Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Setiap orang mempunyai pengertian akan suatu peristiwa atau masalah
yang terjadi pada dirinya atau pengalaman. Pengertian ini akan berbeda
pada setiap individu walaupun melihat hal yang sama.
Banyak cara atau gaya dalam pengambilan keputusan. Ada orang yang
cenderung menghindari masalah, ada juga yang berusaha memecahkan/
menyelesaikan masalah, bahkan ada yang mencari-cari masalah. Pada
prinsipnya, cara pengambilan keputusan mengacu pada bagaimana
seseorang mengolah informasi, apakah lebih dominan menggunakan
pikirannya ataukah dengan perasaannya. Setelah semua informasi diperoleh
melalui fungsi persepsi, maka seseorang harus melakukan sesuatu dengan
informasi tersebut. Informasi tersebut harus diolah untuk memperoleh suatu
kesimpulan guna mengambil suatu keputusan ataupun membentuk suatu
opini.
Ada gambaran preferensi mengenai dua cara yang berbeda tentang
bagaimana seseorang mengambil keputusan ataupun memberikan penilaian,
yaitu dengan berfikir menggunakan akal pikiran dan menggunakan perasaan
atau dengan persepsi.
Salah satu cara dalam mengambil keputusan adalah dengan
mempergunakan perasaan dan persepsi. Perasaan disini bukan berarti emosi,
melainkan dengan mempertimbangkan dampak dari suatu keputusan
terhadap diri sendiri/ orang lain. Apakah manfaatnya bagi diri sendiri/ orang
lain (tanpa mempersyaratkan terlebih dahulu bahwa hal tersebut haruslah
logis). Pengambilan keputusan atas dasar perasaan ini berlandaskan pada
nilai-nilai pribadi atau norma-norma dan bukan mengacu pada tindakan
yang dapat disebut emosionil. Apabila kita mengambil keputusan
berdasarkan perasaan, kita akan mempertanyakan seberapa jauh kita pribadi
akan melibatkan diri secara langsung, seberapa jauh kita merasa turut
bertanggung jawab terhadap dampak atas keputusan yang kita ambil, baik

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 1


terhadap diri sendiri maupun orang lain. Mereka yang mempunyai
preferensi menggunakan perasaan dalam mengambil keputusan, cenderung
bersikap simpatik, bijaksana dan sangat menghargai sesama. Banyak cara
atau gaya dalam pengambilan keputusan.
Salah satu contoh yang terjadi pada peristiwa 11 September 2001,
kehidupan masyarakat Amerika sebagian besar berubah. Perubahan ini
disebabkan oleh berbagai stereotip yang dimiliki oleh masyarakat Amerika
tentang orang-orang muslim.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud persepsi?
2. Persepsi orang membuat penilaian atas orang lain?
3. Hubungan antara persepsi dan pengambilan keputusan individual?
4. Pengambilan keputusan dalam organisasi?
5. Pengaruh dalam pengambilan keputusan, perbedaan individu dan
batasan organisasi?
6. Etika dalam pengambilan keputusan?
7. Kreativitas pengambilan keputusan kreatif dan inovasi dalam
organisasi?

1.3.  Tujuan Pembahasan


Tujuan penulis membuat makalah yang berjudul “ Persepsi dan
Pengambilan Keputusan Individu “ adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi persepsi.
2. Mengetahui bagaimana persepsi orang membuat penilaian atas orang
lain.
3. Mengetahui hubungan persepsi dengan pengambilan keputusan
individual.
4. Mengetahui pengambilan keputusan dalam organisasi.

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 2


5. Mengetahui pengaruh pengambilan keputusan antara perbedaan
individu dan organisasi.
6. Mengetahui bagaimana etika dalam pengambilan keputusan.
7. Mengetahui kreativitas pengambilan keputusan kreatif dan inovasi
dalam organisasi

1.4. Metode Pengumpulan Data


Dalam penyusunan makalah ini, diperlukan pengumpulan data serta
sejumlah informasi aktual yang sesuai dengan permasalahan yang akan
dibahas. Sehubungan dengan masalah tersebut dalam penyusunan makalah
ini, penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yang
pertama browsing di internet, studi pustaka dan buku cetak penerbit salemba
empat.
 

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 3


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Persepsi


Persepsi (perception) adalah sebuah proses individu
mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan sensoris untuk
memberikan pengertian pada lingkungannya.
Persepsi penting bagi prilaku organisasi karena perilaku orang-orang
didasarkan pada persepsi mereka tentang apa realita yang ada, bukan
mengenai realita itu sendiri.

Persepsi menurut para ahli:


 Persepsi menurut Robbins adalah suatu proses yang ditempuh oleh
setiap individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan
indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka.
 Persepsi menurut Rakhmat Jalaludin adalah pengalaman tentang
objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
 Persepsi menurut Ruch adalah suatu proses tentang petunjuk-petuntuk
inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan
diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang
terstuktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu.
 
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Sejumlah faktor membentuk dan kadang-kadang mengganggu
persepsi. Ketika anda melihat sebuah target, interpretasi anda tentang apa
yang anda lihat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi anda, sikap,
kepribadian motif, minat, pengalaman masa lampau dan ekspektasi.
Misalnya jika anda mengharapkan seorang petugas polisi agar otoritas, anda
mungkin menilainya demikian, tanpa memandang sifat-sifat yang
sebenarnya.

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 4


Karakteristik dari target juga mempengaruhi apa yang kita nilai.
Orang- orang yang berisik mungkin lebih disadari dari pada yang pendiam.
Demikian halnya juga terhadap orang yang menarik maupun tidak. Oleh
karena kita tidak melihat target dalam isolasi, hubungan antara sebuah target
dan latar belakang mempengaruhi persepsi, bagaimana kecenderungan kita
untuk mengelompokkan hal- hal yang dekat  dan mirip bersama- sama.
Konteks pun berpengaruh. Waktu saat kita melihat suatu objek atau
peristiwa dapat mempengaruhi perhatian kita, seperti lokasi, cahaya, panas
atau faktor-faktor situasional, misalnya pada sabtu malam anda mungkin
tidak menyadari seseorang berhias, tetapi jika seseorang itu berhias pada
kelas manajemen senin pagi, tentu saja anda akan memperhatikannya. Tidak
satupun dari penilai atau target berubah dari sabtu malam dan senin pagi,
tetapi situasinya berbeda.

2.2 Persepsi Orang Membuat Penilaian Atas Orang Lain.


Aplikasi konsep persepsi yang paling relevan terhadap perilaku
organisasi, persepsi orang, atau persepsi yang dibentuk orang tentang satu
sama lain.
 
TEORI ATRIBUSI
Teori Atribusi (attributior theory) menjelaskan cara-cara kita menilai
orang dengan berbeda, bergantung pada pengertian yang kita atribusikan
pada sebuah perilaku. Ini menyatakan bahwa ketika kita mengamati perilaku
seorang individu, kita mencoba menentukan apakah itu disebabkan dari
internal atau eksternal.
Penentuan itu terutama tergantung pada tiga faktor, yaitu :
1. Perbedaan
2. Konsensus
3. Konsistensi

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 5


Perilaku yang disebabkan internal adalah kendali perilaku pribadi dari
individu. Perilaku yang disebabkan eksternal adalah situasi yang kita
bayangkan, memaksa individu untuk melakukannya.
Contoh, jika salah satu pekerja anda datang terlambat, anda akan
mengatribusikannya pada bangun tidur kesiangan akibat pesta malam yang
ia adakan (ini atribusi internal). Tetapi jika anda mengatribusikannya pada
kecelakan mobil yang membuat macet (ini atribusi eksternal).
Jika dimasukkan analisa ketiga faktor tadi, perbedaan, konsensus dan
konsistensi, adalah faktor perbedaan merujuk apakah seorang individu
menampilkan perilaku yang berbeda dalam situasi yang berbeda, apakah
pekerja yang datang terlambat hari ini adalah mereka yang selalu
mengingkari komitmen? Yang ingin kita ketahui adalah apakah perilakunya
tidak biasa.  Jika “Ya” kita memakai atribusi eksternal. Jika “Tidak”
memakai atribusi internal.
Jika setiap orang menghadapi situasi yang sama, memberikan respons
yang sama, kita dapat mengatakan perilaku ini menunjukan Konsensus. Jika
Perilaku pekerja yang terlambat memenuhi kriteria jika semua pekerja yang
menempuh rute yang sama juga terlambat. Dari sebuah persepktif atribusi,
jika konsensunya tinggi, anda mungkin memberikan atribusi eksternal pada
keterlambatan pekerja itu. Sedangkan jika pekerja lain yang menempuh rute
yang sama datang tepat waktu maka anda akan mendistribusikan
keterlambatannya sebagai penyebab internal.
Terakhir, seorang pengamat mencari konsistensi dalam tindakan
seseorang. Apakah orang itu merespons dengan cara yang sama sepanjang
waktu, datang terlambat 10 menit tidak dinilai dengan cara yang sama bagi
pekerja yang belum pernah datang terlambat dalam beberapa bulan
dibanding pekerja yang terlambat tiga kali seminggu. Semakin konsisten
perilakunya, semakin mungkin kita mengatribusikannya pada penyebab
internal.
Teori atribusi meringkas elemn-elemen penting dalam tindakan
seseorang. Hal ini menyatakan pada kita bahwa jika seorang pekerja,
misalnya Katelyn, umumnya tingkat kinerja yang sama pada tugas-tugas

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 6


lain sebagaimana yang ia mengerjakan tugasnya sekarang (perbedaan yang
rendah), pekerjaan lainnya sering kali memiliki kinerja berbeda, bisa lebih
baik atau lebih buruk, dibandingkan dengan Katelyn pada tugas itu
(konsesus rendah), dan kinerja Katelyn atas tugas sekarang konsisten
sepanjang waktu (konsistensi tinggi), siapapun yang menilai pekerjaan
Katelyn mungkin akan menganggap bahwa ia sangat bertanggung jawab
atas kinerja tugasnya (atribusi internal).
Salah satu temuan dari riset teori atribusi adalah bahwa kesalahan atau
bias mengganggu atribusi. Ketika kita membuat penilaian tentang perilaku
orang lain, kita cenderung meremehkan pengaruh faktor-faktor eksternal
dan melebihkan pengaruh faktor-faktor internal atau pribadi.
Kesalahan atribusi fundamental ini dapat menjelaskan mengapa
seorang manajer penjualan cenderung mengatribusikan buruknya kinerja
agen penjualnya pada kemalasan dibandingkan pada lini prduk inovatif
kompetitor. Individu dan oerganisasi juga cenderung mengatribusikan
kesuksesan mereka pada faktor-faktor internal seperti kemauan atau usaha,
tetapi menyalahkan kegagalan pada faktor-faktor eksternal seperti
ketidakberuntungan atau rekan kerja yang tidak produktif. Orang-orang juga
cenderung mengatribusikan informasi-informasi ambigu seperti pujian
bagus, menerima umpan balik positif dan menolak umpan balik negatif.
Bias Pelayanan Diri (self serving bias) kecenderungan individu untuk
mengatribusikan kesuksesan mereka pada faktor-faktor internal seperti
kemampuan atau usaha, tetapi menyalahkan kegagalan pada faktor- faktor
eksternal.

2.3 Hubungan Antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individual.


Setiap individu yang mengambil keputusan, merupakan pilihan yang
dibuat dari dua atau lebih alternatif. Manajer puncak menentukan sasaran
organisasi mereka, produk atau jasa apa yang akan ditawarkan, cara terbaik
apa untuk mendanai operasional, atau dimana lokasi sebuah pabrik
manufaktur baru. Manajer level menengah dan level rendah menetapkan
jadwal produksi, memilih pekerja-pekerja baru, dan menentukan bagaimana

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 7


alokasi kenaikan gaji. Oleh karena itu pengambilan keputusan individu
merupakan bagian penting dari perilaku organisasi. Tetapi cara individu
mengambil keputusan dan kualitas pilihannya sangat dipengaruhi oleh
persepsi mereka.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi atas masalah yaitu
sebuah perbedaan antara situasi sekarang dan yang diinginkan, yang
mengharuskan kita mempertimbangkan alternatif-alternatif tindakan.
Setiap keputusan kita membutuhkan untuk menginterpretasi dan
mengevaluasi informasi. Kita umumnya menerima data dari banyak sumber
yang perlu kita saring, proses dan interpretasi. Data mana yang relevan bagi
keputusan dan mana yang tidak. Persepsi kita akan menjawab pertanyaan
itu. Kita juga perlu mengembangkan alternatif dan mengevaluasi kekuatan
dan kelemahannya. Sekali lagi, proses perseptual kita akan mempengaruhi
hasil akhir. Selama proses pengambilan keputusan, kesalahan perseptual
sering kali muncul sehingga dapat membiaskan analisis dan kesimpulan.

2.4 Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi


Sekolah bisnis melatih mahasiswa untuk mengikuti model
pengambilan keputusan rasional. Saat model memiliki kelayakan, mereka
tidak selalu menjelaskan bagaimana orang mengambil keputusan. Perilaku
organisasi memperbaiki cara kita mengambil keputusan dalam organisasi
dengan mengatasi kesalahan pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan dalam organisasi dapat dikelompokan
menjadi Model Rasional, Rasionalitas Terbatas dan Intuisi.

a. Rasional
Rasional (rational) dikarakterisasikan dengan mengambil pilihan
yang konsisten, memaksimalkan nilai dalam batasan-batasan spesifik.
Dalam perilaku organisasi ada dua konsep dalam pengambilan keputusan
yang umumnya diterima oleh masing- masing individu untuk membuat
determinasi pengambilan keputusan rasional, rasional terbatas dan
instuisi.

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 8


Dalam keputusan rasional mengikuti enam langkah model
pengambilan keputusan ;
1. Definisi Masalah
2. Identifikasi kriteria keputusan
3. Alokasikan bobot pada kriteria itu
4. Kembangkanlah alternatif-alternatif
5. Evaluasi alternatif-alternatif itu
6. Pilihlah alternatif terbaik

Model pengambilan keputusan rasional mengasumsikan bahwa


pengambil keputusan memiliki informasi yang komplit, mampu
mengidentifikasi semua opsi yang relevan dengan tidak bias, dan
memilih opsi dengan utilitas tertinggi.
Model pengambilan keputusan rasional (rational decision-making
model) sebuah model pengambilan keputusan yang menjelaskan
bagaimana individu seharusnya berperilaku untuk memaksimalkan hasil.

b. Rasionalitas Terbatas
Rasionalitas terbatas (bounded rationality) sebuah proses
pengambilan keputusan dengan membangun model yang disederhanakan
yang mengeluarkan fitur-fitur esensial dari masalah tanpa menangkap
semua kompleksitasnya.
Kemampuan terbatas kita dalam memproses informasi membuat
tidak mungkin untuk mengasimilasikan semua informasi yang diperlukan
untuk optimalisasi.
Kebanyakan orang merespons masalah yang kompleks dengan
menguranginya sampai level yang mereka siap mengerti. Banyak
masalah tidak memiliki solusi yang optimal sehingga kebanyakan orang
memutuskan untuk mengejar tindakan yang memenuhi persyaratan
minimum.
Ketika anda mempertimbangkan untuk memilih kampus mana yang
anda masuki, apakah anda melihat semua alternatif yang mungkin?

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 9


apakah anda dengan hati-hati mengidentifikasi semua kriteria yang
penting dalam keputusan anda? apakah anda mengevaluasi semua
kampus untuk memutuskan kampus yang terbaik? jawabnya mungkin
“Tidak” sedikit orang yang memutuskan kampusnya dengan cara ini,
bukannya mengoptimalisasi, anda mungkin merasa puas dengan yang
ada.
Oleh karena pikiran manusia tidak dapat memformulasikan dan
memecahkan masalah-masalah kompleks dengan rasionalitas penuh.
Berusaha untuk selalu puas tidaklah selalu buruk, sebuah proses
sederhana lebih sering menjadi masuk akal dari pada model pengambilan
keputusan rasional tradisonal.
Kembali ke pilihan kampus tadi, akan lebih cerdas untuk berusaha
puas dengan menemukan sedikit kampus yang cocok dengan kebanyakan
pilihan anda dan kemudian memfokuskan perhatian anda dalam
mendiferensiasikan di antara mereka.

c. Intuisi
Intuisi mungkin cara yang paling tidak rasional dalam mengambil
keputusan adalah pengambilan keputusan intuitif, sebuah proses tanpa
sadar yang diciptakan dari pengalaman yang diperoleh. Pengambilan
keputusan intuitif diluar pikiran sadar, berpegang pada asosiasi holistis
atau kaitan antara potongan – potongan informasi yang tidak sama cepat,
dan secara efektif dibebankan, berarti melibatkan emosi.
Saat intuisi tidak rasional, ia tidak selalu salah. Tidak juga ia selalu
melawan analisis rasional keduanya dapat melengkapi satu sama lain.
Apakah intuisi membantu pengambilan keputusan yang efektif ? para
peneliti berpendapat, tetapi sebagian besar dari mereka meragukannya,
dikarenakan intuisi sulit diukur dan dianalis.

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 10


2.5 Pengaruh Dalam Pengambilan Keputusan: Perbedaan Individu dan
Batasan Organisasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana orang mengambil
keputusan dan tingkat di mana mereka rentan pada kesalahan serta bias. Kita
mendiskukan perbedaan-perbedaan individual dan batasan-batasan
organisasi.

a. Perbedaan Individu
Pengambilan keputusan dalam praktiknya dikarakterisasikan oleh
batasan-batasan rasionalitas, bias dan kesalahan umum serta
penggunaan instuisi. Perbedaan-perbedaan individu juga menciptakan
deviasi dari model rasional, yang terdiri dari:
1. Kepribadian
Riset tentang kepribadian dan pengambilan keputusan
menyatakan kepribadian mempengaruhi keputusan kita.
Aspek-aspek spesifik dari kehati-hatian dari pada sifat-sifat
luasnya, bisa mempengaruhi eskalasi komitmen. Khususnya aspek
kehati-hatian usaha keras untuk pencapaian dan kepatuhan.
 Pertama riset menyatakan bahwa orang-orang yang berjuang
dalam pencapaiannya lebih mungkin mengeskalasi
komitmennya, sedangkan orang-orang yang patuh lebih tidak
mungkin.
 Kedua, individu yang mengejar pencapaian tampaknya lebih
rentan pada bias retrospeksi, mungkin karena mereka perlu
menjustifikasi tindakannya. Kita belum memiliki bukti
mengenai apakah orang-orang yang patuh kebal pada bias ini.
Orang-orang dengan harga diri tinggi sangat termotivasi untuk
mempertahankannya, sehingga mereka menggunakan bias
pemenuhan diri untuk mempertahankannya. Mereka menyalahkan
orang lain atas kegagalanya, tetapi mengambil kredit atas
kesuksesan.

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 11


2. Jenis Kelamin
Riset atas kontemplasi menawarkan pandangan mengenai
perbedaan jenis kelamin dalam pengambilan keputusan.
Kontemplasi bermakna berefleksi dalam waktu yang lama. Dari sisi
pengambilan keputusan, itu berarti terlalu memikirkan masalah.
Dua puluh tahun studi mendapati wanita mengahabiskan lebih
banyak waktu dibandingkan pria dalam menganalisis masa lalu,
masa kini dan masa depan. Mereka lebih mungkin terlalu
menganalisis masalah sebelum mengambil keputusan dan
menyesali keputusan ketika telah dibuat. Ini dapat mengarah pada
pertimbangan kehat-hatian atas masalah dan pilihan.
Alasan kenapa wanita lebih berkontemplasi dari pada pria
masih belum jelas. Pendapat Pertama bahwa orang tua mendorong
dan menanamkan ekspresi kesedihan dan kecemasan lebih banyak
pada anak perempuan dari pada anak laki – laki. Pendapat kedua
adalah bahwa wanita lebih banyak dari pada pria, mendasarkan
harga diri dan nilai positifnya pada apa yang orang lain pikirkan
tentang mereka. Pendapat ketiga adalah bahwa wanita lebih
berempati dan lebih dipengaruhi oleh peristiwa dalam kehidupan
orang lain, sehingga mereka memiliki lebih  banyak hal untuk
dikontemplasikan.

3. Kemampuan Mental
Kita tahu orang-orang dengan level kemampuan mental yang
lebih tinggi mampu memproses informasi lebih cepat, memecahkan
masalah lebih akurat, dan belajar lebih cepat, sehingga anda
mungkin mengekspektasikan mereka juga lebih sedikit berisiko
salah mengambil keputusan umum.

4. Perbedaan Budaya
Model rasional tidak membuat pengakuan atas perbedaan
budaya, oleh karena itu, kita perlu mengakui bahwa latar belakang

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 12


budaya dari pembuat keputusan dapat mempengaruhi dengan
signifikan pilihan masalah, keadaan analisis, pentingnya logika,
rasionalitas dan apakah keputusan organisasi seharusnya dibuat
secara antokrat oleh seorang manajer atau secara kolektif dalam
kelompok.
Budaya berbeda dalam orientasi waktu, pentingnya
rasionalitas, kepercayaan dalam kemampuan orang memecahkan
masalah, dan preferensi pengambilan keputusan kolektif.
Perbedaan dalam orientasi waktu membantu kita memahami
mengapa manajer di Mesir mengambil keputusan pada fase yang
lebih perlahan dan hati – hati dari pada rekanannya di AS. Ketika
rasionalitas dinilai di Amerika Serikat tidak demikian ditempat
lain.
Beberapa budaya menekankan pemecahan masalah, sedangkan
yang lainnya fokus pada menerima situasi sebagaimana adanya.
Oleh karena manajer yang memecahkan masalah percaya pada
mereka mampu dan harus mengubah situasi sesuai kepentingan
mereka.
Jepang menghargai keseragaman dan kerja sama. Jadi sebelum
CEO jepang membuat keputusan penting, mereka mengumpulkan
sejumlah besar informasi untuk digunakan dalam keputusan
kelompok yang membentuk konsensus.
Mungkin ada perbedaan-perbedaan budaya penting dalam
pengambilan keputusan, tetapi sayangnya belum banyak riset um
banyak riset yang mengidentifikasinya.

b. Batasan Organisasi
Organisasi dapat membatasi pengambilan keputusan, menciptakan
deviasi dari model rasional. Misalnya, manajer membentuk keputusan
untuk merefleksikan eveluasi kinerja dan sistim imbalan organisasi,
untuk memenuhi peraturan baku dan untuk memenuhi batasan – batasan
waktu organisasi.

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 13


1. Evaluasi Kerja
Manajer dipengaruhi oleh kriteria yang menjadi dasar mereka
dievaluasi. Jika seorang manajer divisi percaya bahwa kinerja
pabrik yang berada di bawah tanggung jawabnya beroperasi terbaik
ketika ia tidak mendengar hal negatif, kita akan mendapati manejer
pabriknya bekerja menghabiskan banyak waktu untuk memastikan
tidak ada informasi negatif yang sampai padanya.

2. Sistem Imbalan
Sistim imbalan organisasi mempengaruhi pengambilan
keputusan dengan menyarankan pilihan apa yang memiliki
pembayaran pribadi lebih baik. Jika organisasi menghargai
penghindaran resiko, manajer lebih mungkin untuk mengambil
keputusan konservatif. Dari tahun 1930-an sampai pertengahan
tahun 1980-an. General Motors secara konsisten memberikan
promosi dan bonus pada manajer yang tetap low profile dan
menghindari kontrovesi. Ekseutif ini menjadi ahli dalam
menghindari isu-isu dan menyerahkan keputusan-keputusan
kontroversial pada komite.

3. Peraturan Baku
David seorang manajer sif di restoran Taco Bell di San
Antonio, Texas, menjelaskan batasan-batasan yang dihadapinya
dalam pekerjaannya, “ Saya menerima peraturan-peraturan yang
mencakup hampir setiap keputusan yang saya buat, dari bagaimana
membuat burrito sampai seberapa sering saya perlu membersihkan
toilet. Pekerjaan saya tidak muncul dengan banyak kebebasan
memilih” Situasi David tidaklah unik. Semua kecuali sangat
sedikit, organisasi membuat peraturan dan kebijakan untuk
memprogram keputusan dan mengarahkan individu bertindak
sesuai yang diharapkan. Dalam melakukan hal demikian, mereka
membatasi pilihan-pilihan keputusan.

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 14


4. Batasan Waktu Akibat Sistem
Hampir semua keputusan penting muncul dengan tenggat
waktu eksplisit. Sebuah laporan tentang pengembangan produk
baru bisa saja harus siap untuk ditinjau komite eksekutif tanggal
pertama bulan itu. Kondisi-kondisi demikian sering membuat sulit,
jika tidak mungkin bagi manajer untuk memperoleh semua
informasi sebelum mengambil keputusan.

5. Contoh historis
Keputusan tidak dibuat dalam ruang vakum, mereka memiliki
sebuah konteks. Keputusan-keputusan individu merupakan poin-
poin dalam arus pilihan yang dibuat di masa lampau seperti hantu
yang membuntuti dan membatasi pilihan-pilihan sekarang.
Merupakan rahasia umum bahwa penentu terbesar dari ukuran dari
anggaran tahun ini adalah anggaran tahun lalu. Pilihan-pilihan yang
dibuat hari ini sebagian besar merupakan hasil dari pilihan-pilihan
yang dibuat bertahun-tahun.

2.6 Etika Dalam Pengambilan Keputusan.


Pertimbangan etis harusnya menjadi kriteria dalam semua
pengambilan keputusan dalam organisasi.
Ada tiga cara untuk membingkai keputusana secara etis, yaitu:
a. Utilitarianisme
Mengusulkan pengambilan keputusan hanya berdasarkan
outcome/keluaran, idealnya untuk memberikan yang paling baik dalam
jumlah yang paling besar. Pandangan ini mendominasi pengambilan
keputusan bisnis. Ia konsisten dengan sasaran seperti efisiensi,
produktivitas dan laba tinggi.

b. Membuat Keputusan Konsisten


Dengan kebebasan dan hak-hak fundamental, seperti yang tercantum
dalam Piagam Hak Azazi. Sebuah penekanan pada hak dalam

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 15


pengambilan keputusan berarti menghormati dan melindungi hak-hak
asasi individu, seperti hak atas privasi, kebebasan berbicara dan proses
yang pantas. Kriteria ini melindungi whistle blower (ketika mereka
mengungkapkan praktik tidak etis organisasi pada pers atau agen
pemerintah, menggunakan hak kebebasan berbicara).

c. Menanamkan dan Mendorong Aturan-Aturan


Dengan adil dan netral untuk memastikan keadilan atau distribusi yang
merata atas manfaat dan biaya. Anggota serikat umumnya memihak
pandangan ini. Adil membayar orang dengan upah yang sama untuk
pekerjaan yang sama tanpa memandang perbedaan kinerja dan
menggunakan senioritas sebagai penentu utama dalam keputusan PHK.

Setiap kriteria memiliki keuntungan dan kewajiban. Sebuah fokus


pada utilitarianisme mendorong efisiensi dan produktivitas, tetapi dapat
menyerempet hak-hak beberapa individu, khususnya mereka dengan
representasi minoritas. Penggunaan hak melindungi individu dari cidera dan
konsisten dengan kebebasan dan privasi, tetapi dapat menciptakan
lingkungan legalistik yang mengurangi produktivitas dan efisiensi.
Sebuah fokus pada keadilan melindungi kepentingan yang kurang
diwakilkan dan kurang berkuasa, tetapi dapat mendorong rasa kepemilikan
yang mengurangi pengambilan resiko, inovasi dan produktivitas.
Riset etika perilaku menekankan pentingnya budaya pada
pengambilan keputusan etis. Ada beberapa standar global untuk
pengambilan keputusan etis, yang kontras antara yang Asia dan Barat. Apa
yang etis dalam satu budaya bisa saja tidak etis dalam budaya lain.
Contohnya, “ karena penyuapan lebih umum di negara-negara seperti
Cina, seorang Kanada yang bekerja di Cina mungkin menghadapi sebuah
dilema. Haruskah saya menyuap untuk mengamankan bisnis jika itu
merupakan bagian yang diterima dari budaya negara itu? Meskipun
beberapa perusahaan seperti IBM secara eksplisit menyelesaikan isu ini,
banyak yang tidak. Tanpa sensitivitas pada perbedaan-perbedaan budaya

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 16


dalam mendefinisikan aturan-aturan etika, organisasi bisa saja mendorong
perilaku tidak etis bahkan tanpa mengetahuinya.

2.7  Kreativitas, Pengambilan Keputusan Kreatif dan Inovasi Dalam


Organisasi.
Meskipun model pengambilan keputusan rasional akan sering
memperbaiki keputusan, seorang pengambil keputusan juga membutuhkan
kreativitas, kemampuan untuk menghasilkan ide-ide, yang inovatif dan
berguna.
Kreativitas membuat pengambil keputusan untuk secara penuh
menilai dan memahami masalah, termasuk melihat masalah yang tidak dapat
dilihat orang lain.
Model tiga tahap dari kreativitas dalam organisasi. Inti dari model itu
adalah perilaku kreatif, yang memiliki sebab (prediktor dari perilaku kreatif)
dan efek (hasil dari perilaku kreatif).

a. Perilaku Kreatif
Perilaku Kreatif terjadi dalam empat langkah yaitu,
1. Formulasi Masalah
Setiap tindakan kreativitas dimulai dengan masalah yang
memunculkan perilaku dirancang untuk memecahkannya.
Formulasi Masalah (problem formulation) tahapan perilaku kreatif
dimana kita mengindentifikasi sebuah masalah atau peluang yang
membutuhkan sebuah solusi yang belum diketahui.

2. Pengumpulan Informasi.
Dengan adanya masalah, solusinya jarang sekali ada ditangan. Kita
membutuhkan waktu untuk belajar. Oleh karena itu, pengumpulan
informasi adalah tahapan perilaku kreatif ketika solusi-solusi yang
mungkin atas masalah diinkubasikan dalam pikiran individu.

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 17


3. Pemunculan Ide
Jika kita telah mengumpulkan informasi yang relevan, saatnya
untuk mentranslasikan pengetahuan menjadi ide – ide. Oleh karena
itu, pemunculan ide adalah proses perilaku kreatif dimana kita
mengembangkan solusi – solusi yang mungkin atas sebuah masalah
dari informasi dan pengetahuan yang relevan. Semakin meningkat,
pemunculan ide bersifat kolaboratif.

4. Evaluasi Ide
Terakhir saatnya memilih ide-ide yang dimunculkan. Oleh karena
itu Evaluasi Ide adalah proses perilaku kreatif dimana kita
mengevaluasi solusi-solusi potensial untuk mengidentifikasi yang
terbaik. Kadang-kadang metode memilih bisa jadi inovatif.
Umumnya untuk mengeliminasi bias nyata Anda ingin agar orang-
orang yang melakukan evaluasi ide adalah orang yang berbeda
dengan orang memunculkan ide.

b. Penyebab Perilaku Kreatif


1. Potensi Kreatif
Ketika jenius kreatif, baik dalam ilmu pengetahuan (Albert
Einstein), seni (Pablo Picasso), maupun bisnis (Steve Jobs) langka,
kebanyakan orang memiliki beberapa karakteristik yang merupakan
bagian dari orang – orang yang luar biasa kreatif. Semakin banyak
karakteristik ini kita miliki, semakin tinggi potensi kreatif kita.
Kecerdasan berhubungan dengan kreativitas. Orang-orang
cerdas lebih kreatif karena mereka lebih baik dalam memecahkan
masalah yang kompleks. Meskipun demikian individu-individu
cerdas bisa juga lebih kreatif karena mereka memiliki memori kerja
yang lebih besar, yaitu mereka dapat mengingat lebih banyak
informasi yang berhubungan dengan tugas di tangan.
Keahlian adalah fondasi dari semua pekerjaan kreatif dan oleh
karena itu merupakan alat prediksi tunggal paling penting dari

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 18


potensi kreatif. Potensi bagi kreativitas ditingkatkan ketika individu
memiliki kemampuan, pengetahuan, kecakapan dan keahlian yang
sama dengan bidang yang dijalaninya.

2. Lingkungan Kreatif
Kebanyakan dari kita memiliki potensi kreatif yang dapat kita
pelajari untuk diterapkan, tetapi sepenting apa pun potensi kreatif,
tidaklah cukup jika hanya sendirian saja. Apa faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi potensi kreatif agar ditranslasikan
dalam perilaku kreatif?
Pertama yang paling penting adalah motivasi. Jika anda tidak
termotivasi untuk menjadi kreatif, tidak mungkin anda akan
menjadi kreatif. Sebuah tinjauan atas 26 studi mengungkapkan
bahwa motivasi instrinsik atau keinginan untuk mengerjakan
sesuatu karena lebih menarik, menyenangkan, memuaskan dan
menantang, berkorelasi cukup kuat dengan hasil kreatif.
Juga bernilai untuk bekerja di sebuah lingkungan yang
menghargai dan mengakui pekerjaan kreatif. Organisasi harus
mendorong arus bebas ide, termasuk memberikan penilaian yang
adil dan konstruktif.
Kepemimpinan yang baik juga berpengaruh pada kreativitas.
Sebuah studi terbaru pada lebih dari 100 tim yang bekerja di
sebuah bank besar mengungkapkan bahwa ketika pemimpin
berprilaku menghukum dan tidak mendukung, tim itu kurang
kreatif. Disisi lain ketika pemimpin mendorong, menjalankan
unitnya secara transparan dan memacu pengembangan pekerjaanya,
individu yang diawasinya akan lebih kreatif.

3. Keluaran dari kreatif (Inovasi)


Tahapan akhir dari model kreativitas kita adalah hasil. Perilaku
kreatif tidak selalu menghasilkan hasil kreatif atau inovatif.
Seorang pekerja mungkin menghasilkan sebuah ide kreatif dan

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 19


tidak pernah membagikannya. Manajemen mungkin menolak
sebuah solusi yang kreatif. Tim mungkin membatasi perilaku
kreatif dengan mengisolasikan mereka yang mengusulkan ide-ide
berbeda. Satu studi menunjukan bahwa kebanyakan orang memiliki
bias terhadap menerima ide-ide kreatif karena ide-ide menciptakan
ketidakpastian. Ketika orang-orang merasa tidak pasti,
kemampuannya untuk melihat suatu ide sebagai sesuatu yang
kreatif diblok.
Keluaran dari kreatif (creative outcome) sebagai ide-ide atau
solusi-solusi yang dinilai baru dan berguna oleh pemangku
kepentingan yang relevan. Pembaruan itu sendiri tidak
menghasilkan sebuah hasil kreatif jika tidak berguna. Oleh karena
itu, solusi yang aneh hanya kreatif ketika ia membantu
memecahkan masalah. Kegunaan dari solusi mungkin dibuktikan
sendiri, atau mungkin dianggap sukses oleh pemangku kepentingan
sebelum kesuksesan nyata diketahui.
Satu fakta penting ide-ide kreatif tidak mengimplementasikan
diri mereka sendiri, mentranslasikannya menjadi hasil-hasil kreatif
adalah sebuah proses sosial yang membutuhkan utilisasi konsep-
konsep lain yang dibahas, termasuk kekuasaan dan politik,
kepemimpinan dan inovasi.
 
 
 
 
 

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 20


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Individu mendasarkan perilakunya tidak pada cara lingkungan
eksternal sebenarnya, melainkan pada cara pandang atau apa yang mereka
percayai. Sebuah pemahaman tentang cara orang membuat keputusan dapat
membantu kita menjelaskan dan memprediksi perilaku, tetapi sedikit
keputusan penting yang sederhana atau cukup tidak ambigu bagi penerapan
asumsi-asumsi model rasional.
Kita mendapati individu-individu yang mencari solusi yang
memuaskan dari pada yang optimal, menyuntikkan bias dan praduga dalam
proses keputusan, dan mengandalkan intuisi.
Para manajer seharusnya mendorong kreativitas dalam pekerja dan tim
untuk menciptakan sebuah rute untuk menginovasi pengambilan keputusan.

3.2 Saran
Dari kesimpulan diatas, maka kami dapat menyarankan hal-hal
sebagai berikut:
Untuk mempengaruhi produktivitas, kajilah bagaimana para pekerja
anda menilai pekerjaan mereka. Petunjuk pada absensi, perputaran pekerja
(turnover), dan tingkat kepuasan pekerja sebagai indikator persepsi mereka.
Sesuaikan pendekatan pengambilan keputusan anda pada budaya negara
operasi anda dan pada kriteria yang dihargai organisasi anda. Berhati-hatilah
dengan bias. Kemudian cobalah meminimalisasi dampaknya. Kombinasikan
analisis rasional dengan intuisi. Cobalah meningkatkan kreativitas anda.

Perilaku Organisasi (Yani Asri) 21

Anda mungkin juga menyukai