Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN OBSERVASI

ANALISIS FILM TAARE ZAMEEN PAR


PSIKODIAGNOSTIK 2

Dosen Pengampu

: Fandi Rosi Sarwo Edi S.K.M.,

S.Psi., M.Psi.

Nama Kelompok

1. Rendy Satria Putra


2. Ahmad Amirol G.
3. Sony Permana H.

140541100106
140541100108
140541100109

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2014-2015

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan belajar sebagai segala usaha yang
dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Juga
mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar serta cara menetapkan dan
kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara preventif
(pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang subjektif.
Baik di sekolah maupun dirumah Ishaan selalu mendapatkan label negatif oleh guru
dan lingkungannya seperti, nakal, bodoh, idiot, tidak tahu malu akan tetapi persepsi orangorang di sekitarnya salah karna ishaan hanya mengalami kesulitan dalam belajar menulis dan
membaca yang disebut dengan dyslexia.
Film dengan judul Taare Zameen Par yang disutradarai oleh Amir Khan merupakan
film yang sangat inspiratif. Cerita dalam film ini benar-benar sangat menyentuh, dan secara
eksplisit menggambarkan tentang realita pendidikan yang terjadi pada anak, baik dalam
sektor keluarga (orang tua) maupun sekolah (guru).

LANDASAN TEORI

1. Pengertian Gangguan Belajar (learning disorder)


Istilah gangguan belajar adalah mencakup semua masalah yang timbul waktu belajar
baik di sekolah maupun di luar sekolah. Gangguan belajar meliputi kesulitan belajar,
gangguan pemusatan perhatian, gangguan daya ingat, disleksi, diskalkulia dan lain-lain.
proses belajar tidak hanya dipengaruhi oleh faktor yang ada di dalam diri anak saja, tetapi
juga oleh faktor-faktor eksternal lainnya. Dengan demikian, adanya gangguan atau hambatan
pada ke tiga faktor di atas dapat menimbulkan berbagai jenis kesulitan belajar pada anak.
Gangguan belajar sulit didiagnosis (Bos & Vaughn, 2002). Ketidak mampuan untuk
belajar sering kali mencakup kondisi yang bisa jadi berupa adanya problem mendengar,
berkonsentrasi, berbicara, membaca, menulis, menalar, berhitung, atau problem interaksi
sosial. Jadi, anak yang memiliki gangguan belajar boleh jadi memiliki profil yang berbedabeda (Henley, Ramsey & Algozzine, 1999). Gangguan belajar mungkin berhubungan dengan
kondisi medis seperti fetal alcohol syndrome (American Psychiatric Association, 1994).
Gangguan belajar juga terjadi bersama dengan gangguan lainnya, seperti gangguan
komunikasi dan gangguan perilaku emosional (Poloway dkk, 1997).
2. Penyebab Gangguan Belajar (learning disorder)
Gangguan Organik : Gangguan dalam sistim saraf pusat/otak anak atau organ
pendengaran atau organ penglihatan, misalnya oleh karena adanya infeksi baik langsung
maupun tidak langsung pada otak, trauma pada otak, penyakit bawaan, gangguan konduksi
listrik ( epilepsi ), gangguan metabolic sistemik, dll. Semua ini dapat yang menyebabkan
timbulnya disfungsi otak minimal, yang mungkin bermanifestasi dalam berbagai bentuk
gangguan psikiatrik, di antaranya ialah kesulitan belajar. Kesulitan belajar atau learning
disabilities, adalah tidak bisa bisa belajar karena gangguan neuropsikologik. Yang terganggu
adalah proses belajar, penyebabnya adalah gngguan di system susunan saraf pusat atau otak.
Kesulitan belajar dapat timbul dalam pelajaran bahasa (bahasa baca dan bahasa tulis) dan
pelajaran berhitung.
Meskipun penyebabnya karena gangguan otak, namun banyak klinikus lainnya
memandang gangguan ini dalam persepsi yang lain. Misalnya para pedagog atau para guru
akan melihat aspek dikdatis. Psikolog menghubungkan gangguan ioni karena kemampuan
belajar dan intelegensia, tanpa peduli penyebabnya karena gangguan mekanisme kerja otak.
Gangguan Perilaku : Retardasi Mental (Tingkat kecerdasan anak yang berada di
bawah rata-rata) , ADHD (Gangguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktivitas), Gangguan
Tingkah Laku, Faktor-faktor psikologis dan motivasional yang diperkuat oleh orang lain
tampaknya berperan penting pada hasil akhir yang dicapai oleh penderita gangguan belajar.
Faktor-faktor seperti sosial-ekonomi, ekspektansi kultural, interaktasi dan ekspentasi orang
itu, dan pratek manajemen anak, bersama-sama dengan berbagai maca, defisit neurologis dan
jenis dukungan yang diberikan di sekolah tanpaknya menentukan hasilnya.

Faktor penyebab kesulitan belajar belum diketahui secara pasti, Menurut Sunardi (2000 : 13)
faktor penyebab kesulitan belajar dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu : faktor organik
dan biologis, faktor genetik, dan faktor lingkungan.
1)

Faktor Organik dan Biologis

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa kesulitan belajar disebabkan oleh adanya


disfungsi minimal otak (DMO) meskipun pada beberapa anak, gejala tersebut tidak ditemui.
Selain adanya disfungsi minimal otak, kesulitan belajar ada bukti tentang adanya faktor
biologis yang menjadi penyebab kesulitan belajar
2)

Faktor Genetik

Semakin disadari sekarang bahwa anak berkesulitan belajar cenderung terjadi dalam satu
keluarga. Apakah ini merupakan faktor keturunan atau lingkungan, masih memerlukan
penelitian yang lebih lanjut.
3)

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang kurang mendukung menjadi salah satu penyebab anak berkesulitan
belajar.
3. Jenis Gangguan Belajar (learning disorder)
Kesulitan belajar bukanlah suatu diagnosis tunggal semata-mata, melainkan terdiri
dari berbagai jenis gangguan dengan berbagai macam gejala, penyebab, pengobatan dan
perjalanan penyakit. Tidak semua problem belajar merupakan suatu kesulitan belajar. Ada
anak yang menunjukkan perkembangan suatu keahlian tertentu lebih lambat daripada anak
lain seusianya dan sebaliknya, tetapi masih dalam batas kewajaran. Untuk menentukan
apakah seorang anak mengalami kesulitan belajar tertentu atau tidak digunakan pedoman
yang diambil dari Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM - IV ).
Ada 2 kelompok besar kesulitan belajar, yaitu ;
A. Gangguan perkembangan bicara dan bahasa
Problem wicara & bahasa seringkali merupakan indikator awal adanya kesulitan
belajar pada seorang anak. Gangguan berbahasa pada anak usia balita berupa keterlambatan
komunikasi baik verbal ( berbicara ) maupun non-verbal. Secara umum dapat dikatakan
bahwa bila anak berusia 2 tahun belum dapat mengatakan kalimat 2 kata yang berarti, maka
anak mengalami keterlambatan perkembangan wicara-bahasa.
Anak dengan Gangguan Perkembangan Bicara & Bahasa dapat mengalami kesulitan untuk ;
Memproduksi suara huruf/kata tertentu

o Menggunakan bahasa verbal/tutur dalam berkomunikasi, tetapi pemahaman bahasanya


baik. Orang tua sering kali berkata anak saya mengerti apa yang saya ucapkan, tetapi belum
bias berbicara .
o Memahami bahasa verbal yang dikemukakan oleh orang lain, walaupun kemampuan
pendengarannya baik. Anak hanya dapat meniru kata-kata tanpa mengerti artinya ( membeo ).

B.Gangguan Kemampuan Akademik ( Academic Skills Disorders )


Terdapat 3 jenis gangguan yang sering dikeluhkan oleh orang tua, diantaranya
adalah :
1. GANGGUAN MEMBACA
Membaca merupakan dasar utama untuk memperoleh kemampuan belajar di bidang
lainnya. Proses membaca ini merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan ke dua
belahan otak. Persentasi dari Gangguan Membaca ini dikatakan sebesar 2- 8 % dari anak usia
sekolah. Anak yang mengalami Gangguan Membaca menunjukkan adanya ;
- Inakurasi dalam membaca, seperti ;
Membaca lambat, kata demi kata jika dibandingkan dengan anak seusianya, intonasi suara
turun naik tidak teratur. Sering terbalik dalam mengenali huruf dan kata, misalnya antara
kuda dengan daku, palu dengan lupa, huruf b dengan d, p dengan q, dll. Kacau terhadap kata
yang hanya sedikit perbedaannya, misalnya bau dengan buah, batu dengan buta, rusa dengan
lusa, dll. Sering mengulangi dan menebak kata-kata atau frasa. Pemahaman yang buruk
dalam membaca, dalam arti anak tidak mengerti isi cerita/teks yang dibacanya.

2. DISLEKSIA
Dyslexia adalah suatu masalah kesulitan belajar khusus. Dyslexia mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk belajar, mengolah, dan mengerti suatu informasi dengan baik.
Secara khusus, hal ini menyebabkan masalah dalam membaca dan menulis karena seseorang
dengan problem dyslexia mempunyai kesulitan mengenali dan mengartikan suatu kata,
mengerti isi suatu bacaan, dan mengenali bunyi. Tentunya ini menghambat kemampuan
seorang anak untuk belajar membaca
Disleksia sebagai syndroma kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata
dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat, dalam belajar segala
sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah, dan masa (Mercer dalam Mulyono
Abdurrohman, 2003 : 204)
Yang sering terjafdi adalah GANGGUAN MENULIS EKPRESIF. Kondis ini ditandai
oleh ketidakmampuan anak untuk membuat suatu komposisi tulisan dalam bentuk teks, dan
keadaan ini tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak seusianya. Gejala utamanya ialah

adanya kesalahan dalam mengeja kata-kata, kesalahan tata bahasa, kesalahan tanda baca,
paragraf dan tulisan tangan yang sangat buruk. Selain itu, mereka juga mengalami
kemiskinan tema dalam karangannya.
Tiga tanda pokok yang perlu diamati untuk dijadikan acuan apakah anak itu
mengalami dyslexia atau tidak, diantaranya:
1. tidak bisa membedakan huruf yang mirip contohnya : b, d, q, p, v, u, n
2. tidak bisa mengeja biasanya mereka membaca secara terbalik contohnya :
ubi dibaca ibu,
3. tidak paham tentang bacaan, mereka tidak mampu menjelasakan yang mereka baca
akibatnya mereka susah konsentrasi maka mereka lebih suka bermain dan sering
mengganggu temannya.
Jenis jenis dyslexia :

Dyspraxia :

Dyspraxia merupakan masalah yang berhubungan erat dengan aspek perkembangan


sensorik motorik yang melibatkan kecacatan atau ketidak matangan dalam pengelolaan
pengerakan. Juga bermasalah dengan bahasa, persepsi, dan pemikiran.

Dysgraphia :

Dysgraphia atau juga disebut agraphia adalah ketidak mampuan untuk menulis
terlepas dari kemampuan untuk membaca, buakan dari penurunan intelektual.

Alexia tanpa agraphia :

Alexia tanpa agraphia adalah ketika pasien bisa menulis tetapi bisa membaca, bahkan
membaca tulisan yang mereka tulis sendiri.
Penyebab terjadinya dyslexia
Para peneliti sudah berusaha untuk menemukan dasar biologis disleksia sejak
pertama kali teridentifikasi oleh Oswald Berkhan pada tahun 1881 sedang istilah disleksia
muncul pada tahun 1887 oleh Rudolf Berlin. Teori-teori dari etiologi disleksia telah
berkembang sedemikian rupa. Diantara penyebab disleksia yaitu:
1. kerangka/anatomi saraf
2. faktor keturunan/genetik
3. pengaruh interaksi lingkungan

3.GANGGUAN BERHITUNG (DISKALKULIA)


Diskalkulia adalah gangguan belajar yang mengakibatkan gangguan dalam berhitung..
Kelainan berhitung ini meliputi kemampuan menghitung sangat rendah, tidak mempunyai

pengertia bilangan, bermasalahan dalam bahasa berhitung, tidak bisa mengerjakan simbolsimbol hitungan, dan ganguan berhitungh lainnya. Bisa karena kelainan genetik atau karena
gangguan mekanisme kerja di otak.
Gangguan Berhitung merupakan suatu gangguan perkembangan kemampuan
aritmetika atau keterampilan matematika yang jelas mempengaruhi pencapaian prestasi
akademikanya atau mempengaruhi kehidupan sehari-hari anak. Gejala yang ditampilkan di
antaranya ialah;
Kesulitan dalam mempelajari nama-nama angka
Kesulitan dalam mengikuti alur suatu hitungan
Kesulitan dengan pengertian konsep kombinasi dan separasi
Inakurasi dalam komputasi
Selalu membuat kesalahan hitungan yang sama, Dll
Anak yang mengalami kesulitan belajar matematika perlu ditentukan kesulitan yang
dialami oleh anak. apakah kesulitan yang dialami dalam proses menghitung, konsep
matematika karena masalah bahasa, gangguan persepsi visual-spasial, kesulitan menulis,
kesulitan orientasi kanan-kiri, kesulitan menunjukkan arah, masalah urutan, gangguan
memori, dan cara menyelesaikan soal matematika. Tidak semua anak diskalkulia berkesulitan
dalam proses menghitung. Jadi, guru harus benar-benar memahami kemampuan dan sifat
dasar ketidakmampuannya.
TEORI KONFLIK
The fighting. Ini terjadi ketika Ishaan berkelahi dengan Rajan, tetangganya, dan ketika
Ishaan dimarahi oleh ayahnya karena masalah tersebut. Ayahnya menampar pipinya. Pukulan
dari guru seni juga diterima oleh Ishaan ketika ia mendapatkan pelajaran seni di kelas.
Pukulan ini disebabkan karena Ishaan tidak memperhatikan gurunya.
Ada beberapa konflik yang memiliki fungsi paling menonjol dalam keterjalinan alur/plot
dalam film ini, Konflik-konflik tersebut dapat dipahami dari teori utama sebab-sebab konflik
di bawah ini.
1.

Teori kebutuhan manusia. Konflik dalam diri Ishaan yang membutuhkan pengakuan dan

keamanan yang diwujudkan dalam kasih sayang dan perhatian oleh kedua orang tuanya.
2. Teori negosiasi prinsip. Perbedaan pandangan dan pendapat antara Ram Shankar Nikumbh
dengan Nandkishore Awasthi mengenai disleksia yang disandang oleh Ishaan.
3. Teori identitas. Pengalaman kekerasan yang dilakukan guru dan ayahnya menjadikan Ishaan
kehilangan jati dirinya. Kepribadiannya yang semula ekstrovert berubah menjadi sangat
introvert.

ANALISIS PSIKOLOGIS KARAKTER DENGAN PSIKOANALISIS


Id merupakan kebutuhan dasar di alam bawah sadar manusia. Tokoh yang memiliki id
dominan di dalam film ini adalah Ishaan Nawasthi. Ia senang bertindak menuruti keinginankeinginan pribadinya secara tak sadar, seperti iseng dengan pagar rumahnya, mengambil roti
di dapur dengan tangan yang masih sangat kotor, menginjak genangan air yang jelas-jelas
akan membuat sepatunya kotor, berceloteh menirukan suara-suara hewan saat ia sedang
menjalani hukuman sebagai usaha untuk menghibur dirinya sendiri, dan sebagainya.
Ego berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Tokoh yang memiliki
ego dominan adalah Ram Shankar Nikumbh. Ia memecahkan konflik-konflik secara objektif,
dirinya dapat mengontrol apa yang masuk ke dalam kesadaran dan apa yang akan dilakukan.
Superego berfungsi sebagai pengontrol ego. Aktivitas superego dapat berupa self observation,
kritik diri, dan larangan dan berbagai tindakan refleksif lainnya. Tokoh yang memiliki
superego kuat adalah Nandkishore Awasthi, ayah Ishaan. Ia bertindak dengan serba teratur
dan senang mengatur. Menurutnya hidup itu penuh aturan, manusia harus disiplin demi
mendapatkan pencapaian yang maksimal dan kesuksesan. Itu merupakan nilai-nilai yang ia
terima dari proses internalisasi dalam hidupnya semenjak usia kanak-kanak.

DEFENCE MECHANISM DAN DISSOCIATIVE IDENTITY DISORDER


(DID)
Defence mechanism atau mekanisme pertahanan diri adalah cara individu mereduksi
perasaan tertekan, kecemasan, stres, ataupun konflik, baik dilakukan secara sadar maupun
tidak. Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri untuk menunjukkan proses tak
sadar yang melindungi individu dari kecemasan melalui pemutarbalikkan kenyataan. Tokoh
yang mengalaminya dalam film ini adalah Ishaan Awasthi.
Ishaan sering sekali berkata tanpa ketakutan, tidak ada ketakutan, aku tidak
takut untuk melawan perasaan yang sebenarnya. Dalam kondisi psikis yang sebenarnya ada
ketakutan untuk menghadapi dunia. Hal ini paling kentara ketika adegan Ishaan diolok-olok
temannya karena ia akan dipindahkan ke sekolah berasrama yang jauh dari rumah. Meski
mulutnya mengatakan tidak takut tetapi batinnya meronta dan ia pun menangis sambil
melemparkan kembang api ke arah teman yang mengolok-oloknya itu.
Dissociative Identity Disorder (DID) adalah keadaan jika seseorang mempunyai dua
ego yang berbeda (alter ego), yang masing-masing ego tersebut mempunyai perasaan,
kelakuan, kepribadian yang eksis secara independen dan keluar dalam waktu yang berlainan.
Ishaan juga mengalami DID, yaitu kepribadiannya yang semula ekstrovert menjadi introvert
yang disebabkan karena kekerasan psikis. Kekerasan ini terwujud dari pemaksaan untuk
pindah sekolah oleh ayahnya dan perlakuan tidak baik dari para guru barunya

METODEOLOGI DAN JADWAL PENGAMATAN


Dalam melakukan observasi kali ini kami menggunakan alat observasi Rating Scales

Kebiasaan Dalam Kehidupan Sehari-hari pada Subjek

Sering Sekali

Sering

Kadangkadang

No

Perilaku Ishaan

1.

Belajar

2.

Bermain

3.

Melukis

4.

Bolos

5.

Berbohong

6.

Berkelahi

7.

Nakal

8.

Menghayal

9.

Frustasi

10
.

Tidak Disiplin

11.

Di Bully

12
.

Berontak

13
.

Membuat Masalah

14
.

Pemurung

15
.

Menarik Diri

16

Menutup Diri

Tidak Pernah

.
17
.

Melamun

18
.

Masalah Belajar

19
.

Menangis

20
.

Di Hukum

Berikan tanda contreng ( ) pada salah satu alternatif jawaban


Jadwal pelaksanaan :
Tgl 03 April 2015
Pukul : 07.15
Alasan menggunakan metodoelogi rating scale

Rating scale adalah pencatatan gejala menurut tingkat-tingkatnya. Rating scale ini
sangat populer karena pencatatanya sangat mudah, dan relatif menunjukkan keseragaman
antara pencatat dan sangat mudah untuk dianalisis secara statistik.
Rating scale umumnya terdiri dari suatu daftar yang berisi ciri-ciri tingkah laku yang
harus dicatat secara bertingkat observasi diminta mencatat pada tingkat yang bagaimana
suatu gejala atau ciri tingkah laku timbul.
Rating scale mempunyai kesamaan dengan ckeck list. Observer tinggal member
tanda-tanda tertentu dan mengecek pada tingkat-tingkat tingkah laku tertantu. Dengan cara ini
deskripsi yang panjang lebar tidak diperlukan, dan waktu sangat dihemat oleh karenanya.
Menggunakan metode observasi rating scales menjadi lebih cepat dan mudah dalam
mengobservasi observee, serta dapat mengukur ciri sifat dan prilaku yang tidak dapat diukur
dengan strategi lain karna penilaian rating scale bersifat kuantitatif.

DIAGNOSA
Berdasarkan hasil observasi yang telah kami lakukan pada film ini, kami dapat
mendiagnosa bahwa subjek yang mengalami gangguan belajar khusunya dalam gangguan
membaca (disleksia). Hal ini didasarkan pada beberapa indikator-indikator sesuai dengan apa
yang telah dialami oleh subjek. Diantara indikator tersebut adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya.


Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
Huruf tertukar-tukar, misal b tertukar d, p tertukar q, m tertukar w, s tertukar z
Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat.
Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (di, ke, pada).
Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (menulis dibaca sebagai tulis).
Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataan yang tidak pernah dijumpai.
Tertukar-tukar kata (misalnya : dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman,
dapat-padat, mana-nama).
Menurut beberapa tokoh psikologi, bahwa apabila seseorang sudah mengalami gejalagejala suatu ketidaknormalan paling sediktinya tiga gejala maka orang tersebut sudah bisa
dikatakan telah mengalami ketidaknormalan.
Tidak ada satu jenis tes pun yang khusus atau spesifik untuk menegakkan diagnosis
disleksia. Diagnosis disleksia ditegakkan secara klinis berdasarkan cerita dari orang tua,
observasi, dan tes psikometrik yang dilakukan oleh dokter anak atau psikolog. Selain dokter

anak dan psikolog, profesional lain seyogyanya juga terlibat dalam observasi dan penilaian
anak disleksia yaitu dokter saraf anak (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan
neurologis), audiologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan pendengaran),
opthalmologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan penglihatan), dan tentunya
guru sekolah.

PEMBAHASAN
Disleksia (dyslexia) atau ketidakcakapan membaca dan menulis, adalah jenis lain dari
gangguan belajar. Semua istilah disleksia ini digunakan di dalam dunia medis, tetapi saat ini
digunakan pada dunia pendidikan dalam mengidentifikasi anak-anak bekecerdasan normal
yang mengalami kesulitan berkompetisi dengan temannya di sekolah.
Ann Bancroft bukan satu-satunya orang tenar yang harus berjuang dengan masalah
belajar. Nelson Rockefeller, mantan wakil presiden AS, sangat sulit membaca sehingga dia
memilih untuk berpidato tanpa naskah ketimbang harus membacanya. Sosok lain yang
dilaporkan menderita disleksia, gangguan perkembangan dalam membaca dimana prestasi
membacanya di mana prestasi membacanya jauh berada di level yang diprediksi oleh IQ atau
usia, termasuk pahlawan Perang Dunia II Jenderal George Patton, penemu Thomas Edison,
dan aktris Whoopi Goldberg.
Disleksia sangat umum didiagnosa dalam sejumlah besar ketidakmampuan belajar
(learning disability), gangguan yang mengganggu aspek tertentu dari capaian sekolah, hasil
prestasi yang jauh lebih rendah daripada yang diharapkan dari usia, kecerdasan dan jumlah
jam sekolah seorang anak. Jumlah anak yang diklasifikasikan sebagai penderita
ketidakmampuan belajar terus meningkat. Empat dari lima anak dengan ketidakmampuan
belajar menderita disleksia. Estimasi penyebarannya mulai dari 5 sampai 17,5% populasi
sekolah dan gangguan tersebut tampaknya tidak membedakan laki-laki dan perempuan
(Papalia, Olds dan Feldman, 2001).

Anda mungkin juga menyukai