Anda di halaman 1dari 15

TEORI BELAJAR HUMANISTIK

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Belajar dan Pembelajaran Yang diampu oleh

Mochamad Arifin Alatas, M.Pd

Disusun Oleh
Muhammad Haslan Hafis (21381071082)
Anita Sari Kurnadi (21381072005)
Holilah Hilyatun Nisa’ (21301072010)
Mita Cintiya Sari (21381072020)

FAKULTAS TARBIYAH
TADRIS BAHASA INDONESIA
IAIN MADURA
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang maha kuasa,
langit dan bumi. Karena dengan kuasa –Nyalah sehingga tugas belajar dan pembelajaran ini
dapat selesai. Dalam tugas ini penulis memasukkan beberapa hal tentang teori belajar
humanistic.

Tugas ini kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari referensi beberapa
buku dan artikel sehingga dapat memperlancar pembuatan tugas ini. Dan kami juga medapatkan
bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan tugas ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada guru mata pelajaran belajar dan pembelajaran
Bapak Mochamad Arifin Alatas, M.Pd karena berkat bimbingan dan pengarahan dari beliau
sehingga tugas ini dapat selesai. Penulis berharap bahwa tugas ini dapat berguna bagi
pembelajaran moral dan sesuai dengan kata orang bijak, tidak ada yang sempurna dalam hidup.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari segala pihak kami terima dengan senang hati.

Pamekasan 31 Maret 2023

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................................
C. Tujuan........................................................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Belajar Dalam Pandangan Humanistik......................................................................


B. Pandangan Abraham Maslow....................................................................................
C. Pandangan Carl Roger Terhadap Belajar...................................................................
D. Pandangan Kolb Terhadap Belajar............................................................................
E. Pandangan Honey Dan Mumfrod Terhadap Belajar..................................................
F. Pandangan Habermas Terhadap Belajar....................................................................

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................................
B. Saran .........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Belajar merupakan proses berfikir, yang menjadikan seorang individu menjadi tahu
dan mengerti tentang berbagai hal yang tidak ia ketahu sebelumnya.Dalam dunia
pendidikan terdapat banyak sekali teori-teori tentang belajar, yang di pelajari dalam materi
belajar dan pembelajaran. Teori-teori ini diajukan oleh benyak ahli dari bidang psikologi
maupun pendidikan.
Teori-teori tentang belajar dan pembelajaran tersebut sangat perlu diketahui dan
dipahami oleh para pendidik maupun calon pendidik, agar mereka mampu memahami
bagaimana proses belajar da pembelajaran yang baik, sehingga mereka dapat mendidik
para peserta didik dengan baik.
Secara umum berdasarkan orientasinya teori tentang belajar dan pembelajaran
diklasifikasikan menjadi empat yang meliputi teori belajar yang beorientasi pada tingkah
laku (behaviorisme), teori belajar yang berorientasi padakemampuan kognitif
(kognitivisme), teori belajar yang berorientasi pada prosesmengkonstruksi pengetahuan
dan keterampilan sendiri (konstruktivisme), dan teoriyang akan kami bahas dalam
makalah ini ialah teori belajar yang berorientasi pada pembentukan sifat kemanusiaan
(humanisme).

B. Latar belakang masalah


1. Bagaimana Belajar Dalam Pandangan Humanistik..?
2. Bagaimana Pandangan Abraham Maslow..?
3. Bagaimana Pandangan Carl Roger Terhadap Belajar..?
4. Bagaimana Pandangan Kolb Terhadap Belajar..?
5. Bagaimana Pandangan Honey Dan Mumfrod Terhadap Belajar..?
6. Bagaimana Pandangan Habermas Terhadap Belajar..?
C. Tujuan pembelajaran
1. Peserta didik bisa mengetahui teori belajar humanistic.
2. Peserta didik juga bisa mengetahui pandangan-pandangan belajar menurut para ahli.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Belajar Dalam Pandangan Humanistik
Pada dasarnya kata “humanistik” merupakan suatu istilah yang mempunyai
banyak makna sesuai dengan konteksnya. Misalnya, humanistik dalam wacana
keagamaan berarti tidak percaya adanya unsur supranatural atau nilai transendental serta
keyakinan manusia tentang kemajuan melalui ilmu dan penalaran. Di sisi lain humanistik
berarti minat terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang tidak bersifat ketuhanan. Sedangkan
humanistik dalam tataran akademik tertuju pada pengetahuan tentang budaya manusia,
seperti studi-studi klasik mengenai kebudayaan Yunani dan Roma.1
Teori humanistik muncul pada pertengahan abad 20 sebagai reaksi terhadap teori
psikodinamik dan behavioristik.2 Psikologi humanistik menganjurkan pendidik sebagai
fasilitator. Pendidik humanistik adalah pendidik yang manusiawi. Psikologi humanistik
mengarahkan peserta didik untuk meningkatkan potensi intelektual yang peserta didik
miliki. Pendidik membimbing siswa dengan tidak membebani peserta didik di
pembelajaran tetapi menanamkan nilai-nilai atau perilaku positif dan perilaku negatif.3
Dalam pandangan humanism, manusia memegang kendali terhadap kehidupan
dan perilaku mereka, serta berhak untuk mengembangkan sikap dan kepribadian mereka.
Masih dalam pandangan humanism, belajar bertujuan untuk menjadikan manusia
selayaknya manusia, keberhasilan belajar ditandai bila peserta didik mengenali dirinya
dan lingkungan sekitarnya dengan baik. Peserta didik dihadapkan pada target untuk
mencapai tingkat aktualisasi diri semaksimal mungkin.
Teori humanistic berupaya mengerti tingkah laku belajar menurut pandangan
peserta didik dan bukan dari pandangan pengamat. Humanisme meyakini pusat belajar
1
Qodir, Abd. "Teori Belajar Humanistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa." Pedagogik: Jurnal Pendidikan
4.2 (2017). Hlm 191
2
Solichin, Mohammad Muchlis. "Teori belajar humanistik dan aplikasinya dalam pendidikan agama islam." Jurnal
Islamuna 5.1 (2018).
3
Ekawati, Mona, and Nevi Yarni. "Teori belajar berdasarkan aliran psikologi humanistik dan implikasi pada proses
belajar pembelajaran." Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran (JRPP) 2.2 (2019): 266-269.
ada pada peserta didik dan pendidik berperan hanya sebagai fasilitator. Sikap serta
pengetahuan merupakan syarat untuk mencapai tujuan pengaktualisasian diri dalam
lingkungan yang mendukung. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang spesial,
mereka mempunyai potensi dan motivasi dalam pengembangan diri maupun perilaku,
oleh karenanya setiap individu adalah merdeka dalam upaya pengembangan diri serta
pengaktualisasiannya. Penerapan teori humanistic pada kegiatan belajar hendaknya
pendidik menuntun peserta didik berpikir induktif, mengutamakan praktik serta
menekankan pentingnya partisipasi peserta didik dalam pembelajaran.
Hal tersebut dapat diaplikasikan dengan diskusi sehingga peserta didik mampu
mengungkapkan pemikiran mereka di hadapan audience. Pendidik mempersilakan
peserta didik menanyakan materi pelajaran yang kurang dimengerti. Proses belajar
menurut pandangan humanistic bersifat pengembangan kepribadian, kerohanian,
perkembangan tingkah laku serta mampu memahami fenomena di masyarakat. Tanda
kesuksesan penerapan tersebut yaitu peserta didik merasa nyaman dan bersemangat
dalam proses pembelajaran serta adanya perubahan positif cara berpikir, tingkah laku
serta pengendalian diri.4
B. Pandangan Abraham Maslow
Dalam perspektif humanistik (humanistic perspective) menuntut potensi peserta
didik dalam proses tumbuh kembang, kebebasan menemukan jalan hidupnya. Humanistic
menganggap peserta didik sebagai subjek yang merdeka guna menetapkan tujuan hidup
dirinya. Peserta didik dituntun agar memiliki sifat tanggung jawab terhadap
kehidupannya dan orang di sekitarnya. Pembelajaran humanistic menaruh perhatian
bahwa pembelajaran yang pokok yaitu upaya membangun komunikasi dan hubungan
individu dengan individu maupun individu dengan kelompok.
Edukasi bukan semata-mata memindah khazanah pengetahuan, menempa
kecakapan berbahasa para peserta didik, tapi sebagai wujud pertolongan supaya siswa
mampu mengaktualisasikan dirinya relevan dengan tujuan pendidikan. Edukasi yang
berhasil pada intinya adalah kecakapan menghadirkan makna antara pendidik dengan
pembelajar sehingga dapat mencapai tujuan menjadi manusia yang unggul dan bijaksana.
Maksudnya ialah menuntun peserta didik bahwa mereka butuh pendidikan karakter.
4
Sumantri, Budi Agus, and Nurul Ahmad. "Teori Belajar humanistik dan Implikasinya terhadap pembelajaran
pendidikan agama islam." Fondatia 3.2 (2019): 4.
Pendidik memfasilitasi siswa menggali, mengembangkan dan menerapkan kecakapan-
kecakapan yang mereka punya supaya mampu memaksimalkan potensinya.
Maslow terkenal sebagai bapak aliran psikologi humanistic, ia yakin bahwa
manusia berperilaku guna mengenal dan mengapresiasi dirinya sebaikbaiknya. Teori
yang termasyhur hingga saat ini yaitu teori hirarki kebutuhan. Menurutnya manusia
terdorong guna mencukupi kebutuhannya. Kebutuhankebutuhan itu mempunyai level,
dari yang paling dasar hingga level tertinggi. Dalam teori psikologinya yaitu semakin
besar kebutuhan maka pencapaian yang dipunyai oleh individu semakin sungguh-
sungguh menggeluti sesuatu.
Perspektif ini diasosiasikan secara dekat dengan keyakinan Abraham Maslow
(1954, 1971) bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipenuhi sebelum kebutuhan yang
lebih tinggi dapat dipuaskan. Menurut hierarki kebutuhan Maslow, pemuasan kebutuhan
seseorang dimulai dari yang terendah yaitu: 1) fisiologis, 2) rasa aman, 3) cinta dan rasa
memiliki, 4) harga diri, 5) aktualisasi diri.
1). Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs) Kebutuhan fisiologis terdiri dari
kebutuhan pokok, yang bersifat mendasar. Kadang kala disebut kebutuhan biologis di
tempat kerja serta kebutuhan untuk menerima gaji, cuti, dana pensiunan, masa-masa
libur, tempat kerja yang nyaman, pencahayaan yang cukup suhu ruangan yang baik.
Kebutuhan tersebut biasanya paling kuat dan memaksa sehingga harus dicukupi terlebih
dahulu untuk beraktifitas sehari-hari. Ini menandakan bahwasanya dalam pribadi
seseorang yang merasa serba kekurangan dalam kesehariannya, besar kemungkinan
bahwa dorongan terkuat adalah kebutuhan fisiologis. Dalam artian, manusia yang
katakanlah melarat, bisa jadi selalu terdorong akan kebutuhan tersebut.
2). Kebutuhan Akan Rasa Aman (Safety Needs) Sesudah kebutuhan fisiologis tercukupi,
maka timbul kebutuhan akan rasa aman. Manusia yang beranggapan tidak berada dalam
keamanan membutuhkan keseimbangan dan aturan yang baik serta berupaya menjauhi
hal-hal yang tidak dikenal dan tidak diinginkan. Kebutuhan rasa aman menggambarkan
kemauan mendapatkan keamanan akan upah-upah yang ia peroleh dan guna menjauhkan
dirinya dari ancaman, kecelakaan, kebangkrutan, sakit serta marabahaya. Pada
pengorganisasian kebutuhan semacam ini Nampak pada minat akan profesi dan kepastian
profesi, budaya senioritas, persatuan pekerja atau karyawan, keamanan lingkungan kerja,
bonus upah, dana pensiun, investasi dan sebagainya.
3). Kebutuhan Untuk Diterima (Social Needs) Sesudah kebutuhan fisiologikal dan rasa
aman tercukupi, maka fokus individu mengarah pada kemauan akan mempunyai teman,
rasa cinta dan rasa diterima. Sebagai makhluk social, seseorang bahagia bila mereka
disukai serta berupaya mencukupi kebutuhan bersosialisasi saat di lingkungan kerja,
dengan cara meringankan beban kelompok formal atau kelompok non formal, dan
mereka bergotong royong bersama teman setu tim mereka di tempat kerja serta mereka
berpartisipasi dalam aktifitas yang dilaksanakan oleh perusahaan dimana mereka bekerja.
4). Kebutuhan Untuk Dihargai (Self Esteem Needs) Pada tingkat selanjutnya dalam teori
hierarki kebutuhan, Nampak kebutuhan untuk dihargai, disebut juga kebutuhan “ego”.
Kebutuhan tersebut berkaitan dengan keinginan guna mempunyai kesan positif serta
mendapat rasa diperhatikan, diakui serta penghargaan dari sesama manusia. Pada
pengorganisasian kebutuhan akan penghargaan memperlihatkan dorongan akan
pengakuan, responsibilitas tinggi, status tinggi dan rasa akan diakui atas sumbangsih
terhadap kelompok.
5). Kebutuhan Aktualisasi-Diri (Self Actualization) Kebutuhan kebutuhan tersebut
merupakan kebutuhan akan pemenuhan diri pribadi, termasuk level kebutuhan teratas.
Kebutuhan tersebut diantaranya yaitu kebutuhan akan perkembangan bakat dan potensi
yang ada pada diri sendiri, memaksimalkan kecakapan diri serta menjadi insan yang
unggul. Kebutuhan akan pengaktualisasian diri pribadi oleh kelompok mampu dicukupi
dengan memberikan peluang untuk berkembang, tumbuh, berkreasi serta memperoleh
pelatihan guna memperoleh tugas yang sesuai dan mendapat keberhasilan. 19 Menurut
Abraham Maslow “Self-actualization, namely, to the tendency for him to become
actualized. This tendency might be hrase as the desire to become more and more what
one idiosyncratically is, to become everything that one is capable of becoming.
Artinya bahwa kebutuhan aktualisasi diri adalah kecenderungan seseorang untuk
mengerahkan semua kemampuan atau keinginannya secara terus menerus dalam menjadi
pribadi yang lebih baik. Meskipun seseorang individu telah memenuhi kebutuhan-
kebutuhan diatas, baik kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan
percintaan dan rasa mempunyai, meliputi kebutuhan akan rasa penghargaan, ia masih
akan diliputi oleh emosi yang tidak puas. Ketidak puasan ini berasal dari dorongan
dirinya yang terdalam, karena merasa ada kualitas atau potensi dirinya yang belum
teraktualisasikan. Pada intinya seseorang individu akan dituntut untuk jujur terhadap
semua potensi dan sifat yang ada pada dirinya.5
C. Pandangan Carl Roger terhadap belajar
Carl Rogers adalah seorang ahli psikologi humanistik dimana ideidenya dapat
mempengaruhi pendidikan dan penerapannya. Melalui bukunya yang sangat populer
Freedom to Learn and Freedom to Learn for the 80’s, dia memberi anjuran kepada
pendidik dalam pendekatannya sebaiknya melalui kegiatan belajar dan mengajar yang
lebih manusiawi, lebih personal, dan berarti.6
Menurut Rogers dalam Jamil Suprihatiningrum, ada dua tipe belajar, yaitu
kognitif (kebermaknaan) dan eksperimental (pengalaman). Guru memberikan makna
(kognitif) bahwa tidak membuang sampah sembarangan dapat mencegah terjadinya
banjir. Jadi, guru perlu menghubungkan pengetahuam akademik ke dalam pengetahuan
bermakna. Sementara experimental learning melibatkan peserta didik secara personal,
berinisiatif, termasuk penilaian terhadap diri sendiri (self assessment).
Menurut Carl Rogers dalam teori belajar bebasnya, menyatakan bahwa tidak ada
paksaan atau tekanan dalam belajar. Guru tidak bembuat rencana dalam pembelajaran
untuk peserta didik, tidak memberikan kritik atau ceramah kecuali apabila siswa
menghendakinya, tidak menilai atau mengkritik pekerjaan murid kecuali apabila siswa
memintanya. Dalam bukunya “Freedom to Learn”, ia memperkenalkan beberapa prinsip-
prinsip belajar humanistik yang sangat penting, di antaranya ialah:
1). Manusia itu memiliki kemampuan untuk belajar secara alami.
2). Belajar yang bermakna terjadi apabila subjek matter dirasakan peserta didik
mempunyai relevansi dengan maksud-maksudya sendiri.
3). Belajar yang melibatkan suatu perubahan yang ada di dalam tanggapan mengenai
dirinya, dianggap mengancam dan cenderung akan ditolaknya.
4).Pekerjaan-pekerjaan belajar yang dapat mengancam diri adalah sangat mudah untuk
dirasakan dan mudah diasimilasikan apabila ancaman dari luar tersebut semakin kecil.

5
Ibid 5-8.
6
Fadli, Muhammad Ulfi. "Teori Belajar Humanistik Carl Rogers Dan Implementasinya Dalam Pendidikan Agama
Islam." Al Ghazali 4.1 (2021): 18-29.
5). Apabila ancaman kepada diri peserta didik rendah, pengalaman bisa diperoleh dengan
melakukan berbagai cara yang bermacam-macam dan terjadilah sebuah proses belajar.
6). Belajar yang berarti bisa di dapatkan peserta didik dengan melakukannya.
7). Belajar dapat diperlancar bilamana peserta didik dilibatkan langsung dalam proses
pembelajaran dan ikut serta bertanggung jawab dalam proses belajar tersebut.
8). Belajar atas inisiatif diri sendiri yang melibatkan diri peserta didik seutuhnya, baik itu
perasaan maupun segi kognitif, merupakan cara yang bisa memberikan hasil yang
mendalam dan lestari.
9). Kepercayaan pada diri sendiri, kemerdekaan, kreatifitas akan lebih mudah untuk
dicapai apabila peserta didik dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri
dan penilaian diri orang lain adalah cara kedua yang juga penting.
10). Belajar yang sangat berperan secara sosial di dunia modern ini adalah belajar yang
menyangkut proses belajar, yang terbuka dan terus menerus pada pengalaman dan
penyatuannya ke dalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.
Carl Rogers menyatakan bahwa peserta didik yang belajar hendaknya tidak
ditekan, melainkan dibiarkan belajar bebas, peserta didik diharapkan bisa mengambil
sebuah langkah sendiri dan berani bertanggung jawab atas langkah- langkah yang
diambilnya sendiri. Dalam konteks tersebut, Rogers menyatakan ada lima hal yang
penting dalam proses belajar humanistic, yaitu sebagai berikut.
1. Hasrat untuk belajar keinginan untuk belajar dikarenakan adanya dorongan rasa ingin
tahu manusia yang terus menerus terhadap dunia sekelilingnya. Dalam proses
memecahkan jawabannya, seorang individu mengalami kegiatan-kegiatan belajar.
2. Belajar bermakna seseorang yang beraktivitas akan selalu mempertimbangkan apakah
aktivitas tersebut mempunyai makna bagi dirinya. Jika tidak, tentu tidak akan
dilakukannya.
3. Belajar tanpa hukuman merupakan belajar yang terlepas dari hukuman atau ancaman
menghasilkan anak bebas untuk melakukan apa saja, dan mengadakan percobaan hingga
menemukan sendiri suatu hal yang baru.
4. Belajar dengan daya usaha atau inisiatif sendiri menunjukkan tingginya motivasi
internal yang dimiliki. Siswa yang banyak inisiatif, akan mampu untuk memandu dirinya
sendiri, menentukan pilihannya sendiri dan berusaha mempertimbangkan sendiri hal yang
baik bagi dirinya.
5. Belajar dan perubahan Keadaan dunia terus berubah, karena itu peserta didik harus
belajar untuk dapat menghadapi serta menyesuaikan kondisi dan situasi yang terus
berubah. Dengan begitu belajar yang hanya mengingat fenomena atau menghafal
kejadian dianggap tak cukup.7
D. Pandangan Kolb terhadap belajar
Pandangan Kolb terhadap Belajar. Kolb seorang ahli penganut aliran humanistic
membagi tahap-tahap belajar menjadi 4, yaitu:
a. Tahap pengalaman konkret Pada tahap paling awal atau dalam peristiwa belajar adalah
seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana
adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritakan peristiwa tersebut sesuai
dengan apa yang dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakikat dari
peristiwa tersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan belum
dapat memahami serta menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia juga belum dapat
memahami mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu. Kemampuan inilah yang
terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap paling awal dalam proses belajar.
b. Tahap pengamatan aktif dan reflektif Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah
bahwa seseorang makinlama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif
terhadapperistiwayang dialaminya. Ia mulai berupaya untukmencari jawaban dan
memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan reflaksi terhadap peristiwa yang dialaminya,
dengan mengembangkan pertanyaanpertanyaanbagaimana hal itu bisa terjadi, dan
mengapa hal itu mestiterjadi. Pemahamannya terhadapperistiwa yangdialaminya semakin
berkembang. Kemampuan inilah yang dimiliki seseorang pada tahap kedua dalam proses
belajar.
c. Tahap konseptualisasi Tahap ketiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah
mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau
hukumdan prosedur tentang sesuatu yangmenjadi objek perhatiannya. Berpikir induktif
banyak dilakukan untuk merumuskan suatu aturan umumataugeneralisasi dari berbagai
contoh peristiwayang dialaminya. Walaupun kejadiankejadian yang diamati tampak
7
Murniarti, Erni. "Pengertian, Prinsip, Bentuk Metode Dan Aplikasinya dari Teori Belajar dari Pendekatan
Konstruktivisme dan Teori Belajar Person-Centered Carl Rogers." (2020).
berbedabeda,namun memiliki komponenkomponen yang sama yang dapat dijadikan
dasar aturan bersama.
d. Tahap eksperimentasi aktif Tahap terakhir dari peristiwa belajar menurut Kolb adalah
melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini seseorang sudah mampu
mengaplikasikan kosepkonsep, teori-teori, atau atuaran-aturan ke dalam situasi nyata.
Berpikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan danmenguji teoriteori
serta konsep-konsep di lapangan. Ia tidak lagi mempertanyakan asal usul teori atau suatu
rumus, tetapi ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus tersebut untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya, yang belum pernah ia jumpai sebelumnya.
Tahap-tahap belajar demikian dilukiskan oleh Kolb sebagai suatu siklus yang
berkesinambungan dan berlangsung diluar kesadaran orang yang belajar. Secara teoretis
tahap-tahap belajar tersebut memang dapat dipisahkan, namun dalam kenyataannya
proses peralihan dari satu tahap ke tahap belajar di atasnya sering kali terjadi begitu saja
sulit untuk ditentukan kapan terjadinya.8

E. Pandangan Honey dan Mumford terhadap belajar


Peserta didik digolongkan ke dalam empat golongan, yaitu peserta didikaktivis,
peserta didik reflector, peserta didik teoritis, dan pserta didik pragmatis. Peserta didik
aktivis adalah peserta didik yang senang terlibat dan berpatisipasi dalam hal-hal baru.
Peserta didik reflector adalah peserta didikyang berhati-hati dalam mengambil suatu
keputusan. Peserta didik teoritisadalah peserta didik yang berfikir kritis dan sangat
menutamakan berfikirsecara rasional. Peserta didik pragmatis adalah peserta didik adalah
pesertadidik yang menyukai hal-hal yang praktis tidak suka bertele-tele.9
F. Pandangan Hebermas terhadap belajar
Menurutnya, belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud disini adalah lingkungan alam
maupun lingkungan social, sebab antara keduanya, tidak dapat dipisahkan. Dengan
pandangannya yang demikian, ia membagi tipe belajar menjadi tiga yaitu:

8
Adiyati Fathu, Roshonah. "Berkas Lengkap Matkul Belajar dan Pembelajaran.".
9
Dr.H.A.Wahab Jufri, M.Sc, Belajar dan Pembelajaran Sains, (jakarta: Pustaka Reka Cipta, 2013), 26
a. Belajar teknis (technical learning) Yang dimaksud belajar teknis adalah belajar
bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar.
Pengetahuan dan keterampilan apa yang dibutuhkan dan perlu dipelajari agar mereka
dapat menguasai dan mengelola lingkungan alam atau sains amat dipentingkan dalam
belajar teknis.
b. Belajar Praktis (practical learning) Sedangkan yang dimaksud belajar praktis adalah
belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu
dengan orang- orang disekelilingnya dengan baik. Kegiatan belajar ini lebih
mengutamakan terjadinya interaksi yang harmonis antar sesama manusia. Untuk itu
bidang-bidang ilmu yang berhubungan dengan sosiologi, komunikasi, psikologi,
antrophologi, dan semacamnya, amat diperlukan. Sungguhpun demikian, mereka percaya
bahwa pemahaman dan ketrampilan seseorang dalam mengelola lingkungan alamnya
tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan manusia pada umumnya. Oleh sebab itu,
interaksi yang benar antara individu dengan lingkungan alamnya hanya akan tampak dari
kaitan atau relevansinya dengan kepentingan manusia.
c. Belajar Emansipatoris (emancipator learning) Lain halnya dengan belajar
emansipatoris. Belajar emansipatoris menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu
pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi
budaya dalam lingkungan sosialnya. Dengan pengertian demikian maka dibutuhkan
pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang benar untuk mendukung terjadinya
transformasi cultural tersebut. Untuk itu ilmu-ilmu yang berhubungan dengan budaya dan
bahasa amat diperlukan. Pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi kultural
inilahyang oleh habermas dianggap sebagai tahap belajar yang paling tinggi, sebab
transformasi cultural adalah tujuan pendidikan yang paling tinggi.10

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

10
Ibid.
Menurut teori Humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.
Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Dengan kata lain, siswa telah mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal.
Teori humanistik cenderung bersifat eklektik, maksudnya teori ini dapat meman faatkan
teori apa saja asal tujuannya tercapai. Beberapa tokoh penganut aliran humanistic
diantaranya adalah: a. Kolb, dengan konsepnya tentang empat tahap dalam belajar, yaitu
pengalaman konkrit, pengalaman aktif dan reflektif, konseptualisasi, dan eksperimentasi
aktif. b. Honey dan Mumford, menggolongkan siswa menjadi 4 yaitu; aktifis, reflector,
dan pragmatis. c. Hubermas, membedakan 3 macam atau tipe belajar yaitu; belajar teknis,
belajar praktis, dan belajar emansipatoris. d. Bloom dan krathwohl, dengan 3 kawasan
tujuan belajar yaitu; kognitif, psikomotor, afektif. e. Ausubel, walaupun termasuk juga ke
dalam aliran kognitifisme, ia terkenal dengan konsepnya belajar bermakna (Meaningful
learning). Aplikasi teori humanistic dalam kegiatan pembelajaran cenderung mendorong
siswa untuk berpikir induktif. Teori ini juga amat mementingkan faktor pengalaman dan
keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Adiyati Fathu, Roshonah. "Berkas Lengkap Matkul Belajar dan Pembelajaran.".


Dr.H.A.Wahab Jufri, M.Sc, Belajar dan Pembelajaran Sains, (jakarta: Pustaka Reka Cipta,
2013), 26.
Ekawati, Mona, and Nevi Yarni. "Teori belajar berdasarkan aliran psikologi humanistik dan
implikasi pada proses belajar pembelajaran." Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran
(JRPP) 2.2 (2019): 266-269.
Fadli, Muhammad Ulfi. "Teori Belajar Humanistik Carl Rogers Dan Implementasinya Dalam
Pendidikan Agama Islam." Al Ghazali 4.1 (2021): 18-29.
Murniarti, Erni. "Pengertian, Prinsip, Bentuk Metode Dan Aplikasinya dari Teori Belajar dari
Pendekatan Konstruktivisme dan Teori Belajar Person-Centered Carl Rogers." (2020).
Ibid 5-8.
Ibid.
Sumantri, Budi Agus, and Nurul Ahmad. "Teori Belajar humanistik dan Implikasinya terhadap
pembelajaran pendidikan agama islam." Fondatia 3.2 (2019): 4.
Solichin, Mohammad Muchlis. "Teori belajar humanistik dan aplikasinya dalam pendidikan
agama islam." Jurnal Islamuna 5.1 (2018).
Qodir, Abd. "Teori Belajar Humanistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa."
Pedagogik: Jurnal Pendidikan 4.2 (2017). Hlm 191

Anda mungkin juga menyukai