Anda di halaman 1dari 4

Nama: Aliyah

NPM: 1606891274
Hukum Tiga Tahap Auguste Comte
Struktur masyarakat atau struktur sosial menurut Soerjono Soekanto merupakan jaringan
dari unsur-unsur sosial pokok, yang meliputi kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial,
stratifikasi sosial, kekuasaan dan wewenang. Hal ini serupa dengan pendapat semua ahli ilmu
sosial bahwa tidak mungkin untuk memiliki suatu struktur sosial tanpa suatu sistem kebudayaan.
Sistem kebudayaan sendiri menurut Koentjaraningrat, adalah sistem gagasan, tindakan, dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa setiap masayarakat akan
memiliki bentuk struktur masyarakat yang berbeda antara satu sama lain dan pastinya memiliki
kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
Hal diatas juga turut dibahas dalam buku Doyle Paul Johnson yang berjudul Teori
Sosiologi: Klasik dan Modern. Salah satu tokoh yang banyak membahas hal ini adalah Auguste
Comte. Seperti yang dikatakan Auguste Comte adalah sifat dasar suatu organisasi sosial suatu
masyarakat sangat tergantung pada pola berpikir dan gaya intelektual pada masyarakat tersebut.
Dengan hal tersebut Comte percaya bahwa begitu intelek kita bertumbuh dan pengetahuan kita
bertambah , masyarakat itu sendiri akan maju dengan sendirinya.
Dewasa ini banyak ide Comte yang sudah tidak dikembangkan lagi dan juga sosiologi
saat ini cenderung lebih menganggap jasa-jasa Emile Durkheim. Walaupun begitu, sumbangan
Comte pada ilmu sosiologi juga sangatlah penting. Ia merupakan sosok yang mengusulkan untuk
mendirikan ilmu tentang masyarakat dengan dasar empiris yang kuat atau positif. Paham
positivisme seperti yang dijelaskan oleh Arif Wibowo merupakan sebuah aliran filsafat yang
menyatakan bahwa ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan
menolak adanya aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi,
semua didasarkan pada data empiris.
Positivisme Comte ternytata sedikit berbeda dengan kaum positivis yang ada di
lingkunagannya. Kaum positivis sendiri merupakan kaum yang progresif yang memiliki tujuan
untuk menghilangkan tradisi-tradisi yang mereka anggap irasional dan memperbaruinya dengan
yang lebih rasional. Sedangkan Comte, penemuan yang bersifat rasional tersebut akan membuka
atau menghilangkan hal-hal yang bersifat melekat sedari dulu dan comte beranggapan bahwa
manusia lebih dari sekedar jumlah bagian yang saling ketergantungan, sehingga ia dianggap
konservatif. Dalam menghadapi hal tersebut Comte berusaha mengatasi cara berpikir mutlak
dalam tahap pra-positif, menerima kenisbian pengetahuan dan terbuka terhadap hal-hal baru.
Usaha tersebut menjadi ciri khas positivisme yang dimiliki oleh Comte. Tidak hanya member
gagasan, Comte juga memberikan gagasan terkait metode khusus penelitian empiris untuk semua
ilmu yang terdiri dari pengamatan, eksperimen dan perbandingan. Dengan memperuntukkan
metode ini bagi semua ilmu maka kesatuan ilmu dapat diperlihatkan dan dapat menunjukkan
hukum perkembangan intelektual yang sama.
Perspektif teoretis Comte diatas mencakup statika dan dinamika atau lebih diketahui
dengan struktur dan perubahan. Hal tersebut menjelaskan dinamika kemajuan sosial dengan
ramalan-ramalan yang didasari oleh hukum-hukum dinamika sosial. Tujuan menyeluruh dari
gagasan-gagasan Comte ialah menjelaskan setepat mungkin gejala perkembangan yang besar
dari umat manusia dan mata rantai dari perubahan tersebut. Usaha Comte dalam mencapai tujuan
tersebut dapat dilihat melalui hukum tiga tahap, yang mana menjelaskan kemajuan evolusioner
manusia dari masa primitif hingga ke peradaban Perancis abad Sembilan belas yang sangat maju.
Hukum ini merupakan gagasan teoritis Comte yang paling terkenal walaupun tidak lagi diterima
karena terlalu luas dan umum. Menyebabkannya sulit dalam pengujian empiris, padahal hal
tersebut haruslah ada dalam membentuk hukum-hukum sosiologi.
Singkatnya hukum tiga tahap menyatakan bahwa masyarakat atau manusia berkembang
melalui tiga tahap utama yang merupakan cara berpikir yang dominan karena setiap cabang
pengetahuan kita melewati tiga kondisi teoretis ini. Tahapan ini dibagi menjadi teologis,
metafisik dan positif. Fase teologis merupakan akal budi manusia yang mencari kodrat dasar
manusia yang merupakan asal dan tujuan dari segala akibat. Fase ini mengindikasikan bahwa
semua tindakan didasar oleh hal-hal supernatural. Fase metafisik merupakan bentuk lain dari fase
teologis, yang membedakan hanyalah yang mengenadalikan bukan lagi kekuatan supernatural
melainkan kekuatan abstrak. Fase terakhir merupakan fase positif, fase ini tidak lagi
memfokuskan pada kekuatan supernatural ataupun abstrak, melainkan studi tentang hukum-
hukum yang didasari penalaran dan pengamatan.
Tahap Teologis sendiri merupakan tahap paling lama yang ada pada sejarah manusia.
Comte membagi tahap ini menjadi periode fetisisme, politeisme dan monoteisme. Fetisisme
mengacu pada kepercayaan terhadap semua benda bahwa mereka memiliki kelengkapan
kekuatan hidupnya sendiri. Seperti politeisme yang merupakan kepercayaan bahwa penguasa
bumi yakni para dewa-dewa yang terus mengontrol semua gejala alam. Lalu seperti monoteisme
yang percaya akan satu yang tinggi, yaitu tuhan yang berkuasa penuh atas jagad raya, mengatur
segala gejala alam dan takdir makhluk hidup. Kemudian fetisisme ini digantikan dengan periode
metafisik yang merupakan transisi antara tahap teologis dan positif. Tahap ini ditandai dengan
kepercayaan yang mengacu pada hukum-hukum alam yang didalamnya terkandung akal budi.
Terakhir merupakan periode positif, dimana masyarakat mengacu pada data empiris sebagai
sumber pengetahuan dan seiring waktu terus berkembang karena sifat mereka yang sangat
terbuka terhadap hal baru serta rasa ingin tahu yang tinggi.
Pada akhirnya analisa rasional terkait data empiris, memungkinkan manusia untuk
memperoleh hukum-hukum yang lebih dari sekedar kemutlakan metafisik. Maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa organisasi sosial dan struktur masyarakat sangat dipengaruhi oleh pola
berpikir dan gaya intelektual masyarakat pada saat itu. Perkembangan masyarakat tersebut dibagi
comte menjadi tiga tahap yang sudah dijelaskan diatas. Tahap tersebut mengikut perkembangan
manusia hingga sampai pada titik yang diharapkan yaitu tahap positif.

Daftar Pustaka:
Johnson, Doyle Paul, Teori Sosilogi : Klasik dan Modern, Jil. 1Cet. 3, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1994
Wibowo, Arif; Staff.blog.ui.ac.id (2008)

Anda mungkin juga menyukai