Anda di halaman 1dari 18

MINI RISET

“PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA BERPACARAN”

DOSEN PENGAMPU: Drs. Sri Wiratma, M.Si.

DISUSUN OLEH :

NAMA NIM
Rizka Mawarni 4182131020
Yopita Sari Sihombing 4183331039
Yolanda Maria Lumban Gaol 4183331039
Yovanka Melinda Samosir 4181131006

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2019

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena berkat rahmat
dan karuniaNyalah, penulisan makalah dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya.
Adapun penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan tahun 2019
dengan judul “perilaku seksual pada remaja berpacaran”.Sudah banyak anak remaja yang
haus akan seksual. Hal ini didukung dengan kondisi lingkungannya dan hawa nafsunya.
Akhirnya, penulis menulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini di masa akan dating sangat
penulis harapkan. Terima kasih.

Medan,20 November 2019

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................... i
Daftar Isi .............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang ...................................................................................................................1
1.2.  Tujuan ................................................................................................................................ 2
1.3.  Manfaat............................................................................................................................... 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pacaran sebagai Manifestasi Seksualitas Remaja................................................................3
BAB III Metode Penelitian
3.1. Desain Peneitian.................................................................................................................. 7
1. Jenis Penelitian...................................................................................................................
7
2. Metode Penelitian.............................................................................................................. 7
3.2.  Populasi dan Sampel Penelitian........................................................................................ 7
1. Populasi..............................................................................................................................7
2. Sampel................................................................................................................................
7
3.3.  Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional...................................................................7
1. Variabel Penelitian.............................................................................................................7
2. Defenisi Operasional Penelitian.........................................................................................7
3.4. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data.......................................................................... 8
1. Jenis Data........................................................................................................................... 8
2. Instrumen Pengumpulan Data............................................................................................8
3. Kisi-Kisi Instrumen Data................................................................................................... 8
4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................................... 8
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Penelitian............................................................................................................... 9
1. Deskripsi Lokasi Penelitian............................................................................................... 9
2. Deskripsi Data Hasil Penelitian......................................................................................... 9
4.2.  Pembahasan Hasil Penelitian..............................................................................................10
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan......................................................................................................................... 14
5.2.  Saran................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa remaja merupakan masa transisi, yaitu seseorang mengalami peralihan dari
anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja terdapat beberapa proses perubahan,
diantaranya perubahan fisik, dan perubahan psikologi. Perkembangan secara fisik ditandai
dengan semakin matangnya organ-organ tubuh termasuk organ reproduksi. Sedangkan secara
psikologis perkembangan ini nampak pada perkembangan kematangan pribadi dan
kemandirian. Ciri khas kematangan psikologis ini antara lain ditandai dengan ketertarikan
terhadap lawan jenis yang biasanya muncul dalam bentuk misalnya lebih senang bergaul
dengan lawan jenis dan sampai pada perilaku yang sudah menjadi semakin umum pada saat
ini, yaitu berpacaran.
Pacaran bagi sebagian kalangan remaja sudah bukan hal yang asing lagi. Bahkan
banyak remaja memiliki anggapan bahwa kalau masa remaja adalah masa berpacaran, jadi
remaja yang tidak berpacaran justru dianggap sebagai remaja yang kuno, kolot, tidak
mengikuti perubahan zaman dan dianggap kuper atau kurang pergaulan. Pacaran sehat sendiri
sering dimaknai sebagai suatu proses pacaran dimana keadaan fisik, pada intinya dilarang
kontak dalam tindakan kekerasan fisik, tidak kontak fisik yang bisa memengaruhi pada
perilaku seksual yang berisiko. Akibatnya sering terjadi perilaku seks di luar nikah, dampak
dari seks khususnya pada remaja, yaitu bahaya fisik yang terdapat terjadi terkena bahaya
kehamilan usia dini, infeksi menular seksual, HIV dan AIDS. Infeksi menular seksual (IMS)
adalah penyakit yang dapat ditularkan dari seseorang kepada orang lain melalui hubungan
seksual.
Berdasarkan survei kesehatan reproduksi yang dilakukan Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sekitar 92% remaja yang berpacaran, saling
berpegangan tangan, ada 82% yang saling berciuman, dan 63% remaja yang berpacaran tidak
malu untuk saling meraba (petting) bagian tubuh kekasih mereka, yang seharusnya tabu
untuk dilakukan. Ada perbedaan gaya pacaran remaja sekarang dengan dulu. Remaja saat ini
lebih permisif untuk melakukan apapun demi menunjukkan keseriusan pada pasangannya.
Semua aktivitas itu yang akhirnya mempengaruhi niat untuk melakukan seks lebih jauh.

1
Menurut Soekidjo, model perilaku kesehatan berdasarkan Benyamin Bloom (1908),
menyatakan bahwa kesehatan itu dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yaitu faktor internal yang
mencakup sikap pengetahuan dan karakteristik individu atau sekelompok masyarakat. Faktor
eksternal mencakup lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi yang
merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku individu maupun kelompok masyarakat
misalnya, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, dukungan sikap dan perilaku dari
tokoh masyarakat, tokoh agama dan petugas kesehatan, status ekonomi individu maupun
kelompok masyarakat. Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil komunikasi awal peneliti
pada SMAN 2 Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat pada tanggal 22-23 September 2012,
serta menemui guru bimbingan konseling ternyata banyak siswa yang sudah berpacaran di
sekolah tersebut dan terdapat siswa yang hamil di luar nikah, serta tampak bahwa di sekolah
tersebut terdapat banyak siswa-siswi yang sudah melakukan pegangan tangan. Penelitian ini
bertujuan mengetahui faktor internal dan eksternal yang mendorong siswa-siswi untuk
berpacaran sehat dan tidak sehat dilakukan karena pergaulan siswa-siswi di sekolah sangat
memengaruhi proses belajar mengajar di sekolah maupun di rumah.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui dampak dari penyakit dari seks bebas

2. Untuk mengetahui model perilaku kesehatan dengan beberapa faktor

1.3 Manfaat

Adapun manfaat Mini Riset ini ialah supaya penulis dapat menyumbangkan
pemikirannya terhadap permasalahan yang diangkat dan juga menambah pengetahuan
tentang hal tersebut tidak hanya itu dengan dibuatnya Mini Riset ini semoga tujuannya dapat
terlaksana.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pacaran sebagai Manifestasi Seksualitas Remaja


1. Perkembangan Seksualitas Remaja
masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa
remaja menurut Mappire berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi
wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Pada masa ini, ciri yang paling
menonjol adalah perkembangan biologis yang ditandai dengan perkembangan seksual.
mengemukakan bahwa secara biologis perkembangan seksualitas perempuan akan lebih cepat
matang dibandingkan anak laki-laki. pada masa ini nampak tanda-tanda pemasakan seksual
primer dan sekunder.
Pemasakan seksual primer adalah pemasakan pada organ tubuh yang langsung
berhubungan dengan pertumbuhan reproduksi, sedang tanda-tanda pemasakan seksual
sekunder yaitu menunjukan tanda-tanda khas sebagai lakilaki dan perempuan. pemasakan
seksual sekunder pada perempuan yaitu tumbuh rambut pada kemaluan dan ketiak, pinggul
melebar, paha membesar dan payudara membesar yang disebabkan akibat penimbunan
lemak, wajahnya bertumbuhan jerawat karena produksi hormon dalam tubuh. Pemasakan
seksual sekuder pada laki-laki di antaranya yaitu alat tumbuh rambut disekitar kemaluan,
dada dan ketiak, bahu melebar, dan perubahan suara yang dikarenakan membesarnya tulang
di leher bagian depan, tumbuh buah jakun. Pemasakan seksual primer pada perempuan yaitu
haid (menarche) yang pertama kali. Pemasakan seksual primer laki-laki yaitu alat produksi
sperma mulai bereproduksi, mengalami mimpi basah yang pertama kali.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan
seksualitas remaja dibagai menjadi dua yaitu perkembangan seksualitas primer dan sekunder.
2. Fase-fase Perkembangan Seksual
Fase-fase perkembangan seksualitas pada remaja di antaranya yaitu:
a. Pra remaja, di mana berusia sekitar 10 hingga 13 tahun. Soetjaningsih (2004: 134),
menyebutkan ciri-ciri perkembangan seksual pada masa ini yaitu perkembangan fisik
yang masih tidak banyak beda dengan sebelumnya. Andaikan ada perubahan fisik, maka
perubahan tersebut masih amat sedikit dan tidak mencolok.

3
b. Remaja awal, pada masa ini remaja sudah mulai tampak ada perubahan fisik yaitu fisik
sudah mulai matang dan berkembang (Soetjiningsih, 2004: 134). Selain itu tidak jarang dari
mereka yang memilih melakukan fantasi untuk menyalurkan perasaan cinta dengan teman
lawan jenisnya yaitu dengan bentuk hubungan telepon, surat menyurat atau mempergunakan
sarana komputer (Achir Yani, 1999: 22).
c. Remaja menengah, para remaja sudah mengalami pematangan fisik secara penuh yaitu
anak laki-laki sudah mengalami mimpi basah sedangkan anak perempuan sudah mengalami
haid (Soetjiningsih, 2004: 134). Pada masa ini gairah seksual sudah mencapai puncak
sehingga remaja mempunyai kecenderungan untuk melakukan sentuhan fisik, misalnya yaitu
bercumbu bahkan kadang-kadang mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual.
Sehingga pada masa ini kehamilan remaja makin meningkat akibat hubungan seksual (Achir
Yani, 1999: 23).
d. Remaja akhir, sudah mengalami perkembngan fisik secara penuh sudah menjadi orang
dewasa (Soetjiningsih, 2004: 135). Mereka telah mempunyai perilaku seksual yang sudah
jelas dan mereka sudah mulai mengembangkannya dalam bentuk pacaran.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan
seksualitas remaja dibagi menjadi empat fase, yaitu pra remaja, remaja awal, remaja
menengah, dan remaja akhir.
3. Perilaku Berpacaran pada Remaja
pacaran adalah menjalankan suatu hubungan di mana dua orang bertemu dan
melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat mengenal satu sama lain. pacaran
sebagai orang yang dekat dengan seseorang tetapi bukan saudara, dalam hubungannya
terdapat cinta yang bermuatan keintiman, nafsu dan komitmen. Hubungan berpacaran
didasari oleh beberapa tujuan. motivasi remaja berpacaran adalah untuk kesenangan,
pemenuhan kebutuhan akan kebersamaan, mengenal lebih jauh pasangannya, menguji cinta
dan seks. dapat disimpulkan bahwa berpacaran adalah serangkaian aktivitas bersama yang
diwarnai keintiman (seperti adanya rasa kepemilikan dan keterbukaan diri) serta adanya
ketertarikan emosi antara pria dan wanita yang belum menikah dengan tujuan saling
mengenal dan melihat kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum
menikah.

4
4. Alasan Remaja Berpacaran
Para ahli mengemukakan ada beberapa alasan mengapa remaja berpacaran di antaranya yaitu:
a. Suatu bentuk rekreasi. Menurut Degenova & Rice (2005: 146) menyebutkan salah satu
alasan bagi remaja berpacaran adalah untuk bersantai-santai, menikmati diri mereka
sendiri dan memperoleh kesenangan. Hurlock (1980: 228) juga mengemukakan di mana
dengan berpacaran adalah untuk hiburan semata.
b. Proses sosialisasi (Padgham & Bliyth dkk dalam Santrock, 2003: 239), dengan berpacaran
akan terjadi interaksi tolong menolong, sebagaimana berteman dengan orang lain. Hurlock
(1980: 228), pasangan yang berpacaran akan tetap mengikuti berbagai kegiatan sosial
kelompok yang ada. Sehingga, dengan interaksi yang dibangun baik dengan pasangan,
maupun dengan teman lainnya akan meningkatkan seni dalam berbicara, bekerjasama, dan
memperhatikan orang lain.
c. Menjalin keakraban dengan lawan jenis, Padgham & Bliyth dkk (Santrock, 2003: 239)
mengemukakan bahwa dengan berpacaran memberikan kesempatan untuk menciptakan
hubungan yang unik dengan lawan jenis. Berpacaran juga dapat melatih ketrampilan-
ketrampilan sosial, mengatur waktu, uang dan malatih kemandirian (Degenova & Rice,
2005:146).
d. Eksperimen dan penggalian hal-hal seksual (Santrock, 2003: 239). Pacaran menjadi lebih
berorientasi seksual dengan adanya peningkatan jumlah kaum muda yang semakin tertarik
untuk melakukan hubungan intim (Degenova & Rice, 2005:146).
e. Pemilihan teman hidup, Hurlock (1980: 228) mengemukakan melalui berpacaran adalah
sebagai ajang penyeleksian pasangan. Remaja melalui berpacaran dapat menjajagi sifat-sifat
pasangan sesuai yang diinginkan sebagai teman hidup. Atau dengan kata lain berpacaran
dapat menjadi alat untuk memilih dan menyeleksi pasangan dan tetap memainkan fungsi
awalnya sebagai masa perkenalan untuk hubungan yang lebih jauh Padgham & Bliyth dkk
(Santrock, 2003: 239).
f. Pacaran dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang sikap dan perilaku
pasangan satu sama lain, pasangan dapat belajar bagaimana cara mempertahankan hubungan
dan bagaimana mendiskusikan dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi
(Degenova & Rice, 2005: 146) Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alasan
remaja berpacaran yaitu sebagai bentuk rekreasi, proses sosialisasi, menjalin keakraban
dengan lawan jenis, ekperimen dan penggalian hal-hal seksual, pemilihan teman hidup dan
mengembangkan pemahaman sikap.
5
5. Komponen Berpacaran
Ada beberapa komponen penting dalam menjalin hubungan pacaran. Komponen-
komponen tersebut dalam hubungan akan mempengaruhi kualitas dan kelanggengan
hubungan pacaran yang dijalani. Adapun komponenkomponen tersebut antara lain:
a. Saling percaya (Trust each other). Menurut Karsner (Sukamadiarti, 2007: 18), kepercayaan
dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut atau akan
berhenti. Kepercayaan ini meliputi pemikiran-pemikiran kognitif inidividu tentang apa yang
sedang dilakukan oleh pasangannnya. Apabila di dalam hubungan ada ketidakpercayaan,
maka didalam hubungan tersebut dapat dikatakan hanya ada cinta, tetapi tidak memiliki
keintiman di dalamnya, Sternberg and Barnes dalam (Degenova & Rice, 2005: 145).
b. Komunikasi (communication self). Menurut Karsner (Sukamadiarti, 2007: 18),komunikasi
merupakan dasar terbinanya suatu hubungan yang baik di mana situasi merupakan
kesempatan seseorang bertukar informasi tentang dirinya dan orang lain.
c. Keintiman (keep romance alive). Menurut Karsner (Sukamadiarti, 2007:18) keintiman
merupakan perasaan terhadap pasangannya. Keintiman tidak hanya terbatas pada kedekatan
fisik saja, akan tetapi ada kedekatan secara emosional dan rasa kepemilikan terhadap
pasangan. Oleh karena itu, pacaran jarak jauh juga tetap memiliki keintiman yakni dengan
adanya kedekatan emosional melalui kata-kata mesra dan perhatian, cinta yang diberikan
melalui sms, surat atau email.
d. Meningkatkan komitmen (increase commitment). Menurut Karsner (Sukamadiarti, 2007:
18), komitmen merupakan tahapan di mana seseorang menjadi terkait dengan sesuatu atau
seseorang dan terus bersamanya hingga hubungannya berakhir. Individu yang sedang
pacaran, tidak dapat melakukan hubungan spesial dengan pria atau perempuan lain selama ia
masih terkait hubungan pacaran dengan seseorang. Adanya keintiman, saling percaya dan
perasaan cinta dan berkomitmen, maka hal inilah yang dinamakan cinta seutuhnya, Sternberg
and Barnes (Degenova & Rice, 2005: 145) Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa komponen berpacara yaitu adanya saling percaya, komunikasi, keintiman dan
komitmen.

6
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Peneitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian Deskriptif adalah metode penelitian yang dimaksudkan untuk
mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang ada yang masih terjadi sampai saat sekarang atau
waktu yang lalu jenis penelitian ini berbeda dengan eksperimen sebab tidak melakukan
perubahan terhadap variabel-variabel bebas mendeskripsikan suatu situasi alakadarnya.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian deskriptif.
3.2.  Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Anak remaja.
2. Sampel
Anak remaja yang berpacaran.
3.3.  Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Variabel bebas adalah variabel yang dimanipulasikan oleh pembuat
eksperimen.contohnya,misalkan makalah peneliti dibidang pendidikan mengkaji akibat dari
berbagai pengajaran, peneliti dapat memanipulasikan metode variabel bebas dengan
menggunakan berbagai metode.
2. Defenisi Operasional Penelitian
Defenisi operasional variabel adalah aspek penelitian yang memberikan informasi
kepada kita tentang bagaimana caranya mengukur variabel.

7
3.4. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Data sekunder adalah data yang diperoleh dan disatukan oleh studi-studi sebelumnya
atau yang diterbitkan oleh bebrbagai instansi lain.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Instrmen untuk metode observasi adalah pedoman observasi atau dapat juga chek-list.
3. Kisi-Kisi Instrumen Data
Kisi-kisinya dengan melihat berbagai jurnal penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dokumen dan diskusi terpusat

8
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Sekolah Menengah Atas (SMA) 2 Kairatu
Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku. Penelitian dilakukan pada tanggal 29
januari 2013. Teknik yang digunakan dalam penelitian in yaitu triangulasi sumber dan
metode, penelitian ini menggunakan content analysis. Pengolahan data dengan metode
content analysis. Jumlah informan sebanyak 11 orang.
2. Deskripsi Data Hasil Penelitian
Informan yang terlibat dalam penelitian ini yaitu sepuluh informan yang terdiri dari
delapan siswa-siswi, satu orang tua siswa, serta satu orang guru bimbingan konseling (BK) di
sekolah SMA Negeri 2 Kairatu. Informan siswa yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak tiga
informan dan lima informan adalah perempuan. Dari delapan informan yang berpacaran
dengan sepengetahuan orang tua hanya satu orang sedangkan tujuh siswa-siswi yang lain
tidak diketahui oleh orangtua, jika punya pacar. Siswa-siswi yang berpacaran sehat
berdasarkan definisi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu empat informan dan yang
berpacaran tidak sehat juga ada empat informan.
Perilaku seksual remaja berpacaran meliputi faktor interistik, yaitu pengetahuan, motivasi,
tindakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka disimpulkan bahwa
pengetahuan tentang perilaku berpacaran di sekolah, informan mengatakan bahwa rasa ingin
tahu terhadap lawan jenis, persepsi yang informan ungkapkan pacaran sehat itu hanya duduk
sambil ngobrolngobrol dan berkomunikasi melalui handpone sedangkan pacaran yang tidak
sehat seseorang yang sudah mengarah kehubungan seksual.

9
Berbeda dengan jawaban dari guru BK berikut ini hasil wawancara, bahwa untuk
berpacaran sehat saling bertukar pikiran atau pendapat, tidak melakukan hubungan intim.
Bentuk motivasi untuk menghindari perilaku pacaran yang berisiko beragam berdasarkan
penuturan informan.Terdapat informan yang menegaskan bahwa motivasi berpacaran sehat,
yaitu dengan berpegang pada prinsip supaya menjauhi perilaku yang negatif, harus menjaga
diri, menolak apabila ada laki-laki yang mendorong kearah hubungan seksual, menjauh dari
orang-orang yang berpacaran melewati batas kewajaran pergaulan serta senantiasa berpikir
positif. Berikut hasil wawancaranya:
“Pacaran itu lebih kepada keinginan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pacaran itu.
Karena didorong oleh perasaan ingin tahu, dan proses yang terjalin selama orang
berpacaran lebih kepada mendapatkan pengalaman untuk saling berbagi dengan orang yang
disayangi”.
Sedangkan sepengetahuan informan yang berpacaran tidak sehat, yaitu sampai dengan
melakukan hubungan seksual. Berikut hasil wawancaranya:
“Berciuman, melakukan hubungan sek- sual, selama saya pacaran pernah berci-
uman...kadang juga berpelukan.....kalau pake pengaman itu tidak pernah karena pacar saya
tidak suka pake kayak begitu, saya melakukan seperti ini karena saya membantu orangtuaku,
jadi setiap saya di panggil sama laki-laki untuk melakukan hubungan intim setelah itu
mereka berikan saya uang, kami biasanya lakukan di penginapan biasa juga di rumah-
rumah kosong,, jadi sembarang saja yang penting tidak diketahui orang lain, orang tuaku
tahu juga,karena kebutuhan ekonomi juga..ia sakit asma dan banyak juga sakitnya..... ia
kakak,... sejak saya SMP”.
4.2.  Pembahasan Penelitian
Pacaran sehat dipersepsikan informan sebagai aktivitas duduk berkomunikasi dengan
pasangan, komunikasi melalui handphone tanpa ada yang mengarah ke hubungan seksual.
Sedangkan pacaran tidak sehat apabila seseorang sering keluar malam bersama pacar, dan
telah melakukan tindakan yang mengarah, bahkan hingga melakukan hubungan seksual
sebelum adanya ikatan pernikaha. Hasil penelitian Kisriyati menyebutkan bahwa persepsi
tentang cinta yang mengarah pada keadaan saling memberi dan saling menerima.

10
Berdasarkan hasil penelitian bahwa lokasi atau tempat berpacaran sehat yaitu
dirumah saja dengan hanya komunikasi lewat handphone, serta di ruangan kelas dan hanya
bercakap-cakap. Sedangkan untuk tempat yang memungkinkan untuk berpacaran tidak sehat
seperti yang disebutkan informan adalah di pantai serta tempat-tempat sepi. Menurut
Soelistyowati bahwa perubahan nilai sosial yang berkembang dimasyarakat dan semakin
permisifnya masyarakat terhadap perilaku remaja saat ini juga menyebabkan pengertian dan
penilaian tentang seks bebas menjadi berbeda. Dulu jika laki-laki dan perempuan
berpegangan tangan, berpelukan atau berciuman di tempattempat terbuka (umum) sudah
dianggap melakukan perilaku seks bebas dan tidak bermoral.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berpacaran sehat yang biasa dilakukan
informan seperti hanya duduk sambil berbicara untuk saling memberi motivasi. Teori
pertukaran Blau memperlihatkan adanya saling ketergantungan antara pertukaran sosial di
tingkat mikro dengan struktur sosial di tingkat makro. Makna aktivitas seksual bagi remaja
dalam berpacaran, yaitu pacaran bukanlah hanya sebagai simbol untuk mengenal karakter
seseorang artinya karakter seseorang bisa digali dengan mengenal lebih dekat.
Terdapat informan yang menyebutkan bahwa berpacaran sehat masih dianggap wajar
jika berciuman, berpegangan tangan dan berpelukan, asalkan tidak melakukan hubungan
seksual. Namun ada infroman yang pengakuannya sudah pernah melakukan hubungan
seksual. Berdasarkan pengakuan informan bahwa untuk menghindari perilaku berisiko
terhadap pacaran yang tidak sehat atau tidak aman adalah dengan menjaga jarak dengan
pasangan saat berpacaran, serta mengendalikan diri dengan menolak perbuatan yang bisa
mengarah ke perilaku negatif.
Selanjutnya, semua informan di SMA Negeri 2 Kairatu mengatakan bahwa pernah
menerima pembelajaran tentang pendidikan kesehatan reproduksi melalui mata pelajaran
biologi. Sejalan dengan hasil penelitian Muflihati dari penelitian yang dilakukan ditemukan
bahwa proses pelaksanaan program pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)
mengisyaratkan adanya berbagai tahapan mulai dari program kerja sama dengan BKKBN
sampai memasukkan program 255 tersebut datam layanan BK di kelas, dan dalam pelajaran
biologi, penjaskes, serta agama.

11
Pengakuan informan tentang bentuk motivasi untuk menghindari perilaku pacaran
yang berisiko cukup beragam. Ada yang menegaskan bahwa dengan memegang prinsip
supaya jauh dari hal yang negatif, harus menjaga diri, menolak apabila ada laki-laki yang
minta berhubungan seksual, menjauh dari teman-teman dengan cara pacaran yang sudah
melewati batas, serta senantiasa berpikir positive thinking.
Motivasi informan untuk berpacaran tidak sehat dipengaruhi oleh teman sebaya.
Sejalan dengan hasil penelitian Wibowo yang menyebutkan bahwa motivasi remaja dalam
berpacaran yang mengarah ke perilaku negatif yaitu karena gengsi diejek teman dan sudah
dianggap lumrah.Selanjutnya hasil penelitian Kisriyati mendapatkan suatu fenomena, yang
menarik bahwa hubungan seksual sebelum menikah justru banyak dilakukan oleh remaja
yang berpacaran.
Hasil observasi yang di lakukan pada tanggal 31 Januari 2013 mengungkap ada 2
informan berpacaran di depan kelas (di lingkungan sekolah). Mereka tidak merasa risih
diantara temanteman. Pengawasan orang tua terhadap pergaulan informan diwujudkan dalam
bentuk nasehat untuk menjaga diri, larangan keluar di malam hari serta larangan untuk tidak
menjalin hubungan dekat dengan yang apabila tidak dikenal, oleh orang tua. Hasil penelitian
Mardiya menunjukkan bahwa komunikasi orang tua merupakan aspek yang dapat
mempererat kedekatan hubungan orang tua-remaja.
Dalam penelitian ini mengungkap bahwa informan yang sudah sampai pada tahap
melakukan hubungan seksual, ternyata tidak mendapatkan pengawasan dari orang tuanya.
Setelah ditanyakan apa yang mempengaruhi sehingga siswa-siswi berpacaran, hamper semua
jawaban informan seragam yakni karena pengaruh teman sebaya, ada yang ikut-ikutan dan
ada juga yang mengatakan karena keinginan sendiri untuk berpacaran. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peran teman sebaya berupa ajakan dan informasi bahwa pacaran itu
nyaman. Teman-teman yang kurang mengerti tersebut dapat memberi pengaruh buruk
terhadap munculnya perilaku seks menyimpang, sehingga informasi yang baik dan tepat
diperlukan oleh remaja untuk menghindari risiko yang ditimbulkan oleh perilaku seksual
yang menyimpang.

12
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tentang perilaku seksual berpacaran
yang dipengaruhi oleh media ditemukan bahwa media yang menjadi media informasi tentang
perilaku seksual adalah TV, handphone, dan internet. Sumber informasi berkenan dengan
kesehatan reproduksi dan bahaya pergaulan bebas adalah sekolah dan tokoh agama. Sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo bahwa media massa yang paling sering
digunakan untuk memperoleh informasi perilaku seksual adalah telepon/handphone,
komputer/internet dan VCD/ DVD/CD.

13
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Akibatnya sering terjadi perilaku seks di luar nikah, dampak dari seks khususnya
pada remaja, yaitu bahaya fisik yang terdapat terjadi terkena bahaya kehamilan usia dini,
infeksi menular seksual, HIV dan AIDS. Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang
dapat ditularkan dari seseorang kepada orang lain melalui hubungan seksual.
kesehatan itu dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yaitu faktor internal yang mencakup
sikap pengetahuan dan karakteristik individu atau sekelompok masyarakat. Faktor eksternal
mencakup lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi yang merupakan faktor
dominan yang mewarnai perilaku individu maupun kelompok masyarakat misalnya,
ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, dukungan sikap dan perilaku dari tokoh
masyarakat, tokoh agama dan petugas kesehatan, status ekonomi individu maupun kelompok
masyarakat.

5.2.  Saran
Memberikan banyak aktivitas ekstrakurikuler agar siswa-siswi akan banyak waktu
untuk kegiatan sekolah yang lebih positif. Menjalin ko- 256 Evi : Perilaku Seksual pada
Remaja yang Berpacaran di SMA Negeri 2 Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat munikasi
dengan orang tua murid yang difasilitasi oleh guru bimbingan dan konseling, sehingga remaja
mendapatkan infomasi yang benar dari sumber yang benar berkenan dengan perilaku seksual.
Pihak sekolah agar dapat mengawasi perilaku pergaulan siswa-siswi terhadap perilaku
berisiko remaja yang berpacaran sehat dan tidak sehat. Oleh karena itu, sekolah dapat
menjadi tempat yang tidak terduga bagi remaja dalam menyalurkan hasrat seksualnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Sofia. Kesehatan Reproduksi Remaja. Yogyakarta: Lab Ilmu Kedokteran Jiwa FK


UGM; 2011.

Evi, Sudirman,dan Nasir, Suriah.2013. Perilaku Seksual Pada Remaja Yang


Berpacaran Di SMA Negeri 2 Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat, Jurnal MKMI:250-
256.

Novita. 2018. Hubungan Lingkungan Sosial Dengan Perilaku Seksual Pada


Mahasiswa Keperawatan Politeknik Kesehatan Masyarakat Makassar Tahun 2008 [Skripsi].
Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin; 2008.

15

Anda mungkin juga menyukai