Pertanyaan diskusi
1. Jelaskan mengenai anamnesis psikiatri 3,8,5
Wawancara psikiatrik yang baik merupakan salah satu modal dasar yang harus dimiliki oleh
psikiater karena wawancara selain merupakan alat untuk mendapatkan data juga harus
bersifat terapetik Selama melakukan wawancara, kita harus mengidentifikasi psikopatologi
yang terdapat pada pasien, menginterpretasikan psikopatologi itu ke dalam suatu gejala atau
sindroma klinik yang esensial untuk dapat menegakkan diagnosis (dalam hal ini diagnosis
multiaksial dengan menggunakan kriteria PPDGJIII) melalui suatu proses yang efisien.
WAWANCARA
Proses wawancara dapat dilakukan pada pasien sendiri (autoanamnesa) maupun dengan
orang lain yang mengantar/keluarganya (heteroanamnesa) atas seijin pasien dan sesuai
indikasi. Dahulukan autoanamnesa secara terpisah sebagai penghargaan terhadap penderita
dan tidak menimbulkan kecurigaan, terutama pada penderita dengan kepribadian agak curiga.
Pendahuluan
Mulailah dengan memperkenalkan diri. Jelaskan secara jujur status dan kapasitas
anda, bangun kepercayaan tunjukkan sikap penuh pengertian dan minat, serta selalu waspada
jangan sampai mengganggu rasa harga diri penderita mengingat cara pemeriksaan dan
keadaan lingkungan waktu pemeriksaan mempengaruhi reaksi penderita.
Anamnesis, bertujuan untuk menggali data subyektif dengan menanyakan alasan
berobat dari keluhan utama pasien, riwayat gangguan sekarang, gangguan dahulu, riwayat
perkembangan diri, latar belakang sosial, keluarga, pendidikan, pekerjaan, dan perkawinan.
Jangan terlalu berharap pada wawancara yang pertama, tapi pupuklah kepercayaan pelanpelan sehingga dengan pertanyaan-pertanyaan yang halus kita dapat membuka rahasia hidup
penderita tanpa menimbulkan rasa cemas yang berlebihan. Penderita yang sangat terganggu
secara akut harus diperiksa secepat mungkin sebab keadaannya mungkin cepat berubah.
Klarifikasi Riwayat
Tiap pasien mempunyai cara menjawab yang berbedabeda. Beberapa pasien menjawab
pertanyaan dengan jelas, yang lainnya menjawab secara sempit, tidak sesuai dengan
pertanyaan, tidak jelas, atau sirkumstansial. Dalam beberapa situasi, pewawancara perlu
membantu pasien untuk dapat memberi jawaban yang lebih jelas. Teknik yang dapat
membantu pasien memperjelas jawabannya adalah specification, generalization, checking
symptom, leading question, probing, interrelation, dan summarizing. Spesifikasi dilakukan
bila pasien yang memberikan jawaban tidak jelas maka pertanyaan bias ubah menjadi lebih
tertutup, generalisasi dilakukan bila pasien hanya memberikan informasi yang spesifik saat
pewawancara memerlukan penjelasan mengenai pola perilaku secara keseluruhan.
Pewawancara dapat mengajukan beberapa daftar gejala (checking symptom) kepada pasien
untuk membentu menilai adanya psikopatologi, hal tersebut dilakukan jika cerita yang
disampaikan pasien tidak jelas. Leading question mengarahkan pasien pada jawaban yang
spesifik. Pasien kadang menyampaikan makna dan pentingnya suatu situasi yang ia alami
nilailah bentuk dan isi pikiran, sedangkan arus pikiran tidak bisa dinilai karena tidak direkam
saat itu.
k dilihat/didengar orang lain
2.1.4. Riwayat Penggunaan Obat-obatan
Tanyakan pola penggunaan obat-obatan terlarang termasuk intake alkohol dan penggunaan
mariyuana, kokain, heroin dan halusinogen.
2. Gangguan jiwa
a. Konsep gangguan jiwa 5,2,7
Istilah yang digunakan dalam PPDGJ adalah gangguan Jiwa atau gangguan
mental (mental disorder), tidak mengenal istilah penyakit Jiwa (mental illness/mental
desease).
Gangguan jiwa merupakan kondisi terganggunya kejiwaan manusia sedemikian
rupa sehingga mengganggu kemampuan individu itu untuk berfungsi secara normal
didalam masyarakat maupun dalam menunaikan kewajibannya sebagai insan dalam
masyarakat itu
Gangguan jiwa adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang masuk
akal, berlebihan, berlangsung lama dan menyebabkan kendala terhadap individu tersebut
atau orang lain .
Konsep Gangguan Jiwa
1. Konsep gangguan jiwa tersebut ada 2 versi, yaitu:
Menurut PPDGJ II: Gangguan jiwa adalah sindrom atau perilaku tertentu atau
kondisi psikologis seseorang yang secara klinis cukup bermakna, dan secara khusus
berkaitan dengan distress (gejala penderitaan) dan disability (keterbatasan
kemampuan normal pada aktivitas normal pada tingkat personal).
Kata DSM IV: Gangguan jiwa itu adalah perilaku penting yang signifikan
secara klinis atau sindrom psikologis atau pola acuan tertentu yang terjadi pada
individu yang dihubungkan dengan kondisi distress dan disabilitas atau dihubungkan
dengan peningkatan resiko untuk menderita nyeri, disability, hilangnya kemampuan
bergerak bebas, bahkan kematian.
Butir-butir pada konsep gangguan jiwa:
1. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa:
- Sindrom atau pola prilaku
- Sindrom atau pola psikologik
2. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress), antara lain dapat
berupa rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tenteram, terganggu dan disfungsi organ tubuh.
3. Gejala klinis tersebut menimbulkan disability yaitu keterbatasan atau
kekurangan kemampuan untuk melaksanakan suatu aktivitas pada tingkat personal,
yaitu melakukan kegiatan hidup sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk
perawatan diri dan kelangsungan hidup seperti mandi, berpakaian, makan, kebersihan
diri, buang air besar dan kecil.
Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman penggolongan dan
diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan; 1993.
F55.9 YTT
F59 Sindrom prilaku YTT yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor
fisik
7) F60-69: Gangguan kepribadian dan prilaku masa dewasa
F60 Gangguan kepribadian khas
F60.0 gangguan kepribadian paranoid
F60.1 gangguan kepribadian skizoid
F60.2 gangguan kepribadian dissosial
F60.3 gangguan kepribadian emosional tak stabil
.30 tipe impulsif
.31 tipe ambang
F60.4 gangguan kepribadian hestrionik
F60.5 gangguan kepribadian anankastik
F60.6 gangguan kepribadian cemas (menghindar)
F60.7 gangguan kepribadian dependen
F60.8 gangguan kepribadian khaslainnya
F60.9 gangguan kepribadian YTT
F61 Gangguan kepribadian campuran dan lainnya
F61.0 gangguan kepribadian campuran
F61.1 gangguan kepribadian yang bermasalah
F62 Perubahan kepribadian yang berlangsung lama yang tidak diakibatkan oleh
kerusakan atau penyakit otak
F62.0 Perubahan kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami
katastrofa
F62.1 Perubahan kepribadian yang berlangsung lama setelah menderita
gangguan jiwa
F62.8 Perubahan kepribadian yang berlangsung lama lainnya
F62.9 Perubahan kepribadian yang berlangsung lama YTT
F63 Gangguan kebiasaan dan impuls
F63.0 judi patologis
F63.1 bakar patologis (piromania)
F63.2 curi patologis (kleptomannia)
F63.3 trikotilomania
F63.8 gangguan kebiasaan dan impuls lainnya
F63.9 gangguan kebiasaan dan impuls YTT
F64 Gangguan identitas jenis kelamin
F64.0 transeksualisme
F64.1 transvestisme peran ganda
F64.2 gangguan identitas jenis kelamin masa kanak
F64.8 gangguan identitas jenis kelamin lainnya
F64.9 gangguan identitas jenis kelamin YTT
F65 Gangguan preferensi seksual
F65.0 fetishisme
F65.1 transvestisme fetishistik
F65.2 ekshibisionisme
F65.3 voyeursme
F65.4 pedofilia
F65.5 sadomasokisme
F65.6 gangguan preferensi seksual multipel
F65.8 gangguan preferensi seksual lainnya
F65.9 gangguan preferensi seksual YTT
F66 Gangguan psikologis dan prilaku yang berhubungan dengan perkembangan
orientasi seksual
F66.0 gangguan maturitas seksual
F66.1 orientasi seksual egodistonik
F66.2 gangguan jalinan seksual
F66.8 gangguan perkembangan psikoseksual lainny
F66.9 gangguan perkembangan psikoseksual YTT
F68 Gangguan kepribadian dan prilaku masa dewasa lainnya
F68.0 elaborasi gejala fisik karena alasan psikologis
F68.1 kesengajaan atau berpura-pura membuat gejala atau disabilitas, baik
fisik maupun psikologis
F68.8 Gangguan kepribadian dan prilaku dewasa lainnya YDT
F69 Gangguan kepribadian dan prilaku masa dewasa YTT
8) F70-79: Retardasi mental
F70 Retardasi mental ringan
F71 Retardasi mental sedang
F72 Retardasi mental berat
F73 Retardasi mental sangat berat
F78 Retardasi mental lainnya
F79 Retardasi mental YTT
9) F80-F89: Gangguan perkembangan psikologis
F80 Gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa
F80.0 gangguan artikulasi berbicara khas
F80.1 gangguan berbahsa ekspresif
F80.2 gangguan berbahsa reseptif
F80.3 afasia didapat dengan epilepsi
F80.8 gangguan perkembangan berbicara dan berbahasa lainnya
F80.9 gangguan perkembangan berbicara dan berbahasa YTT
F81 Gangguan perkembangan belajar khas
F81.0 gangguan membaca khas
F81.1 gangguan mengeja khas
F81.2 gangguan berhitung khas
F81.2 gangguan belajar campuran
F81.8 gangguan perkembangan belajar lainnya
F81.9 gangguan perkembangan belajar YTT
F82 Gangguan perkembangan motorik khas
F83 Gangguan perkembangan khas campuran
Gangguan Konversi
Gangguan konversi mencakup gejala-gejala yang menandakan adanya gangguan
ataupun defisit pada fungsi sensorik dan fungsi motorik voluntary yang dinilai telah
diakibatkan oleh faktor-faktor psikologis karena telah didahului dengan konflik ataupun
stressor-stresor kehidupan lainnya. Kumpulan gejala ini dikenal dengan sebutan hysteria,
reaksi konversi atau reaksi disosiatif.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio perempuan dibandingkan dengan lakilaki dapat bervariasi dari 2:1 hingga 10:1 pada gangguan konversi. Gangguan ini banyak
terjadi pada populasi pedesaan, individu dengan pendidikan rendah, kelompok sosioekonomi
rendah, dan anggota militer yang pernah terpapar dengan situasi peperangan. Gangguan ini
juga sering disertai dengan gangguan depresi, cemas, skizofrenia, dan frekuensi gangguannya
meningkat pada seseorang dengan anggota keluarga yang memiliki gangguan konversi juga4.
2.5.2.1. Etiologi
Faktor
Psikoanalitik
Menurut teori ini, gangguan konversi disebabkan oleh represi konflik-konflik
intrapsikik yang tidak disadari dan konversi dari kecemasan ke dalam gejala fisik.
dikatakannya akibat kecelakaan mobil padahal sebenarnya individu tersebut jatuh dari
tangga. Malingering tidak dianggap sebagai penyakit mental. Dalam Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR).
Malingering diberi kode V sebagai salah satu kondisi yang bisa menjadi fokus
perhatian klinis.2
I. ETIOLOGI
Faktor-faktor etiologi yang dapat menjadi sebab dari terjadinya malingering
sangatlah luas dan banyak berkaitan dengan motivasi dalam sifat manusia. Masalah
perkembangan dan perbaikan kognitif, introspeksi, wawasan, mekanisme pertahanan
ego, adaptasi, keterbukaan diri, kejujuran, dan kapasitas untuk berbohong semuanya
memainkan peranan dalam terjadinya malingering pada seseorang. Malingering sering
muncul pada penderita dengan gangguan kepribadian antisosial dan apabila ditelusuri
tidak ditemukan adanya hubungan kausal dengan faktor biologis. Hal-hal yang dapat
memicu perilaku malingering antara lain adalah adanya permasalahan kriminal serta
tuntutan hukum yang berat, kewajiban terhadap negara dalam melaksanakan tugas
wajib militer, pekerjaan yang menyita waktu dan membutuhkan suatu kompensasi,
keinginan atau kecanduan terhadap obat-obatan. Hal-hal tesebut di atas terjadi pada
seseorang bergantung pada keadaan dan lingkungannya, sebagai contoh seseorang
yang menghadapi masalah hukum mungkin mencoba untuk menghindari untuk masuk
penjara di mana orang ini ketika telah masuk penjara mungkin akan berpura-pura
sakit dengan maksud untuk mendapatkan kondisi hidup yang lebih baik.2,3,6
II. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis malingering, sampai sekarang tidak ada studi telah
memberikan hasil yang konsisten dan dokter sebagian besar harus menggunakan
pertanyaan terbuka. Pertanyaan harus diungkapkan tanpa memberikan petunjuk, dan
semakin lama wawancara yang dilakukan maka semakin sulit bagi penderita untuk
berpura-pura. Ada beberapa point penting yang harus diperhatikan pada penderita
untuk menegakkan diagnosis malingering antara lain :
- Cerita yang terlalu berlebihan.
- Penampakan lemas.
- Adanya keganjilan antara apa yang dikeluhkan oleh pasien dengan temuan
objektif.
- Jawaban yang tidak jelas ketika diajukan pertanyaan yang seharusnya jawabannya
jelas, hal ini dapat ditemukan bila penderita tidak yakin mana jawaban yang
menunjukkan suatu psikopatologi.
- Mudah menerima sugesti dan induksi dengan maksud untuk menambah keyakinan
orang lain bahwa dirinya sakit.
- Kurangnya pengetahuan tentang apakah peristiwa aneh seperti tidur atau
kebisingan dapat mempengaruhi gejala, misalnya suara-suara yang didengarkan
bahkan pada saat tidur.
- Lebih cenderung untuk mengalami halusinasi yang berupa perintah, yang dalam
pengaturan forensik mungkin meringankan hukuman atau di ruang gawat darurat
dapat memfasilitasi rawat inap.
Permusuhan terhadap dokter dan perilaku tidak kooperatif terutama bila dokter
telah menampakkan keraguan pada keluhan penderita.6
KLINIS
Motivasi untuk berpura-pura (malingering) dapat dikategorikan dalam 3
kelompok: (1) Untuk menghindarkan diri dari tanggung jawab, bahaya atau hukuman,
(2) Untuk mendapatkan kompensasi, misalnya bebas dari pembiayaan, (3) Untuk
membalas suatu kehilangan.3
Karakterisitik khas malingering :
- Jawaban psikotik akan berkurang bila individu sudah kelelahan. Inilah salah satu
alasan untuk membuat jadwal wawancara yang lebih panjang pada pasien yang
dicurigai malingering.
- Pemunculan gejala positif daripada negatif. Delusi dan halusinasi dapat dibuat,
tetapi perilaku katatonik atau afek yang inappropriate jarang dapat disimulasikan.
- Lebih memperhatikan delusi.
- Penyimpangan lebih terjadi pada isi pikir daripada bentuk pemikiran. Bicara tidak
teratur, asosiasi longgar, dan flight of idea yang menjadi gangguan arus pikir
hampir mustahil palsu dalam wawancara panjang.
- Adanya waktu jeda di mana penderita berpikir sebelum menjawab.
- Respon positif terhadap gejala yang disarankan. Seseorang yang malingering lebih
mungkin untuk diberi sugesti ketika mereka percaya bahwa sugesti tersebut akan
mendukung penampilan psikopatologi.
- Sekumpulan gejala tidak konsisten dengan penyakit mental. Seorang yang
malingering cenderung mengeluhkan banyak gejala tanpa pandang bulu. Mereka
percaya bahwa gejala yang lebih banyak akan ditafsirkan sebagai adanya
gangguan yang lebih parah.2,3,6
Gejala malingering seringkali amat samar, subjektif, lokalisasinya tidak nyata dan
tidak dapat diukur secara objektif. Gejala fisik yang khas termasuk nyeri di kepala, di
leher, di dada, atau di punggung, pusing, amnesia, hilangnya daya penglihatan, daya
perabaan, pingsan, kejang, dan halusinasi serta gejala psikotik lainnya. Pasien sering
marah ketika dokter bertanya tentang gejalanya. Orang yang berpura-pura dapat pula
mencederai diri sendiri, atau berpura-pura cedera atau kecelakaan disengaja agar
Pasien degan kebutaan dapat melakukan test ini kecuali jika disertai agnosia
Electroretinogram 2
Electroretinogram adalah tes obyektif fungsi
retina secara
keseluruhan, respon yang
dimunculkan visual yang dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor selain penyakit organik
dari jalur visual pusat. Beberapa faktor ini
berhubungan dengan cara dilakukannya tes ini
dan termasuk ukuran dan warna dari
rangsangan dan frekuensi yang akan disajikan,
pencahayaan latar belakang, dan keadaan
adaptasi gelap. Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan pasien, termasuk usia,
konsentrasi, ukuran pupil, dan kelelahan. 2
Elektroretinogram menghasilkan suatu rekaman potensial aksi yang diproduksi retina
ketika distimuli oleh cahaya dengan intensitas adekuat. 2
Elektroretinogram biasa disingkat dengan ERG adalah tes mata yang mengevaluasi
fungsi retina. Selama uji ERG, sel-sel retina (batang dan kerucut) melepaskan sejumlah
kecil listrik ketika ada kilatan cahaya. Jika kita tahu persis seberapa banyak cahaya
memasuki mata dan berapa banyak listrik keluar, kita bisa mengetahui bagaimana batang
dan kerucut bekerja. Untuk mengambil listrik dari retina, lensa kontak khusus ditempatkan
pada permukaan mata.2
Pada uji ERG, pasien akan memakai tambalan mata dan duduk dalam ruangan gelap
selama 30 menit. Kemudian peneliti akan menempel elektroda ke dahi pasien dan tidak
menimbulkan rasa sakit, begitu juga semua penggunaan elektroda dalam tes ini. setelah itu
tambalan pada mata dilepaskan. Permukaan mata pasien akan mati rasa dengan tetes mata,
dan lensa kontak yang akan ditempatkan pada mata pasien. Pasien tidak dapat melihat,
kemudian disorotkan cahaya, dan mata akan berkedip. Yang berkedip adalah lensa kontak
pada mata ketika disorot cahaya. 2