Anda di halaman 1dari 90

 

         

DISUSUN OLEH :
FITRIA ADIANTI PUTRI 210 110 120 321
TALITHA SABELLA 210 110 120 388
DESTIKA GITANIA 210 110 120 451
KHANZA P 210 110 120 459
GHEA SM MELATI 210 110 120 476
SUSAN IMANNIAR 210 110 120 477
DINDA SEKAR P 210 110 120 479
MATA KULIAH TEORI KOMUNIKASI HUMAS G

PROGRAM STUDI HUBUNGAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN

2014
Daftar isi

1  
 
teori KONTEKSTUAL
Berdasarkan konteks atau tingkatan analisisnya, teori-teori komunikasi secara umum dapat
dibagi menjadi lima konteks atau tingkatan menurut Littlejohn sebagai berikut:

1. Komunikasi Personal
a. Komunikasi intrapribadi
b. Komunikasi antarpribadi
2. Komunikasi kelompok
3. Komunikasi organisasi
4. Komunikasi massa

1. KOMUNIKASI PERSONAL
a. Komunikasi intrapribadi

Komunikasi intrapribadi adalah proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Yang
menjadi pusat perhatian di sini adalah bagaimana jalannya proses pengolahan informasi
yang dialami seseorang melalui sistem saraf dan inderanya. Teori-teori komunikasi intra
pribadi umumnya membahas mengenai proses pemahaman, ingatan, dan interpretasi
terhadap simbol-simbol yang ditangkap melalui pancaindera.

b. Komunikasi antarpribadi

Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antar perorangan dan bersifat pribadi baik yang
terjadi secara langsung (tanpa medium) ataupun tidak langsung (melalui medium). Kegiatan-
kegiatan seperti percakapan tatap muka (face-to–face communication), percakapan melalui
telepon, surat menyurat pribadi, merupakan contoh-contoh komunikasi antarpribadi. Teori-
teori komunikasi antarpribadi umumnya memfokuskan pengamatannya pada bentuk-bentuk
dan sifat hubungan (relationships), percakapan (discourse), interaksi dan karakteristik
komunikator.

1.1 TEORI ATRIBUSI

Sebagai komunikator, kita terkadang bertanya kepada diri sendiri mengapa kita bertingkah
laku tertentu, mengapa kita melakukan sesuatu hal atau mengapa orang lain melakukan
tindakan tertentu. Teori ini memberikan perhatian pada bagaimana seseorang
sesungguhnya bertingkah laku. Teori atribusi menjelaskan bagaimana orang menyimpulkan
penyebab tingkah laku yang dilakukan diri sendiri atau orang lain. Teori ini menjelaskan
proses yang terjadi dalam diri kira sehingga kita memahami tingkah laku kita dan orang lain.

2  
 
Fritz Heider, pendiri teori atribusi, mengemukakan beberapa penyebab yang mendorong
orang memiliki tingkah laku tertentu, yaitu:

• Penyebab situasional (pengaruh lingkungan)


• Adanya pengaruh personal (ingin memengaruhi sesuatu secara pribadi)
• Memiliki kemampuan (mampu melakukan sesuatu)
• Adanya usaha (mencoba melakukan sesuatu)
• Memiliki keinginan (ingin melakukan sesuatu)
• Adanya perasaan (perasaan menyukai sesuatu)
• Rasa memiliki (ingin memiliki sesuatu)
• Kewajiban (perasaan harus melakukan sesuatu)
• Diperkenankan (diperbolehkan melakukan sesuatu)

Contoh : anda bekerja sebagai karyawan pada suatu perusahaan. Anda


memerhatikan salah seorang rekan kerja anda tiba-tiba menunjukkan perilaku yang
berubah, ia menjadi begitu giat bekerja. Timbul pertanyaan di benak anda. Anda mungkin
berpikir bahwa pekerjaannya memang sedang menumpuk dan ia perlu menyelesaikannya
sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Namun mungkin anda berpikir, ia ingin
cari muka ke atasan, karena mengharapkan promosi, atau ia ingin kenaikan gaji, atau
mungkin ia ingin menyibukkan diri setelah putus dengan kekasihnya. Anda mencoba
mengamati kapan ia bekerja lebih keras dan kapan ia berperilaku agak santai. Semua
informasi yang Anda terima untuk mengetahui mengapa rekan anda tiba-tiba giat bekerja
menghasilkan apa yang disebut “persepsi sebab-akibat”. Persepsi sebab akibat ini
dipengaruhi oleh kondisi psikologis anda. Anda akan selalu memberi arti atau makna
terhadap apa yang anda amati

Jika anda berpikir bahwa seseorang melakukan sesuatu dengan maksud tertentu maka
anda akan mengenal dua atribut yang menyertainya, yaitu kemampuan dan motivasi.
Kemampuan yaitu, ia mampu menyelesaikan pekerjaannya dan motivasi, mengharapkan
promosi jabatan atas pekerjaannya. Dalam hal ini kemungkinan ia memang harus
mengerjakan pekerjaannya (atribusi kehendak) atau ia sedang meningkatkan performa
pekerjaannya (atribusi pelaksanaan). Dengan demikian, anda akan menyimpulkan
penyebab perilaku teman anda itu berdaarkan keseluruhan pengalaman, makna, faktor
situasional, dan gaya atribusi anda.

Inipun dapat menyebabkan kesalahan atribusi fundamental, yaitu kecendrungan untuk


menyalahkan orang lain sebagai penyebab terjadinya suatu peristiwa, yaitu suatu perasaan
bahwa orang secara pribadi bersalah terhadap apa yang terjadi terhadap diri mereka.

3  
 
Singkatnya, orang cenderung menjadi tidak sensitif terhadap berbagai faktor lingkungan
atau situasional sebagai penyebab suatu peristiwa atau keadaan jika peristiwa atau
keadaan itu menimpa orang lain, namun orang akan menjadiu lebih sensitif terhadap faktor
lingkungan atau situasional jika peristiwa atau keadaan itu terjadi pada diri sendiri. Dengan
demikian jelaslah, kehidupan sosial selalu diisi dengan berbagai evaluasi dan atribusi.

1.2 TEORI PENILAIAN SOSIAL

Teori penilaian sosial disusun berdasarkan penelitian Muzafer Sherif yang berupaya
memperkirakan bagaimana seseorang menilai suatu pesan dan bagaiman penilaian yang
dibuat tersebut dapat memengaruhi sistem kepercayaan yang sudah dimiliki sebelumnya.

Menurut Sherif, dalam kehidupan sosial, acuan atau referensi tersimpan dalam kepala kita
setta berdasarkan pengalaman sebelumnya. Kita mengandalkan pada referensi internal
atau disebut reference point. Tingkat penerimaan atau penolakaan seseorang terhadap
suatu isu dipengarhui oleh suatu variable penting yaitu adanya “keterlibatan ego” (ego
involvement) yang diartikan sebagai adanya hubungan personal dengan isu bersangkutan.

Peran teori penilaian sosial terhadap komunikasi adalah bahwa seorang individu
memberikan penilaian untuk menerima atau menolak pesan berdasarkan dua hal yaitu
acuan internal dan keterlibatan ego. Namun demikian proses penilaian ini dapat
menimbulkan distorsi (penyimpangan).

Hal lain mengenai teori penilaian sosial yang membantu kita dan memahami komunikasi
adalah mengenai perbahan sikap. Teori penilaian sosial menyatakan bahwa :

• Pertama, pesan yang berada dalam “wilayah penerimaan” akan dapat mendorong
perubahan sikap.
• Kedua, jika anda menilai suatu argumen atau pesan masuk dalam wilayah
penolakan, maka perubahan sikap akan berkurang atau bahkan tidak ada.
• Ketiga, jika berbagai argumen yang anda terima berada pada wilayan penerimaan
dan wilayah di mana anda berpandangan netral, maka kemungkinan perubahaan
sikap anda akan terjadi.
• Keempat, semakin besar keterlibatan ego Anda dalam suatu isu, semakin luas
wilayah penolakan, semakin kecil wilayah netral, maka semakin kecil perubahan
sikap.

Secara umum dapat dikatakan perubahan sikap jauh lebih mudah dilakukan terhadap
individu yang memiliki keterlibatan ego dalam suatu isu dibandingkan dengan mereka yang
memiliki keterlibatan ego didalamnya.

4  
 
1.3 TEORI KEYAKINAN, SIKAP, DAN NILAI

Salah satu teori konsistensi yang paling komprehensif adalah teori yang dikemukakan
Milton Rokeach karena berhasil mengembangkan suatu penjelasan yang luas mengenai
tingkah laku manusia berdasarkan keperyaan, sikap, dan nilai. Rokeach meyakini bahwa
setiap orang memiliki sebuah system keyakinan, sikap dan nilai yang sangat teratur yang
akan menjadi panduan perilakunya.

Keyakinan adalah ratusan ribu pernyatann yang kita buat tentang diri dan dunia.

Hal yang perlu dicermati adalah bahwa bila keyakinan utama seseorang “tergoncamg”,
maka goncangan psikologis semakin besar.

Contoh : bila anda sangat yakin dengan kepandaian anda, maka anda akan sangat
kecewa dan tergoncang bila anda dinyatakan tidak lulus dalam sebuah ujian. Atau bila anda
sangat tergoncang ketika mendengar orang tua anda akan bercerai. Sedangkan keyakinan
pinggiran misalnya: keyakinan akan daya tahan tubuh anda. Anda yakin tidak akan sakit bila
terkena hujan. Maka ketika anda harus keluar rumah pada saat cuaca mendung, anda akan
menyiapkan jas hujan,. Namun ketika ibu anda meragukan daya tahan tubuh anda dan
menyarankan agr anda enyiapkan jas hujan, anda tidak meraskan kegoncangan apapun
secara psikis (walaupun mungkin anda menggerutu). Anda juga dengan mudah menerima
saran ibu anda tersebut untuk selalu menyediakan jas hujan di bagasi sepeda motor anda.

Sikap terhadap sebuah objek dan sikap terhadap sebuah situasi. Namun kadang-kadang
keduanya terjadi bersamaan, dimana kita harus menentukan sikap terhadap sesuatu dan
situasi dimana sesuatu tersebut terjadi. Nilai merupakan bentuk spesifik dar keyakinan yang
merupakan inti dalam system keyakinan kita yang bertindak sebagai petunjuk tingkah laku
kita. Dari ketiga konsep yang diberikan, yaitu keyakinan, sikap, dan nilai.

Contoh : Dalam sebuah perjamuan makan, dimana kita dijamui makan diantara lain:
sambal yang terbuat dari cabai “mentah” dan lalapan dari sayuran “mentah” dan tidak yakin
(berwujud keyakinan) akan kebersihan makanan tersebut, maka kita harus menentukan
sikap (yang berwujud tingkah laku) untuk mengindari makanan tersebut masuk ke dalam
tubuh kita, dengan cara-cara yang tidak menyinggung tuan rumah. Di sini anda menentukan
sikap (berwujud tingkah laku) sebagai seseorang yang mengerti kesopanan dan menjaga
perasaan orang lain dengan mengambil makan yang lain, sehingga tuan rumah menilai
anda dikenal sebagai orang yang memilki sikap yang “santun” dalam menolak sesuatu
(nilai).

5  
 
1.4 TEORI KEMUNGKINAN ELABORASI

Teori yang dikembangkan oleh Richard Petty & John Cacioppo ini adalah teori yang
menjelaskan kemungkinan manusia untuk mengevaluasi yang akan diterimanya secara
kritis. Teori ini memcoba menjelaskan tentang cara seseorang mengevaluasi informasi yang
diperolehnya baik secara kritis maupun dengan kurang kritis.

Teori Kemungkinan Elaborasi ini merupakan teori persuasi, yang mencoba memprediksi
kapan dan bagaimana seseorang akan / tidak akan terbujuk oleh pesan. Karena manusia
tidak selalu membuat penilaian secara sadar akan apa yang didengarnya.

Menurut teori ini ada 2 macam cara orang untuk mengelolah informasi:

• Rute Sentral : manusia melakukan elaborasi (memikirkan secara aktif ) terhadap


informasi yang diterima secara kritis.
• Rute Periferal: manusia tidak melakukan elaborasi dan tidak bersifat kritis pada
informasi yang diperoleh.

Tindakan apa yang akan dilakukan oleh manusia dalam mengelaborasi pesan tergantuk
pada :

• Motivasi , dipengaruhi oleh:


Keterlibatan atau relevansi Personal.
Perbedaan Pendapat.
Kecenderungan Pribadi Seseorang terhadap cara berpikir kritis.
• Kemampuan orang tersebut

Contoh : Pada Kampaye anti rokok. Apabila penerima pesan ‘menempuh’ jalur
sentral, maka ia akan memikirkan isi pesan itu. Bersifat kritis dan mencari tahu kebenaran
data-data tentang bahaya rokok. Kalau ia setuju dengan pesan tersebut, bisa saja dia
berhenti merokok. Tapi jika setelah berpikir mendalam, dia merasa tidak bisa hidup tanpa
rokok, maka perilakunya tidak akan berubah. Keputusan yang diambil melalui ‘jalur’ ini,
bersifat kuat dan mantap. Jika penerima pesan mengabaikan isi pesan, maka ia mungkin
mengambil rute peripheral. Ia akan menilai kredibilitas komunikator, pendapat orang lain,
dan ‘manfaat’ yang diperoleh dari hal-hal eksternal. Keputusan/ perubahan perilaku yang
diambil melalui jalur ini bersifat lemah dan mudah berubah. Meskipun begitu, jalur peripheral
bisa dijadikan alternatif dan batu loncatan sebelum berubah ke jalur sentral. Misalnya,
awalnya dia tidak tertarik dengan isi pesan, tapi dengan kredibilitas komunikator yang tinggi,
serta dorongan teman-teman, membuat dia berpikir ulang dan memperhatikan isi pesan
yang disampaikan..

6  
 
1.5 TEORI ADAPTASI INTERAKSI

Pada teori akomodasi menempatkan dasar-dasar teorinya untuk mengidentifikasi varian


type dari akomodasi dan yang ada korelasi dengan itu. Tapi pada kejadian inI terdiri dari
bagian-bagian yang lebih kompleks lagi dari sebuah proses adaptasi dalam melakukan
interaksi. Topic dari teori adaptasi ini yang dikemukakan oleh Judee Burgoon mencatat
bahwa para komunIkator memiliki sebuah jenis dari Interaksional sinkroni.

Seperti yang dikatakan Burgoon ketika kita mulai melakukan komunikasi dengan orang yang
lain, kita memiliki sebuah pemikiran kasar tentang apa yang akan terjadi. Ini disebut sebagai
Interaction position tempat di mana kita memulainya. Hal ini ditentukan oleh beberapa faktor
yang mana teori ini disebut sebagai RED yang merupakan singkatan dari Requirements
(kebutuhan) Expectations (pengharapan) dan Desires (hasrat).

Requirement (kebutuhan) adalah sesuatu yang membuat kita ingin berinteraksi, ia ibarat
system tubuh yang membutuhkan asupan makanan, atau ia seperti terminology sosial dari
pemenuhan kebutuhan untuk berafiliasi, menjalin persahabatan, atau sampai pada hal-hal
yang lebih menarik dalam sebuah interaksi.

Expectations merupakan acuan kita untuk memprediksikan apa yang bakalan akan terjadi.
Seperti contoh jika kita tidak mengenal seseorang dengan begitu baik, maka kita akan
memberlakukan norma-norma sosial, aturan-aturan umum dalam berinteraksi akan tetapi
jika kita telah mengenalnya dengan baik maka apa yang kita lakukan terhadapnya
berdasarkan hubungan pengalaman kita dengannya meski harus melanggar norma –norma
sosial yang bersifat normative dalam kasus ini tidak ada masalah selama kita tidak
menyinggung perasaannya.

Desire adalah terjadinya sesuatu sesuai dengan yang kita inginkan

1.6 TEORI PELANGGARAN HARAPAN

Sebagai kelanjutan dari teori adaptasi interaksi, Judee Burgoon dan beberapa rekannya
kemudian melanjutkan studi mereka dengan mencermati cara-cara manusia memberikan
tanggapan dalam hal harapan mereka tidak terpenuhi atau dilanggar.

Teori pelanggaran harapan merupakan salah satu teori komunikasi yang menggambarkan
bahwa seseorang memiliki harapan terhadap jarak perilaku non-verbal orang lain yang
dapat memberikan kenyamanan kepadanya. Teori ini melihat komunikasi sebagai
pertukaran informasi yang dapat dianggap positif atau negatif tergantung pada rasa suka
atau harapan antara dua orang yang berinteraksi.

7  
 
Hubungan Ruang, yang dimaksud di sini adalah ruang personal yang menunjukkan jarak
yang dipilih untuk diambil oleh seseorang dalam berhadapan dengan orang lain. Ilmu yang
mempelajari tentang penggunaan ruang seseorang disebut sebagai proksemik.
Penggunaan ruang dapat mempengaruhi makna dan pesan. Manusia mempunyai dua
kebutuhan, yaitu afiliasi dan ruang pribadi. Sehingga manusia senantiasa memiliki
keinginan untuk dekat dengan orang lain, tetapi juga menginginkan adanya jarak tertentu

Jarak tersebut dapat dibedakan menjadi 4 zona yakni :

• Jarak intim mencakup perilaku yang ada pada jarak 0-46cm


• Jarak personal mencakup perilaku yang ada pada jarak 46cm-1,2 meter.
• Jarak sosial mencakup perilaku yang ada pada jarak 1,2-3,6 meter.
• Jarak publik merupakan jarak yang cakupannya melampaui 3,7 meter.

Hubungan Kewilayahan, merupakan konsep yang penting untuk dibahas dalam teori
pelanggaran harapan. Kewilayahan adalah kepemilikian seseorang terhadap suatu area
atau benda. Ada tiga jenis wilayah, yaitu.

• Wilayah primer merupakan wilayah eksklusif seseorang dan ditandai dengan nama
yang terpasang pada benda tersebut untuk menunjukkan identitas kepemilikannya
• Wilayah sekunder merupakan hubungan seseorang dengan sebuah area atau benda.
• Wilayah publik merupakan tempat-tempat terbuka untuk semua orang dan tidak
termasuk hubungan personal di dalamnya, seperti taman, gunung, dan pantai.

Tiga asumsi yg menuntun teori pelanggaran Harapan :

• Harapan mendorong terjadinya interaksi antar manusia


• Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari .
• Orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal

Valensi Penghargaan Komunikator

Menurut Burgoon, Deborah Coker dan Ray Coker, bahwa orang memiliki potensi baik
karakteristik positif maupun negatif dalam sebuah interaksi.Hal ini disebut dengan Valensi
Penghargaan Komunikator (Communicator Reward Valence)

Burgoon, Deborah Coker dan Ray Coker (1986) melihat bahwa tidak semua pelanggaran
atas perilaku yang diharapkan menimbulkan persepsi negatif.

Burgoon berpikir bahwa orang memiliki potensi baik untuk memberikan penghargaan
maupun memberikan hukuman dalam percakapan dan berpendapat bahwa orang

8  
 
membawa baik karakteristik positif maupun negatif dalam sebuah interaksi. Ia menyebutnya
hal ini sebagai valensi penghargaan komunikator ( communicator reward valence).

Menurut teori pelanggaran harapan, interprestasi terhadap pelanggaran sering kali


bergantung pada komunikator serta nilai-nilai yang mereka miliki.

Contoh : Anggaplah anda seorang gadis jujur yang sedang ditaksir dua orang
pemuda. Anda tidak bingung karena jelas anda hanya menyukai salah seorang diantara
mereka. Apa yang terjadi ketika pemuda yang anda senangi tersebut menemui anda dan
berdiri terlalu dekat sehingga melanggar jarak komunikasi antarpribadi yang diterima secara
normatif? Besar kemungkinan anda akan menilainya secara positif. Itulah tanda perhatian
yang tulus atau itulah perilaku pria sejati ujar anda. Namun bagaimana halnya bila yang
melakukan tindakan tersebut pria yang bukan anda senangi? Anda akan bereaksi secara
negatif. Anda akan mengatakan bahwa orang itu tidak tahu sopan santun atau mungkin
dalam hati anda akan berujar “Dasar lu, kagak tahu diri!”

1.7 TEORI DISONANSI KOGNITIF

Teori yang dikemukakan Leon Festinger mengenai disonansi kognitif merupakan sebuah
teori komunikasi yang membahas mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang yang
diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten dan memotivasi
seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut.

Terdapat empat asumsi dasar dari teori ini :

• Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan
perilakunya
• Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis
• Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan
tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur
• Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk
mengurangi disonansi

Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi tingkat disonansi yang akan mempengaruhi tindakan
seseorang dalam mengurangi disonansi tersebut :

• Tingkat Kepentingan (importance), faktor dalam menentukan tingkat disonansi,


merujuk pada berapa signifikan permasalahan.
• Kedua, Jumlah disonansi dipengaruhi oleh Rasio Disonansi (dissonance ratio) atau
jumlah kognisi disonan berbanding dengan jumlah kognisi yang konsonan.

9  
 
• Ketiga, Tingkat Disonansi dipengaruhi oleh rasionalitas (rationale) merujuk kepada
alasan yang dikemukakan untuk menjelaskan mengapa sebuah inkonsistensi muncul.

Cara mengatasi disonansi :

• Mengurangi pentingnya keyakinan terhadap disonani kita


• Menambah keyakinan yang konsonan
• Menghapus disonansi dengan cara tertentu

Teori ini berkaitan dengan (Disonansi Kognitif dan Persepsi):

• Terpaan selektif, metode untuk mengurangi disonansi dengan mencari informasi yang
konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.
• Perhatian selektif, metode untuk mengurangi disonansi dengan memberikan perhatian
pada informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.
• Intepretasi selektif, metode untuk mengurangi disonansi dengan mengitepretasikan
informasi yang ambigu sehingga informasi ini menjadi konsisten dengan keyakinan
dan tindakan yang ada saat ini.
• Retensi selektif, merujuk pada mengingat dan mempelajari informasi yang konsisten
dengan kemampuan yang lebih besar dibandingkan yang kita lakukan terhadap
informasi yang tidak konsisten.

Karena teori ini memprediksikan bahwa seseorang akan berusaha untuk menghindari
informasi yang meningkatkan disonansi

Justifikasi minimal (minimal justification) merupakan penawaran insentif minimum yang


diisyaratkan bagi seseorang untuk berubah.

Jika seseorang berkeinginan untuk memperoleh perubahan pribadi selain persetujuan


publik, cara terbaik untuk melakukannya ini adalah menawarkan cukup penghargaan atau
hukuman untuk memperoleh persetujuan (justifikasi minimal). Festinger dan Carlsmith
berpendapat bahwa melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan keyakinan orang demi
penghargaan yang minimal menimbulkan disonansi lebih banyak dibandingkan dengan
ketika hal ini dilakukan dengan penghargaan yang lebih besar. Jadi, justifikasi minimal
menghasilkan lebih banyak disonansi kognitif dan mensyaratkan lebih banyak perubahan-
perubahan untuk menguranginya dibandingkan justifikasi yang lebih besar.

Contoh : Ketika saya tidak menyukai datang rapat tetapi saya tetap datang di rapat itu
karena terpaksa. Akhirnya terjadi ketidaknyamanan. Entah itu ngedumel, atau bahasa tubuh
lainnya yang menunjukkan kebosanan dan ketidakmauan dalam mengikutinya

10  
 
1.8 TEORI INTERAKSI SIMBOLIK

Dalam perspektif ini dikenal nama sosiolog George Herbert Mead (1863–1931), Charles
Horton Cooley (1846–1929), yang memusatkan perhatiannya pada interaksi antara individu
dan kelompok. Mereka menemukan bahwa individu-individu tersebut berinteraksi dengan
menggunakan simbol-simbol, yang di dalamnya berisi tanda-tanda, isyarat dan kata-kata.

Istilah ‘interaksi simbolik’ tentu saja menunjuk pada sifat khusus dan khas dari interaksi yang
berlangsung antar manusia. Kekhususan itu terutama dalam fakta bahwa manusia
menginterpretasikan atau ‘mendefinsikan’ tindakan satu sama lain dan tidak semata-mata
bereaksi atas tindakan satu sama lain.

Jadi, interaksi manusia dimediasi oleh penggunaan simbol-simbol, oleh interpretasi, atau
oleh penetapan makna dari tindakan orang lain. Mediasi ini ekuivalen dengan pelibatan
proses interpretasi antara stimulus dan respon dalam kasus perilaku manusia. Pendekatan
interaksionisme simbolik memberikan banyak penekanan pada individu yang aktif dan kreatif
ketimbang pendekatan-pendekatan teoritis lainnya. Pendekatan interaksionisme simbolik
berkembang dari sebuah perhatian ke arah dengan bahasa; namun Mead mengembangkan
hal itu dalam arah yang berbeda dan cukup unik. Pendekatan interaksionisme simbolik
menganggap bahwa segala sesuatu tersebut adalah virtual.

Semua interaksi antarindividu manusia melibatkan suatu pertukaran simbol. Ketika kita
berinteraksi dengan yang lainnya, kita secara konstan mencari “petunjuk” mengenai tipe
perilaku apakah yang cocok dalam konteks itu dan mengenai bagaimana
menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh orang lain. Interaksionisme simbolik
mengarahkan perhatian kita pada interaksi antarindividu, dan bagaimana hal ini bisa
dipergunakan untuk mengerti apa yang orang lain katakan dan lakukan kepada kita sebagai
individu.

Teori interaksi simbolik menyatakan bahwa interaksi sosial adalah interaksi symbol. Manusia
berinteraksi dengan yang lain dengan cara menyampaikan simbol yang lain memberi makna
atas simbol tersebut.

3 tema besar asumsi pada teori ini :

• Pentingnya makna bagi perilaku manusia


o Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan
orang lain kepada mereka
o Makna diciptakan dalam interaksi antarmanusia
o Makna dimodifikasi melalui proses interpretif

11  
 
• Pentingnya konsep mengenai diri
o Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain
o Konsep diri memberikan motif yang penting untuk perilaku
• Hubungan antara individu dengan masyarakat
o Orang dan kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial
o Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial

Terdapat 3 ide-ide dasar dalam membentuk makna dalam teori interaksi simbolik:

1. Pikiran (Mind), adalah kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai


makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran
mereka melalui interaksi dengan individu lain.
o Bahasa
o Simbol Signifikan
o Pemikiran
o Pengambilan Peran
2. Diri (self) merupakan kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian
sudut pandang atau pendapat orang lain.
o Cermin diri merupakan kemampuan kita untuk melihat diri kira sendiri dalam
pantulan dari pandangan orang lain.
o Efek Pygmalion
3. Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun,
dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu
tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang
pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah
masyarakatnya.

Contoh : Cara pikir orang yang berbahasa indonesia tentunya berbeda dengan cara
pikir orang yang berbahasa jawa. Begitu pula orang yang berbahasa sunda akan berbeda
cara berpikirnya dengan orang yang berbahasa inggris, jerman, atau arab.

1.9 TEORI KONVERGENSI SIMBOLIK

Ernest Bormann dengan kelompok mahasiswa dari Universitas Minnesota (1960-1970)


mengembangkan teori konvergensi simbolik. Teori ini menjelaskan tentang sharing fantasi.
Symbolic Convergence Theory (SCT) bisa juga disebut teori komunikasi umum. SCT
menjelaskan bahwa makna, emosi, nilai, dan motif untuk tindakan di retorika yang dibuat
bersama oleh orang yang mencoba untuk memahami dari pengalaman yang umum, seperti
keragaman kehidupan. Symbolic Convergence Theory adalah komunikasi umum teori

12  
 
karena menjelaskan bahwa fantasi-chaining oleh masyarakat umum tentang sebuah
pengalaman yang memproduksi visi retorik dalam semua masyarakat.

Teori konvergensi simbolik /teori peleburan simbolik ini menganalisa interaksi dalam skala
kelompok kecil (kelompok sosial, kelompok tugas, atau kelompok pergaulan). Keberhasilan
dari teori konvergensi simbolik ini ialah memahami proses-proses bagaimana kelompok
membangun kebersamaan dan kesadaran kelompok, sementara kelompok yang lain tidak.

Asumsi Teori

Bormann menyatakan bahwa teorinya dibangun dalam kerangkaparadigma Narratif yang


meyakini bahwa manusia merupakan Homo Narrans yakni makhluk yang saling bertukar
cerita atau narasi untuk menggambarkan pengalaman dan realitas sosialnya.

Vasquez (Zeep,2003) menjelaskan bahwa Homo Narrans merupakan prinsip dasar bahwa
manusia sebagai ³social storytellers´yang berbagi fantasi dankemu dian membangun
kesadaran kelompok dan menciptakan realitas sosial.

Watson dan Hill (2000: 304-305) menjelaskan perbedaan paradigma rasionaldan naratif
sebagai payung suatu teori komunikasi dengan membedakan pada keyakinantentang
realitas. Menurut paradigma rasional realitas itu bersifat tunggal.

Dua Asumsi Pokok Teori Konvergensi Simbolik

Pertama, realitas diciptakan melalui komunikasi. Dalam hal ini komunikasi menciptakan
realitas melalui pengaitanantara kata-kata yang digunakan dengan pengalaman atau
pengetahuan yang diperoleh.

Kedua, menyatakan bahwa makna individual terhadap simbol dapat mengalami konvergensi
(penyatuan) sehingga menjadi realitas bersama.

Contoh : Cerita atau tema- tema fantasi diciptakan melalui interaksi simbolik dalam
kelompok kecil dan kemudian dihubungkan dari satu orang ke orang lain dan dari satu
kelompok ke kelompok lain untuk menciptakan sebuah pandangan dunia yang terbagi.

1.10 TEORI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN / TEORI INTERAKSI


AWAL

Charles Berger dan Richard Calabrese mengemukakan teori pengurangan ketidakpastian


merupakan salah satu teori komunikasi yang membahas mengenai strategi untuk
mengurangi ketidakpastian kognitif dan perilaku dengan pencarian informasi melalui
komunikasi dengan orang lain. Tujuan dari teori pengurangan ketidakpastian adalah untuk

13  
 
menjelaskan bagaimana komunikasi digunakan untuk mengurangi ketidakpastian di antara
orang asing yang terlibat dalam pembicaraan satu sama lain untuk pertama kali.

Asumsi dalam teori ini :

• Orang mengalami ketidakpastian dalam latar interpersonal.


• Ketidakpastian adalah keadaan yang tidak mengenakkan, menimbulkan stress secara
kognitif.
• Ketika orang asing bertemu, perhatian utama mereka adalah untuk mengurangi
ketidakpastian mereka atau meningkatkan prediktabilitas..
• Komunikasi interpersonal adalah sebuah proses perkembangan yang terjadi melalui
tahapan-tahapan.
• Komunikasi Interpersonal adalah alat yang utama untuk mengurangi ketidakpastian.
• Kuantitas dan sifat informasi yang dibagi oleh orang akan berubah seiring berjalannya
waktu.
• Sangat mungkin untuk menduga perilaku orang dengan menggunakan cara seperti
hukum.

Fase utama dalam komunikasi

• Fase awal yaitu tahapan awal dari sebuah interaksi diantara orang asing.
• Fase personal yaitu tahapan dalam sebuah hubungan ketika orang mulai untuk
berkomunikasi secara lebih spontan dan personal.
• Fase akhir yaitu tahapan dalam sebuah hubungan ketika orang memutuskan apakah
untuk meneruskan hubungan atau menghentikanya.

Contoh : Suatu hari Christian menunggu waktu kuliah di kampus. Di sebelahnya


duduk seorang wanita yang tidak dikenalnya, yang merupakan mahasiswi kampus Undana
juga. Setelah 5 menit berlalu, mereka merasa saling tidak nyaman dengan suasana tegang
karena mereka tidak saling mengenal dan terus berdiam diri. Ada rasa ketidakpastian
apakah orang di sebelahnya merasa tidak nyaman atau berpikir bahwa orang di sebelahnya
itu sombong karena tidak menyapa dan tidak mengajak berkenalan. Akhirnya Christian
menyapa wanita itu dan mengajaknya berkenalan, belum lama mereka mengobrol akhirnya
mereka masuk ke kelas masing – masing. Christian mengalami ketidakpastian kembali
dengan berpikir, apakah wanita itu menganggapnya “sok kenal”? tapi Christian memiliki
keinginan untuk mengurangi ketidakpastian tersebut dengan mengajak wanita itu
berkenalan. Oleh karena itu, dia mungkin lebih mengerti lebih baik tentang kemungkinan
tingkah laku dari orang itu.

14  
 
1.11 TEORI MANAJEMEN PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN DAN
KECEMASAN

William Gudykunst mengembangkan pemikiran Berger secara significant dengan melihat


bagaimana ketidakpastian dan kecemasan itu dalam situasi budaya yang berbeda. Teori ini
lahir dari Teori pengurangan ketidakpastian yang diterapkan dalam konteks komunikasi
interpersonal. Akan tetapi beberapa peneliti mencoba menerapkan konsep-konsep teori
pengurangan ketidakpastian dalam konteks komunikasi antar budaya yang disebut dengan
teori manajemen kecemasan ketidakpastian (Gudykunst, 1955).

Tradisi Sosiopsikologis

• Teori sosiopsikologis berfokus pada pengenalan variabel-variabel yang mempengaruhi


perilaku kita dalam Interaksi.
• Tema pertama dalam bidang ini yaitu bagaimana setiap individu mengatur
ketidakpastian tentang orang lain, bagaimana memperoleh informasi tentang orang lain,
bagaimana hubungan ketidakpastian dan kecemasan, dan bagaimana proses
pengurangan ketidakpastian berhubungan dengan kebudayaan.
• Tema kedua ialah bagaimana menyesuaikan perilaku kita dengan orang lain,
bagaimana dan kapan perilaku kita mulai terbagi, apa yang terjadi ketika dugaan kita
dilanggar, dan bagaimana kita dapat mendeteksi kebohongan berdasarkan perilaku
orang lain.

Mengelola Ketidakpastian dan Kecemasan

• Teori Berger disebut Teori Pengurangan Ketidakpastian (Uncertainty Reduction


Theory) dan diperluas oleh Gudykunst menjadi Pengelolaan Ketidakpastian dan
Keemasan (Anxiety Unertainty Management).
• Teori Pengurangan Ketidakpastian membahas proses dasar tentang bagaimana kita
mengenal orang lain. Ketika kita bertemu dengan orang asing, kita mungkin memiliki
keinginan yang kuat untuk mengurangi ketidakpastian tentang orang tersebut
• Menurut Berger, manusia sering kali kesulitan dengan ketidakpastian dan mereka
ingin menebak perilaku, sehingga mereka terdorong mencari informasi tentang orang
asing tersebut.

Contoh : jika anda bertemu dengan orang asing dari budaya yang berbeda dan anda
memiliki ketidakpastian yang tinggi terhadap orang itu, maka anda akan menghindar untuk
berkomunikasi dengannya, karena anda merasa tidak mengetahui bagaimana mengelola
interaksi anda dengannya. Pada saat yang sama, jika anda tidak merasakan ketidakpastian

15  
 
yang cukup maka anda tidak akan termotivasi untuk berkomunikasi karena anda merasa
sudah cukup mengetahui orang asing tersebut. Jika anda merasa terlalu cemas, maka anda
merasa nervous dan menghindari komunikasi, tetapi jika anda tidak cukup cemas, maka
anda tidak akan terlalu peduli untuk mencoba berkomunikasi.

Dengan demikian level atau tingkat ketidakpastian dan kecemasan yang ideal bagi situasi
komunikasi antarbudaya terletak di antara ambang batas dan ambang bawah, yang akan
memotivasi seseorang untuk berkomunikasi sehingga ia akan menggunakan strategi
pengurangan kepastian.

1.12 TEORI PENGELOLAAN MAKNA

Teori ini dikembangkan oleh Barnett Pearce dan Vernon Cronen.

Manajemen Makna Terkoordinasi

• Dalam percakapan dan melalui pesan-pesan yang kita kirim dan terima, orang saling
menciptakan makna.
• Saat kita menciptakan dunia sosial kita, kita menggunakan berbagai aturan untuk
mengonstruksi dan mengkoordinasikan makna. Maksudnya aturan-aturan
membimbing komunikasi yang terjadi di antara orang-orang.
• CMM (Coordinated Management of Meaning) berfokus pada relasi antara individual
dan masyarakat.
• Melalui sebuah struktur hierarkis, orang-orang mengorganisasikan makna dari
beratus-ratus pesan yang kita terima sehari.

Asumsi-asumsi Teori Pengelolaan Makna :.

• pentingnya komunikasi, yaitu manusia hidup dalam komunikasi.


• bahwa manusia saling menciptakan realitas sosial.
o Kepercayaan bahwa orang-orang saling menciptakan realitas sosial mereka
dalam percakapan disebut sebagai Konstruksionesme sosial (Sosial
Constructionism).
o Keyakinan seseorang mengenai bagaimana makna dan tindakan sesuai atau
tepat dalam sebuah interaksi disebut sebagai Realitas Sosial (Social reality).
• Asumsi Ketiga yang ada dalam teori CMM berkaitan dengan cara orang
mengendalikan percakapan

16  
 
Pada dasarnya, transaksi informasi tergantung pada makna pribadi dan interpersonal.

• Makna Pribadi (Personal Meaning) didefinisikan sebagai makna yang didapat ketika
seseorang membawa yang unik ke dalam sebuah interaksi.
• Makna Interpersonal (Interpersonal Meaning) yaitu hasil yang muncul ketika dua orang
sepakat akan satu sama lain mengenai sebuah interaksi.

Para Teoretikus CMM mengemukakan enam level Makna :

a. Isi (Konversi dari data mentah menjadi makna)


b. Tindak Tutur (tindakan yamg kita lakukan melalui berbicara). Contoh:
bertanya,memberikan pujian, atau mengancam.
c. Episode (Rutinitas komunikasi yang memiliki awal,pertengahan,dan akhir yang jelas)
d. Hubungan (Kesepakatan dan pengertian antara dua orang)
e. Naskah Kehidupan kelompok-kelompok episode masa lalu atau masa kini yang
menciptakan suatu sistem makna) yang dapat dikelola bersama dengan orang lain.
f. Pola Budaya (Gambaran mengenai dunia dan bagaimana hubungan seseorang
dengan hal tersebut)

Contoh : Seorang duda dan janda yang ingin menikah. Dan mereka masing-masing
sudah memiliki anak. Disatu sisi si duda sangat mencintai si janda. Di sisi lain si janda
memperhatikan dan memikirkan anak-anaknya yang mungkin akan sulit beradaptasi di
dalam keluarga baru. Pada akhirnya keduanya saling bicara secara terbuka dan dapat
menyelesaikan permasalahannya dengan baik. Banyak keluarga yang mengalami
kekacauan tetapi kemudian semuanya berangsur membaik.

1.13 TEORI PERTUKARAN SOSIAL (SOCIAL EXCHANGE THEORY)

Teori pertukaran sosial ini didasarkan pada pemikiran bahwa seseorang dapat mencapai
suatu pengertian mengenai sifat kompleks dari kelompok dengan mengkaji hubungan di
antara dua orang (dyadic relationship). Suatu kelompok dipertimbangkan untuk menjadi
sebuah kumpulan dari hubungan antara dua partisipan tersebut.

Perumusan tersebut mengasumsikan bahwa interaksi manusia melibatkan pertukaran


barang dan jasa, dan bahwa biaya (cost) dan imbalan (reward) dipahami dalam situasi yang
akan disajikan untuk mendapatkan respons dari individu-individu selama berinteraksi sosial.

Jika imbalan dirasakan tidak cukup atau lebih banyak dari biaya, maka interaksi kelompok
kan diakhiri, atau individu-individu yang terlibat akan mengubah perilaku mereka untuk
melindungi imbalan apapun yang mereka cari.

17  
 
Pada umumnya, hubungan sosial terdiri daripada masyarakat, maka kita dan masyarakat
lain dilihat mempunyai perilaku yang saling memengaruhi dalam hubungan tersebut yang
terdapat unsur ganjaran, pengorbanan dan keuntungan.

Ganjaran merupakan segala hal yang diperoleh melalui adanya pengorbanan, manakala
pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah ganjaran
dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antara
dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat
kerja, percintaan, perkawinan, dan persahabatan.

Pada pembahasan ini akan ditekankan pada pemikiran teori pertukaran oleh Homans dan
Blau. Homans dalam analisanya berpegang pada keharusan menggunakan prinsip-prinsip
psikologi individu untuk menjelaskan perilaku sosial daripada hanya sekedar
menggambarkannya. Akan tetapi Blau di lain pihak berusaha beranjak dari tingkat
pertukaran antarpribadi di tingkat mikro, ke tingkat yang lebih makro yaitu struktur sosial. Ia
berusaha untuk menunjukkan bagaimana struktur sosial yang lebih besar itu muncul dari
proses-proses pertukaran dasar.

Contoh : pada suatu ketika anda merasa bahwa setiap teman anda yang di satu
kelas selalu berusaha memperoleh sesuatu dari anda. Pada saat tersebut anda selalu
memberikan apa yang teman anda butuhkan dari anda, akan tetapi hal sebaliknya justru
terjadi ketika anda membutuhkan sesuatu dari teman anda. Setiap individu menjalin
pertemanan tentunya mempunyai tujuan untuk saling memperhatikan satu sama lain.
Individu tersebut pasti diharapkan untuk berbuat sesuatu bagi sesamanya, saling membantu
jikalau dibutuhkan.

Akan tetapi mempertahankan hubungan persahabatan itu juga membutuhkan biaya (cost)
tertentu, seperti hilang waktu dan energi serta kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak jadi
dilaksanakan.

1.14 TEORI PENETRASI SOSIAL

Teori ini dipopulerkan oleh Irwin Altman & Dalmas Taylor. Teori penetrasi sosial secara
umum membahas tentang bagaimana proses komunikasi interpersonal. Di sini dijelaskan
bagaimana dalam proses berhubungan dengan orang lain, terjadi berbagai proses gradual,
di mana terjadi semacam proses adaptasi di antara keduanya, atau dalam bahasa Altman
dan Taylor: penetrasi sosial.

Altman dan Taylor (1973) membahas tentang bagaimana perkembangan kedekatan dalam
suatu hubungan. Menurut mereka, pada dasarnya kita akan mampu untuk berdekatan

18  
 
dengan seseorang yang lain sejauh kita mampu melalui proses “gradual and orderly fashion
from superficial to intimate levels of exchange as a function of both immediate and forecast
outcomes.”

Altman dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah. Maksudnya adalah pada
hakikatnya manusia memiliki beberapa layer atau lapisan kepribadian. Jika kita mengupas
kulit terluar bawang, maka kita akan menemukan lapisan kulit yang lainnya. Begitu pula
kepribadian manusia.

Lapisan kulit terluar dari kepribadian manusia adalah apa-apa yang terbuka bagi publik, apa
yang biasa kita perlihatkan kepada orang lain secara umum, tidak ditutup-tutupi. Dan jika
kita mampu melihat lapisan yang sedikit lebih dalam lagi, maka di sana ada lapisan yang
tidak terbuka bagi semua orang, lapisan kepribadian yang lebih bersifat semiprivate. Lapisan
ini biasanya hanya terbuka bagi orang-orang tertentu saja, orang terdekat misalnya.

Dan lapisan yang paling dalam adalah wilayah private, di mana di dalamnya terdapat nilai-
nilai, konsep diri, konflik-konflik yang belum terselesaikan, emosi yang terpendam, dan
semacamnya. Lapisan ini tidak terlihat oleh dunia luar, oleh siapapun, bahkan dari kekasih,
orang tua, atau orang terdekat manapun. Akan tetapi lapisan ini adalah yang paling
berdampak atau paling berperan dalam kehidupan seseorang.

Asumsi Teori Penetrasi Sosial

• Hubungan-hubungan memiliki kemajuan dari tidak intim menjadi intim


• Secara umum, perkembangan hubungan sistematis dan dapat diprediksi
• Perkembangan hubungan mencakup depenetrasi (penarikan diri) dan disolusi
• Pembukaan diri adalah inti dari perkembangan hubungan

Analogi Bawang

Di dalam teori ini juga terdapat sebuah analogi yang menggambarkan bagaimana teori ini
dapat di aplikasikan. Analogi bawang merupakan analogi yang dapat menjelaskan
bagaimana proses penetrasi sosial dalam sebuah hubungan itu dapat terjadi. Pada analogi
bawang ini, terdapat pembagian-pembagian tingkat penetrasi sosial berdasarkan lapisan-
lapisan yang ada di bawang tersebut.

Lapisan-lapisan itu diibaratkan sebagai suatu proses kedalaman interaksi yang terjadi. Mulai
dari lapisan hingga lapisan dalam, dimana memiliki proses yang masing-masing berbeda.
Disitu terdapat beberapa pengkategorian berdasarkan lapisan itu, pertama: kematian,
kedua: pernikahan, ketiga: pendidikan dan ketiga: kencan.

19  
 
Tahapan Proses Penetrasi Sosial

• Orientasi: membuka sedikit demi sedikit. Merupakan tahapan awal dalam interaksi dan
terjadi pada tingkat publik. Disini hanya sedikit dari kita yang terbuka untuk orang lain.
• Pertukaran penjajakan afektif: munculnya diri. Dalam tahap ini, merupakan perluasan
area publik dari diri dan terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian seorang individu
mulai muncul.
• Pertukaran afektif: komitmen dan kenyamanan. Ditandai dengan persahabatan yang
dekat dan pasangan yang intim. Dalam tahap ini, termasuk interaksi yang lebih “tanpa
beban dan santai”.
• Pertukaran stabil: kejujuran total dan keintiman. Tahap terakhir ini merupakan tahapan
dimana berhubungan dengan pengungkapan pemikiran, perasaan dan perilaku secara
terbuka yangmengakibatkan munculnya spontanitas dan keunikan hubungan yang
tinggi.
1.15 TEORI DIALEKTIKA RELASIONAL

Teori Dialektika Relasional (Relational Dialectics Theory)-RDT menyatakan bahwa hidup


berhubungan dicirikan oleh ketegangan-ketegangan yang berkelanjutan antara impuls-
impuls yang kontradiktif. Orang tidak selalu dapat menyelesaikan elemen-elemen
kontradiktif dalam kepercayaan mereka, dan mereka memiliki kepercayaan yang tidak
konsisten mengenai hubungan.

Asumsi Teori Dialektika Relasional :

a. Hubungan tidak bersifat linear


Asumsi yang paling penting yang mendasari teori ini adalah pemikiran bahwa
hubungan tidak terdiri atas fluktuasi yang terjadi antara keinginan-keinginan yang
kontradiktif.
b. Hidup berhubungan ditandai dengan adanya perubahan
Proses atau perubahan suatu hubungan merujuk pada pergerakan kuantitatif dan
kualitatif. Sejalan dengan waktu dan kontraksi yang terjadi diseputar mana suatu
hubungan dikelola.
c. Kontradiksi merupakan fakta fundamental dalam hidup berhubungan.
Asumsi yang ketiga menekankan bahwa kontradiksi atau ketegangan terjadi antara
dua hal yang berlawanan tidak pernah hilang dan tidak pernah berhenti menciptakan
ketegangan. Orang mengelola ketegangan dan oposisi ini dengan cara berbeda-
beda tetapi kedua hal ini selalu ada dalam hidup berhubungan.

20  
 
d. Komunikasi sangat penting dalam mengelola dan menegosiasikan kontradiksi-
kontradiksi dalam hubungan.
Asumsi terakhir dari toeri dialektika relasional berkaitan dengan komunikasi. Secara
khusus teori ini memberikan posisi yang paling utama pada komunikasi.
Sebagaimana diamati oleh Leslie Baxter dan Montgomery (1996), “ dari perspektif
dialektika relasi, aktor-aktor sosial memberikan kehidupan melalui praktek-praktek
komunikasi mereka kepada kontradiksi-kontradiksi yang mengelola hubungan
mereka’’.

Elemen Dialektika

Elemen-elemen berikut ini sangat mendasar dalam perspektif dialektis: Totalitas,


Kontradiksi, Pergerakan, dan Praksis (Rawlins, 1992) :

• Totalitas (totality) menyatakan bahwa orang-orang dalam suatu hubungan saling


tergantung. Ini berarti bahwa ketika sesuatu terjadi pada salah satu anggota dalam
hubungan, maka anggota yang lain juga akan terpengaruh.
• Kontradiksi (contradiction) merujuk pada oposisi (dua elemen yang bertentangan).
Kontradiksi juga merupakan ciri utama dari pendekatan dialektika. Dialektika
merupakan hasil dari oposisi-oposisi.
• Pergerakan (motion) merujuk pada sifat berproses dari hubungan dan perubahan yang
terjadi pada hubungan itu seiring dengan berjalannya waktu.
• Praksis (praxis) berarti manusia adalah pembuat keputusan. Walaupun kita tidak
sepenuhnya memiliki pilihan bebas dalam setiap kesempatan dan kita dibatasi oleh
pilihan kita sebelumnya, oleh pilihan orang lain, dan oleh kondisi budaya dan sosial,
kita tetap merupakan pengambil keputusan yang sadar sepenuhnya dan aktif.

Dialektika Relasi Dasar

Ada tiga dialektika yang paling relevan dengan hubungan, yaitu dialektika Otonomi dan
Keterikatan, Keterbukaan dan Perlindungan, serta Hal Yang Baru dan Hal Yang Dapat
Diprediksi (Baxter, 1990).

• Otonomi dan Keterikatan, Dialektika antara otonomi dan keterikatan (autonomy and
connection) merujuk pada keinginan--keinginan kita yang selalu muncul untuk menjadi
tidak tergantung pada orang-orang yang penting bagi kita, dan juga untuk menemukan
keintiman dengan mereka.
• Keterbukaan dan Perlindungan, Ketegangan penting kedua yang juga menyusupi
kehidupan berhubungan adalah keterbukaan dan perlindungan. Dialektik keterbukaan

21  
 
dan perlindungan (openness and protection) berfokus yang pertama pada kebutuhan-
kebutuhan kita untuk terbuka dan rnenjadi rentan, membuka semua informasi personal
pada pasangan/mitra hubungan kita, dan yang kedua untuk bertindak strategis dan
melindungi diri sendiri dalam komunikasi kita.
• Hal Yang Baru dan Hal Yang Dapat Diprediksi, Dialektik antara hal yang baru dan hal
yang dapat diprediksi (novelty and predictability) merujuk pada konflik-konflik antara
kenyamanan stabilitas dan keasyikan perubahan.

Dialektika Konstektual

Dialektika konstektual dibentuk melalui ketegangan-ketegangan antara definisi publik dari


sebuah hubungan—persahabatan, misalnya—dan interaksi privat dalam persahabatan
tertentu. Rawlins menyebutkan dua dialektika konstektual—antara publik dan privat serta
antara yang nyata dan ideal. Walaupun mungkin hal ini tidak begitu penting bagi kita
dibandingkan dialektika interaksional, kedua hal ini memengaruhi komunikasi interpersonal
dalam hubungan.

Rawlins (1992) berpendapat bahwa ketegangan antara status publik marginal dan karakter
privat persahabatan tersebut muncul dalam sebuah persahabatan. Rawlins menyatakan
bahwa dialektik ini menyebabkan munculnya suatu hal dalam persahabatan yang
disebutnya sebagai agen ganda. Dialektik publik dan privat berinteraksi dengan dialektik
antara yang nyata dan yang ideal. Ketegangan antara dua gambaran ini membentuk
dialektik ini. Selain itu, dialektik ini menunjukkan kontradiksi akan semua harapan yang
dimiliki seseorang mengenai hubungan dengan kenyataan yang sedang dijalani. Teori
Dialektik berusaha menjelasan bagaimana orang hidup dengan dan mengelola kontradiksi-
kontradiksi ini. Faktor-faktor budaya dan konstektual memengaruhi kedua dialektik ini.

Melampaui Dialektika Dasar

Ketegangan dialektika dasar bahwa mengkarakterisasi banyak hubungan interpersonal,


tetapi badan peneliti yang berkembang mulai menemukan ketegangan tambahan dan
pertanyaan apakah otonomi-keterikatan, keterbukaan-perlindungan, hal yang baru-hal yang
dapat diprediksi menyusupi semua hubungan dalam semua konteks (Braithwaite&Baxter,
1995).

Dalam mempelajari partisipasi orang dalam sebuah kelompok teater komunitas, Michael
Kramer (2004) mengemukakan sebelas ketegangan dialektik yang berkisar mulai dari
komitmen kepada kelompok dan komitmen kepada aktivitas lainnya hingga pada toleransi
dan penilaian (mengenai anggota kelompok yang lain). Kramer menyusun ketegangan-

22  
 
ketegangan ini ke dalam empat kategori dialektik utama: kelompok-individual, kegiatan
terjadwal-kegiatan mendadak, keterlibatan-keterkucilan, dan perilaku yang dapat diterima-
perilaku yang tidak dapat diterima. Kramer menyatakan bahwa ketegangan-ketegangan
dialektik dapat membingkai teori komunikasi mengenai perilaku kelompok.

Sungguh mungkin bahwa konteks relasi membuat perbedaan dalam dialektika-dialektika;


dialektika baru ini ditemukan dalam persahabatan, tempat kerja, kelompok komunitas, dan
sebuah persahabatan dalam televisi. Orang tua yang menghadapi kelahiran premature
mengalami emosi kebahagiaan dan kesedihan yang saling mengontradiksi dan harus
menemukan strategi komunikasi untuk mengelola kontradiksi ini.

Respons terhadap Teori Dialektika

• Pergantian bersiklus
Terjadi ketika orang memilih satu dari dua hal yang berlawanan pada waktu tertentu,
bergantian dengan yang lain.
• Segmentasi
Memisahkan beberapa arena untuk menekankan tiap-tiap dari dua hal yang
berlawanan.
• Seleksi
Pembuatan keputusan antara dua hal yang berlawanan.
• Integrasi
Melibatkan suatu sintesis dari kedua hal yang berlawanan.
Merujuk pada membuat sintesis oposisi; terjadi dalam tiga bentuk:
o Menetralisasi : membutuhkan adanyan kompromi antara dua kutub.
o membingkai ulang : mentransformasi dialektika yang ada dengan cara tertentu
sehingga dialektika itu seperti tidak memiliki oposisi.
o mendiskualifikasi : menetralkan dialektika dengan memberikan pengecualian pada
beberapa isu dari pola umum.

Baxter mengemukakan lima sudut pandang untuk melihat proses dialog dalam suatu
pandang untuk melihat proses dialog dalam suatu hubungan sebagai berikut :

• hubungan terbentuk melalui dialog


• dialog memberikan peluang untuk mencapai kesatuan dalamn perbedaan
• dialog bersifat estetis
• dialog adalah wacana

23  
 
2. KOMUNIKASI KELOMPOK

Kelompok adalah sekumpulan orang – orang yang terdiri dari tiga atau lebih. Kelompok
memiliki hubungan yang intensif di antara mereka satu sama lainnya, terutama kelompok
primer. Intensitas hubungan di antara mereka merupakan persyaratan utama yang dilakukan
oleh orang-orang dalam kelompok tersebut. Kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan
yang relatif kecil yang masing-masing dihubungkan oleh beberapa tujuan yang sama dan
mempunyai derajat organisasi tertentu di antara mereka.

Asumsi Dasar Komunikasi Kelompok, Para Psikolog Sosisal juga mengenal mode. Pada
tahun 1960-an, tema utama mereka adalah persepsi sosial. Pada dasawarsa ini berikutnya,
tema ini memudar. Studi tentang pembentukan dan perubahan sikap juga mengalami
pasang surut. Pernah menjadi mode sampai tahun 1950-an, memudar pada dasawarsa
berikutnya, dan populer lagi pada akhir 1970-an. Begitu pula study kelompok. Pada tahun
1940-an, ketika dunia dilanda perang, kelompok menjadi pusat perhatian.

Setelah perang beralih ke individu, dan bertahan sampai dengan tahun 1970-an. Akhir
1970-an, minat yang tinggi tumbuh kembali pada study kelompok, dan seperti yang
diramalkan oleh Steiner (1974) menjadi dominan pada tahun 1980-an. Para pendidik melihat
komunikasi kelompok sebagai metode pendidikan yang efektif. Menemukan komunikasi
kelompok sebagai wadah yang tepat untuk melahirkan gagasan kreatif, sedangkan para
psikiater komunikasi kelompok sebagai wahana untuk memperbaharui kesehatan mental
serat para ideolog juga menyaksikan komunikasi kelompok sebagai sarana untuk
meningkatkan kesadaran politik ideologis.

2.1 TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Aubrey Fisher dan Leonard Hawes dengan acuan pendekatannya sebagai model system
manisia yang menggunakan sebuah model yang memandang pada perilaku manusia.
Pendekatan mereka sangat kritis dan mengajurkannya lebih dari pada sebuah model system
interaksi yang tidak focus pada tindakan, tetapi pada “interaksi”. Sebuah interaksi adalah
tindakan dari seseorang yang diikuti oleh tindakan yang lainnya sebagai contoh, Tanya
jawab, pertanyaan, sapa-menyapa. Disini, unit analisis tidak hanya ada seseorang, seperti
memberi saran, tetapi bagian dari tindakan yang berkesinambungan, seperti memberi saran
dan meresponnya.

Interaksi dapat digolongkan kedalam dimensi isi dan dimensi hubungan sebagai contoh, jika
seorang bertanya kepada anda, anda mungkin akan menjawabnya, tetapi cara anda
menyatakan jawaban mungkin memberi petunjuk yang anda fikir itu adalah pertanyaan

24  
 
bodoh. Dalam kasus seperti ini, jawaban anda adalah dimensi isi dan cara non-verbal anda
adalah dimensi hubungan.

Walaupun potensi kegunaan dengan menganalisis dimensi hubungan dalam sebuah


kelompok diskusi, Fisher berkonsentrasi pada dimensi isi. Karena hampir semua usulan
dalam tugas kelompok dihubungkan dengan satu cara demi sebuah keputusan beserta
tindakan atau hasil dimana semua orang dapat menyetujui. Fisher menggolongkan
pernyataan yang mungkin setuju atau tidak setuju dengan sebuah usulan adalah contohnya.

Konsep pemikiran

• Fase orientasi: meliputi mendapatkan rekan, kejelasaan, dan mulai mengungkapkan


pandangan. Manusia cenderung menunjukkkan rasa sepakat dalam tahap ini, tetapi
posisi mereka cenderung memenuhi syarat dan sementara, karena manusia menguji
kelompok dan tidak cukup tau apa yang dituju. Dalam fase ini, manusia meraba-raba
arah dan pemahaman.
• Fase konflik: meliputi perselisihan paham. Manusia dalam fase kedua ini menguatkan
sikap meraka, dan banyak menghasilkan polarisasi. Disini, interaksi lebih meliputi
evaluasi pertentangan dan keburukan. Anggota berdabat dan berusaha untuk
membujuk, dan mereka mungkin membentuk koalisi dengan kelompok individu lain
yang sepemikiran.
• Fase kemunculan: prasangka kerjasama pertama kali muncul. Manusia kurang kuat
mempertahankan pandangan mereka. Seperti halnya mereka melunakkan posisi dan
mengubah jalan sikap meraka, pendapat meraka menjadi lebih ambigu. Sebagai
pendapat baik meningkat sampai sebuah kelompok memutuskan untuk muncul.
• Fase penguatan: kelompok menguat dan menerima penguatan dari anggota
kelompok. Kelompok menyatu dan tetap berada dibelakang solusi-solusinya, dan
pendapatnya hampir positif dan menyenangkan. Ambiguitas yang ada difase ketiga
cenderung menghilang.

Asumsi

Teori Fisher membuat kita sadar akan pentingnya interaksi sebagai sebuah proses dasar
komunikasi yang mengubah input menjadi output. Teori ini juga menunjukkan bagaimana
menganalisis sebuah interaksi kelompok dapat lebih membantu kita dalam memahami
keputusan kelompok.

25  
 
2.2 TEORI ANALISIS PROSES INTERAKSI

Analisis proses interaksi Robert Bales adalah hal yang klasik dibidangnya. Dengan
menggunakan penelitian bertahun-tahun sebagai sebuah fondasi, Bales menciptakan
sebuah teori terpadu dan dikembangkan dengan baik dari komunikasi kelompok kecil yang
bertujuan untuk menjelaskan jenis pesan yang manusia tukar dalam kelompok, dari yang
semua membentuk peran dan kepribadian anggota kelompok, dan oleh karena itu, cara
mereka memengaruhi semua karakter secara umum pada sebuah kelompok. Teori ini
mencakup perilaku komunikasi dari dua kelas dasar, sebuah pembagian yang memiliki
pengaruh yang besar sekali dalam sebuah kelompok kecil sastra. Pertama, mencakup
perilaku emosi sosial (socioemotional), seperti kelihatannya ramah, menunjukkan
ketegangan, dan dramatisasi. Kedua, perilaku tugas (task behaviour) disajikan oleh saran,
opini, dan informasi.

Asumsi teori Bales dicontohkan dalam proyek dikelas anda, jika anggota kelompok proyek
anda terlalu banyak menyetujui gagasan, semua gagasan tidak dapat akan diuji, dan anda
akan membuat keputusan yang lemah. Sebaliknya, jika semua anggota kelompok anda
bersebrangan, maka akan ada banyak konflik, dan anda tidak akan bisa mengambil
keputusan sama sekali. Jika manusia memperhatikan persoalan tugas mereka sendiri tidak
dengan persoalan antarpribadi, ketegangan akan tumbuh diantara anggota, menciptakan
sebuah atmosfir antarpribadi yang tidak baik dan sebuah kelompok yang tidak produktif.
Gagasan kelompok dengan banyak ketegangan adalah sebuah area yang mengasumsikan
sebuah kepentingan khusus teori Bales.

Ada tiga tahap dalam model Bales, yaitu:

Tahap 1 Orientation Phase.

Pada tahap orientasi, anggota yang baru masuk dalam suatu kelompok atau baru
mendirikan suatu kelompok akan bertanya, mencari dan saling memberi informasi mengenai
tujuan kelompok dan hakekat tugas-tugas dalam kelompok; pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan antara lain. “apa yang akan kita lakukan”, “mengapa kita melakukannya”,
“bagaimana kita melakukannya” dan “bagaimana mencapai hasil yang terbaik”. Pada
tahapan ini, anggota kelompok akan mencari konfirmasi dan melakukan orientasi akan
keberadaan kelompok tersebut.

Tahap 2 : Evaluation Phase.

Pada tahap evaluasi, pertanyaan yang diajukan anggota kelompok berkisar seputar peran
anggota kelompok dalam tugas-tugas atau pekerjaan yang dilakukan oleh kelompok. Pada

26  
 
tahap ini terjadi semacam pengekspresian opini dan perasaan dari anggota kelompok
tentang berbagai isu yang berkembang.

Tahap 3 : Control Phase.

Para anggota kelompok akan saling membuat statement (pernyataan) dan mencari serta
memberi petunjuk pada sesama anggota. Disini akan bermunculan pendapat-pendapat
yang positif atau negatif dari anggota kelompok secara substansial. Pada tahap ini akan
mulai tampak solidaritas kelompok dan minat mereka dalam kelompok.

2.3 TEORI KELOMPOK FUNGSIONAL

Tokoh Pemikir

John Dewey (Amerika, 20 Oktober 1859-1 Juni 1952), Robert Bales, Irving Lester Janis
(California, 26 Mei 1918-15 November 1990), Stohl dan Holmes, Gouran dan Hirokawa

Buah Pemikiran

Selama awal abad ke-20, John Dewey mengembangkan metode untuk menggambarkan
proses bahwa seseorang harus melalui saat mereka bekerja pada pemecahan masalah.
Pada tahun 1910, pada bukunya, Bagaimana Kita Pikirkan, Dewey mengemukakan bahwa
proses berpikir reflektif melibatkan lima langkah: (1) kesulitan dalam merasa, (2) lokasi dan
definisi, (3) usulan kemungkinan solusi, (4) pengembangan penalaran dan konsekuensi dari
solusi, dan (5) pengamatan lebih lanjut dari percobaan yang mengarah pada penerimaan
atau penolakan.

Pengaruh kedua pada pengembangan teori ini adalah karya Robert Bales. Bales dan rekan-
rekannya bekerja pada kemampuan anggota kelompok untuk menangani empat masalah
fungsional: adaptasi, kontrol instrumental, ekspresi, dan integrasi. Adaptasi dan kontrol
instrumen berhubungan dengan pengelolaan pembuatan keputusan, sedangkan ekspresi
dan integrasi berkaitan dengan manajemen pengelolaan hubungan. Kelompok berusaha
untuk menjaga keseimbangan dalam kedua masalah ini dan komunikasi kelompok
merupakan sarana utama mempertahankan keseimbangan itu.

Pengaruh ketiga pada pengembangan teori fungsional dari pengambilan keputusan yang
efektif adalah karya Irving Janis pada pengambilan keputusan yang hati-hati. Kelompok ini
melakukan (a) survei kemungkinan alternatif solusi, (b) survei tujuan yang akan dicapai, (c)
memeriksa risiko dan manfaat yang terkait dengan alternatif, (d) melakukan pencarian
informasi, (e) memproses informasi, (f) mengira-ngira alternatif risiko dan manfaatnya

27  
 
sebelum membuat pilihan akhir, dan (g) menyusun rencana untuk menerapkan pilihan yang
diinginkan bersama.

Di ketiga pengaruh tersebut, sifat fungsional komunikasi adalah fokus, dengan kata lain,
komunikasi adalah tujuan untuk mencapai beberapa tujuan. Dalam metode pemikiran
reflektif Dewey, komunikasi adalah fungsional karena bila diterapkan pada diskusi kelompok
memungkinkan kelompok untuk mencapai resolusi efektif dari masalah. Dalam pendapat
Bales, komunikasi ada untuk mengaktifkan kelompok itu sendiri. Sedangkan, bagi Janis,
komunikasi bersifat fungsional karena itu ada sarana untuk mencapai anggota kelompok
agar memenuhi setiap karakteristik kewaspadaan.

Teori fungsional dari keputusan kelompok yang efektif bersandar pada asumsi bahwa
efektivitas pengambilan keputusan tidak terpengaruh oleh produksi perilaku komunikatif
tertentu, tetapi harus memenuhi suatu persyaratan. Persyaratan ini disebut oleh Gouran dan
Hirokawa pada tahun 1983 sebagai syarat fungsional.

Untuk membuat keputusan yang efektif, kelompok tersebut harus melakukan hal-hal berikut
ini:

• Memahami masalah dengan berbagai pertimbangan.


• Menentukan karakteristik agar suatu jawaban dapat diterima.
• Menyusun berbagai alternatif yang realistis di antaranya jawaban yang telah diterima.
• Kritis memeriksa setiap alternatif yang digunakan untuk menentukan jawaban.
• Memilih alternatif yang terbaik sesuai dengan karakteristik dari suatu jawaban.

Stohl dan Holmes mengusulkan perpanjangan dengan menyarankan memahami masa lalu,
kini, dan masa depan untuk memahami hubungan kelompok itu dengan lingkungannya.

Gouran dan Hirokawa juga mengajukan revisi dalam Buku Pengambilan Keputusan,
Komunikasi dan Kelompok. Dalam identifikasi ini ada pengakuan akan pentingnya dimensi
relasional kelompok dalam membuat keputusan yang efektif. Di antaranya adalah faktor-
faktor afiliatif (kekhawatiran terhadap hubungan kelompok), kognitif (pengolahan informasi
yang terhambat), dan egosentris (motivasi personal yang mendominasi).

Perkembangan Teori

1900-an: John Dewey mengembangkan metode untuk menggambarkan proses bahwa


seseorang harus melalui saat mereka bekerja pada pemecahan masalah.

28  
 
1950-an: Robert Bales dan rekan-rekannya bekerja pada kemampuan anggota kelompok
untuk menangani empat masalah fungsional: adaptasi, kontrol instrumental, ekspresi, dan
integrasi.
1972: Pengembangan teori fungsional dari pengambilan keputusan yang efektif adalah
karya Irving Janis pada pengambilan keputusan yang hati-hati.
1983: Gouran dan Hirokawa membuat syarat fungsional dalam komunikasi kelompok
fungsional.
1993: Stohl dan Holmes mengusulkan perpanjangan dengan menyarankan memahami
masa lalu, kini, dan masa depan untuk memahami hubungan kelompok itu dengan
lingkungannya.
Setelah 1993-an: Gouran dan Hirokawa juga mengajukan revisi dalam Buku Pengambilan
Keputusan, Komunikasi dan Kelompok.

Asumsi Dasar

Teori komunikasi kelompok fungsional merupakan perpaduan dan keseluruhan dari


proposisi, asumsi, dan klaim-klaim yang menjelaskan bagaimana dan mengapa komunikasi
berhubungan dengan kualitas pembuatan keputusan oleh kelompok. Teori ini berpengaruh
dalam membimbing peneliti dan praktisi memandang bagaimana komunikasi mempengaruhi
pengambilan keputusan kelompok.

Pengaplikasian Teori

Teori ini diaplikasikan dalam diskusi kelompok. Bagaimana kelompok membuat suatu
keputusan dengan memerhatikan syarat-syarat tertentu agar dapat menghasilkan satu
suara.

2.4 TEORI PEMIKIRAN KELOMPOK

Teori Pemikiran Kelompok (groupthink) lahir dari penelitian panjang Irvin L Janis. Janis
menggunakan istilah groupthink untuk menunjukkan satu mode berpikir sekelompok orang
yang sifat kohesif (terpadu), ketika usaha-usaha keras yang dilakukan anggota-anggota
kelompok untuk mencapai kata mufakat. Untuk mencapai kebulatan suara klompok ini
mengesampingkan motivasinya untuk menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis.
Groupthink dapat didefinisikan sebagai suatu situasi dalam proses pengambilan keputusan
yang menunjukkan timbulnya kemerosotan efesiensi mental, pengujian realitas, dan
penilaian moral yang disebabkan oleh tekanan-tekanan kelompok (Mulyana, 1999).

West dan Turner (2008: 274) mendefinisikan bahwa pemikiran kelompok (groupthink)
sebagai suatu cara pertimbangan yang digunakan anggota kelompok ketika keinginan

29  
 
mereka akan kesepakatan melampaui motivasi mereka untuk menilai semua rencana
tindakan yang ada. Jadi groupthink merupakan proses pengambilan keputusan yang terjadi
pada kelompok yang sangat kohesif, dimana anggota-anggota berusaha mempertahankan
konsensus kelompok sehingga kemampuan kritisnya tidak efektif lagi.

Anggota-anggota kelompok sering kali terlibat di dalam sebuah gaya pertimbangan dimana
pencarian konsensus lebih diutamakan dibandingkan dengan pertimbangan akal sehat.
Anda mungkin pernah berpartisipasi di dalam sebuah kelompok dimana keinginan untuk
mencapai satu tujuan atau tugas lebih penting daripada menghasilkan pemecahan masalah
yang masuk akal. Kelompok yang memiliki kemiripan antar anggotanya dan memiliki
hubungan baik satu sama lain, cenderung gagal menyadari akan adanya pendapat yang
berlawanan. Mereka menekan konflik hanya agar mereka dapat bergaul dengan baik, atau
ketika anggota kelompok tidak sepenuhnya mempertimbangkan semua solusi yang ada,
mereka rentan dalam groupthink.

Dari sini, groupthink meninggalkan cara berpikir individu dan menekankan pada proses
kelompok. Sehingga pengkajian atas fenomena kelompok lebih spesifik terletak pada proses
pembuatan keputusan yang kurang baik, serta besar kemungkinannya akan menghasilkan
keputusan yang buruk dengan akibat yang sangat merugikan kelompok. Janis juga
menegaskan bahwa kelompok yang sangat kompak dimungkinkan karena terlalu banyak
menyimpan energi untuk memelihara niat baik dalam kelompok ini, sehingga mengorbankan
proses keputusan yang baik dari proses tersebut. adapun proses dalam pembuatan
keputusan dalam kelompok, secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

Esensi Teori

Groupthink merupakan teori yang diasosiasikan dengan komunikasi kelompok kecil.


Lahirnya konsep groupthink didorong oleh kajian secara mendalam mengenai komunikasi
kelompok yang telah dikembangkan oleh Raimond Cattel (Santoso & Setiansah, 2010:66).
Melalui penelitiannya, ia memfokuskannya pada keperibadian kelompok sebagai tahap
awal. Teori yang dibangun menunjukkan bahwa terdapat pola-pola tetap dari perilaku
kelompok yang dapat diprediksi, yaitu:

• Sifat-sifat dari kepribadian kelompok


• Struktural internal hubungan antar anggota
• Sifat keanggotaan kelompok.

Temuan teoritis tersebut masih belum mampu memberikan jawaban atas suatu pertanyaan
yang berkaitan dengan pengaruh hubungan antar pribadi dalam kelompok. Hal inilah yang

30  
 
memunculkan suatu hipotesis dari Janis untuk menguji beberapa kasus terperinci yang ikut
memfasilitasi keputusan-keputusan yang dibuat kelompok.

Hasil pengujian yang dilakukan Janis menunjukkan bahwa terdapat suatu kondisi yang
mengarah pada munculnya kepuasan kelompok yang baik.

Asumsi penting dari groupthink, sebagaimana dikemukakan Turner dan West (2008: 276)
adalah:

• Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan kohesivitas tinggi.


• Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang menyatu
• Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok sering kali bersifat kompleks

Hasil akhir dari analisis Janis menunjukkan beberapa dampak negatif dari pikiran kelompok
dalam membuat keputusan, yaitu.

• Diskusi amat terbatas pada beberapa alternatif keputusan saja


• Pemecahan masalah yang sejak semula sudah cenderung dipilih, tidak lagi
dievaluasi atau dikaji uang
• Alternatif pemecahan masalah yang sejak semula ditolak, tidak pernah
dipertimbangkan kembali
• Tidak pernah mencari atau meminta pendapat para ahli dalam bidangnya.
• Kalau ada nasehat atau pertimbangan lain, penerimaannya diseleksi karena ada bias
pada pihak anggota.
• Cenderung tidak melihat adanya kemungkinan-kemungkinan dari kelompok lain akan
melakukan aksi penantangan, sehingga tidak siap melakukan antisipasinya.
• Sasaran kebijakan tidak disurvei dengan lengkap dan sempurna.

Ilustrasi Janis selanjutnya mengungkapkan kondisi nyata suatu kelompok yang dihinggapi
oleh pikiran kelompok, yaitu dengan menunjukkan delapan gejala perilaku kelompok
sebagai berikut:

• Persepsi yang keliru (illusions), bahwa ada keyakinan kalau kelompok tidak akan
terkalahkan.
• Rasionalitas kolektif, dengan cara membenarkan hal-hal yang salah sebagai seakan-
akan masuk akal.
• Percaya pada moralitas terpendam yang ada dalam diri kelompok.
• Streotip terhadap kelompok lain (menganggap buruk kelompok lain).

31  
 
• Tekanan langsung pada anggota yang pendapatnya berbeda dari pendapat
kelompok.
• Sensor diri sendiri terhadap penyimpangan dari sensus kelompok.
• Ilusi bahwa semua anggota kelompok sepakat dan bersuara bulat.
• Otomatis menjaga mental untuk mencegah atau menyaring informasi-informasi yang
tidak mendukung, hal ini dilakukan oleh para penjaga pikiran kelompok
(mindguards).

Kajian groupthink menemukan fakta menarik bahwa banyak peristiwa penting yang
berdampak luas disebabkan oleh keputusan sekelompok kecil orang, yang mengabaikan
informasi dari luar mereka.

Contoh : dalam peristiwa Pearl Harbour (1941), keputusan fatal diambil karena
mengabaikan informasi penting intelejen sebelumnya. Minggu-minggu menjelang
penyerangan Pearl Harbour di bulan Desember 1941 yang menyebabkan Amerika Serikat
terlibat Perang Dunia II, komandan-komandan militer di Hawaii sebetulnya telah menerima
laporan intelejen tentang persiapan Jepang untuk menyerang Amerika Serikat di suatu
tempat di Pasifik. Akan tetapi para komandan memutuskan untuk mengabaikan informasi
itu. Akibatnya, Pearl Harbour sama sekali tidak siap untuk diserang. Tanda bahaya tidak
dibunyikan sebelum bom-bom mulai meledak. Walhasil, perang mengakibatkan 18 kapal
tenggelam, 170 pesawat udara hancur dan 3700 orang meninggal.

Berdasarkan gejala-gejala yang ada, umumnya kelompok yang memiliki semangkin banyak
gejala yang ada ia akan semakin tidak baik. Para anggota kelompok akan memberikan
penilaian yang berlebihan terhadap kelompoknya seperti kelompoknyalah yang paling
benar. Selain itu kelompok pemikiran individu akan tertutup oleh pemikiran kelompok. Ketika
suatu kelompok memiliki pikiran yang tertutup, kelompok ini tidak akan mengindahkan
pengaruh-pengaruh dari keluar kelompok. Akan selalu ada tekanan untuk mencapai
keseragaman, adanya ilusi bahwa akan adanya kebulatan suara meskipun pada dasarnya
ada di antara kelompok yang tidak mendukung. Untuk mengatasi gejala-gejala pemikiran
kelompok seperti itu adalah dengan lebih banyak berpikir sebelum bertindak.

Contoh : ngototnya kepengurusan PSSI yang dipimpin oleh Nurdin Halid untuk tidak
mau mundur dari PSSI. Kelompok pendukungnya akan selalu memiliki argumen-argumen
yang selalu dilandasi oleh pemikiran kelompok.

32  
 
2.5 TEORI KERJA KELOMPOK EFEKTIF ANTARBUDAYA

John Oetzel mengatakan “Pemberdayaan budaya diantara anggota – anggota kebangsaan,


etnik, bahasa, gender, jabatan, usia, kelemahan dan lainnya, penting bagi kegunaan
kelompok. Perbedaan budaya yang paling penting dibagi dalam tiga kelompok; (1)
individualisme (2)kehendak diri dan (3) urusan rupa.”. (Littlejohn dan Foss, 2009: 335)

(1) Individualisme kolektivisme: Budaya individualis cenderung lebih memikirkan tujuan diri
sendiri daripada tujuan kelompok, sedangkan budaya kolektivis cenderung berpikir sebagai
bagian dari komunitas.

(2) Kehendak diri: Bagaimana anggota memikirkan diri sendiri, yaitu bebas dan
ketergantungan. Budaya individualis lebih cenderung bebas, yaitu melihat diri sendiri
sebagai pribadi yang unik, sedangkan budaya kolektivis cenderung ketergantungan, atau
lebih memikirkan hubungan dengan orang lain.

(3) Urusan Rupa : Perbedaan dalam bagaimana anggota mengatur kesan pribadi. Rupa diri
adalah kesan seseorang, rupa lain melibatkan kesan orang lain dan rupa bersama
mencakup hubungan antara diri sendiri dan orang lain.

Semakin heterogen suatu kelompok, maka akan semakin sulit untuk berkomunikasi secara
efektif dalam hal

• partisipasi setara
• mufakat berdasarkan pengambilan keputusan
• manajemen konflik yang tidak mendominasi
• komunikasi dengan penuh hormat.

Budaya campuran dalam keragaman kelompok akan mempengaruhi proses komunikasinya


dalam beberapa cara: pertama, jika sebuah kelompok berorientasi independen atau
individualistis, cenderung akan menggunakan strategi dominasi konflik, tetapi jika
orientasinya kolektif/ ketergantungan, cenderung akan menggunakan strategi kolaborasi
konflik. Anggota kelompok yang lebih individualistis cenderung akan lebih mengambil alih
dalam pembicaraan, sementara anggota kelompok kolektif/ saling ketergantungan akan
lebih memilih untuk menjalankan partisipasi setara diantara anggota. Dan akhirnya, saat
anggota kelompok lebih memilih menggunakan rupa lain atau rupa bersama, mereka akan
melakukan penggabungan keduanya.

Contoh budaya kolektivisme yang kental dapat terlihat pada kerusuhan supporter bola di
Indonesia. Salah satu “biang” kerusuhan supporter bola adalah pendukung dari Persib

33  
 
Bandung (Viking). Tujuannya adalah untuk menunjukkan siapa yang paling kuat antara
kedua pihak. Mengapa viking sering melakukan tindakan anarkis dan berakhir dengan
kerusuhan? Alasan yang sering muncul adalah karena ketidakpuasan jika tim mereka kalah,
terutama ketika dikalahkan di kota mereka sendiri. Apalagi, jika mereka kalah oleh musuh
abadi mereka. Alasan lain adalah loyalitas sebagai pendukung, wasit yang tidak adil, dan
kebencian di antara kelompok-kelompok suporter. Kesemuanya ini tumbuh dalam benak
supporter persib karena rasa kolektivisme yang terlalu kuat.

2.6 TEORI PSIKODINAMIKA DARI FUNGSI KELOMPOK

Teori Psikodinamika dari Fungsi Kelompok dikemukakan oleh Bion pada tahun 1948-1951.
Sebelumnya Bion melakukan pengamatan dan partisipasinya dalam kelompok-kelompok
terapi. Teori Psikodinamika dari Fungsi Kelompok berawal dari teori neo-analisis. Teori neo-
analisis lahir dari aliran-aliran neo-analisis yang bersumber pada teori Freud. Ada pula
tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori tersebut, seperti Sullivan, Adler, Fromm, dan
Hornay.

Asumsi Dasar dan Uraian Teori

Asumsi dasar dari teori psikodinamika dari fungsi kelompok, yaitu kelompok bukanlah
sekedar kumpulan individu, melainkan merupakan suatu satuan dengan ciri dinamika dan
emosi tersendiri. Kelompok-kelompok ini memiliki ciri, yaitu berfungsi pada taraf tidak sadar
yang berdasarkan atas suatu kecemasan dan motivasi yang ada dalam diri manusia.

Seperti yang diungkapkan oleh Sigmund Freud, dalam teori ini ada tiga kepribadian dalam
suatu kelompok, yang terdiri atas :

§ Kebutuhan-kebutuhan dan motif-motif (fungsi id),


§ Tujuan dan mekanisme (fungsi ego), dan
§ Keterbatasan-keterbatasan (fungsi superego).

Kelompok kerja juga dibicarakan dalam teori ini. Kelompok kerja merupakan suatu kelompok
yang bertujuan untuk melaksanakan tugas. Ada sejumlah peraturan dan prosedur yang
harus dilakukan. Bion cenderung menamakan kelompok kerja ini sebagai kelompok yang
bertaraf tinggi (sophisticated).

Bion mengemukakan ada tiga asumsi dasar mengenai mekanisme kerja kelompok yang
saling berkaitan, antara lain :

• Asumsi ketergantungan,
• Asumsi pasangan, dan

34  
 
• Asumsi melawan-lari
2.7 FUNDAMENTAL INTERPERSONAL RELATIONS ORIENTATION (FIRO)
THEORY

Fundamental Interpersonal Relations Orientation (FIRO) Theory ditemukan oleh William C.


Schultz. Teori ini ditemukan pada tahun 1960 untuk menggambarkan hal dasar mengenai
perilaku komunikasi di suatu kelompok kecil. Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang
memasuki kelompok karena adanya tiga kebutuhan interpersonal, yaitu : inclusion, control,
dan affection.

Teori ini memiliki kesinambungan dari yang diuraikan oleh Cragan dan Wright bahwa ada
dua dimensi interpersonal yang mempengaruhi keefektifan suatu kelompok, yaitu:
kebutuhan interpersonal dan proses interpersonal yang meliputi keterbukaan (disclosure),
percaya, dan empati.

Awal dari teori ini yaitu minat Schutz terhadap pembentukan kelompok-kelompok kerja yang
efektif. Pengamatan yang dilakukan Schutz sangat dipengaruhi oleh karya-karya Bion
(1949) dan Redl (1942) sehingga tidak mengherankan teori yang diungkapkan oleh Schutz
sangat berbau psikoanalisis.

Asumsi Dasar dan Uraian Teori

Ide pokok dari FIRO Theory adalah bahwa setiap orang mengorientasikan dirinya kepada
orang lain dengan cara tertentu dan cara ini merupakan faktor utama yang mempengaruhi
perilakunya dalam hubungan dengan orang lain dalam sebuh kelompok. Asumsi dasar dari
teori ini adalah suatu individu terdorong untuk memasuki suatu kelompok karena didasari
oleh beberapa hal, yaitu :

• Inclusion, yaitu keinginan seseorang untuk masuk dalam suatu kelompok. Dalam
posisi ini, seseorang cenderung berpikir bagaimana cara mereka berinteraksi dalam
lingkungan kelompok yang baru ini, seperti sikap apa yang akan saya ambil jika saya
memasuki kelompok ini. Dalam situasi ini, akan ada dua kemungkinan yang akan
dilakukan, yaitu bereaksi berlebihan (over-react) seperti mendominasi pembicaraan,
dan bereaksi kekurangan (under-react) seperti lebih sering mendengarkan atau hanya
ingin membagi sebagian kisah hidup kepada orang-orang yang dipercayai saja.
• Control, yaitu suatu sikap seseorang untuk mengendalikan atau mengatur orang lain
dalam suatu tatanan hierarkis. Dalam posisi ini pembagian kerja seperti sangat
dibutuhkan untuk menghasilkan sesuatu yang produktif. Situasi ini dapat menciptakan
beberapa sikap, yaitu otokrat (sikap individu yang memiliki kecenderungan lebih kuat

35  
 
atau mendominasi dari pada anggota kelompok lainnya), dan abdikrat (sikap individu
yang menyerah dan cenderung mengikuti apa yang dikatakan oleh individu yang
mendominasi).
• Affection, yaitu suatu keadaan dimana seseorang ingin memperoleh keakraban
emosional dari anggota kelompok yang lain. Dalam situasi ini, seseorang
membutuhkan kasih sayang sebagai suatu pendukung dalam menyelesaikan
pekerjaannya. Sikap seperti ini akan menciptakan overpersonal (suatu keadaan dalam
diri individu dimana tidak dapat mengerjakan pekerjaan karena tidak adanya ikatan
kasih sayang), dan underpersonal (suatu keadaan dalam diri individu dimana tidak
adanya kasih sayang yang diberikan anggota lain tidak berpengaruh terhadap
pekerjaannya).
2.8 TEORI PERKEMBANGAN KELOMPOK

Teori Perkembangan Kelompok dikemukakan oleh Bennis dan Shepherd pada tahun 1956.
Teori ini merupakan pengembangan atau setidaknya dipengaruhi dari apa yang telah
diungkapkan oleh orang-orang sebelumnya, seperti S. Freud, Kurt Lewin (1946), Sullivan
(1953), Schutz (1955) dan Carl Rogers.

Awal dari teori ini adalah dari ketidak-sengajaan Kurt Lewin pada tahun 1946 yang
menemukan dasar-dasar munculnya kelompok sensitivitas. Dilanjutkan pada tahun 1960-an
adanya kelompok pertemuan, dan Carl Rogers melihat adanya manfaat dari kelompok
pertemuan ini, yaitu pengembangan diri. Cara ini biasa dilakukan oleh para psikolog untuk
melatih pasien menemukan bagaimana dirinya sendiri. Kemudian pada tahun 1970-an,
ditemukan pula bahwa kelompok pertemuan ini juga dapat mempercepat suatu kehancuran
akibat dari kepemimpinan kelompok yang merusak.

Asumsi Dasar dan Uraian Teori

Asumsi dasar dari teori ini adalah proses perkembangan kelompok yang terjadi dalam
interaksi antara orang-orang yang berada dalam suatu situasi latihan di sebuh kelompok.
Teori Perkembangan Kelompok ini merupakan pembagian dari kelompok besar. Teori ini
merupakan suatu bagian dari tindak komunikasi kelompok pertemuan.

Bennis dan Shepherd meneliti teori perkembangan kelompok ini dari sebuah pengamatan
yang dilakukan pada kelompok-kelompok latihan di National Training Laboratory for Group
Development di Bethel, Maine, Amerika Serikat. Para peserta kelompok dipilih dari latar
belakang yang berbeda mulai dari pendidikan, sosial, dan ekonomi, begitu pula dengan
kepribadiannya. Pada awalnya anggota kelompok satu sama lain tidak saling mengenal.
Seorang pelatih memberikan tugas-tugas kepada kelompok tersebut dengan prosedur yang

36  
 
telah dibuat. Pertemuan antara anggota kelompok dilakukan beberapa kali dalam satu
menggu dan ini dilakukan dalam beberapa minggu. Untuk mencapai tujuan dari tugas-tugas
ini, yang mulanya tidak saling mengenal kini mau tidak mau harus saling berkenalan bahkan
saling berinteraksi untuk dapat menyelesaikan tugas yang diberikan pelatih. Inilah tahapan-
tahapan yang dilakukan ketika bergabung dalam suatu kelompok. Ada perkembangan atau
proses yang dilewati untuk pencapaian tujuan bersama yang telah disepakati. Bennis dan
Shepherd menyatakan bahwa tidak semua keompok bisa mencapai titik akhir
perkembangannya.

Tujuan dari pelatihan yang dilakukan dalam sebuah kelompok, antara lain: pada tingkat
individual dapat membantu peserta untuk mengembangkan motivasi dalam berinteraksi
terhadap orang lain, peningkatan pemahaman terhadap situasi kelompok, peningkatan
kendali terhadap komunikasi antar manusia, menambah keragaman perilaku sosial pada
setiap peserta latihan; sedangkan pada tingkat kelompok dapat membentuk suatu
komunikasi yang valid dimana setiap anngota dapat mengkomunikasikan perasaan,
motivasi, keinginannya secara bebas dan tepat.

Tahapan-tahapan perkembangan kelompok yang biasanya dilalui seseorang dalam suatu


kelompok, terdiri atas :

• Tahap Otoritas, yaitu tahap di mana keraguan ketergantungan dapat dicairkan.


Tahapan ini terdiri atas tiga subtahap, yaitu : tahap ketergantungan, tahap
pemberontakan, dan tahap pencairan.
• Tahap Pibadi, yaitu tahap di mana dicairkan keraguan saling ketergantungan.
Tahapan ini terdiri atas tiga subtahap, yaitu : tahap harmoni, tahap identitas pribadi,
dan tahap pencairan masalah.
2.9 TEORI SINTALITAS KELOMPOK (GROUP SYNTALITY THEORY)

Teori Sintalitas Kelompok merupakan perwujudan dari proses komunikasi dari suatu
kelompok. Teori ini dikembangkan oleh Cattell pada tahun 1948. Cattell berpendapat bahwa
untuk dapat membuat perkiraan-perkiraan ilmiah yang tepat, segala sesuatu harus dapat
diuraikan, diukur, dan diklasifikasikan dengan tepat dan cermat.

Dalam teori sintalitas ini, Cattell menjelaskan bahwa dalam suatu kelompok haruslah
memiliki kepribadian yang dapat dipelajari. Dengan alasan ini, Cattell dengan teorinya
dikatakan sebagai pengembang Psikologi yang dinamakan Psikologi Kepribadian Kelompok.

Asumsi Dasar dan Uraian Teori

37  
 
Asumsi dasar dari teori ini merupakan asal kata dari sintalitas (syntality) yang digunakan
oleh Cattell untuk menunjukkan “kepribadian kelompok” yang mencankup kebersamaan,
dinamika, temperamen, dan kemampuan kelompok.

Dasar-dasar pendapat yang dikemukakan oleh Cattell dipengaruhi oleh pandangan


McDougall (1920) tentang kelompok, yaitu :

• Perilaku dan struktur yang khas dari suatu kelompok akan tetap ada walaupun
anggota-anggotanya berganti.
• Pengalaman-pengalaman kelompok direkam dalam ingatan.
• Kelompok menunjukkan adanya dorongan-dorongan.
• Kelompok mampu berespons secara keseluruhan terhadap suatu rangsang yang
tertuju pada salah satu bagiannya.
• Kelompok menunjukkan emosi yang bervariasi.
• Kelompok menunjukkan adanya pertimbangan-pertimbangan kolektif (bersama).

Cattell mengemukakan setidaknya membutuhkan tiga panel dalam suatu kelompok, yang
terdiri atas: sifat-sifat sintalitas yaitu pengaruh dari adanya kelompok sebagai keseluruhan,
baik terhadap kelompok lain maupun terhadap lingkungan; sifat-sifat struktur kelompok yaitu
hubungan yang tercipta antara anggota kelompok, perilaku-perilaku di dalam kelompok, dan
pola organisasi kelompok; dan sifat-sifat populasi yaitu sifat rata-rata dari anggota-anggota
kelompok. Hubungan dari ketiga panel ini adalah saling ketergantungan.

Selain dari tiga panel yang telah diuraikan tersebut, Cattell juga menyatakan adanya dua
aspek penting pada kelompok, yaitu : eksistensi kelompok tergantung pada kebutuhan
individu anggotanya dan kelompok-kelompok biasanya saling tumpang tindih.

2.10 TEORI PRESTASI KELOMPOK (THEORY OF GROUP


ACHIEVEMENT)

Teori Prestasi kelompok dikemukakan oleh Stogdill pada tahun 1959. Stogdill menganggap
bahwa teori-teori tentang kelompok pada umumnya didasarkan pada konsep tentang
interaksi yang memiliki kelemahan teoritis tertentu. Maka dari itu, Stogdill mengajukan teori
prestasi kelompok.

Teori yang dikemukakan oleh Stogdill ini, menyertakan masukan (input), variabel media, dan
prestasi (output) dari suatu kelompok. Teori ini merupakan hasil pengembangan dari teori-
teori sebelumnya yang tergolong dalam tiga orientasi yang berbeda, seperti: orientasi
penguat (teori-teori belajar), orientasi lapangan (teori-teori tentang interaksi), dan orientasi
kognitif (teori-teori tentang harapan).

38  
 
Asumsi Dasar dan Uraian Teori

Asumsi dasar dari teori ini adalah proses terjadinya dalam kelompok dimana dimuiai dari
masukan ke keluaran melalui variabel-variabel media. Dalam teori ini akan terdapat umpan
balik (feed-back).

Berikut ini adalah penjabaran teori prestasi yang terbagi atas beberapa faktor yang
mempengaruhi suatu kelompok, yaitu :

ü Masukan dari anggota


Masukan dari anggota merupakan sumber input. Menurut Stogdill, kelompok adalah
suatu sistem interaksi yang terbuka. Struktur dan kelangsungan sistem sangat
bergantung pada tindakan-tindakan anggota dan hubungan antara anggota. Ada tiga
elemen penting yang termasuk dalam masukan anggota, yaitu : interaksi sosial
(menyatakan suatu hubungan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, interaksi ini
terdiri atas aksi dan reaksi antara anggota-anggota kelompok yang berinteraksi);
hasil perbuatan (bagian dari suatu interaksi yang dapat diaplikasikan dalam bentuk
kerja sama, berencana, menilai, berkomunikasi, membuat kepetusan); dan harapan
(kesediaan untuk mendapatkan suatu penguat, fungsi dari harapan ini adalah
sebagai dorongan (drive), perkiraan tentang menyenangkan atau tidaknya dasil, dan
perkiraan tentang kemungkinan hasil itu akan benar-benar terjadi).
ü Variabel media
Variabel media menjelaskan mengenai beroperasi dan berfungsinya suatu kelompok.
Elemen-elemen yang ada di dalamnya, yaitu : struktur formal (struktur formal
mencakup fungsi dan status dimana kelompok terdiri atas individu-individu yang
masing-masingmembawa harapan dan perbuatannya sendiri) dan struktur peran
(struktur peran mencakup tanggung jawab dan otoritas dimana individu yang
menduduki posisi tertentu hampir tidak berpengaruh pada status dan fungsi posisi
tersebut).
ü Prestasi kelompok
Prestasi kelompok merupakan output atau tujuan dari kelompok. Ada tiga unsur yang
mjenentukkan prestasi kelompok, yaitu : produktivitas (derajat perubahan harapan
tentang nilai-nilai yang dihasilkan oleh perilaku kelompok), moral (derajat kebebasan
dari hambatan-hambatan dalam kerja kelompok menuju tujuannya), dan kesatuan
(tingkat kemampuan kelompok untuk mempertahankan struktur dan mekanisme
operasinya dalam kondisi yang penuh tekanan (stress).
2.11 Drive Theory

39  
 
Drive Theory merupakan perkembangan yang dilakukan oleh Robert Zajonc pada tahun
1965. Dapat dikatakan bahwa teori ini adalah penengah di antara perbedaan pendapat para
peneliti. Dimulai dari pernyataan Allport mengenai fasilitas sosial yang digambarkan sebagai
prestasi individu yang meningkat karena disaksikan kelompok. Fasilitas berasal dari kata
Prancis “facile” yang artinya mudah.

Kecenderungan peran serta kelompok dalam fasilitas sosial menunjukkan hal yang positif
terhadap seseorang diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Triplett (1897),
Munsterberg (1914), dan Moede (1920). Namun menjadi tanda tanya ketika penelitian
tersebut dilakukan oleh Floyd Alport pada tahun 1924 karena hasilnya tidak selalu positif.
Floyd Alport kemudian menyimpulkan bahwa kehadiran kelompok bersifat fasilitatif bila
pekerjaan yang dilakukan berupa pekerjaan keterampilan yang sederhana, dan kelompok
dapat mempersulit pekerjaan bila pekerjaan berkenaan dengan nalar dan penilaian.

Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Gates dan Allee (1933), Pessin (1933),
dan Husband (1940) yang menemukan hasil yang tidak konsisten. Mereka beranggapan
bahwa kelompok kadang-kadang fasilitatif, dan sewaktu-waktu destruktif terhadap
pelaksanaan kerja.

Para peneliti pun mengalihkan perhatiannya dari perbedaan hasil penelitian ini, namun
Robert Zajonc berusaha menyimpulkan hasil dari perbedaan penelitian tersebut dan
terciptalah drive theory.

Asumsi Dasar dan Uraian Teori

Asumsi dasar dari drive theory yaitu adanya orang lain dapat dianggap menimbulkan efek
pembangkit energi (energizing effect) pada perilaku individu, efek ini akan memberikan
sebuah energi yang dominan. Energi dominan ini bersifat positif ataupun negatif tergantung
pada benar salahnya respons yang dihasilkan seseorang.

Zajonc berhasil mengatasi kemelut inkonsistensi pada para peneliti sebelumnya namun di
dalam drive theory seolah-olah dijelaskan bahwa baik atau buruknya prestasi anggota
kelompok tidak hanya karena kehadiran kelompok tetapi juga karena adanya pengawasan
dan penilaian dari kelompok.

2.12 INGROUP AND OUTGROUP THEORY

Ingroup and Outgroup Theory dikemukakan oleh Sumner. Teori ini merupakan lanjutan dari
penjelasan yang telah dikemukakan oleh Charles Horton Cooley mengenai kelompok
primer dan kelompok sekunder. Dijelaskan oleh Cooley bahwa ketika seseorang menjadi

40  
 
anggota banyak kelompok, hanya beberapa saja yang terikat secara emosional. Kelompok-
kelompok yang terikat secara emosional ini disebut kelompok primer dan sebagai anggota
pasti akan menganggap bahwa kelompok tersebut adalah kelompok “kita”. Pengakuan inilah
yang disebut dengan Ingroup Theory.

Asumsi Dasar dan Uraian Teori

Ingroup adalah kelompok “kita”, sedangkan outgroup adalah kelompok mereka. Selain
termasuk dalam kelompok primer, ingroup theory pun berkaitan dengan kelompok sekunder
karena adanya pengakuan bahwa “kita” adalah bagian dari kelompok baik itu yang terikat
secara emosional ataupun tidak.

Dalam suatu hubungan ingroup akan ada perasaan semangat untuk melakukan sesuatu
untuk kelompok yang dianggap bagian dari “kita”. Rasa semangat ini disebut kohesi
kelompok.

Ada tahapan-tahapan yang dilalui jika tergabung dalam suatu ingroup dan harus bersaing
dengan outgroup. Awalnya mungkin setiap kelompok hanya berinteraksi dengan rekan
sesama kelompoknya saja, namun bisa berkembang berteman dengan kelompok lain
bahkan bisa juga terjadi konflik. Adanya konflik sudah dipastikan akan ada pula
penyelesaiannya. Terkadang akhir dari sebuah konflik akan menciptakan persahabatan
antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Pada tahapan terakhir antara hubungan
ingroup dan outgroup akan tercipta suatu kerja sama yang baik.

2.13 TEORI PERTUKARAN SOSIAL (SOCIAL EXCHANGE THEORY)


Social Exchange Theory menelaah bagaimana kontribusi seseorang dalam suatu hubungan
mempengaruhi kontribusi orang lainnya. Pencetus teori ini adalah Thibaut dan Kelley, yang
mengemukakan bahwa orang mengevaluasi hubungannya dengan orang lain.

Teori ini tidak hanya dapat diaplikasikan dalam hubungan antarpersona tetapi juga pada
suatu kelompok. Teori ini memandang suatu hubungan sebagai suatu transaksi dagang,
maksudnya adalah orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu
untuk memenuhi kebutuhannya. Teori ini seolah-olah memberikan gambaran ketika
seseorang memasuki suatu kelompok akan memikirkan laba dan rugi yang akan
diterimanya. Hal tersebut juga terkadang dilakukan oleh kelompok.

Asumsi Dasar dan Uraian Teori

Menurut pencetus teori ini, Thibaut dan Kelley, asumsi dasar yang mendasari seluruh
analisisnya bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan

41  
 
sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari beberapa segi,
antara lain :

• Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari
suatu hubungan.
• Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan.
• Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya.
• Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai
kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang.

Roloff (1981) mengemukakan bahwa asumsi tentang perhitungan antara ganjaran dan
upaya (untung-rugi) tidak berarti bahwa setiap anggota dalam kelompok selalu berusaha
untuk saling mengeksploitasi, tetapi bahwa orang lebih memilih lingkungan dan hubungan
yang dapat memberikan hasil yang diinginkannya. Hubungan yang ideal akan terjadi
bilamana anggota kelompok dapat saling memberikan cukup keuntungan sehingga
hubungan tersebut menjadi sumber yang dapat diandalkan bagi kepuasan anggota
kelompok ataupun kelompoknya..

Suatu kenyataan dalam kehidupan kita adalah bahwa banyak hubungan kita dengan orang
lain bersifat temporer. Ketika mengembangkan dan mengakhiri hubungan, kita akan
melewati serangkaian tahap keakraban/keintiman.

Knap (1978) membagi tahapan-tahapan hubungan yang lebih akrab dengan orang lain
dalam sebuah kelompok menurut, yaitu :

• Inisiasi, mencakup percakapan singkat dan saling memberi salam antar anggota
kelompok.
• Eksperimen, masing-masing akan mulai mengungkap informasi mengenai pribadinya,
percakapan pada tahap ini berfungsi menjajaki terjadinya hubungan lebih lanjut, dan
membantu dalam mengungkapkan persamaan atau perbedaan kepentingan.
• Intensifikasi, melibatkan penyelidikan yang lebih pada kepribadian masing-masing
anggota kelompok.
• Integrasi, menciptakan rasa ”bersama”, rasa ”kami/kita”, di mana anggota-anggota
kelompok bertindak sebagai suatu unit dan bukan sebagai individu yang terpisah.
• Ikatan, terjadi ketika anggota kelompok masuk pada suatu ritual yang secara formal
mengakui hubungan jangka panjangnya.

42  
 
2.14 MODEL CHESEBRO, CRAGAN, DAN MCCULLOUGH
Model Chesebro, Cragan, dan McCullough merupakan model yang sama dengan
penemunya, yaitu James Chesebro, John Cragan, dan Patricia McCullough.

Teori ini merupakan hasil dari studi lapangan yang dilakukan oleh ketiga penemunya di
Minessota tentang gerakan revolusioner kaum homoseksual.

Awal dari adanya penelitian yang dilakukan ketiganya karena pada tahun 1960-an di
Amerika muncul gerakan emansipasi wanita yang radikal, tujuannya untuk menentang
masyarakat yang didominasi oleh kaum pria. Gerakan radikal ini merupakan pendorong dari
gerakan radikal yang dilakukan oleh kelompok sesudahnya. Misalnya saja pada tahun 1978,
dunia dikejutkan dengan terjadinya peristiwa bunuh diri masal yang dilakukan oleh 900
orang anggota Kuil Rakyat dari pendeta Jimmy Jones. Komunikasi kelompok digunakan
untuk mempengaruhi tindakan tersebut.

Asumsi Dasar dan Uraian Teori

Asumsi dasar yang ada dari teori ini adalah adanya empat tahap perkembangan dari
kelompok penyadar, yaitu :

• Kesadaran diri akan identitas baru, dalam kesadaran akan suatu identitas baru diambil
contoh kelompok kaum homoseksual; anggota-anggota yang berkumpul dalam suatu
kelompok terdiri dari karakteristik yang mirip sebagai dasar pembentukkan kelompok.
Karakteristik yang mirip ini akan menciptakan sebuah komunikasi yang bergairah
karena adanya kesamaan cerita antara anggota yang satu dengan yang lain, seperti
perasaan dimana anggota-anggota dalam kelompok tersebut memiliki pemikiran yang
sama sehingga cenderung merasa dihargai.
• Identitas kelompok melalui polarisasi, jika pada tahapan pertama dibicarakan
kesamaan apa yang dirasakan oleh anggota-anggota dari kelompok homoseksual,
maka pada tahap ini terjadi sebaliknya. Akan ada pembicaraan yang berbeda satu
sama lain yang dikemukakan atas pandangannya sendiri, seperti penindasan yang
didapatkannya. Dengan adanya perbedaan pendapat ini akan tercipta diskusi yang
hangat dimana para anggota kelompok akan menganalisis segala hal yang
diungkapkan oleh anggota kelompoknya.
• Menegakkan nilai-nilai baru bagi kelompok, pada tahapan ini akan tercipta sebuah
aturan atau pengertian baru yang dianggap kelompoknya “benar” meskipun itu
bertentangan dengan aturan atau norma yang telah ada di masyarakat pada
umumnya. Nilai-nilai baru ini sengaja diciptakan oleh anggota-anggota kelompok
homoseksual untuk melegalkan apa yang dilakukannya.

43  
 
• Menghubungkan diri dengan kelompok revolusioner, menyadari akan banyak sekali
perbedaan antara dirinya (kelompok homoseksual) dengan masyarakat maka bisa
saja kelompok homoseksual mengisolasi kelompoknya dan hanya ingin berhubungan
dengan kelompok sejenis.

2.15 TEORI SOSIOMETRIK


Sosiometris dapat diartikan sebagai pendekatan metodologis terhadap kelompok-kelompok
yang diciptakan mula-mula oleh Moreno dan kemudian dikembangbangkan oleh Jennings
dan oleh yang lainnya. Pada dasarnya teori ini berhubungan dengan “daya tarik” (attraction)
dan “penolakan” (repulsions)yang dirasakan oleh individu-individu terhadap satu sama lain
serta implikasi perasaan-perasaan ini bagi pembentukan dan struktur kelompok.

Meskipun sosiometris tidak langsung berke[entingan dengan komunikasi, struktur


sosiometris dari suatu kelompok tidak dapat disangkal berhubungan dengan beberapa hal
yang terjadi dalam komunikasi kelompok. Cukup masuk akal untuk menganggap bahwa
individu yang merasa tertarik satu sama lain dan yang saling menempatkan diri pada
peringkat yang tinggi akan lebih suka berkomunikasi sedemikian rupa sehingga
membedakan mereka dari berkomunikasi anggota-anggota kelompok yang saling
membenci.

William Ogburn

Asumsi dasar

Sosiometrik merupakan sebuah konsepsi psikologis yang mengacu pada suatu pendekatan
metodologis dan teoritis terhadap kelompok, yang berasumsi bahwa individu- individu dalam
kelompok yang merasa tertarik satu sama lain akan lebih banyak melakukan tindakan
komunikasi, sebaliknya individu-individu yang saling menolak maka hanya sedikit atau
kurang melakukan tindakan komunikasi.

Esensi teori

Tataran atraksi atau ketertarikan dan penolakan (repulsion) dapat di ukur melalui alat tes
sosiometri, dimana setiap anggota ditanyakan untuk memberi jenjang atau rangking
terhadap anggota-anggota lainnya, dalam kerangka ketertarikan antarpribadi (interpersonal)
dan keefektipan tugas (task effectiveness). Dengan menganalisis struktur kelompok dengan
sosiometri ini, seseorang dapat menentukan bagaimana kelompok yang padu dan produktif
yang mungkin terjadi.

44  
 
Teori sosiometrik ini berhubungan dengan teori percakapan kelompok yang dimana dalam
teori percakapan kelompok ini berkaitan dengan produktivitas kelompok atau upaya melalui
pemeriksaan yang berupa masukan dari anggota.

Contoh :

Karena memiliki kesamaan selera dan minat, maka beberapa orang memutuskan untuk
membuat suatu kelompok ataupun perkumpulan. Sebaliknya, jika tidak memiliki kesamaan,
maka orang akan menolak untuk membuat kelompok.

3. KOMUNIKASI ORGANISASI

Komunikasi organisasi (organizational communication) menunjuk pada pola dan bentuk


komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan organisasi. Komunikasi organisasi
melibatkan bentuk-bentuk komunikasi formal dan informal, serta bentuk-bentuk komunikasi
antar pribadi dan komunikasi kelompok. Pembahasan teori-teori komunikasi organisasi
antara lain menyangkut struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar manusia, komunikasi
dan proses pengorganisasian, sera kebudayaan organisasi.

Definisi fungsional : Pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi


yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit
komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan
berfungsi dalam suatu lingkungan.

Definisi interpretif : Proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan organisasi.
Komunikasi organisasi adalah proses penciptaan makna atas interaksi yang menciptakan,
memelihara dan mengubah organisasi.

Perspektif komunikasi : Organisasi tidak terbentuk karena adanya surat / dokumen


persetujuan, tetapi organisasi ada sejak adanya interaksi/komunikasi tertentu diantara
orang-orang yang menunjukkan bahwa mereka tengah berorganisasi.

3.1 TEORI BIROKRASI WEBER

Birokrasi berhubungan dengan organisasi masyarakat yang disusun secara ideal. Birokrasi
dicapai melalui formalisasi aturan, struktur, dan proses di dalam organisasi. Para teoritikus
klasik seperti Fayol (1949), Taylor (1911), dan Weber (1948), selama bertahun-tahun telah
mendukung model birokrasi guna meningkatkan efektivitas administrasi organisasi. Max
Weber adalah sosok yang dikenal sebagai bapak birokrasi. Tradisi: Sosio-Psikologi.

45  
 
]Menurut Weber (1948), organisasi birokrasi yang ideal menyertakan delapan karakteristik
struktural.

Pertama, aturan-aturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang distandarkan dan arah
tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas organisasi. Weber menggambarkan
pengembangan rangkaian kaidah dan panduan spesifik untuk merencanakan tugas dan
aktivitas organisasi.

Kedua, spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi pekerja
untuk menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan tugas yang rumit. Dengan
memecah tugas-tugas yang rumit ke dalam aktivitas khusus tersebut, maka produktivitas
pekerja dapat ditingkatkan.

Ketiga, hirarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan anggota organisasi
didasarkan pada keahlian pemegang jabatan secara individu, membantu mengarahkan
hubungan intra personal di antara anggota organisasi guna menyelesaikan tugas-tugas
organisasi.

Keempat, pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang mereka
miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka. Para
manajer harus mengevaluasi persyaratan pelamar kerja secara logis, dan individu yang
berkualitas dapat diberikan kesempatan untuk melakukan tugasnya demi perusahaan.

Kelima, mampu tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung jawab
memungkinkan aktivitas organisasi dapat diselesaikan oleh individu yang berbeda. Mampu
tukar ini menekankan pentingnya tugas organisasi yang relatif untuk dibandingkan dengan
anggota organisasi tertentu yang melaksanakan tugasnya-tugasnya.

Keenam, impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di antara


anggota organisasi mengarahkan individu ke dalam kinerja tugas organisasi. Menurut
prinsipnya, anggota organisasi harus berkonsentrasi pada tujuan organisasi dan
mengutamakan tujuan dan kebutuhan sendiri. Sekali lagi, ini menekankan prioritas yang
tinggi dari tugas-tugas organisasi di dalam perbandingannya dengan prioritas yang rendah
dari anggota organisasi individu.

Ketujuh, uraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota organisasi
sebagai garis besar tugas formal dan tanggung jawab kerjanya. Pekerja harus mempunyai
pemahaman yang jelas tentang keinginan perusahaan dari kinerja yang mereka lakukan.

46  
 
Kedelapan, rasionalitas dan predictability dalam aktivitas organisasi dan pencapaian tujuan
organisasi membantu meningkatkan stabilitas perusahaan. Menurut prinsip dasarnya,
organisasi harus dijalankan dengan kaidah dan panduan pemangkasan yang logis dan bisa
diprediksikan.

Asumsi

• Organisasi adalah sebuah sistem yang bertujuan, aktivitas interpersonal didesain


untuk mengkoordinasi tujuan individu. Hal ini tidak dapat dilakukan tanpa otoritas,
spesialisasi dan regulasi
• Prinsip pertama, Otoritas, dapat hadir dengan kekuasaan, akan tetapi dalam
organisasi, otoritas harus ‘dilegitimasi’ atau diotoritasi secara formal oleh organisasi.
Efektivitas organisasi bergantung atas derajat dimana manajemen mendapat daya
legitimasi.
• Organisasi dibangun sebagai sebuah sistem rasional oleh kekuatan aturan,
membuatnya mempunyai otoritas rasional-legal (rational-legal authority). Cara terbaik
untuk menyusun otoritas rasional-legal adalah dengan hierarki. Hierarki ini
didefinisikan oleh regulasi dalam organisasi. Prinsip yang berhubungan dengan
otoritas adalah bahwa pekerja tidak boleh mempunyai kepemilikan dalam sebuah
organisasi, karena ini akan membuat legitimasi tidak berjalan.
• Prinsip kedua, spesialisasi, ialah pembagian individu-individu berdasar divisi dimana
setiap orang mengetahui tugasnya dalam organisasi. Disinilah perbedaan antara
organisasi biasa dengan sebuah birokrasi. Dalam birokrasi terdapat jobdesk kerja
yang jelas.
• Aspek yang ketiga dari birokrasi adalah aturan/regulasi. Apa yang membuat koordinasi
organisasional menjadi mungkin adalah seperangkat aturan umum yang membangun
perilaku keseluruhan. Aturan ini harus rasional, dimana mereka didesain untuk
pencapaian tujuan organisasi.

Kelebihan Sistem Birokrasi Max Weber

Ada Aturan, Norma, dan Prosedur untuk Mengatur Organisasi

Dalam model teori birokrasi Max Weber, ditekankan mengenai pentingnya peraturan. Weber
percaya bahwa peraturan seharusnya diterapkan secara rasional dan harusnya ada
peraturan untuk segala hal dalam organisasi. Tentunya, peraturan-peraturan itu tertulis.
Dengan demikian, organisasi akan mempunyai pedoman dalam menjalankan tugas-
tugasnya

47  
 
Kekurangan Sistem Birokrasi Max Weber:

Hierarki Otoritas Yang Formal Malahan Cenderung Kaku

Karena sistem hierarki perusahaan, maka bawahan akan segan menyapa atasannya kalau
tidak benar-benar perlu. Hal ini menciptakan suasana formal yang malah cenderung kaku
dalam organisasi.

Birokrasi sebagai wewenang atau kekuasaan yang berbagai departemen pemerintah dan
cabang-cabangnya memeperebutkan diri untuk mereka sendiri atas sesama warga negara.
Kamus teknik bahasa Italia terbit 1823 mengartikan birokrasi sebagai kekuasaan pejabat di
dalam administrasi pemerintahan.

Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah suatu sistem
kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan
sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja
individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar

(Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976; Mouzelis, dalam Setiwan,1998)

3.2 TEORI INFORMASI ORGANISASI

Weick menggunakan istilah enactment untuk menunjukkan gagasan bahwa fenomena


tertentu (seperti organisasi) diciptakan oleh apa yang dibicarakan atau aktivitas komunikasi.
Karl E. Weick secara luas dianggap sebagai salah satu pemikir paling berpengaruh dalam
generasinya di bidang studi organisasi. Melalui presentasi dan tulisan-tulisannya, ia telah
sangat mempengaruhi bagaimana teori organisasi dipelajari dan diajarkan. Tradisi:
sibernatika.

Teori Weick menggunakan komunikasi sebagai sebuah dasar bagi pengorganisasian


manusia dan memberikan sebuah pemikiran untuk memahami bagaimana manusia
berorganisasi. Organisasi bukanlah susunan yang terbentuk oleh posisi dan peranan, tetapi
oleh aktivitas komunikasi. “Aktivitas organisasi secara langsung merujuk pada menyusun
level kata yang pasti. Weick memakai bentuk ketidakpastian dan ambiguitas, integritas:
Organisasi mencoba untuk mentransformasi informasi ambigu dalam derajat khusus yang
dapat bekerja dan dapat menyesuaikan”.

Kegiatan berorganisasi berfungsi untuk mengurangi ketidakpastian informasi. Secara


singkat teori enactment berpendapat bahwa organisasi memiliki karakteristik kompleksitas
dan perubahan lingkungan yang dipersepsikan manajemen secara kolektif. Setiap
organisasi memiliki kompleksitas dan peruhan lingkungan yang berbeda-beda tergantung

48  
 
persepsi mereka terhadap ketidakpastian lingkungan. Kompleksitas dan perubahan
lingkungan menuntut para pengambil keputusan (para manajer) untuk menyiapkan respons
yang baik atas persepsi terhadap ketidakpastian lingkungan, (Hatch dan Cunliffe, 2006).
Lebih lanjut Weik (1969) berpendapat bahwa jika lingkungan organisasi semakin kompleks
dan sulit dikelola, maka organisasi hanya bisa bereaksi berdasarkan pengalaman para
manajemen dalam krisis dan ketidakpastian tersebut.

Semua informasi dari lingkungan menurut Weick, equivocal atau ambigu pada suatu derajat,
dan aktivitas organisasi dibuat untuk mengurangi kurangnya kepastian. Organisasi
merupakan proses evolusi dengan tiga bagian: Enactment, selection dan retention.
Enactment ialah definisi dari situasi atau register informasi ambigu dari luar. Proses seleksi
pada anggota organisasi menerima suatu informasi sebagai yang relevan dan menolak
informasi lainnya. Proses ketiga yaitu retention, sesuatu yang pasti akan dijaga untuk
digunakan nanti.

Asumsi

• Organisasi bukanlah struktur-struktur yang membuat posisi dan peran, tetapi aktivitas-
aktivitas komunikasi. Oleh karenanya lebih pantas untuk menyebutnya sebagai
‘organizing’ ketimbang ‘organization’ karena ‘organization’ adalah sesuatu yang dituju
manusia melalui proses komunikasi yang terus-menerus. Ketika orang berinteraksi
dalam kehidupan sehari-hari mereka meng-create sebuah organisasi.
• Secara khusus, interaksi yang membentuk sebuah organisasi mengandung sebuah
tindakan (act) atau sebuah pernyataan (statement) atau tingkah laku (behavior) dari
seorang individu. Masalahnya adalah bagaimana orang lain merespon hal-hal
tersebut.
• Sebuah interaksi (an interact) menghubungkan sebuah aksi yang diikuti oleh sebuah
respon. Sebuah interaksi ganda (a double interact) menghubungkan sebuah akso
yang diikuti oleh sebuah respon kemudian penyelarasan (adjustment) atau diteruskan
lagi oleh orang pertama (original person). Aktivitas dari organizing biasanya adalah
interaksi ganda.
• Interaksi-interaksi tersebut sebenarnya membangun makna bersama di antara
anggota, dan makna yang dibangun oleh anggota-anggota tersebut menyusun
mekanisme yang mereduksi ketidakpastian (equivocality).
• Dengan begitu, pada dasarnya teori ini berasumsi bahwa semua informasi dalam
sebuah lingkungan adalah equivocal atau ambigu, dan kegiatan ‘organizing’ didesain
untuk mereduksi hal tersebut.
• Organizing adalah proses evolusioner yang terdiri dari tiga bagian:

49  
 
o enactment: definisi dari situasi atau pendaftaran informasi equivocal dari luar.
Disini, seseorang memerhatikan pada stimulus dan mengetahui adanya
equivocalitas. Ketika orang menerima sebuah pesan, ia telah menolak
equivocalitas, untuk fokus pada pesan.
o Selection: dimana anggota organisasi menerima beberapa informasi yang
relevan dan menolak informasi yang lain. Equivocal yang masih ada dalam
informasi kemudian dibuang.
o Retention: beberapa hal disimpan untuk penggunaan di masa mendatang.
• Setelah Retention terjadi, seseorang dihadapkan pada choice point, dimana ia
memutuskan apakah membangun kembali lingkungan dengan cara yang sama.
3.3 TEORI KOORIENTASI ORGANISASI

James Taylor dan beberapa rekannya yang melanjutkan gagasan Weick memandang
organisasi sebagai suatu proses interaksi, tetapi Tayor menguraikan gagasannya dengan
cara yang berbeda dengan Weick. Dengan menggabungkan berbagai teori seperti teori
mengenai linguistik, wacana, dan organisasi. Taylor melalui teorinya yang dinamakan
“koorientasi organisasi” (coorientation theory of organization) menjelaskan bagaimana
organisasi dibangun melalui percakapan. Tradisi: sosiokultural.

Asumsi

• Berorganisasi adalah sebuah proses sirkuler dengan interaksi dan saling


memengaruhi interpretasi antara satu dengan yang lain. Dengan kata lain, interaksi
menyebabkan pembagian makna.
• Conversation dibedakan dengan text. Conversation adalah interaksi atau bagaimana
partisipan bertindak dan memperlakukan orang lain (apa kata yang mereka gunakan,
bagaimana gesturenya dll). Text adalah apa yang telah dikatakan, isi dan gagasan
yang terkandung dalam penggunaan bahasa. Ketika kita memerhatikan apa yang
terjadi berarti kita terlibat dengan conversation, tetapi bila kita memerhatikan apa yang
telah dikatakan maka kita berhadapan dengan text.
• Akan tetapi Conversation dan text, tak bisa dipisahkan begitu saja. Conversation
hanya dipahami dalam term text, dan text dipahami hanya dalam term Conversation.
Hal ini disebut double translation. Bahasa dan gesture yang digunakan seseorang
dipengaruhi oleh apa yang telah dikatakan (from text to conversation). Di saat yang
sama, kita mendapatkan makna dari perilaku, menyeleksinya, kemudian fokus pada
hubungan-hubungan dan membuat keputusan mengenai perilaku apa yang harus kita
lakukan (from conversation to text)

50  
 
• Meskipun komunikasi dapat dilakukan dengan bebas, kita dipengaruhi oleh konvensi
kebahasaan dan bentuk-bentuk komunikasi yang telah ada dalam sebuah organisasi.
Kebenaran interpretasi adalah ‘makna yang sama’. Dalam sebuah komunikasi
terdapat proses co-orientation dimana ketika dua orang mengorientasikan diri pada
objek (topik, isu, situasi dll) komunikator bekerja untuk menegosiasikan makna yang
koheren mengenai objek itu.
3.4 TEORI STRUKTURASI

Menurut Poole dan McPhee, struktur merupakan manifestasi dan produk komunikasi dalam
organisasi. Struktur organisasi tercipta ketika individu berkomunikasi dengan individu lainnya
pada perumpamaan (metafor) tiga “lokasi” (sites) atau :pusat strukturasi” (centers of
structuration), yaitu lokasi konsepsi, lokasi implementasi, dan lokasi resepsi. Tradisi:
sosiokultural.

Asumsi

• Struktur adalah sebuah manifestasi sekaligus produk dari komunikasi dalam sebuah
organisasi.
• Struktur formal sebuah organisasi adalah pengumuman tahunan, chart organisasi,
kebijakan menyusun dua jenis komunikasi: 1) pemberitahuan tidak langsung kepada
pekerja mengenai organisasi, 2) sebuah cara dimana anggota dapat berbicara
mengenai komunikasi dalam organisasi mereka.
• Struktur organisasional disusun ketika individu berkomunikasi dengan yang lain dalam
‘tiga situs’ atau ‘centres of structuration’:
o conception; dimana orang membuat keputusan dan pilihan yang membatasi apa
yang dapat terjadi dalam organisasi. Misalnya keputusan universitas mengenai
pembuatan satu program studi berakibat pada garis komunikasi organisasi.
o Implementation: dimana terdapat kodifikasi formal dan pengumuman mengenai
keputusan dan pilihan.
o Reception : strukturasi terjadi sebagai tidak organisasional anggota dengan
keputusan organisasional.
• Meskipun setiap orang dalam organisasi berpartisipasi dalam komunikasi, strukturasi
yang terjadi adalah khusus. Top manajemen biasanya berhubungan dengan
komunikasi yang konseptual, staf berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan
sementara pekerja umum berpartisipasi dalam recepsi saja.
• Dalam strukturasi, iklim/suasana (climate) biasanya muncul. Iklim organisasi adalah
gambaran umum keseluruhan dari organisasi yang menyatakan harapan dan

51  
 
perasaan anggota, dan kemudian performa organisasi. Iklim bukanlah variable yang
memengaruhi organisasi, akan tetapi sebuah persepsi individual mengenai organisasi.
• Iklim organisasi sebagai hierarki mempunyai tiga strata; 1) ia menjadi seperangkat
term-term dimana anggota mendefinisikan dan menggambarkan organisasi (concept
pool); 2) ia menjadi abstraksi yang menjelaskan konsepsi mengenai atmosfer
organisasi (kernel climate); 3) particular climate dimana kernel climate diterjemahkan
oleh anggota menjadi term konkret yang kemudian memengaruhi mereka.
• Tiga tampilan itu dihubungkan dengan cara yang linear; 1) konsep membuat sebuah
pemahaman mengenai apa yang sedang terjadi dalam organisasi, 2) dari pemahaman
ini, kernel climate muncul, kemudian, 3)bagian-bagian dari kelompok menerjemahkan
prinsip umum ini menjadi element khusus dari iklim yang pada gilirannya
memengaruhi pemikiran, perasaan dan tingkah laku.
• Element dari kernel climate kemudian diterjemahkan secara berbeda menjadi 2
kelompok iklim yang berbeda: 1) generasi pertama pekerja mempercayai “tekanan
dapat diatur” dan “ada ruang untuk tumbuh”. 2) pekerja meyakini “tekanan
menghalangi performa” dan “ada ruang sedikit untuk tumbuh”.
• Climate/Iklim diproduksi sebagai praktik anggota organisasi dan pada gilirannya,
memengaruhi praktik mereka. Ia tidaklah statis tetapi konstan dalam proses.
Setidaknya ada tiga faktor yang berinteraksi pada proses perkembangan iklim:
• structure of the organization : karena struktur organisasi membatasi jenis interaksi dan
praktik yang dapat dilakukan.
• Climate-producing apparatus: mekanisme yang didesain untuk memengaruhi persepsi
dan performa pekerja
• Member characteristics: karakter anggota misalnya skill dan pengetahuan juha derajat
persetujuan atau koordinasi dalam kerja organisasi.
3.5 TEORI EMPAT SISTEM

Rensis Likert, seorang ahli teori mengenai hubungan antarmanusia, memfokuskan


perhatiannya pada anggota organisasi terkait dengan perasaan dan kebutuhan mereka.
Pendekatan yang dilakukan Likert melihat pada hubungan antar manusia sebagai instrumen
manajemen. Tradisi: sosio-psikologi.

Asumsi

Asumsi dasarnya adalah apabila kita memerhatikan pekerja, maka pekerja akan termotivasi
dan produktif. Dalam arti, produktivitas pekerja ditentukan oleh bagaimana kita
memperlakukannya.

52  
 
Organisasi dapat berfungsi dalam beberapa sistem berikut ini:

• The exploitative authoritative system : dimana pimpinan mengatur dengan tangan


besi. Pimpinan membuat semua keputusan tanpa memerlukan/memerhatikan
feedback dari bawahan. Biasanya pimpinan tidak mempertimbangkan komunikasi
kecuali untuk mengekspresikan kemauannya secara jelas dan kuat (memaksa)
kepada bawahan.
• Benevolent-authoritative leadership : dimana pimpinan sensitif terhadap kebutuhan
pekerja.
• The consultative system : dimana otoritas digambarkan masih memelihara kontrol
akan tetapi berusaha untuk berkonsultasi dengan bawahan.
• Participative management : dimana pekerja dipersilahkan untuk berpartisipasi secara
penuh dalam pembuatan keputusan. Dimana ini adalah alternatif terbaik karena ini
menimbulkan performa yang tinggi dan meningkatkan tanggung jawab dan motivasi.
Biasanya komunikasi dilakukan upward dan downward.
3.6 TEORI PENGAWASAN ORGANISASI

Philip Tompkins dan George Cheney mengajukan gagasan segar dan bermanfaat
terhdap komunikasi organisasi melalui teori mereka mengenai pengawasan atau kontrol
organisasi yang berada dalam tradisi sosiokultural.

Asumsi

Cara berkomunikasi dalam organisasi membangun sejumlah kontrol pada pekerja.


Biasanya kontrol digunakan dengan 4 cara:

• Simple control : kontrol sederhana, seperti penggunaan perintah, penggunaan


kekuasaan secara terbuka.
• Technical control : kontrol teknis, dimana perusahaan telah memberi seperangkat
batasan pada alat-alat yang dipergunakan karyawan. Misalnya komputer hanya
berisi program/software yang digunakan untuk kegiatan administrasi.
• Bureaucratic : yang dimaksud dengan birokrasi adalah penggunaan prosedur
organisasi dan aturan formal.
• Concertive control : penggunaan hubungan interpersonal dan kerja tim dimana dari
situ terdapat bagaimana realitas dan nilai dipahami. Atau bisa juga dimaknai kontrol
dengan persetujuan anggota organisasi.

Meskipun keempatnya ditemukan dalam beberapa kombinasi, ada perkembangan


dimana penggunaan kontrol dikembangkan dari kontrol sederhana menuju bentuk yang

53  
 
lebih konsertif, kompleks dan halus. Kontrol konsertif adalah sebuah bentuk dari disiplin,
dimana ia memelihara aturan dan konsistensi melalui power (kuasa).

Power tidak dapat dihindari dan selalu ada dalam sistem, ia bukanlah kekuatan
eksternal. Ia selalu dibentuk oleh bentuk interaksi dalam organisasi. Power
menyempurnakan kontrol, dengan menerima kontrol, pekerja menguatkan dan
menggunakan power yang sama. Disiplin disempurnakan dengan “normalisasi” perilaku
yang menyusun sejumlah cara kerja yang alamiah dan normal dimana ia ingin dilakukan
oleh anggota organisasi.

Dalam organisasi, disiplin disempurnakan dengan 4 cara:

§ Dengan mengembangkan cara-cara yang rendah hati (unobstrusive method).


Disiplin bukanlah tampil sebagai aturan yang muncul karena didesakkan, akan
tetapi bagian dalam kegiatan sehari-hari dalam organisasi. Misalnya, praktik jam
kerja
§ Diproduksi secara kolaboratif, dimana anggota organisasi bekerja bersama dan
membuat seperangkat praktik yang ‘normal’ sehingga membangun seperangkat
standar atau disiplin. Misalnya; rapat kerja yang mempunyai pola umum/pola
‘normal’, dimana ia dimulai dan berakhir pada jam tertentu. Rapat akan disebut
sebagai ‘tidak normal’ bila ia melebihi jam yang ditentukan.
§ Menjadi bagian dari hubungan sosial, dimana disiplin menjadi ucapan dan tindakan
anggota organisasi. Ucapan dan tindakan dibentuk dan memproduksi praktik yang
dinormalisasi. Misalnya; pada jam kerja kita harus melakukan tindakan ‘kerja’.
§ Dengan menjadi ‘nilai’ yang memotivasi anggota, misalnya ia menjelma dalam
bentuk uang, waktu, pencapaian hasil, kerja-sama tim dan lain-lain.
3.7 TEORI WACANA KECURIGAAN

Dalam pembahasan mengenai komunikasi organisasi, Dennis Mumby mengawalinya


dengan menjelaskan mengenai makna, ia menyatakan: “salah satu prinsip paling penting
pendekatanj studi kritis adalah bahwa organisasi tidak saja dipandang sebagai tempat
pembentukan makna yang netral, tetapi juga tempat untuk menghasilkan dan menghasilkan
kembali makna dalam konteks pertarungan antara kelmpok-kelompok kepentingan yang
bersaing dan pertarungan dari berbagai sistem representasi.

Asumsi

• Hermeneutic Suspicion adalah sebuah sikap yang mempertanyakan dan menguji


struktur dalam dari ideology, power, hegemoni dan control dalam sebuah organisasi.

54  
 
Jadi teori ini mencoba melihat pola-pola dominasi yang terjadi dalam sebuah
organisasi.
• Perusahaan yang bekerja dalam logika kapitalisme tradisional, bekerja untuk
mengurangi beban (cost) dan meningkatkan keuntungan. Dalam skema ini,
pekerja/buruh didefinisikan sebagai beban/cost, sehingga untuk meningkatkan profit,
(ongkos) pekerja haruslah ditekan. Praktik ini tidaklah netral tetapi merefleksikan
sebuah bagaimana seseorang memikirkan manusia
• Power dibangun dalam organisasi dengan dominasi oleh satu ideology kepada
ideology yang lain. Ini terjadi dengan ritual, cerita, dan tindakan yang lain. Sehingga
budaya dari sebuah organisasi secara inheren menganding proses politis. Melalui
story telling, misalnya, penceritaan meng-create jenis teks yang menyusun ideology.
• Hegemoni ditafsirkan sebagai sesuatu yang pragmatis, interaktif, proses dialektis, dan
resistansi. Hegemoni berarti tidaklah selalu negatif, dimana ia selain membawa kuasa
represif ia membawa resistansi dan transformasi. Hegemoni bukan dimana sebuah
kelompok aktif mendominasi kelompok yang pasif, akan tetapi proses penyusunan
power yang dimunculkan sebagai proses aktif dari konstruksi sosial.
3.8 TEORI DEMOKRASI ORGANISASI

Pendukung teori kritis lainnya adalah Stanley Deetz yang mengembangkan suatu teori
guna menjelaskan cara-cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk menjamin, tidak saja
keberhasilan kinerja keuangan perusahaan tetapi juga, peningkatan demokrasi dalam
perusahaan melalui keterwakilan semua kepentingan individu dalam organisasi yang sering
kali tidak semata-mata bersifat ekonomi.

Asumsi

Sebenarnya bisa saja seorang pekerja berbicara mengenai tujuan kerja dan bernegosiasi
mengenai prioritas dengan pimpinan. Akan tetapi, dalam organisasi sekarang, hal itu
dianggap ‘tidak normal’. Maka wacana ‘normal’ sebuah organisasi adalah sebuah bentuk
dominasi.

Wacana normal dalam organisasi dibangun dengan 4 dimensi dominasi:

• Naturalisasi : asumsi kebenaran yang dimiliki oleh sebagian stakeholder yang kuat
dimana apa yang dipercayai sebagai organisasi, tujuan organisasi dan struktur
organisasi dianggap normal dan alamiah. Misalnya adalah sudah menjadi etika
organisasi bahwa manajemen yang menyusun prioritas.

55  
 
• Netralisasi : gagasan bahwa informasi dalam organisasi adalah netral. Misalnya
informasi dari divisi HRD mengenai program asuransi kesehatan, dianggap sebagai
informasi netral.
• Legitimasi : Usaha organisasi untuk membatasi sebentuk wacana sebagai otoritas
dalam sebuah organisasi. Misalnya adalah pelaksanaan ide Max Weber mengenai
legitimasi otoritas dalam sebuah organisasi. Atau hanya orang-orang yang duduk
dalam lembaga terlegitimasi-lah yang mempunyai otoritas.
• Sosialisasi : proses yang berjalan terus untuk “melatih” pekerja agar menerima dan
mengikuti aturan moral organisasi. Misalnya program pelatihan.

Keempat proses tadi akan membuat komunikasi yang terdistorsi secara sistematis (a
systematically distorted communication) yang melayani kepentingan managerial capitalisme.

Managerial capitalism biasanya dianut oleh organisasi modern, dimana bertujuan untuk
mereproduksi organisasi dalam rangka mempertahankan manajemen itu sendiri. Managerial
capitalism berbeda dengan Traditional production capitalism. Jika traditional production
capitalisms hanya bertujuan untuk memperluas produksi dan menghasilkan uang, maka
Managerial capitalism tujuannya adalah untuk memelihara dan melindungi manajemen
sebagai satu kelompok stakeholder. Namun jenis manajerial bukan berarti tahapan, karena
Traditional production capitalism pun ada dalam organisasi modern.

Mencari Managerial capitalism tidak berarti mencari konspirasi dari kepentingan pribadi
(self-aggrandizement), akan tetapi apa yang ditanam dalam organisasi melalui bentuk,
aturan, kode dan kebijakannya sebagai sebuah lapisan yang mencegah konflik dan
merintangi demokrasi organisasi.

3.9 TEORI BUDAYA ORGANISASI

Teori-teori mengenai budaya organisasi menekankan pada cara-cara manusia


mengontruksikan suatu realitas organisasi. Teori ini dikemukakan dan dikembangkan oleh
beberapa ahli, yaitu John Van Maanen, Stephen Barley, Michel Pacanowsky, Nick
O’Donnel Trujillo.

Asumsi

Orang mengkonstruksi realitas organisasi dengan makna-makna dan nilai-nilai. Teori ini
melihat pada bagaimana anggota organisasi menggunakan cerita, ritual, simbol dan
aktivitas lainnya untuk memproduksi dan mereproduksi seperangkat pemahaman.

56  
 
Setidaknya ada 4 ‘domain’ dalam budaya organisasi:

§ ecological context : konteks dunia fisik termasuk di dalamnya lokasi, waktu dan
sejarah, serta konteks sosial dimana organisasi dapat beroperasi.
§ Differential interaction : network budaya
§ Collective understanding : cara umum untuk menginterpretasi sesuatu. Ia merupakan
‘content’ dari budaya (ide, idealitas, nilai dan praktik)
§ Individual domain : praktik dan tindakan individual.

Budaya organisasi adalah sesuatu yang dibuat melalui interaksi sehari-hari dalam sebuah
organisasi, tidak hanya dalam kerja organisasi, melainkan semua bentuk komunikasi.
Pacanowsky dan O’Donnel Trujillo menggarisbawahi empat karakteristik penampilan
komunikasi dalam organisasi:

§ Interaksional, lebih mirip dialog ketimbang percakapan (soliloque). Dalam pengertian


orang berpartisipasi bersama dalam sebuah komunikasi organisasi.
§ Kontekstual, selalu harus dilihat dalam frame aktivitas.
§ Episode-episode. Selalu ada pembukaan dan penutup, dimana performer dapat
mengidentifikasi setiap episode dan membedakan penampilannya di tiap episode.
§ Diimprovisasi, dimana komunikasi yang ditampilkan mempunyai fleksibilitas. Kalaupun
ada pengulangan, biasanya pengulangan ini tidak dilakukan dengan cara yang sama

Penampilan komunikasi organisasional (bagaimana kehidupan organisasi ditampilkan)


mengambil beberapa bentuk:

§ ritual : sesuatu yang diulang secara teratur misalnya rapat pengurus. Ritual ini terbagi
menjadi;
o personal ritual, misalnya pekerjaan memeriksa surat perusahaan oleh pimpinan.
Pada waktu ‘luang’, ia menyampaikan surat tersebut secara personal kepada divisi
yang menjadi tujuan surat. Ini menandakan bahwa ia selalu “keeping in touch”
dengan apa yang sedang divisi lakukan.
o task ritual, aktivitas yang diulang dimana anggota melakukan pekerjaannya.
o social ritual, tindakan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan akan tetapi
penting untuk penampilan dalam organisasi, misalnya minum bersama di pub
setelah jam kantor.
o organizational ritual, dimana seluruh anggota berpartisipasi dalam beberapa
tindakan reguler. Misalnya piknik tahunan.
• Passion : dimana pekerja menampilkan pekerjaannya dengan ketertarikan dan
kemauan. Ini dapat dilakukan dengan ;

57  
 
o Storytelling dimana orang memberitahukan pekerjaannya secara hidup dan
dramatis
o Passionate repartee dimana terdapat interaksi dramatis dan menggunakan bahasa
yang hidup, misalnya penggunaan bahasa negatif, yang menunjukkan ‘negatif’
tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan pekerjaannya.
• Sosiality yang meneguhkan common sense dari kesopanan dan menyusun
penggunaan aturan sosial dalam organisasi. Hal ini dapat ditampilkan dengan cara:
o sociabilities, penampilan yang menyusun sekelompok sense identifikasi misalnya
bercanda.
o privacies, yang mengkomunikasikan sensivitas dan personalitas, mislanya tindakan
mengkritik.
• Organizational politics ; yang menyusun dan meneguhkan makna kekuasaan (power)
dan pengaruh misalnya menunjukkan kekuatan personal atau kekuatan untuk
‘bargaining’
• Enculturation : proses ‘pengajaran’ budaya kepada anggota organisasi. Beberapa
proses ini dilakukan seiring jalannya organisasi, akan tetapi ada beberapa penampilan
yang vital bagi proses ini, misalnya; orientasi anggota baru
3.10 TEORI JARINGAN

Pada teori ini, ada beberapa ide dasar mengenai jaringan dari literaturnya yang sangat luas,
khususnya gagasan dari Peter R. Monge dan Noshir S. Contractor mengenai teori
jaringan. Gagasan dasar yang sangat penting mengenai jaringan adalah “keterhubungan”
atau “keterkaitan” (connectedness), yaitu ide bahwa terdapat jalur kamunikasi yang relatif
stabil di antara individu anggota organisasi.

Teori Utama: Jaringan sebagai suatu cara mengintegrasikan tiga tradisi dalam studi
organisasi yaitu

• Tradisi Posisional memberikan perhatian pada struktur dan peran-peran formal


dalam organisasi untuk mencapai tujuannya.
• Tradisi Relasional asumsi dasar bahwa organisasi terbentuk karena adanya
interaksi timbal balik antar individu organisasi dipandang sebagai sebuah sistem yang
hidup dan mengalami perubahan yang terus menerus dibentuk dan diberi arti melalui
interaksi antara anggota-anggotanya.
• Tradisi Kultural tentang simbol-simbol dan pengertian yang membentuk suatu
organisasi. Struktur organisasi sesunguhnya tidak dirancang sebelumnya tetapi
muncul dari tindakan-tindakan anggotanya secara informal dalam aktifitas mereka
sehari-hari

58  
 
11. TEORI NEOKLASIK / TRADISIONAL / TRANSISIONAL / INDIVIDUAL

Konsepsi lama tetap memberikan pengaruh penting terhadap cara orang memahami
organisasi, namun perbaikan-perbaikan dalam model mulai membawa perubahan praktis
dalam cara kita merumuskan organisasi.

Hugo Munsterberg menekankan adanya perbedaan-perbedaan karakteristik individu dalam


organisasi-organisasi. Sebagai tambahan Munsterberg mengingatkan adanya pengaruh
faktor-faktor sosial dan budaya terhadap organisasi.

Kontribusi penting studi Hawthorne: Organisasi adalah suatu sistem terbuka di mana
segmen-segmen teknis dan manusiawi saling berkaitan erat. Studi tersebut juga
menekankan pentingnya sikap karyawan.

Kritik dan “usul” perubahan neoklasik pada tiang dasar organisasi formal. Pembagian Kerja
(Division of Labor). Teori neoklasik mengemukakan perlunya:

• partisipasi atau melibatkan setiap orang dalam proses pengambilan keputusan


• perluasan kerja (job enlargement) sebagai kebalikan dari spesialisasi
• manajemen bottmom up: memberi kesempatan bagi junior untuk berpartisipasi

Pandangan Neoklasik Terhadap Organisasi Formal

Titik tekanan teori neoklasik adalah pada 2 elemen pokok dalam organisasi: perilaku individu
dan kelompok pekerja. Fenomena organisasi informal: orang-orang yang bergabung
menjadi suatu kelompok; kelompok alamiah yang terbentuk sebagai hasil interaksi diantar
para karyawan.

Faktor-faktor yang menentukan munculnya organisasi formal:

• Lokasi
• Jenis Pekerjaan
• Minat (Interests)
• Masalah-masalah khusus
12. TEORI PERILAKU

Teori perilaku atau the behavior theory of organitation, berpendapat bahwa ada tidaknya,
baik buruknya, suatu organisasi itu tergantung dari sikap kelakuan para anggotanya. Salah
seorang penganut teori ini yang terkenal adalah Herbert A. Simon dalam bukunya
‘’Administrative Behaviour”.

59  
 
Namun, sejak Barnard (1938) mempublikasikan “the function of the executive”, pikiran-
pikiran baru muncul. Ia menyatakan bahwa organisasi adalah system orang, bukan struktur
yang direkayasa secara mekanis.

Masalah organisasi terpenting menurut penganut teori ini adalah bagaimana membuat para
warga organisasi itu bersikap, berpikir dan bertingkah laku sebagai manusia organisasi yang
tepat.

Barnard juga menyatakan bahwa kewenangan merupakan suatu fungsi kemauan untuk
bekerja sama. 4 syarat yang harus dipenuhi sebelum seseorang menerima suatu pesan
yang otoritatif :

• memahami pesan
• percaya bahwa pesan tersebut tidak bertentangan dengan tujuan organisasi
• percaya, pada saat memutuskan untuk kerja sama, pesan yang dimaksud sesuai
dengan minatnya.
• memiliki kemampuan fisik dan mental untuk melaksanakan pesan.

Kemudian seperangkat premis ini menjadi terkenal sebagai teori penerimaan kewenangan,
yakni kewenangan yang berasal dari tingkat atas organisasi sebenarnya merupakan
kewenangan nominal. Kewenangan menjadi nyata apabila diterima. Namun, Barnard
menunjukkan bahwa banyak pesan tidak dapat dianalisis, dinilai dan diterima, atau ditolak
dengan sengaja. Tetapi kebanyakan arahan, perintah dan pesan persuasive termasuk ke
dalam zona acuh-tak-acuh (zone of indifference) seseorang.

Banyak pesan dalam suatu organisasi dirancang untuk memperlebar zona acuh-tak-acuh
pegawainya. Lebar zona setiap bawahan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Seorang bawahan boleh jadi mau menerima suatu pesan dengan penuh kehangatan dan
penerimaan, bawahan lainnya tidak mau menerima tetapi juga tidak berarti menolaknya,
sedangkan seorang bawahan ketiga sama sekali menolak pesan tersebut.

• Jadi kewenangan formal sama sekali tidak efektif jika terjadi penolakan oleh anggota
dalam organisasi.
• Tannenbaum (1950) menyatakan bahwa, “luas kewenangan yang dimiliki atasan
ditentukan oleh luas penerimaan bawahannya.”
13. TEORI HUBUNGAN MANUSIAWI

Teori ini dikemukakan oleh Elton Mayo. Hubungan manusia sangat penting dalam
menopang suatu perusahaan dalam jangka panjang. Hubungan manusia bisa
diinterprestasikan dalam bermacam-macam cara.

60  
 
Sebagian organisasi dan orang-orang melihat hubungan manusia dari sudut pandang yang
berbeda secara keseluruhan. Bagaimanapun, hubungan manusia dalam ruang lingkup
pekerjaan dan dilihat dari sudut pandang manajemen, kesimpulannya bahwa hal itu dapat
diklasifikasikan menjadi dua point, yaitu :

• Hubungan Industri atau hubungan manusia dimana hasil dari sebuah rapat antara
para manajer dan para pekerja.
• Hubungan pribadi atau hubungan manusia dapat membuka atau menumbuhkan
eksistensi didalam semua lingkungan pekrjaan.

Kemajuan dari hubungan diantara semua level yang telah diterima sebagai elemen penting
di dalam perkembangan dan kemajuan dari setiap industri organisasi, dan dimana sebagian
kesuksesan jangka panjang manajemen yang tidak mengutamakan kesepakatan dari usaha
yang telah diarahkan.

Bagaimanapun, kemungkinan dari kebijaksanaan untuk perbaikan hubungan manusia bisa


menjadikan pengejaran melulu karena efek di dalam produksi, dan bukan dari alasan pokok
dari proses produksi untuk sikap yang benar dan seimbang kepada pribadi seseorang dan
keperluan sosial dari para pekerja. Output yang lebih tinggi dapat membawa kita ketingkat
kepuasan yang lebih tinggi pula bagi para pekerja.

Teori hubungan manusia ini menekankan pada pentingnya individu dan hubungan sosial
dalam kehidupan organisasi. Teori ini menyarankan strategi peningkatan dan
penyempurnaan organisasi dengan meningkatkan kepuasan anggota organisasi dan
menciptakan organisasi yang dapat membantu individu mengembangkan potensinya.
Dengan meningkatkan kepuasan kerja dan mengarahkan aktualisasi diri pekerja, akan
mempertinggi motivasi bekerja sehingga akan dapat meningkatkan produksi organisasi.

“Hasil yang lebih baik berkaitan dengan kondisi-kondisi kerja yang lebih menyenangkan,
lebih bebas dan lebih membahagiakan”. (Miller & Form)

“Komunikasi yakni kemampuan seorang individu untuk menyatakan perasaan &


gagasannya kepada orang lain, kemampuan kelompok untuk berkomunikasi secara efektif
dan intim dengan kelompok lainnya” (Mayo ; 1945)

Hubungan manusiawi muncul setelah perang dunia II. Sofer (1973) mengatakan bahwa
Mayo dan kawan-kawannya menunjukkan secara ilmiah bahwa “suatu kelompok memiliki
kehidupannya sendiri, lengkap dengan adat istiadat, norma dan control social yang efektif
atas anggota-anggotanya.”

61  
 
Kritik terhadap teori ini menyatakan bahwa pergerakan ini terlalu asyik dengan orang-orang
& hubungan-hubungan mereka & mengabaikan keseluruhan sumber daya org. & anggota-
anggotanya. Keinginan memberikan respons terhadap kebutuhan pribadi & oraganisasi
telah menjadi suatu konsekuensi dari dasar-dasar yang telah diletakkan teoretisi terdahulu
mengenai perilaku.

14. TEORI FUSI

Banyaknya masalah dalam memuaskan minat manusia yang berlainan & dalam konteks
memenuhi tuntutan penting struktur birokrasi, Bakke (1950) menyarankan suatu proses fusi.
Pendapatnya bahwa organisasi, hingga suatu tahap tertentu, mempengaruhi individu,
sementara pada saat yang sama individu pun mempengaruhi organisasi.

Argyris (1957), seorang rekan bakke di Universitas Yale, menyempurnakan karya Bakke. Ia
berpendapat bahwa ada suatu ketidaksesuaian yang mendasar antara kebutuhan pegawai
yang matang dengan persyaratan formal organisasi. Organisasi mempunyai tujuan yang
berlawanan dengan tujuan pegawai perseorangan. Para pegawai frustasi sebagai akibat
dari ketidaksesuaian tersebut; sebagian pegawai mungkin meninggalkan tempat kerja
mereka, menjadi apatis & acuh-tak-acuh. Melalui konflik ini para pegawai laiinya menyadari
untuk tidak mengharapkan kepuasan dari pekerjaan mereka.

15. TEORI PENITI PENYAMBUNG

Rensis Likert dari Universitas Michigan berjasa mengembangkan suatu model terkenal
dengan sebutan model peniti penyambung (the linking pin model) yang menggambarkan
struktur organisasi. Konsep peniti penyambung berkaitan dengan kelompok-kelompok yang
tumpang tindih. Penyelia merupakan anggota dari 2 kelompok ; sebagai pemimpin unit yang
lebih rendah dan anggota unit yang lebih tinggi. Penyelia berfungsi sebagai peniti
penyambung, mengikat kelompok kerja yang satu dengan yang lainnya pada tingkat
berikutnya.

Organisasi dengan struktur peniti penyambung menggalakan orientasi ke atas daripada ke


bawah; komunikasi, pengaruh pengawasan dan pencapaian tujuan diarahkan ke atas dalam
org.

Luthans (1973) berpendapat bahwa konsep peniti penyambung cenderung menekankan &
memudahkan apa yang seharusnya terjadi dalam struktur klasik yang birokratik. Tetapi pola
hierarkis atasan bawahan, sering mendorong komunikasi ke bawah, namun menghambat
komunikasi ke atas dan ke samping.

62  
 
Kritik teori ini, adalah lambatnya tindakan kelompok, yang merupakan ciri organisasi
berstruktur peniti penyambung, harus diimbangi dengan manfaat partisipasi yang positif-
kontribusi kepada perencanaan, komunikasi yang lebih terbuka, dan komitmen anggota-
yang tumbuh dari struktur peniti penyambung.

4. KOMUNIKASI MASSA

Komunikasi massa (mass comunication) adalah komunikasi melalui media massa yang
ditujukan kepada sejumlah khalayak yang besar. Proses komunikasi massa melibatkan
aspek-aspek komunikasi intra pribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok dan
komunikasi organisasi. Teori-teori komunikasi massa umumnya memfokuskan perhatiannya
pada hal-hal yang menyangkut struktur media, hubungan media dan masyarakat, hubungan
media dan khalayak, aspek-aspek budaya dari komunikasi massa, serta dampak atau hasil
komunikasi massa terhadap individu.

4.1 TEORI TECHNOLOGICAL THEORY

Marshall McLuhan pada tahun 1960 mencetuskan sebuah teori yang bernama
Technological Determinism Theory. Ide dasar teori ini adalah bahwa perubahan yang terjadi
pada berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk pula keberadaan manusia itu
sendiri. Determinism berasal dari kata determine dalam bahasa Inggris yang berarti
pengaruh untuk memutuskan atau menentukan sesuatu. Technological berasal dari kata
technology, yang terdiri dari technique dan logos, artinya pengetahuan tentang cara atau
metode dalam melakukan melakukan sesuatu (secara teknis). Secara garis besar
technological determinism berarti cara atau metode yang digunakan untuk memutuskan atau
menentukan sesuatu.

Dalam teorinya, Marshal McLuhan mengemukakan bahwa “Technology has changed the
way we communicate” yang berarti teknologi telah mengubah cara kita berkomunikasi.
Melalui teori ini McLuhan ingin menegaskan bahwa pola kehidupan masyarakat manusia
khususnya aspek interaksi sosial diantara mereka ditentukan oleh perkembangan dan jenis
teknologi yang dikuasai masyarakat itu sendiri. McLuhanmelihat media sebagai hal utama
yang menentukan atau mempengaruhi hal lainnya. Maka secara umum teori ini berusaha
untuk menjelaskan bagaimana teknologi khusunya media menentukan bagaimana individu
dalam masyarakat untuk memikirkan sesuatu, merasakan sesuatu dan melakukan tindakan
tertentu.

McLuhan meneliti sejarah perkembangan manusia sebagai masyarakat dengan


mengidentifikasi teknologi media yang memiliki peran penting dan mendominasi kehidupan

63  
 
manusia pada waktu tertentu dan membaginya ke dalam empat periode media yang
berbeda, yaitu periode Tribal, periode Literatur, periode Percetakan, dan periode Elektronik.
Dasar pemikirannya adalah perubahan-perubahan cara manusia untuk berkomunikasi
membentuk keberadaan kita dan sebagai budayawan ia berpendapat bahwa budaya itu
terbentuk berdasarkan bagaimana kemampuan kita untuk berkomunikasi.

Periode Tribal adalah masa-masa budaya ucap atau lisan mendominasi perilaku komunikasi
manusia pada saat itu. Periode Literatur adalah era penemuan alfabet fonetis di mana
simbol-simbol tersebut digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi secara tertulis tanpa
interaksi tatap muka. Selanjutnya periode Percetakan yang merupakan era munculnya
penulisan teks secara missal sehingga komunikasi juga dapat dilakukan secara massal
walaupun masih linier dan tidak dapat dilakukan pada periode literatur. Dan yang terakhir
adalah periode Elektronik. Pada periode ini ditemukannya Teknologi komunikasi telegraf
menjadi awal dari periode di mana fragmentasi masyarakat musnah.

Konsep yang ditawarkan McLuhan ini mempunyai tiga kerangka urutan pemikiran, yaitu
penemuan-penemuan hal baru dalam bidang teknologi komunikasi menyebabkan
perubahan budaya, perubahan komunikasi manusia membentuk eksistensi kehidupan
manusia, “We shape our tools, and they in turn shape us” yang berarti Kita membentuk alat-
alat yang kita perlukan dan sekarang giliran alat-alat itu yang membentuk diri kita, dan yang
terakhir ia menyatakan bahwa media merupakan inti dari peradaban manusia, di mana
dominasi media dalam sebuah masyarakat menentukan dasar organisasi sosial manusia
dan kehidupan kolektifnya.

Perkembangan iptek saat ini adalah solusi dari permasalahn yang ada. Sumbangan
teknologi informasi terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia memang harus diakui
keberadaannya, namun manusia tidak bisa pula menipu diri akan kenyataan bahwa
teknologi informasi mendatangkan banyak masalah dan berbagai bentuk penyimpangan-
penyimpangan bagi manusia. Dampak positif dan dampak negative dari perkembangan
teknologi dilihat dari berbagai bidang yaitu bidang informasi dan komunikasi, bidang
ekonomi dan industri, bidang sosial dan budaya, dan bidang pendidikan.

Contoh : fenomena munculnya smart phone yang sedang marak digunakan oleh
masyarakat Indonesia. Smart phone memungkinkan kita untuk berhubungan dan bertukar
informasi dengan siapapun bahkan dengan seseorang yang berada sangat jauh dari tempat
kita berada. Teknologi ini seharusnya sangat menguntungkan bagi manusia karena segala
sesuatunya menjadi praktis. Namun yang terjadi justru smart phone merupakan sarana
“mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat”. Dengan munculnya smart phone,
masyarakat Indonesia lebih menyukai berdiskusi melalui teknologi tersebut sehinga orang-

64  
 
orang yang berada satu tempat akan saling mengacuhkan. Munculnya teknologi ini tentu
saja sangat berpengaruh pada perubahan perilaku manusia, khususnya masyarakat
Indonesia. Beberapa orang yang sedang berada di satu tempat yang sama sejatinya saling
bertukar informasi, namun pada kenyataannya saat ini orang-orang lebih memilih untuk
bertukar informasi dengan orang yang berada jauh darinya.

4.2 TEORI AGENDA SETTING

Teori Penentuan Agenda (bahasa Inggris: Agenda Setting Theory) adalah teori yang
menyatakan bahwa media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan
kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke
dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada
isu-isu yang dianggap penting oleh media massa.

Teori Agenda Setting pertama dikemukakan oleh Walter Lippman (1965) pada konsep “The
World Outside and the Picture in our head”, penelitian empiris teori ini dilakukan Mc Combs
dan Shaw ketika mereka meniliti pemilihan presiden tahun 1972. Mereka mengatakan
antara lain walaupun para ilmuwan yang meneliti perilaku manusia belum menemukan
kekuatan media seperti yang disinyalir oleh pandangan masyarakat yang konvensional,
belakangan ini mereka menemukan cukup bukti bahwa para penyunting dan penyiar
memainkan peranan yang penting dalam membentuk realitas sosial kita, ketika mereka
melaksanakan tugas keseharian mereka dalam menonjolkan berita.

Khalayak bukan saja belajar tentang isu-isu masyarakat dan hal-hal lain melalui media,
meraka juga belajar sejauh mana pentingnya suatu isu atau topik dari penegasan yang
diberikan oleh media massa. Misalnya, dalam merenungkan apa yang diucapkan kandidat
selama kampanye, media massa tampaknya menentukan isu-isu yang penting. Dengan kata
lain, media menetukan “acara” (agenda) kampanye. Dampak media massa, kemampuan
untuk menimbulkan perubahan kognitif di antara individu-individu, telah dijuluki sebagai
fungsi agenda setting dari komunikasi massa. Disinilah terletak efek komunikasi massa yang
terpenting, kemampuan media untuk menstruktur dunia buat kita. Tapi yang jelas Agenda
Setting telah membangkitkan kembali minat peneliti pada efek komunikasi massa.

Mereka menuliskan bahwa audience tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal
lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan
kepada suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik
tersebut. Misalnya, dalam merefleksikan apa yang dikatakan para kandidat dalam suatu
kempanye pemilu, media massa terlihat menentukan mana topik yang penting. Dengan kata
lain, media massa menetapkan 'agenda' kampanye tersebut. Kemampuan untuk

65  
 
mempengaruhi perubahan kognitif individu ini merupakan aspek terpenting dari kekuatan
komunikasi massa. Dalam hal kampanye, teori ini mengasumsikan bahwa jika para calon
pemilih dapat diyakinkan akan pentingnya suatu isu maka mereka akan memilih kandidat
atau partai yang diproyeksikan paling berkompeten dalam menangani isu tersebut.

McCombs dan Shaw pertama-tama melihat agenda media. Agenda media dapat terlihat dari
aspek apa saja yang coba ditonjolkan oleh pemberitaan media terebut. Mereka melihat
posisi pemberitaan dan panjangnya berita sebagai faktor yang ditonjolkan oleh redaksi.
Untuk surat kabar, headline pada halaman depan, tiga kolom di berita halaman dalam, serta
editorial, dilihat sebagai bukti yang cukup kuat bahwa hal tersebut menjadi fokus utama
surat kabar tersebut. Dalam majalah, fokus utama terlihat dari bahasan utama majalah
tersebut. Sementara dalam berita televisi dapat dilihat dari tayangan spot berita pertama
hingga berita ketiga, dan biasanya disertai dengan sesi tanya jawab atau dialog setelah sesi
pemberitaan.

Sedangkan dalam mengukur agenda publik, McCombs dan Shaw melihat dari isu apa yang
didapatkan dari kampanye tersebut. Temuannya adalah, ternyata ada kesamaan antara isu
yang dibicarakan atau dianggap penting oleh publik atau pemilih tadi, dengan isu yang
ditonjolkan oleh pemberitaan media massa.

McCombs dan Shaw percaya bahwa fungsi agenda-setting media massa bertanggung
jawab terhadap hampir semua apa-apa yang dianggap penting oleh publik. Karena apa-apa
yang dianggap prioritas oleh media menjadi prioritas juga bagi publik atau masyarakat.

Akan tetapi, kritik juga dapat dilontarkan kepada teori ini, bahwa korelasi belum tentu juga
kausalitas. Mungkin saja pemberitaan media massa hanyalah sebagai cerminan terhadap
apa-apa yang memang sudah dianggap penting oleh masyarakat. Meskipun demikian,
kritikan ini dapat dipatahkan dengan asumsi bahwa pekerja media biasanya memang lebih
dahulu mengetahui suatu isu dibandingkan dengan masyarakat umum.

Berita tidak bisa memilih dirinya sendiri untuk menjadi berita. Artinya ada pihak-pihak
tertentu yang menentukan mana yang menjadi berita dan mana yang bukan berita.

Setelah tahun 1990an, banyak penelitian yang menggunakan teori agenda-setting makin
menegaskan kekuatan media massa dalam mempengaruhi benak khalayaknya. Media
massa mampu membuat beberapa isu menjadi lebih penting dari yang lainnya. Media
mampu mempengaruhi tentang apa saja yang perlu kita pikirkan. Lebih dari itu, kini media
massa juga dipercaya mampu mempengaruhi bagaimana cara kita berpikir. Para ilmuwan
menyebutnya sebagai framing.

66  
 
McCombs dan Shaw kembali menegaskan kembali tentang teori agenda setting, bahwa “the
media may not only tell us what to think about, they also may tell us how and what to think
about it, and perhaps even what to do about it” (McCombs, 1997)

4.3 TEORI USES AND GRATIFICATIONS THEORY (TEORI KEGUNAAN DAN


KEPUASAN)

Teori Uses and gratifications (kegunaan dan kepuasan) pertama kali dikenalakan oleh
Herbert Blumer dan Elihu Kartz pada tahun 1974 dalam bukunya The Uses on Mass
Communication : Current Perspectives on Grativication Research. Teori ini mengatakan
bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media
tersebut, dengan kata lain pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses
komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di
dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya, teori uses and gratification
mengasusmsikan bahwa pengguna mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan
kebutuhan.(Nurudin, “Pengantar Komunikasi Massa” hal.191-192)

Aplikasi teori penggunaan dan kepuasan dalam masyarakat

Teori Uses and Gratification ini bertujuan untuk menjelaskan tentang informasi yang ada di
dalam media terutama media massa. Dalam teori ini audiens tidak lagi dipandang sebagai
orang pasif yang hanya menerima informasi yang disampaikan oleh media, tapi audiens
berlaku aktif dan selektif, dan juga kritis terhadap semua informasi yang disampaikan oleh
media.

Teori ini dapat kita lihat, contohnya dari sinetron-sinetron televisi yang banyak ditayangkan
televisi swasta di Indonesia, sinetron-sinetron ini umumnya banyak disukai oleh para kaum
hawa, khususnya ibu rumah tangga. Hal ini merupakan suatu fenomena yang dapat kita nilai
dengan teori Uses and Gratification, dari fenomena ini bisa dilihat bahwa para ibu rumah
tangga menilai positif akan tayangan sinetron tersebut. Padahal jika kita menilik alur
ceritanya, banyak peristiwa budayan yang sama sekali tidak rasional dan sangat
bertentangan dengan pola budaya di Indonesia.Dilihat dari aspek rasionalitas ceritanya juga
banyak yang aneh atau ganjil. Dramatisasinya juga sangat bertele-tele, namun demikian
cerita sinetron tersebut masih tetap disukai oleh para ibu rumah tangga. Contoh di atas
membuktikan bahwa audiens berlaku aktif dalam memilih tayangan yang disampaikan oleh
media massa.

Kelebihan Teori Uses And Gratification

67  
 
• Mengubah audiens yang cenderung pasif menjadi audiens yang lebih aktif dan
selektif.
• Untuk mengontrol penggunaan media dalam kehidupan kita.
• Untuk memenuhi kebutuhan–kebutuhan dan pencapaian tujuan dari fungsi media itu
sendiri.

Kekurangan Teori Uses And Gratification

• Seseorang menjadi ketergantungan terhadap suatu media sehingga tidak dapat


berkembang
• Audiens akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka dengan media dengan
berbagai cara, meskipun itu merugikan dirinya sendiri
• Media sering kali menciptakan kebingungan dan ketika hal yang membingungkan itu
hadir, ketergantungan kepada media akan meningkat.
4.4 TEORI KULTIVASI

George Gerbner memfokuskan penelitiannya beserta rekan-rekannya pada media televisi.


Ia menyatakan bahwa televisi menyajikan kepada penonton suatu cara yang sama dalam
memandang dunia: Television is centralized system of story-telling. It is part and parcel of
our daily lives. Its dramas, commercials, news, and other programs bring a relatively
coherent world of common image and messages to every home. Television cultivates from
infancy to very predispositions and preferences that used to be acquired from other primary
sources. Transcending historic barriers of literacy and mobility, television has become the
primary common source of socialization and everyday information (mostly in the form of
entertainment) of an otherwise heterogeneous population. The repetitive pattern of
television’s mass-produced messages and images forms the mainstream of common
symbolic environment.

Gerbner menyebut efek televisi ini sebagai kultivasi (cultivation), yang artinya ‘penanaman’,
istilah yang pertama kali dikemukakan pada tahun 1969. Televisi dengan segala pesan dan
gambar yang disajikannya merupakan proses atau upaya untuk ‘menanamkan’ cara
pandang yang sama terhadap realitas dunia kepada khalayak. Televisi dipercaya sebagai
instrumen atau agen yang mampu menjadikan masyarakat dan budaya bersifat homogen
(homogenizing agent) (Littlejohn & Foss, 2005, hlm.299).

Teori kultivasi / analisis kultivasi adalah teori yang memperkirakan dan menjelaskan
pembentukan persepsi, pengertian, dan kepercayaan mengenai dunia sebagai hasil dari
mengonsumsi pesan media dalam jangka panjang. Dengan kata lain, realitas yang khalayak
media terima adalah realitas yang diperantarai (mediated reality). Teori kultivasi tidak

68  
 
membahas efek dari suatu tayangan tertentu (apa yang akan dilakukan seseorang setelah
menonton suatu tayangan), tetapi mengemukakan gagasan mengenai budaya secara
keseluruhan (Morrissan dkk., 2010, hlm.106).

Tiga asumi dasar teori kultivasi:

• Televisi adalah media yang sangat berbeda.


Televisi merupakan media yang memiliki akses paling besar untuk menjangkau
masyarakat. Televisi mampu menarik perhatian kelompok-kelompok masyarakat yang
berbeda namun sekaligus menunjukkan kesamaannya. Televisi menggabungkan
pesan yang bersifat audio dan visual (tidak seperti radio yang hanya audio atau koran
yang hanya visual).
• Televisi membentuk cara mayarakat berpikir dan berinteraksi.
Gagasan ini menyatakan bahwa jumlah kekerasan di televisi jauh lebh banyak
dibandingkan dengan realitas yang sebenarnya, sebagaimana yang ditunjukkan oleh
penelitian Kurtz (1998), yang mengemukakan angka statistik menunjukkan penurunan
jumlah kejahatan pembunuhan sebesar 20% dalam periode 1993-1996, walaupun
pada saat yang sama jumlah film yang bercerita soal pembunuhan melonjak sebear
721%.
• Pengaruh Televisi bersifat terbatas.
Berdasarkan observai yang terukur dan independen, pengaruh televisi terhadap
individu dan budaya ternyata relatif kecil. Meski begitu, pengaruh itu etap ada dan
signifikan. Gerbner menyatakan bahwa menonton televisi pada umumnya akan
menghasilkan pengaruh yang berifat kumulatif dan luas dalam hal bagaimana kita
memandang dunia (Morrissan dkk., 2010, hlm.106-109).
4.5 TEORI SPIRAL OF SILENCE

Elisabeth Noelle-Neumann adalah ilmuan poltik Jerman. Kontribusi yang paling


terkenalnya adalah menemukan sebuah teori Spiral of Silence, yang lebih terinci dalam
bukunya yaitu The Spiral of Silence : Public Opinion - Our Social Skin.

Asumsi Teori

Menurut Noelle Neumann (Richard West & Lynn H. Turner : 2007) teori spiral kebisuan
memiliki tiga asumsi mendasar, yaitu:

• Bahwa individu pada umumnya berusaha untuk menghindari isolasi; ketakutan akan
terisolasi.

69  
 
• Ketakutan akan terisolasi menyebabkan individu mencoba untuk menilai opini terus
menerus.
• Perilaku masyarakat yang dipengaruhi oleh penilaian opini publik.

Konsep Teori

• Opini Publik
Berbicara teori ini, kita tidak lepas dari apa yang namanya opini publik. Karena teori ini
sangat kental dengan adanya opini publik. Opini publik itu adalah pendapat kelompok
masyarakat atau sintesa dari pedapat dan diperoleh dari suatu diskusi sosial dari
pihak-pihak yang memiliki kaitan kepentingan. Dari opini ini, spiral ini akan terlihat
mana orang yang menganut minoritas dan mayoritas.
• Hubungan dengan Media Massa
Media massa memainkan peran penting dalam spiral kesunyian karena media massa
merupakan sumber yang diandalkan orang untuk menemukan distribusi opini publik.
Media massa dapat berpengaruh dalam spiral kesunyian dalam tiga cara:
• Media massa membentuk kesan tentang opini yang dominan;
• Media massa membentuk kesan tentang opini mana yang sedang meningkat; dan
• Media massa membentuk kesan tentang opini mana yang dapat disampaikan di
muka umum tanpa menjadi tersisih.

Noelle-Neumann menunjukan bahwa tiga karakteristik bergabung untuk menghasilkan


dampak pada opini publik yang sangat kuat . Karakteristik tersebut antara lain:

• Kumulasi (cumulation) mengacu pada pembesaran tema-tema atau pesan-pesan


tertentu secara perlahan-lahan dari waktu ke waktu
• Ubikuitas (ubiquity) mengacu pada kehadiran media massa yang tersebar luas.
• Harmoni (consonance) mengacu pada gambaran tunggal dari sebuah kejadian atau
isu yang dapat berkembang dan sering kali digunakan bersama oleh surat kabar,
majalah, jaringan televisi, dan media lain yang berbeda-beda. Dampak harmoni adalah
untuk mengatasi ekspor selektif, karena orang tidak dapat memilih pesan lain, dan
untuk menyajikan kesan bahwa sebagian besar orang melihat isu dengan cara yang di
sajikan media.

70  
 
Teori spiral kebisuan mengacu hanya pada satu prinsip, walaupun itu merupakan salah satu
yang paling penting dari komunikasi massa. Dalam istilah umum teori spiral kebisuan ini
lebih memperhatikan pengaruh antara empat elemen: komunikasi massa; komunikasi
interpersonal dan relasi sosial; ungkapan opini individu; dan persepsi individu yang ada di
sekitar ’opini iklim’ mereka
dalam lingkungan sosial. Teori
ini mendasarkan asumsinya
pada pemikiran sosial-
psikologis tahun 30-an yang
menyatakan bahwa pendapat
pribadi sangat tergantung pada
apa yang dipirkan oleh orang
lain, atau atas apa yang orang
rasakan sebagai pendapat dari
orang lain.

Model Teori

4.6 TEORI DIFUSI INOVASI

Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika
seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-
shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu
inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva
ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu
yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.

Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan


kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan,
Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have
an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi
fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.

Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil
penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil
penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S.
Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption

71  
 
of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a
cumulative basis over time.”

Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi
atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti
dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori
Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation
(1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A
Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation
Diffusion: A New Perpective (1981).

Esensi Teori

Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi
disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada
sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari
Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through
certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan
bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan
penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961)
difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation
to its ultimate users or adopters.”

Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen
pokok, yaitu:

1. Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam
hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang
menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi
untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
2. Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber
kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu
memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima.
Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak
yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan
efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah
sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling
tepat adalah saluran interpersonal.

72  
 
3. Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai
memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan
itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam
(a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih
awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian
inovasi dalam sistem sosial.
4. Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam
kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama

Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang
cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain
menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi
serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh
terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of
innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3) saluran
komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system),
dan (5) peran agen perubah (change agents).

Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:

• Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit


pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan
keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi
• Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan
lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik
• Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau
penolakan sebuah inovasi.
• Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
• Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau
penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
4.7 TEORI INOKULASI/JARUM SUNTIK

Teori ini mengasumsikan individu/kelompok yang lemah terhadap pemahaman informasi


berupa persepsi akan semakin mudah dipengaruhi. Teori Inokulasi memberi “vaksin” berupa
informasi atau persepsi untuk menghindarkan individu terpengaruhi/menangkal pengaruh.

73  
 
Teori ini juga dikenal dengan istilah teori Hypodermic Needle Theory (Schramm, 1971), teori
“jarum suntik” (Berlo, 1960) atau teori “stimulus-respon” (De Fleur dan Ball-Rokeach,
1989:163-165). Teori ini mengatakan bahwa rakyat benar-benar rentan terhadap pesan-
pesan komunikasi massa. Ia menyebutkan bahwa apabila pesan-pesan tersebut “tepat
sasaran”, ia akan mendapatkan efek yang diinginkan.

Model jarum suntik pada dasarnya adalah aliran satu tahap (one step flow), yaitu media
massa langsung kepada khalayak sebagai mass audiance. Model ini mengasumsikan media
massa secara langsung, cepat, dan mempunyai efek yang amat kuat atas mass audience.
Media massa ini sepadan dengan teori Stimulus-Response (S-R) yang mekanistis dan
sering digunakan pada penelitian psikologi antara tahun 1930 dan 1940. Teori S-R
mengajarkan, setiap stimulus akan menghasilkan respons secara spontan dan otomatis
seperti gerak refleks. Seperti bila tangan kita terkena percikan api (S) maka secara spontan,
otomatis dan reflektif kita akan menyentakkan tangan kita (R) sebagai tanggapan yang
berupa gerakkan menghindar. Tanggapan di dalam contoh tersebut sangat mekanistis dan
otomatis, tanpa menunggu perintah dari otak.

Teori peluru atau jarum hipodermik mengansumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang
sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori ini
mengansumsikan bahwa seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi
yang begitu ajaib kepada khalayak yang tidak berdaya (pasif).

Menurut Elihu Katz, model ini berasumsi bahwa media massa sangat ampuh dan mampu
memasukkan ide-ide pada benak komunikan yang tak berdaya. Khalayak yang tersebar
diikat oleh media massa, tetapi di antara khalayak tidak saling berhubungan. Model
Hypodermic Needle tidak melihat adanya variable-variable antara yang bekerja diantara
permulaan stimulus dan respons akhir yang diberikan oleh mass audiance.

Elihu Katz dalam bukunya, “The Diffusion of New Ideas and Practices” menunjukkan aspek-
aspek yang menarik dari model hypodermic needle ini, yaitu:

• Media massa memiliki kekuatan yang luar biasa, sanggup menginjeksikan secara
mendalam ide-ide ke dalam benak orang yang tidak berdaya.
• Mass audiance dianggap seperti atom-atom yang terpisah satu sama lain, tidak saling
berhubungan dan hanya berhubungan dengan media massa. Kalau individu-individu
mass audience berpendapat sama tentang suatu persoalan, hal ini bukan karena
mereka berhubungan atau berkomunikasi satu dengan yang lain, melainkan karena
mereka memperoleh pesan-pesan yang sama dari suatu media (Schramm, 1963)

74  
 
Model Hypodermic Needle cenderung sangat melebihkan peranan komunikasi massa
dengan media massanya. Para ilmuwan sosial mulai berminat terhadap gejala-gejala
tersebut dan berusaha memperoleh bukti-bukti yang valid melalui penelitian-penelitian
ilmiah. Teori Peluru yang dikemukakan Schramm pada tahun 1950-an ini kemudian dicabut
kembali tahun 1970-an, sebab khalayak yang menjadi sasaran media massa itu tenyata
tidak pasif. Pernyataan Schramm ini didukung oleh Lazarsfeld dan Raymond Bauer.

Lazarfeld mengatakan bahwa jika khalayak diterpa peluru komunikasi, mereka tidak jatuh
terjerembab, karena kadang-kadang peluru itu tidak menembus. Ada kalanya efek yang
timbul berlainan dengan tujuan si penembak. Sering kali pula sasaran senang untuk
ditembak. Sedangkan Bauer menyatakan bahwa khalayak sasaran tidak pasif. Mereka
secara aktif mencari yang diinginkannya dari media massa, mereka melakukan interpretasi
sesuai dengan kebutuhan mereka.

Sejak tahun 1960-an banyak penelitian yang dilakukan oleh para pakar komunikasi yang
ternyata tidak mendukung teori ini. Hasil dari serangkaian penelitian itu menghasilkan suatu
model lain tentang proses komunikasi massa, sekaligus menumbangkan model Hipodermic
Needle.Kemudian muncullah teori limited effect model (model efek terbatas).

4.8 TEORI EFEK KOMUNIKASI

Teori ini dikemukakan oleh Melvin Defleur.

Teori Perbedaan Individu ( Individual Differences Theory)

Pesan-pesan yang disampaikan media massa ditangkap individu sesuai dengan kebutuhan
personal individu dan latar belakang perbedaan tingkat pendidikan, agama, budaya,
ekonomi sesuai dengan karakteristik. Efek pesan pada individu akan beragam walaupun
individu menerima pesan yang sama. Terdapat faktor psikologis dalam menerima pesan
yang disampaikan media massa. Masing-masing individu mempunyai perhatian, minat,
keinginan yang berbeda yang dipengaruhi faktor-faktor psikologis yang ada pada diri
individu tersebut sehingga mempengaruhi dalam menerima pesan yang disampaikan media
massa.

Asumsi teori

Pesan-pesan yang disampaikan media massa ditangkap individu sesuai dengan


karakteristik dan kebutuhan personal individu. Efek komunikasi pada individu akan beragam
walaupun individu menerima pesan yang sama. Terdapat faktor psikologis dalam menerima
pesan yang disampaikan media massa. Masing-masing individu mempunyai perhatian,

75  
 
minat, keinginan yang berbeda yang dipengaruhi faktor-faktor psikologis yang ada pada diri
individu tersebut sehingga mempengaruhi dalam menerima pesan yang disampaikan media
massa.
Teori Penggolongan Sosial (Social Category Theory)

Individu yang masuk dalam kategori sosial tertentu/sama akan cenderung memiliki prilaku
atau sikap yang kurang lebih sama terhadap rangsangan-rangsangan tertentu. Pesan-pesan
yang disampaikan media massa cenderung ditanggapi sama oleh individu yang termasuk
dalam kelompok sosial tertentu.

Dengan adanya penggolongan sosial ini muncullah media massa yang sifatnya special atau
khusus yang diperuntukan bagi kalangan tertentu, dengan mengambil segmentasi/pangsa
pasar tertentu.

Asumsi teori

Individu yang masuk dalam kategori sosial tertentu atau sama akan cenderung memiliki
prilaku atau sikap yang kurang lebih sama terhadap rangsangan-rangsangan tertentu.
Pesan-pesan yang disampaikan media massa cenderung ditanggapi sama oleh individu
yang termasuk dalam kelompok sosial tertentu.

Penggolongan sosial ini berdasarkan :

• Usia : anak-anak, dewasa, orangtua


• Jenis kelamin : laki-laki, perempuan
• Suku bangsa : Sunda, Jawa, Batak, Minang, Aceh, Papua, Bali, dll
• Profesi : dokter, pengusaha, pedagang, sopir, tukang becak, dll.
• Pendidikan : sarjana, tamatan SLTA, SLTP, SD, buta hurup.
• Kegemaran atau Hobby : Olahraga, kesenian, dll.
• Status sosial : Kaya, biasa, dan miskin.
• Agama : Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dll.

Dengan adanya penggolongan sosial ini muncullah media massa yang sifatnya special atau
khusus yang diperuntukan bagi kalangan tertentu, dengan mengambil segmentasi/pangsa
pasar tertentu misalnya : Majalah Femina, Kartini, Wanita , dll yang diperuntukan wanita
kalangan tertentu, Majalah Bobo misalnya diperuntukan untuk anak-anak. Majalah Bola,
Soccer, Go, F1, dll diperuntukan mereka yang senang olahraga. Majalah Adil, Amanat,
Bangkit misalnya diperuntukan mereka yang senang politik. Monitor, Cek and Ricek,
misalnya diperuntukan mereka yang senang dengan berita seputar gosip para artis.

76  
 
Begitu juga di media elektronik disajikan acara-acara tertentu yang memang diperuntukan
bagi kalangan tertentu dengan memprogramkannya sesuai dengan waktu dan segmen
khalayaknya.

Teori Hubungan Sosial (Social Relationship Theory)

Asumsi teori

Pada dasarnya pesan-pesan komunikasi massa lebih banyak diterima individu melalui
hubungan personal dibanding langsung dari media massa. Informasi melalui media massa
tersebar melalui hubungan-hubungan sosial di dalam masyarakat. Teori ini berhubungan
dengan teori Two Step Flow Communication.

Teori Norma Budaya ( Norm and Cultural Theory)

Media massa menyampaikan informasi dengan cara-cara tertentu dapat menimbulkan


kesan yang oleh khalayak disesuaikan dengan norma-norma dan nilai-nilai budayanya.

Pesan media mampu mengubah norma-norma budaya yang telah ada/berlaku dalam
masyarakat. Dalam hal ini ada tiga indicator peran media terhadap budaya, yakni:

§ Memperkuat norma
§ Mengubah norma
§ Menciptakan norma baru

Media massa mempengaruhi budaya-budaya masyarakatnya dengan cara:

• Pesan-pesan yang disampaikan media massa memperkuat budaya yang ada. Ketika
suatu budaya telah kehilangan tempat apresiasinya, kemudian media massa memberi
lahan atau tempat maka budaya yang pada awalnya sudah mulai luntur menjadi hidup
kembali.
Contoh : Acara pertunjukan Wayang Golek atau Wayang Kulit yang ditayangkan
Televisi terbukti telah memberi tempat pada budaya tersebut untuk diapresiasi oleh
masyarakat.
• Media massa telah menciptakan pola baru tetapi tidak bertentangan bahkan
menyempurnakan budaya lama.
Contoh : Acara Ludruk Glamor misalnya memberi nuansa baru terhadap budaya
ludruk dengan tidak menghilangkan esensi budaya asalnya.
• Media massa mengubah budaya lama dengan budaya baru yang berbeda dengan
budaya lama.

77  
 
Contoh : Terdapat acara-acara tertentu yang bukan tak mungkin lambat laun akan
menumbuhkan budaya baru.

Menurut Paul Lazarfeld dan Robert K Merton terdapat empat sumber utama kekhawatiran
masyarakat terhadap media massa, yakitu :

• Sifat Media Massa yang mampu hadir dimana-mana (Ubiquity) serta kekuatannnya
yang potensial untuk memanipulasi dengan tujuan-tujuan tertentu
• Dominasi kepentingan ekonomi dari pemilik modal untuk menguasai media massa
dengan demikian media massa dapat dipergunakan untuk menjamin ketundukan
masyarakat terhadap status quo sehingga memperkecil kritik sosial dan memperlemah
kemampuan khalayak untuk berpikir kritis.
• Media massa dengan jangkauan yang besar dan luas dapat membawa khalayaknya
pada cita rasa estetis dan standar budaya populer yang rendah.
• Media massa dapat menghilangkan sukses sosial yang merupakan jerih payah para
pembaharu selama beberapa puluh tahun yang lalu.
4.9 SOCIAL LEARNING THEORY (TEORI PEMBELAJARAN SOCIAL)

Sebuah teori dalam bidang psikologis yang berguna dalam mengkaji dampak media massa
adalah Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory). Teori ini dipopulerkan oleh
Albert Bandura dan dibantu oleh Richard Walter. Namun, pembelajaran sosial ini pernah
diteliti oleh dua orang psikolog, yaitu: Neil Miller dan John Dollard pada tahun 1941.

Pembelajaran sosial dilakukan/didapat melalui pengamatan media. Respon/tindakan


individu muncul setelah melakukan pengamatan terhadap pesan yang disampaikan media
baik secara langsung maupun tidak langsung.

Teori ini mengalahkan teori sebelumnya, yakni teori tradisional yang menyatakan respon
individu/masyarakat akan terjadi bila dilakukan secara berulang pada aktivitas tertentu
hingga mengakibatkan respon tertentu.

Teori ini dapat digambarkan:

• Mencoba → berhasil → diulangi


• Mencoba → gagal → tidak akan mengulangi

Tahapan-tahapan Teori Sosial Learning

• Attention Procces : Pembelajaran sosial dilakukan melaui perhatian individu


• Retentional Procces: Pembelajaran sosial dilakukan melaui ingatan/merekam objek

78  
 
• Motor Retroduction : Pembelajaran sosial dilakukan melaui tindakan/aktivitas
• Motivational Procces : Timbulnya motivasi atas adanya ganjaran terhadap proses
yang dilakukan.
4.10 FOUR THEORY OF THE PRESS ( EMPAT TEORI PERS )

Tiga orang cendekiawan Amerika, masing – masing Fred S. Siebert, Theodore Peterson,
dan Wilbur Schramm pada tahun 1956 menerbitkan sebuah buku dengan judul “Four
Theory of The Press”. Yang pada mulanya hanya sebagai teori pers akan tetapi seiring
perkembangan jaman maka dapat disebut juga sebagai teori media massa.

Empat teori pers ini, yaitu :

• Authoritarian theory ( teori otoriter )


Aplikasi teori ini dimulai pada abad 16 di Inggris, Prancis, dan Spanyol yang pada
zaman berikutnya meluas ke Rusia, Jerman, Jepang, dan negara – negara lain di Asia
dan Amerika Latin.
Menurut Fred S. Siebert teori otoriter menyatakan bahwa hubungan media massa
dengan masyarakat ditentukan oleh asumsi – asumsi filsafat yang mendasar tentang
manusia dan Negara. Dalam hal ini tercakup : (1) sifat manusia, (2) sifat masyarakat,
(3) hubungan antara manusia dengan Negara, dan (4) masalah filsafat yang
mendasar, sifatpengetahuan dan sifat kebenaran.
• Libertarian Theory ( teori libertarian )
Seperti halnya teori otoriter, teori liberal juga dikemukakan oleh Fred S. Siebert.
Ditegaskan olehnya bahwa untuk memahami prinsip – prinsip pers dibawah
pemerintahan demokratik, seseorang harus memahamj filsafat dasar dari liberalisme
yang dikembangkan pada abad 17 dan 18.
Manusia menurut faham liberalisme adalah hewan berbudi pekerti dan merupakan
tujuan bagi dirinya sendiri. Kebahagiaan dan kesejahteraan seseorang adalah tujuan
masyarakat, dan manusia sebagai organisme berpikir mampu mengorganisasikan
dunia sekelilingnya dan mampu membuat keputusan – keputusan untuk memajukan
kepentingannya.
• Soviet Communist Theory ( teori komunis soviet )
Schramm berpendapat bahwa pengawasan terhadap media massa harus berpijak
pada mereka yang memiliki fasilitas, sarana percetakan, stasiun siaran, dan lain – lain.
Selama kelas kapitalis mengawasi fasilitas fisik ini, kelas buruh tidak akan mempunyai
akses pada saluran – saluran komunikasi. Kelas buruh harus mempunyai sarana
komunikasi sendiri.
• Sosial Responsibility Theory ( teori tanggung jawab social )

79  
 
Dasar pemikiran utama dalam teori ini adalah bahwa kebebasan dan kewajiban
berlangsung secara beriringan, dan pers yang menikmati kedudukan dalam
pemerintahan yang demokratis, berkewajiban untuk bertanggung jawab kepada
masyarakat dalam melaksanakan fungsi – fungsi tertentu yang hakiki.
4.11 TEORI MEDIA EQUATION

Teori ini memprediksikan mengapa seseorang secara tidak sadar, merespon dan berbicara
dengan media layaknya seperti ketika berbicara dengan orang. (Byron Reeves, Clifford
Nass, 1996)

Teori ini melihat komunikasi interpersonal antara individu dan media. Kita berbicara dengan
komputer kita, dan kita menerapkan hubungan pribadi layaknya komputer itu adalah
seorang manusia. Kita secara tidak sadar memperlakukan media tersebut layaknya seperti
manusia. Ada keunikan tersendiri dengan teori ini. Teori ini terbilang baru dan memberikan
pendekatan baru dalam bidang komunikasi interpersonal.

Teori ini termasuk teori empiris (positivis). Teori ini lulus dalam kriteria teori empiris dari
Chaffee & Berger’s 1997 yang mengatakan bahwa:

• Teori ini memprediksi bagaimana seseorang memperlakukan media (berdasarkan


teori interpersonal) layaknya media itu adalah manusia.
• Teori ini menjelaskan bahwa pemirsa adalah aktif
• Teori ini relatif mudah dimengerti
• Teori ini termasuk aliran positivis (generalisasi, satu kebenaran, perilaku bisa
diprediksi, dan tidak melihat nilai-nilai yang dianut seseorang).

Contoh : Ketika kamu melihat acara televisi dengan televisi yang kecil, kamu
cenderung akan melihat lebih dekat. Dan ketika televisinya besar, kamu duduk menjauhinya.
Coba saja minta tolong temanmu untuk memperhatikan tingkah lakumu ketika sedang
menonton acara yang menampilkan artis, program, atau kejadian menarik. Sewaktu kecil
dulu, aku cenderung mendekati televisi, tersenyum sendiri, dan terkadang terkesima jika
melihat artisyang aku suka muncul didalam televisi. Sebaliknya jika ada artis yang tidak aku
suka, aku cenderung untuk tidak melihatnya dan menjauhi televisi.

4.12 TEORI IMPEREALISME BUDAYA

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herb Schiller pada tahun 1973. Tulisan pertama
Schiller yang dijadikan dasar bagi munculnya teori ini adalah Communication and Cultural
Domination. Teori imperialisme budaya menyatakan bahwa negara Barat mendominasi
media di seluruh dunia ini. Ini berarti pula, media massa negara Barat juga mendominasi

80  
 
media massa di dunia ketiga. Alasannya, media Barat mempunyai efek yang kuat untuk
mempengaruhi media dunia ketiga. Media Barat sangat mengesankan bagi media di dunia
ketiga. Sehingga mereka ingin meniru budaya yang muncul lewat media tersebut. Dalam
perspektif teori ini, ketika terjadi proses peniruan media negara berkembang dari negara
maju, saat itulah terjadi penghancuran budaya asli di negara ketiga.

Kebudayaan Barat memproduksi hampir semua mayoritas media massa di dunia ini, seperti
film, berita, komik, foto dan lain-lain. Mengapa mereka bisa mendominasi seperti itu?
Pertama, mereka mempunyai uang. Dengan uang mereka akan bisa berbuat apa saja untuk
memproduksi berbagai ragam sajian yang dibutuhkan media massa. Kedua, mereka
mempunyai teknologi. Dengan teknologi modern yang mereka punyai memungkinkan sajian
media massa diproduksi secara lebih baik, meyakinkan dan “seolah nyata”.

Negara-negara dunia ketiga melihat media massa di negara barat sebagai bentuk sajian
yang kemudian menjadi gaya hidup, kepercayaan dan pemikiran. Diyakini, keinginan
negara-negara dunia ketiga untuk menerapkan sistem demokrasi yang memberikan
kebebasan berpendapat, sedikit banyak merupakan hasil sajian media massa Barat yang
masuk ke dunia ketiga. Selanjutnya, negara dunia ketiga tanpa sadar meniru apa yang
disajikan media massa yang sudah banyak diisi oleh kebudayaan Barat tersebut. Saat itulah
terjadi penghancuran budaya asli negaranya untuk kemudian mengganti dan disesuaikan
dengan budaya Barat. Kejadian ini bisa dikatakan terjadinya imperialisme budaya Barat.
Imperialisme itu dilakukan oleh media massa Barat yang telah mendominasi media massa
dunia ketiga.

Imperialisme budaya menempatkan media -televisi, radio, jurnalisme, periklanan- diatas


segalanya. walaupun media secara analistis terpisah dari segala aspek budaya, namun
dapat terlihat dengan jelas bahwa media dan budaya memiliki koneksi yang sangat dekat
dengan berbagai aspek lain yang mengkaji tentang kehidupan manusia. Yang dialami
orang-orang terhadap pengaruh televisi misalnya, seringkali menimbulkan efek mediasi
yang bermakna. Pada dasarnya abstraksi yang terdapat dalam budaya secara keseluruhan
memiliki problematika yang tinggi. Namun ada juga timbulnya argumen tentang kegunaan
media sebenarnya pada masa Imperialisme budayal imperialisme media yang harus kita
coba ketahui dari luar

Imperialisme media adalah cara khusus untuk mempersoalkan tentang imperialisme


budaya. Bukan hanya sebuah nama agar kita mempelajari media guna pembangunan
negara atau untuk market internasional dalam komunikasi. Tetapi didalamnya melibatkan
berbagai isu-isu politik yang bersifat kompleks -termasuk juga komitmen potitik- yang
mengarahkan kedalam pengertian dominasi budaya.

81  
 
Johan Galtung dalam tulisannya berjudul A Structural Theory of Imperialism
mengembangkan teori dependensia. Ia menjelaskan adanya dominasi negara maju atas
negara berkembang dalam bidang komunikasi ini. Menurut Galtung, dunia dikuasai oleh
negara maju (pusat). Penyebaran informasi ke negara-negara berkembang (pinggiran)
tergantung sepenuhnya pada negara maju tersebut. Karena itu, tidak heran kalau negara-
negara maju dapat dengan mudah dan gencar menyampaikan informasi berita-berita yang
mempunyai bias kepentingan mereka secara politik, sosial, ekonomi maupun budaya. Di sisi
lain, negara-negara berkembang tidak mampu menyaingi kedigdayaan informasi dan
komunikasi negara-negara maju. Inilah yang akhirnya menimbulkan benturan-benturan di
dalam negara berkembang.

Begitulah peran dan pengaruh media massa dalam membentuk perilaku, pola hidup dan
cara pandang suatu masyarakat. Sebagai sarana penyampai informasi, media massa telah
terbukti mampu membentuk opini publik, yang pada gilirannya turut mewarnai arus utama
dinamika masyarakat tersebut. Saat ini media massa memainkan peranan sebagai kekuatan
dalam perubahan sosial. Bagaimana eksistensi media massa, kekuatan yang mengitari dan
mempengaruhi perkembangan media massa, hubungan pemerintah dan media massa di
masa lampau dan masa sekarang serta peran media massa sebagai penafsir informasi,
pembujuk, investigator dan hiburan saat ini sudah sedemikian dinamis dan bahkan saling
kompetitif.

Media massa memang merupakan kekuatan massif yang mampu membentuk masyarakat.
Perkembangan dan kebangkrutan sebuah media massa sangat dipengaruhi oleh berbagai
kekuatan politik, ekonomi, sosial dan budaya yang melingkupinya. Sebaliknya,
perkembangan ekonomi, sosial, politik dan budaya suatu masyarakat juga sangat
dipengaruhi oleh akses informasi media massa yang mereka terima.

4.13 TEORI PROSES SELEKTIF

Teori proses selektif ( selective processes theory) ini merupakan hasil penelitian lanjutan
tentang efek media massa pada Perang Dunia II yang mengatakan bahwa penerimaan
selektif media massa mengurangi sejumlah dampak media. Teori ini menilai orang
cenderung melakukan selective exposure (terpaan selektif). Mereka menolak pesan yang
berbeda dengan kepercayaan mereka.

Tahun 1960, Joseph Klapper menerbitkan kajian penelitian efek media massa yang
tergabung dalam penelitian pasca perang tentang persuasi, pengaruh pesona dan proses
selektif. Klapper menyimpulkan bahwa pengaruh media itu lemah, presentase pengaruhnya
kecil bagi pemilih dalam pemilihan umum, pasar saham, dan para pengiklan.

82  
 
Teori ini menjelaskan bahwa masyarakat melakukan suatu proses seleksi sehingga
masyarakatlah yang secara selektif menentukan, efek apa yang mereka ingin dapatkan dari
informasi yang diberikan oleh media. Masyarakat, pada umumnya akan menghindari
informasi yang datang dari media, yang secara fundamental kontradiktif dengan nilai-nilai
atau ideologi yang selama ini mereka miliki, dan yakin akan kebenarannnya. Sebagai
contoh, kelompok masyarakat yang mendukung invasi Amerika Serikat ke Irak, tidak akan
membaca artikel mengenai pembentukan kedamaian di Irak, dan penghapusan perang.
Pada tahun 1960, Joseph Klapper berpendapat melalui penelitiannya mengenai efek media
pascaperang. Klapper menyimpulkan bahwa media merupakan organisasi yang lemah,
media gagal dalam menambah partisipasi politik masyarakat (ataupun Partisipasi dalam
pemilu).

4.14 TEORI KOMUNIKASI DUA TAHAP

Two step flow theory (teori komunikasi dua tahap) dari Katz dan Lazarsfeld

Media Massa —> Pesan-pesan —> Opinion Leaders—> Followers (Mass Audience)

Konsep komunikasi dua tahap (two step flow of communication) pada awalnya berasal dari
Paul Felix Lazarsfeld, Bernard Berelson dan Hazel Gaudet yang berdasarkan pada
penelitiannya menyatakan bahwa ide-ide seringkali datang dari radio dan surat kabar yang
ditangkap oleh pemuka pendapat (opinion leaders) dan dari mereka ini berlalu menuju
penduduk yang kurang giat. Hal ini pertama kali diperkenalkan oleh Lazarsfeld pada tahun
1944. Kemudian dikembangkan oleh Elihu Katz di tahun 1955.

Pada awalnya para ilmuan berpendapat bahwa efek yang diberikan media massa berlaku
secara langsung seperti yang dikatakan oleh teori jarum suntik. Akan tetapi Lazarsfeld
mempertanyakan kebenarannya. Pada saat itu, mungkin saja dia mempertanyakan apa
hubungan antara media massa dan masyarakat pengguna media massa saat kampanye
pemilihan presiden berlangsung. Selain itu keingintahuan Lazarsfeld terhadap apa saja efek
yang diberikan media massa pada masyarakat pengguna media massa pada saat itu serta
cara media massa menyampaikan pengaruhnya terhadap masyarakat.

Lazarsfeld yang pada saat itu melakukan observasi yang kemudian menemukan kesimpulan
yang sedikit bertolak belakang dengan apa yang diyakini sebelumnya. Hal yang ditemukan
Lazarsfeld bahwa terdapat banyak hal yang terjadi saat media massa menyampaikan
pesannya. Cara kerja media massa dalam mempengaruhi opini masyarakat terjadi dalam
dua tahap. Disebut dua tahap karena model komunikasi ini dimulai dengan tahap pertama
sebagai proses komunikasi massa, yaitu sumbernya adalah komunikator kepada pemuka

83  
 
pendapat. Kedua sebagai proses komunikasi antarpersonal, yaitu dimulai dari pemuka
pendapat kepada pengikut-pengikutnya. Proses tersebut bisa digambarkan seperti bagan di
bawah ini:

• Teori ini berasumsi bahwa media tidak membuat orang langsung terpengaruh oleh
muatan informasi yang dibawahnya.
• Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa proses pengaruh terjadi justeru melalui
perantaraan orang-orang yang dikenal dengan sebutan pemuka pendapat (opinion
leader).
• Pemuka pendapat ini pula yang berperan dalam merekomendasikan dan
mengkonfirmasi perubahan sikap dan perilaku masyarakat di sekitarnya.
• Jadi, pemimpinlah yang menjadi target pesan media massa, yang diharapkan dapat
mempengaruhi pendapat para pengikutnya (Josep A Devito, 1997)

Teori ini memperlihatkan bahwa pengaruh media itu kecil, ada variabel lain yang lebih bisa
mendominasi dalam mempengaruhi masing-masing penonton. Hal ini dapat dicontohkan
pada dua orang yang sedang menonton sebuah iklan motor di TV. Orang pertama
berkeyakinan bahwa motor yang ditayangkan dalam iklan tersebut adalah paling bagus
daripada motor lainnya, karena ia pun telah mencoba dan membuktikannya. Dan akhirnya ia
menceritakan hal itu kepada penonton lain yang kebetulan sedang mencari motor yang
dianggap baik pula. Setelah itu, penonton kedua pun mendapat keyakinan yang sama,
Sehingga ia membeli motor yang serupa. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa
variabel lain yang dianggap lebih bisa mendominasi daripada media adalah seseorang
terdekat yang memberi pengaruh kuat pada orang lainnya.

Kelemahan:

• Kurang memperhatikan audiens, karena tidak memperhatikan aliran pesan kepada


audiens
• Model ini juga tidak menunjukkan dampak media kepada audiens, karena yang dilihat
hanya aspek penafsiran pemimpin opini meskipun pesan-pesan yang disampaikan
berasal dari media massa.

Kritik Wilbur Schramm & William Porter (1982):

• Tidak selalu informasi yang disampaikan media massa (mis. TV) proses
penerimaannya berdasarkan pertimbangan opinion leader.
• Biasanya para opinion leader memiliki SSE, SSP, SSP lebih tinggi daripada audiens,
jadi mereka terbiasa dengan komunikasi massa dibandingkan para pengikutnya.

84  
 
4.15 TEORI HEGEMONI MEDIA

Dalam hal ini, media massa merupakan memperkuat hegemoni dominan. Peranan media
adalah membangun dukungan masyarakat dengan cara mempengaruhi dan membentuk
alam pikiran mereka dengan menciptakan sebuah pembentukan dominasi melalui
penciptaan sebuah ideologi yang dominan. Menurut paradigma hegemonian, media massa
adalah alat penguasa untuk menciptakan ketaatan. Media massa, seperti halnya lembaga
sosial lain seperti sekolah dan rumah sakit, dipandang sebagai sarana ampuh dalam
mereproduksi dan merawat ketaatan publik.

Memasuki abad ke 21, industri media tengah berada di dalam perubahan yang cepat.
Kerajaan-kerajaan media mulai membangun diri dengan skala yang besar. Merger ataupun
pembelian media lain dalam industri media terjadi di mana-mana dengan nilai perjanjian
yang sangat besar. Semakin lama bisnis media semakin besar dan melibatkan hampir
seluruh outlet media yang ada dengan kepemilikan yang makin terkonsentrasi. Masyarakat
mulai tenggelam dalam dunia yang dipenuhi oleh media.

Everett M. Rogers dalam bukunya Communication Technology; The New Media in Society
(dalam Mulyana, 1999), mengatakan bahwa dalam hubungan komunikasi di masyarakat,
dikenal empat era komunikasi yaitu era tulis, era media cetak, era media telekomunikasi dan
era media komunikasi interaktif. Dalam era terakhir dikenal media komputer, videotext dan
teletext, teleconferencing, TV kabel, dan sebagainya

Sedangkan Marshall McLuhan dalam bukunya Understanding Media B The Extensions of


Man (1999), mengemukakan ide bahwa A medium is message. McLuhan menganggap
media sebagai perluasan manusia dan bahwa media yang berbeda-beda mewakili pesan
yang berbeda-beda. Media juga menciptakan dan mempengaruhi cakupan serta bentuk
hubungan-hubungan dan kegiatan-kegiatan manusia. Pengaruh media telah berkembang
dari individu kepada masyarakat. Dengan media, setiap bagian dunia dapat dihubungkan
menjadi desa globa,Hegemoni, menurut pandangan Gramsci (1971), tidak hanya
menunjukkan dominasi dalam kontrol ekonomi dan politik saja, namun juga menunjukkan
kemampuan dari suatu kelas sosial yang dominan untuk memproyeksikan cara mereka
dalam memandang dunia. Jadi, mereka yang mempunyai posisi di bawahnya menerima hal
tersebut sebagai anggapan umum yang sifatnya alamiah.

Budaya yang tersebar merata di dalam masyarakat pada waktu tertentu dapat
diinterpretasikan sebagai hasil atau perwujudan hegemoni, perwujudan dari penerimaan
Akonsesual oleh kelompok-kelompok gagasan subordinat, nilai-nilai, dan kepemimpinan
kelompok dominan tersebut. Menurut Gramsci, kelompok dominan tampaknya bukan

85  
 
semata-mata bisa mempertahankan dominasi karena kekuasaan, bisa jadi karena
masyarakat sendiri yang mengizinkan

Keberadaan media dimana-mana dan juga periklanan telah mengubah pengalaman sosial
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Media merupakan unsur penting dalam pergaulan
sosial masa kini. Kebudayaan masyarakat tidak terlepas dari media, dan budaya itu sendiri
direpresentasikan dalam media.

Sekarang ini eksploitasi pers dan media interaktif telah menuju ke arah penciptaan
supremasi media yang mengancam keberadaan cara pandang objektif dan ruang publik. Hal
ini sesuai dengan pandangan teori hegemoni; peran media bukan lagi sebagai pengawas
(watchdog) pemerintah, tetapi justru menopang keberadaan kaum kapitalis dengan
menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka.

Di sisi lain, keberadaan media massa dewasa ini dinilai telah dijejali oleh informasi atau
berita-berita yang menakutkan, seperti kekerasan, pencurian, pelecehan seksual, dan
sebagainya. Bahkan media massa, kini menjadi penyebar pesan pesimisme. Akibatnya,
media massa justeru sangat menakutkan bagi masyarakat.

Singkatnya, hegemoni dapat dikatakan sebagai reproduksi ketaatan, kesamaan pandangan,


dengan cara yang lunak. Lewat media massa lah hegemoni dilakukan. Media secara
perlahan-lahan memperkenalkan, membentuk, dan menanamkan pandangan tertentu
kepada khalayak.

Tidak hanya dalam urusan politik dan ekonomi, dapat juga menyangkut masalah budaya,
kesenian, bahkan ke hal yang ringan seperti gaya hidup.

Masalahnya kemudia adalah: Apakah masyarakat terlayani dengan informasi yang aktual,
beragam, dan sesuai dengan kepentingan mereka oleh industri ini, atau perkembangan
yang luar biasa ini hanya untuk meningkatkan keuntungan bagi Asegelint orang yang terlibat
dalam industri ini?

Media, menurut sudut pandang model pasar (Croteau dan Hoynes, 2001), dilihat sebagai
tempat pemenuhan kebutuhan masyarakat berdasarkan atas hukum permintaan dan
persediaan. Model ini memperlakukan media layaknya barang dan jasa lainnya. Bisnis
media beroperasi dalam apa yang disebut sebagai Adual product market, pasar dengan dua
produk. Secara bersamaan menjual dua jenis Aproduk yang sama sekali berbeda pada dua
jenis pembeli yang sama sekali berbeda.

86  
 
Dalam kenyataan, konsumen yang direspon oleh perusahaan media adalah pengiklan,
bukan orang yang membaca, menonton, atau mendengarkan media. Ini tentu saja dapat
menjelaskan bagaimana acara-acara di televisi misalnya, tampil hampir seragam. Apabila
hasil riset menyatakan banyak orang yang menontonnya maka pengiklan akan memasang
iklan pada slot acara tersebut, yang berarti pemasukan, sehingga tidak ada alasan bagi
stasiun televisi untuk mengubahnya.

Sekarang ini, eksploitasi pers dan media interaktif telah menuju ke arah penciptaan
supremasi media yang mengancam keberadaan cara pandang objektif dan ruang publik. Hal
ini sesuai dengan pandangan teori hegemoni; peran media bukan lagi sebagai pengawas
(watchdog) pemerintah, tetapi justru menopang keberadaan kaum kapitalis dengan
menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka.

Di sisi lain, keberadaan media massa dewasa ini dinilai telah dijejali oleh informasi atau
berita-berita yang menakutkan, seperti kekerasan, pencurian, pelecehan seksual, dan
sebagainya. Bahkan media massa, kini menjadi penyebar pesan pesimisme. Akibatnya,
media massa justru sangat menakutkan bagi masyarakat. Di negara-negara berkembang,
banyak sekali dijumpai kenyataan bahwa harapan-harapan yang diciptakan oleh pesan
komunikasi dalam media massa menimbulkan frustrasi, karena tidak terpenuhi harapan
yang dipaparkan media

Dalam upaya menyikapi pengaruh media massa seperti itu, saat ini berkembang pemikiran
tentang media.

Tujuan dasar literasi media ialah mengajar khalayak dan pengguna media untuk
menganalisis pesan yang disampaikan oleh media massa, mempertimbangkan tujuan
komersil dan politik di balik suatu citra atau pesan media, dan meneliti siapa yang
bertanggungjawab atas pesan atau idea yang diimplikasikan oleh pesan atau citra itu.

Seseorang pengguna media yang mempunyai literasi media atau melek media akan
berupaya memberi reaksi dan menilai sesuatu pesan media dengan penuh kesadaran dan
tanggung jawab. Kajian literasi media menyediakan pengetahuan, informasi, dan statistik
tentang media dan budaya, serta memberi pengguna media dengan satu set peralatan
untuk berfikir dengan kritis terhadap idea, produk atau citra yang disampaikan dan dijual
oleh isi media massa.

Dalam upaya menyikapi pengaruh buruk dan hegemoni media massa, saat ini berkembang
pemikiran tentang media literasi. Kajian ini merupakan gerakan penting di kalangan
kumpulan-kumpulan advokasi di negara maju untuk mengendalikan kepentingan dan

87  
 
pengaruh media massa dalam kehidupan individu, keluarga dan masyarakat serta
membantu kita merancang tindakan dalam menangani pengaruh tersebut.

Di indonesi sandiri menjadi panutan bagi bangsa -bangsa lain telah berhasil menjalan kan
program penghijauan hutan gundul untuk mengatasi global worning .agenda itu ini tidak
disia-siakan oleh pandangan masyarakat dunia terhadap ,dan membangun pandangan
indonesia negara yang masih hijaudan menyelamtan hutan gundul dari penebangan liar.

Misal nya amerika yang seolah negara terkuat, superhero, penyelamat dunia Dengan
pandainya, mereka melakukan hegemoni ini melalui film-film mereka yang ditonton sebagian
besar masyarakat dunia. Coba perhatikan film-film science fiction seperti Armageddon,
Independence Day, Mars Attack, dan lain sebagainya.

Di sini Amerika Serikat selalu digambarkan sebagai sosok jagoan. Usaha-usaha mereka
digambarkan bukan hanya untuk menyelamatkan bangsanya sendiri, tetapi untuk
menyelamatkan dunia. Dan sudah dipastikan, mereka berhasil melakukan usaha
penyelamatan tersebut. Kita penonton seolah-olah terdoktrin bahwa bangsa Amerika
adalah pelindung dunia, dan setiap tindakan yang dilakukan adalah untuk kepentingan
seluruh bangsa di dunia.

Begitu juga indonesia media mengberitakan agenda terebut dan agar indonesia sok peduli
lingkungan.Contoh lain yang populer di Indonesia adalah ketika sinetron-sinetron remaja
berhasil menciptakan pergeseran nilai dalam kehidupan remaja di kota-kota besar.

Dengan perkembangan seperti di atas, baik dalam jumlah maupun jenisnya, mustahil semua
media massa menguasai seluruh pasar yang ada. Sebaliknya, kecil sekali kemungkinan
hanya satu media massa dapat menguasai seluruh pasar, dalam arti memenuhi segala
macam tuntutan pasar, karena tuntutan pasar juga sangat bervariasi.

Kompetisi telah menjadi kata kunci dalam kehidupan media massa saat ini. Keadaannya
menjadi semakin kompleks, karena mencakup kompetisi tiga kelompok yaitu: Pertama,
antara media cetak baik dari jenis yang sama maupun yang berbeda jenis; Kedua, antara
media elektronik baik audio (radio) maupun audio-visual (televisi); serta Ketiga, antara
media cetak di satu pihak dengan media elektronik di pihak lain.

Dalam memperebutkan pangsa pasar, kompetisi media massa tidak hanya meliputi aspek
isi, penyajian berita atau bentuk liputan lainnya, tetapi juga aspek periklanan. Hal tersebut
dipersulit pula oleh perubahan tuntutan pasar (konsumen). Juga perubahan dalam cara,
gaya dan strategi kompetisi yang digunakan masing-masing media massa sebagai respons
terhadap tuntutan pasar.

88  
 
SUMBER :

http://michaelksk94.blogspot.com/2013/03/jenis-teori-umum-dan-kontekstual.html
http://putritiarniyasin.wordpress.com/2013/06/03/makalah-kumpulan-teori-
komunikasi/
http://imaginativecenda.blogspot.com/2010/11/teori-dialektika-relasional.html
http://yasir.staff.unri.ac.id/2012/03/14/teori-pemikiran-kelompok-groupthink-theory/
http://mynameisfarina.blogspot.com/2011/06/teori-kerja-kelompok-efektif.html
http://kreasianakjikom2010.blogspot.com/2011/06/teori-teori-komunikasi-
kelompok.html
http://beranibelajarberbuat.blogspot.com/2013/04/sosiometrik.html
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCkQ
FjAA&url=http%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F23323224%2F51121
6169%2Fname%2Fteori&ei=0Ck5U-
SjA8iMrQfgsIGwDw&usg=AFQjCNFKdSiJW0oBjm8puiuxT6dhsHQvZw&sig2=nouQN
Kcce80eF_wAxblyLg
Goldberg, Alvin A, dan Carl E Larson. 1985. Komunikasi kelompok.Jakarta : UI-
Press.
Griffi, EM. Communication Theory. Boston : Mc Graw Hill, 2003.
Hartley, Peter. Interpersonal communication. New york : Routledge, 1993.
Littlejohn, Stepen W and Karen A. Foss. 2005. Teori komunikasi Theories of Human
Communication, Belmont : Wadsworth.
Littlejohn, Stephen W. II. Foss, Karen A. 2009. Encyclopedia of Communication
Theory. America: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data.
Mutmainah, Nina dan M. Budayana. 1994. Komunikasi Antarpribadi. Jakarta.:
Universitas Terbuka.
Pace, R. Wayne and Don F. Faules. 1998. Komunikasi Organisasi. Bandung :
Rosda.
Philip Smith “Cultural Theory”, hal 13-18. 1999.

89  
 

Anda mungkin juga menyukai