Anda di halaman 1dari 26

ASESMEN DALAM PSIKOLOGI KLINIS

Disusun untuk memenuhi salah satu Tugas Kelompok


Mata Kuliah : Psikologi Klinis.
Dosen Pengampu : Dr. Risydah Fadhillah, S.Psi, M.Psi, Psikolog

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5

Cut Hasanah 188600044


Ahmad Riza Fahlepi 188600047
Abdi Fachriza Hermawan 188600048
Gayatri Chandra Maulida 188600046
Fitri Syahdani Ningsih BR Lubis 188600045

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MEDAN AREA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Asesmen dalam Psikologi Klinis” dengan baik dan lancar. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Psikologi Klinis. Tak lupa pula penyusun
mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Risydah Fadillah S.Psi., M.Psi, Psikolog., selaku dosen pengampu mata kuliah
Psikologi Klinis yang telah membimbing penyusun agar dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini.
2. Teman-teman Psikologi A1 yang telah memberi dukungan dalam proses penyelesaian
makalah ini walaupun secara tidak langsung tidak langsung.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh sempurna, untuk itu kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Besar harapannya
penyusun mendapat masukan kritis untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas makalah ini.
Semoga materi yang terdapat pada makalah ini dapat menambah wawasan pembaca.

Medan, 10 November 2020

Kelompok 5

2|ASESMEN DALAM PSIKOLOGI KLINIS


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................3
BAB 1 ……………………………………………………………………………4
PENDAHULUAN.................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.........................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................5
1.3 Tujuan......................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................6

1.4 Definisi dan Tujuan Asesmen dalam Psikologi Klinis............................6


1.5 Metode Asesmen dalam Psikologi Klinis................................................7
1.6 Proses Asesmen dalam Psikologi Klinis................................................15
1.7 Berbagai Jenis Asesmen dalam Psikologi Klinis...................................18

BAB III................................................................................................................24
PENUTUP...........................................................................................................24

1.8 Kesimpulan............................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................25

3|ASESMEN DALAM PSIKOLOGI KLINIS


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Psikologi Klinis merupakan salah satu bidang psikologi terapan yang menggunakan
konsep-konsep Psikologi Abnormal, Psikologi Perkembangan, Psikopatologi dan Psikologi
Kepribadian. Assesmen dalam Psikologi klinis sangat diperlukan agar psikolog klinis dapat
melakukan diagnosa dan menetapkan intervensi sehingga lebih memahami masalah-masalah
psikologis, gangguan penyesuaian diri dan tingkah laku abnormal pada klien.

Asesmen psikologi memiliki prosedur evaluasi yang dilaksanakan secara sistematis.


Termasuk didalamnya terdapat prosedur observasi, wawancara, pemberian satu atau seperangkat
instrumen atau alat tes yang bertujuan untuk melakukan penilaian dan/atau pemeriksaan
psikologi.

Asesmen klinis merupakan proses yang digunakan psikolog klinis untuk mengamati dan
mengevaluasi masalah sosial dan psikologis klien, baik menyangkut keterbatasan maupun
kapabilitasnya. Sebagai prasyarat bagi terapi, asesmen klinis menyediakan jawaban untuk
pertanyaan-pertanyaan kunci, seperti menyangkut kelemahan klien dan akibat-akibatnya,
defisiensi dan gangguan apa yang terjadi pada pemfungsian klien atau lingkungan sosialnya
untuk mengelola masalah dan atau mengembangkan kecenderungan positifnya, serta intervensi
apa yang terbaik digunakan untuk dapat memenuhi kebutuhan klien.

Asesmen juga memberikan kontribusi terhadap riset klinis, antara lain dengan
menyediakan landasan ilmiah untuk mengevaluasi terapi dan membangun teori-teori
pemfungsian dan disfungsi manusia. Asesmen klinis sering pula diartikan sebagai
psikodiagnostik, yaitu upaya untuk memahami sumber sumber penyakit melalui gejala-gejala
sakit atau maladaptif dan kemudian memasukkannya ke dalam kelompok jenis gangguan yang
baku atau telah dibakukan.

4|ASESMEN DALAM PSIKOLOGI KLINIS


Usaha-usaha atau penekanan asesmen yang dilakukan disesuaikan dengan pendekatan
atau teori yang akan digunakan. Penekanan asesmen berkaitan dengan dinamika kepribadian,
latar belakang lingkungan sosial dan keluarga, pola interaksi dengan orang lain, persepsi
terhadap diri dan realita atau riwayat secara genetis dan fisiologi.

Berdasarkan penjelasan di atas, penyusun tertarik untuk membahas lebih dalam hal-hal
yang berkaitan dengan assesmen dalam psikologi klinis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dan tujuan Asesmen dalam Psikologi Klinis?
2. Apa saja metode Asesmen dalam Psikologi Klinis?
3. Bagaimana proses Asesmen dalam Psikologi Klinis?
4. Apa saja Asesmen dalam Psikologi Klinis?

1.3 Tujuan

Menjabarkan definisi dan tujuan Asesmen dalam Psikologi klinis, mampu menyebutkan metode-
metode Asesmen dalam Psikologi Klinis, dapat memahami proses sistematis Asesmen dalam
Psikologi Klinis, dan mengenali berbagai jenis Asesmen dalam Psikologi Klinis

5|ASESMEN DALAM PSIKOLOGI KLINIS


BAB II
PEMBAHASAN

1.4 Definisi dan Tujuan Asesmen dalam Psikologi Klinis


a. Pengertian Asesmen dalam Psikologi Klinis

Asesmen dalam psikologi klinis ialah pengumpulan informasi untuk digunakan sebagai dasar
bagi keputusan-keputusan yang akan disampaikan oleh penilai.

Personality Assesment adalah seperangkat proses yang digunakan oleh seseorang untuk
membentuk citra, membuat keputusan, mengecek hipotesis tentang pola karakteristik orang lain,
yang menentukan perilakunya dalam interaksi dengan lingkungan.

b. Tujuan Asesmen dalam Psikologi Klinis

Tujuan Asesmen dalam Psikologi Klinis ada tiga macam yaitu klasifikasi diagnostik, deskripsi
dan prediksi.

1. Klasifikasi diagnostik
Maksud dari klasifikasi diagnostik yang tepat antara lain :

 Untuk menentukan jenis treatment yang tepat. Suatu treatment sangat bergantung
pada bagaimana pemahaman klinisi terhadap kondisi klien termasuk jenis
gangguannya (vermande, van den Bercken, & De Bruyn, 1996).
 Untuk keperluan penelitian. Penelitian tentang berbagai penyebab suatu gangguan
sangat bergantung kepada validitas dan reliabilitas diagnostik yang ditegakkan.
 Memungkingkan klinisi untuk mendiskusikan gangguan dengan cara efektif
bersama profesional yang lain (Sartorius et.al, 1996).

2. Deskripsi
Para klinisi beranggapan bahwa untuk memahami content dari perilaku klien
secara utuh maka harus mempertimbangkan juga tentang konteks sosial, budaya dan fisik
klien. Hal itu menyebabkan asesmen diharapkan dapat mendeskripsikan kepribadian

6|ASESMEN DALAM PSIKOLOGI KLINIS


seseorang secara lebih utuh dengan melihat pada person-environtment interactions.
Dalam fungsinya sebagai sarana untuk melakukan deskripsi terhadap kepribadian
seseorang secara utuh, di dalam asesmen harus terdapat antara lain : motivasi klien,
fungsi intrapsikis, respon terhadap tes, pengalaman subjektif, pola interaksi, kebutuhan
(needs) dan perilaku. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif tersebut memudahkan
klinisi untuk mengukur perilaku pra treatment, merencanakan jenis treatment dan
mengevaluasi perubahan perilaku pasca treatment.

3. Prediksi
Tujuan asesmen yang ketiga adalah untuk memprediksi perilaku seseorang.
Misalnya klinisi diminta oleh perusahaan, kantor pemerintah atau militer untuk
menyeleksi seseorang yang tepat bagi suatu posisi kerja tertentu. Dalam kasus tersebut,
klinisi akan melakukan asesmen dengan mengumpulkan dan menguji data deskriptif yang
kemudian digunakan sebagai dasar untuk melakukan prediksi dan seleksi.

Klinisi kadang dihadapkan pada situasi untuk memprediksi hal-hal yang


berbahaya, misalnya pertanyaan seperti “Apakah si A akan bunuh diri ?”, “Apakah si B
tidak akan menyakiti orang lain setelah keluar dari RS?”. Pada saat itu klinisi harus
menentukan jawaban “ya” atau “tidak”. Prediksi klinisi tentang “berbahaya” atau “tidak
berbahaya” dapat dievaluasi dengan empat kemungkinan jawaban.

a. True positive, jika prediksi klinisi berbahaya dan ternyata klien menunjukkan perilaku
berbahaya.
b. True negative, jika prediksi klinisi tidak berbahaya dan ternyata klien menunjukkan
perilaku yang tidak berbahaya.
c. False negative, jika prediksi klinisi tidak berbahaya tetapi klien menunjukkan perilaku
berbahaya.
d. False positive, jika prediksi klinisi berbahaya tetapi klien menunjukkan perilaku tidak
berbahaya.

1.5 Metode Asesmen dalam Psikologi Klinis


1. Wawancara dalam Pemeriksaan Psikologi Klinis

7|ASESMEN DALAM PSIKOLOGI KLINIS


Wawancara untuk menjajagi latar belakang masalah dan gangguan seseorang
dinamakan wawancara klinis. Wawancara klinis biasanya merupakan suatu bentuk cerita
(narrative) yang diarahkan pada pengalaman klien. Wawancara ini mementingkan realitas
psikologis, yakni bagaimana sifat dan cara pengalaman subjektif seseorang terhadap suatu
peristiwa, dan bukan mementingkan aktualitas historis, yakni kenyataan sebagaimana
terjadinya secara fakta objektif dalam riwayat hidup klien. Akan tetapi pemeriksa
sebaiknya juga mengetahui sejauh mana ada kemungkinan kebenaran dari cerita klien.

 Peranan Pemeriksa dalam Pemeriksaan Psikologi Klinis


Wawancara dalam setting klinis, lebih daripada setting yang lain, sangat
dipengaruhi oleh sikap pemeriksa terhadap kliennya. Dari sudut klien, percakapan
dengan pemeriksa dapat ia rasakan secara berbeda-beda, misalnya sebagai suatu
keadaan yang dapat membebaskannya dari suatu penderitaan.
Klien dapat bersikap positif terhadap pemeriksa atau bersikap negatif,
tergantung dari pengalaman sebelumnya mengenai wawancara yang pernah
dijalaninya. Pihak terapis/pemeriksa, harus pula menyadari sikapnya terhadap
klien/pasien agar tidak terjadi proyeksi dalam menafsirkan/menginterpretasi suatu
hasil wawancara/pengamatan terhadap klien. Pewawancara harus sadar
sepenuhnya atas tindakannya sendiri dan dampak tindakannya terhadap
pasien/kliennya.

 Pemeriksaan Psikologi Klinis pada Tahap Awal


Setelah pertanyaan-pertanyaan mengenai data objektif seperti nama, umur,
alamat, pekerjaan, pendidikan, dan lain-lain didapat, maka percakapan pertama
yang dilakukan dalam pemeriksaan klinis adalah mengenai masalah/keluhan.
Pada pertemuan pertama sebaiknya pemeriksa membiarkan klien mengutarakan
persoalannya. Dalam hal ini pemeriksa tidak memberikan pertanyaan yang terlalu
mendalam atau mengenai sebab-sebab dari keluhannya. Hal ini penting untuk
mendapat rapport yang baik dengan klien. Setelah itu pembicaraan diarahkan
pada keluhan klien. Beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam melakukan
pembicaraan yang mendalam yaitu klien cukup stabil, tak begitu terganggu dan
pemeriksa siap serta ada waktu yang cukup untuk membicarakan hal tersebut.

8|ASESMEN DALAM PSIKOLOGI KLINIS


Pada akhir pertemuan pertama sebaiknya pemeriksa mempersiapkan akhir
wawancara dengan memberikan pengarahan wawancara pada satu topik tertentu,
dan mempersiapkannya untuk pertemuan konsultasi selanjutnya.

 Anamnesis dan Bentuk-bentuk Percakapan/Wawancara Klinis


Anamnesis berasal dari Bahasa Yunani yang artinya mengingat kembali.
Anamnesis merupakan kegiatan menanyakan kepada klien mengenai suatu
persoalan yang dialaminya, mengenai riwayat hidupnya. Setelah pada tahap awal
pemeriksaan dibahas mengenai keluhan/masalah klien dan latar belakangnya
maka selanjutnya diadakan eksplorasi mengenai riwayat keluhan dan riwayat
hidup klien. Ada beberapa teknik bertanya yang dikemukakan ole Wallen
sehubungan dengan pengambilan anamnesis. Teknik-teknik bertanya tersebut
adalah:

1. Narrowing Questions: mulai dengan mengajukan pertanyaan luas, kemudian disusul


dengan pertanyaan yang lebih mendetail. Fungsinya ialah untuk mengetahui sikap
klien yang spontan atau yang sejujur-jujurnya.
2. Progressing Questions: mulai dengan memberikan pertanyaan tentang suatu yang
dekat dengan apa yang sesungguhnya ingin diketahui, kemudian menyusul
pertanyaan yang secara progresif mengarah pada hal yang sesungguhnya ingin
diketahui.
3. Embedding Questions: menyembunyikan pertanyaan yang lebih signifikan, ke
dalam pertanyaan lain.
4. Leading Questions: memberikan pertanyaan yang terarah pada sesuatu yang ingin
diketahui, dengan cara yang hati-hati.
5. Holdover Questions: menunda suatu pertanyaan yang tiba-tiba muncul dalam
pikiran pemeriksa, sewaktu klien sedang menceritakan suatu peristiwa.
6. Projective Questions: menanyakan pendapat klien tentang hal-hal tertentu atau
orang lain, untuk mengetahui sistem nilai klien yang diterapkan terhadap pada diri
sendiri atau terhadap orang lain.

2. Observasi dalam Psikologi Klinis


9|ASESMEN DALAM PSIKOLOGI KLINIS
Lima keadaan/cara menerapkan observasi yakni pada studi lapangan, introspeksi,
studi kasus, metode klinis dan metode eksperimen. Studi lapangan tidak mengontrol apa
yang diobservasi, tapi berusaha untuk membuat proses observasi itu dapat diandalkan
semaksimal mungkin. Introspeksi atau pengamatan diri sendiri ialah suatu proses asosiasi
yang hanya dikontrol oleh subjek yang melakukan introspeksi. Studi kasus adalah
observasi historis yang didasarkan pada penggunaan dokumen pribadi. Metode observasi
klinis memberikan kemungkinan kontrol dengan menggunakan situasi standar, stimuli
standar (misalnya wawancara dan tes) dan pengarahan standar. Metode observasi
eksperimental berbeda dari empat metode sebelumnya di mana observer menentukan
lebih dahulu hal-hal yang akan diobservasi dan di mana atau dari mana ia akan
mendapatkannya. Metode klinis terdiri dari observasi yang dikendalikan oleh wawancara
dan tes.

Metode klinis digunakan untuk mendapatkan baik diagnosis informal maupun


diagnosis formal atau nama-nama penyakit jiwa.

3. Tes Terstruktur

Tes ini meminta subyek untuk menjawab pertanyaan secara tegas, tidak samar-
samar, ya atau tidak, dan maknanya uniform, serta merespons pertanyaan dengan cara
yang terbatas. Tes terstruktur membutukan standarisasi yang hati-hati dan norma yang
representatif. Termasuk dalam hal standarisasi ini adalah prosedur pengetesan dan klien
serta tempat dan suasana di mana tes berlangsung. Setiap tes sebagai bagian dalam
keseluruhan asesmen, pada dasarnya dapat dibakukan. Yang penting adalah adanya paling
sedikit, reliabilitas dan validitas yang memadai dalam hal alat tesnya, dan terdapat
keseragaman dalam pelaksanaan tes maupun kejelasan subyek pengetesan atau biasa
disebut testee. Wilayah psikis-mental yang dapat dijangkau oleh tes terstruktur tidak
hanya menyangkut dominan kognitif, seperti inteligensi, melainkan juga yang bersifat
afektif, seperti emosionalitas, dan motivasi. Standardisasi, atau pembakuan, diperlukan
agar efek dari faktor-faktor luar yang tidak dikehendaki, misalnya perbedaan yang tidak
dimaksudkan untuk diukur dari orang-orang yang dites, diminimalkan.

4. Tes Tak Terstruktur

10 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
Disebut tak terstruktur karena stimulus tesnya tidak membutuhkan jawaban yang
ditentukan secara tegas dan jelas. Faktor pribadi testee sangat menentukan. Dalam tes tak
terstruktur tidak terdapat ikatan yang terlalu kuat akan adanya item tes dan lebih
menekankan pada bagaimana subyek berespons terhadap alat tes yang ambiguous. Pada
dasarnya terdapat beberapa kemungkinan cara penafsiran, yang terpenting ialah asosiasi
dan simbolisasi. Dengan asosiasi dimaksudkan, bahwa respons-respons itu memiliki
kedekatan dengan kehidupan atau kejadian sehari-hari yang paling dekat dialami
klien/pasien dan memiliki kaitan dengan keluhan yang dimilikinya. Dengan simbolik
dimaksudkan, bahwa apa yang menjadi respons itu bukanlah keadaan yang wujudnya
sama dengan keadaan atau permasalahan yang dialami klien dalam kehidupan sehari-hari.
Wujud itu harus ditafsirkan lebih dalam.

5. Asesmen-asesmen Keperilakuan (Behavorial Assessments)

Observasi ini merupakan observasi sistematik yang dilakukan dalam laboratorium,


di klinik, kelas, ataupun dalam perilaku sehari-hari. Dalam situasi klinis observasi ini
kadang-kadang dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang tidak diperoleh melalui
wawancara, mengevaluasi ketepatan komunikasi verbal klien dan konsistennya dengan
komunikasi non-verbal, dan motivasi yang perlu mendapat perhatian khusus yang
melahirkan perilaku klien. Pendekatan behavioral dalam asesmen ini mengarahkan pada
contoh-contoh perilaku yang langsung dijaring dalam proses investigasi. Daripada
menggunakan tes untuk mendapatkan pemahaman mengenai ciri-ciri kepribadian atau
psikodinamika, pendekatan behavioral dirancang lebih untuk menggambarkan pola
perilaku kehidupan nyata subyek dan akibat dari keadaan lingkungan terhadap pola-pola
perilaku ini.

6. Kunjungan Rumah

Psikolog klinis umumnya tidak (boleh) melakukan kunjungan ke rumah, karena


merupakan wewenang pekerja sosial atau perawat kesehatan masyarakat. Namun makin
lama makin dirasakan penting bagi klinikus untuk melakukan kunjungan rumah tersebut,
dengan maksud memahami kehidupan alamiah klien di rumah dan keadaan serta pola
kehidupan keluarga klien. Termasuk di sini adalah setiap pola relasi antaranggota

11 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
keluarga dan perannya masing-masing. Terdapat enam keuntungan dari kunjungan rumah
ini:

1. Fungsi keseluruhan keluarga terlihat sebagaimana adanya

2. Setiap anggota keluarga lebih berpeluang untuk melaksanakan peran sehari-harinya

3. Terdapat lebih sedikit kemungkinan untuk tidak hadirnya anggota keluarga dalam
sesi terapi

4. Terdapat peluang untuk melihat seluruh keluarga dalam permasalahan, bukan hanya
pada seseorang anggota saja

5. Terdapat kemungkinan untuk tidak merasa cemas dalam lingkungannya keluarga,


sehingga lebih terbuka dan minimalnya perilaku dibuat-buat

6. Terapi yang berlaku terbebas dari hubungan formal dokter-pasien

7. Catatan Kehidupan
Psikolog sering tertarik untuk mempelajari riwayat hidup klien, karena riwayat itu
dapat mendasari permasalahan yang dialaminya saat ini. Permasalahan yang dialaminya
saat ini. Selain itu, juga dari catatan peristiwa dan kesan-kesan pribadi yang akan
memberi pengaruh pada keadaannya saat ini. Bisa jadi permasalahan yang dialami saat
ini justru lebih banyak terungkap dari catatan kehidupan pasien di masa lalu. Ini
didukung oleh teori yang menyatakan bahwa kehidupan sesorang di masa kini tidak lepas
dari kehidupannya di masa lalu. Sebagai alat bantu untuk asesmen adalah dengan
menafsirkan berbagai peristiwa yang dialaminya serta apa yang dilakukan atau
dipikirkannya, kita bisa menafsirkan kepribadian macam apakah individual itu. Dari situ
kita dapat menduga kurang lebih dinamika atau proses kejiwaan macam apakah yang
telah dialaminya, bahkan gangguan macam apakah yang akan dialami orang dengan
kepribadian tersebut. Dengan kata lain, kita dapat menduga mengenai apa saja yang
menjadi penyebab dan jenis gangguan apa yang dialami pasien tersebut.

8. Dokumen Pribadi

12 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
Dokumen pribadi pun tidak harus berisikan mengenai peristiwa dan sikap serta
angan-angan klien, melainkan bisa jadi foto-foto yang dikumpulkannya, ialah peristiwa-
peristiwa apa yang dianggapnya penting. Demikian juga jenis barang-barang koleksi,
seperti barang-barang antik yang ditafsirkan, misalnya oleh McCleland sebagai tanda
kepribadian yang dilandasi oleh kebutuhan akan harga diri, kekuatan, atau menguasai
orang lain.

9. Pemfungsian Psikologi
Hubungan psikis-mental dan faal organ tubuh sangatlah erat. Teekanan darah,
misalnya, sering berhubungan dengan adanya kecemasan dan juga merupakan reaksi atas
tekanan-tekanan psikologis. Seorang yang marah biasanya menampilkan muka yang
merah karena darah banyak dipompa jantung sehingga mengisi saluran-saluran darah
kapiler di permukaan kulit. Bisa jadi juga menjadi gemetar karena ketegangan diotot
(untuk sementara) harus ia tahan, padahal justru ingin dilampiaskan. Makin lama makin
banyak ditemukan organ tubuh yang fungsinya berkaitan erat dengan kondisi dan situasi
psikologis. Dalam gangguan psikolofisiologis yang pernah mengganti nama gangguan
psikosomatis, tercatat hampir semua organ tubuh dapat terganggu fungsinya oleh kondisi
psikologis tertentu.

10. Pemberian Tes dalam Pemeriksaan Psikologi Klinis


Untuk pemeriksaan klinis sebaiknya klien diberikan tes khusus sesuai dengan
masalah klien. Tes ini digunakan sebagai alat bantu utama untuk dapat lebih mengerti
keadaan klien. Tes baru dapat diberikan jika suda ada kontak yang baik antara klien
dengan pemeriksa, cukup banyak informasi dari anamnesis, dan ada kesediaan klien
untuk dites. Terutama pada klien yang pandai, administrasi tes perlu dipersiapkan dan
diterangkan kegunaan serta batas-batasnya. Tes yang biasanya diadministrasikan pada
subjek antara lain tes intelegensi umum, tes proyeksi, tes grafis, dan inventori
kepribadian. Tes intelegensi umum diberikan untuk mengetahui tingkat kecerdasan pada
waktu kini untuk membandingkan keadaan kini dengan keadaan sebelum sakit. Tes
memori perlu diberikan pada klien yang mempunyai keluhan sering lupa, sukar
konsentrasi, sakit kepala, dan lain-lain. Tujuannya adalah melihat kestabilan perhatian,

13 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
ketelitian dan kecepatan kerja. Tes proyeksi merupakan yang penting dilakukan untuk
pemeriksaan klinis dengan tujuan mengungkapkan hal-hal yang kurang atau tidak
disadari. Tes grafis adalah yang paling digemari oleh psikolog di Indonesia karena
memakan waktu yang relatif singkat dan kebanyakan menggunakan analisis kuantitatif.
Kelemahan tes grafis ialah bahwa seringkali pemeriksa terpengaruh oleh keindahan
gambar atau keterampilan menggambar klien dan melupakan segi-segi formal gambar.

11. Penyampaian Hasil Asesmen Klinis dan Laporan Pemeriksaan Psikologi Klinis
Penulisan hasil asesmen dapat dilakukan untuk keperluan akademik (menulis
laporan kasus untuk diskusi ilmiah, keperluan penelitian longitudinal) dan dapat
dilakukan untuk keperluan praktik (membalas surat konsultasi dari dokter tentang
seorang pasien, memberikan hasil evaluasi psikologis kepada seorang yang mengirim
kliennya kepada psikolog klinis).
 Penulisan Laporan Akademiz
Untuk keperluan akademik, penulisan laporan pemeriksaan, atau penulisan
hasil asesmen disarankan membedakan berdasarkan pengumpulan data dari
observasi dan wawancara saja (laporan ‘life’), atau dari hasil tes saja dengan data
terpenting subjek seperti seks, usia, pendidikan, masalah subjek. Penulisan
laporan berdasarkan tes dan data terpenting klien disebutkan laporan ‘blind’
karena tidak meliat subjek yang diperiksa.

 Laporan Pemeriksaan ‘Life’

Laporan kasus yang didasarkan atas wawancara dan observasi dapat meliputi
aspek-aspek:
a. keluhan, simtom, atau masalah yang menyebabkan klien datang
b. kepribadian yaitu predisposisi, temperamen, tipologi, struktur, dinamika kepribadian
klien
c. frustasi atau konflik atau stresor terakhir yang dihadapi
d. penyesuaian diri pada saat akhir pemeriksaan

 Penulisan Laporan ‘Blind’

14 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
Laporan pemeriksaan psikologis dapat pula dibuat atas dasar data tes yang
diberikan pada subjek/klien/pasien. Kesimpulan yang diperoleh umumnya meliputi
deskripsi intelegensi dan kepribadiannya subjek. Inferensi/interpretasi data tes juga dapat
menghasilkan suatu gambaran kepribadian namun konsep dan konstruknya lebi banyak
mengambil dari teori tes yang terkait.

 Hasil Pemeriksaan untuk Disampaikan Kepada Klien atau Pihak yang Meminta
Bila laporan pemeriksaan klinis akademik dibuat untuk tujuan pendidikan
calon psikolog dan untuk melakukan penelitian, maka laporan pemeriksaan klinik
untuk pihak luar tujuannya adalah untuk memberi informasi, saran atau jawaban
terhadap masalah yang diajukan peminta laporan tersebut, agar dapat dimengerti
dan bermanfaat bagi pihak yang meminta laporan tersebut. Perlu dihindari
kemungkinan terjadinya penyalahgunaan, penafsiran yang tidak tepat, atau
elaborasi yang tidak menjawab masalah yang ditanyakan, yang mungkin dapat
mengganggu kesejahteraan beberapa pihak. Untuk itu sangat dianjurkan bahwa
antara pemeriksa, klien dan peminta laporan, terlebih dahulu ada kesepakatan
tentang isi dan bentuk laporan, penggunaan dan kerahsiaannya, agar sesuai
dengan apa yang dianjurkan dalam Kode Etik Himpsi. Bila pemeriksa diminta
sendiri oleh klien maka biasanya tidak perlu ditulis sebuah laporan. Penyampaian
laporan yang isinya positif tidak terlalu menimbulkan masalah dalam
penyampaiannya. Pemeriksa perlu tahu apakah subjek memahami benar arti
laporan tanpa terjadi misinterpretasi. Penyampaian hasil pemeriksaan sebaiknya
dilakukan secara dua arah, artinya klien tidak hanya mendengarkan hasil tapi juga
mendapat kesempatan bertanya. Bila bentuk hasil pemeriksaan adalah tertulis dan
akan dibaca nonpsikolog, perlu dipertimbangkan isi laporan dan metode menjaga
kerahasiaannya.

1.6 Proses Asesmen dalam Psikologi Klinis


Menurut Bernstein dan Nietzel (1980) ada empat komponen dalam proses asesmen
psikologi klinis yakni:

 Perencanaan dalam prosedur pengumpulan data (planning data collection procedures)


 Pengumpulan data untuk asesmen
15 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
 Pengolahan data dan pembentukan hipotesis atau ‘image making’
 Mengkomunikasikan data asesmen baik dalam bentuk laporan maupun dalam bentuk lisan

a. Perencanaan dalam Prosedur Pengumpulan Data

Sebelum dilakukan prosedur asesmen, terlebih dulu pemeriksa harus


bertanya pada diri sendiri apa yangia ingin ketahui dan bagaimana caranya.
Prosedur pemeriksaan dalam psikologi klinis umumnya terdiri dari observasi,
wawancara, dan tes yang dipilih sesuai dengan pertanyaan yang harus dijawab.
Untuk efisiensi dalam proses pemeriksaan biasanya digunakan cara-cara yang
dapat memberi informasi dengan keluasan (breadth, bandwidth) dan kedalaman
(intensity, fidelity) yang cukup. Selanjutnya perlu dipertimbangkan apakah tujuan
asesmen itu untuk melakukan klasifikasi (diagnosis medis), deskripsi variabel,
atau untuk prediksi.

Usaha-usaha atau penekanan asesmen yang dilakukan disesuaikan dengan


pendekatan atau teori yang akan digunakan. Penekanan asesmen berkaitan dengan
dinamika kepribadian, latar belakang lingkungan sosial dan keluarga, pola
interaksi dengan orang lain, persepsi terhadap diri dan realita atau riwayat secara
genetis dan fisiologi.

Penekanan tersebut harus selalu disesuaikan dengan pendekatan yang akan digunakan :

 Psikodinamika lebih memfokuskan pada pertanyaan seputar motif bawah sadar,


fungsi ego, perkembangan pada awal kehidupan (5 tahun pertama) dan berbagai
macam defense mechanism.
 Kognitif-behavior memfokuskan pada skill, pola berpikir yang biasa digunakan,
berbagai stimulus yang mendahului serta permasalahan perilaku yang menyertainya.
 Fenomenologi cenderung mengikuti outline asesmen dan melihat bahwa serangkaian
asesmen merupakan kolaborasi untuk memahami klien dalam hal bagaimana klien
melihat atau mempersepsi dunia.

b. Pengumpulan Data Melalui Wawancara, Observasi, dan Tes

16 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
Sesuai dengan pertanyaan pada tahap perencanaan maka ditentukan
bagaimana wawancara dilakukan dan informasi apa yang diutamakan. Demikian
juga untuk observasi, perlu ditentukan metode dan focus observasi.

Wawancara adalah metode asesmen yang relatif murah dan mudah.


Wawancara dapat dilakukan di mana saja dan fleksibel dalam pelaksanaannya.
Namun wawancara mempunyai kelemahan yakni dapat terdistorsi oleh sifat
pewawancara dan pertanyaan apa yang diajukan, dipengaruhi oleh keadaan klien
yang diwawancara, dan oleh situasi tempat wawancara diadakan.

Hasil observasi juga merupakan sumber informasi yang penting untuk


asesmen. Keuntungan observasi adalah dapat melihat langsung apa yang
dilakukan subjek yang merupakan sasaran asesmen. Ini lebih baik daripada hasil
wawancara yang dapat direkayasa oleh subjek yang diwawancara. Situasi untuk
observasi dapat dipilih yang paling tepat serta dapat diarahkan secara lebih
spesifik untuk tujuan kuantifikasi. Kelemahan observasi adalah adanya pengaruh
bias dari observer.

Tes, seperti wawancara, juga memberikan sample dari tingkah laku.


Keuntungan dari tes adalah mudah, ekonomis, dapat dilakukan oleh banyak orang
(asal professional) dan terstandardisasi. Bentuk tes yang sudah standar tersebut
membantu untuk mengurangi bias yang mungkin muncul selama proses asesmen
berlangsung. Respon yang diberikan biasanya dapat diubah dalam bentuk skor dan
dibuat analisis kuantitatif. Hal itu membantu klinisi untuk memahami klien. Skor
yang didapat kemudian diinterpretasi sesuai dengan norma yang ada.

Life record merupakan asesmen yang dilakukan melalui data-data yang


dimiliki seseorang baik berupa ijazah sekolah, arsip pekerjaan, catatan medis,
tabungan, buku harian, surat, album foto, catatan kepolisian, penghargaan, dsb.
Banyak hal dapat dipelajari dari life record tersebut. Pendekatan ini tidak meminta
klien untuk memberi respon yang lebih banyak seperti melalui interview, tes atau
observasi. Selama proses ini, data dapat lebih terhindar dari distorsi memori, jenis
respon, motivasi atau faktor situasional. Dengan merangkum informasi yang di
dapat tentang pikiran dan tingkah laku klien selama periode kehidupan yang

17 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
panjang, life records memberikan suatu sarana bagi klinisi untuk memahami klien
dengan lebih baik.

c. Pengolahan Data dan Pembentukan Hipotesis

Bila data telah terkumpul, pemeriksa dapat member makna atau


menginterpretasi sesuai dengan tujuan dan orientasi teoretiknya. Data mentah dari
observasi, wawancara, dan tes diubah menjadi kesimpulan (hipotesis, image, dan
hubungan-hubungan) yang dapat dibedakan dalam tingkatan abstraksinya, dalam
orientasi teoretiknya, dan dalam kaitannya dengan tujuan asesmen.

Temuan dari observasi dan wawancara dapat digunakan sebagai sampel


tingkah laku, sebagai korelasi tingkah laku, atau sebagai tanda dari adanya hal
yang melandasi tingkah laku itu.

d. Mengkomunikasikan data asesmen baik dalam bentuk laporan maupun


dalam bentuk lisan

Hasil dari asesmen biasanya akan ditulis menjadi sebuah laporan asesmen.
Ada tiga kriteria yang harus dipenuhi suatu laporan asesmen yaitu jelas, relevan
dengan tujuan dan berguna.

Jelas: Kriteria pertama yang harus dipenuhi adalah laporan itu harus jelas.
Tanpa kriteria ini, relevansi dan kegunaan laporan tidak dapat dievaluasi.
Ketidakjelasan laporan psikologis merupakan suatu masalah karena kesalahan
interpretasi dapat menyebabkan kesalahan pengambilan keputusan.

Relevan dengan tujuan: Laporan asesmen harus relevan dengan tujuan


yang sudah ditetapkan pada awal asesmen. Jika tujuan awalnya adalah untuk
mengklasifikasikan perilaku klien maka informasi yang relevan dengan hal itu
harus lebih ditekankan.

Berguna: Laporan yang ditulis diharapkan dapat memberikan sesuatu


informasi tambahan yang penting tentang klien. Kadang terdapat juga laporan
yang mempunyai validitas tambahan yang rendah.

18 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
1.7 Berbagai Jenis Asesmen dalam Psikologi Klinis
a. Asesmen Pemfungsian Intelektual
Asesmen kemampuan dan atau kekurangan intelektual merupakan salah satu
tugas orisinal yang dilakkan psikolog, karena ada sebagian psikolog dan ada masa
dimana faktor inteligensi dinilai dan atau dianggap paling berperan dalam perkembangan
kepribadian dan pendalaman disiplin seseorang dalam melakoni kehidupannya, di bidang
apa pun.

b. Asesmen Kepribadian
Asesmen kepribadian merupakan istilah yg umum dalam upaya umtuk
menemukan pola perilaku dan pola pikiran atau penyesuaian diri seseorang secara khas
terhadap lingkungannya. Dalam asesmen kepribadian, pendapat psikoanalisis tentang
adanya subtansi yg direpresi, merupakan asumsi yang tidak dapat dihindarkan. Setiap
gejala yg tampil dalam perilaku, selain didasari oleh intensi yang sadar, juga sangat
penting mengenai peran yang tidak sadar. Dalam banyak kasus bisa dikemukakan, bahwa
perilaku yang disadari atau disengaja, sering dilatarbelakangi kebutuhan atau motivasi
yang tidak sadar. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memahami latar belakang itu,
antara lain dengan melihat simbol atau latar belakang motivasi dibalik tingkah laku
sadarnya.

Laporan kepribadian bersifat dinamis, dan berarti menggunakan teori-teori yang


menggunakan pendekatan psikodinamik, tetapi tidak harus selalu psikoanalisis dari
Sigmund Freud. Asesmen kepribadian pada dasarnya terdapat pembagian menjadi
projective assesment dan objective assesment.

1. Projective Assesment
Projective Assesment berkembang dari perspektif teoritis yang menampilkan
karakterisitika dinamis sebagai inti kepribadian (seperti teori psikoanalisis). Karena
itu, metode dasarnya melibatkan upaya menyiapkan subyek dalam suatu bentuk kisah,
ambifus, dan hampir tanpa isi terhadap mana untuk berespons bersama suatu
minimum struktur atau instruksi.

19 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
Secara teoretis, pemeriksa menganggap bahwa bila semua alat tes berisikan suatu
isi yang minimum maka respons subyek hanya merupakan fungsi kepribadian subyek.
Dapat dikatakan, makin banyak kesempatan subyek harus berespons bebas
idiosinkratis, makin personal dan bermaknalah respons-respons itu. Berdasarkan
pandangan teori psikodinamik mengenai kepribadian, proyeksi dilihat sebagai alat
yang sensitif bagi aspek tak sadar perilaku.mekanisme pertahan diri dan
kecenderungan laten disimpulkan dari data fantasi tak terstruktur yang dihasilkan
dalam konteks dimana tidak ada jawaban yang benar dan salah.
2. Objective Assesment
Pendekatan obyektif asesmen kepribadian merupakan usaha yang secara ilmiah
berusaha menggambarkan karakteristika atau sifat-sifat individu atau kelompok
sebagai alat untuk memprediksi perilaku.Standarisasi sangat penting dalam tes
obyektif. Secara singkat, asesmen obyektif merupakan pendekatan yang terstruktur,
ilmiah, dan non subyektif dalam deskripsi individual.

c. Asesmen Pemfungsian Neuropsikologis


Asesmen neuropsikologis melibatkan pengukuran tanda-tanda perilaku yang
mencerminkan kesehatan atau kekurangan dalam fungsi otak. Terdapat tiga kegiatan
psikolog klinis dalam asesmen neuropsikologis, yaitu menyangkut fokus perhatian
asesmen ini, sejumlah alat tes neuropsikologis yang utama, dan bukti-bukti riset
menyangkut reliabilitas dan validitas tes untuk asesmen neuropsikologis.
1. Pertanyaan-pertanyaan Asesmen Neuropsikologis yang Memerlukan Jawaban
Asesmen neuropsikologis berusaha untuk membujuk kehadiran, dan lokasi, dari
cedera otak dengan enam pertanyaan berikut :
1. Apakah gangguan otak itu jelas lokasinya atau kabur?
2. Apakah gangguan bersangkutan dengan pergeseran jaringan atau penyakit
jaringan?
3. Apakah gangguan bersifat progresif atau non progresif?
4. Apakah gangguan akut atau kronik?
5. Apakah disfungsi itu organik atau fungsional?
6. Mungkinkah “Minimal Brain Dysfunction?”

20 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
2. Berbagai Tes Asesmen Neuropsikologis
1. Tes Persepsi Visual
2. Tes-tes Persepsi Pendengaran
3. Test of Tactile Perception
4. Test of Motor Coordination and Steadiness
5. Test of Sensomotor Construction Skill
6. Test of Memory
7. Test of Verbal (Kemampuan Bahasa)
8. Test of Conceptuan Reasoning Skill

d. Asesmen Perilaku
Asesmen perilaku merupakan pendekatan situasi spesifik, dimana variasi spesifik
dalam keadaan lingkungan dengan teliti dan periksa untuk menentukan peranan mereka
terhadap pemfungsian klien. Asesmen perilaku dapat juga dilihat sebagai pandangan
konseptual yang didalamnya, pengaruh resiprokal tindakan orang dan konteks-konteks
lingkungan, mendapat penekanan. Secara tipikal asesor perilaku akan berusaha untuk
mengidentifikasikan hubungan antara interpersonal klien dan lingkungan fisiknya dan
perilaku yang mencerminkan permasalahan klien dalam kehidupannya.

Ada pun landasan penggunaan asesmen perilaku adalah perspektif perilaku


dimana pemfungsian manusia dilihat sebagai produk dari interaksi yang terus menerus
antara pribadi dan situasi. Orang membentuk kehidupannya sendiri melalui perilakunya,
pemikiran dan perencanaan, serta emosinya.

1. Metode Asesmen Perilaku


Terdapat lima metode asesmen perilaku yang umumnya dikenal orang,
yaitu observasi naturalistik, pemantauan sendiri, laporan diri situasi spesifik
oleh klien, observasi analog, dan observasi dan rating oleh orang lain yang
signifikan.
2. Laporan Diri dalam Asesmen Perilaku
Kalau pusat perhatian dan observasi pada laporan diri adalah perilaku
spesifik yang terjadi dalam perangkat spesifik, maka laporan diri memiliki

21 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
nilai akurasi yang tinggi. Pengukuran laporan diri telah berkembang untuk
mengakses aspek-aspek situasi seperti juga untuk mengakses perilaku.
3. Asesmen Analog
Asesmen analog bisa jadi dilaksanakan dengan cara berikut: paper-and-
pencil test, audiotape atau video tape test, enacment tests, role play test, dan
stimulasi. Metode-metode ini berbeda dalam alat yang mana situasi analog
ditampilkan dalam partisipan klien dan dalam tipe respons yang diminta dari
klien
4. Observasi Perilaku dan Peringkatan Perilaku Orang Dekat
Teman bermain, orang tua, guru-guru, dan staf bangsal psikiatris diminta
untuk melakukan observasi langsung atau secara restospektif membuat
peringkat atas perilaku klien. Metode ini menampilkan sumber data yang
menyeluruh karena cara di mana orang dipandang oleh orang yang secara
signifikan sangat kuat mempengaruhi perilaku dan persepsi diri orang.
5. Wilayah Tambahan Asesmen Perilaku
Asesmen respons fisiologis dan asesmen kognitif spesifik menampilkan
dua wilayah tambahan area dalam asesmen kepribadian.
 Asesmen Psikofisiologis
Pengukuran atau penilaian psikofisiologis, yang mengukur
besarnya keadaan psikologi yang ditampilkan dalam gejala-gejala
fisiologis, fisik, atau organik, secara umum dapat didefinisikan sebagai
“kuantifikasi kejadian-kejadian biologis sebagaimana mereka
berhubungan dengan pengubah-pengubah psikologis”. ". Secara esensial,
fokusnya adalah pada perekaman reaksi-reaksi jasmaniah terhadap
rangsangan-rangsangan lingkungan. Reaksi yang secara tipikal merupakan
bagian asesmen itu termasuk ketegangan otot, denyut jantung, tekanan
darah, dan resistensi kulit.
 Asesmen Kognitif-Perilaku
Target dasar atau umum asesmen kognitif keperilakuan, adalah
respons spesifik, tetapi respons-respons ini adalah aktivitas kognitif klien
atau subyek penelitian dan bukan kejadian yang dapat diamati. Dalam hal

22 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
ini, kejadian-kejadian kognitif bukan merupakan bagian asesmen
perilaku. Meskipun demikian, asesmen respons-respons kognitif yang
spesifik dalam situasi spesifik, baik sebagai bantuan untuk
penanggulangan atau pengubah terikat dalam penelitian, merupakan
tambahan penting bagi asesmen perilaku.
Terdapat banyak metode yang mungkin dilakukan untuk mengases
respons-respons kognitif perilaku. Dua di antaranya adalah contoh
pikiran (thought sampling) dan inventori-inventori pernyataan diri (self-
statement inventories). Contoh pikiran merupakan prosedur asesmen
yang meminta bahwa individu, pada waktu yang berbagai-bagai, terdapat
pada pikirannya.

Inventori-inventori ini merupakan cara lain untuk mengumpulkan data kognitif


perilaku. Tipe inventori ini sangat banyak dan beragam serta meliputi serangkaian pikiran
atau "hal-hal yang orang-orang katakan kepada mereka dan meminta individu untuk
mengidentifikasikan seberapa sering ia memiliki yang telah didaftar. Sermentara itu,
struktur dan panjangnya berbeda-beda. Klinikus umumnya tertarik untuk mendses apa
yang dikatakan klien kepadanya. Beberapa penjelasan tentang alat-alat pemeriksaan
psikologis yang bersifat klinis ingin disampaikan berikuit ini:
1. Hampir semua tes inteligensi pada dasar dan awalnya adalah tes yang
dikelompokan sebagai tes klinis, ialah berhubungan den suatu keadaan yang
memungkinkan seseorang menampilkan laku yang tergolong abnormal. Misalnya
digunakan untuk memilih orang-orang yang diberangkatkan ke medan perang. Kalau
nilainya rendah, maka ia tidak dapat diberangkatkan
2. Memang ada yang berpendapat bahwa dengan tes tersebut, masalahnya bukan
dapat tidaknya seseorang memperlihatkan perilaku abnormal di medan perang, misalnya
adalah kecerdasan seseorang. Orang cerdas dapat menjadi prajurit yang baik. Tetapi
kecerdasan saja akan lebih banyak berhubungan dengan masalah kemampuannya untuk
memecahkan masalah. Tentunya tidak cukup memadai untuk dipilih sebagai prajurit di
medan perang.
3. Kecerdasan, sering dianggap sebagai wakil dari keseluruhan kondisi mental
atau kehidupan kejiwaan seseorang. Pendapat ini mengacu pada istilah yang
dikemukakan filosof Aristoteles tentang intellechie (intellechy), kemudian diacu oleh

23 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
Phillip Melachton untuk pada tahun 1530-an melahirkan psikologi sebagai bagian dari
ilmu yang dipelajari untuk menjelaskan perilaku orang.

24 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
BAB III

PENUTUP

1.8 Kesimpulan
Asesmen dalam psikologi klinis ialah pengumpulan informasi untuk digunakan sebagai
dasar bagi keputusan-keputusan yang akan disampaikan oleh penilai. Tujuan Asesmen dalam
Psikologi Klinis ada tiga macam yaitu klasifikasi diagnostik, deskripsi dan prediksi. Asesmen
dalam psikologi juga memiliki 3 sasaran atau target yang akan diusahakan dalam pembuatannya
yaitu, disfungsi psikologis individual; menemukan kekuatan klien dalam aspek keterampilan,
kemampuan, atau sensitivitasnya; dan juga psikolog klinis dapat diminta melakukan evaluasi dan
melukiskan kepribadian subyek.

Ada empat komponen dalam proses asesmen psikologi klinis yakni: Perencanaan dalam
prosedur pengumpulan data (planning data collection procedures), pengumpulan data untuk
asesmen, pengumpulan data dan pembentukan hipotesis atau ‘image making’,
mengkomunikasikan data asesmen baik dalam bentuk laporan maupun dalam bentuk lisan.

25 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S
DAFTAR PUSTAKA

Wiramihardja, Sutardjo A., Prof, Dr. 2012. Pengantar Psikologi Klinis. Bandung: Refika
Aditama.

Slamet I. S., Suprapti & Markam, Sumarmo. 2006. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: UI-Press

26 | A S E S M E N D A L A M P S I K O L O G I K L I N I S

Anda mungkin juga menyukai