Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PANDANGAN PSIKOLOGI TENTANG


HAKIKAT PERILAKU MANUSIA

DISUSUN KELOMPOK 2
Aulia Syahadah 2021143529
Ayuza Amaliha 2021143530
Maya Sakinah 2021143535

DOSEN PENGAMPU : RAMTIA DARMA PUTRI S.Pd., M.Pd., Kons.

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 02 Oktober 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2


DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
1. 1 Latar Belakang ............................................................................................................ 4
1. 2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 4
1. 3 Tujuan Penelitian......................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6
2. 1 Pandangan Psikoanalitik dan Contoh Pandangan Psikoanalitik ................................. 6
2. 2 Pandangan Holistic dan Contoh Pandangan Humanistic/Holistic ............................ 11
2. 3 Pandangan Behavioristi dan Contoh Pandangan Behavioristi .................................. 14
2. 4 Pandangan Konvergensi dan Contoh Pandangan Konvergensi ................................ 16
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 21
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 21
3.2 Saran .......................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 23

3
BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Perilaku atau tingkahlaku seseorang terjadi akibat adanya interaksi antara
individu dengan lingkungannya. Artinya kedua belah pihak, baik individu maupun
lingkungan sama-sama mempunyai peranan dan terjadinya mekanisme perilaku
manusia. Terdapat pandangan mengenai perilaku yaitu: pandangan psikoanalitik,
padangan holistik atau humanistik, pandangan behavioristik, pandangan konvergensi.
Dari ke empat pandangan yang dikemukakan para ahli semuanya membahas tentang
perilaku manusia. Dari ke empat pandangan tersebut peneliti akan memaparkan satu
pandangan psikoanalitik. Pandangan psikoanalitik menganggap bahwa manusia pada
dasarnya digerakan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat dinamis.
Tingkah laku individu ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang sejak
semula sudah ada pada individu.
Ego berfungsi atas dasar prinsip realitas, mengatur gerak-gerak id agar dalam
memuaskan instink-instinknya selalu memperhatikan lingkungan. Dengan demikian
perwujudan fungsi Id tidak tanpa arah. Dalam perkembangan lebih lanjut, perilaku
individu tidak hanya dijalankan oleh Id dan Ego saja, melainkan juga oleh fungsi
ketiga, yaitu super-ego. Super ege tumbuh berkat interaksi individu dengan
lingkungannya. Khususnya lingkungan yang bersifat aturan yang meliputi: perintah
dan larangan, ganjaran, dan hukuman, nilainilai adat dan tradisi. Dalam perilaku
individu, id sebagai pengawas atau pengontrol. Fungsi super ego ialah mengawasi
agar perilaku individu sesuai dengan aturan, nilai, adat dan tradisi yang telah
menyerap pada diri individu.
Perilaku agresif merupakan salah satu penyimpangan tingkah laku individu.
Perilaku ini mudah dikenal, terlihat, jelas dan mempunyai dampak langsung pada
masyarakat banyak yang mengkaitkan perilaku agresif dengan kemajuan teknologi
dan perubahan dinamika sosial masyarakat, perubahan inilah yang dianggap ikut
menjadi salah satu pendorong munculnya perilaku agresif.

1. 2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat dituliskan adalah :
1. Bagaimana pandangan psikoanalitik dan contoh pandangan psikoanalitik?
2. Bagaimana pandangan holistic dan contoh pandangan holistic?

4
3. Bagaimana pandangan behavioristi dan contoh pandangan behavioristi?
4. Bagaimana pandangan konvergensi dan contoh pandangan konvergensi?

1. 3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan psikoanalitik dan contoh pandangan
psikoanalitik
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan holistic dan contoh pandangan
holistic
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan behavioristi dan contoh pandangan
behavioristi
4. Untuk mengetahui bagaimana pandangan konvergensi dan contoh pandangan
konvergensi

5
BAB II PEMBAHASAN

2. 1 Pandangan Psikoanalitik dan Contoh Pandangan Psikoanalitik


Psikoanalisis adalah sebuah teori dalam psikologi yang, bisa dibilang, paling
terkenal meski pada kenyataannya, oleh sebagian orang, tidak sepenuhnya dapat
dipahami. Namun harus diakui, bahwa teori ini sangat berpengaruh, bahkan di luar
bidang psikologi. Psikoanalisa dianggap sebagai salah satu gerakan revolusioner
di bidang psikologi yang dimulai dari satu metode penyembuhan penderita sakit
mental, hingga menjelma menjadi sebuah konsepsi baru tentang manusia.
Hipotesis pokok psikoanalisa menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebagian
besar ditentukan oleh motif-motif tak sadar.
Membicarakan tentang psikoanalisis tentu tidak bisa dilepaskan dari seseorang
yang telah mempopulerkannya, yaitu Sigmund Freud (1856-1939), dan bisa
dibilang mengabdikan hidupnya untuk mengembangkan teori “canggih”nya
ini.Menurut Nama Freud baru dikenal pertama kalinya dalam kalangan psikologi
akademis pada tahun 1909, ketika ia diundang oleh G. Stanley Hall, seorang
sarjana psikologi Amerika, untuk memberikan serangkaian kuliah di universitas
Clark di Worcester, Massachusetts.
Ada beberapa poin penting yang menjadi inti pembahasan dari teori ini
sehingga mampu melahirkan konsep yang “unik” tentang perilaku manusia. Poit
penting itu adalah Kesadaran (consciousness) dan ketidaksadaran
(unconsiouness), struktur kepribadian, kecemasan (anxiety), mekanisme
pertahanan diri (defense mechanism) dan tahap perkembangan psikoseksual
(psychosexual stage).
A. Kesadaran (consciousness) dan ketidaksadaran (unconsciousness)
Sebenarnya, Freud bukanlah orang pertama yang menemukan ide
tentang alam tidak sadar (unconsciousness), tapi dialah yang membuat ide
tersebut menjadi terkenal, dan harus diakui, bahwa pemahaman tentang
kesadaran dan ketidaksadaran manusia merupakan salah satu sumbangan
terbesar dari pemikiran Freud. Menurutnya, kunci untuk memahami perilaku
dan problema kepribadian bermula dari hal tersebut. Ketidakasadaran itu
tidak dapat dikaji langsung, karena perilaku yang muncul itu merupakan
konsekuensi logisnya.
Menurutnya juga, bahwa ketidaksadaran mencakup segala sesuatu

6
yang sangat sulit dibawa ke alam sadar, termasuk segala sesuatu yang
memang asalnya alam bawah sadar, seperti nafsu dan insting serta segala
sesuatu yang termasuk keduanya. Menurutnya juga, alam tak sadar adalah
sumber dari motivasi dan dorongan yang ada dalam diri manusia
Menurut Gerald Corey, bukti klinis untuk membenarkan alam
ketidaksadaran manusia dapat dilihat dari hal-hal berikut, seperti: (1) mimpi;
hal ini merupakan pantulan dari kebutuhan, keinginan dan konflik yang
terjadi dalam diri, (2) salah ucap sesuatu; misalnya nama yang sudah dikenal
sebelumnya, (3) sugesti pasca hipnotik, (4) materi yang berasal dari teknik
asosiasi bebas, dan (5) materi yang berasal dari teknik proyeksi, serta isi
simbolik dari simptom psikotik.
Sementara itu, alam sadar adalah segala seuatu yang disadari pada saat
tertentu, penginderaan langsung, ingatan, pemikiran, fantasi, dan perasaan
yang dimiliki setiap orang. Kesadarann itu merupakan suatu bagian terkecil
atau tipis dari keseluruhan pikiran manusia. Hal ini dapat diibaratkan seperti
gunung es yang ada di bawah permukaan laut, dimana bongkahan es itu lebih
besar di dalam ketimbang yang terlihat di permukaan. Demikianlah juga
halnya dengan kepribadian manusia, semua pengalaman dan memori yang
tertekan akan dihimpun dalam alam ketidaksadaran.
B. Struktur kepribadian
Dalam teori psikoanalitik, struktur kepribadian manusia itu terdiri dari
id, ego, dan superego. Id adalah komponen kepribadian yang berisi impuls
agresif dan libinal, dimana sistem kerjanya dengan prinsip kesenangan
(pleasure principle), sexual and aggressive instinct, primary process thinking.
Selain itu system syaraf, sebagai id bertugas menerjemahkan kebutuhan satu
organism menjadi daya-daya motivasional yang disebut dengan
nafsu. Ego (tester of reality) adalah bagian kepribadian yang bertugas sebagai
pelaksana, dimana sistem kerjanya pada dunia luar untuk menilai realita dan
berhubungan dengan dunia dalam untuk mengatur dorongan-dorongan id agar
tidak melanggar nilai-nilai superego. Superegoadalah bagian moral dari
kepribadian manusia, karena ia merupakan filter dari sensor baik- buruk,
salah- benar, boleh- tidak sesuatu yang dilakukan oleh dorongan ego.
Jadi untuk lebih jelasnya sistem kerja ketiga struktur kepribadian
manusia tersebut adalah Pertama, Id merupakan sistem kepribadian yang
7
orisinil, dimana ketika manusia itu dilahirkan ia hanya memiliki Id saja,
karena ia merupakan sumber utama dari energi psikis dan tempat timbulnya
instink. Id sebenarnya adalah tidak lain dari representasi psikis kebutuhan-
kebutuhan biologis. Id tidak memiliki organisasi, buta, dan banyak tuntutan
dengan selalu memaksakan kehendaknya. ada istilah libido, yaitu energy total
yang mengendalikan dorongan Id atau energy psikis dalam bentuk yang paling
mentah. Kedua, Ego mengadakan kontak dengan dunia realitas yang ada di
luar dirinya. Di sini ego berperan sebagai “eksekutif” yang memerintah,
mengatur dan mengendalikan kepribadian, sehingga prosesnya persis seperti
“polisi lalulintas” yang selalu mengontrol jalannya id, super- ego dan dunia
luar. Ia bertindak sebagai penengah antara instink dengan dunia di
sekelilingnya. Ego ini muncul disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan dari
suatu organisme, seperti manusia lapar butuh makan. Jadi lapar adalah
kerja Id dan yang memutuskan untuk mencari dan mendapatkan serta
melaksanakan itu adalah kerja ego. Tidak seperti Id, ego berfungsi
berdasarkan prinsip-prinsip realitas, artinya dia memenuhi kebutuhan
organism berdasarkan objek-objek yang sesuai dan dapat ditemukan dalam
kenyataan. Ketiga, Superego adalah yang memegang keadilan atau sebagai
filter dari kedua sistem kepribadian, sehingga tahu benar-salah, baik-buruk,
boleh-tidak dan sebagainya. Di sini superego bertindak sebagai sesuatu yang
ideal, yang sesuai dengan norma-norma moral masyarakat. Superego memiliki
dua sisi; nurani (consciences) yang merupakan internalisasi dari hukuman dan
peringatan, dan ego ideal yang berasal dari puji-pujian dan contoh-contoh
positif.

C. Kecemasan (anxiety)
Meurut Freud, ego akan selalu berdiri di antara Id dan superego.
Ketiganya selalu berada dalam konflik yang dinamis. Maka, ketika terjadi
konflik di antara kekuatan-kekuatan tersebut untuk menguasai ego, maka
sangat bisa dipahami kalau ego merasa terjepit dan terancam, serta merasa
seolah-olah akan lenyap digilas kekuatan-kekuatan tersebut. Perasaan
terancam dan terjepit ini disebut kecemasan (anxiety).
Sedangkan menurut Freud, kecemasan itu ada tiga: kecemasan realita,
neurotik dan moral. (1) kecemasan realita/realistis adalah rasa takut akan
8
bahaya yang datang dari dunia luar dan derajat kecemasan semacam itu
sangat tergantung kepada ancaman nyata. Seperti, merasa takut ketika
bertemu dengan ular dan hewan berbisa lainnya, (2) kecemasan moral adalah
rasa takut terhadap hati nuraninya sendiri. Orang yang hati nuraninya cukup
berkembang cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu yang
bertentangan dengan norma moral. Kecemasan ini terjadi ketika ada ancaman
dari dunia social superego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri
seseorang, (3) kecemasan neurotik adalah rasa takut kalau-kalau instink akan
keluar jalur dan menyebabkan sesorang berbuat sesuatu yang dapat
mebuatnya terhukum. Kecemasan ini yang paling menarik perhatian Freud,
dan biasanya disebut dengan kecemasan biasa.

D. Mekanisme pertahanan diri (defense mechanism)


Ego berusaha sekuat mungkin untuk menjaga stabilitas hubungan
dengan realitas, id, dan superego. Namun ketika kecemasan begitu
menguasai, ego harus mempertahankan diri. Maka, secara tidak sadar ego
akan bertahan dengan cara memblokir, menghilangkan, seluruh dorongan atau
dengan menciutkan dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih
bisa diterima dan tidak terlalu mengancam. Cara seperti ini kemudian dikenal
dengan mekanisme mempertahankan diri atau defense mechanism. Ada
beberapa bentuk dari defense mechanism, antara lain;
(1) Represi. Ini merupakan sarana pertahanan yang bisa mengusir pikiran serta
perasaan yang menyakitkan dan mengancam keluar dari kesadaran. Anna
Freud menyebutnya dengan “melupakan yang memotivasi”.
(2) Denial.Ini adalah cara mengacaukan apa yang dipikirkan, dirasakan, atau
dilihat seseorang dalam situasi traumatik. Jika dalam kondisi tertentu peristiwa
ini terlalu banyak untuk ditanggulangi, seseorang hanya perlu menolak
mengalaminya. Hal seperti ini bisa membahayakan, karena tidak ada yang bisa
selamanya lari dari kenyataan. (3) Reaction formation. Ini adalah menukar
suatu impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan
melawannya dalam kesadaran. Anna Freud menyebut ini dengan “percaya
pada hal yang sebaliknya”. Selanjutnya, (4) Replacement, merupakan suatu
cara untuk menangani kecemasan dengan menyalurkan perasaan atau impuls
dengan jalan menggeser dari objek yang mengancam ke “sasaran yang lebih
9
aman”, (5)Rationalization, ini cara beberapa orang menciptakan alasan yang
“masuk akal” untuk menjelaskan disingkirnya ego yang babak belur.
(6) Fixation, (7)Regression, yaitu berbalik kembali kepada prilaku yang dulu
pernah mereka alami. Kemudian, (8) Projection, atau penggantian ke arah luar.
Mekanisme ini merupakan kebalikan dari melawan diri, meliputi
kecenderungan untuk melihat hasrat yang tidak bisa diterima oleh orang lain,
(9) Introjections,yaitu mekanisme untuk mengundang serta “menelaah” sistem
nilai atau standar orang lain, (10) Sublimation, ini suatu cara untuk
mengalihkan energi seksual kesaluran lain, yang secara sosial umumnya bisa
diterima, bahkan ada yang dikagumi.
Selain itu, masih ada banyak lagi defense mechanism lainnya, yaitu; (11)
identifikasi, (12) konpensasi, (13) penghapusan, (14) Isolasi, (15)Melawan diri
sendiri.

E. Tahap perkembangan psikoseksual (psychosexual stage)


Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap
perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting
bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap.Artinya,
ketika perkembangan yang seharusnya terselesaikan tidak diperlakukan
sebagaimana mestinya, maka hal itu akan berdampak terhadap prilaku di masa
yang akan datang. Bagi Freud, masalah manusia adalah persoalan masa lalu.
Untuk mengatasi problema yang dihadapai manusia, maka seseorang harus
mampu masuk kedalam dan menyingkap tabir-tabir kehidupan yang menjadi
pengalaman dalam hidupnya. Menurut Freud, kepribadian seseorang terbentuk
pada usia sekitar 5-6 tahun, yaitu:
1) tahap oral, Kenikmatan diperoleh dari mulut, bibir, rongga mulut. Kalau
tidak dipenuhi akan mengakibatkan kecemasan dan frustrasi.
2) tahap anal: 1-3 tahun, Kenikmatan terpusat di daerah anal (proses menahan
dan melepas feses). Toilet training dimulai pada tahap ini
3) tahap palus: 3-6 tahun, Kenikmatan terpusat di daerah genital. Zona genital
anak kecil sering dirangsang dengan mencuci, menggesek, memegang, dsb.
(4) tahap laten: 6-12 tahun adalah fase relatif tenang, tidak ada masalah
seksualitas yang menonjol dan anak lebih fokus pada sekolah, interaksi sosial

10
dan dengan teman-temannya.
(5) tahap genetal: 12-18 tahun, Dorongan seksual dibangkitkan kembali dan
mulai berkembang ke arah seksual orang dewasa.
Contoh perilaku psikoanalisis adalah Contohnya seorang anak yang takut
sekolah memperlihatkan tingkah laku infantil seperti menangis, mengisap ibu
jari, bersembunyi, dan menggantungkan diri pada guru. Atau, ketika adiknya
lahir, seorang anak kembali menunjukkan bentuk-bentuk tingkah laku yang
kurang matang.

2. 2 Pandangan Holistic dan Contoh Pandangan Humanistic/Holistic


Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan
adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku
manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia.
Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah
ahli psikologi humanistik yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan
tradisional behaviorisme dan psikoanalis. Keyakinan ini membawa kepada usaha
meningkatkan kualitas manusia seperti pilihan, kreativitas, interaksi fisik, mental dan
jiwa, dan keperluan untuk menjadi lebih bebas. Situs yang sama menyebutkan bahwa
psikologi humanistik juga didefinisikan sebagai sebuah sistem pemikiran yang
berdasarkan kepada berbagai nilai, sifat, dan tindak tanduk yang dipercayai terbaik
bagi manusia.
Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu, psikologi
humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami
sifat dan keadaan manusia. Kedua, ia menawarkan pengetahuan yang luas akan
kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia. Ketiga, ia menawarkan
metode yang lebih luas akan kaedah-kaedah yang lebih efektif dalam pelaksanaan
psikoterapi. Pokok persoalan dari psikologi humanistik adalah pengalaman subjektif
manusia, keunikannya yang membedakan dari hewan-hewan, sedangkan area-area
minat dan penelitian yang utama dari psikologi humanistik adalah kepribadian yang
normal dan sehat, motivasi, kreativitas, kemungkinan-kemungkinan manusia untuk
tumbuh dan bagaimana bisa mencapainya, serta nilai-nilai manusia Dalam metode-
metode studinya, psikologi humanistik menggunakan berbagai metode mencakup
wawancara, sejarah hidup, sastra, dan produk-produk kreatif lainnya.
Berlainan dengan Psikoanalisis yang memandang buruk hakikat manusia, dan

11
Psikologi Perilaku yang memandang netral, Psikologi Humanistik berasumsi bahwa
manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi yang baik (minimal lebih banyak
baiknya daripada buruknya). Psikologi Humanistik memusatkan perhatian untuk
menelaah kualitas-kualitas manusia, yaitu sifat-sifat dan kemampuan khusus manusia
yang terpatri pada eksistensi manusia, seperti: kemampuan abstraksi, daya analisis &
sintesis, imajinasi, kreativitas, kebebasan berkehendak, tanggung jawab, aktualisasi
diri, makna hidup, pengembangan pribadi, humor, sikap etis, dan rasa estetika.
Metode fenomenologi yang berusaha mengungkap pengalaman dan penghayatan
seseorang merupakan metode yang sering digunakan Psikologi Humanistik dalam
menelaah kualitas-kualitas manusia.
Psikologi Humanistik memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki
otoritas atas kehidupan dirinya. Asumsi ini menunjukkan bahwa manusia adalah
makhluk yang sadar, mandiri, pelaku aktif yang dapat menentukan (hampir)
segalanya. Manusia adalah makhluk dengan julukan “the self determining
being” yang mampu sepenuhnya menentukan tujuan-tujuan yang paling
diinginkannya dan cara-cara mencapai tujuan itu yang dianggapnya paling tepat.
Logoterapi, sebuah corak pandangan psikologi yang sering dikelompokkan ke
dalam Psikologi Humanistik, menemukan adanya dimensi lain pada manusia
disamping dimensi raga (somatis) dan dimensi kejiwaan (psikis), yaitu
dimensi noetic (atau sering juga disebut dimensi keruhanian (spiritual). Menurut
Viktor Frankl, sang penemu Logoterapi, pengertian ruhani di sini sama sekali tidak
mengandung konotasi agamis, tetapi dimensi ini dianggap sebagai inti kemanusiaan,
merupakan sumber makna hidup & potensi dari berbagai kemampuan & sifat luhur
manusia yang luar biasa yang sejauh ini terabaikan dari telaah psikologi sebelumnya.
Logoterapi mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai kesatuan raga, jiwa,
& ruhani yang tidak terpisahkan. Selain itu Logoterapi menganggap hasrat untuk
hidup bermakna adalah motivasi utama manusia. Bila seseorang berhasil
memenuhinya, maka akan menjadikan hidupnya bermakna dan bahagia. Begitupun
sebaliknya, bila ia tidak berhasil memenuhi arti hidupnya, maka akan menyebabkan
hidupnya hampa (tidak bermakna).
Psikologi humanistik berasumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki
potensi yang baik (minimal lebih banyak baiknya dari pada buruknya). Manusia
memiliki kualitas-kualitas insani yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, seperti
kemampuan abstraksi, imajinasi, kreativitas, aktualisasi diri, dan lain-lain. Manusia
12
dipandang sebagai makhluk yang otoritas atas kehidupannya sendiri. Artinya,
manusia adalah makhluk yang sadar, mandiri, pelaku aktif yang dapat menentukan
hampir segalanya. Oleh karena itu, manusia disebut sebagai the self determining
being. Meode fenomenologis merupakan metode yang dipakai oleh tokoh humanistik
untuk menelaah kualitas-kualitas insani.
George. A.Kelly menyatakan beberapa gagasannya tentang pandangan
terhadap manusia, yaitu:
a) The person’s construct, cara seseorang memandang pengalamannya sendiri. Kelly
menggambarkan manusia sebagai makhluk aktif yang bisa mengubah
kehidupannya.
b) People a scientists, Manusia dapat menilai dan membuat hipotesis atas dirinya
sendiri
c) Constructive alternativism: many ways to see, Manusia memiliki banyak sudut
padang dalam suatu masalah
d) Roles: many ways to be, Manusia memiliki banyak peran dalam hidupnya
e) Self-determinism, Manusia ialah bergantung pada apa yang ia perbuat pada dirinya

Carl Rogers juga mengemukakan bahwa kecenderungan manusia ialah


mengaktualisasikan dirinya. Manusia dipandang memiliki banyak keunikan dan
realitas pengalaman subjektif yang beragam. Sedangkan Maslow memandang
aktualisasi diri sebagai kebutuhan dasar manusia.
Psikologi humanistik berasumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi-
potensi yang baik, minimal lebih banyak baiknya daripada buruknya. Psikologi
humanistic memusatkan perhatian untuk menelaah kualitas-kualitas insani, yakni
sifat-sifat dan kemampuan khusus manusia yang terpatri pada eksistensi manusia,
seperti kemampuan abstraksi, daya analisis dan sintesis, imajijnasi, kreativitas,
kebebasan berkehendak, tanggungjawab, aktualisasi diri, makna hidup,
pengembangan pribadi, humor, sikap etis dan rasa estetika. Selain itu psikologi
humanistic memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas
kehidupan dirinya sendiri. Asumsi ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk
yang sadar, mandiri, pelaku aktif yang dapat menentukan (hampir) segalanya. Ia
adalah makhluk dengan julukan the self determining being yang mampu sepenuhnya
menentukan tujuan-tujuan yang paling diinginkannya dan cara-cara mancapai tujuan

13
itu yang dianggapnya paling tepat.

2. 3 Pandangan Behavioristi dan Contoh Pandangan Behavioristi


Berlainan dengan psikoanalisis yang menggambarkan bahwa secara tak
disadari dorongan nafsu-nafsu yang rendah banyak menentukan perilaku manusia,
perilaku menunjukkan bahwa upaya rekayasa dan kondisi lingkungan luar adalah hal
yang paling mempengaruhi dan menentukan kepribadian manusia. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa, psikologi perilaku menganggap manusia pada hakikatnya
adalah netral, baik-buruknya perilaku terpengaruh dari pengaruh situasi dan perlakuan
yang dialami. Asumsi-asumsi ini diperoleh melalui eksperimen-eksperimen dengan
hewan dengan tujuan untuk mengetahui pola dasar perilaku manusia dan proses
perubahannya. Usaha ilmiah itu dianggap sebagai reaksi terhadap psikoanalisis yang
wawasan-wawasannya terlalu dianggap hipotesis dan intuitif dengan teori-teorinya
yang konon kurang didukung oleh temuan-temuan riset empiris.
Psikologi perilaku memberikan kontribusi penting dengan ditemukannya asas-
asas perubahan perilaku yang banyak diamalkan dalam kegiatan pendidikan,
psikoterapi, pembentukan kebiasaan, perubahan sikap, dan penertiban social
melalui law of enforcement, yakni:
a. Classical Conditioning (pembiasaan klasik) yaitu rangsang (stimulus) netral akan
menimbulkan pola reaksi tertentu apabila rangsang itu sering diberikan bersamaan
dengan rangsang lain yang secara alamiah menimbulkan pola reaksi tersebut.
b. Law of effect (hukum akibat) yakni perilaku yang menimbulkan akibat-akibat
yang memuaskan pelaku cenderung diulangi; sebaliknya perilaku yang
menimbulkan akibat tidak memuaskan atau merugikan cenderung dihentikan.
c. Operant conditioning (pembiasaan operan): suatu pola perilaku akan mantap
apabila berhasil diperoleh hal-hal yang diinginkan pelaku (penguat positif) atau
mengakibatkan hilangnya hal-hal yang tak diinginkan (penguat negatif). Di sisi
lain suatu pola perilaku tertentu akan menghilang apabila perilaku itu
mengakibatkan dialaminya hal-hal yang tidak menyenangkan (Hukuman), atau
mengakibatkan hilangnya hal-hal yang menyenangkan pelaku (Penghapusan).
d. Modeling (peneladanan): perubahan perilaku dalam kehidupan sosial terjadi
karena proses dan peneladanan terhadap perilaku orang lain yang disenangi dan
dikagumi.

14
Ke-empat asas perubahan perilaku itu berkaitan langsung dengan proses
belajar yang melibatkan unsur-unsur kognisi (pemikiran), afeksi (perasaan),
konasi (kemauan), dan aksi (tindakan) atau dengan kata lain meliputi unsur cipta,
rasa, karsa, dan karya. Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif
Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa semua
yang dilakukan organisme yang termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan dapat dan
harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian
dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau
konstrak hipotetis seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori
harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada perbedaan antara proses yang
dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses yang diamati secara
pribadi (seperti pikiran dan perasaan).
Aliran behaviorisme memperlakukan manusia sebagai mesin, yaitu di dalam
suatu system kompleks yang bertingkah laku menurut cara-cara yang sesuai dengan
hukum. Dalam pandangan kaum behavioris, individu digambarkan sebagai suatu
organisme yang bersifat baik, teratur, dan ditentukan sebelumnya, dengan banyak
spontanitas, kegembiraan hidup, berkreativitas, seperti alat pengatur panas.
Terapi perilaku (behavior therapy) dan pengubahan perilaku (behavior
modification) atau pendekatan behavioristik dalam psikoterapi, adalah salah satu dari
beberapa “revolusi” dalam dunia pengetahuan psikologi, khususnya psikoterapi.
Pendekatan behavioristik yang dewasa ini banyak depergunakan dalam rangka
melakukan kegiatan psikoterapi dalam arti luas atau konseling dalam arti sempitnya,
bersumber pada aliran behaviorisme. Aliran ini pada mulanya tumbuh subur di
Amerika dengan tokohnya yang terkenal ekstrim, yakni John Broadus Watson, suatu
aliran yang menitik beratkan peranan lingkungan, peranan dunia luar sebagai factor
penting di mana seseorang dipengaruhi, seseorang belajar.

Konsep Manusia Pada Behavioristik


Para ahli psikologi behavioristik memandang manusia tidak pada dasarnya
baik atau jahat. Para ahli yang melakukan pendekatan behavioristik,memandang
manusia sebagai pemberi respons (responder), sebagai hasil dari proses kondisioning
yang telah terjadi. Dustin & George (1977) yang dikutip oleh George & Cristiani
(1981), mengemukakan pandangan behavioristik terhadap konsep manusia, yakni:

15
1. Manusia di pandang sebagai individu yang pada hakikatnya bukan individu yang
baik atau yang jahat, tetapi sebagai individu yang selalu berada dalam keadaan
sedang mengalami, yang memiliki kemampuan untuk menjadi sesuatu pada semua
jenis perilaku.
2. Manusia mampu mengkonseptualisasikan dan mengontrol perilakunya sendiri.
3. Manusia mampu memperoleh perilaku yang baru.
4. Manusia bisa mempengaruhi perilaku orang lain sama halnya dengan perilakunya
yang bisa dipengaruhi orang lain.
Corey (1991) mengemukakan bahwa pada terapi perilaku, perilaku adalah
hasil dari belajar. Kita semua adalah hasil dari lingkungan sekaligus adalah pencipta
lingkungan. Tidak ada dasar yang berlaku umum bisa menjelaskan semua perilaku.
Karena, setiap perilaku ada kaitanya dengan sumber yang ada di lingkungan yang
menyebabkan terjadinya sesuatu perilaku tersebut.
Albert Bandura (1974, 1977, 1986) yang terkenal sebagai tokoh teori sosial-
belajar, menolak suatu konsep bahwa manusia adalah pribadi yang mekanistik dengan
model perilakunya yang deterministik. Pengubahan (modifikasi) perilaku bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan seseorang agar jumlah respon akan lebih banyak.
Behaviorisme muncul sebagai kritik lebih lanjut dari strukturalisme Wundt.
Meskipun didasari pandangan dan studi ilmiah dari Rusia, aliran ini berkembang di
AS, dan merupakan lanjutan dari fungsionalisme. Behaviorisme secara keras menolak
unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan
membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian,
Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang
dipercayai oleh strukturalism. Berarti juga behaviorisme sudah melangkah lebih jauh
dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri
pada proses-proses mental.

2. 4 Pandangan Konvergensi dan Contoh Pandangan Konvergensi


Teori konvergensi ini lebih lanjut mengatakan bahwa walaupun manusia berasal dari
pembawaan yang sama, namun amat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Kemampuan dua
anak kembar yang ketika lahir sudah dapat ditentukan oleh dokter yang mengatakan, bahwa
pembawaan mereka sama, namun jika keduanya dibesarkan dalam lingkungan yang
berlainan, mereka akan memiliki perkembangan jiwa dan kepribadian yang berbeda.

16
Bakat yang dibawa pada waktu anak tersebut dilahirkan tidak akan berkembang
dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang baik sesuai dengan perkembangan
bakat anak itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik ridak akan menghasilkan perkembangan
anak yang optimal kalau memang pada diri anak itu tidak terdapat bakat yang diperlukan
untuk dikembangkannya, sebagai contoh, hakekat kemampuan anak berbahasa dengan kata-
kata, adalah juga hasil dari kovensi. Pada manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui
situasi lingkungannya, anak berbicara dalam Bahasa tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi
anak dalam pembawaan bahasanya. Karena itu setiap anak manusia mula-mulai
menggunakan Bahasa lingkungannya. Kemampuan dua orang anak (yang tinggal dalam
lingkungan yang sama) untuk mempelajari Bahasa mungkin tidak sama. Itu disebabkan oleh
faktor kualitas pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan, biarpun lingkungan kedua anak
tersebut menggunakan Bahasa yang sama. William Stern berpendapat bahwa hasil
pendidikan itu tergantung pada pembawaan dan lingkungan, seakan-akan dua garis yang
menuju ke satu titik pertemuan.
Contoh aliran konvergensi dalam pendidikan di Indonesia
1. Masa revolusi kemerdekaan
Paham konvergensi bukanlah hal yang baru dalam sistem pendidikan formal di
Indonesia. Pengaruh paham ini sudah terlihat sejak pertama kali dirumuskannya sistem
pendidikan nasional di Indonesia oleh Ki Hajar Dewantara yang secara eksplisit pernah
menyatakan dalam tulisannya bahwa segala alat, usaha, dan cara pendidikan harus sesuai
dengan kodratnya keadaan. Selain itu Ki Hajar dewantara juga mengatakan, “Pendidikan
itu hanya suatu „tuntunan‟ di dalam hidup tumbuhnya anak-anak kita”. Dari pernyataan-
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa selain menyadari sangat pentingnya
pendidikan bagi proses tumbuh kembangnya karakter dan kemampuan seseorang, beliau
juga mengakui adanya peran yang cukup penting dari faktor dasar/pembawaa, yang
disebutnya sebagai kekuasaan kodrati.

2. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)


CBSA dapat diartikan sebagai suatu sistem belajar mengajar yang menekankan
keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil
belajar yang berupa perpaduan antara matra (domain) kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Metode ini dapat dikatakan sebagai „pendidikan yang berpusat pada anak‟, karena dalam
proses belajarnya yang berperan sebagai pengolah bahan ajar adalah siswa sendiri,
sedangkan guru hanya berperan sebagai pembimbing dan pengarah proses belajar-
17
mengajarnya.
Wijaya (1992) menyatakan bahwa belajar mengajar dapat dikatakan bermakna
dan berkadar CBSA bila terdapat ciri-ciri sebagai berikut:
1. Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun dan membuat perencanaan proses
belajar mengajar.
2. Adanya keterlibatan intelektual emosional siswa, baik melalui kegiatan
mengalami, menganalisis, berbuat, maupun pembentuka sikap.
3. Adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dalam menciptakan situasi yang cocok
untuk berlangsungnya proses belajar-mengajar.
4. Guru bertindak sebagai fasilitator dan coordinator kegiatan belajar siswa
5. Menggunakan multi metode dan multi media

Dari paparan di atas dapat disimpulkan dalam CBSA pengakuan dan perhatian
terhadap potensi dasar/pembawaan anak sangatlah penting. Di samping itu perhatian juga
diarahkan pada pengkondisian lingkungan tempat berlangsungnya proses belajar
mengajar dengan sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dan pendidikan secara
keseluruhan dapat berlangsung lebih bermakna. Dengan kata lain melalui CBSA belajar
itu dipandang sebagai proses interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan
demikian maka penerapan CBSA sebenarnya secara prinsip merupakan implementasi
dari paham konvergensi dalam pendidikan.
3. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
KBK merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil
belajar yang harus dicapai siswa, penilaian kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan
sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Rumusan kompetensi dalam KBK meupakan pernyataan apa yang diharapkan
dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah
sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan
berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
KBK berorientasi pada: (a) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri
peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (b)
keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.
KBK memiliki ciri-ciri sbb:
 Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal

18
 Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman
 Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi
 Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar laiinya yang memenuhi
unsur eduaktif
 Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.

Salah satu prinsip dalam pengembangan KBK adalah berpusatnya pendidikan


pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif. Ini merupakan
upapay memandirikan siswa untuk belajar, bekerjasama, dan menilai diri sendiri agar
siswa mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya.
KBK merupakan pergesaran penekanan dalam kurikulum dari isi (apa yang
tertuang) ke kompetensi (bagaimana harus berpikir, belajar, besikap, dan melakukan).
Oleh karena itu guru dan siswa diharapkan dapat mengetahui apa yang harus dicapai dan
sejauhmana efektivitas belajar telah dicapai. Tetapi pada pelaksanannya, secara prinsip
metode yang diterapkan dalam KBK relatif tidak terlalu berbada dengan metode cbsa,
dimana penekanan proses belajarnya tetap berpusat pada siswa. Dengan demikian
melalui metode KBK pun proses pendidikan Indonesia tetap mengacu pada pandangan
tentang pentingnya faktor dasar/pembawaan dan peranan lingkungan dalam
pembentukan pribadi sebagai produk pendidikan. Dengan kata lain jiwa dari KBK
sesungguhnya ini dari paham konvergensi pula.
Contoh perilaku dari pandangan konvergensi. contoh. Misalkan saja seorang anak
yang lahir dari kalangan santri atau kyai maka dia bisa saja menjadi seorang Kyai apabila
dia hidup dan dididik pada lingkungan keagamaan atau pesantren.

Kemudian contoh selanjutnya, misalkan seorang anak lahir ke dunia kemudian


dia dibuang ke hutan seperti halnya film Tarzan, maka dia akan mengikuti lingkungan
yang mendidiknya. Apabila monyet yang mendidiknya maka dia akan berperilaku seperti
monyet dengan berjalan pada dua kaki. Namun apabila yang mendidiknya adalah seekor
serigala maka dia akan berjalan pada empat kakinya dan berjalan seperti serigala. Dari
sini bisa terlihat jelas jika faktor pembawaan tidaklah berpengaruh apapun jika tidak
didukung dengan faktor lingkungan yang tepat. Dari kedua contoh di atas dapat kita
simpulkan bahwa aliran konvergensi adalah aliran pendidikan yang menyakini bahwa

19
faktor pembawaan atau bakat dari orang tua dan faktor lingkungan memiliki pengaruh
yang sama terhadap perkembangan seorang anak.

20
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perilaku merupakan seperangkat perbuatan atau tindakan seseorang dalam melalukan
respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang
diyakini. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia baik yang diamati maupun tidak dapat diamati oleh interaksi manusia dengan
lingungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Perilaku
secara lebih rasional dapat diartikan sebagai respon organisme atau seseorang
terhadap rangsangan dari luar subyek tersebut. Respon ini terbentuk dua macam yakni
bentuk pasif dan bentuk aktif dimana bentuk pasif adalah respon internal yaitu yang
terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat dilihat dari orang lain
sedangkan bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu dapat diobservasi secara langsung
Secara singkat, menurut pendekatan psikoanalisis, perilaku manusia adalah hasil
interaksi dari tiga pilar atau komponen kepribadian, yakni komponen biologis (Das
Id), psikologis (Das Ego), dan sosial (Das Superego); atau unsur hewani, rasional, dan
moral (hewani, akali, dan moral). Psikologi humanistik memandang manusia sebagai
eksistensi yang positif dan menentukan. Manusia adalah makhluk yang unik, memiliki
cinta, kreativitas, nilai dan makna serta pertumbuhan pribadi. Manusia memiliki
potensi untuk mengarahkan perilakunya untuk mencapai tujuan setinggi mungkin.
Menurut behaviorisme, perilaku manusia bukan dikendalikan oleh faktor dalam (alam
bawah sadar), tetapi sepenuhnya dipengaruhi oleh faktor eksternal yakni lingkungan.
Penganut behaviorisme memandang manusia sebagai homo mechanicus, manusia
mesin. Sebagaimana aliran konvergensi yang memadukan di antara nativisme dan
empirisme. Di mana menurut konvergensi memang manusia memiliki kemampuan
dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensi itu hanya dapat berkembang jika ada
pengarahan pembinaan serta bimbingan dari luar (lingkungan). Harus ada perpaduan
antara faktor dasar (potensi dan bakat) dan ajar (bimbingan).

3.2 Saran
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa manusia itu unik dan berbeda, dari
perbedaan itu pula yang menyebabkan adanya interaksi sosial diantara manusia.
Teori-teori di atas juga menunjukkan kepada kita bahwa perilaku itu didorong dan
diarahkan ke tujuan. mereka juga menunjukkan pada kita bahwa perilaku yang ingin

21
mencapai tujuan cenderung untuk menetap. Terkadang manusia merasa nyaman
dengan perbedaan tetapi ada juga yang tidak merasa nyaman dalam perbedaan yang
ada dikarenakan lingkungan tempat manusia tersebut. Jadi diharapkan kita berada
pada tempat yang bagus agar perilaku juga mengikuti.
.

22
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M. (2011). Agama dan Psikoanalisa Sigmund Freud. Religia.
Fatih, M. K. (2020). Epistemologi Psikoanalisa. Madinah: Jurnal Studi Islam, 7(1), 20-31.
H. Jalaluddin, Teologi Pendidikan (Jakarta: PT RajaGravindo Persada, 2003)
Hikmawan, F. (2017). Perspektif filsafat pendidikan terhadap psikologi pendidikan
humanistik. Jurnal Sains Psikologi, 6(1), 31-36.
Husna, F. (2018). Aliran Psikoanalisis Dalam Perspektif Islam. Jurnal Sosial dan Budaya
Syar-i, 5(2), 99-112.
Mischel, Shoda, Smith. (2003). Introduction to personality, toward an integration.
Mujib, Abdul. Fitrah dan Kepribadian Islam, Jakarta: Darul Falah. 1999
Nahar, N. I. (2016). Penerapan teori belajar behavioristik dalam proses pembelajaran.
NUSANTARA: jurnal ilmu pengetahuan sosial, 1(1).
Nahar, N. I. (2016). Penerapan teori belajar behavioristik dalam proses pembelajaran.
NUSANTARA: jurnal ilmu pengetahuan sosial, 1(1).
Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga.
Sanyata, S. (2012). Teori dan aplikasi pendekatan behavioristik dalam konseling. Jurnal
Paradigma, 14(7), 1-11.
Simbolon, M. (2007). Persepsi dan kepribadian. Jurnal ekonomis, 1(1), 52-66.
Suparno, S. (2010). Pengembangan Model Modifikasi Perilaku Sosial Melalui Media Belajar
Berkonsep Konvergensi Bagi Anak Autis. Jurnal Kependidikan: Penelitian Inovasi
Pembelajaran, 40(2).
Suprobo, N. (2008). Teori Belajar Humanistik. Diakses di http://novinasuprobo. wordpress.
Com/2008/06/15/teori-belajar-humanistik/tanggal, 12.
Umar Tirtarahardja dan La Sulo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000),
198-199.
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008)

23

Anda mungkin juga menyukai