Anda di halaman 1dari 25

Makalah Psikologi Klinis

PENDEKATAN PSIKOLOGI KLINIS TERHADAP ASASMEN

Dosen Pembimbing:
Dra . Hj. Budaya, S.Pd, M.Kes

Disusun Oleh:
Harman 50200118023
Iis Sugianti 50200118024
Hajarul Aswar \50200118025

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Asesmen dalam Psikologi Klinis” dengan baik dan lancar. Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Psikologi Klinis.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh sempurna, untuk itu kritik dan
saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Besar
harapannya penyusun mendapat masukan kritis untuk memperbaiki dan meningkatkan
kualitas makalah ini. Semoga materi yang terdapat pada makalah ini dapat menambah
wawasan pembaca.

Bulukumba, 04 Mei 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Makalah Psikologi Klinis.......................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3

A. Definisi dan Tujuan Asesmen.......................................................................3


1. Definisi Asesmen.....................................................................................3
B. Definisi dan Tujuan Asesmen dalam Psikologi Klinis..................................5
C. Sasaran Asesmen dalam Psikologi Klinis.....................................................7
E. Metode Asesmen dalam Psikologi Klinis................................................8
F. Berbagai Jenis Asesmen dalam Psikologi Klinis........................................16

BAB III Penutup..................................................................................................21

A. Kesimpulan............................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................22
SOAL: 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikologi Klinis merupakan salah satu bidang psikologi terapan yang
menggunakan konsep-konsep Psikologi Abnormal, Psikologi Perkembangan,
Psikopatologi dan Psikologi Kepribadian. Assesmen dalam Psikologi klinis sangat
diperlukan agar psikolog klinis dapat melakukan diagnosa dan menetapkan
intervensi sehingga lebih memahami masalah-masalah psikologis, gangguan
penyesuaian diri dan tingkah laku abnormal pada klien.
Asesmen psikologi memiliki prosedur evaluasi yang dilaksanakan secara
sistematis. Termasuk didalamnya terdapat prosedur observasi, wawancara,
pemberian satu atau seperangkat instrumen atau alat tes yang bertujuan untuk
melakukan penilaian dan/atau pemeriksaan psikologi.
Asesmen klinis merupakan proses yang digunakan psikolog klinis untuk
mengamati dan mengevaluasi masalah sosial dan psikologis klien, baik
menyangkut keterbatasan maupun kapabilitasnya. Sebagai prasyarat bagi terapi,
asesmen klinis menyediakan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan kunci, seperti
menyangkut kelemahan klien dan akibat-akibatnya, defisiensi dan gangguan apa
yang terjadi pada pemfungsian klien atau lingkungan sosialnya untuk mengelola
masalah dan atau mengembangkan kecenderungan positifnya, serta intervensi apa
yang terbaik digunakan untuk dapat memenuhi kebutuhan klien.
Asesmen juga memberikan kontribusi terhadap riset klinis, antara lain
dengan menyediakan landasan ilmiah untuk mengevaluasi terapi dan membangun
teori-teori pemfungsian dan disfungsi manusia. Asesmen klinis sering pula
diartikan sebagai psikodiagnostik, yaitu upaya untuk memahami sumber sumber
penyakit melalui gejala-gejala sakit atau maladaptif dan kemudian memasukkannya
ke dalam kelompok jenis gangguan yang baku atau telah dibakukan.
Usaha-usaha atau penekanan asesmen yang dilakukan disesuaikan dengan
pendekatan atau teori yang akan digunakan. Penekanan asesmen berkaitan dengan
dinamika kepribadian, latar belakang lingkungan sosial dan keluarga, pola interaksi
dengan orang lain, persepsi terhadap diri dan realita atau riwayat secara genetis dan
fisiologi.
2

Berdasarkan penjelasan di atas, penyusun tertarik untuk membahas lebih


dalam hal-hal yang berkaitan dengan assesmen dalam psikologi klinis.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dan tujuan Asesmen dalam Psikologi Klinis?


2. Apakah sasaran Asesmen dalam Psikologi Klinis?
3. Apa saja metode Asesmen dalam Psikologi Klinis?
4. Bagaimana proses Asesmen dalam Psikologi Klinis?
5. Apa saja jenis-jenis Asesmen dalam Psikologi Klinis?

C. Tujuan
Menjabarkan definisi dan tujuan Asesmen dalam Psikologi klinis,
mengetahui sasaran Asesmen dalam Psikologi Klinis, mampu menyebutkan
metode-metode Asesmen dalam Psikologi Klinis, dapat memahami proses
sistematis Asesmen dalam Psikologi Klinis, dan mengenali berbagai jenis
Asesmen dalam Psikologi Klinis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Tujuan Asesmen


1. Definisi Asesmen
Proses mengumpulkan informasi yang biasanya digunakan sebagai
dasar untuk pengambilan keputusan yang nantinya akan dikomunikasikan
kepada pihak-pihak terkait oleh asesor.( psikomedia.com)
Asesmen adalah proses pengumpulan informasi untuk digunakan
sebagai dasar bagi keputusan yang disampaikan oleh penilai. Sedangkan
asesmen kepribadian merupakan seperangkat proses yang digunakan untuk
membentuk citra, membuat keputusan dan mengecek hipotesis tentang pola
karakteristik seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Personality Assesment ialah seperangkat proses yang digunakan oleh
seseorang untuk membentuk citra, membuat keputusan, mengecek hipotesis
tentang pada karakteristik orang lain, yang menentukan perilakunya dalam
interaksi dengan lingkungan (Sundberg, dalam Phares, 1992).1
Asesmen juga memberikan kontribusi terhadap riset klinis, antara lain
dengan menyediakan landasan ilmiah untuk mengevaluasi terapi dan
membangun teori-teori pemfungsian dan disfungsi manusia.
Asesmen klinis sering pula diartikan sebagai psikodiagnostik, yaitu
upaya untuk memahami sumber sumber penyakit melalui gejala-gejala sakit
atau maladaptif dan kemudian memasukkannya ke dalam kelompok jenis
gangguan yang baku atau telah dibakukan.
Pengertian asesmen menurut para ahli sebagai berikut:

 Suatu penilaian yang komprehensif dan melibatkan anggota


tim untuk mengetahui kelmahan dan kekuatan yang mana hasil
keputusannya dapat digunakan untuk layanan pendidikan yang
dibutuhkan sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan
ppembelajarn.( Robert M Smith,2002)

1
Suprapti Slamet dan Sumarmo M, Pengantar Psikologi Klinis, ( Jakarta : UI-Press, 2008) hlm 99
3
4

 Proses pengumpulan informasi untuk mendapatkan profil


psikologis anak yang meliputi gejala dan intensitasnya,
kendala-kendala yang dialami serta peran penting yang
dibutuhkan anak.( Lidz, 2003)
 Menurut Eko Putra Widoyoko, asessment atau penilaian dapat
diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran
berdasarlan kriteria maupun aturan-aturan tertentu.

Terdapat banyak kemungkinan sasaran atau target yang diusahakan


dalam membuat asesmen klinis. Psikologi klinis dapat memusatkan perhatian
terhadap:

a) disfungsi (psikologis) individual, memperhatikan abnormalitas atau


kekurangan dalam aspek pikiran, emosi, atau tindakannya. Dalam
kasus-kasus lain, bisa jadi mereka memusatkan perhatian untuk
menemukan
b) kekuatan klien, dalam hal kemampuan, keterampilan, atau
sensitivitas yang menjadi target evaluasi, dan melukiskan
c) kepribadian subyek.

2. Tujuan Asesmen

 Memperoleh data yang relevan, obyektif, akurat, dan komprehensif tentang


kondisi seseorang.
 Mengetahui profil seseorang secara utuh terutama permasalahan dan
hambatan yang dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan
khususnya, serta daya dukung lingkungan yang dibutuhkannya.

B. Definisi dan Tujuan Asesmen dalam Psikologi Klinis


a. Pengertian Asesmen dalam Psikologi Klinis
5

Asesmen dalam psikologi klinis ialah pengumpulan informasi untuk


digunakan sebagai dasar bagi keputusan-keputusan yang akan disampaikan
oleh penilai.
Personality Assesment adalah seperangkat proses yang digunakan oleh
seseorang untuk membentuk citra, membuat keputusan, mengecek hipotesis
tentang pola karakteristik orang lain, yang menentukan perilakunya dalam
interaksi dengan lingkungan.2
Menurut Kendall (1982), assesmen klinis merupakan proses
pengumpulan informasi mengenai klien atau subjek untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik menganai seseorang. Meskipun tidak selalu jelas,
namun dengan sangat baik Kendall mengemukakan assesmen sebagai usaha
“untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik”. Hal ini
mengimplementasikan bahwa assesmen ini merupakan cara memperdalam
pemahaman yang berbeda dan dilakukan melalui cara lain, antara lain
pergaulan yang biasa dan intensif.3

b. Tujuan Asesmen dalam Psikologi Klinis


Tujuan Asesmen dalam Psikologi Klinis ada tiga macam yaitu
klasifikasi diagnostik, deskripsi dan prediksi.4

1) Klasifikasi diagnostik
Maksud dari klasifikasi diagnostik yang tepat antara lain :
 Untuk menentukan jenis treatment yang tepat. Suatu treatment sangat
bergantung pada bagaimana pemahaman klinisi terhadap kondisi klien
termasuk jenis gangguannya (vermande, van den Bercken, & De Bruyn, 1996).
 Untuk keperluan penelitian. Penelitian tentang berbagai penyebab suatu
gangguan sangat bergantung kepada validitas dan reliabilitas diagnostik yang
ditegakkan.
 Memungkingkan klinisi untuk mendiskusikan gangguan dengan cara efektif
bersama profesional yang lain (Sartorius et.al, 1996).

2
Suprapti Slamet dan Sumarmo M, Pengantar Psikologi Klinis, ( Jakarta : UI-Press,
2008) hlm 99
3
Sutardjo A.W, Pengantar Psikologi Klinis Edisi Revisi, (Bandung : Refika Aditama, 2007)
hlm 63, 64
4
Lailatul F dan M. Jauhar, Pengantar Psikologi Klinis, ( Jakarta : Prestasi Pustaka, 2014) hlm 84-87
6

2) Deskripsi
Para klinisi beranggapan bahwa untuk memahami content dari
perilaku klien secara utuh maka harus mempertimbangkan juga tentang
konteks sosial, budaya dan fisik klien. Hal itu menyebabkan asesmen
diharapkan dapat mendeskripsikan kepribadian seseorang secara lebih
utuh dengan melihat pada person-environtment interactions. Dalam
fungsinya sebagai sarana untuk melakukan deskripsi terhadap
kepribadian seseorang secara utuh, di dalam asesmen harus terdapat
antara lain : motivasi klien, fungsi intrapsikis, respon terhadap tes,
pengalaman subjektif, pola interaksi, kebutuhan (needs) dan perilaku.
Dengan menggunakan pendekatan deskriptif tersebut memudahkan
klinisi untuk mengukur perilaku pra treatment, merencanakan jenis
treatment dan mengevaluasi perubahan perilaku pasca treatment.
3) Prediksi
Tujuan asesmen yang ketiga adalah untuk memprediksi
perilaku seseorang. Misalnya klinisi diminta oleh perusahaan, kantor
pemerintah atau militer untuk menyeleksi seseorang yang tepat bagi
suatu posisi kerja tertentu. Dalam kasus tersebut, klinisi akan
melakukan asesmen dengan mengumpulkan dan menguji data
deskriptif yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk melakukan
prediksi dan seleksi.

Klinisi kadang dihadapkan pada situasi untuk memprediksi hal-hal yang


berbahaya, misalnya pertanyaan seperti “Apakah si A akan bunuh diri ?”, “Apakah
si B tidak akan menyakiti orang lain setelah keluar dari RS?”. Pada saat itu klinisi
harus menentukan jawaban “ya” atau “tidak”. Prediksi klinisi tentang
“berbahaya” atau “tidak berbahaya” dapat dievaluasi dengan empat kemungkinan
jawaban.

 True positive, jika prediksi klinisi berbahaya dan ternyata klien


menunjukkan perilaku berbahaya.
 True negative, jika prediksi klinisi tidak berbahaya dan ternyata klien
menunjukkan perilaku yang tidak berbahaya.
7

 False negative, jika prediksi klinisi tidak berbahaya tetapi klien


menunjukkan perilaku berbahaya.
 False positive, jika prediksi klinisi berbahaya tetapi klien menunjukkan
perilaku tidak berbahaya.

C. Sasaran Asesmen dalam Psikologi Klinis


Terdapat banyak kemungkinan sasaran atau target yang diusahakan
dalam membuat asesmen klinis. Psikolog klinis dapat memusatkan perhatian
terhadap:

1. Disfungsi (psikologis) individual, memperhatikan abnormalitas atau


kekurangan dalam aspek pikiran, emosi, atau tindakannya.
2. Dalam kasus-kasus lain, bisa jadi mereka memusatkan perhatian untuk
menemukan kekuatan klien, dalam hal kemampuan, keterampilan, atau
sensitivitas yang menjadi target evaluasi.
3. Masih termasuk dalam evaluasi, psikolog klinis dapat diminta melakukan
evaluasi dan melukiskan kepribadian subyek. Dalam hal ini bisa jadi ia akan
menyelenggarakan tes, observasi, dan interview untuk membantu menemukan
kebutuhan, motivasi, pertahanan, dan pola perilaku subyek.
D. Komponen asesmen dalam psikologi klinis
Menurut Bernstein dan Nietzel (1980) ada empat komponen
dalam proses asesmen psikologi klinis yaitu5 :
a) Perencanaan dalam prosedur pengumpulan data, perencanaan meliputi
apa yang perlu diketahui dan bagaimana cara memperoleh jawabannya.
Validitas dan reliabilitas tes, orientasi teoritik pemeriksa, variabel-
variabel penting yang penting berkaitan dengan pertanyaan yang harus
dijawab, menjadi bahan pertimbangan dan perencanaan.
b) Pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan tes. Sesuai
dengan pertanyaan pada tahap perencanaan maka ditentukan bagaimana
wawancara dilakukan dan informasi apa yang diutamakan. Demikian
juga untuk observasi, perlu ditentukan metode dan fokus observasi.
c) Pengolahan data dan pembentukan hipotesis. Bila data telah terkumpul,
pemeriksa dapat memberi makna atau menginterpretasi sesuai dengan

5
Suprapti Slamet dan Sumarmo M, Opcit, hlm 100-103
8

tujuan (klasifikasi, deskripsi, dan prediksi) dan orientasi teoretiknya.


Data mentah dari observasi, wawancara dan tes diubah menjadi
kesimpulan (hipotesis, image, dan hubungan-hubungan) yang dapat
dibedakan dalam kaitannya dengan tujuan assesmen

E. Metode Asesmen dalam Psikologi Klinis


1. Wawancara dalam Pemeriksaan Psikologi Klinis
Wawancara untuk menjajagi latar belakang masalah dan gangguan
seseorang dinamakan wawancara klinis. Wawancara klinis biasanya
merupakan suatu bentuk cerita (narrative) yang diarahkan pada pengalaman
klien. Wawancara ini mementingkan realitas psikologis, yakni bagaimana
sifat dan cara pengalaman subjektif seseorang terhadap suatu peristiwa, dan
bukan mementingkan aktualitas historis, yakni kenyataan sebagaimana
terjadinya secara fakta objektif dalam riwayat hidup klien. Akan tetapi
pemeriksa sebaiknya juga mengetahui sejauh mana ada kemungkinan
kebenaran dari cerita klien.

 Peranan Pemeriksa dalam Pemeriksaan Psikologi Klinis

Wawancara dalam setting klinis, lebih daripada setting yang lain, sangat
dipengaruhi oleh sikap pemeriksa terhadap kliennya. Dari sudut klien,
percakapan dengan pemeriksa dapat ia rasakan secara berbeda-beda,
misalnya sebagai suatu keadaan yang dapat membebaskannya dari suatu
penderitaan. Klien dapat bersikap positif terhadap pemeriksa atau
bersikap negatif, tergantung dari pengalaman sebelumnya mengenai
wawancara yang pernah dijalaninya. Pihak terapis/pemeriksa, harus pula
menyadari sikapnya terhadap klien/pasien agar tidak terjadi proyeksi
dalam menafsirkan/menginterpretasi suatu hasil wawancara/pengamatan
terhadap klien. Pewawancara harus sadar sepenuhnya atas tindakannya
sendiri dan dampak tindakannya terhadap pasien/kliennya.

 Pemeriksaan Psikologi Klinis pada Tahap Awal

Setelah pertanyaan-pertanyaan mengenai data objektif seperti nama,


umur, alamat, pekerjaan, pendidikan, dan lain-lain didapat, maka
9

percakapan pertama yang dilakukan dalam pemeriksaan klinis adalah


mengenai masalah/keluhan. Pada pertemuan pertama sebaiknya
pemeriksa membiarkan klien mengutarakan persoalannya. Dalam hal ini
pemeriksa tidak memberikan pertanyaan yang terlalu mendalam atau
mengenai sebab-sebab dari keluhannya. Hal ini penting untuk mendapat
rapport yang baik dengan klien. Setelah itu pembicaraan diarahkan pada
keluhan klien. Beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam
melakukan pembicaraan yang mendalam yaitu klien cukup stabil, tak
begitu terganggu dan pemeriksa siap serta ada waktu yang cukup untuk
membicarakan hal tersebut. Pada akhir pertemuan pertama sebaiknya
pemeriksa mempersiapkan akhir wawancara dengan memberikan
pengarahan wawancara pada satu topik tertentu, dan mempersiapkannya
untuk pertemuan konsultasi selanjutnya.

 Anamnesis dan Bentuk-bentuk Percakapan/Wawancara Klinis


Anamnesis berasal dari Bahasa Yunani yang artinya mengingat
kembali. Anamnesis merupakan kegiatan menanyakan kepada klien
mengenai suatu persoalan yang dialaminya, mengenai riwayat
hidupnya. Setelah pada tahap awal pemeriksaan dibahas mengenai
keluhan/masalah klien dan latar belakangnya maka selanjutnya
diadakan eksplorasi mengenai riwayat keluhan dan riwayat hidup klien.
Ada beberapa teknik bertanya yang dikemukakan ole Wallen
sehubungan dengan pengambilan anamnesis. Teknik-teknik bertanya
tersebut adalah:

1. Narrowing Questions: mulai dengan mengajukan pertanyaan luas,


kemudian disusul dengan pertanyaan yang lebih mendetail.
Fungsinya ialah untuk mengetahui sikap klien yang spontan atau
yang sejujur-jujurnya.
2. Progressing Questions: mulai dengan memberikan pertanyaan
tentang suatu yang dekat dengan apa yang sesungguhnya ingin
diketahui, kemudian menyusul pertanyaan yang secara progresif
mengarah pada hal yang sesungguhnya ingin diketahui.
10

3. Embedding Questions: menyembunyikan pertanyaan yang lebih


signifikan, ke dalam pertanyaan lain.
4. Leading Questions: memberikan pertanyaan yang terarah pada
sesuatu yang ingin diketahui, dengan cara yang hati-hati.
5. Holdover Questions: menunda suatu pertanyaan yang tiba-tiba
muncul dalam pikiran pemeriksa, sewaktu klien sedang
menceritakan suatu peristiwa.
6. Projective Questions: menanyakan pendapat klien tentang hal-hal
tertentu atau orang lain, untuk mengetahui sistem nilai klien yang
diterapkan terhadap pada diri sendiri atau terhadap orang lain.

2. Observasi dalam Psikologi Klinis


Lima keadaan/cara menerapkan observasi yakni pada studi
lapangan, introspeksi, studi kasus, metode klinis dan metode
eksperimen. Studi lapangan tidak mengontrol apa yang diobservasi, tapi
berusaha untuk membuat proses observasi itu dapat diandalkan
semaksimal mungkin. Introspeksi atau pengamatan diri sendiri ialah
suatu proses asosiasi yang hanya dikontrol oleh subjek yang melakukan
introspeksi. Studi kasus adalah observasi historis yang didasarkan pada
penggunaan dokumen pribadi. Metode observasi klinis memberikan
kemungkinan kontrol dengan menggunakan situasi standar, stimuli
standar (misalnya wawancara dan tes) dan pengarahan standar. Metode
observasi eksperimental berbeda dari empat metode sebelumnya di
mana observer menentukan lebih dahulu hal-hal yang akan diobservasi
dan di mana atau dari mana ia akan mendapatkannya. Metode klinis
terdiri dari observasi yang dikendalikan oleh wawancara dan tes.
Metode klinis digunakan untuk mendapatkan baik diagnosis informal
maupun diagnosis formal atau nama-nama penyakit jiwa.

3. Tes Terstruktur

Tes ini meminta subyek untuk menjawab pertanyaan secara tegas,


tidak samar-samar, ya atau tidak, dan maknanya uniform, serta merespons
pertanyaan dengan cara yang terbatas. Tes terstruktur membutukan
11

standarisasi yang hati-hati dan norma yang representatif. Termasuk dalam


hal standarisasi ini adalah prosedur pengetesan dan klien serta tempat dan
suasana di mana tes berlangsung. Setiap tes sebagai bagian dalam
keseluruhan asesmen, pada dasarnya dapat dibakukan. Yang penting adalah
adanya paling sedikit, reliabilitas dan validitas yang memadai dalam hal alat
tesnya, dan terdapat keseragaman dalam pelaksanaan tes maupun kejelasan
subyek pengetesan atau biasa disebut testee. Wilayah psikis-mental yang
dapat dijangkau oleh tes terstruktur tidak hanya menyangkut dominan
kognitif, seperti inteligensi, melainkan juga yang bersifat afektif, seperti
emosionalitas, dan motivasi. Standardisasi, atau pembakuan, diperlukan
agar efek dari faktor-faktor luar yang tidak dikehendaki, misalnya
perbedaan yang tidak dimaksudkan untuk diukur dari orang-orang yang
dites, diminimalkan.

4. Tes Tak Terstruktur

Disebut tak terstruktur karena stimulus tesnya tidak membutuhkan


jawaban yang ditentukan secara tegas dan jelas. Faktor pribadi testee sangat
menentukan. Dalam tes tak terstruktur tidak terdapat ikatan yang terlalu
kuat akan adanya item tes dan lebih menekankan pada bagaimana subyek
berespons terhadap alat tes yang ambiguous. Pada dasarnya terdapat
beberapa kemungkinan cara penafsiran, yang terpenting ialah asosiasi dan
simbolisasi. Dengan asosiasi dimaksudkan, bahwa respons-respons itu
memiliki kedekatan dengan kehidupan atau kejadian sehari-hari yang paling
dekat dialami klien/pasien dan memiliki kaitan dengan keluhan yang
dimilikinya. Dengan simbolik dimaksudkan, bahwa apa yang menjadi
respons itu bukanlah keadaan yang wujudnya sama dengan keadaan atau
permasalahan yang dialami klien dalam kehidupan sehari-hari. Wujud itu
harus ditafsirkan lebih dalam.

5. Asesmen-asesmen Keperilakuan (Behavorial Assessments)

Observasi ini merupakan observasi sistematik yang dilakukan dalam


laboratorium, di klinik, kelas, ataupun dalam perilaku sehari-hari. Dalam
12

situasi klinis observasi ini kadang-kadang dimaksudkan untuk mendapatkan


informasi yang tidak diperoleh melalui wawancara, mengevaluasi ketepatan
komunikasi verbal klien dan konsistennya dengan komunikasi non-verbal,
dan motivasi yang perlu mendapat perhatian khusus yang melahirkan perilaku
klien. Pendekatan behavioral dalam asesmen ini mengarahkan pada contoh-
contoh perilaku yang langsung dijaring dalam proses investigasi. Daripada
menggunakan tes untuk mendapatkan pemahaman mengenai ciri-ciri
kepribadian atau psikodinamika, pendekatan behavioral dirancang lebih untuk
menggambarkan pola perilaku kehidupan nyata subyek dan akibat dari
keadaan lingkungan terhadap pola-pola perilaku ini.

6. Kunjungan Rumah

Psikolog klinis umumnya tidak (boleh) melakukan kunjungan ke


rumah, karena merupakan wewenang pekerja sosial atau perawat kesehatan
masyarakat. Namun makin lama makin dirasakan penting bagi klinikus untuk
melakukan kunjungan rumah tersebut, dengan maksud memahami kehidupan
alamiah klien di rumah dan keadaan serta pola kehidupan keluarga klien.
Termasuk di sini adalah setiap pola relasi antaranggota keluarga dan perannya
masing-masing.

Terdapat enam keuntungan dari kunjungan rumah ini:

 Fungsi keseluruhan keluarga terlihat sebagaimana adanya


 Setiap anggota keluarga lebih berpeluang untuk melaksanakan peran
sehari-harinya
 Terdapat lebih sedikit kemungkinan untuk tidak hadirnya anggota
keluarga dalam sesi terapi
 Terdapat peluang untuk melihat seluruh keluarga dalam permasalahan,
bukan hanya pada seseorang anggota saja
13

 Terdapat kemungkinan untuk tidak merasa cemas dalam lingkungannya


keluarga, sehingga lebih terbuka dan minimalnya perilaku dibuat-buat
 Terapi yang berlaku terbebas dari hubungan formal dokter-pasien

7. Catatan Kehidupan

Psikolog sering tertarik untuk mempelajari riwayat hidup klien, karena


riwayat itu dapat mendasari permasalahan yang dialaminya saat ini.
Permasalahan yang dialaminya saat ini. Selain itu, juga dari catatan peristiwa
dan kesan-kesan pribadi yang akan memberi pengaruh pada keadaannya saat
ini. Bisa jadi permasalahan yang dialami saat ini justru lebih banyak
terungkap dari catatan kehidupan pasien di masa lalu. Ini didukung oleh teori
yang menyatakan bahwa kehidupan sesorang di masa kini tidak lepas dari
kehidupannya di masa lalu. Sebagai alat bantu untuk asesmen adalah dengan
menafsirkan berbagai peristiwa yang dialaminya serta apa yang dilakukan
atau dipikirkannya, kita bisa menafsirkan kepribadian macam apakah
individual itu. Dari situ kita dapat menduga kurang lebih dinamika atau
proses kejiwaan macam apakah yang telah dialaminya, bahkan gangguan
macam apakah yang akan dialami orang dengan kepribadian tersebut. Dengan
kata lain, kita dapat menduga mengenai apa saja yang menjadi penyebab dan
jenis gangguan apa yang dialami pasien tersebut.

8. Dokumen Pribadi
Dokumen pribadi pun tidak harus berisikan mengenai peristiwa
dan sikap serta angan-angan klien, melainkan bisa jadi foto-foto yang
dikumpulkannya, ialah peristiwa-peristiwa apa yang dianggapnya penting.
Demikian juga jenis barang-barang koleksi, seperti barang-barang antik
yang ditafsirkan, misalnya oleh McCleland sebagai tanda kepribadian yang
dilandasi oleh kebutuhan akan harga diri, kekuatan, atau menguasai orang
lain.
9. Pemfungsian Psikologi
Hubungan psikis-mental dan faal organ tubuh sangatlah erat.
Teekanan darah, misalnya, sering berhubungan dengan adanya kecemasan
dan juga merupakan reaksi atas tekanan-tekanan psikologis. Seorang yang
14

marah biasanya menampilkan muka yang merah karena darah banyak


dipompa jantung sehingga mengisi saluran-saluran darah kapiler di
permukaan kulit. Bisa jadi juga menjadi gemetar karena ketegangan diotot
(untuk sementara) harus ia tahan, padahal justru ingin dilampiaskan. Makin
lama makin banyak ditemukan organ tubuh yang fungsinya berkaitan erat
dengan kondisi dan situasi psikologis. Dalam gangguan psikolofisiologis
yang pernah mengganti nama gangguan psikosomatis, tercatat hampir semua
organ tubuh dapat terganggu fungsinya oleh kondisi psikologis tertentu.

10. Pemberian Tes dalam Pemeriksaan Psikologi Klinis


Untuk pemeriksaan klinis sebaiknya klien diberikan tes khusus
sesuai dengan masalah klien. Tes ini digunakan sebagai alat bantu utama
untuk dapat lebih mengerti keadaan klien. Tes baru dapat diberikan jika suda
ada kontak yang baik antara klien dengan pemeriksa, cukup banyak
informasi dari anamnesis, dan ada kesediaan klien untuk dites. Terutama
pada klien yang pandai, administrasi tes perlu dipersiapkan dan diterangkan
kegunaan serta batas-batasnya. Tes yang biasanya diadministrasikan pada
subjek antara lain tes intelegensi umum, tes proyeksi, tes grafis, dan
inventori kepribadian. Tes intelegensi umum diberikan untuk mengetahui
tingkat kecerdasan pada waktu kini untuk membandingkan keadaan kini
dengan keadaan sebelum sakit. Tes memori perlu diberikan pada klien yang
mempunyai keluhan sering lupa, sukar konsentrasi, sakit kepala, dan lain-
lain. Tujuannya adalah melihat kestabilan perhatian, ketelitian dan
kecepatan kerja. Tes proyeksi merupakan yang penting dilakukan untuk
pemeriksaan klinis dengan tujuan mengungkapkan hal-hal yang kurang atau
tidak disadari. Tes grafis adalah yang paling digemari oleh psikolog di
Indonesia karena memakan waktu yang relatif singkat dan kebanyakan
menggunakan analisis kuantitatif. Kelemahan tes grafis ialah bahwa
seringkali pemeriksa terpengaruh oleh keindahan gambar atau keterampilan
menggambar klien dan melupakan segi-segi formal gambar.
11. Penyampaian Hasil Asesmen Klinis dan Laporan Pemeriksaan
Psikologi Klinis
15

Penulisan hasil asesmen dapat dilakukan untuk


keperluan akademik (menulis laporan kasus untuk diskusi ilmiah, keperluan
penelitian longitudinal) dan dapat dilakukan untuk keperluan praktik
(membalas surat konsultasi dari dokter tentang seorang pasien, memberikan
hasil evaluasi psikologis kepada seorang yang mengirim kliennya kepada
psikolog klinis).

F. Berbagai Jenis Asesmen dalam Psikologi Klinis

a. Asesmen Pemfungsian Intelektual

Asesmen kemampuan dan atau kekurangan intelektual merupakan


salah satu tugas orisinal yang dilakkan psikolog, karena ada sebagian
psikolog dan ada masa dimana faktor inteligensi dinilai dan atau dianggap
paling berperan dalam perkembangan kepribadian dan pendalaman disiplin
seseorang dalam melakoni kehidupannya, di bidang apa pun.

b. Asesmen Kepribadian

Asesmen kepribadian merupakan istilah yg umum dalam upaya umtuk


menemukan pola perilaku dan pola pikiran atau penyesuaian diri seseorang
secara khas terhadap lingkungannya. Dalam asesmen kepribadian, pendapat
psikoanalisis tentang adanya subtansi yg direpresi, merupakan asumsi yang
tidak dapat dihindarkan. Setiap gejala yg tampil dalam perilaku, selain
didasari oleh intensi yang sadar, juga sangat penting mengenai peran yang
tidak sadar. Dalam banyak kasus bisa dikemukakan, bahwa perilaku yang
disadari atau disengaja, sering dilatarbelakangi kebutuhan atau motivasi
yang tidak sadar. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memahami latar
belakang itu, antara lain dengan melihat simbol atau latar belakang motivasi
dibalik tingkah laku sadarnya.
Laporan kepribadian bersifat dinamis, dan berarti menggunakan teori-
teori yang menggunakan pendekatan psikodinamik, tetapi tidak harus selalu
16

psikoanalisis dari Sigmund Freud. Asesmen kepribadian pada dasarnya terdapat


pembagian menjadi projective assesment dan objective assesment.

1. Projective Assesment

Projective Assesment berkembang dari perspektif teoritis yang


menampilkan karakterisitika dinamis sebagai inti kepribadian (seperti teori
psikoanalisis). Karena itu, metode dasarnya melibatkan upaya menyiapkan
subyek dalam suatu bentuk kisah, ambifus, dan hampir tanpa isi terhadap mana
untuk berespons bersama suatu minimum struktur atau instruksi. Secara
teoretis, pemeriksa menganggap bahwa bila semua alat tes berisikan suatu isi
yang minimum maka respons subyek hanya merupakan fungsi kepribadian
subyek. Dapat dikatakan, makin banyak kesempatan subyek harus berespons
bebas idiosinkratis, makin personal dan bermaknalah respons-respons itu.
Berdasarkan pandangan teori psikodinamik mengenai kepribadian, proyeksi
dilihat sebagai alat yang sensitif bagi aspek tak sadar perilaku.mekanisme
pertahan diri dan kecenderungan laten disimpulkan dari data fantasi tak
terstruktur yang dihasilkan dalam konteks dimana tidak ada jawaban yang
benar dan salah.

2. Objective Assesment

Pendekatan obyektif asesmen kepribadian merupakan usaha yang secara


ilmiah berusaha menggambarkan karakteristika atau sifat-sifat individu atau
kelompok sebagai alat untuk memprediksi perilaku.Standarisasi sangat penting
dalam tes obyektif. Secara singkat, asesmen obyektif merupakan pendekatan
yang terstruktur, ilmiah, dan non subyektif dalam deskripsi individual.

c. Asesmen Pemfungsian Neuropsikologis

Asesmen neuropsikologis melibatkan pengukuran tanda-tanda perilaku


yang mencerminkan kesehatan atau kekurangan dalam fungsi otak. Terdapat
tiga kegiatan psikolog klinis dalam asesmen neuropsikologis, yaitu
menyangkut fokus perhatian asesmen ini, sejumlah alat tes neuropsikologis
17

yang utama, dan bukti-bukti riset menyangkut reliabilitas dan validitas tes
untuk asesmen neuropsikologis.
Berbagai Tes Asesmen Neuropsikologis

 Tes Persepsi Visual


 Tes-tes Persepsi Pendengaran
 Test of Tactile Perception
 Test of Motor Coordination and Steadiness
 Test of Sensomotor Construction Skill
 Test of Memory
 Test of Verbal (Kemampuan Bahasa)
 Test of Conceptuan Reasoning Skill

d. Asesmen Perilaku

Asesmen perilaku merupakan pendekatan situasi spesifik, dimana


variasi spesifik dalam keadaan lingkungan dengan teliti dan periksa untuk
menentukan peranan mereka terhadap pemfungsian klien. Asesmen perilaku
dapat juga dilihat sebagai pandangan konseptual yang didalamnya, pengaruh
resiprokal tindakan orang dan konteks-konteks lingkungan, mendapat
penekanan. Secara tipikal asesor perilaku akan berusaha untuk
mengidentifikasikan hubungan antara interpersonal klien dan lingkungan
fisiknya dan perilaku yang mencerminkan permasalahan klien dalam
kehidupannya.
Ada pun landasan penggunaan asesmen perilaku adalah perspektif
perilaku dimana pemfungsian manusia dilihat sebagai produk dari interaksi
yang terus menerus antara pribadi dan situasi. Orang membentuk
kehidupannya sendiri melalui perilakunya, pemikiran dan perencanaan, serta
emosinya.

a. Metode Asesmen Perilaku


Terdapat lima metode asesmen perilaku yang umumnya dikenal orang,
yaitu observasi naturalistik, pemantauan sendiri, laporan diri situasi spesifik
18

oleh klien, observasi analog, dan observasi dan rating oleh orang lain yang
signifikan.
b. Laporan Diri dalam Asesmen Perilaku
Kalau pusat perhatian dan observasi pada laporan diri adalah perilaku
spesifik yang terjadi dalam perangkat spesifik, maka laporan diri memiliki
nilai akurasi yang tinggi. Pengukuran laporan diri telah berkembang untuk
mengakses aspek-aspek situasi seperti juga untuk mengakses perilaku.
c. Asesmen Analog
Asesmen analog bisa jadi dilaksanakan dengan cara berikut: paper-and-
pencil test, audiotape atau video tape test, enacment tests, role play test, dan
stimulasi. Metode-metode ini berbeda dalam alat yang mana situasi analog
ditampilkan dalam partisipan klien dan dalam tipe respons yang diminta dari
klien
d. Observasi Perilaku dan Peringkatan Perilaku Orang Dekat
Teman bermain, orang tua, guru-guru, dan staf bangsal psikiatris
diminta untuk melakukan observasi langsung atau secara restospektif membuat
peringkat atas perilaku klien. Metode ini menampilkan sumber data yang
menyeluruh karena cara di mana orang dipandang oleh orang yang secara
signifikan sangat kuat mempengaruhi perilaku dan persepsi diri orang.
e. Wilayah Tambahan Asesmen Perilaku
Asesmen respons fisiologis dan asesmen kognitif spesifik
menampilkan dua wilayah tambahan area dalam asesmen kepribadian.
19
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan
Asesmen dalam psikologi klinis ialah pengumpulan informasi untuk
digunakan sebagai dasar bagi keputusan-keputusan yang akan disampaikan oleh
penilai. Tujuan Asesmen dalam Psikologi Klinis ada tiga macam yaitu klasifikasi
diagnostik, deskripsi dan prediksi. Asesmen dalam psikologi juga memiliki 3
sasaran atau target yang akan diusahakan dalam pembuatannya yaitu, disfungsi
psikologis individual; menemukan kekuatan klien dalam aspek keterampilan,
kemampuan, atau sensitivitasnya; dan juga psikolog klinis dapat diminta melakukan
evaluasi dan melukiskan kepribadian subyek.
Ada empat komponen dalam proses asesmen psikologi klinis yakni:
Perencanaan dalam prosedur pengumpulan data (planning data collection
procedures), pengumpulan data untuk asesmen, pengolahan data dan pembentukan
hipotesis atau ‘image making’, mengkomunikasikan data asesmen baik dalam
bentuk laporan maupun dalam bentuk lisan.

20
21

DAFTAR PUSTAKA

Lailatul F dan M. Jauhar, Pengantar Psikologi Klinis, Jakarta : Prestasi Pustaka, 2014
Slamet I. S., Suprapti & Markam, Sumarmo. 2006. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: UI-
Press
Tristiadi Ardi Ardani, dkk. 2007. Psikologi Klinis, Yogyakarta : Graha Ilmu.
Wiramihardja, Sutardjo A., Prof, Dr. 2012. Pengantar Psikologi Klinis. Bandung: Refika
Aditama.
·
22

SOAL:

1. Tujuan asasemen dalam psikologi klinis adalah….


a. diagnostig , deskripsi ddan prediksi
b. laba, rugi dan aset
c. internal dan eksternal
d. persepsib dan obsevasi
e. tes struktur dan tak berstruktur
jawaban : (a)

2. berikut ini yang termasuk metode asasmen dalam psikologi klinis

a) Wawancara dalam pemeriksaan perilaku


b) Kunjungan rumah
c) Catatan kehidupan
d) Observasi
e) Hajatan
f) Diaagnosis, prediksi dan deksripsi

Dari poin diatas yang manakah metode asasmen dalam psikologi klinis
yang benar…
a. a,b,c,e dan f
b. c,d, dan f
c. a, c, e, dan d
d. a, b, c,dan d
e. semua benar
jawaban : (d)

Anda mungkin juga menyukai