Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ISLAM DAN KONSEP MANUSIA / ALAM MENURUT ORANG


MELAYU

Dosen Pengampu : Drs. Masyhur, M.Ag

Disusun Oleh Kelompok V :

Riza Rahmawati 1820901108

Tagor Anggoro Putro 1820901111

Tasya Oksarina Nandariska 1820901115

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH


PALEMBANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt Tuhan Yang Maha Esa karena berkat,
rahmat dan hidayah-Nya lah kami Kelompok V dapat menyelesaikan tugas makalah
mata kuliah Islam dan Peradaban Melayu, yang berjudul Islam Dan Konsep
Manusia / Alam Menurut Orang Melayu. Shalawat beserta salam tidak lupa kami
haturkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw, yang kita nantikan safa’at beliau
di yaumul Kiamat nanti. Aamin ya Rabbal’alamin.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini agar dapat memberikan


wawasan baik bagi penulis mau pun pembaca agar mengetahui bagaimana
pengaruh peradaban melayu terhadap islam dan konsep manusia/alam ditinjau dari
sudut pandangan orang melayu itu sendiri sehingga dapat bermanfa’at kepada
seluruh kalangan masyarakat. Terimakasih kepada Bapak Drs. Masyhur, M.Ag.,
karena telah membantu serta membimbing kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Islam Dan Konsep Manusia / Alam Menurut Orang
Melayu. Selain itu, kami Kelompok V memohon ma’af jika masih terdapat
kekurangan dalam penulisan maupun pembahasan terkait materi yang kami bahas
dalam makalah ini. Maka dari itu, kami siap untuk menerima saran dan kritikan dari
Bapak/Ibu/i yang bersifat membangun agar kedepannya kami dapat menyelesaikan
tugas kami lebih baik lagi.

Palembang, November 2020

Kelompok V

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan .............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pandangan Orang Melayu ............................................................... 3


B. Konsep Hubungan Manusia dengan Alam ...................................... 6

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ............................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pandangan hidup merupakan sebuah kristalisasi dari nilai-nilai yang
dimiliki dan diyakini kebenarannya sehingga menimbulkan tekad untuk
mewujudkannya (Esram, 2010). Sementara itu alam pikiran adalah sesuatu
yang timbul dalam benak, pikiran manusia, baik dengan renungan (intuisi) atau
kontemplasi maupun berdasarkan gejala alam yang ada. Sesuatu yang terpikir
akan diolah untuk kemudian diklasifikasikan, disistematiskan dan ditimbang
masak-masak sehingga menjadi suatu formulasi yang utuh yang disebut
sebagai idea pokok. Idea pokok ini bila dikembalikan kepada pemikiran yang
sehat akan dapat diterima karena mengandung unsur logika, etika dan estetika
(Suwardi, 1991).
Melayu tidak hanya identik dengan nama suku namun lebih dari itu,
Melayu adalah suatu cara pandang dalam menjalani hidup dan kehidupan.
Pandangan hidup merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-
citakan. Di dalamnya terkandung pikiran- pikiran yang mendalam dan gagasan
mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik dan dapat dijadikan pedoman
dalam mengarungi hidup (Briando, Triyuwono & Irianto, 2017).
Berbicara mengenai melayu, Islam merupakan agama yang paling
melekat dengan orang melayu. Karena orang-orang melayu beranggapan
bahwasanya islam sudah menjadi penanda sebagai identitas mereka. Jika
seseorang mengakui bahwasanya dirinya orang melayu tapi bukan beragama
islam berarti mereka bukanlah termasuk orang melayu.
Manusia dengan alam saling membutuhkan dalam kelangsungan
hidupnya. Manusia ciptaan Tuhan, khususnya orang Melayu dalam
menyampaikan pesan seperti terungkap dalam tradisi tulisan dan lisan selalu
menggunakan gejala alam, dan isi alam.

1
Dalam makalah ini lah akan membahas lebih dalam tentang pandangan
orang melayu terhadap islam dan bagaiaman pandangan orang melayu
terhadap konsep manusia dan alam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pandangan Orang Melayu Terhadap Islam?
2. Bagaimana Pandangan Orang Melayu Terhadap Konsep Manusia dan
Alam?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Pandangan Orang Melayu Terhadap Islam.
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Pandangan Orang Melayu Terhadap
Konsep Manusia Dan Alam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pandangan Orang Melayu Terhadap Islam


Menurut pandangan masyarakat Melayu, hidup ini adalah fitrah dan harus
dijalani oleh setiap manusia, baik buruk hidup di dunia ini tergantung segala
amalan yang dilakukan manusia (Junaidi, 2014). Thamrin (dalam Junaidi, 2014)
di samping itu, masyarakat Melayu juga meyakini bahwa pada hakikatnya
manusia hidup di dunia ini untuk mencari kebahagiaan dunia dan akhirat.
Artinya, manusia dalam melakukan kegiatan sehari-hari harus berpegang
kepada dua sisi kebutuhan, yaitu kebutuhan batiniah dan kebutuhan lahiriah.
Esram (dalam Junaidi, 2014) kebutuhan batiniah adalah kebutuhan dalam
mencapai ketenangan jiwa melalui jalur agama dengan semakin mendekatkan
diri kepada Yang Maha Pencipta, Allah SWT. Sedangkan kebutuhan lahiriah
adalah sebagai sarana ikhtiar dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia
sehari-hari seperti sandang, pangan dan papan. Kolaborasi kebutuhan tersebut
akan menciptakan keseimbangan hidup yang pada akhirnya dapat menjadikan
pribadi masyarakat Melayu menjadi pribadi yang unggul dan beriman. Hal ini
tidakterlepas dari keyakinan masyarakat Melayu bahwa Tuhan atau Allah SWT
adalah Dzat yang Mahakuasa, yang menciptakan alam dengan seluruh isinya,
termasuk manusia (Suwardi, 1991, dalam Junaidi, 2014). Manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan berkewajiban mengabdi kepada-Nya, sesuai dengan
firman-Nya berikut: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku” (QS. Ad Dzaariyat: 56).
Menurut Junaidi (2014) orang-orang Melayu memandang bahwasanya
Islam bukanlah sekedar sekadar agama yang diridhoi oleh Tuhan semesta alam,
melainkan mereka menjadikan Islam sebagai identitas mereka. Padangan
seperti ini tercermi dalam kehidupan orang Melayu sehingga timbul ungkapan
bahwa orang Melayu semestinya adalah beragama Islam. Apabila orang
tersebut tidak beragama Islam, berarti ia tidak Melayu. Sehingga ini bermakna

3
bahwasanya Islam menjadi identitas utama bagi orang Melayu seperti
dinyatakan dalam ungkapan berikut :
Apa tanda Melayu jati,
Bersama Islam hidup dan mati
Apa tanda Melayu jati,
Islam melekt di dalam hati
Apa tanda Melayu jati,
Dengan Islam ia bersebati
Jadi, Islam dapat digambarkan sebagai penanda utama dari orang Melayu
untuk membedakan mereka dengan orang yang bukan Melayu. Kuatnya
identitas Islam dalam diri orang Melayu menyebabkan bahwa Islam tidak bisa
dipisahkan dari diri mereka sehingga sampai mati pun Islam menjadi agama
orang Melayu. Islam digambarkan benar-benar telah menyatu dalam diri orang
Melayu (Junaidi, 2014).
Dalam ungkapan yang lain dinyatakan pula bahwa tanda “tuah” atau
keistimewaan orang Melayu adalah memeluk Islam secara benar.
Apa tanda Melayu bertuah,
Memeluk Islam tiada menyalah
Apa tanda Melayu bertuah,
Sebarang laku menurut sunnah
Apa tanda Melayu bertuah,
Hidup takwa kepada Allah
Apa tanda Melayu bertuah,
Hidup mati bersama akidah
Kata “tuah” merupakan suatu ungkapan yang sering digunakan oleh orang
Melayu untuk mengidentifikasi diri mereka sebagai kaum yang mempunyai
keistimewaan yang diberikan Tuhan seperti memeluk Islam, keagungan
kerajaan Melayu, dan sumber daya alam yang melimpah. Perpaduan Islam dan
pemikiran orang Melayu menjadikan Islam sebagai panduan utama bagi orang
Melayu dalam menjalankan kehidupan. Ungkapan orang Melayu sebagai kaum
pilihan juga tergambar dalam ungkapan berikut:

4
Apa tanda Melayu pilihan,
Hidup matinya dalam beriman
Apa tanda Melayu pilihan,
Taat setia menyembah Tuhan
Apa tanda Melayu pilihan,
Di dalam Islam tiada menyeman
Identitas sebagai kaum pilihan dikaitkan dengan keteguhan keimanan
mereka dalam memeluk Islam. Keimanan menjadi dasar utama bagi orang
Melayu menyembah Tuhan agar manusia benar-benar mempercayaai ajaran
Islam sebagai pedoman dalam kehidupan (Junaidi, 2014).
Ungkapan Melayu mengajarkan bahwa sebagai makhluk yang mempunyai
akal, manusia harus teguh memeluk agama Islam agar kehidupan manusia
benar-benar terarah seperti yang dinyatakan dalam ungkapan berikut ini:
Apa tanda Melayu berakal,
Memeluk Islam ianya kekal
Apa tanda Melayu berakal
Di dalam Islam ia beramal
Apa tanda Melayu berakal
Membela Islam tahan dipenggal
Ungkapan di atas menyatakan bahwa orang Melayu harus mempunyai
komitmen yang kuat untuk memeluk Islam dan selalu menerapkannya dalam
kehidupan seharihari. Orang Melayu berjuang untuk memajukan Islam
meskipun nyawa mereka taruhannya. Keteguhan orang Melayu dalam memeluk
Islam menunjukkan perpaduan yang teramat mendalam antara Islam dan jagad
pikir orang Melayu (Junaidi, 2014).
Selain itu manusia juga diajarkan untuk mengenali dirinya sebaik makhluk
dan mengenali Tuhan sebagai Maha Pencipta. Manusia adalah hamba dari
Tuhan sehingga manusia harus menyembah Tuhan. Perwujudan dari pengakuan
manusia sebagai hamba dan Tuhan sebagai Pencipta dinyatakan dalam bentuk
syahadat sebagai pangkal ibadah. Syahadat memang merupakan bentuk
pengakuan diri manusia secara totalitas kepada Tuhan dan Nabi Muhammad

5
dan syahadat ini pula yang menjadi dasar bagi manusia dalam beribadah.
Pengakuaan totalitas itu kemudian diperkuat lagi dengan keimanan yang
menjadi pegangan hidup manusia. Iman merupakan sandaran vertikal manusia
secara langsung kepada Tuhan. Kemudian dinyatakan pula bahwa keberadaan
agama Islam untuk menyelamatkan manusia. Dengan kata lain Islam dijadikan
tuntunan bagi manusia. Oleh karena itu, orang Melayu diajarkan untuk benar-
benar memahami Islam agar akhlak manusia itu sesuai dengan ajaran Tuhan.
Ini sesuai dengan misi kedatangan Islam yang dibawa Nabi Muhammad, yakni
untuk memperbaiki akhlak manusia (Junaidi, 2014).

B. Pandangan Orang Melayu Terhadap Konsep Manusia dan Alam


Menurut pandangan Orang Melayu, dalam pertumbuhan dan perkembangan
manusia dari sejak adanya telah mengakui bahwa ada kekuatan diluar
kekuasaan manusia. Pandangan seperti ini dikenal dengan animisme dan
dinamisme. Mereka menyimbolkan Tuhan dengan berbagai bentuk rupa yang
terdapat dalam alam raya ini, seperti batu, pohon (animisme) dan di lain pihak
mereka memandang roh manusia mempunyai kekuatan (dinamisme). Oleh
karena itu, mereka mengakui dan memercayai kekuasaan diluar dirinya yang
dikenal dengan Tuhan. Dalam banyak pepatah, dan peribahasa orang Melayu
selalu terungkap kepercayaan yang dalam dari orang Melayu mengenai Tuhan
seperti: “Tegak alif lurus tabung, sejauh perjalanan pulang pada yang satu jua”
(Suwardi, 1991, dalam Thamrin, 2015).
Manusia dari prespektif Islam juga membawa sifat kelupaan atau nisya.
Sebahagian sarjana berpendapat bahwa istilah “insan” adalah merujuk kepada
sifat nisyan atau lupa yang wujud dalam diri manusia. Kata Al-Attas
(1990),”But man is also “composed of forgetfulness (nisyan) – and he is called
insan basically precisely because, having testefied to himself the truth of the
covenant he sealed with God, which entails obedience of His commands and
prohibitions, he forgot (nasiya) to fulfill his duty and his purpose.” Sebagai
seorang manusia, raja Melayu juga tertakluk pada sifat nisyan ini sehinggakan
membuatkan mereka lupa kepada janji yang dibuat dengan Allah dan manusia

6
serta lupa kepada diri mereka sendiri. Teks-teks klasik sejarah Melayu banyak
memuatkan kisah-kisah kelupaan para raja Melayu ini (Othman, 2011).
Manusia yang taat akan menjadi manusia yang mampu mengendalikan diri
dengan (akal dan pikirannya) untuk selalu berbuat baik dan bermanfaat bagi
sesama, senantiasa mengingat penciptanya dan menghargai alam sekitarnya.
Hal ini tercermin dalam tradisi tulisan masyarakat Melayu pada syair
‘Gurindam Dua Belas’ yang berbunyi antara lain:
"Barangsiapa mengenal Allah suruh dan tegahnya tiada ia menyalah
Barang siapa mengenal diri maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari"
Makna dari pasal dalam gurindam tersebut adalah bahwasannya seseorang
yang telah kenal dengan Tuhannya, maka ia akan taat pada perintahnya serta
pasrah akan ketetapan-Nya. Kemudian juga dinyatakan bahwa seseorang yang
kenal dan tahu akan dirinya sendiri, maka ia akan tahu bahwa tugas sejatinya
adalah untuk menunaikan amanah Tuhan: menjadi rahmat bagi semesta alam.
Hal ini menunjukkan bahwa pandangan hidup dan alam pikiran orang Melayu
dalam perspektif hubungan manusia dengan Tuhan selaras dengan spirit
kehambaan yang telah peneliti uraikan dalam sebelumnya. Hal tersebut sesuai
dengan firman Allah dalam Surat Al-Anbiya ayat 107 yang berbunyi:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam”.
Manusia dengan alam saling membutuhkan dalam kelangsungan hidupnya.
Manusia ciptaan Tuhan, khususnya orang Melayu dalam menyampaikan pesan
seperti terungkap dalam tradisi tulisan dan lisan selalu menggunakan gejala
alam, dan isi alam. Hal ini tampak dalam ungkapan berikut :
Berbapak kelangit, Beribu ke bumi
Laut sakti, Rantau bertuah
Kecil laut, besar laut, laut juga namanya.
Tuah ayam terletak di kakinya
Tuah hamba sahaya tergantung pada tuannya
Tuah negeri ditentukan oleh rajanya.

7
Makna dari pribahasan tersebut adalah kalau seseorang mau bahagia,
berusahalah sendiri, jangan menggantungkan nasib kepada orang lain. Sebab
bila sudah menjadi hamba sahaya orang lain hidupnya akan tergantung kepada
majikannya. Menengok angin pada pohon Melihat tingkah pada telatah Artinya,
dari gejala atau tanda, tergambar perbuatan seseorang sehingga dapat diketahui
tabiat dan perangainya (Suwardi, 1991). Alam gaib dan alam nyata merupakan
dua wujud alam menurut pandangan orang Melayu. Pandangan tentang alam
gaib merupakan pengakuan, kepercayaan tentang adanya kekuasaan di luar
kekuasaan manusia. Kekuasaan itu sering pula dimanifestasikan kembali
kepada gejala dan isi alam semesta tersebut (Suwardi, 1991). Alam nyata
dengan segala wujudnya seperti bumi, dengan segala benda yang terdapat di
atas dan di dalam perut bumi itu serta langit dan planet-planetnya, dipandang
mempunyai fungsi dan perannya untuk kepentingan kehidupan manusia. Dalam
perjalanan kehidupan itu, orang Melayu telah memberdayakan alam nyata
sesuai dengan kebutuhannya. Lautan, daratan, hewan, serta tumbuhan
digunakan untuk mencukupi berbagai kebutuhan hidupnya (Esram, 2010).
Orang Melayu memiliki pandangan bahwa kesalahan memanfaatkan sumber
daya alam akan menimbulkan bencana. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa mereka yang hidup dari sumber alam tanpa merusak alam itu sendiri
inilah yang disebut sebagai “kearifan lingkungan”, sebagai contohnya adalah
dengan bercocok tanam secara berpindah-pindah. Sistem ini berupa siklus
tahunan tertentu. Pemakaian tanah itu bukanlah melebar terus-menerus yang
bisa menghabiskan area tanah. Tapi memperhitungkan kemampuan alam (hutan)
dalam batas-batas yang wajar (Suwardi, 1991).
Berbicara alam Melayu, kita seperti berada dalam surga kebudayaan. Orang
Melayu menjadikan segala sesuatu yang berada dekat dengan kehidupannya
sebagai marwah yang telah terpahat dalam diri. Menjaga keseimbangan,
menciptakan ikatan, juga bahkan menjalin hubungan yang harmonis dengan
alam sekitar dan menjadi contoh satu di antara beberapa yang dekat dengan
kehidupannya menelusuri hubungan manusia dengan alam tidak lain sebagai
upaya untuk melihat sejauh mana hubungan itu tetap terpelihara. Sehingga tidak

8
mengherankan dalam budaya Melayu, hubungan itu lebih menyorot pada
kepatuhan manusia terhadap keberadaan alam. Hal ini ditandai dengan upaya
pelestarian dan akibat-akibat yang ditimbulkan jika manusia lalai terhadap
keberadaan alam.
“Alam terkembang jadi guru” adalah ingatan ekspresi-ekspresi verbal
maupun visual yang merujuk ke alam, merpresentasikan hubungan harmonis
manusia dan komunitas dengan lingkungannya. Hal itu tergambar dalam
berbagai aktivitas keekonomian orang/masyarakat, misalnya dalam membuka
ladang. Orang Melayu membuka hutan untuk berladang dilakukan dengan
tahap-tahap panjang. Diawali dengan menebas semak-semak, menebang
pohon-pohonnya, menutuh (mengurangi ketinggian api saat membakar ladang),
melandang (membersihkan kayu-kayuan dan dedaunan yang ada di tepi ladang),
membakar (dengan melihat arah angin), memerun (mengumpulkan sisa
pembakaran yang masih berserakan), membersihkan, dan meratakan tanahnya
merupakan bagian dari proses membuka ladang. Manusia adalah bagian dari
alam, maka patut diakui pula bahwa ada makhluk hidup lain disekitarnya.
Betapapun disadari posisi manusia adalah paling mulia, masyarakat Melayu,
berusaha untuk tidak menjadi mentang-mentang. Oleh karena itu, selalu
diupayakan menciptakan perbincangan atau dialog antar sesana makhluk atau
“anggota” alam tersebut.
Menurut Taufik Ikram Jamil, dkk. (2018), dialog antara manusia dengan
alam lingkungannya tergambar dalam berbagai cara orang Melayu
memanfaatkan alam dan memeliharanya. Pada ritual menumbai misalnya,
orang Melayu tidak membunuh lebah yang melindungi madu di sarangnya.
Mereka menempatkan lebah sebagai binatang yang patut dijaga dan disanjung.
Ritual ini terutama dikenal di kalangan masyarakat Melayu yang akrab dengan
lingkungan hutan, dengan tujuan agar para pengambil madu terlindungi dari
sengatan lebah. Menumbai dilaksanakan pada malam bulan gelap, dilokasi
tumbuhnya sialang atau pohon tempat lebah bersarang. Prosesi ritual
dilaksanakan dengan melantunkan nyanyian yang syair-syairnya berbentuk
pantun, menggambarkan situasi yang dihadapi dan dijalani oleh juagan atau

9
duku lebah. Tema utama prosesi sebagaimana tercermin dalam pantun-pantun
itu adalah tamsilan kunjungan sosial seorang laki-laki kepada kekasihnya.
Dalam hal ini, lebah dianalogikan sebagai gadis kekasih sang juagan.
Kunjungan sosial tersebut berlangsung secara bertahap, di antaranya, ‘meminta
izin berkunjung ke rumah si gadis’. Pada tahap ini, juagan memulai dengan
membaca mantera, kemudian perlahan-lahan menepuk
batang sialang menunggu jawaban lebah-lebah. Dengung ribuan lebah adalag
pertanda juagan diizinkan memanjat pohon. Tetapi jika tidak terdengar
dengung, maka pemanjatan harus ditunda.

10
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Manusia adalah hamba dari Tuhan sehingga manusia harus
menyembah Tuhan. Perwujudan dari pengakuan manusia sebagai hamba
dan Tuhan sebagai Pencipta dinyatakan dalam bentuk syahadat sebagai
pangkal ibadah. Syahadat memang merupakan bentuk pengakuan diri
manusia secara totalitas kepada Tuhan dan Nabi Muhammad dan syahadat
ini pula yang menjadi dasar bagi manusia dalam beribadah. Pengakuaan
totalitas itu kemudian diperkuat lagi dengan keimanan yang menjadi
pegangan hidup manusia. Iman merupakan sandaran vertikal manusia
secara langsung kepada Tuhan. Kemudian dinyatakan pula bahwa
keberadaan agama Islam untuk menyelamatkan manusia. Dengan kata lain
Islam dijadikan tuntunan bagi manusia. Oleh karena itu, orang Melayu
diajarkan untuk benar-benar memahami Islam agar akhlak manusia itu
sesuai dengan ajaran Tuhan. Ini sesuai dengan misi kedatangan Islam yang
dibawa Nabi Muhammad, yakni untuk memperbaiki akhlak manusia
(Junaidi, 2014). Menurut pandangan masyarakat Melayu, hidup ini adalah
fitrah dan harus dijalani oleh setiap manusia, baik buruk hidup di dunia ini
tergantung segala amalan yang dilakukan manusia (Junaidi, 2014). Thamrin
(dalam Junaidi, 2014) di samping itu, masyarakat Melayu juga meyakini
bahwa pada hakikatnya manusia hidup di dunia ini untuk mencari
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Berbicara alam Melayu, kita seperti berada dalam surga kebudayaan.
Orang Melayu menjadikan segala sesuatu yang berada dekat dengan
kehidupannya sebagai marwah yang telah terpahat dalam diri. Menjaga
keseimbangan, menciptakan ikatan, juga bahkan menjalin hubungan yang
harmonis dengan alam sekitar dan menjadi contoh satu di antara beberapa
yang dekat dengan kehidupannya menelusuri hubungan manusia dengan
alam tidak lain sebagai upaya untuk melihat sejauh mana hubungan itu tetap

11
terpelihara. Sehingga tidak mengherankan dalam budaya Melayu, hubungan
itu lebih menyorot pada kepatuhan manusia terhadap keberadaan alam. Hal
ini ditandai dengan upaya pelestarian dan akibat-akibat yang ditimbulkan
jika manusia lalai terhadap keberadaan alam.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa, Putra H. S. (2016). Paradigma Profetik Islam: Epistemologi, Etos, dan


Model. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Briando, B., & Purnomo, A. S. (2019). Etika Profetik Bagi Pengelola Keuangan
Negara. Jurnal Akuntansi Multiparadigma.
https://doi.org/10.18202/jamal.2019.08.10020.
Briando, B., Triyuwono, I., & Irianto, G. (2017). Gurindam Etika Pengelola
Keuangan Negara. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 8(1), 1–17.
Esram, J. (2010). Konsepsi Raja Ali Haji tentang Pemerintahan. Tanjungpinang:
CV. Milaz Grafika.
Otham, Hussain. (2011). Konsep Pensejarahan Melayu Perspektifkomologi. Batu
Pahat, Johor Darul Ta’zim :Universiti Onn Malaysia.
Irianto, G. (2015). Spirit Profetik, Akuntan, dan Pencegahan Fraud. Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Akuntansi Sektor
Publik, 1–50.
Mulawarman, A. D. (2019). Jang Oetama yang Hidup. Oetoesan-Hindia: Telaah
Pemikiran Kebangsaan, 1(1), 33–42.
Suwardi, M. (1991). Adat Melayu. Pekanbaru: Yayasan Penerbit MSI.
Thamrin, H.(2015). Enkulturasi Dalam Kebudayaan Melayu. Al-Fikra: Jurnal
Ilmiah Keislaman, 14(1), 99–151.
Yusdita, E. E. (2019). Rencana Pembelajaran (untuk) Peradaban. Oetoesan Hindia:
Telaah Pemikiran Kebangsaan, 1(1), 1–12.

13

Anda mungkin juga menyukai