Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Etika merupakan cerminan dari kepribadian seseorang. Melalui cara beretika
inilah seseorang dapat menilai dan mengetahui sifat dan ciri kepribadian dari
orang lain. Dalam pembentukan etika ini banyak sekali faktor yang
mempengaruhi, baik itu faktor internal maupun eksternal. Sifat bawaan dari lahir
atau watak merupakan faktor internal yang paling berpengaruh pada etika
seseorang. Secara ilmiah hal ini disebabkan oleh faktor keturunan atau genetika
seseorang. Sedangkan dari faktor eksternal, etika seseorang sangat dipengaruhi
oleh lingkungan dimana tempat seseorang itu berada. Apabila seseorang berada
pada lingkungan yang baik dan beretika tinggi maka dapat dipastikan akan
beretika tinggi layaknya orang-orang yang berada, dan sebaliknya apabila
seseorang berada pada lingkungan yang beretika rendah maka dapat dipastikan
pula akan beretika layaknya orang-orang disekitarnya berada.
Pada dasarnya kepribadian dari diri seseorang merupakan suatu cerminan dari
kesuksesan. Seseorang yang mempunyai kepribadian yang unggul adalah
seseorang yang siap untuk hidup dalam kesuksesan. Sebab dalam kepribadian
orang tersebut terdapat nilai-nilai positif yang selalu memberikan energi positif
terhadap paradigma dalam menghadapi tantangan dan cobaan kehidupan.
Sebaliknya, seseorang dengan kepribadian yang rendah adalah seseorang yang
selalu dilingkupi dengan kegagalan. Sebab pada diri seseorang tersebut mengalir
energi-energi negatif yang terhadap paradigma dalam menghadapi tantangan dan
cobaan.
Dapat dipastikan bahwa nilai-nilai kepribadian seseorang mengalami pasang
surut seiring dengan besarnya tantangan dan cobaan yang dihadapi. Ada seseorang
yang semakin ditempa oleh tantangan dan cobaan menjadi semakin kuat dan
memiliki kepribadian yang dahsyat, namun ada pula seseorang yang semakin
besar tantangan dan cobaannya menjadi semakin terpuruk dan putus asa.

Kepribadian dan Nilai |1


1.2 Rumusan Masalah
Adapaun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1) Definisi kepribadian, cara pengukurannya, dan faktor-faktor
pembentuknya.
2) Kerangka kerja indikator tipe kepribadian Myers-Briggs serta kekuatan
dan kelemahannya.
3) Sifat-sifat utama dalam model kepribadian lima besar
4) Bagaimana fitur-fitur lima besar memprediksi perilaku di tempat kerja.
5) Bagaimana situasi memengaruhi apakah kepribadian memprediksi
perilaku.
6) Nilai-nilai terminal dan instrumental.
7) Perbedaan-perbedaan generasional dalam nilai-nilai.
8) Lima nilai dimensi Hofstede dari budaya nasional.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1) Menjelaskan kepribadian, cara pengkurannya serta faktor-faktor
pembentuk kepribadian tersebut.
2) Menjelaskan kerangka kerja indikator tipe kepribadian Myers-Briggs serta
kekuatan dan kelemahannya.
3) Mengidentifikasi sifat-sifat utama dalam model kepribadian lima besar dan
mendemonstrasikan bagaimana fitur-fitur lima besar memprediksi perilaku
di tempat kerja.
4) Mendeskripsikan bagaimana situasi memengaruhi apakah kepribadian
memprediksi perilaku.
5) Membandingkan nilai-nilai terminal dan instrumental serta perbedaan-
perbedaan generasional dalam nilai-nilai.
6) Mengidentifikasi lima nilai dimensi Hofstede dari budaya nasional.

Kepribadian dan Nilai |2


BAB II
PEMBAHASAN
 
2.1 Kepribadian
Definisi kepribadian yang paling sering digunakan seperti yang dirumuskan
oleh Gordon Allport adalah sebagai jumlah total dari cara-cara seorang individu
bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain, dan mendeskripsikannya dalam sifat-
sifat yang dapat diukur yang ditampilkan seseorang.
Menurut Feist & Feist dalam Neila Ramdhani (2007) mendefinisikan
kepribadian sebagai karakteristik dinamik dan terorganisasi dari seorang individu
yang mempengaruhi kognisi, motivasi, dan perilakunya. Kepribadian bersifat unik
dan konsisten sehingga dapat digunakan untuk membedakan antara individu satu
dengan lainnya. Keunikan inilah yang menjadikan kepribadian sebagai variabel
yang digunakan untuk menggambarkan diri individu yang berbeda dengan
individu lainnya.
Menurut Jung dalam Wahyu Rahmat (2014) kerpibadian manusia dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu kepribadian ekstrovert dan kepribadian introvert.
Apabila orientasi terhadap segala sesuatu ditentukan oleh faktor-faktor objekif,
faktor-faktor luar, maka orang yang demikian itu dikatakan mempunyai orientasi
ekstrovert. Sebaliknya ada orang yang mempunyai tipe dan orientasi introvert,
dimana dalam menghadapi sesuatu, faktor-faktor yang berpengaruh adalah faktor
subjektif yaitu faktor-faktor yang berasal dari dunia batin sendiri. Namun menurut
Eysenck & Eysenck dalam Neila Ramdhani (2007), selain ekstrovert dan introvert
ada satu jenis kepribadian lagi yang disebut dengan Neuroticism yang secara
umum berhubungan dengan ketidakstabilan emosi internal individu. Neuroticism
yang tinggi dikatakan sebagai pencemas, khawatir, kurang bisa mengontrol emosi,
dan sering kali dikonotasikan dengan depresi. Sebaliknya orang yang Neuroticism
rendah menunjukkan emosi stabil, kalem, tidak temperamental, tidak mudah
cemas.
Jung dalam Wahyu Rahmat (2014) mengatakan bahwa ciri-ciri orang dengan
tipe kepribadian ekstrovert adalah memiliki sikap periang/sering berbicara, lebih

Kepribadian dan Nilai |3


terbuka dan lebih dapat bersosialisasi. Sedangkan ciri-ciri orang dengan tipe
introvert adalah memiliki sifat pemalu, tidak banyak bicara, dan cenderung
berpusat pada diri mereka sendiri.
Mengukur Kepribadian
Alasan paling penting mengapa manajer perlu mengetahui bagaimana
mengukur kepribadian adalah bahwa riset telah menunjukkan kegunaan uji
kepribadian dalam keputusan perekrutan dan membantu manajer memprediksi
siapa yang terbaik untuk sebuah pekerjaan. Alat yang paling umum untuk
mengukur kepribadian adalah melalui survei laporan diri di mana individu
mengevaluasi dirinya sendiri dalam serangkaian faktor, seperti “Saya sangat
khawatir tentang masa depan”. Meskipun ukuran-ukuran laporan diri berhasil saat
dibangun dengan baik, responden mungkin berbohong atau mempraktikkan
manajemen impresi untuk menciptakan impresi yang baik. Saat orang-orang
mengetahui skor kepribadian mereka akan digunakan untuk keputusan rekrutmen,
mereka menilai diri mereka sekitar setengah standar deviasi lebih hati-hati dan
stabil secara emosional dibandingkan jika mereka mengambil ujian itu untuk
mempelajari lebih lagi tentang diri mereka. Masalah lainnya adalah akurasi,
seorang kandidat dalam suasana hati buruk saat mengerjakan survei bisa memiliki
skor yang tidak akurat.
Survei peringkat pengamat memberikan penilaian independen atas kepribadian.
Di sini, seorang rekan kerja atau pengamat lainnya melakukan pemeringkatan
(kadang-kadang dengan pengetahuan subjek dan kadang-kadang tidak). Meskipun
hasil dari survei laporan diri dan survei peringkat pengamat sangat berkorelasi,
riset menyatakan survei peringkat pengamat lebih baik dalam memprediksi
kesuksesan dalam pekerjaan. Meskipun demikian, masing-masing dapat
mengatakan pada kita sesuatu yang unik mengenai perilaku seorang individu.
Sebuah analisis atas sejumlah besar studi kepribadian yang dilaporkan pengamat
menunjukkan bahwa sebuah kombinasi dari laporan diri sendiri dan laporan
pengamat memprediksi kinerja lebih baik dibandingkan dengan salah satu jenis
informasi saja. Implikasinya jelas, gunakanlah keduanya peringkat pengamat dan

Kepribadian dan Nilai |4


peringkat laporan diri dari kepribadian saat membuat keputusan pekerjaan
penting.
Pembeda Kepribadian
Sebuah debat awal dalam riset kepribadian berpusat pada apakah kepribadian
seseorang merupakan faktor hereditas (keturunan) atau lingkungan. Kepribadian
tampaknya merupakan hasil dari keduanya, meskipun demikian riset cenderung
mendukung pentingnya faktor hereditas dibandingkan lingkungan.
Hereditas merujuk pada faktor-faktor yang ditentukan saat konsepsi. Figur
fisik, fitur-fitur wajah, jenis kelamin, temperamen, komposisi otot, dan refleks,
level energi, dan ritme biologis umumnya dianggap benar-benar atau secara
substansial dipengaruhi oleh orang tua dengan biologis, fisik, dan pembentukan
psikologis interen orang tua kandung. Pendekatan genetik berpendapat bahwa
penjelasan akhir dari kepribadian seorang individu adalah struktur molekul gen,
yang terletak dalam kromosom. Para peneliti di banyak negara berbeda telah
mempelajari ribuan kembar identik yang dipisahkan saat lahir dan dibesarkan
berjauhan. Jika hereditas memainkan sedikit atau tidak ada peranan dalam
menentukan kepribadian, pasti akan mengharapkan mendapati sedikit kesamaan
antara kembar yang terpisah. Namun, para peneliti telah menemukan bahwa
hereditas memengaruhi sekitar 50% dari kesamaan kepribadian antara anggota
dan lebih dari 30% kesamaan dalam minat kerja dan hiburan.
Perbedaan individu dalam keandalan tetap sama, setiap orang cenderung
berubah dengan jumlah yang kira-kira sama, sehingga urutan peringkat mereka
kira-kira tetap hampir sama. Sebuah analogi tentang kecerdasan mungkin
membuat hal ini lebih jelas. Anak-anak menjadi lebih pintar seiring pertambahan
usia, jadi hampir setiap orang lebih pintar pada umur 20 dibandingkan pada umur
10 tahun. Riset telah menunjukkan bahwa kepribadian lebih dapat diubah dalam
masa pertumbuhan dan lebih stabil diantara orang dewasa.
Pekerjaan awal dalam kepribadian mencoba untuk mengidentifikasi dan
melabel karakteristik bertahan yang menjelaskan perilaku seseorang, termasuk
rasa malu, agresif, penyerahan diri, malas, ambisius, setia, dan takut. Ketika
seseorang menampilkan karakteristik-karakteristik ini dalam sejumlah besar

Kepribadian dan Nilai |5


situasi, disebut dengan karakteristik-karakteristik kepribadian dari orang itu.
Konsistensi sepanjang waktu dan frekuensi ekspresi dalam situasi yang beragam
mengindikasikan seberapa penting karakteristik itu bagi individu tersebut.
Usaha-usaha awal untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan
karakteristik-karakteristik utama yang mengatur perilaku seing menghasilkan
daftar yang panjang yang sulit digeneralisasikan dan memberikan sedikit panduan
praktis bagi pengambil keputusan organisasi. Dua pengecualian adalah Indikator
Myers-Briggs dan Model Lima Besar, sekarang kerangka kerja dominan.
Indikator Tipe Myers-Briggs
Indikator tipe Myers-Birggs (Myers-Briggs Type Indicator [MBTI]) adalah
instrumen penilaian kepribadian yang paling umum digunakan di dunia. MBTI
adalah tes kepribadian 100 pertanyaan yang menanyakan orang-orang apa yang
biasanya mereka rasakan atau lakukan dalam berbagai situasi. Para responden
diklasifikasikan sebagai ekstrover atau introver, perasa atau intuitif, memikirkan
atau merasakan, dan menilai atau menerima.
1) Ekstrover versus Introver, individu-individu ekstrover ramah, pandai
bersosialisasi, dan percaya diri. Introver tenang dan pemalu.
2) Perasa versus Intuitif, tipe perasa praktis serta memilih rutin dan urutan.
Mereka fokus pada detail. Intuitif bergantung pada proses tidak sadar dan
melihat pada “gambaran besar”.
3) Memikirkan versus merasakan, tipe yang memikirkan biasanya
menggunakan penalaran dan logika untuk menangani masalah. Tipe yang
merasakan berpegang pada nilai-nilai dan emosi pribadi mereka.
4) Menilai versus Menerima, tipe yang menilai menginginkan kendali dan
memilih urutan dan struktur. Tipe yang menerima fleksibel dan spontan.
Klasifikasi-klasifikasi ini menjelaskan 16 tipe kepribadian dengan
mengidentifikasi satu karakteristik dari tiap empat bagian. Misalnya, orang yang
introvert/Intuitif/Pemikir/Penilai (INT) adalah visioner dengan pikiran asli dan
dorongan yang kuat. Mereka skeptis, kritis, independen, berkemauan kuat, dan
sering kali sombong. ESTJ adalah pengatur, mereka realistis, logis, analitis, dan
pembuat keputusan, cocok untuk bisnis atau mekanika. Tipe ENTP adalah

Kepribadian dan Nilai |6


inovatif, individualistis, adaptif, dan tertarik pada ide-ide kewirausahaan. Orang
ini cenderung berbakat dalam memecahkan masalah-masalah menantang tetapi
mungkin mengabaikan tugas-tugas rutin.
Salah satu masalah dalam model ini adalah memaksakan seseorang ke dalam
satu tipe atau yang lainnya, bahwa introver atau ekstrover tidak ada diantaranya,
meskipun orang dapat menjadi kedua-duanya pada tingkatan tertentu. MBTI dapat
menjadi alat yang bernilai untuk meningkatkan kesadaran diri dan memberikan
panduan karier, tetapi karena hasil cenderung tidak berhubungan dengan kinerja,
manajer mungkin tidak seharusnya menggunakannya sebagai sebuah tes seleksi
bagi kandidat pekerjaan.
Model Kepribadian Lima Besar
MBTI mungkin kekurangan bukti pendukung, tetapi sebuah badan riset yang
mengesankan mendukung Model Lima Besar. Lima dimensi dasar yang
mendasari semua yang lainnya dan mencakup hampir semua variasi signifikan
dalam kepribadian manusia. Lebih jauh lagi, skor tes karakteristik-karakteristik ini
sangat baik dalam memprediksi bagaimana orang berperilaku dalam berbagai
situasi kehidupan nyata. Inilah faktor-faktor Lima Besar, yaitu :
1) Ekstraversi, sebuah dimensi kepribadian yang menjelaskan seseorang yang
mampu bersosialisasi, ekspresif, dan percaya diri. Dimensi ekstraversi
menampilkan level kenyamanan kita di dalam hubungan. Ekstrover
cenderung ekspresif, percaya diri, dan mampu bersosialisasi. Introver
cenderung pemalu, penakut, dan tenang.
2) Keramahan, dimensi ini merujuk pada kecendrungan seorang individu untuk
memahami orang lain. Orang yang ramah kooperatif, hangat, dan
mempercayai. Orang yang berskor rendah dingin, tidak ramah, dan
antagonis.
3) Kehatian-hatian, dimensi ini adalah sebuah ukuran reabilitas. Orang yang
sangat hati-hati bertanggung jawab, teratur, dapat diandalkan, dan persisten.
Mereka yang berskor rendah pada dimensi ini mudah dialihkan, tidak
teratur, dan tidak dapat diandalkan.

Kepribadian dan Nilai |7


4) Stabilitas emosional, dimensi ini sering dilabeli dengan kebalikannya, uring-
uringan menunjukkan kemampuan seseorang untuk menghadapi stres.
Orang dengan stabilitas emosional positif tinggi cenderung tenang, percaya
diri, dan aman. Mereka dengan skor negatif tinggi cenderung gugup, cemas,
depresi, dan tidak aman.
5) Keterbukaan pada pengalaman, dimensi ini mencakup kisaran minat dan
ketertarikan atas inovasi. Orang yang sangat terbuka, kreatif, ingin tahu, dan
secara artistik sensitif. Sebaliknya, mereka yang berada di ujung lainnya
dari kategori ini konvensional dan merasa nyaman dalam keadaan yang
dikenal.
Sifat-sifat Lima Besar Memprediksi Perilaku di Tempat Kerja
Riset telah menemukan hubungan antara dimensi-dimensi kepribadian ini
dan kinerja. Pekerja dengan skor tinggi dalam kehati-hatian mengembangkan
level pengetahuan kerja yang lebih tinggi, mungkin karena orang yang hati-hati
belajar lebih banyak. Level pengetahuan tentang pekerjaan yang lebih tinggi
berkontribusi pada level kinerja yang lebih tinggi. Individu yang hati-hati yang
lebih tertarik dalam belajar dibandingkan hanya menampilkan pekerjaan juga
sangat baik dalam menjaga kinerja saat dihadapkan dengan umpan balik negatif.
Bagaimanapun, bisa saja ada “terlalu banyak hal baik”, sebab individu yang
terlalu hati-hati biasanya tidak berkinerja lebih baik dibandingkan mereka yang
hanya berada di atas rata-rata dalam kehati-hatian.
Menariknya, orang-orang yang hati-hati hidup lebih lama, mereka merawat
diri dengan lebih baik dan terlibat lebih sedikit dalam perilaku beresiko seperti
merokok, minum-minum dan obat-obatan, dan perilaku seksual atau berkendara
yang beresiko. Meskipun demikian, mereka tidak beradaptasi dengan baik pada
konteks perubahan. Mereka umumnya berorientasi pada kinerja dan bisa memiliki
masalah mempelajari keahlian yang kompleks lebih awal dalam proses pelatihan
karena fokus mereka adalah pada berkinerja baik dibandingkan pembelajaran.
Akhirnya, mereka sering kali kurang kreatif daripada orang yang kurang hati-hati,
khususnya secara artistik.

Kepribadian dan Nilai |8


Dari sifat-sifat lima besar, stabilitas emosional paling kuat hubungannya
dengan kepuasan hidup, kepuasan kerja, dan tingkat stres yang rendah. Skor tinggi
lebih mungkin menjadi positif dan optimis serta mengalami emosi-emosi negatif
lebih kecil. Mereka umumnya lebih bahagia dibandingkan dengan skor rendah.
Skor rendah terlalu waspada (mencari-cari masalah atau tanda-tanda bahaya serta
rentan terhadap efek fisik dan psikologis stres).
Ekstrover cenderung lebih bahagia dalam pekerjaan dan hidupnya. Mereka
mengalami banyak emosi-emosi positif dibandingkan introvert, dan mereka
mengungkapkan perasaan-perasaan ini. Ekstrover juga cenderung berkinerja lebih
baik dalam pekerjaan dengan interaksi interpersonal signifkan. Mereka biasanya
memiliki lebih banyak keahlian sosial dan teman.
Orang yang berskor tinggi dalam keterbukaan pada pengalaman lebih kreatif
dalam ilmu pengetahuan dan seni dibandingkan yang berskor rendah. Oleh karena
kreativitas lebih penitng bagi kepemimpinan, orang-orang yang terbuka lebih
mungkin menjadi pemimpin yang efektif dan lebih nyaman dalam ambiguitas.
Mereka menghadapi perubahan organisasi dengan lebih baik dan lebih adaptif
dalam konteks yang beragam.
Individu yang ramah lebih disukai daripada yang tidak, mereka cenderung
lebih baik dalam pekerjaan berorientasi interpesonal seperti layanan pelanggan.
Orang-orang yang ramah juga lebih patuh dan taat peraturan, kurang berisiko
mengalami kecelakaan, dan lebih puas dalam pekerjaannya. Mereka berkontribusi
pada kinerja organisasi dengan terlibat dalam perilaku kependudukan dan kurang
mungkin terlibat dalam penyimpangan organisasi. Keramahan diasosiasikan
dengan level kesuksesan karier (khususnya pendapatan) yang lebih rendah.
Model Sifat-sifat Lima Besar Memengaruhi Kriteria Perilaku Organisasi

 Lebih sedikit pikiran  Kepuasan hidup dan


negatif kerja yang lebih tinggi
Stabilitas Emosi
 Lebih tidak waspada  Level stres yang lebih
yang berlebihan rendah

 Keahlian interpersonal  Kinerja yang lebih baik


Ekstraversi yang lebih baik  Kepemimpinan yang
 Dominansi sosial yang lebih baik
lebih besar  Kepuasan kerja dan
 Lebih ekspresif secara hidup yang lebih baik
emosional Kepribadian dan Nilai |9
 Meningkatnya  Pelatihan kinerja
pembelajaran  Peningkatan
Keterbukaan  Lebih kreatif kepemimpinan
 Lebih fleksibel dan  Lebih adaptif terhadap
otonom perubahan

 Lebih disukai  Kinerja yang lebih baik


 Lebih patuh dan taat  Level perilaku
Keramahan
menyimpang yang
lebih rendah

 Lebih banyak usaha  Kinerja yang lebih baik


dan persistensi  Kepemimpinan yang
 Lebih terdorong dan lebih baik
Kehati-hatian disiplin  Umur panjang
 Lebih terartur dan
terencana

Dark Triad
Dengan pengecualian atas uring-uringan, fitur-fitur lima besar adalah apa
yang kita sebut diinginkan secara sosial, berarti kita akan senang untuk memiliki
skor tinggi padanya. Para peneliti telah menemukan bahwa tiga fitur yang tidak
diinginkan sosial lainnya, yang kita punyai dalam tingkatan yang beragam dan
relevan terhadap perilaku organisasi, yaitu Machiavellianisme, narsisme, dan
psikopat. Merujuk pada sifat negatifnya, para peneliti telah melabel ketiganya
sebagai Dark Triad. Meskipun tentu saja mereka tidak selalu terjadi bersamaan.
1) Machiavellianisme, karakter kepribadian ini dinamai sesuai nama Niccolo
Machiavelli, yang menulis pada abad ke-16 bagaimana memperoleh dan
menggunakan kekuasaan. Seorang indvidu yang dominan
Machiavellianisme pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan
percaya bahwa hasil dapat membenarkan cara. “Jika itu berhasil,
gunakanlah,” konsisten dengan perspektif Mach. Mereka cenderung
berperilaku agresif dan terikat dengan perilaku kerja konterproduktif.
Tinjauan literatur baru-baru ini menjelaskan bahwa Machiavellianisme
bukan alat prediksi yang signifikan terhadap tingkat kinerja secara

Kepribadian dan Nilai |10


keseluruhan. Pekerja yang berkategori Mach, dengan memanipulasi orang
lain demi keuntungan diri, menang dalam jangka pendek, tetapi mereka
kehilangan kemenangan itu dalam jangka panjang karena mereka tidak
disukai.
2) Narsisme, dalam psikologi, narsisme menjelaskan seseorang yang
memiliki rasa berlebihan akan pentingnya diri, membutuhkan kekaguman
yang berlebihan, memiliki rasa kelayakan, dan angkuh. Bukti menyatakan
orang yang narsis lebih karismatik daripada yang lain. Baik pemimpin
maupun manajer cenderung memiliki skor tinggi dalam narsisme,
menyatakan bahwa tingkat pemusatan diri sendiri tertentu diperlukan
untuk sukses. Orang yang narsis juga melaporkan level yang lebih tinggi
atas motivasi kerja, keterlibatan kerja, dan kepuasan hidup dibandingkan
orang lain.
3) Psikopat, adalah bagian dari Dark Triad, tetapi dalam perilaku organisasi,
ini tidak merujuk pada kegilaan. Dalam konteks perilaku organisasi,
psikopat didefinisikan sebagai kurangnya kepedulian kepada orang lain,
dan kurangnya rasa bersalah atau menyesal ketika tindakan mereka
menyebabkan bahaya. Riset menyatakan bahwa psikopat berhubungan
dengan penggunaan taktik-taktik berpengaruh keras (ancaman,manipulasi)
dan perilaku kerja bullying (ancaman fisik atau verbal). Kelicikan yang
ditampilkan orang yang berskor tinggi dalam psikopat oleh karena itu
dapat membantu mereka memperoleh kekuasaan dalam sebuah organisasi
tetapi menghindarkan mereka dari penggunaan kekuasaan itu demi
kebaikan diri mereka sendiri dan organisasi.
Pendekatan-Penghindaran
MBTI, Lima Besar, dan Dark Triad bukan hanya kerangka kerja teoretis
kepribadian yang ada. Baru-baru ini, kerangka kerja pendekatan-penghindaran
telah menggunakan karakteristik-karakteristik kepribadian sebagai motivasi.
Motivasi pendekatan dan penghindaran mewakili tingkat dimana kita beraksi pada
pada rangsangan. Motivasi pendekatan adalah ketertarikan kita pada rangsangan
positif dan motivasi penghindaran adalah respons kita pada rangsangan negatif.

Kepribadian dan Nilai |11


Kerangka kerja pendekatan-penghindaran oleh karena itu mengorganisasikan
sifat-sifat dan bisa membantu menjelaskan bagaimana mereka memprediksi
perilaku kerja. Satu studi menunjukkan, misalnya bahwa motivasi pendekatan dan
penghindaran dapat membantu menjelaskan bagaimana evaluasi diri inti
memengaruhi kepuasan kerja. Kerangka kerja itu juga mencakup beragam motif
kita saat bertindak. Misalnya, tekanan kompetitif cenderung memunculkan baik
motivasi pendekatan (orang bekerja lebih keras untuk menang) dan motivasi
penghindaran (orang teralihkan dan terdemotivasi oleh ketakutan akan kekalahan).
Sifat Kepribadian Lainnya yang Relevan dengan Perilaku Organisasi
Sifat-sifat lima besar telah terbukti sangat relevan dengan perilaku organisasi,
dan Dark Triad menjanjikan subjek untuk riset lebih lanjut, tetapi mereka tidak
mencakup kisaran sifat-sifat yang dapat menjelaskan kepribadian seseorang.
1) Evaluasi Inti Diri, orang yang memiliki evaluasi inti diri positif menyukai
dirinya dan memandang dirinya efektif, mampu, dan dalam kendali atas
lingkungannya. Mereka dengan evaluasi diri negatif cenderung tidak
menyukai dirinya, mempertanyakan kemampuannya, dan memandang
dirinya tidak berdaya atas lingkungan. Evaluasi inti diri berhubungan
dengan kepuasan kerja karena orang-orang positif dalam sifat ini melihat
lebih banyak tantangan dalam pekerjaanya dan sebenarnya memperoleh
pekerjaan yang lebih kompleks. Orang-orang dengan evaluasi inti diri
positif berkinerja lebih baik dibandingkan yang lainnya karena mereka
menetapkan sasaran yang lebih ambisius, lebih berkomitmen dengan
sasarannya, dan bertahan lebih lama dalam mencoba mencapainya.
2) Pengawasan Diri, menjelaskan kemampuan seorang individu untuk
menyesuaikan perilakunya dengan faktor-faktor situasional eksternal.
Pengawasan diri yang tinggi menunjukkan adaptabilitas yang cukup dalam
menyesuaikan perilakunya dengan petunjuk-petunjuk eksternal dan dapat
berperilaku berbeda dalam situasi yang beragam, kadang-kadang
menampilkan kontradiksi yang berbeda antara tampilan umum dan pribadi.
Pengawasan diri rendah tidak dapat menyamarkan dirinya didalam
organisasi. Mereka cenderung menampilkan disposisi dan sikap mereka

Kepribadian dan Nilai |12


yang sebenarnya dalam setiap situasi. Oleh karena itu, ada konsistensi
perilaku yang tinggi antara siapa mereka dan apa yang mereka kerjakan.
Bukti menunjukkan bahwa pengawasan diri tinggi sangat memperhatikan
perilaku orang lain dan lebih mampu untuk menyesuaikan diri
dibandingkan pengawas diri rendah.
3) Kepribadian Proaktif, adalah orang yang secara aktif mengambil inisiatif
untuk memperbaiki kondisi saat ini atau menciptakan yang baru. Mereka
dengan kepribadian proaktif mengidentifikasi peluang, menunjukkan
inisiatif, mengambil tindakan, dan bertahan sampai perubahan yang berarti
terjadi dibandingkan yang lain yang beraksi pasif terhadap situasi. Tidak
mengejutkan, individu-individu yang proaktif memiliki banyak perilaku
yang diinginkan organisasi. Mereka juga memiliki level kinerja dan
kesuksesan karier yang lebih baik.
Kepribadian dan Situasi
Riset menunjukkan bahwa hereditas lebih penting dibandingkan lingkungan
dalam mengembangkan kepribadian. Beberapa sifat kepribadian seperti Lima
Besar cenderung efektif pada hampir semua lingkungan atau situasi. Misalnya,
riset mengidentifikasikan bahwa kehati-hatian berguna dalam kinerja kebanyakan
pekerjaan, dan ekstraversi berhubungan dengan kemunculan sebagai pemimpin
dalam kebanyakan situasi. Semakin meningkat, bahwa efek sifat-sifat tertentu
pada perilaku organisasi tergantung pada situasi. Dua kerangka kerja teoritis
membantu menjelaskan bagaimana ini bekerja
1) Kekuatan Situasi, mengusulkan bahwa cara kepribadian bertranslasi ke
dalam perilaku bergantung pada kekuatan situasi. Dengan kekuatan situasi,
maksudnya adalah tingkat dimana norma-norma, petunjuk, atau standar
mendikte perilaku yang pantas. Situasi yang kuat menekan kita untuk
menampilkan perilaku yang benar, dengan jelas menunjukkan perilaku apa
itu dan melarang perilaku yang salah. Sebaliknya, dalam situasi yang
lemah, “apapun dapat terjadi” sehingga kita lebih bebas untuk
mengungkapkan kepribadian kita dalam perilaku. Oleh karena itu, riset

Kepribadian dan Nilai |13


menyatakan bahwa sifat-sifat kepribadian lebih baik memprediksi perilaku
dalam situasi yang lemah dibandingkan dalam situasi yang kuat.
Para peneliti telah menganalisis kekuatan situasi dalam organisasi dari segi
empat elemen :
a. Kejelasan, atau tingkat dimana petunjuk-petunjuk mengenai
kewajiban dan tanggung jawab kerja tersedia dan jelas. Pekerjaan
yang jelas menghasilkan situasi yang kuat karena individu dapat
segera menentukan apa yang akan dilakukan, sehingga
meningkatkan peluang bahwa setiap orang berperilaku sama.
Misalnya pekerjaan petugas kebersihan mungkin memberikan
kejelasan yang lebih tinggi tentang apa yang perlu dilakukan
dibandingkan pekerjaan pengasuh.
b. Konsistensi, atau tingkat dimana petunjuk-petunjuk tentang
kewajiban tanggung jawab kerja cocok satu sama lain. Pekerjaan
dengan konsistensi tinggi mewakili situasi yang kuat karena semua
petunjuk mengarah pada perilaku yang sama yang diinginkan.
Pekerjaan perawat di unit perawatan akut misalnya memiliki
konsistensi lebih tinggi dibandingkan pekerjaan manajer.
c. Batasan, atau tingkat dimana kebebasan individu untuk memutuskan
atau bertindak dibatasi oleh kekuatan-kekuatan diluar kendalinya.
Pekerjaan dengan banyak batasan mewakili situasi yang kuat karena
seorang individu memiliki kebijakan individu yang terbatas.
Pemeriksa Bank misalnya, mungkin merupakan pekerjaan dengan
batasan yang lebih kuat dibandingkan polisi hutan.
d. Konsekuensi, atau tingkat dimana keputusan atau tindakan memiliki
implikasi penting bagi organisasi atau anggotanya, klien, pasokan,
dan seterusnya. Pekerjaan dengan konsekuensi penting mewakili
situasi yang kuat karena lingkungan mungkin lebih terstruktur untuk
menghindari kesalahan. Pekerjaan ahli bedah, misalnya memiliki
konsekuensi yang lebih tinggi dibandingkan guru bahasa asing.

Kepribadian dan Nilai |14


Beberapa peneliti telah berspekulasi bahwa organisasi, berdasarkan
definisi, merupakan situasi yang kuat karena menerapkan aturan, norma, dan
standar yang mengatur perilaku. Batasan-batasan ini biasanya wajar. Misalnya,
kita tidak akan ingin seorang pekerja merasa bebas untuk terlibat dalam pelecehan
seksual, melakukan prosedur akuntansi yang tidak sah, atau datang bekerja hanya
saat suasana hati mendukung.
Namun tidak berarti bahwa aturan selalu diinginkan oleh organisasi untuk
menciptakan situasi yang kuat bagi para pekerjanya.
a. Pekerjaan dengan aturan-aturan yang luar biasa banyak dan proses
yang dikendalikan sangat ketat bisa jadi membosankan dan
menyebabkan penurunan motivasi.
b. Setiap orang itu berbeda, pekerjaan menurut seorang baik mungkin
terlihat buruk bagi yang lainnya.
c. Situasi yang kuat mungkin menekan kreativitas, inisiatif, dan
keleluasaan yang disebabkan oleh beberapa budaya.
d. Pekerjaan semakin kompleks dan terkait secara global. Menciptakan
aturan-aturan yang kuat untuk mengatur sistem yang kompleks,
berhubungan, dan beragam secara budaya mungkin bukan hanya
sulit tetapi tidak bijaksana. Manajer perlu mengenali peran kekuatan
situasi di tempat kerja dan menemukan keseimbangan yang pantas.
2) Teori Aktivasi Sifat, kerangka kerja teoritis penting lain yang digunakan
untuk memahami aktivator situasional bagi kepribadian disebut teori
aktivasi sifat (trait activation theory) atau TAT. Teori ini memprediksi
bahwa beberapa situasi, peristiwa, atau intervensi mengaktivasikan
sebuah sifat lebih dari yang lainnya. Misalnya, rencana kompensasi
berbasis komisi akan mungkin mengaktivasi perbedaan-perbedaan
individu dalam ekstraversi karena ekstraversi lebih sensitif pada imbalan
dibandingkan, katakanlah, keterbukaan. Sebaliknya, dalam pekerjaan
yang mengizinkan ekspresi kreativitas individu, perbedaan-perbedaan
individu dalam keterbukaan bisa lebih baik dalam memprediksi perilaku
kreatif daripada perbedaan-perbedaan individu dalam ekstraversi.

Kepribadian dan Nilai |15


Teori Aktivasi Sifat :
Pekerjaan-Pekerjaan dengan Sifat Lima Besar Tertentu yang Lebih Relevan:
Dibutuhkan Orientasi Dibutuhkan Keahlian Berhadapan dengan Tekanan Waktu
Pekerjaan Kompetitif Dibutuhkan Inovasi
Detail Sosial Orang yang Marah (Tenggat Waktu)

Pekerjaan-pekerjaan dengan skor tinggi (sifat-sifat disini seharusnya memprediksi perilaku dalam pekerjaan-pekerjaan ini)
Pemandu lalu lintas Ulama Pelatih/pandu Aktor Petugas penjara/ Analis siaran berita
udara lapas
Akuntan Terapis Manajer keuangan Analis sistem Telemarketer Editor
Sekretaris hukum Petugas hotel Sales Penulis iklan Pramugari Pilot Pesawat terbang
Pekerjaan dengan skor rendah (sifat-sifat yang didaftarkan disini seharusnya tidak memprediksi perilaku dalam pekerjaan-pekerjaan ini)
Pekerja hutan Insinyur perangkat lunak Pegawai pos Notulen pengadilan Komposer Spesialis perawatan
kulit
Ahli pijat Operator pompa Sejarahwan Petugas arsip Ahli biologi Matematikawan
Model Teknisi siaran Operator reaktor nuklir Teknisi medis Petugas statistik Pelatih kebugaran

Pekerjaan dengan skor tinggi mengaktivasi sifat-sifat ini (membuat mereka lebih relevan dalam memprediksi perilaku)
Kehati-hatian (+) Ekstraversi (+) Ekstraversi (+) Keterbukaan (+) Ekstraversi (+) Kehati-hatian (+)
Keramahan (+) Keramahan (-) Keramahan (+) Narsisme (-)
Uring-uringan
(neuroticism) (-)

Catatan : sebuah tanda tambah (+) berarti individu dengan skor tinggi pada sifat
ini seharusnya lebih baik dalam pekerjaan ini. Sebuah tanda minus (-) berarti
individu dengan skor rendah dalam sifat ini seharusnya lebih baik dalam
pekerjaan ini.

2.2 Nilai
Nilai (value) mengandung elemen penilaian karena mengandung ide-ide
seorang individu mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan. Ia memiliki
atribut isi maupun intensitas. Atribut isi mengatakan sebuah mode tindakan atau
akhir keberadaan penting. Atribut intensitas menspesifikasikan seberapa
pentingnya. Ketika memperingkatkan nilai dari sisi intensitas, kita memperoleh
sistem nilai (value system) orang tersebut. Kita semua memiliki sebuah hierarki
nilai menurut kepentingan relatif yang kita berikan pada nilai-nilai seperti
kebebasan, kesenangan, hormat diri, kejujuran, kepatuhan, dan kesamaan.
Nilai cenderung relatif stabil dan bertahan. Banyak dari nilai yang kita
pegang dibentuk saat kita masih kecil oleh orang tua, guru, teman, dan yang
lainnya. Sebagai anak, kita diberitahu mana perilaku atau tujuan yang selalu
diinginkan atau selalu tidak diinginkan, dengan sedikit area abu-abu. Misalnya,
tidak pernah diajarkan untuk hanya menjadi sedikit jujur atau sedikit bertanggung
jawab. Jadi, karakteristik-karakteristik hitam atau putih dari nilai adalah bersifat

Kepribadian dan Nilai |16


absolut, sehingga menjamin stabilitas dan kelangsungannya. Nilai-nilai dapat
berubah jika kita meragukannya, tetapi umumnya, nilai-nilai itu tertanam semakin
kuat. Ada juga bukti hubungan antara kepribadian dan nilai, menyiratkan nilai kita
bisa saja sebagian ditentukan oleh sifat-sifat yang ditranmisikan secara genetik.
Karakteristik Nilai
Kemendiknas dalam Heri Supranoto (2015) telah mengidentifikasi 18 nilai
karakter yang perlu ditanamkan yang bersumber dari agama, pancasila, budaya
dan tujuan pendidikan nasional. Kedelapan belas nilai tersebut dideskripsikan oleh
Sari dan Widiyanto (2013) sebagai berikut :
1) Religius, sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain.
2) Jujur, upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3) Toleransi, menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan
tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4) Disiplin, perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5) Kerja Keras, upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan
belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6) Kreatif, berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau
hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7) Mandiri, sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain.
8) Demokratis, cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9) Rasa Ingin Tahu, sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari suatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar.
10) Semangat Kebangsaan, menempatkan kepentingan bangsa dan negara
diatas kepentingan diri dan kelompoknya.
11) Cinta Tanah Air, cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
ksetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa.

Kepribadian dan Nilai |17


12) Menghargai Prestasi, mendorong dirinya menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui, menghormati keberhasilan orang
lain.
13) Bersahabat/Komunikatif, tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14) Cinta Damai, sikap perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15) Gemar Menmbaca, kebiasan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi drinya.
16) Peduli Lingkungan, sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17) Peduli Sosial, sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18) Tanggung Jawab, sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang eharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya) negara dan Tuhan
yang Maha Esa.
Pentingnya Nilai dan Pembentukan Nilai
Nilai memberikan fondasi bagi pemahaman kita mengenai sikap dan motivasi
orang-orang serta pengaruh persepsi kita. Kita memasuki sebuah organisasi
dengan ide-ide yang ditanamkan sebelumnya mengenai apa yang sebaiknya dan
tidak sebaiknya terjadi. Ide-ide ini tidak bebas dari nilai, sebaliknya mereka
mengandung interpretasi kita tentang yang benar dan salah serta pilihan kita untuk
perilaku atau tujuan tertentu terhadap pihak lain. Nilai mengaburkan objektivitas
dan rasionalitas, mereka memengaruhi sikap dan perilaku.
Organisasi dengan pandangan yang mengalokasikan gaji berdasarkan kinerja
adalah benar, sedangkan mengalokasikan gaji berdasarkan senioritas adalah salah
karena akan berujung pada ketidakpuasan kerja dan keputusan untuk tidak
mengerahkan usaha.

Kepribadian dan Nilai |18


Nilai Terminal versus Instrumental
Seorang peneliti yang bernama Milton Rokeach berpendapat nilai dapat
dipisahkan kedalam dua kategori, yaitu :
1) Nilai Terminal, merujuk pada hasil akhir yang diinginkan. Ini merupakan
sasaran yang ingin dicapai seseorang dalam hidupnya. Contohnya adalah
kesejahteraan dan kesuksesan ekonomi, kebebasan, kesehatan, dan
kebaikan, kedamaian dunia, serta arti hidup.
2) Nilai Instrumental, merujuk pada mode perilaku yang lebih disukai, atau
alat untuk mencapai nilai terminal. Contohnya adalah otonomi dan
harapan diri, disiplin pribadi, kebaikan, serta orientasi sasaran.
Masing-masing dari kita menempatkan nilai baik pada hasil (nilai terminal)
dan alat (nilai instrumental). Keseimbangan di antara keduanya penting,
sebagaimana pemahaman tentang alat untuk mencapainya. Nilai terminal dan
instrumental beragam per individu.
Nilai-Nilai pada Generasi
Para peneliti telah mengintegrasikan beberapa analisis terbaru dari nilai-nilai
kerja ke dalam kelompok yang mencoba menangkap nilai-nilai unik dari
kelompok atau generasi berbeda dalam angkatan kerja. Kebanyakan orang mulai
bekerja di antara umur 18 dan 23, era-era itu juga sangat berkorelasi dengan umur
pekerja.
Nilai-nilai kerja dominan pada angkatan kerja dewasa ini yang membuat
segmentasi pekerja berdasarkan era mereka memasuki angkatan kerja :
Memasuki Angkatan
Generasi Perkiraan Umur Sekarang Nilai-Nilai Kerja Dominan
Kerja
Lonjakan Bayi 1965-1985 Pertengahan 40-an Kesuksesan, pencapaian, ambisi,
sampai pertengahan 60- ketidaksukaan akan otoritas,
an kesetiaan pada karier
X 1985-2000 Akhir 20-an sampai awal Keseimbangan kerja/hidup,
40-an orientasi tim, tidak menyukai
aturan, setia pada hubungan
Millenium 2000-sekarang Dibawah 30 Percaya diri, kesuksesan finansial,
mengandalkan diri tetapi
berorientasi tim, kesetiaan pada
diri maupun hubungan

Kepribadian dan Nilai |19


Generasi lonjakan bayi merupakan sebuah kelompok besar yang dilahirkan
sesudah Perang Dunia II ketika pensiunan perang kembali ke keluarganya dan
keadaan membaik. Mereka memasuki angkatan kerja dar pertengahan 1960-an
sampai pertengahan 1980-an. Mereka membawa “etika hippie” dan tidak
mempercayai otoritas. Tetapi mereka menempatkan penekanan kuat pada
pencapain dan kesuksesan material. Para pragmatis yang percaya bahwa hasil
akhir menunjukkan seberapa keras mereka bekerja dan ingin menikmati buah
kerja kerasnya. Mereka melihat organisasi yang memperkerjakan mereka hanya
sebagai kendaraan bagi kariernya.
Kehidupan generasi X telah dibentuk oleh globalisasi, dua orang tua yang
berkarier mereka menghargai fleksibelitas, pilihan-pilihan hidup, dan pencapaian
kepuasan kerja. Keluarga dan hubungan sangat penting. Mereka skeptis, terutama
tentang otoritas. Mereka juga menikmati pekerjaan berorientasi tim. Dalam
pencarian keseimbangan hidup, mereka kurang bersedia mengorbankan pribadi
demi pembri kerjanya dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka sangat
menjunjung tinggi persahabatan sejati, kebahagian, dan kesenangan.
Generasi terbaru di angkatan kerja saat ini adalah generasi millenium yang
tumbuh selama masa-masa sejahtera. Mereka memiliki ekspektasi yang tinggi dan
mencari arti pekerjaan mereka. Mereka memiliki sasaran hidup yang lebih
berorientasi pada kekayaan (81&) dan popularitas (51%) dibandingkan generasi X
(62% dan 29%), tetapi mereka juga melihat diri mereka bertanggung jawab secara
sosial. Menerima keragaman, generasi millenium adalah generasi pertama yang
meremehkan teknologi lebih dibandingkan generasi lainnya, mereka cenderung
membicarakan jaringan elektronik, dan kewirausahaan. Pada waktu yang sama,
beberapa telah menjelaskan generasi millenium sebagai generasi bebas dari
miskin. Mereka bisa bentrok dengan generasi lainnya karena busana kerja dan
komunikasi. Mereka juga menyukai umpan balik.
Meskipun menarik untuk membahas nilai-nilai pada generasi, klasifikasi-
klasifikasi ini belum cukup didukung oleh riset yang solid. Riset-riset sebelumnya
masih lemah karena permasalahan metodologi yang menyulitkan penilaian apakah

Kepribadian dan Nilai |20


perbedaan-perbedaan sebenarnya memang ada. Tinjauan terkini menyatakan
banyak terjadi generalisasi yang dilebih-lebihkan atau tidak benar.

2.3 Mengaitkan Kepribadian dan Nilai-Nilai Individu di Tempat Kerja


tiga puluh tahun yang lalu, organisasi hanya peduli dengan kepribadian karena
fokus utama mereka adalah mencocokkan individu dengan pekerjaan tertentu.
Pertimbangan itu telah berkembang dengan mengikutsertakan seberapa baik
kepribadian dan nilai individu itu cocok dengan organisasi, karena manajer
dewasa ini kurang tertarik dengan kemampuan seorang pelamar dalam pekerjaan
spesifik dibandingkan dengan fleksibilitas-nya untuk memenuhi situasi yang
berubah dan komitmennya pada organisasi.
Kecocokan Orang-Pekerjaan
Usaha untuk mencocokkan tuntutan pekerjaan dengan karakteristik
kepribadian diartikulasikan paling baik dalam teori kecocokan kepribadian-
pekerjaan John Holland. Holland menampilkan enam tipe kepribadian serta
mengusulkan bahwa kepuasan dan keinginan untuk meninggalkan sebuah posisi
bergantung pada seberapa baik individu itu mencocokkan kepribadiannya dengan
sebuah pekerjaan.
1) Tipe Realistik, Tipe model ini memiliki kecenderungan untuk memilih
lapangan kerja yang berorientasi kepada penerapan. 
2) Tipe intelektual/investigative, Orang yang mempunyai tipe kepribadian ini
memiliki kecenderungan untuk memilih pekerjaan yang bersifat akademik.
Ciri-cirinya adalah memiliki kecenderungan untuk merenungkan daripada
mengatasinya dalam memecahkan suatu masalah, berorientasi pada tugas,
tidak sosial. Membutuhkan pemahaman, menyenangi tugas-tugas yang
bersifat kabur, memiliki nilai-nilai dan sikap yang tidak konvensional dan
kegiatan-kegiatanya bersifat intraseptif.
3) Tipe sosial, Orang yang mempunyai tipe kepribadian ini memiliki
kecenderungan untuk memilih lapangan pekerjaan yang bersifat membantu
orang lain. Ciri-cirinya adalah pandai bergaul dan berbicara, bersifat
responsive, bertanggung jawab, kemanusiaan, bersifat religiusm

Kepribadian dan Nilai |21


membutuhkan perhatian, memiliki kecakapan verbal, hubungan
antarpribadi, kegiatan-kegiatan rapid an teratur, menjauhkan bentuk
pemecahan masalah secara intelektual, lebih berorientasi pada perasaan.
4) Tipe konvensional, Orang yang mempunyai tipe kepribadian ini pada
umumnya memiliki kecenderungan untuk terhadap kegiatan verbal, ia
menyenangi bahasa yang tersusun baik, numerical (angka) yang teratur,
menghindari situasi yang kabur, senang mengabdi, mengidentifikasikan
diri dengan kekuasaaan, memberi nilai yang tinggi terhadap status dan
kenyataan materi, mencapai tujuan dengan mengadaptasikan dirinya
ketergantungan pada atasan.
5) Tipe usaha/enterprising, Orang yang mempunyai tipe kepribadian ini
memiliki ciri khas diantaranya menggunakan ketrampilan-ketrampilan
berbicara dalam situasi dimana ada kesempatan untuk menguasai orang
lain atau mempengaruhi orang lain, menganggap dirinya paling kuat,
jantan, mudah untuk mengadakan adaptasi dengan orang lain, menyenangi
tugas-tugas sosial yang kabur, perhatian yang besar pada kekuasaan, status
dan kepemimpinan, agresif dalam kegiatan lisan.
6) Tipe artistik, Orang yang mempunyai tipe kepribadian ini memiliki
kecenderungan berhubungan dengan orang lain secara tidak langsung,
bersifat sosial dan sukar menyesuaikan diri.
Kecocokan Orang-Organisasi
Kecocokan orang-organisasi pada dasarnya berpendapat bahwa orang-orang
tertarik pada dan dipilih oleh organisasi yang sesuai dengan nilai-nilai mereka,
dan mereka meninggalkan organisasi yang tidak cocok dengan kepribadiannya.
Misalnya, dengan menggunakan terminologi Lima Besar, kita dapat
mengharapkan bahwa orang-orang yang sangat ekstrover cocok dengan budaya
agresif dan berorientasi tim, bahwa orang yang sangat ramah cocok dengan iklim
organisasi yang mendukung daripada yang berfokus pada keagresifan, dan bahwa
orang dengan sangat terbuka pada pengalaman cocok dengan organisasi yang
menekankan inovasi dibandingkan standarisasi. Mengikuti panduan-panduan ini
pada saat merekrut, membantu mengidentifikasi pekerja-pekerja baru yang lebih

Kepribadian dan Nilai |22


cocok dengan budaya organisasi, yang kemudian menghasilkan kepuasan pekerja
dan mengurangi jumlah pekerja yang mengundurkan diri. Riset pada kecocokan
orang-organisasi juga telah melihat apakah nilai-nilai orang cocok dengan budaya
organisasi. Kecocokan ini memprediksi kepuasan kerja, komitmen pada
organisasi, dan perputaran yang rendah.

2.4 Nilai-Nilai Internasional


Salah satu pendekatan yang paling dirujuk secara luas untuk menganalisis
variasi di antara budaya dilakukan di akhir 1970-an oleh Geert Hofstede. Hofstede
menyurvei lebih dari 116.000 pekerja IBM di 40 negara mengenai nilai-nilai
terkait pekerjaan mereka dan mendapati bahwa manajer dan pekerja beragam
dalam lima dimensi nilai dari budaya nasional :
1) Jarak Kekuasaan, menjelaskan tingkat dimana orang-orang dalam suatu
negara menerima bahwa kekuasaan dalam institusi dan organisasi
menyebar tidak merata.
2) Individualisme versus Kolektivisme, individualisme adalah tingkat dimana
orang-orang lebih memilih untuk bertindak sebagai individu dibandingkan
sebagai anggota kelompok dan mempercayai hak-hak individu diatas
segalanya. Kolektivisme menekankan kerangka sosial yang ketat dimana
orang-orang mengharapkan yang lain dalam kelompok yang menjadi
bagiannya untuk merawat dan melindungi mereka.
3) Maskulinitas versus Feminitas, konsep maskulinitas Hofstede adalah
tingkat dimana budaya menyukai peran-peran maskulin tradisional seperti
pencapaian, kekuasaan, dan kendali, berlawanan dengan pandangan pria
dan wanita adalah sama. Peringkat maskulinitas yang tinggi
mengindikasikan budaya telah memisahkan peran bagi pria dan wanita,
dengan pria mendominasi masyarakat. Peringkat feminitas tinggi berart
budaya melihat sedikit perbedaan antara peran pria dan wanita dan
memperlakukan wanita sama dengan pria dalam segala hal.
4) Penghindaran Ketidakpastian, tingkat dimana orang-orang dalam suatu
negara lebih memilih situasi yang terstruktur atau tidak terstruktur

Kepribadian dan Nilai |23


menentukan penghindaran ketidakpastian mereka. Dalam budaya dengan
skor penghindaran ketidakpastian yang tinggi, orang-orang memiliki
tingkat kecemasan yang tinggi mengenai ketidakpastian dan ambiguitas
dan menggunakan hukum dan kontrol untuk mengurangi ketidakpastian.
5) Orientasi Jangka Panjang versus Jangka Pendek, orang-orang dalam
budaya dengan orientasi jangka panjang melihat masa depan dan
menghargai kebijaksanaan, persistensi, serta tradisi. Dalam orientasi
jangka pendek, orang-orang menilai di sini dan saat ini, mereka lebih siap
menerima perubahan dan tidak melihat komitmen sebagai rintangan untuk
berubah.
Kerangka GLOBE untuk Menilai Budaya
Dimulai tahun 1993, program riset Kepemimpinan Global dan Efektivitas
Perilaku Organisasi (GLOBE) adalah sebuah investigasi lintas budaya yang
berkelanjutan atas kepemimpinan dan budaya nasional. Perbedaan utama adalah
bahwa kerangka GLOBE menambahkan dimensi-dimensi, seperti orientasi
kemanusiaan (tingkat di mana masyarakat menghargai individu yang altruistik,
murah hati, dan baik pada orang lain) serta orientasi kinerja (tingkat dimana
masyarakat mendorong dan menghargai anggota kelompok atas perbaikan kinerja
dan kesempurnaan).

Kepribadian dan Nilai |24


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kepribadian berarti bagi perilaku organisasi. Ia tidak menjelaskan semua
perilaku, tetapi ia menetapkan tahapannya. Teori dan riset yang berkembang
mengungkapkan bagaimana kepribadian berarti lebih dalam beberapa situasi
dibandingkan yang lainnya. Lima Besar telah menjadi kemajuan yang cukup
penting, meskipun Dark Triad dan sifat-sifat lainnya juga berarti. Lebih jauh lagi,
setiap sifat memiliki keuntungan dan kelemahan bagi perilaku kerja. Tidak ada
konstelasi yang sempurna dari sifat-sifat yang ideal untuk setiap situasi.
Kepribadian dapat membantu untuk memahami mengapa orang-orang bertindak,
berpikir, dan merasa sebagaimana yang kita lakukan, dan manajer yang cerdas
dapat menempatkan pemahaman itu untuk digunakan dengan hati-hati
menempatkan pekerja dalam situasi yang paling cocok dengan kepribadiannya.

3.2 Saran
Sebagai seorang manajer dalam organisasi selaku pengambil keputusan,
hendaklah mengevaluasi pekerjaan dari para pekerja, kelompok kerjanya, dan
organisasi untuk mencocokkan kepribadian yang optimal. Serta membantu
pekerja lebih baik memahami dirinya, membantu anggota tim lebih baik
memahami satu sama lain, membuka komunikasi dalam kelompok kerja, dan
mungkin mengurangi konflik.

Kepribadian dan Nilai |25


DAFTAR PUSTAKA

Rahmat, W. (2014). Pengaruh Tipe Kepribadian dan Kualitas Persahabatan


Dengan Kepercayaan Pada Remaja Akhir (Mahasiswa Psikologi
Universitas Mulawarman). e-Journal Psikologi , 206-216.

Ramdhani, N. (2007). Apakah Kepribadia Menentukan Pemilihan Media


Komunikasi ? Metaanalisis Terhadap Hubungan Kepribadian
Extraversion, Neuroticism, dan Openness to Experience dengan
Penggunaan Email. Jurnal Psikologi Volume : 34. No.2 , 112-129.

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2015). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba


Empat.

Supranoto, H. (2015). Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa Dalam


Pembelajaran SMA. Vol.3 No.1 , 36-49.

Kepribadian dan Nilai |26

Anda mungkin juga menyukai