DISUSUN KELOMPOK 2
Aulia Syahadah 2021143529
Ayuza Amaliha 2021143530
Maya Sakinah 2021143535
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Perilaku atau tingkahlaku seseorang terjadi akibat adanya interaksi antara
individu dengan lingkungannya. Artinya kedua belah pihak, baik individu maupun
lingkungan sama-sama mempunyai peranan dan terjadinya mekanisme perilaku
manusia. Terdapat pandangan mengenai perilaku yaitu: pandangan psikoanalitik,
padangan holistik atau humanistik, pandangan behavioristik, pandangan konvergensi.
Dari ke empat pandangan yang dikemukakan para ahli semuanya membahas tentang
perilaku manusia. Dari ke empat pandangan tersebut peneliti akan memaparkan satu
pandangan psikoanalitik. Pandangan psikoanalitik menganggap bahwa manusia pada
dasarnya digerakan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat dinamis.
Tingkah laku individu ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang sejak
semula sudah ada pada individu.
Ego berfungsi atas dasar prinsip realitas, mengatur gerak-gerak id agar dalam
memuaskan instink-instinknya selalu memperhatikan lingkungan. Dengan demikian
perwujudan fungsi Id tidak tanpa arah. Dalam perkembangan lebih lanjut, perilaku
individu tidak hanya dijalankan oleh Id dan Ego saja, melainkan juga oleh fungsi
ketiga, yaitu super-ego. Super ege tumbuh berkat interaksi individu dengan
lingkungannya. Khususnya lingkungan yang bersifat aturan yang meliputi: perintah
dan larangan, ganjaran, dan hukuman, nilainilai adat dan tradisi. Dalam perilaku
individu, id sebagai pengawas atau pengontrol. Fungsi super ego ialah mengawasi
agar perilaku individu sesuai dengan aturan, nilai, adat dan tradisi yang telah
menyerap pada diri individu.
Perilaku agresif merupakan salah satu penyimpangan tingkah laku individu.
Perilaku ini mudah dikenal, terlihat, jelas dan mempunyai dampak langsung pada
masyarakat banyak yang mengkaitkan perilaku agresif dengan kemajuan teknologi
dan perubahan dinamika sosial masyarakat, perubahan inilah yang dianggap ikut
menjadi salah satu pendorong munculnya perilaku agresif.
1. 2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat dituliskan adalah :
1. Bagaimana pandangan psikoanalitik dan contoh pandangan psikoanalitik?
2. Bagaimana pandangan holistic dan contoh pandangan holistic?
4
3. Bagaimana pandangan behavioristi dan contoh pandangan behavioristi?
4. Bagaimana pandangan konvergensi dan contoh pandangan konvergensi?
1. 3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan psikoanalitik dan contoh pandangan
psikoanalitik
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan holistic dan contoh pandangan
holistic
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan behavioristi dan contoh pandangan
behavioristi
4. Untuk mengetahui bagaimana pandangan konvergensi dan contoh pandangan
konvergensi
5
BAB II PEMBAHASAN
6
yang sangat sulit dibawa ke alam sadar, termasuk segala sesuatu yang
memang asalnya alam bawah sadar, seperti nafsu dan insting serta segala
sesuatu yang termasuk keduanya. Menurutnya juga, alam tak sadar adalah
sumber dari motivasi dan dorongan yang ada dalam diri manusia
Menurut Gerald Corey, bukti klinis untuk membenarkan alam
ketidaksadaran manusia dapat dilihat dari hal-hal berikut, seperti: (1) mimpi;
hal ini merupakan pantulan dari kebutuhan, keinginan dan konflik yang
terjadi dalam diri, (2) salah ucap sesuatu; misalnya nama yang sudah dikenal
sebelumnya, (3) sugesti pasca hipnotik, (4) materi yang berasal dari teknik
asosiasi bebas, dan (5) materi yang berasal dari teknik proyeksi, serta isi
simbolik dari simptom psikotik.
Sementara itu, alam sadar adalah segala seuatu yang disadari pada saat
tertentu, penginderaan langsung, ingatan, pemikiran, fantasi, dan perasaan
yang dimiliki setiap orang. Kesadarann itu merupakan suatu bagian terkecil
atau tipis dari keseluruhan pikiran manusia. Hal ini dapat diibaratkan seperti
gunung es yang ada di bawah permukaan laut, dimana bongkahan es itu lebih
besar di dalam ketimbang yang terlihat di permukaan. Demikianlah juga
halnya dengan kepribadian manusia, semua pengalaman dan memori yang
tertekan akan dihimpun dalam alam ketidaksadaran.
B. Struktur kepribadian
Dalam teori psikoanalitik, struktur kepribadian manusia itu terdiri dari
id, ego, dan superego. Id adalah komponen kepribadian yang berisi impuls
agresif dan libinal, dimana sistem kerjanya dengan prinsip kesenangan
(pleasure principle), sexual and aggressive instinct, primary process thinking.
Selain itu system syaraf, sebagai id bertugas menerjemahkan kebutuhan satu
organism menjadi daya-daya motivasional yang disebut dengan
nafsu. Ego (tester of reality) adalah bagian kepribadian yang bertugas sebagai
pelaksana, dimana sistem kerjanya pada dunia luar untuk menilai realita dan
berhubungan dengan dunia dalam untuk mengatur dorongan-dorongan id agar
tidak melanggar nilai-nilai superego. Superegoadalah bagian moral dari
kepribadian manusia, karena ia merupakan filter dari sensor baik- buruk,
salah- benar, boleh- tidak sesuatu yang dilakukan oleh dorongan ego.
Jadi untuk lebih jelasnya sistem kerja ketiga struktur kepribadian
manusia tersebut adalah Pertama, Id merupakan sistem kepribadian yang
7
orisinil, dimana ketika manusia itu dilahirkan ia hanya memiliki Id saja,
karena ia merupakan sumber utama dari energi psikis dan tempat timbulnya
instink. Id sebenarnya adalah tidak lain dari representasi psikis kebutuhan-
kebutuhan biologis. Id tidak memiliki organisasi, buta, dan banyak tuntutan
dengan selalu memaksakan kehendaknya. ada istilah libido, yaitu energy total
yang mengendalikan dorongan Id atau energy psikis dalam bentuk yang paling
mentah. Kedua, Ego mengadakan kontak dengan dunia realitas yang ada di
luar dirinya. Di sini ego berperan sebagai “eksekutif” yang memerintah,
mengatur dan mengendalikan kepribadian, sehingga prosesnya persis seperti
“polisi lalulintas” yang selalu mengontrol jalannya id, super- ego dan dunia
luar. Ia bertindak sebagai penengah antara instink dengan dunia di
sekelilingnya. Ego ini muncul disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan dari
suatu organisme, seperti manusia lapar butuh makan. Jadi lapar adalah
kerja Id dan yang memutuskan untuk mencari dan mendapatkan serta
melaksanakan itu adalah kerja ego. Tidak seperti Id, ego berfungsi
berdasarkan prinsip-prinsip realitas, artinya dia memenuhi kebutuhan
organism berdasarkan objek-objek yang sesuai dan dapat ditemukan dalam
kenyataan. Ketiga, Superego adalah yang memegang keadilan atau sebagai
filter dari kedua sistem kepribadian, sehingga tahu benar-salah, baik-buruk,
boleh-tidak dan sebagainya. Di sini superego bertindak sebagai sesuatu yang
ideal, yang sesuai dengan norma-norma moral masyarakat. Superego memiliki
dua sisi; nurani (consciences) yang merupakan internalisasi dari hukuman dan
peringatan, dan ego ideal yang berasal dari puji-pujian dan contoh-contoh
positif.
C. Kecemasan (anxiety)
Meurut Freud, ego akan selalu berdiri di antara Id dan superego.
Ketiganya selalu berada dalam konflik yang dinamis. Maka, ketika terjadi
konflik di antara kekuatan-kekuatan tersebut untuk menguasai ego, maka
sangat bisa dipahami kalau ego merasa terjepit dan terancam, serta merasa
seolah-olah akan lenyap digilas kekuatan-kekuatan tersebut. Perasaan
terancam dan terjepit ini disebut kecemasan (anxiety).
Sedangkan menurut Freud, kecemasan itu ada tiga: kecemasan realita,
neurotik dan moral. (1) kecemasan realita/realistis adalah rasa takut akan
8
bahaya yang datang dari dunia luar dan derajat kecemasan semacam itu
sangat tergantung kepada ancaman nyata. Seperti, merasa takut ketika
bertemu dengan ular dan hewan berbisa lainnya, (2) kecemasan moral adalah
rasa takut terhadap hati nuraninya sendiri. Orang yang hati nuraninya cukup
berkembang cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu yang
bertentangan dengan norma moral. Kecemasan ini terjadi ketika ada ancaman
dari dunia social superego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri
seseorang, (3) kecemasan neurotik adalah rasa takut kalau-kalau instink akan
keluar jalur dan menyebabkan sesorang berbuat sesuatu yang dapat
mebuatnya terhukum. Kecemasan ini yang paling menarik perhatian Freud,
dan biasanya disebut dengan kecemasan biasa.
10
dan dengan teman-temannya.
(5) tahap genetal: 12-18 tahun, Dorongan seksual dibangkitkan kembali dan
mulai berkembang ke arah seksual orang dewasa.
Contoh perilaku psikoanalisis adalah Contohnya seorang anak yang takut
sekolah memperlihatkan tingkah laku infantil seperti menangis, mengisap ibu
jari, bersembunyi, dan menggantungkan diri pada guru. Atau, ketika adiknya
lahir, seorang anak kembali menunjukkan bentuk-bentuk tingkah laku yang
kurang matang.
11
Psikologi Perilaku yang memandang netral, Psikologi Humanistik berasumsi bahwa
manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi yang baik (minimal lebih banyak
baiknya daripada buruknya). Psikologi Humanistik memusatkan perhatian untuk
menelaah kualitas-kualitas manusia, yaitu sifat-sifat dan kemampuan khusus manusia
yang terpatri pada eksistensi manusia, seperti: kemampuan abstraksi, daya analisis &
sintesis, imajinasi, kreativitas, kebebasan berkehendak, tanggung jawab, aktualisasi
diri, makna hidup, pengembangan pribadi, humor, sikap etis, dan rasa estetika.
Metode fenomenologi yang berusaha mengungkap pengalaman dan penghayatan
seseorang merupakan metode yang sering digunakan Psikologi Humanistik dalam
menelaah kualitas-kualitas manusia.
Psikologi Humanistik memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki
otoritas atas kehidupan dirinya. Asumsi ini menunjukkan bahwa manusia adalah
makhluk yang sadar, mandiri, pelaku aktif yang dapat menentukan (hampir)
segalanya. Manusia adalah makhluk dengan julukan “the self determining
being” yang mampu sepenuhnya menentukan tujuan-tujuan yang paling
diinginkannya dan cara-cara mencapai tujuan itu yang dianggapnya paling tepat.
Logoterapi, sebuah corak pandangan psikologi yang sering dikelompokkan ke
dalam Psikologi Humanistik, menemukan adanya dimensi lain pada manusia
disamping dimensi raga (somatis) dan dimensi kejiwaan (psikis), yaitu
dimensi noetic (atau sering juga disebut dimensi keruhanian (spiritual). Menurut
Viktor Frankl, sang penemu Logoterapi, pengertian ruhani di sini sama sekali tidak
mengandung konotasi agamis, tetapi dimensi ini dianggap sebagai inti kemanusiaan,
merupakan sumber makna hidup & potensi dari berbagai kemampuan & sifat luhur
manusia yang luar biasa yang sejauh ini terabaikan dari telaah psikologi sebelumnya.
Logoterapi mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai kesatuan raga, jiwa,
& ruhani yang tidak terpisahkan. Selain itu Logoterapi menganggap hasrat untuk
hidup bermakna adalah motivasi utama manusia. Bila seseorang berhasil
memenuhinya, maka akan menjadikan hidupnya bermakna dan bahagia. Begitupun
sebaliknya, bila ia tidak berhasil memenuhi arti hidupnya, maka akan menyebabkan
hidupnya hampa (tidak bermakna).
Psikologi humanistik berasumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki
potensi yang baik (minimal lebih banyak baiknya dari pada buruknya). Manusia
memiliki kualitas-kualitas insani yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, seperti
kemampuan abstraksi, imajinasi, kreativitas, aktualisasi diri, dan lain-lain. Manusia
12
dipandang sebagai makhluk yang otoritas atas kehidupannya sendiri. Artinya,
manusia adalah makhluk yang sadar, mandiri, pelaku aktif yang dapat menentukan
hampir segalanya. Oleh karena itu, manusia disebut sebagai the self determining
being. Meode fenomenologis merupakan metode yang dipakai oleh tokoh humanistik
untuk menelaah kualitas-kualitas insani.
George. A.Kelly menyatakan beberapa gagasannya tentang pandangan
terhadap manusia, yaitu:
a) The person’s construct, cara seseorang memandang pengalamannya sendiri. Kelly
menggambarkan manusia sebagai makhluk aktif yang bisa mengubah
kehidupannya.
b) People a scientists, Manusia dapat menilai dan membuat hipotesis atas dirinya
sendiri
c) Constructive alternativism: many ways to see, Manusia memiliki banyak sudut
padang dalam suatu masalah
d) Roles: many ways to be, Manusia memiliki banyak peran dalam hidupnya
e) Self-determinism, Manusia ialah bergantung pada apa yang ia perbuat pada dirinya
13
itu yang dianggapnya paling tepat.
14
Ke-empat asas perubahan perilaku itu berkaitan langsung dengan proses
belajar yang melibatkan unsur-unsur kognisi (pemikiran), afeksi (perasaan),
konasi (kemauan), dan aksi (tindakan) atau dengan kata lain meliputi unsur cipta,
rasa, karsa, dan karya. Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif
Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa semua
yang dilakukan organisme yang termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan dapat dan
harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian
dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau
konstrak hipotetis seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori
harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada perbedaan antara proses yang
dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses yang diamati secara
pribadi (seperti pikiran dan perasaan).
Aliran behaviorisme memperlakukan manusia sebagai mesin, yaitu di dalam
suatu system kompleks yang bertingkah laku menurut cara-cara yang sesuai dengan
hukum. Dalam pandangan kaum behavioris, individu digambarkan sebagai suatu
organisme yang bersifat baik, teratur, dan ditentukan sebelumnya, dengan banyak
spontanitas, kegembiraan hidup, berkreativitas, seperti alat pengatur panas.
Terapi perilaku (behavior therapy) dan pengubahan perilaku (behavior
modification) atau pendekatan behavioristik dalam psikoterapi, adalah salah satu dari
beberapa “revolusi” dalam dunia pengetahuan psikologi, khususnya psikoterapi.
Pendekatan behavioristik yang dewasa ini banyak depergunakan dalam rangka
melakukan kegiatan psikoterapi dalam arti luas atau konseling dalam arti sempitnya,
bersumber pada aliran behaviorisme. Aliran ini pada mulanya tumbuh subur di
Amerika dengan tokohnya yang terkenal ekstrim, yakni John Broadus Watson, suatu
aliran yang menitik beratkan peranan lingkungan, peranan dunia luar sebagai factor
penting di mana seseorang dipengaruhi, seseorang belajar.
15
1. Manusia di pandang sebagai individu yang pada hakikatnya bukan individu yang
baik atau yang jahat, tetapi sebagai individu yang selalu berada dalam keadaan
sedang mengalami, yang memiliki kemampuan untuk menjadi sesuatu pada semua
jenis perilaku.
2. Manusia mampu mengkonseptualisasikan dan mengontrol perilakunya sendiri.
3. Manusia mampu memperoleh perilaku yang baru.
4. Manusia bisa mempengaruhi perilaku orang lain sama halnya dengan perilakunya
yang bisa dipengaruhi orang lain.
Corey (1991) mengemukakan bahwa pada terapi perilaku, perilaku adalah
hasil dari belajar. Kita semua adalah hasil dari lingkungan sekaligus adalah pencipta
lingkungan. Tidak ada dasar yang berlaku umum bisa menjelaskan semua perilaku.
Karena, setiap perilaku ada kaitanya dengan sumber yang ada di lingkungan yang
menyebabkan terjadinya sesuatu perilaku tersebut.
Albert Bandura (1974, 1977, 1986) yang terkenal sebagai tokoh teori sosial-
belajar, menolak suatu konsep bahwa manusia adalah pribadi yang mekanistik dengan
model perilakunya yang deterministik. Pengubahan (modifikasi) perilaku bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan seseorang agar jumlah respon akan lebih banyak.
Behaviorisme muncul sebagai kritik lebih lanjut dari strukturalisme Wundt.
Meskipun didasari pandangan dan studi ilmiah dari Rusia, aliran ini berkembang di
AS, dan merupakan lanjutan dari fungsionalisme. Behaviorisme secara keras menolak
unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan
membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian,
Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang
dipercayai oleh strukturalism. Berarti juga behaviorisme sudah melangkah lebih jauh
dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri
pada proses-proses mental.
16
Bakat yang dibawa pada waktu anak tersebut dilahirkan tidak akan berkembang
dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang baik sesuai dengan perkembangan
bakat anak itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik ridak akan menghasilkan perkembangan
anak yang optimal kalau memang pada diri anak itu tidak terdapat bakat yang diperlukan
untuk dikembangkannya, sebagai contoh, hakekat kemampuan anak berbahasa dengan kata-
kata, adalah juga hasil dari kovensi. Pada manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui
situasi lingkungannya, anak berbicara dalam Bahasa tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi
anak dalam pembawaan bahasanya. Karena itu setiap anak manusia mula-mulai
menggunakan Bahasa lingkungannya. Kemampuan dua orang anak (yang tinggal dalam
lingkungan yang sama) untuk mempelajari Bahasa mungkin tidak sama. Itu disebabkan oleh
faktor kualitas pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan, biarpun lingkungan kedua anak
tersebut menggunakan Bahasa yang sama. William Stern berpendapat bahwa hasil
pendidikan itu tergantung pada pembawaan dan lingkungan, seakan-akan dua garis yang
menuju ke satu titik pertemuan.
Contoh aliran konvergensi dalam pendidikan di Indonesia
1. Masa revolusi kemerdekaan
Paham konvergensi bukanlah hal yang baru dalam sistem pendidikan formal di
Indonesia. Pengaruh paham ini sudah terlihat sejak pertama kali dirumuskannya sistem
pendidikan nasional di Indonesia oleh Ki Hajar Dewantara yang secara eksplisit pernah
menyatakan dalam tulisannya bahwa segala alat, usaha, dan cara pendidikan harus sesuai
dengan kodratnya keadaan. Selain itu Ki Hajar dewantara juga mengatakan, “Pendidikan
itu hanya suatu „tuntunan‟ di dalam hidup tumbuhnya anak-anak kita”. Dari pernyataan-
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa selain menyadari sangat pentingnya
pendidikan bagi proses tumbuh kembangnya karakter dan kemampuan seseorang, beliau
juga mengakui adanya peran yang cukup penting dari faktor dasar/pembawaa, yang
disebutnya sebagai kekuasaan kodrati.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan dalam CBSA pengakuan dan perhatian
terhadap potensi dasar/pembawaan anak sangatlah penting. Di samping itu perhatian juga
diarahkan pada pengkondisian lingkungan tempat berlangsungnya proses belajar
mengajar dengan sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dan pendidikan secara
keseluruhan dapat berlangsung lebih bermakna. Dengan kata lain melalui CBSA belajar
itu dipandang sebagai proses interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan
demikian maka penerapan CBSA sebenarnya secara prinsip merupakan implementasi
dari paham konvergensi dalam pendidikan.
3. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
KBK merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil
belajar yang harus dicapai siswa, penilaian kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan
sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Rumusan kompetensi dalam KBK meupakan pernyataan apa yang diharapkan
dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah
sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan
berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
KBK berorientasi pada: (a) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri
peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (b)
keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.
KBK memiliki ciri-ciri sbb:
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal
18
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar laiinya yang memenuhi
unsur eduaktif
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.
19
faktor pembawaan atau bakat dari orang tua dan faktor lingkungan memiliki pengaruh
yang sama terhadap perkembangan seorang anak.
20
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perilaku merupakan seperangkat perbuatan atau tindakan seseorang dalam melalukan
respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang
diyakini. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia baik yang diamati maupun tidak dapat diamati oleh interaksi manusia dengan
lingungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Perilaku
secara lebih rasional dapat diartikan sebagai respon organisme atau seseorang
terhadap rangsangan dari luar subyek tersebut. Respon ini terbentuk dua macam yakni
bentuk pasif dan bentuk aktif dimana bentuk pasif adalah respon internal yaitu yang
terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat dilihat dari orang lain
sedangkan bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu dapat diobservasi secara langsung
Secara singkat, menurut pendekatan psikoanalisis, perilaku manusia adalah hasil
interaksi dari tiga pilar atau komponen kepribadian, yakni komponen biologis (Das
Id), psikologis (Das Ego), dan sosial (Das Superego); atau unsur hewani, rasional, dan
moral (hewani, akali, dan moral). Psikologi humanistik memandang manusia sebagai
eksistensi yang positif dan menentukan. Manusia adalah makhluk yang unik, memiliki
cinta, kreativitas, nilai dan makna serta pertumbuhan pribadi. Manusia memiliki
potensi untuk mengarahkan perilakunya untuk mencapai tujuan setinggi mungkin.
Menurut behaviorisme, perilaku manusia bukan dikendalikan oleh faktor dalam (alam
bawah sadar), tetapi sepenuhnya dipengaruhi oleh faktor eksternal yakni lingkungan.
Penganut behaviorisme memandang manusia sebagai homo mechanicus, manusia
mesin. Sebagaimana aliran konvergensi yang memadukan di antara nativisme dan
empirisme. Di mana menurut konvergensi memang manusia memiliki kemampuan
dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensi itu hanya dapat berkembang jika ada
pengarahan pembinaan serta bimbingan dari luar (lingkungan). Harus ada perpaduan
antara faktor dasar (potensi dan bakat) dan ajar (bimbingan).
3.2 Saran
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa manusia itu unik dan berbeda, dari
perbedaan itu pula yang menyebabkan adanya interaksi sosial diantara manusia.
Teori-teori di atas juga menunjukkan kepada kita bahwa perilaku itu didorong dan
diarahkan ke tujuan. mereka juga menunjukkan pada kita bahwa perilaku yang ingin
21
mencapai tujuan cenderung untuk menetap. Terkadang manusia merasa nyaman
dengan perbedaan tetapi ada juga yang tidak merasa nyaman dalam perbedaan yang
ada dikarenakan lingkungan tempat manusia tersebut. Jadi diharapkan kita berada
pada tempat yang bagus agar perilaku juga mengikuti.
.
22
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M. (2011). Agama dan Psikoanalisa Sigmund Freud. Religia.
Fatih, M. K. (2020). Epistemologi Psikoanalisa. Madinah: Jurnal Studi Islam, 7(1), 20-31.
H. Jalaluddin, Teologi Pendidikan (Jakarta: PT RajaGravindo Persada, 2003)
Hikmawan, F. (2017). Perspektif filsafat pendidikan terhadap psikologi pendidikan
humanistik. Jurnal Sains Psikologi, 6(1), 31-36.
Husna, F. (2018). Aliran Psikoanalisis Dalam Perspektif Islam. Jurnal Sosial dan Budaya
Syar-i, 5(2), 99-112.
Mischel, Shoda, Smith. (2003). Introduction to personality, toward an integration.
Mujib, Abdul. Fitrah dan Kepribadian Islam, Jakarta: Darul Falah. 1999
Nahar, N. I. (2016). Penerapan teori belajar behavioristik dalam proses pembelajaran.
NUSANTARA: jurnal ilmu pengetahuan sosial, 1(1).
Nahar, N. I. (2016). Penerapan teori belajar behavioristik dalam proses pembelajaran.
NUSANTARA: jurnal ilmu pengetahuan sosial, 1(1).
Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga.
Sanyata, S. (2012). Teori dan aplikasi pendekatan behavioristik dalam konseling. Jurnal
Paradigma, 14(7), 1-11.
Simbolon, M. (2007). Persepsi dan kepribadian. Jurnal ekonomis, 1(1), 52-66.
Suparno, S. (2010). Pengembangan Model Modifikasi Perilaku Sosial Melalui Media Belajar
Berkonsep Konvergensi Bagi Anak Autis. Jurnal Kependidikan: Penelitian Inovasi
Pembelajaran, 40(2).
Suprobo, N. (2008). Teori Belajar Humanistik. Diakses di http://novinasuprobo. wordpress.
Com/2008/06/15/teori-belajar-humanistik/tanggal, 12.
Umar Tirtarahardja dan La Sulo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000),
198-199.
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008)
23