Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PSIKOLOGI ABNORMAL
“Perspektif Teori Tentang Keabnormalan Jiwa”

Dosen Pembina :
Mursyid Ridha S. Ag., M.Pd

Oleh :
Kelompok 2

Andre Supratman 18006170


Nur Azizi Amrizon 18006044
Putri Wulandari 18006048
Yola Endriani 18006147

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanallahu Wa Ta’ala yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, sehingga pemakalah dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Perspektif Teori Tentang
Keabnormalan Jiwa” tepat pada waktunya. Sholawat serta salam tak lupa kita
curahkan kepada Nabi Muhammad sallallahu A’laihi Wassalam semoga kita
semua menjadi hamba Allah Subhanallahu Wa Ta’ala yang menjadi menjauhi
larangan-Nya.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah
”Psikologi Abnormal”. Tersusunnya makalah ini tidak lupa dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengampu dan teman-teman sekalian.
Dan meskipun penulis telah berusaha dengan secermat dan sebaik
mungkin namun sebagai manusia biasa yang tak mungkin luput dari salah dan
lupa.Untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan sarannya agar kami dapat
membuat makalah yang lebih baik dari makalah ini.

Padang, 03 Februari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................ ...........i


DAFTAR ISI ...................................................................................... ..........ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... ...........1
A. Latar Belakang ......................................................................... ...........1
B. Rumusan Masalah .................................................................... ...........1
C. Tujuan ..................................................................................... ...........1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................... ...........2
A. Perspektif Klasik Tentang Keabnormalan Jiwa ......................... ...........3
B.Perspektif Kontemporer Tentang Kebnormalan Jiwa................... ...........5
BAB III PENUTUP ............................................................................ ..........10
A. Kesimpulan .............................................................................. ..........10
B. Saran ........................................................................................ ..........10
KEPUSTAKAAN ..........................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia dan tingkah lakunya memiliki banyak keunikan. Tingkah laku
yang muncul memberikan dampak bag dirinya sendiri dan juga orang lain,
sebagaian memberikan manfaat dan sebagian yang lainnya memberikan efek
samping yang negatif. Setiap dari masing- masing tingkah laku yang muncul
memiliki sebab yang berbeda-beda dan dikategorikan dalam dua kategori
besar, yakni tingkah laku yang normal dan abnormal
Standar dari tingkah laku normal adalah bentuk tingkah laku yang tepat
dan serasi, yang bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya. Tingkah laku
pribadi yang normal tersebut ialah sikap hidup dan memiliki tingkah laku
yang sesuai dengan pola kelompok masyarakat tempat individu berada,
sehingga tercapai satu relasi kehidupan yang baik. Sedangkan abnormal
berarti suatu keadaan yang menyimpang dari sebagaimana mestinya. Perilaku
dikatakan abnormal apabila perilaku yang ditunjukkan oleh orang itu berbeda
dengan perilaku pada umumnya dengan tingkat penyimpangan perilaku yang
berbeda-beda (Gea, 2013).
Sejak zaman dahulu manusia telah mencari penjelasan tentang perilaku yang
aneh dan menyimpang. Pada zaman kuno dan abad pertengahan, keyakinan-
keyakinan perilaku abnormal berpusat pada peran iblis dan kekuatan
supranatural lainnya. Namun bahkan pada kuno terdapat akademisi seperti
Hippocrates dan Galen yang mencari penjelasan alamiah tentang perilaku
abnormal. Pada masa kontemporer, takhayul dan demonology telah membuka
jalan lagi lahirnya model teoritis yang berasa dari ilmu-ilmu alam dan sosial.
Pendekatan tersebut tidak hanya untuk memahami peirlaku secara ilmiah
namun juga memberikan cara menangani orang-orang yang mengalami
gangguan psikologis.
Dalam makalah ini akan mempelajari perspektif-perspektif kontemporer
yang utama tentang perilaku abnormal termasuk perspektif biologis,

1
psikologis dan sosiokultural. Masing-masing perspektif tersebut memberikan
kemungkinan untuk mempelajari perilaku abnormal. Masing-masing
memberikan kontribusi terhadap pemahaman kita tentang perilaku abnormal,
namun tidak ada yang memberikan gambaran menyeluruh.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perspektif klasik mengenai abnormal?
2. Bagaimana perspektif kontemporer mengenai abnormal?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana perspektif klasik mengenai
abnormal
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana perspektif kontemporer
mengenai abnormal

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perspektif Klasik Tentang Keabnormalan Jiwa


Keabnomalan jiwa dikonseptualisasikan secara klinis sebagai sindrom
psikologis atau pola perilaku yang terdapat pada seorang individu dan
diasosiasikan dengan distres (gejala yang menyakitkan) atau disabilitas atau
diasosiasikan dengan resiko mengalami kematian, penderitaan atau kehilangan
kekebalan diri. Gangguan jiwa merupakan kesulitan yang dihadapi dengan
orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya
terhadap diri sendiri.
Menurut Jeffrey S. Nevid dkk (2005: 9) Pada zaman prasejarah percaya
bahwa perilaku abnormal merefleksikan invasi dari roh-roh jahat yang masuk
kedalam jiwa seseorang. Model yang diturunkan dari teori psikoanalisis,
bahwa aneka situasi menekan yang mengancam akan menimbulkan
kecemasan dalam diri seseorang.
Kecemasan ini berfungsi sebagai peringatan bahaya sekaligus merupakan
kondisi tak menyenangkan yang perlu diatasi. Jika individu mampu mengatasi
sumber tekanan (stressor), kecemasan akan hilang. Sebaliknya jika gagaldan
kecemasan terus mengancam mungkin dengan intensitas yang meningkat pula,
maka individu akan menggunakan salah satu atau beberapa bentuk mekanisme
pertahanan diri. Langkah ini secara superfinansial dapat membebaskan
individu dari kecemasannya namun akibatnya dapat timbul kesenjangan antara
pengalaman individu dan realitas (Supratiknya, 1995:18).
Dalam sudut pandang psikoanalisis klasik, keabnormalan tingkah laku
terjadi karena tidak tersalurkan nya dorongan keinginan dari alam bawah sadar
individu dan akan menimbulkan gangguan kejiwaan yang disebut
psikoneurosis. Dan Fitriyah (2014:48) menyatakan Dalam psikoanalisis klasik
Keabnormalan individu terjadi jika id, ego , dan super ego berjalan dengan
keseimbangan yang baik. Dalam psikoanalisis klasik dijelaskan juga bahwa

3
mekanisme pertahanan diri yang tidak sehat dapat menyebabkan perilaku
abnormal dan masalah emosional lainnya.
Gerald.C.Davidson (2006: 39) menyatakan Freud berpendapat bahwa
phobia dan ketakutan irrasional lainnya, dan penghindaran terhadap objek atau
situasi yang tidak berbahaya disebabkan oleh konflik oedipal yang tidak
teratasi sama dengan hal itu obsesif kompulsif dapat ditelusuri ke tahap anal ,
dengan dorongan bermain kotoran atau berperilaku agresif diubah melalui
formasi reaksi menjadi tindakan kompulsif terhadap kebersihan.
Freud membagi pikiran atau psyche,menjadi tiga bagian utama,yaitu
id,ego,dan superego. Ketiganya merupakan metafora fungsi-fungsi atau energi
spesifik. Id muncul pada saat seseorang dilahirkan dan merupakan bagian
pikiran yang bertanggung jawab atas semua energi yang dibutuhkan untuk
mengaktifkan psyche. Id mencari kepuasan langsung,bekerja berdasarkan apa
yang disebut Freud sebagai prinsip kenikmatan (Pleasure principle). Jika id
tidak terpuaskan,terjadi ketegangan dan id haruslah menghilangkan
ketegangan tersebut secepat mugkin. Bagian Psyche yang muncul terakhir
adalah superego,yang bekerja disekitar kesadarn dan berkembang selama masa
kanak-kanak. Freud percaya bahwa super ego berkembangng drai ego,seperti
ego berkembang dari id.
Freud berasumsi bahwa sebagian besar perilaku manusia ditentukan oleh
kekuatan-kekuatan yang tidak dapat dikases oleh kesadaran. Freud
menganggap bahwa represi impuls id akan menyebabkan kecemasan
neurotik,kita sering mendengar tudingan bahwa para pengikut berkotbah
tentang pemuasan impuls-impuls sebanyak mungkin agar sesorang tidak
menjadi neurotik. Freud percaya bahwa berbagai berbagai bentuk
psikopatologi diakibatkan oleh berbagi dorongan yang kuat atau insting
id,yang mengawali tahap perkembangan konflik-konflik yang tidak disadai
yang terkait dengan tahap psikosesksual tertentu, Ferud juga berasumsi bahwa
penyebab lingkungan dari masalah histerikal para pasiennya adalah
penyiksaan seksual dimasa kanakkanak, umumnya diperkosa oleh sang ayah.

4
B. Perspektif Kontenporer Keabnormalan Jiwa (Psikodinamika, Psikososial,
Psikologi Belajar, Psikologi Humanistik, dan Perspekltif Neuroscience)
1. Psikodinamika
Teori psikodinamika ditemukan oleh Sigmund Freud (1856-1939).
Dia memberi nama aliran psikologi yang dia kembangkan sebagai
psikoanalisis. Banyak pakar yang kemudian ikut memakai paradigma
psikoanalisis untuk mengembangkan teori kepribadiannya, seperti : Carl
Gustav Jung, Alfred Adler, serta tokoh-tokoh lain seperti Anna Freud,
Karen Horney, Eric Fromm, dan Harry Stack Sullivan.
Menurut Ramayulis (2002), menurut psikodinamika seseorang
dinyatakan sehat mentalnya apabila ia tidak mempunyai keluhan-keluhan
tertentu seperti cemas, rendah diri sehingga menimbulkan perasaan sakit.
Kepribadian yang sehat menurut Freud jika individu bergerak menurut
pola perkembangan ilmiah mampu mengatasi tekanan dan kecemasan
seimbang fungsi dari super ego terhadap id dan ego tidak mengalami
gangguan dan penyimpangan pada mentalnya.
Teori psikodinamika adalah teori yang berusaha menjelaskan
hakikat dan perkembangan kepribadian. Unsur-unsur yang diutamakan
dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya.
Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi
konflik-konflik dari aspek-aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya
terjadi pada anak-anak dini.
Teori psikodinamika atau tradisi klinis berangkat dari dua asumsi
dasar. Pertama, manusia adalah bagian dari dunia binatang. Kedua,
manusia adalah bagian dari sistem energi. Kunci utama untuk memahami
manusia menurut paradigma psikodinamika adalah mengenali semua
sumber terjadinya perilaku, baik itu berupa dorongan yang disadari
maupun yang tidak disadari.

5
2. Psikologi Belajar
Prawitasari (2011: 145) menyatakan Perilaku normal atau
abnormal berasal dari cara belajar yang sama. Dengan sendirinya apabila
ada perilaku abnormal maka perilaku tersebut dapat dikembalikan pada
status semula. Menurut pandangan perilakuan, tingkah laku adalah respons
organisme atau apa yang dilakukan oleh organisme. Respon dapat
dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a. Motorik. Respons motorik biasanya disebut perilaku tampak, seperti
berjalan, berbicara, makan, menulis, memukul, dst.
b. Fisiologik. Respon fisiologik yang sering diteliti adalah perubahan
dalam sistem syarat otonom, seperti detak jantung, keluarnya keringat,
ataupun ketegangan otot. Perilaku motorik dikendalikan oleh sistem
syaraf periper.
c. Kognitif.
Hal ini senada dengan Gerald.C.Davidson (2006: 58) yang
menyatakan Para psikolog yang bekerja dalam paradigma belajar atau
behavioristic memandang bahwa perilaku abnormal merupakan respon
yang dipelajari dengan cara yang sama seperti perilaku lainnya dipelajari.
Dan Fitriyah (2014:62) juga menyatakan Behaviorisme percaya bahwa
perilaku manusia merupakan hasil proses belajar, manusia belajar dari
lingkungannya dan dari hasil belajar itulah ia berperilaku.
Prawitasari (2011: 146) menyatakan menurut pandangan
perilakuan, perilaku manusia baik yang disebut normal ataupun
menyimpang dibentuk melalui prinsip yang sama,yaitu prinsip belajar.
Cara belajar atau pengkondisian ada dua macam yaitu: cara belajar
klasikal yang hasilnya disebut perilaku responden dan cara belajar
instrumental yang hasilnya disebut perilaku operant.

6
3. Psikologi Humanistik
Supratiknya (1995:19-20) menyatakan Menurut model
humanistik, penyebab gangguan perilaku adalah terhambat atau
terdistorsikannya perkembangan peribadi dan kecenderungan wajar kearah
kesehatan fisik dan mental. Hambatan atau distorsi itu sendiri dapat
bersumber pada faktor-faktor berikut:
a. Penggunaan mekanisme pertahanan diri yang berlebihan, sehingga
individu semakin kehilangan kontak dengan realitas.
b. Kondisi-kondisi sosial yang tidak menguntungkan serta proses belajar
yang tidak semestinya.
c. Stress yang berlebihan.
Gerald C. Davidson (2006:50) menyatakan Terapi humanistik
difokuskan pada pencerahan berdasrkan sumsi bahwa gangguan perilaku
diakibatkan oleh kurangnya pencerahan dan paling baik ditangani dengan
meningkatkan kesadaran individu terhadap morivasi dan kebutuhan.
Secara kontras paradigma humanistik memberi penekanan yang
lebih besar pada kebebassan manusia untuk memilih, menganggap
kehendak bebas sebagai karakteristik terpenting manusia, namun demikian
kehendak bebas ibarat pedang bermata dua karena tidak hanya memberi
pemenuhan dan kenikmatan namun juga memberi ancaman rasa sakit dan
penderitaan.
Carl Rogers memandang bahwa semua manusia pada dasarnya
baik, mempunyai potensi untuk menjadi sehat dan kreatif. Gangguan
mental dapat berkembang akibat tekanan sosial. Menerapkan pentingnya
pemberian cinta dan penerimaan dari orang tua atau orang terdekat lainnya
terhadap perkembangan kepribadian. Rogers menciptakan teori yang
terpusat pada individu (person-centered theory). Prinsip-prinsipnya:
a. Untuk memahami seseorang, kita harus melihat dari cara mereka
mengalami peristiwa tersebut daripada terhadap peristiwanya itu
sendiri.

7
b. Setiap individu itu unik, perbedaan persepsi dan perasaan pada tiap
individu menentukan perilaku mereka.
c. Motif utama yang selalu menggerakkan individu untuk maju adalah
self actualization, merupakan perwujudan dari seluruh potensi yang
dimiliki individu.
d. Mereka mempunyai tujuan yang sudah ditentukan. Adanya pengaruh
dari luar dirinya (orang tua, teman sebaya, sosial atau tekanan
lingkungan) mengakibatkan individu kehilangan arah yang sudah
ditentukan.
4. Perspekti Neuroscience
Neurosis kadang-kadang disebut psikoneurosis dan gangguan
jiwa (untuk membedakannya dengan psikosis atau penyakit jiwa. Menurut
Dirgagunarsa (Kuntjojo, 2009:16), neurosis adalah gangguan yang terjadi
hanya pada sebagian dari kepribadian, sehingga orang yang mengalaminya
masih bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan biasa sehari-hari atau masih
bisa belajar, dan jarang memerlukan perawatan khusus di rumah sakit.
Menurut Gulo (Kuntjojo, 2009:16), berpendapat bahwa neurosis
adalah suatu kelainan mental, hanya memberi pengaruh pada sebagaian
kepribadian, lebih ringan dari psikosis, dan seringkali ditandai dengan :
keadaan cemas yang kronis, gangguan-gangguan pada indera dan motorik,
hambatan emosi, kurang perhatian terhadap lingkungan, dan kurang
memiliki energi fisik, dst.
Supratiknya (1995:17) menyatakan prilaku abnormal timbul
akibat aneka kondisi organik tak sehat yang merusak fungsi sistem syaraf
pusat di otak. Gangguan perilaku dipandang sebagai penyakit, setidak-
tidaknya bersumber pada penyakit yang berlangsung menyerang otak atau
keadaan tidak ideal pada tubuh yang akhirnya juga berakibat mengganggu
atau bahkan melumpuhkan kerja otak.
Senada dengan pernyataan tersebut Fitriyah (2014:55) juga
menyatakan perspektif neuroscience menerangkan penemuan penelitian
telah menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara aktivitas

8
otak dengan perilaku dan dengan pengalaman misal nya rasa takut.
Gerald.C.Davidson (2006:28) juga menyatakan perspektif neuroscience
menjelaskan bahwa perilaku individu yang tidak normal disebabkan oleh
tidak berfungsinya secara baik syaraf-syaraf yang ada di otak sehingga
mempengaruhi pikiran individu, dan juga ada faktor genetik.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi tentang sesuatu, dengan
adanya perspektif orang akan memandang sesuatu dengan cara-cara tertentu.
Dalam memandang perilaku abnormal, terdapat beberapa pandangan tertentu
sehingga penanganan dan tindakan dari orang yang berperilaku abnormal pun
berbeda-beda.
Pada zaman prasejarah percaya bahwa perilaku abnormal merefleksikan
inovasi dari roh-roh jahat yang masuk kedalam jiwa seseorang dan
beranggapan bahwa orang-orang yang menunjukkan perilaku aneh dianggap
sebagai orang yang sudah dirasuki setan atau roh jahat, sebagai takhayul.
Model yang diturunkan dari teori psikoanalisis, bahwa aneka situasi menekan
yang mengancam akan menimbulkan kecemasan dalam diri seseorang.
Sedangkan pada perspektif yang lebih modern atau kontemporer,
masyarakat mulai berpaling pada nalar dan ilmu pengetahuan sebagai cara
untuk menjelaskan perilaku manusia. Penemuan-penemuan ilmiah
mengungkapkan penyebab mikrobiologis dari beberapa jenis penyakit dan
menghasilkan langkah-langkah preventif. Model-model perilaku abnormal
juga mulai bermunculan, meliputi model-model yang mewakili perspektif
biologis, psikologis, sosiokultural, humanistic dan neuroscience.
B. Saran
Pemakalah menyadari bahwa dalam proses pembuatan dan penyampaian
makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan dari kurangnya sumber
buku, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk pemakalah guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang
ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa
pemakalah mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT serta terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini.

10
KEPUSTAKAAN

Fitriyah, L dan Mohammad, J. (2014). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta:


Pustaka raya.
Gea, A. A. (2013). Psychological Disorder Perilaku Abnormal: Mitos dan
Kenyataan. Humaniora, 4(1), 692–704.
Gerald .C.Davidson . John .M.Neale. Ann .M.Kring. (2006). Psikologi Abnormal.
Jakarta: Raja
Jeffreys S. Nevid, Spencer A. Rathus, Beverly Greene. (2005). Abnormal
Psychology In A Changing World. Prentice Hall: Pearson Education
Kuntjojo. (2019). Psikolgi Abnormal. Kediri: Program Studi Bimbingan Dan
Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi Klinis. Jakarta: Erlangga.
Ramayuli. (2002). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Supratiknya, A. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisinus.

11

Anda mungkin juga menyukai