Anda di halaman 1dari 14

PERSEPSI DAN ATRIBUSI

SUSILO SUDARMAN
2013115
PENGERTIAN ATRIBUSI
• Atribusi adalah proses menyimpulkan motif,
maksud, dan karakteristik orang lain dengan
melihat pada perilakunya yang tampak
• (Baron dan Byrne, 1979). Mengapa manusia
melakukan atribusi?
Menurut Myers (1996), kecenderungan memberikan
atribusi disebabkan oleh kecenderungan manusia
untuk menjelaskan segala sesuatu (ada sifat
ilmuwan pada manusia), termasuk apa yang ada di
balik perilaku orang lain.
Atribusi
• Dalam pendahuluan disebutkan bahwa dalam
persepsi social selain memersepsi keadaan dan
perasaan orang lain melalui komunikasi verbal dan
nonverbal yang ditampilkan, ada yang lebih
permanen atau menetap yang ada di balik segala
yang tampak saat komunikasi berlangsung. Hal
yang terakhir ini akan dijelaskan melalui atribusi
dan teori-teori yang dikemukakan para ahli. Di
samping itu, kita akan berkenalan dengan Naïve
Psychology yang akan menjelaskan atribusi
internal dan atribusi eksternal
NAÏVE PSYCHOLOGY
Menurut Fritz Heider yang terkenal sebagai tokoh psikologi
atribusi, dasar untuk mencari penjelasan mengenai perilaku
orang adalah akal sehat (commonsense). Orang tidaklah
memerlukan suatu analisis psikologi yang mendalam tentang
motivasi seseorang melakukan suatu hal. Heider pun
menyebutnya Naïve Psychology.
Secara akal sehat, ada dua golongan yang menjelaskan suatu
perilaku. Pertama, yang berasal dari orang yang bersangkutan
(atribusi internal), seperti suasan hati, kepribadian, kemampuan,
kondisi kesehatan atau keinginan. Kedua, yang berasal dari
lingkungan atau luar diri orang yang bersangkutan (atribusi
eksternal), seperti tekanan dari luar, ancaman, keadaan cuaca,
kondisi perekonomian ataupun pengaruh lingkungan.
TEORI-TEORI ATRIBUSI
Misalnya, seseorang mahasiswa memperoleh IP jelek. Penyebabnya dapat saja karena
mahasiswa tersebut malas, tidak pernah belajar atau bodoh (atribusi internal) atau
karena mahasiswa tersebut sedang punya masalah di rumahnya, mengalami kesulitan
ekonomi atau cara mengajar dosen yang kurang menarik baginya (atribusi eksternal).
Faktor-faktor internal atau eksternal yang menjadi penyebab perilaku orang juga dapat
dilihat dari dimensi apakah factor tersebut stabil (stable, tetap) atau sebaiknya tidak stabil
(unstable, tidak tetap). Misalnya, tingkat intelegensi seseorang adalah factor internal yang
stabil, sementara suasana hatinya merupakan factor internal yang tidak stabil atau bisa
berubah.
Dimensi lain untuk melihat factor penyebab perilaku orang adalah apakah fakor tersebut
dapat dikendalikan (controllable) atau tidak dapat dikendalikan (uncontrollable). Dimensi
lain untuk menilai perilaku orang adalah apakah efek faktor tersebut bersifat spesifik atau
umum (global). Misalnya, Anda tidak bisa mengerjakan soal ujian dengan baik karena
malam sebelumnya Anda tidak istirahat dan tidur yang cukup. Sementara di lain pihak,
soal yang dihadapi pun ternyata tidak bisa dipahami dengan baik. Disini, faktor kurang
tidur merupakan efek yang spesifik sementara tingkat pemahaman soal-soal ujian itu
merupakan faktor dengan efek yang global.
TEORI-TEORI ATRIBUSI
Berikut akan Anda pelajari dua teori atribusi yang penting untuk Anda ketahui.
• Correspondent Inference Theory (Teori Penyimpulan Terkait)
Teori ini berfokus pada orang yang dipersepsikan. Teori ini sendiri dikembangkan
oleh Edward E. Jones dan Keith Davis (1965). Mereka mengatakan bahwa dalam
menjelaskan suatu kejadian tertentu, kita akan mengacu pada tujuan atau
keinginan seseorang yang sesuai dengan sikap atau perilakunya.
• Causal Analysis Theory (Teori Analisis Kausal)
Teori ini merupakan teori atribusi yang lebih terkenal. Dasarnya adalah tetap
commonsense (akal sehat) dan berfokus pada atribusi internal dan eksternal.
Teori ini dikembangkan oleh Harold H. Kelly.
Menurut Kelley, para pengamat perilaku orang lain bertindak seperti ilmuwan yang
naïf, mengumpulkan berbagai informasi tentang perilaku dan menganalisis polanya
supaya bisa dimengerti. Dari kesimpulan yang diperoleh, pengamat menentukan
atribusi apa yang harus dilakukan. Tidak seperti teori sebelumnya, dalam teori ini,
suatu perilaku orang bisa menimbulkan perilaku lain sebagai sebab-akibatnya.
Menurut teori ini, ada beberapa hal yang membuat seseorang mencari penyebab
terjadinya sesuatu; diantaranya:
• Kejadian yang tidak terduga
Stimuli yang paling umum terjadi adalah kejadian-kejadian yang tidak terduga
yang dialami manusia setiap hari. Misalnya, rencana liburan bersama keluarga yang
sudah dipersiapkan jauh hari sebelumnya tiba-tiba harus dibatalkan karena alasan
tertentu.  
• Kejadian negative
Hal ini berhubungan dengan motivasi hedonic ( hedonic motives), yaitu suatu
keinginan untuk menghindari persaan sakit dan menciptakan kepastian dalam diri.
• Kejadian ekstreem
Hal paling nyata dan jelas yang sering kita tanyakan dalam hidup adalah saat ada
sesuatu yang amat ekstreem yang terjadi pada diri kita. Kita akan lebih sering
menanyakan “mengapa ini terjadi?” saat ada kejadian, seperti terkena bencana
alam, kecelakaan, mengidap penyakit berbahaya, menjadi korban kejahatan atau
mungkin mengalami perpecahan dalam keluarga. Dalam beberapa hal, proses
mencari sebab itu merupakan bagian dari tahap penyembuhan dan pemulihan diri.
Teori Analisi Kausal menyebutkan ada tiga
hal yang perlu diperhatikan untuk
menetapkan apakah suatu perilaku
beratribusi internal atau eksternal.
• Konsensus
• Konsistensi
• Distingsi atau kekhasan
BIAS-BIAS DALAM ATRIBUSI (ATTRIBUTIONAL BIASES)
Dalam menganalisis suatu perilaku tertentu, kita tentunya
menemukan beberapa bias atau kesalahan sebagai bentuk lain dari
kognisi social. Ada dua jenis bias dalam atribusi:
1. Bias Kognitif (Cognitif Biases)
Disini disebutkan bahwa atribusi merupakan suatu proses yang
rasional dan logis. Teori atribusi mengatakan bahwa manusia mengolah
informasi dengan cara yang rasional sehingga bisa memperoleh informasi
yang benar-benar objektif dan kesimpulan yang diambil juga sifatnya
objektif. Meskipun begitu, para peneliti mengungkapkan bahwa pada
dasarnya manusia adalah makhluk yang jarang menggunakan logikanya.
Ada beberapa aspek yang diperhatikan dalam bias kognitif ini.
• Salience
Seperti pernah dijelaskan sebelumnya, salience merupakan sesuatu hal yang
paling terlihat, paing diketahui, dan menonjol dalam kasus tertentu. Manusia
cenderung mempermudah proses kognitif karena terlalu memperhatikan stimui
salience ini. Salience membuat kita melihat suatu stimuli sebagai hal yang paing
berpengaruh dalam membentuk persepsi.  
• Memberikan atribusi lebih pada disposisi (overattributing to dispositions)
Salah satu konsekuensi dari bias ini adaah kita akan lebih sering menjelaskan
perilaku seseorang melalui disposisinya. Disposisi itu kemudian dianggap sebagai
kepribadian dan perilakunya secara umum, sementara situasi di sekitarnya tidak
kita perhatikan.
• Pelaku vs pengamat (Actors vs Observers)
Salah satu hal menarik dalam kesalahan atribusi yang mendasar adalah hal
itu biasanya terletak pada pengamat dan bukan pelakunya. Para pelaku biasanya
justru sering terlalu menekankan pada peran faktor eksternal.
ATRIBUSI TENTANG DIRI (SELF)
• Hal ini tentunya juga berhubungan dengan atribusi
disposisi dan situasional yang ada. Saat kita bisa
mengenal dan memahami dengan baik faktor-
faktor eksternal yang mendorong kita melakukan
suatu hal,kita bisa dengan mudah menyebutnya
sebagai tindakan yang didasarkan pada atribusi
eksternal dan situasional. Sebaliknya, saat faktor
eksternal itu tidak ada, berarti atribusi disposisi
(internal) bisa lebih menjelaskan perilaku kita.
Pendekatan ini memberikan pemahaman tentang
persepsi diri mengenai sikap, motivasi, dan emosi.
• Sikap
Telah banyak penelitian yang menunjukan bahwa seseorang memikirkan sikap
mereka sendiri melalui intropeksi, dengan melihat kembali berbagai pemikiran
dan perasaannya secara sadar. Padahal, manusia memperoleh informasi yang
amat minim dan ambigu tentang kondisi internalnya (dalam diri). Oleh
karenanya, yang dilakukan manusia adalah mencoba menilai sikap kita sendiri
dengan mengamati perilaku yang kita tampilkan.
• Motivasi
Dalam elemen ini, manusia cenderung mau melakukan sesuatu dengan ganjaran
atau imbalan tinggi. Ini berarti, manusia memiliki atribusi eksternal dalam
melakukan suatu hal. “Saya mau melakukannya karena saya dibayar tinggi
untuk itu”. Sementara melakukan hal yang sama dengan ganjaran atau imbalan
yang sedikit atau lebih rendah akan membuat manusia memiliki atirbusi
internal. “Saya tidak akan mau melakukannya karena saya memang menyukai
atau menikmatinya.”
Emosi
• Para peneliti mengatakan bahwa pada dasarnya manusia
mengenal apa yang dirasakan dengan cara
mempertimbangkan atau memahami keadaan psikologi,
mental, dan berbagai dorongan eksternal yang
menyebabkan hal itu terjadi. Stanley Schachter (1962)
pernah melakukan penelitian tentang persepsi diri dengan
pendekatan emosional. Ia mengatakan bahwa persepsi dari
emosi kta tergantung dari (1) derajat rangsangan psikologi
yang kita alami, dan (2) label kognitif yang kita gunakan,
seperti “marah” atau “senang”. Untuk sampai pada label-
label itu, kita tentunya memperhatikan lagi perilaku diri
sendiri dari situasi yang sedang dihadapi.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai