbuatan-perbuatan yang nyata ataupun yang mungkin
akan terjadi di dalam kegiatan-kegiatan sosial.
Dalam hal ini Thomas menyatakan bahwa sikap seseorang selalu diarahkan terhadap sesuatu hal
atau suatu objek tertentu. Tidak ada satu sikap pun yang tanpa objek.

1.2. Rumusan Masalah

a.       Pengertian Sikap/Attitude
b.      Komponen Sikap/Attitude
c.       Ciri-Ciri Sikap/Attitude
d.      Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap
e.       Teori Tentang Sikap
f.       Fungsi Sikap
g.      Hubungan Sikap Dan Perilaku

1.3. Tujuan Sikap/Attitude

Tujuan Sikap membantu individu untuk memahami dunia, yang membawa keteraturan
terhadap bermacam-macam informasi yang perlu diasimilasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin mengerti, dan ingin banyak mendapat
pengalaman dan pengetahuan.
Tujuan sikap untuk :
1.      Mengetahui Pengertian Sikap
2.      Mengetahui Proses dan Komponen Sikap
3.      Mengetahui Ciri-Ciri Sikap
4.      Mengetahui Faktor- faktor yang mempengaruhi sikap
5.      Mengetahui dan mengakaji teori tentang sikap
6.      Mengetahui korelasi sikap dengan perilaku

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.      Pengertian Sikap/Attitude
Dibawah ini pengertian Sikap Menurut para Ahli :
1.    Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk
bereaksi (disposition to react) secara positif  (ravorably) atau secara
negatif (untavorably) terhadap obyek – obyek tertentu.
2. D.Krech dan R.S Crutchfield (dalam Sears, 1999) berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi
yang bersifat menetap dari proses motivasional , emosional, perseptual, dan kognitif mengenai
aspek dunia individu.
3. La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku , tendensi atau
kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara
sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
4. Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk
bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada
sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga,
norma dan lain-lain.
5. Sumber di www.  wikipedia.org menjelaskan sikap adalah perasaan seseorang tentang obyek,
aktivitas, peristiwa dan orang lain. Perasaan ini menjadi konsep yang merepresentasikan suka
atau tidak sukanya (positif, negatif, atau netral) seseorang pada sesuatu.
6. Menunit G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap adalah kesiapan seseorang
untuk bertindak.
7. Tri Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan syaraf dari
kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah
terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya.
8. Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 ) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:
a)      Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi
objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk
berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda,
orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.

b)      Sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu,
tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa
yang disukai, diharapkan, dan diinginkan,mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang
harus dihindari.
c)      Sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung
dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.
d)     Sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak
menyenangkan.
e)      Sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena
itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
9. Sri Utami Rahayuningsih (2008) Sikap (Attitude) adalah
a)      Berorientasi kepada respon : sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu
perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung
(Unfavourable) pada suatu objek
b)      Berorientasi kepada kesiapan respon : sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang
menghendaki adanya respon suatu pola perilaku, tendenasi atau kesiapan antisipatif untuk
menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah terkondisikan
c)      Berorientasi kepada skema triadic : sikap merupakan konstelasi komponen-komponen
kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan
berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang
menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di
dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga
memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau
situasi.

2.2.      Komponen Sikap/Attitude

Sikap seseorang ditentukan oleh kepuasan yang dirasakan sesuai harapannya. Konsep sikap
sangat terkait dengan konsep kepercayaan dan perilaku. Kemudian menurut Azwar (2005),
komponen-komponen sikap adalah :

1.   Kognitif
Kognitif terbentuk dari pengetahuan dan informasi yang diterima yang selanjutnya diproses
menghasilkan suatu keputusan untuk bertindak.
2.   Afektif
Menyangkut masalah emosional subyektif sosial terhadap suatu obyek, secara umum komponen
ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap suatu obyek.
3.   Konatif
Menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri
seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya.

2.3.   Ciri-ciri sikap

Sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut :


a)      Sikap tidak dibawa sejak lahir
Berarti manusia dilahirkan tidak membawa sikap tertentu pada suatu objek. Oleh karenanya
maka sikap terbentuk selama perkembangan individu yang bersangkutan. Karena terbentuk
selama perkembangan maka sikap dapat berubah, dapat dibentuk dan dipelajari. Namun
kecenderungannya sikap bersifat tetap.
b)      Sikap selalu berhubungan dengan objek
Sikap terbentuk karena hubungan dengan objek-objek tertentu, melalui persepsi terhadap objek
tersebut.
c)      Sikap dapat tertuju pada satu objek dan sekumpulan objek
Bila seseorang memiliki sikap negatif pada satu orang maaka ia akan menunjukkan sikap yang
negatif pada kelompok orang tersebut.
d)     Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar
Jika sikap sudah menjadi nilai dalam kehidupan seseorang maka akan berlangsung lama
bertahan, tetapi jika sikap belum mendalam dalam diri seseorang maka sikap relaatif dapat
berubah.
e)      Sikap mengandung perasaan atau motivasi
Sikap terhaadap sesuaatu akan diikuti oleh perasaan tertentu baik positif maupun negatif. Sikap
juga mengandung motivasi atau daya dorong untuk berperilaku.

2.4.  Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap


Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu
membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara
berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:
ü  Pengalaman pribadi. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus
meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila
pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi,
penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.
ü  Kebudayaan. B.F. Skinner (dalam, Azwar 2005) menekankan pengaruh lingkungan (termasuk
kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola
perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang
dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk
sikap dan perilaku yang lain.
ü  Orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah
dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi
oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang
dianggap penting tersebut.
ü  Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio,
mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi
baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap
hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan
memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah
arah sikap tertentu.
ü  Institusi Pendidikan dan Agama. Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama
mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis
pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari
pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
ü  Faktor emosi dalam diri. Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang
didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi
telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama.
contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka

2.5.  Teori Tentang Sikap

A. Teori Belajar dan Reinforcement


Sikap dipelajari dengan cara yang sama seperti kebiasaan lainnya. Orang memperoleh
informasi dan fakta-fakta, mereka juga mempelajari perasaan-perasaan dan nilai-nilai yang
berkaitan dengan fakta tersebut. Proses-proses dasar terjadinya belajar dapat diterapkan pada
pembentukan sikap. Individu dapat memperoleh informasi dan perasaan melalui proses asosiasi.
Asosiasi terbentuk bila stimulus muncul pada saat dan tempat yang sama. Misalnya saja
pengucapan, kata Nazi dengan nada yang penuh kebencian berarti hal ini menunjukkan adanya
asosiasi antara perasaan yang negatif dengan kata Nazi tersebut. Proses asosiasi ini menimbulkan
sikap terhadap benda seperti juga terhadap manusia. Individu mempelajari karakteristik sebuah
rumah, negara, gagasan, program-program pemerintah atau yang lainnya. Sikap terdiri dan
pengetahuan ditambah dengan komponen evaluatif yang berkaitan. Jadi faktor yang paling
sederhana dalam pembentukan sikap adalah asosiasi yang dimiliki obyek. Belajar juga dapat
terjadi melalui peneguhan kembali. Misalnya, jika mahasiswa mengambil mata kuliah psikologi
sosial dan kemudian mendapatkan nilai A dan merasa puas, maka mungkin selanjutnya is akan
berpikir untuk mengambil mata kuliah lain yang berkaitan dengan psikologi atau bahkan
melanjutkan jenjang pendidikannya ke strata dua bidang psikologi. Hal ini berrati menunjukkan
adanya peneguhan kembali atas pandangan tentang psikologi sebagai obyek dan ketika hal ini
semakin didorong oleh sikap teman-teman lain yang positif maka hal ini akan memberikan
dorongan. Sikap positif psikologi mendapatkan peneguhan kembali.

Sikap dapat dipelajari melalui imitasi. Orang meniru orang lain, terutama jika orang lain itu
adalah merupakan orang yang kuat dan penting. Salah satu sumber yang terpenting dari sikap
sosial dan politik dasar pada awal kehidupan adalah keluarga. Anak-anak suka meniru sikap
orang tuanya. Pada masa remaja mereka suka meniru sikap teman sebayanya. Mereka sering
menemukan kenyataan bahwa mereka telah mempelajari nilai yang bertentangan dari orang yang
berbeda dan berada dalam keadaan stress untuk memecahkan konflik tersebut. Kemudian bayak
mahasiswa menemukan kenyataan bahwa teman-teman, pengajar mereka dan buku-buku di
perguruan tinggi menghadapkan mereka pada gagasan dan nilai yang berbeda dengan apa yang
telah mereka pelajari sebelumnya. Asosiasi, peneguhan kembali dan imitasi merupakan
mekanisme utama dalam mempelajari sikap. Akibatnya teori belajar mendominasi penelitian
tentang pencapaian sikap. Pentlekatan belajar terhadap sikap relatif sederhana, pendekatan ini
memandang manusia sebagai makhluk yang pasif. Mereka dihadapkan pada stimulus, mereka
belajar melalui suatu proses belajar atau proses lainnya dan kegiatan belajar ini menentukan
sikap seseorang. Sikap terakhir terdiri dan seluruh asosiasi, nilai dan beberapa informasi lain
yang dikumpulkan individu. Penilaian terakhir seseorang tentang orang, obyek atau gagasan
tergantung pada jumlah dan kekuatan unsur-unsur positif dan negatif yang dipelajari.

B.     Teori Insentif
Teori insentif memandang pembentukan sikap sebagai proses menimbang baik buruknya
berbagai kemungkinan posisi dan kemudian mengambil altematif yang terbaik. Salah satu versi
terkenal dan pendekatan insentif terhadap sikap adalah teori respons kognitif (cognitive response
theory) dimana teori ini mengasumsikan bahwa seseorang memberikan respons terhadap suatu
komunikasi dengan beberapa pikiran positif dan negatif (atau respons kognitif) dan bahwa
pikiran ini sebaliknya menentukan apakah orang akan mengubah sikapnya sebagai akibat
komunikasi atau tidak. Asumsi pokok dari sudut pandang respons kognitif adalah bahwa orang
merupakan pemroses informasi yang aktif yang membangkitkan respons kognitif terhadap pesan,
dan tidak sekedar menjadi penerima pasif dan pesan apapun yang mereka terima. Pendekatan
lainnya adalah pendekatan nilai ekspektansi (expectancy-valuaes approach). Orang mengambil
posisi yang akan membawanya pada kemungkinan hasil yang terbaik dan menolak posisi yang
akan membawanya pada hasil yang buruk atau yang tidak mengarahkannya pada hasil yang baik.
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa dalam mengambil sikap orang berusaha memaksimalkan
nilai berbagai hasil/akibat yang diharapkan. Perbedaan kedua versi pendekatan ini adalah bahwa
teori insentif mengabaikan asal-usul sikap dan hanya mempertimbangkan keseimbangan insentif
yang terjadi. Selain itu teori insentif menekankan keuntungan atau kerugian apa yang akan
dialami seseorang dengan mengambil posisi tertentu. Misalnya, apakah teman-tertian menyukai
apa yang dia lakukan, apakah pengalaman itu menyenangkan, dan lain-lain adalah merupakan
pertimbangan-pertimbangan yang cermat. Bila terdapat tujuan-tujuan yang bertentangan orang
akan mengambil posisi yang memaksimalkan keuntungan mereka. Sehingga orang akan lebih
berhati-hati, penuh perhitungan dan menjadi pengambil keputusan yang aktif. Sebaliknya
pendekatan belajar memperlakukan orang sebagai reflektor lingkungan yang pasif dan karena itu
orang menjadi kurang rasional dan kurang hati-hati.
 Teori Konsistensi Kognitif 
Kerangka utama lain untuk mempelajari sikap menekankan konsistensi kognitif.
Pendekatan konsistensi kognitif berkembang clan pandangan kognitif dimana pendekatan ini
menggambarkan orang sebagai makhluk yang menemukan makna dan hubungan dalam struktur
kognitifnya. Terdapat tiga pokok yang berbeda dalam gagasan konsistensi kognitif. Pertama
adalah teori keseimbangan yang meliputi tekanan konsistensi diantara akibat-akibat dalam sistem
kognitif yang sederhana. Sistem seperti ini terdiri dari dua obyek, hubungan diantara kedua
obyek itu dan penilaian individu tentang obyek-obyek tersebut. Kedua adalah pendekatan
konsistensi kognitif-afektif Pendekatan ini menjelaskan bahwa orang juga berusaha membuat
kognisi mereka konsisten dengan afeksi mereka. Dengan kata lain keyakinan kita, pengetahuan
kita, pendirian kita tentang suatu fakta, ditentukan oleh pilihan afeksi kita, demikian juga
sebaliknya. Bagi kita cukup jelas bahwa informasi menentukan perasaan kita. Misalnya, kita tahu
bahwa kita tidak menyukai diktator yang memenjarakan dan membunuh sebagaian besar lawan
politiknya. Versi konsistensi kognitif ini menjadi lebih menarik karena penilaian kita
mempengaruhi keyakinan kita. Ketiga adalah teori ketidaksesuaian atau disonance theory. Sikap
akan berubah demi mempertahankan konsistensi perilaku dengan perilaku nyatanya. Hal ini
pertama kali dikemukakan oleh Leon Festinger (dalam Sears., 1985: 148). Teori ketidaksesuaian
difokuskan pada dua sumber pokok ketidakkonsistenan sikap perilaku akibat pengambilan
keputusan dan akibat perilaku yang sating bertentangan dengan sikap (counter attitudinal
behaviour). Biasanya keputusan menimbulkan berbagai ketidakkonsistenan karena tindakan
mengambil keputusan mempunyai arti bahwa kadangkala kita hams membuang sesuatu yang
justru kita inginkan (segala sesuatu yang kita putuskan untuk tidak dilakukan) dan menerima
sesuatu yang tidak begitu diinginkan (bahkan pilihan yang terbaik pun biasanya memiliki
beberapa kekurangan). Pada saat kita melakukan perilaku yang bertentangan dengan sikap
seperti misalnya bekerja pada jabatan yang membosankan (karena kita membutuhkan uang) atau
mengikuti perkuliahan yang tidak menarik (mungkin karena diwajibkan), maka
ketidakkonsistenan timbul diantara sikap dan perilaku kita. Ketidakkonsistenan semacam itu
dilukiskan sebagai hasil ketidaksesuaian kognitif yang bisa dikurangi dengan sejumlah cara.
Salah satu cara yang sangat menarik adalah dengan mengubah sikap sehingga konsisten dengan
perilaku. 
D.    Teori atribusi (atribution theory) juga telah diterapkan dalam ketidakkonsistenan sikap-
perilaku. Bern (dalam Sears., 1985:149) menyatakan bahwa orang mengetahui sikap mereka
sendiri bukan melalui peninjauan ke dalam diri mereka, tetapi dengan mengambil kesimpulan
dan perilaku mereka sendiri dan persepst mereka tentang situasi. Implikasinya adalah bahwa
perubahan perilaku yang dilakukan oleh seseorang memungkinkan timbulnya kesimpulan pada
orang itu bahwa sikapnya telah berubah. Misalnya ketika kita setiap hari belajar psikologi maka
lama kelamaan mungkin kita akan menyukai pelajaran ini. 

2.6.  Fungsi Sikap
Katz (Luthans, 1955) menjelaskan empat fungsi sikap, keempat fungsi sikap itu adalah fungsi
penyesuaian diri, fungsi pertahanan diri, fungsi ekspresi nilai, dan fungsi pengetahuan.
1.      Fungsi penyesuaian diri berarti bahwa orang cenderung mengembangkan sikap yang akan
membantu untuk mencapai tujuan secara maksimal. Sebagai contoh, seseorang cenderung
menyukai partai politik yang mampu memenuhi dan mewakili aspirasi-aspirasinya. Di Negara
Inggris dan Astralia, seorang pengangguran akan cenderung memilih partai buruh yang
kemungkinan besar dapat membuka lapangan pekerjaan baru atau member tunjangan lebih besar.
2.      Fungsi pertahanan diri mengacu pada pengertian bahwa sikap dapat melindungi seseorang dari
keharusan untuk mengakui kenyataan tentang dirinya. Sebagai contoh fungsi ini adalah perilaku
proyeksi. Proyeksi adalah atribusi cirri-ciri yang tidak diakui oleh diri seorang dalam dirinya
kepada orang lain. Melalui proyeksi, ia seakan-akan tidak akan memiliki cirri-ciri itu.
3.      Fungsi ekspresi nilai berarti bahwa sikap membantu ekspresi positive nilai-nilai dasar
seseorang , memamerkan citra dirinya , dan aktualisasi diri. Si Fithra mungkin memiliki citra diri
sebagai seorang “ Konsevative” yang hal itu akan mempengaruhi sikapnya tentang demikrasi
atau sikapnya tentang perubahan social.
4.      Fungsi pengetahuan berarti bahwa sikap membantu seseoarang menetapkan standar evaluasi
terhadap sesuatu hal. Standar itu menggambarkan keteraturan, kejelasan, dan stabilitas kerangka
acu pribadi seseoarang dalam menghadapi objek atau peristiwa disekelilingnya. Contoh fungsi
pengetahuan sikap misalnya adalah pemilik sepeda motor akan mengubah sikap positif terhadap
sepeda motor seiring dengan peningkatan status sosialnya. Ia sekarang emutuskan untuk
membeli mobil karena ia yakin bahwa mobil lebih sesuai dengan status sosialnya yang baru,
yaitu sebagai manager tingkat menengah sebuah perusahaan level menengah.

2.7.  Hubungan Sikap Dengan perilaku

Sikap yang dilakukan oleh setiap individu sangatlah berpengaruh terhadap perilaku
individu.Pengaruh tersebut terletak pada individu sendiri terhadap respon yang ditangkap,
kecenderungan individu untuk melakukan tindakan dipengaruhi oleh berbagai faktor
bawaan dan lingkungansehingga menimbulkan tingkah laku.

ü  Pembentukan perilaku
Pembentukan perilaku dengan konsidioning atau kebiasaan, Cara ini didasarkan atas
teori belajar konsidioning yang dikemukakan oleh Pavlov, Thorndike dan Skinner. Dengan cara
membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akan terbentuklah perilaku
tersebut.
            Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight). Disamping pembentukan dengan
kondisioning, pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian (insight). Caraini
berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar yang disertai dengan adanya
pengertian,seperti yang dikemukakan kohler.
            Pembentukan perilaku dengan menggunakan model atau contoh. Jadi, perilaku itu
dibentuk dengan cara menggunakan model atau contoh yang kemudian perilaku dari model
tersebut ditiru oleh individu. Hal ini didasarkan atas teori belajar social (social learning theory).

ü  Konsistensi sikap dan perilaku


              Sikap dan perilaku sering dikatakan berkaitan erat, dan hasil penelitian juga
memperlihatkan adanya hubungan yang kuat antara sikap dan perilaku. Salah satu teori yang
biasa menjelaskan hubungan antara dan perilaku dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen. Menurut
mereka, antara sikap dan perilaku terdapat satu factor psikologis yang harus ada agar keduanya
konsisten, yaitu niat (intention). Worchel dan Cooper (1983) menyimpulkan sikap dan perilaku
bias konsisten apabila ada kondisi sebagai berikut :
1.      Spesifikasi sikap dan perilaku
2.      Relevansi sikap terhadap perilaku
3.      Tekanan normative
4.      Pengalaman

BAB III
PENUTUP

3.1.         Kesimpulan
Sikap merupakan sebuah pandangan positive ataupun negative terhadap suatu objek yang
sedang dihadapinya saat itu atau yang telah lalu. Pandangan ini diperoleh dari hasil belajar atau karena
pengaruh interaksisocial sehari-hari yang diikuti dengan perasaan seorang individu. Sikap
memiliki tiga (3) komponen yaitu : komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen prilaku
dalam menentukan terjadinya keselarasan sikap untuk menanggapi suatu objek yang terjadi
padanya. Dapat disimpulkan bahwa, pentingnya peranan sikap yang dimunculkan oleh seorang
individu untuk dapat mengaplikasikan sikapnya kedalam bentuk tindakan terhadap suatu objek
maupun sebuah peristiwa yang sedang dihadapinya.

3.2.         Saran

              Dalam kehidupan sehari-hari kita harus Tetap menjaga sikap dan tingkah laku dengan
baik, sehingga dapat di terima dalam lingkungan kita dimana berada.

http://makalahtentangsikapversiedo.blogspot.com/2016/10/makalah-tentang-sikap.html

Anda mungkin juga menyukai