Anda di halaman 1dari 20

INTERVENSI INDIVIDU DAN KELUARGA

“CLIENT CENTER THERAPY”


(Dosen Pengampu:Dr. Iswinarti)

Nama :
Jainal Ilmi (201810500211017)

Kelas B 2018

MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 1


DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................................1
DAFTAR ISI ..........................................................................................................2
A. Pengantar ..........................................................................................................3
B. Sejarah Perkembangan ....................................................................................3
II. KONSEP TEORI .............................................................................................5
A. Asumsi Dasar ....................................................................................................5
B. Self Theory ........................................................................................................6
C. Condition of Worth ..........................................................................................7
D. Fully Functioning Person .................................................................................7
E. Phenomenological Perspective ........................................................................8
F. 19 Dalil Tentang Kepribadian Manusia .........................................................8
III. HUBUNGAN ANTARA TERAPIS DENGAN KLIEN ............................10
IV. PROSEDUR TERAPI ..................................................................................11
V. TERAPI PADA ANAK .................................................................................14
VI. CONTOH KASUS .......................................................................................14
VII. JURNAL PENELITIAN .............................................................................16
REFERENSI ........................................................................................................19
LAMPIRAN .........................................................................................................20

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 2


I. PENDAHULUAN
A. Pengantar
Client-Centered Therapy dikembangkan oleh Carl Rogers di tahun 1940. Rogers
muda memiliki ketertarikan dengan hewan dan tumbuhan (Feist & Feist, 2008). Ia
melakukan pengamatan scientific terhadap sikap bertani dan mencatat hasil
pengamatan tersebut. Ia mendapatkan sesuatu dari hasil pengamatannya yaitu
kondisi “necessary and sufficient” untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman
dan hewan. Meskipun, Rogers menggeluti bidang agrikultur tetapi ia tidak pernah
menjadi petani. Setelah dua tahun masa perkuliahannya, ia mengubah tujuan
hidupnya ke dalam bidang Psychology. Ia belajar tentang psikologi pendidikan
dan klinis di Columbia University Teachers College dan mendapatkan Ph.D
Psikolog klinis pada tahun 1931. Rogers kemudian menyadari hasil riset tentang
kondisi “necessary and sufficient” miliknya dapat diterapkan untuk
perkembangan psikologis manusia.
Carl Rogers mengembangkan teori kepribadian humanistik berdasarkan
pengalamannya menjadi terapis. Rogers bukanlah orang yang mencoba untuk
mengetahui latar belakang seseorang berperilaku tetapi lebih kepada bagaimana
cara seorang terapis membantu klien untuk tumbuh dan berkembang lebih optimal
secara psikologis.
Sebelumnya, Client-Centered Therapy dikenal dengan sebutan nondirective
therapy dan kini lebih dikenal sebagai person centred therapy (Sharf, 2012).
Person centered therapy merupakan pendekatan therapeutic yang memfokuskan
pada padangan positif individu tentang aktualisasi diri yang menjadikan individu
berfungsi secara utuh. Rogers lebih mengutamakan pemahaman terhadap kondisi
klien daripada menentukan diagnosis, nasihat, dan persuasi. Ia menginginkan
klien dari terapi ini memiliki kemampuan untuk memahami dirinya sendiri dan
menentukan cara terbaik baginya untuk menyelesaikan masalahnya.
B. Sejarah Perkembangan
Berdasarkan periode waktunya, tahapan perkembangan teori Rogers terbagi
menjadi 4 periode, yaitu :
1. Periode pertama, awal tahun 1940 an, berisi tentang :
- Awal lahirnya pendekatan bernama Non-directive Counseling.

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 3


- Pendekatan ini menekankan penciptaan suasana yang permisif (bebas) dan non
direktif dalam proses konseling
- Menentang asumsi bahwa terapis adalah individu yang tahu segalanya tentang
klien.
- Pendekatan ini tidak menggunakan prosedur konseling yang berupa nasehat,
sugesti, arahan, persuasi, pengajaran, diagnosis dan interpretasi
- Pendekatan ini memusatkan pada refleksi dan klarifikasi pengalaman verbal dan
non verbal klien.
- Tujuannya untuk membantu konseli menyadari dan memperoleh pemahaman
tentang perasaan-perasaannya.
2. Periode kedua, tahun 1950 an
- Pendekatan yang awalnya disebut Non-directive Counseling berganti nama
menjadi Client-Centered Therapy.
- Mereflesikan penekanan pada klien dari pada metode nondirektif.
- Pendekatan ini lebih menekankan pada dunia pengalaman klien.
- Adanya asumsi bahwa cara terbaik memahami perilaku individu ialah dari
kerangka internal individu tersebut.
3. Periode ketiga, tahun 1950 an sampai dengan 1970 an
- Kondisi-kondisi konseling diperlukan bagi perubahan klien.
- Person Centered Therapy mulai diaplikasikan dalam bidang pendidikan.
4. Periode keempat, tahun1980 an sampai dengan 1990 an
- Person Centered Therapy dikembangkan secara luas dalam bidang pendidikan,
industri, kelompok, resolusi konflik dan perdamaian dunia.
- Karena memiliki pengaruh yang besar, maka pendekatan ini pada akhirnya di
anggap menjadi Person Centered Approach.
Hingga saat ini, pendekatan yang berpusat pada person ini memperoleh sambutan
yang positif dari kalangan ilmuwan maupun praktisi, sehingga dapat berkembang
secara pesat. Sehingga masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan. Dalam
kaitan ini Geldard (1989) menyatakan bahwa karya Rogers ini memiliki kekuatan
(powerfulll) dan manfaat (usefull) dalam membantu klien.

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 4


II. KONSEP TEORI
Pendekatan humanistik memiliki pengaruh yang besar dalam person centered
therapy. Terapis mempercaayai bahwa individu memiliki kemampuan dalam
mengubah dirinya sendiri. Rogers meyakinkan bahwa teori yang dibawanya dapat
meningkatkan perkembangan individu yang normal maupun abnormal menjadi
individu yang fully functioning (Sharf, 2012). Dalam teori kepribadiannya, Rogers
mengungkapkan bahwa individu adalah mahkluk hidup (organisme) yang mampu
mengevaluasi diri, orang lain, serta lingkungannya sebagai sesuatu yang positif
atau negatif.
A. Asumsi Dasar
Rogers menjelaskan dasar asumsi dari person-centered theory, dimana rogers
menerangkan bahwa manusia memiliki kecenderungan formatif dan aktualisasi.
Formative Tendency
Adalah kecenderungan individu untuk menjadi makhluk hidup yang lebih
kompleks. Individu dengan kecenderungan ini memiliki dorongan untuk
berkembang dari kesederhanaan menuju kompleksitas. Organisme yang kompleks
cenderung berkembang kearah yang lebih baik. Kecenderungan ini menunjukkan
bahwa individu mampu mengubah sesuatu yang tersimpan dalam
ketidaksadarannya yang primitif menuju kesadaran yang terorganisasi dengan
baik Feist & Feist, 2008). Oleh karena itu, Rogers percaya bahwa individu
kemampuan untuk belajar dan berkembang melalui pengalaman-pengalamannya.
Actualization Tendency
Aktualisasi diri adalah kecenderungan individu untuk mencapai tujuan hidup,
kesadaran akan pemenuhan hidup, kemandirian, dan regulasi diri. Individu yang
telah mencapai aktualisasi diri tidak lagi membutuhkan pengakuan dari orang lain
namun berusaha untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.
Kecenderungan untuk mempertahankan dan meningkatkan taraf hidup adalah
motif seseorang untuk mengaktulisasi diri. Kebutuhan untuk mempertahankan ini
merupakan kebutuhan untuk mengekspresikan harapan individu untuk melindungi
apa yang telah diperolehnya, dan merasakan kenyamanan pada konsep dirinya. Ini
adalah cara individu untuk melawan pengalaman-pengalaman yang menyakitkan
dan menakutkan.

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 5


Tetapi, kebutuhan untuk mempertahankan kadang kurang cukup. Individu perlu
meningkatkan taraf hidupnya dengan belajar dan berubah. Dengan memiliki
kebutuhan ini, individu akan berkembang menjadi lebih baik. Invidu akan mampu
mengekspresikan keingintahuannya, mengembangkan diri (self-exploration), dan
meningkatkan kepercayaan diri dalam mencapai perkembangan psikologis.
Kebutuhan akan peningkatan ini juga dapat membuat individu menjadi lebih
berani dalam menghadapi rasa sakit atau ancaman.
Rogers menambahkan bahwa adanya kondisi yang kongruen, penghargaan positif
tanpa syarat, dan empati merupakan kondisi “necessary and sufficient” dalam
menjalin hubungan yang membuat individu berfungsi penuh dan beraktualisasi
(Feist & Fesit, 2008).
B. Self Theory
Rogers menggunakan istilah organisme untuk mengambarkan pengalaman
psikologis manusia. Organisme adalah keseluruhan pengalaman, sedangkan self
adalah ‘aku’ sebagai bagian dari organisme. Di dalam self terdapat komponen
kesadaran dan ketidaksadaran (Sommers-Flanagan, 2004). Individu mulai mampu
membedakan dirinya dengan orang lain dan memiliki identitas diri saat
mempelajari apa yang dirasa menyenangkan atau menyakitkan bagi mereka,
individu juga mulai mampu mengevaluasi pengalaman positif dan negatif yang
dialaminya.
Self-Concept Individu mulai mengembangkan konsep dirinya ketika mulai
menyadari adanya ‘aku’ sebagai pusat dari kesuluruhan pengalamannya. Konsep
diri meliputi setiap aspek dalam diri dan pengalaman yang dilihat secara sadar
oleh individu itu sendiri. Namun, konsep diri berbeda dengan organismic self.
Bagian dari organisme diri ini berasal diluar dari kesadaran individu atau bahkan
tidak dimiliki oleh individu tersebut. Perbedaan antara organisme dan self
memungkinkan adanya ketidak konsistenan dalam pribadi individu. Pengalaman
yang tidak konsisten dengan konsep diri umumnya akan ditolak atau diterima
dalam bentuk distorsi untuk mengurangi kecemasan akibat ancaman yang muncul
dari perbedaan tersebut.
Ideal Self Merupakan gambaran diri yang diharapkan dimiliki oleh individu.
Umumnya, ideal self adalah gambaran positif dari apa yang mereka inginkan.

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 6


Namun, ketika konsep diri dan ideal self terjadi konflik akan memunculkan
kepribadian yang inkongruen. Perbedaan antara apa yang diinginkan dengan
realita dapat menyebabkan konflik dalam diri individu dan dapat menjadi
psikopatologis. Sehingga, untuk mencapai individu yang kongruen, seseorang
perlu memenuhi harapan antara ideal self dengan konsep dirinya. Individu yang
kongruen akan mengarah pada penyesuaian diri, kematangan, dan keberfungsian
penuh.
C. Condition of Worth
Conditons of worth mempengaruhi bagaimana konsep diri seseorang terbentuk.
Sejak kecil, individu mengharapkan penerimaan positif dari pengasuhnya.
Individu cenderung menginginkan cinta, penghargaan, perhatian, dan persetujuan
dari orang lain. Namun, mereka tidak selalu mendapatkan penerimaan. Sehingga,
penilaian dan kritikan orang lain mempengaruhi bagaimana seseorang berekasi
dan bertindak tentang suatu situasi. Kebutuhan individu untuk dihargai oleh orang
lain membuatnya merasa bahwa penilaian orang lain tentang dirinya jauh lebih
penting untuk mendapatkan penerimaan positif. Inilah penerimaan dengan syarat
yang dapat membuat individu merasa cemas karena takut orang lain tidak akan
menerimanya atau menyukainya jika ia bertindak tidak sesuai dengan harapan
orang lain.
D. Fully Functioning Person
Individu yang berfungsi penuh adalah individu yang memiliki kesehatan emosi
yang ideal. Individu ini akan terbuka terhadap pengalaman, memiliki
kebermaknaan dan tujuan, serta mempercayai diri dan orang lain. Individu yang
mampu memelihara dan meningkatkan diri untuk berkembang adalah individu
yang memiliki positive regard, ia mampu melihat orang lain memberikan
penerimaan positif dan tidak menilai pikiran, emosi, ataupun tindakannya sebagai
sesuatu hal yang negatif. Selain itu, individu yang berfungsi penuh juga memiliki
self regard dalam dirinya dimana ia mampu menghargai dan menerima dirinya
sendiri sebagai bagian dari organisme yang berkembang. Dengan demikian,
individu akan merasa puas karena kebutuhan akan cinta dan penerimaan telah
terpenuhi.

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 7


E. Phenomenological Perspective
Fenomena perspektif ini berfokus pada keunikan dari persepsi setiap individu
tentang dunianya. Individu memiliki cara yang unik dan berbeda dari orang lain
dalam memandang dirinya dan bagaimana ia bertindak. Untuk itu, Person-
Centered Therapy lebih berfokus pada pengalaman individual dari setiap individu
karena setiap individu memiliki keunikan masing-masing.
F. 19 Dalil Tentang Kepribadian Manusia
Selain berbagai macam teori yang telah disebutkan di atas, Rogers (Bischof, 1964)
juga mengemukakan 19 dalil tentang kepribadian manusia yaitu sebagai berikut:
1. Setiap manusia berada dalam dunianya yaitu dunia pengalamannya masing-
masing yang senantiasa berubah secara kontinyu dan individu adalah merupakan
pusatnya
2. Organisme bereaksi terhadap medan phenomenalnya sebagaimana yang dialami
dan diamatinya. Hasil reaksi tersebutdisebut medan persepsi bagi masing-masing
individu berbeda dan kemudian disebut sebagai realitas.
3. Organisme bereaksi sebagai suatu kesatuan yang teratur dan terorganisir
terhadap medan phenomenalnya.
4. Setiap organisme memiliki suatu tendensi atau kecenderungan dasar dan
dorongan dasar untuk mengaktualisasikan diri, mempertahankan dan
mengembangkan dirinya.
5. Tingkah laku pada dasarnya adalah merupakan usaha organisme untuk
mencapai tujuan dalam usahanya memperoleh kepuasan yang dibutuhkan
sebagaimana yang dialami dalam medan persepsinya.
6. Emosi erat kaitannya dengan perncapaian tujuan organisme yang dapat
tercermin dalam tingkah laku. Intensitas emosi dapat mempengaruhi cara
organisme mempertahankan dan mengembangkan diri.
7. Cara yang terbaik untuk memahami tingkah laku individu adalah melalui
“internal frame of reference” individu itu sendiri.
8. Sebagian dari keseluruhan medan persepsi secara gradual akan terdeferensiasi
dan menjadi konsep self yang mempengaruhi cara individu bertingkah laku.
9. Self dan organisme adalah merupakan dua sistem yang mengatur tingkah laku
dan dapat bekerja sama secara harmonis atau dapat pula bertentangan.

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 8


Penyesuaian (adjustment) akan dapat tercapaiapabila kerja sama antara kedua
sistem ini harmonis.
10. Penyesuaian yang salah (maladjustment) akan terjadi apabila individu di
dalam mengamati dan menerima pengalaman organisme juga dimasuki dan
dipengaruhi oleh “introyeksi” yang salah yang seolah-olah dialaminya sendiri
untuk terbentuk menjadi konsep self dan semakin berkembang menjadi suatu
proses penilaian yang berlanjut.
11. Penyesuaian psikologis yang sehat akan terjadi apabila individu ketika
mengamati dan menerima suatu pengalaman yang dilihat dan dirasakan, akan
dihubungkan serta dilambangkan secara konsisten sesuai dengan konsep selfnya
sehingga individu akan mampu menerima dan mengerti apa bahwa setiap individu
berbeda.
12. Penyesuaian psikologis yang tidak sehat (salah) terjadi apabila individu tidak
memperdulikan, tidak melambangkan dan tidak mengorganisasikan semua
pengalaman yang dilihat dan dirasakan, ke dalam struktur self secara keseluruhan,
keadaan ini merupakan dasar yang potensial ke arah berbagai ketegangan
psikologis
13. Dalam kondisi tertentu di mana tidak ada ancaman apa pun terhadap konsep
self, maka pengalaman yang tidak sesuai dengan konsep self dapat diamati dan
dihayati oleh individu sehingga konsep self akan dapat berubah melalui asimilasi
dan berbagai masukan dari pengalaman yang diperoleh dari situasi dan kondisi
tersebut masuk ke dalam kesadaran.
14. Self akan membentuk pertahanan terhadap pengalaman yang dirasakan atau
mengancam dengan cara merintangi atau menghalangi pengalaman tersebut
masuk ke dalam kesadaran
15. Sebagian besar cara individu bertingkah laku akan sesuai dengan konsep
selfnya.
16. Tingkah laku yang tidak sesuai dengan konsep self bukan merupakan milik
individu
17. Pengalaman yang tidak sesuai dengan konsep self akan diamati sebagai
ancaman sehingga individu akan mempertahankan pengalaman tersebut masuk ke
dalam konsep self secara kaku.

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 9


18. Dalam kehidupan individu, apabila menghadapi suatu pengalaman, maka akan
terhadi tiga kemungkinan yaitu :
a) Pengalaman akan dilambangkan, diamati, dan diorganisasikan ke dalam konsep
self
b) Pengalaman akan ditolak karena tidak adapat diterima oleh self.
c) Pengalaman akan diabaikan atau dilambangkan dalam bentuk lain karena tidak
sesuai dengan konsep self.
19. Konsep self akan cenderung berubah ke arah pembentukan nilainilai yang
sesuai dengan berbagai pengalaman baru.

III. HUBUNGAN ANTARA TERAPIS DENGAN KLIEN


Sharf (2012) fungsi terapis dalam Person Centered Therapy adalah menunjukkan
ketulusan dalam perkataan, perilaku nonverbal, dan penerimaan pada klien.
Dalam terapi yang berpusat pada individu, seorang terapis harus meyakini bahwa
kliennya memiliki kapasitas dalam menentukan arah hidupnya sendiri dan
berpikir bahwa setiap pikiran, perasaan, dan tindakan klien adalah aspek untuk
berkembang dan bukanlah sebuah patologis. Untuk itu, terdapat beberapa kondisi
“necessary and sufficient” yang diperlukan dalam penerapan Person-Centered
Therapy.
Congruence
Kondisi yang dibutuhkan untuk perubahan terapeutik adalah terapis yang
kongruen. Terapis yang kongruen berarti mampu menunjukkan ketulusan dan
integritas. Seorang terapis bukan hanya baik dan bersahabat kepada klien, tetapi
seseorang yang mampu memunculkan emosi senang, marah, frustrasi,
kebingungan, dan sebagainya sebagai bagian dari dirinya yang tidak disangkal
atau didistorsi. Terapis juga bukanlah orang yang pasif tetapi orang yang mampu
menunjukkan pengalaman organisme yang dapat diterima secara sadar. Namun,
bukan berarti seorang terapis adalah orang yang sangat kongruen di luar dari
proses terapeutik. Meskipun seorang terapis bukanlah orang yang sempurna tetapi
mereka tetap dapat menjadi psikoterapis yang efektif jika terapis juga
menunjukkan Unconditional Positive Regard dan Empathy pada proses terpeutik.

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 10


Unconditional Positive Regard
Penerimaan positif adalah kebutuhan seseorang untuk disukai, dihargai, dan
diterima oleh orang lain. Ketika penerimaan positif ini diberikan tanpa kondisi
atau kualifikasi tertentu maka akan menjadi penerimaan positif tanpa syarat.
Seorang terapis yang memberikan penerimaan positif tanpa syarat kepada klien
akan memberikan pengalaman terapi yang hangat, positif, dan menerima klien apa
adanya. Dengan adanya penerimaan positif tanpa syarat ini akan membuat klien
merasa bahwa apapun yang disampaikannya atau dilakukkan dapat dihargai dan
diterima orang lain. Kondisi ini akan memudahkan klien untuk menyampaikan
cerita secara jujur tanpa keraguan. Penerimaan positif tanpa syarat juga
memungkinkan klien untuk berpikir bahwa untuk mendapatkan penerimaan
positif tidak bergantung pada perilaku tertentu klien dan tidak selalu harus
menghasilkan sesuatu dari orang lain.
Empathy
Empati muncul ketika terapis dapat merasakan perasaan kliennya secara akurat
dan mampu mengomunikasikan perasaan klien agar ia mengetahui bahwa orang
lain dapat memahami dirinya tanpa prasangka, proyeksi, atau evaluasi. Menurut
Rogers, empati berarti hidup dalam kehidupan orang lain untuk sementara waktu
tanpa membuat penilaian terhadap hidup orang tersebut. Terapis perlu melihat
sesuatu dari sudut pandang klien untuk bisa memahami perasaan klien. Dengan
begitu, klien akan merasa dirinya aman dan tidak terancam. Empati yang
ditunjukkan terapis pada klien bukan berarti bahwa terapis merasakan perasaan
yang sama dengan klien tetapi terapis mencoba untuk memahami maksud dari
klien tentang suatu peristiwa yang membuatnya merasakan emosi tertentu.

IV. PROSEDUR TERAPI


Pendekatan Client Centered diarahkan pada kebebasan dan integrasi individu pada
tingkat yang lebih tinggi. Fokusnya bukan pada masalah yang dikemukakan oleh
klien. Rogers menambahkan bahwa sasaran terapi tidak hanya sekedar
menyelesaikan masalah, melainkan membantu klien dalam proses
pertumbuhannya, sehingga akan dapat lebih baik menangani masalah yang
dihadapinya sekarang dan yang akan dihadapi di masa mendatang (Corey, 1995).

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 11


Tujuan dari Client Centered Therapy ini adalah menyediakan suatu suatu iklim
yang aman dan kondusif bagi eksplorasi diri klien sehingga ia mampu menyadari
penghambat-penghambat pertumbuhan dan aspek-aspek pengalaman diri yang
sebelumnya diingkari atau didistorsinya. Membantu klien agar mampu bergerak
ke arah keterbukaan terhadap pengalaman serta meningkatkan spontanitas dan
perasaan hidup (Corey, 2013).
Untuk teknik yang digunakan dalam pendekatan ini meliputi:
1. Acceptance : menerima dan memperhatikan sepenuhnya apa yang diucapkan,
apa yang dibicarakan dan apa pendapat klien. Hal ini dimaksudkan agar dalam
proses konseling bisa mengungkap apa yang menjadi masalah klien dengan lebih
terbuka dan bebas.
2. Respect : menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak
dan kewajiban serta tanggung jawab.
3. Understanding : sebagai konselor harus mengerti dan memahami tentang
masalah yang sedang dihadapi kliennya
4. Reassutance : sikap konselor untuk menghargai, menenangkan,
menenteramkan hati terhadap apa yang di utarakan atau pendapat klien.
5. Reflection of Feeling : memantulkan perasaan klien agar mereka merasa
diperhatikan dan bisa menceritakan lebih lanjut serta mencurahkan isi hati dengan
sepenuhnya.
6. Restatement : mengungkapkan kembali pernyatan-pernyataan klien agar ia
dapat
mengungkapkan lebih lanjut tentang apa yang dipermasalahkan
Prosedur Client Centered Therapy bukanlah hal yang baku dan pasti, tetapi dapat
berubah sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan. Namun, secara umum
terdapat 12 prosedur Client Centered Therapy :
1. Klien datang kepada terapis untuk meminta bantuan secara sukarela. Apabila
seorang klien datang pada terapis betdasarkan petunjuk dan saran dari orang lain,
maka terapis harus mampu menciptakan suasana permisif, santai, penuh
keakraban, kehangatan serta terbuka, sehingga klien dapat menentukan sikap
dalam pemecahan masalahnya.

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 12


2. Menentukan situasi bantuan atau konseling. Dalam menentukan situasi
konseling, klien dimotivasi untuk menerima tanggung jawab dalam melakukan
pemecahan masalah yang dihadapinya. Motivasi ini hanya dilakukan apabila
terapis berkeyakinan bahwa klien mampu untuk membantu dirinya sendfui.
3. Terapis memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya secara bebas
yang berkaitan dengan permasalahannya. Dengan memperlihatkan sikap permisif,
santai, penuh persahabaan, kehangatan serta terhindar dari ketegangan-ketegangan.
Harapannya dapat membuat klien menjadi mampu mengungkapkan dan
meredakan perasaan-perasaan, ketegangan dan keresahannya.
4. Secara tulus konselor menerima dan menjernihkan perasaan-perasaan klien
yang negatif. Situasi demikian akan memberikan respons pada perasaan-perasaan
yang mendasari kata-kata klien. Terapis membantu klien dengan cara memahami
perasaan-perasaan yang negatif dari klien serta tidak menerimanya secara
langsung.
5. Apabila perasaan negatif klien telah terungkap, maka secara psikologis
bebannya mulai berkurang. Dalam kondisi seperti ini ekspresi-ekspresi positif
akan muncul dan memungkinkan klien untuk tumbuh dan berkembang.
6. Konselor menerima perasaan-perasaan klien yang bersifat positif.
7. Pada saat pencurahan perasaan tersebut secara berangsur-angsur diikuti oleh
insight atau wawasan mengenai pemahaman dan penerimaan dirinya.
8. Apabila klien telah memahami dan menerima masalah-masalah yang dihadapi,
mulailah membuat suatu keputusan untuk melakukan tindakan selanjutnya. Jadi,
bersamaan dengan proses pemahaman, maka proses verifikasi ke arah diambilnya
keputusan dan tindakan yang memungkinkan juga dilakukan.
9. Mulai melakukan tindakan-tindakan positif
10. Menumbuh-kembangkan lebih lanjut wawasan klien
11. Meningkatkan tindakan positif secara terintegrasi pada diri klien
12. Mengurangi ketergantungan bantuan terapis dan secara bijaksana
memberitahukan kepada klien bahwa proses konseling di akhiri.
Secara umum, Rogers tidak mengatakan teorinya sebagai suatu pendekatan dalam
terapi yang tetap dan tuntas, namun dia mengharapkan orang lain memandang

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 13


teorinya sebagai sekumpulan prinsip percobaan yang berkaitan dengan
perkembangan proses terapi dan juga bukan sebagai dogma (Rogers, 1974)

V. TERAPI PADA ANAK


Child-Centered Play Therapy dikembangkan oleh Axline (vanFleet, Sywulak, &
Sniscak, 2010), dengan delapan prinsip yang digunakan sebagai panduan untuk
proses CCPT. Terapis Client-Centered memfasilitasi perubahan dan pertumbuhan
anak dengan mencoptakan atmosfer yang penuh dengan penerimaan dan empati
untuk klien. Delapan prinsip dasar tersebut adalah:
1. Terapis harus menunjukkan kehangatan, hubungan yang bersahabat dengan
anak untuk membangun rapport yang baik secepat mungkin.
2. Terapis menerima anak apa adanya
3. Terapis mengembangkan perasaan permisif didalam hubungan aar anak merasa
bebas utuk mengekspresikan perasaannya
4. Terapis peka terhadap perasaan anak dan merefleksikan perasaan itu kembali
pada anak untuk mendapatkan insight dari perilakunya.
5. Terapis menghargai kemampuan anak dalam menyelesaikan masalahnya sendiri
jika diberikan kesempatan untuk melakukannya. Tanggung jawab untuk membuat
pilihan dan untuk berubah adalah milik anak
6. Terapis tidak mencoba untuk menunjuk langsung tindakan anak atau dalam
percakapan. Anak yang memimpin jalannya dan terapis mengikutinya.
7. Terapis tidak mencoba untuk mempercepat sesi terapi, karena setiap proses
perlu dilakukan secara bertahap
8. Terapis menetapkan batasan-batasan yang diperlukan untuk mengarahkan anak
pada dunia realitas dan membuat anak sadar akan tanggung jawabnya dalam
menjain hubungan.

VI. CONTOH KASUS


A. Permasalahan
Dina adalah siswi SMA unggul di Jakarta. Dia anak yang cerdas dengan kelebihan
pada mata pelajaran eksakta yang diatas rata-rata. Namun Dina memiliki
keterbatasan secara fisik, yakni kakinya pincang akibat kecelakaan (2 tahun yang

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 14


lalu) saat kelas 3 SMP semester 2. Keterbatasan ini yang mengusik cita-cita Dina
untuk menjadi dokter dimasa depannya. Di lingkungan yang sekarang (kelas 2
SMA semeseter 2). Dina seringkali mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan
dari teman-temannya, seperti : diolok-olok “pincang”, dibully dan dijauhi teman-
temannya. Dengan kondisi seperti ini, Dina hanya mau bergaul dengan orang
yang dianggapnya nyaman untuk dirinya dan dengan orang-orang yang mau
mendekatinya.
Secara ekonomi keluarga Dina, ia memiliki kondisi ekonomi yang pas-pasan.
Karena ibunya hanyalah penjual makanan tradisional di pasar dan ayahnya
seorang buruh pabrik cat. Dina merupakan anak pertama dari 2 bersaudara,
adiknya sekarang kelas 2 SMP dan memiliki tubuh yang normal. Kondisi yang
dialami Dina sekarang membuatnya putus asa terhadap kehidupan dan masa
depannya. Sehingga memberikan penilaian yang negatif terhadap takdir Tuhan
yang diberikan kepadanya. Dengan berbagai permasalahan tersebut tentu sangat
mempengaruhi keadaan psikologis Dina yang sempat berencana untuk berhenti
sekolah.
B. Diagnosis
Klien memiliki pandangan yang kurang tepat terhadap dirinya sendiri (Self
Concept). Menurut pandangan Rogers, self concept merupakan persepsi dan nilai-
nilai individu tentang dirinya atau hal-hal lain yang berhubungan dengan dirinya.
Self merupakan suatu konsepsi yang merupakan persepsi mengenai dirinya “I”
atau “me” dan pesepsi hubungan dirinya dengan orang lain dengan segala aspek
kehidupannya. Self terdiri dari 2 hal, self rill dan self ideal. Self rill adalah
gambaran sebenarnya tentang dirinya yang nyata sedangkan self ideal adalah apa
yang menjadi kesukaan, harapan atau yang menjadi ideal untuk dirinya (Latipun,
2017)
Dalam kasus tersebut, klien merasa tidak berdaya dalam mencapai self idealnya
karena keterbatasan fisik yang ia alami serta bully dari teman-temannya yang
membuat klien semakin merasa putus asa. Sehingga dalam menjalani
kehidupannya sehari-hari, klien kurang mampu dalam mengambil keputusan yang
baik dan mengarahkan kehidupannya ke arah yang lebih produktif.

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 15


C. Penanganan
Dalam menangani kasus di atas, tidak ada metode atau teknik yang baku. Sangat
di perlukan kepekaan terapis untuk memahami kasus klien secara menyeluruh.
Selain itu, kepercayaan antara terapis dan klien juga sangat berperan penting
dalam proses terapi. Terapis membangun hubungan yang akan membantu klien
mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi area-area kehidupannya yang
sekarang menjadi penghambat bagi dirinya.
Saat proses penanganan berlangsung, diperlukan teknik-teknik dasar, seperti :
mendengarkan dengan aktif, merefleksikan perasaan-perasaan atau pengalaman,
menjelaskan, dan hadir untuk klien. Namun tidak memasukkan pengetesan
diagnostik ataupun penafsiran proyektif yang berlebihan. Untuk terapi dengan
Clien Centered Therapy, kualitas hubungan terapi jauh lebih penting daripada
teknis. Terapis diharapkan mampu membawa ke dalam hubungan yang khas
seperti : terapis menerima klien dengan penghargaan dan penerimaan tanpa syarat.
Dengan sikap ini terapis memberi kepercayaan sepenuhnya kepada kemampuan
klien untuk meningkatkan pemahaman dirinya dan perubahan yang positif.
Terkhusus mengenai, keterbatasan fisik yang dialami oleh klien. Terapis
sebaiknya mampu menunjukkan reaksi yang tidak berlebihan dan sewajarnya saja.
Hal ini berguna agar terapis terlihat kongruen, apa yang ia katakan (misalnya:
menghargai klien) selaras dengan apa yang terapis tunjukkan pada klien

VII. JURNAL PENELITIAN


Ada banyak jurnal penelitian yang membahas mengenai Client Centered Therapy,
antara lain :
1. Dalam jurnal Religia Volume 21 Nomor 1 Tahun 2018, di teliti oleh Lalis dan
Maskhur ditemukan hasil bahwa Teori Rogers mengenai Client Centered Therapy
dan Al-Quran Surah Ar-Ra’d ayat 11, keduanya memandang bahwa Client
Centered Therapy dalam konteks layanan bimbingan dan konseling kelompok
mengandung makna yang sama, yaitu pemberian kesempatan, peran dan sekaligus
penghargaan terhadap para konseli sebagai individu yang aktif, potensial, dan
berdaya dalam menentukan arah bagi kebaikan pribadinya.

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 16


2. Dalam jurnal Social and Behavioral Sciences Volume 114 Tahun 2014, di teliti
oleh Fauziah dan kawan-kawan ditemukan hasil bahwa Client Centered Therapy
dalam grup konseling kelompok dapat mengurangi gejala depresi secara
signifikan (hasil pre-test ke post-test) pada remaja yang hamil diluar nikah. Selain
itu juga dapat meningkatkan konsep diri, mampu untuk beradaptasi dan tetap
teguh dalam situasi atau keadaan yang sulit.
3. Dalam jurnal Psychotherapy: Theory, Research, Practice, Training Volume 42
Tahun 2005, di teliti oleh Howard dan April di temukan hasil bahwa jumlah
publikasi tentang Rogers dan Client Centered Therapy telah meningkat secara
substansial sejak kematian Rogers. Selain itu, asosiasi, organisasi dan lembaga
pelatihan Client Centered Therapy telah berkembang dengan baik di seluruh dunia.
Pentingnya empati, penghargan tanpa syarat dan konruensi juga di anggap sebagai
hubungan terapeutik yang efektif.
4. Dalam jurnal The Journal of Physical Therapy Science Volume 30 Tahun 2018,
di tulis oleh Park, yang melakukan penelitian berupa pemberian Client-Centered
Therapy kepada pasien struk kronis dan hemiplegia untuk mengetahui tingkat
performance dalam kehidupan sehari-hari, tingkat kepuasan, dan kualitas
hidupnya. Terapi ini dilakukan selama empat minggu, dalam seminggu terdapat
lima kali pertemuan dan setiap pertemuan dilakukan selama 30 menit. Selain
penerapan Client-Centered Therapy. Peneliti juga memberikan lima macam
pelatihan untuk program perawatan medis seperti bergerak dari kamar rumah sakit
ke kamar perawatan sendiri, mandi sendiri, menggosok gigi sendiri, dan memakai
baju sendiri.. Perubahan tingkat performance keseharian dan kepuasan
mengggunakan alat ukur COPM (canadian occupational performance measure)
dan untuk kualitas hidup menggunakan alat ukur SS-QOL (Stroke Specific Quality
of Life Scale). Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Hasilnya
adalah terdapat peningkatan performance dalam aktifitas keseharian, tingkat
kepuasan, dan kualitas hidup.
5. Dalam jurnal Studies in Sociology of Science Volume 3 Tahun 2012, 2 orang
yang bermana von-Humboldt dan Leal (2012) melakukan penelitian dengan
tujuan untuk meningkatkan harga diri dengan mengurangi perbedaan ideal dan
real self. Peneliti ingin mengetahui apakah 8 sesi Person-Centered Therapy dapat

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 17


meningkatkan harga diri orang dewasa. Penelitian ini dilakukan pada 81 orang
yang berusia 65-82 tahun. Sebanyak 41 orang diberikan intervesi person-centered
therapy sedangkan 41 orang lain menjadi kelompok kontrol. Intervensi dilakukan
selama delapan minggu secara individu. Peneliti melakukan pengukuran dengan
menggunakan Self-Esteem Scale (SES) pada awal sebelum intervensi, setelah
intervensi, dan setelah selang waktu 12 bulan follow up. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Individual Person-centered therapy untuk orang dewasa
dapat meningkatkan hara diri. perbedaan pada ideal self dan real self juga
menunjukkan penurunan dibandingkan dengan awal pengukuran. Perbedaan yang
signifikan juga terjadi antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.
6. Dalam jurnal Procedia-Social and Behavioral Services Volume 30 Tahun 2011,
Mohamad, Mokhtar, dan Samah melakukan penelitian kualitatif untuk
mempelajari tentang pengalaman pribadi dan pertumbuhan personal. Subjek
penelitian ini adalah mahasiswa yang terdiri dari seorang laki-laki dan tiga
perempuan. Klien mengikuti 12 sesi konseling dengan pendekatan person-
centered dalam waktu empat bulan. Peneliti menggunakan teknik konseling,
interview, jurnal klien, dan rekaman audio-visual observasi. Berdasarkan hasil
penelitian, peneliti mengungkapkan beberapa tema yaitu spirituality (perilaku
religious dan virtue). Peneliti menyebutkan bahwa sebagai konselor ia
menunjukkan ketulusan, unconditional positive regard, dan emphaty untuk
memberikan kesempatan klien menyampaikan pengalaman mereka. Konselor
tidak mencoba untuk mengubah klien, mengajarkan nilai atau menegaskan bahwa
apa yang klien percaya adalah benar atau salah. Justru peneliti sebagai konselor
mencoba untuk memahami dunia klien dengan melihat klien sebagai individu
yang memiliki perasaan, pikiran, dan personal background yang menentukan
siapa diri mereka. Bagaimanapun, pada akhir konseling, klien memiliki
pengalaman spiritual dan pemahaman moral yang sesuai dengan keyakinan dan
nilai moral klien.

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 18


REFERENSI :
Bischof, L. J. (1964). Interpreting Personality Theories. New York: Harper.
Corey, G (2013) Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT
Refika Aditama
Corey, G (1995) Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi; penterjemah
Mulyanto. Sematang
Fauziah, M,S, Fatimah, Y, Salina, N & Nasrudin, S (2014) The Effectiveness Of
Person-Centered Therapy and Cognitive Psychology Ad-din Group
Counseling on Self-Concept, Depression and Resilience of Pregnant Out-
of-Wedlock Teenager, 114, 927 – 932
Feist, J., & Feist, G.J. (2008). Theories of personality, 7th Ed. USA: McGraw-Hill
Companies, Inc
Geldard, D (1989) Basic Personal: Counseling. New York: Prentice Hall
Howard, K & April, J (2005) The Current Status of Carl Rogers and The Person-
Centered Approach, 42, (1), 37-51
Lalis & Maskhur (2018) Harmoni Client Centered Therapy dalam Bimbingan
Konseling Kelompok dengan Al-Qur’an Surat Ar-Ra‘d Ayat 11, 21 (1)
Latipun (2017). Psikologi Konseling. Malang: UMM Press
Mohamad, M., Mokhtar, H.H. & Samah, A.A. (2011). Person-centered counseling
with Malay clients: spirituality as an indicator of personal growth. Procedia
– Social and Behavioral Services, 30, 2117 – 2123
Park, J.H. (2018). The influences of client-centered therapy on the level of
performance, the level of satisfaction of activity of daily living, and the
quality of life of the chronic stroke patients. The journal of Physical
Therapy Science, 30, 347 – 350
Rogers, C (1974) Operational Theoies of Personality. New York: Brunnel/ Mazel
Sharf., R.S. (2012). Theories of psychotherapy and counseling: concepts and
cases, 5th ed. USA: Brooks Cole Ceagage Learning, Inc
Sommers-Flanagan, J., & Sommers-Flanagan, R. (2004). Counseling and
psychotherapy theories in context and practice: Skill, strategies and
technique. Canada: John Wiley & Sons, Inc
vanFleet, R., Sywulak, A.E., Sniscak, S.S. (2010). Child-centered play therapy.
New York: Guilford Publications
von-Humboldt, S., & Leal, I. (2012). Person-centered therapy and older adults’
self-esteem: a pilot study with follow-up. Studies in Sociology of Science, 3
(4), 1 – 10

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 19


LAMPIRAN

Intervensi Individu dan Keluarga – Mapro Psikologi UMM 2019 20

Anda mungkin juga menyukai