Anda di halaman 1dari 56

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi dan modernisasi saat ini, terjadi banyak perubahan
perubahan baik dalam segi ekonomi, politik maupun sosial budaya. Perubahan
yang cepat memberikan konsekuensi bagi individu untuk dapat menyesuaikan
diri dengan tuntutan lingkungan yang semakin lama semakin meningkat.
Tuntutan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan mengakibatkan
perubahan nilai-nilai sosial budaya yang berpengaruh pada konsep diri dan
perilaku seseorang (Mayasari, 2008).
Konsep diri adalah pandangan pribadi yang dimiliki seseorang tentang diri
sendiri atau persepsi terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial
dan aspek psikologis yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi terhadap
orang lain (Sobur, 2009). Semenjak konsep diri terbentuk, seseorang akan
berperilaku sesuai dengan konsep dirinya tersebut. Apabila perilaku seseorang
tidak konsisten dengan konsep dirinya, maka akan muncul perasaan tidak
nyaman dalam dirinya. Sehingga pandangan seseorang terhadap dirinya akan
menentukan tindakan yang diperbuat (Arini, 2006).
Konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi, dan terus akan
berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Pada awalnya
terbentuk pengertian samar-samar, yang merupakan pengalaman berulangulang, yang berkaitan dengan kenyamanan atau ketidak nyamanan fisik,
sehingga pada akhirnya akan membentuk konsep dasar sebagai bibit dari

konsep diri. Jika anak diperlakukan dengan kehangatan dan cinta, konsep dasar
yang muncul mungkin berupa perasaan positif terhadap diri sendiri, sebaliknya
jika anak mengalami penolakan, yang tertanam adalah bibit penolakan diri
yang akan datang. Pada tahun 2013 dari 3348 panti asuhan hanya 1270 yang
terbina oleh puskesmas wilayah kerjanya.(Riskesdas, 2013). Hal ini
mengindikasikan belum terbinanya anak-anak yang tinggal di panti asuhan
secara optimal.

Seseorang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik


terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tiadak melihat
tantangan sebagai kesempatan, namun lebih sebagai halangan. Orang dengan
konsep diri negatif akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal,
akan ada dua pihak yang di salahkan, entah itu menyalahkan diri sendiri
(secara negatif) atau menyalahkan orang lain.
Sebaliknya seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat lebih
optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu,
juga terhadap kegagalan yang di alaminya. Kegagalan bukan di pandang
sebagai kematian, namun menjadikannya sebagai penemuan dan pelajaran
berharga untuk melangkah kedepan. Orang dengan konsep diri yang positif
akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat
dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang. Dari uraian di atas,
dapat di simpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan atau penilaian
indivindu terhadap dirinya sendiri, baik yang bersifat fisik, social, maupun
psikologis, yang didapat dari hasil interaksinya dengan orang lain. Seseorang

dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang


bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak
kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya
tarik terhadap hidup.
Setiap indivindu/seseorang cenderung mengharapkan dirinya berkembang
dan dapat menjadi lebih baik lagi. Perkembangan kemampuan/potensi
seseorang tidak akan terwujud begitu saja apabila tidak diupayakan dan
seberapa jauh seseorang mengupayakan sehingga mewujudkan potensinya
menjadi aktual dan terwujud dalam sikap kepribadian. Hal ini dapat diperoleh
apabila seseorang tersebut setidaknya memiliki rasa percaya dan konsep diri.
Anak yang memiliki konsep diri atau sesuatu kepribadian maka anak
tersebut tidak akan pernah menjadi dirinya sendiri yang sesungguhnya, untuk
itu perkembangan konsep diri anak disini dimaksudkan agar anak itu harus
dapat mentukan pilihan, tujuan atau rencana untuk menentukan masa
depannya.
Hal ini menegaskan bahwa sangat pentingnya mengenali diri sendiri atau
konsep diri yang membedakan antar individu yang satu dengan individu yang
lain. Agar anak dapat menilai kemampuan dirinya dalam memainkan peranan
sosial, apakah baik, sedang, atau buruk, dan dalam keadaan demikianlah ia
mengembangkan konsep dirinya, yang menunjukan kesan dan keyakinan
mengenai karakteristik diri sendiri. Sehingga perkembangan konsep diri akan
tumbuh pada segi kognitif dan afektif, indivindu akan mengevaluasi dirinya
secara realistis dan positif, evaluasi ini berkembang berdasarkan pengalaman-

pengalaman terhadap diri dimana diri sendiri sebagai objek persepsi maupun
pengalaman-pengalaman sebagai hasil belajar dan penilaian terhadap
lingkungan, termasuk penilaian orang lain terhadap dirinya. Dengan tahap itu
indivindu anak akan mencapai gambaran diri (self image ) yang utuh, suatu
pemahaman terhadap diri dalam keseluruhan dalam aspek yang mungkin bagi
aktualisasi dirinya.
Menurut penelitian Nurfiah Abdullah pola tentang hubungan pola asuh
orang tua dengan konsep diri anak usia sekolah, populasi dalam penelitian ini
adalah siswa SD Aisiyiyah Dnoyo Usia 10-12 tahun, sebanyak 50 siswa, yang
tersebar padda 3 kelas yakni kelas 4 berjumlah 17 siswa, kelas 5 sebanyak 20
siswa dan kelas 6 sebanyak 13 siswa. Hasil penelitian tersebut menunjukan
nilai r=0,689 dan sig. ( 2- tailed) =0,000 dengan demikian korelasi antara pola
asuh orang tua dengan konsep diri anak usia sekolah kuat. Dari hasil penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua yang positif dapat
menghasilkan konsep diri yang positif pula. Bagaimana dengan anak usia
sekolah yang tinggal di panti asuhan.
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1989), panti asuhan
adalah

suatu

lembaga

usaha

kesejahteraan

sosial

yang

mempunyai

tanggungjawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak


terlantar serta melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar,
memberikan pelayanan pengganti atau perwalian anak dalam memenuhi
kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh
kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya

sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita
bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif dalam bidang
pembangunan nasional.
Berdasarkan Studi Pendahuluan yang dilakukan peneliti Pada tanggal 1-5
Maret 2015 berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti dari ketua panti
asuhan, anak yang tinggal di panti ditatangkan dari dina sosial dan ada juga
yang di datangkan dari wakil wali anak tersebut. Dari 90 dengan rentang umur
termuda 4 tahun dan yang tertua 22 tahun, terkategori ada 40 anak yang berusia
antara 6-12 tahun, usia 6 tahun ada 3 anak, 10 tahun ada 11 anak dan 12 tahun
ada 18 anak dan 10 anak terkategori usia sekolah, empat diantaranya
terkategori mempunyai konsep diri rendah.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai Gambaran Konsep Diri Pada Anak Usia 6 12 tahun di Panti
Asuhan SUBUL USSALAM Palembang Tahun 2015 .
B. Rumusan Masalah
Pada kenyataannya banyak anak-anak di Panti Asuhan melalui
informasi dari berbagai sumber bahwa mereka kurang mengetahui konsep
dirinya dalam arti mengenal diri baik itu kekurangan dan kelebihan. Selain itu
dalam kegiatan sehari-hari seseorang secara tiba-tiba merasa tidak yakin atau
sering disebut tidak percaya diri tentu ada faktor yang tidak disengaja maupun
disengaja, misalnya kemampuan/potensi seseorang yang mulai berkembang,
akan luntur secara tiba-tiba, jika tahu bahwa banyak orang disekitarnya
kemampuannnya lebih dari dirinya.

Setelah melihat latar belakang dan alasan yang telah diuraikan, rumusan
masalah yang diajukan adalah Belum Diketahuinya gambaran Konsep Diri
Pada Anak Usia

6 12 tahun di Panti Asuhan SUBUL USSALAM

Palembang Tahun 2015.


C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran konsep diri pada anak usia 6 12
tahun di panti asuhan SUBUL USSALAM Palembang Tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran diri pada anak usia 6 12 tahun di Panti
asuhan SUBUL USSALAM Palembang Tahun 2015.
b. Diketahuinya ideal diri pada anak usia 6-12 tahun di panti asuhan
SUBUL USSALAM Palembang Tahun 2015.
c. Diketahuinya harga diri pada pada anak usia 6-12 tahun di panti asuhan
SUBUL USSALAM PalembangTahun 2015.
d. Diketahuinya peran diri pada anak usia 6-12 tahun di panti asuhan
SUBUL USSALAM PalembangTahun 2015.
e. Diketahuinya Identitas Diri pada anak usia 6-12 tahun di panti asuhan
SUBUL USSALAM Palembang 30 Tahun 2015.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk area ilmu keperawatan Anak yang bertujuan untuk
mengetahui gambaran konsep diri anak usia 6-12 tahun di Panti Asuhan
SUBUL USSALAM Palembang. Variabel, dalam penelitian ini adalah konsep

diri. Desain penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan


pendekatan, Univariat. Populasi dalam penelitian ini adalah semua Anak
yang tinggal di panti asuhan SUBUL USSALAM Palembang tehnik
pengambilan sampel dengan total sampling sehingga didapatkan 30
responden. Analisa data di lakukan adalah analisa univariat, instrumen
pengumpulan data menggunakan kuesioner. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Mei Juni 2015.
E. Manfaat Penelitihan
1. Bagi Panti Asuhan
Hasi peneitian

ini harap Memberi wawasan pemikiran

pada

pengelola panti asuhan tentang keadaan konsep diri pada anak sehingga
dapat memahami konsep diri anak dan memngembangkan pola asuh pada
anak.
2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengalaman tentang gambaran konsep diri pada anak.
Penelitian

ini

sebagai

sarana

untuk

mengaplikasikan

ilmu

keperawatan jiwa dan metodologi keperawatan yang telah didapatkan di


Bangku kuliah.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan diharapkan agar hasil penelitian ini dapat
dijadikan bahan masukan khususnya dalam bidang keperawatan anak dan
dapat lebih memfasilitasi mahasiswa dalam melakukan penelitian

berikutnya serta memperbanyak refrensi buku-buku keperawatan, jurnal


atau artikel-artikel keperawatan terkait tentang penelitian terbaru bidang
keperawatan terkhusus keperawatan anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Diri
1. Definisi
Acuan dari teori pisikologis menjelaskan bahwa konsep diri adalah
pandangan dan sikap indivindu terhadap diri sendiri. Pandangan diri terkait
dengan dimensi fisik karakteristik individual, dan motivasi diri. Pandangan
diri tidak hanya meliputi kekuatan-kekuatan indivindual, tetapi juga
kelemahan bahkan kegagalan dirinya. Konsep diri adalah inti kepribadian
individu (Kanisius, 2008).
Untuk memperoleh pengertian mengenai konsep diri secara jelas,
maka berikut ini dikemukakan beberapa pengertian konsep diri. Konsep
diri adalah pandangan seseorang terhadap diri sendiri (Arini, 2006).
Konsep diri adalah ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu tersebut dalam
berhubungan dengan orang lain (Salbiah, 2008). Menurut Rakhmat (2001)
konsep diri adalah gambaran dan penilaian tentang diri sendiri.
Konsep diri adalah kesadaran atau pengertian tentang diri sendiri
sehingga mampu mengeluarkan kemampuan sendiri dan persepsi
mengenai diri (Tuhumena, 2006). Konsep diri adalah pandangan pribadi
yang dimiliki seseorang tentang diri sendiri atau persepsi terhadap aspek
diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial dan aspek psikologis yang
didasarkan pada pengalaman dan interaksi terhadap orang lain

10

(Sobur,2009). Konsep diri merujuk pada evaluasi yang menyangkut


berbagai bidang-bidang tertentu dari diri (Santrock, 2007).
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
konsep diri adalah keyakinan, pandangan dan pikiran seseorang terhadap
dirinya secara utuh, mencakup aspek fisik, psikologi, dan sosial.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri diantaranya
faktor orang lain (affective other) dan kelompok rujukan (reference group).
Affective other yaitu orang lain yang mempunyai ikatan emosi dengan kita.
Mereka perlahan-lahan membentuk konsep diri kita, senyuman, pujian,
penghargaan dan pelukan mereka, menyebabkan kita menilai diri secara
positif. Sebaliknya, ejekan, cemoohan dan hardikan membuat kita
memandang diri kita secara negatif.
Dalam kaitannya dengan reference group, dimaksudkan bahwa
dalam pergaulan bermasyarakat, kita pasti menjadi anggota berbagai
kelompok, misalnya di panti asuhan ada bermacam-macam kelompok anak.
Setiap kelompok mempunyai norma tertentu.

Pendapat yang lain

menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri yaitu usia


kematangan, penampilan diri, nama dan julukan, hubungan keluarga, temanteman sebaya, kreativitas dan cita-cita (Hurlock, 2008).
Menurut Rini (2002) ada berbagai faktor dapat mempengaruhi
proses pembentukan konsep diri seseorang, seperti:

11

a. Pola asuh orangtua


mempengaruhi Pola asuh orang tua merupakan faktor yang
signifikan dalam konsep diri yang terbentuk. Sikap positif orang tua yang
terbaca oleh anak, akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang positif
serta sikap menghargai diri sendiri. Sikap negatif orang tua akan
mengundang pertanyaan pada anak, dan menimbulkan asumsi bahwa
dirinya tidak cukup berharga untuk dikasihi, untuk disayangi dan dihargai
dan semua itu akibat kekurangan yang ada padanya sehingga orang tua
tidak sayang.
b. Kegagalan
Kegagalan yang terus menerus dialami seringkali menimbulkan
pertanyaan kepada diri sendiri dan berakhir dengan kesimpulan bahwa
semua penyebabnya terletak pada kelemahan diri. Kegagalan membuat
orang merasa dirinya tidak berguna.
c. Depresi
Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran
yang cenderung negatif dalam memandang dan merespon segala
sesuatunya, termasuk menilai diri sendiri. Segala situasi atau stimulus
yang netral akan dipersepsi secara negatif. Misalnya, tidak diundang ke
sebuah pesta, maka berpikir bahwa karena saya "miskin" maka saya tidak
pantas diundang. Orang yang depresi sulit melihat apakah dirinya mampu
survive menjalani kehidupan selanjutnya. Orang yang depresi akan

12

menjadi super sensitif dan cenderung mudah tersinggung atau "termakan"


ucapan orang.
d. Kritik internal
Terkadang, mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk
menyadarkan seseorang akan perbuatan yang telah dilakukan. Kritik
terhadap diri sendiri sering berfungsi menjadi regulator atau ramburambu
dalam bertindak dan berperilaku agar keberadaan kita diterima oleh
masyarakat dan dapat beradaptasi dengan baik.
3. Derajat Konsep Diri
Menurut Satmoko (1995) konsep diri terdiri dari konsep diri positif
dan konsep diri negatif. Dalam bentuk ekstrimnya konsep diri negative adalah
bentuk pengetahuan yang tidak tepat terhadap diri sendiri,pengharapan yang
tidak yang tidak realistis dan harga diri yang rendah.
Ciri konsep diri yang positif adalah dalam pengetahuan yang luas
tentang diri, pengharapan yang realistis dan harga diri yang tinggi.
Konsep diri positif menurut Rakhmat (2001) ditandai dengan :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Yakin dalam kemampuannya dalam mengatasi masalah


Merasa setara dengan orang lain
Menerima pujian tanpa rasa malu
Menyadari bahwa setiap orang mampunyai berbagai perasaan,
keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan
aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya.
Sedangkan konsep diri negatif menurut Rakhmat (2001) ditandai dengan:

a. Peka terhadap kritik


b. Responsif sekali terhadap pujian

13

c. Bersifat hiperkritis terhadap orang lain


d. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain
e. Bersifat pesimis terhadap kompetensi
Gambar 1.1 Rentang Respon konsep diri
RENTANG RESPON KONSEP DIRI

Respon Adaptif
Aktualisasi konsep diri

Respon maladaptif
Harga diri rendah

Keracunan Identitas

(Sumber :Mubarak ,2007)


Menurut Chalhoun dan Acocella yang diterjemahkan oleh Satmoko (1995)
menyatakan bahwa konsep diri memiliki tiga dimensi pengetahuan anda tentang
diri anda sendiri, pengharapan anda mengenai diri anda dan penilaian tentang diri
anda sendiri. Pengetahuan adalah apa yang diketahui tentang diri sendiri misalnya
usia, jenis kelamin, suku dan pekerjaan. Pada kelompok sosial mungkin mendapat
julukan sebagai orang yang hati-hati atau spontan, tenang atau bertempramen
tinggi. Pengharapan adalah pandangan atau tujuan kemungkinan menjadi apa
dimasa depan yang menjadi harapan. Penilaian adalah mengukur apakah itu
bertentangan dengan standar diri sendiri. Hasil mengukur ini disebut harga diri.

4. Aspek-Aspek Konsep Diri

14

Menurut Fits (1993) dalam Pratiwi (2009) mengungkapkan bahwa


konsep diri merupakan cara seseorang menilai diri sendiri yang mengandung
apsek-aspek sebagai berukut :
a)
b)
c)
d)

Identitas, yaitu sebagai apakah individu itu.


Kepuasan, yaitu bagaimana individu tersebut merasakan tenang.
dirinya yang dipersepsikannya.
Tingkah laku, yaitu bagaimana individu tersebut mempersepsikan tingkah

lakunya sendiri.
e) Daya fisik, yaitu bagaimana individu memandang kesehatan tubuh,
f)
g)
h)
i)

penampilan, kelebihan, dan kekurangan dari segi fisik.


Diri pribadi, yaitu bagaimana individu memandang dan menilai
keberadaan dirinya sendiri.
Diri sosial, yaitu bagaimana individu memandang dirinya dalam
hubungan dengan orang lain dan menilai apakah cukup memadai dalam
interaksi sosialnya dengan orang lain.
Menurut Berzonsky, 1981 (dalam Sandhaningrum, 2009) bahwa
aspek konsep diri adalah :

a) Aspek fisik, yaitu bagaimana penilaian individu terhadap segala sesuatu


yang terlihat secara fisik yang dimilikinya seperti tubuh, kesehatan,
pakaian penampilan.
b) Aspek sosial, yaitu bagaimana peranan sosial yang perankan individu
c) mencakup hubungan antara individu dengan keluarga dan individu dengan
lingkungan.
d) Aspek moral, merupakan nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah
dalam kehidupan individu dan memandang nilai etika moral dirinya
seperti kejujuran, tanggungjawab atas kegagalan yang dialaminya,
religiusitas serta perilakunya.
e) Aspek psikis, meliputi pikiran, perasaan dan sikap yang dimiliki individu
terhadap dirinya sendiri.

15

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dari konsep


diri meliputi identitas, kepuasan, tingkah laku, pribadi, fisik, sosial, moral dan
psikis.
5. Komponen Konsep Diri
Terdapat lima komponen konsep diri, yaitu gambaran diri (body
image), ideal diri (self ideal ), harga diri (self esteem), peran diri (self role),
dan identitas diri( self identity). (sunaryo, 2009 dikutif ; Melita, 2014). :
a. Gambaran Diri ( Body Image )
Gambaran diri ( body image ) adalah sikap seseorang terhadap
tubuhnya secara sadar dan tidak sadar, sikap ini mencakup persepsi dan
perasaan tentang ukuran, bentuk tubuh, kesehatan, fungsi penampilan dan
potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan di
modifikasi.dengan pengalaman baru setiap individu.(stuart dan sundeen,
2008).
Gambaran diri ( body image ) berhubungan dengan kepribadian.
Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada
aspek psikologisnya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima
dan mengukur bagian tubuhnya akan merasa lebih aman, sehingga
terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. ( keliat, 2000).
Hal-hal penting yang terkait dengan gambaran diri sebagai berikut :
1. Fokus individu terhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja.
2. Bentuk tubuh, TB dan BB serta tanda-tanda pertumbuhan kelamin
sekunder (mamue, menstruasi, perubahan suara, pertumbuhan bulu),
menjadi gambaran diri.
3. Cara individu memandang diri berdampak penting terhadap aspek
psikologis.

16

4. Gambaran yang realistic terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh,


akan member rasa aman dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan
harga diri.
5. Individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya,
dapat mendorong sukses dalam kehidupan.
Pada anak usia sekolah mempunyai perbedaaan citra tubuh dengan
seorang bayi, salah satu perbedaan yang menyolok adalah kemampuan untuk
berjalan, dimana hal ini bergantung pada kematangan fisik. Pada masa remaja
dengan adanya perubahann hormonal akan mempengaruhi citra tubuhnya
misalnya menopause. Pada masa usia lanjut sebagai akibat dari proses penuaa
terjadi perubahan penurunan penglihatan, pendengaran, dan mobilitas
sehingga hal ini dapat mempengaruhi citratubuh seorang lansia.
b. Ideal diri ( Self Ideal )
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal
tertentu. Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan
diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai-nilai yang ingin di capai.
Ideal diri akan mewujudkan cita cita dan harapan, nilai nilai yang ingin
di capai berdasarkan norma sosial (keluarga, budaya, dan kepada siapa ingin
dilakukan).
Hal-hal yang terkait dengan ideal diri :
1. Perkembangan awal terjadi pada masa kanak-kanak
2. Terbentuknya masa remaja melalui proses identifikasi terhadap orang tua,
guru, dan teman.
3. Dipengaruhi oleh orang-orang yang dipandang penting dalam member
tuntunan dan harapan.
4. Mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma, keluarga
dan social.

17

Dalam menetapkan ideal diri hendaknya tidak terlalu tinggi, masih


tinggi dan kemampuan individu, dan masih dapat dicapai. Faktor-faktor yang
mempengaruhi ideal diri meliputi :
1. Menetapkan ideal diri sebatas kemampuan
2. Faktor culture dibandingkan dengan standar orang lain
3. Hasrat melebihi orang lain
4. Hasrat untuk berhasil
5. Hasrat memenuhi kebutuhan fisik
6. Hasrat menghindari kegagalan
c. Harga diri ( Self Esteem )
Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang di capai,
dengan cara menganalisis seberapa jauh prilaku individu tersebut sesuai
dengan ideal diri. Harga diri dapat diperoleh melalui orang lain dan diri
sendiri. Aspek utama harga diri adalah dicintai, disayangi, dikasihi orang
lain dan dapat penghargaan dari orang lain. Harga diri rendah apabila :
1) Kehilangan kasih sayang atau cinta-kasih dan orang lain.
2) kehilangan penghargaan dari orang lain.
3) hubungan interpersonal yang buruk.
Individu akan merasa berasil atau hidupnya bermakna apabila
diterima dan diakuai orang lain atau merasa mampu menghadapi
kehidupan dan mampu mengontrol dirinya. Indivindu yang sering berhasil
dalam mencapai cita-cita akan menumbuhkan perasaan harga diri yang
tinggi atau sebaliknya. Akan tetapi, pada umumnya individu memiliki
tendensi negatif terhadap orang lain, walaupun isi hatinya mengakui
keunggulan orang lain.
d. Peran ( Role Performance )
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan
dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Peran yang di
tetapkan adalah peran di mana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran
yang di terima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Setiap

18

individu disibukkan oleh berbagai macam peran yang terkait dengan


posisinya pada setiap saat, misalnya sebagai ayah, ibu, anak mahasiswa,
perawat, dokter, bidan , dosen, dan lain-lain. Konflik peran terjadi apabila
peran yang diinginkan individu tidak sesuai dengan di harapkan.
Peran yang tidak sesuai, terjadi apabila individu dalam proses
peralihan mengubah nilai dan sikap. Misalnya, seseorang yang masuk
anggota organisasi profesi keperawatan, terdapat konflik antara sikap dan
nilai individu dengan profesi.
Peran berlebih, terjadi jika seseorang individu memiliki banyak
peran dalam kehidupannya. Misalnya, sebagai istri wanita karir dan ibu.
Hal-hal penting terkait dengan peran meliputi :
1) Peran dibutuhkan individu sebagai aktualisasi diri.
2) Peran yang memenuhi kebutuhan dan sesuai idela diri, menghasilkan
harga diri yang tinggi.
e. Identititas diri ( Identity )
Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari
observasi dan penilaian yang kesatuan yang utuh. Pembentukan identitas
di mulai pada masa bayi dan seterusnya berlangsung sepanjang kehidupan
tapi merupakan tugasutama pada masa remaja.
Pada masa anak anak, untuk membentuk identitas dirinya, anak
harus mampu membawa semua perilaku yang di pelajari dalam keutuhan
yang koheren, konsisten, dan unik.
Pada masa remaja, banyak terjadi perubahan fisik, emosional,
kognitif, dan sosial. Dimana dalam masa ini apabila tidak dapat memenuhi
harapan dorongan diri pribadi dan sosial yang membantu mendefinisikan
tentang diri maka remaja ini mengalami kebingungan identitas. Seseorang
dengan rasa identitas yang kuat akan merasa terintegrasi bukan terbelah.
B. Pengertian anak

19

Menurut M. Syahlan Syafei (2002: 8-12), anak merupakan hal yang


sangat berharga di mata siapapun, khususnya orang tua. Anak adalah perekat
hubungan di dalam keluarga, sehingga dapat dikatakan anak memiliki nilai
yang tak terhingga. Banyak fenomena membuktikan orang tua rela berkorban
demi keberhasilan anaknya. Tidak jarang ditemukan orang tua yang
menghabiskan waktu, sibuk bekerja semata-mata hanya untuk kepentingan
anak.

1. Konsep Anak Usia Sekolah


a. Pengertian Anak Usia Sekolah
Menurut UU No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak dikutip
dari Suprajitno (2004), anak sekolah adalah anak yang berumur 6 sampai
12 tahun yang masih duduk di sekolah dasar. Anak usia sekolah adalah
anak dengan usia 7 sampai 15 tahun (termasuk anak cacat) yang menjadi
sasaran program wajib belajar 9 tahun.

b. Ciri-Ciri Anak Usia Sekolah Dasar


Menurut Suprajitno (2004) akhir masa kanak-kanak memiliki
beberapa ciri antara lain:
1) Label yang di gunakan oleh orang tua
a) Usia yang menyulitkan dimana suatu masa ketika anak tidak mau lagi
menuruti perintah dan ketika anak lebih dipengaruhi oleh teman sebaya
dari pada oleh orang tua dan anggota keluarga lain.
b) Usia tidak rapi, suatu masa ketika anak cenderung tidak memperdulikan
dan ceroboh dalam penampilan

20

c) Usia bertengkar, suatu masa ketika banyak terjadi pertengkaran antara


keluarga dan suasana rumah yang tidak menyenangkan bagi semua
anggota keluarga.
2) Label yang digunakan pendidik/guru
a) Usia sekolah dasar adalah suatu masa ketika anak diharapkan
memperoleh

dasar

pengetahuan

yang

dianggap

penting

untuk

keberhasilan penyesuaian diri.


b) Periode kritis dalam berprestasi merupakan suatu masa ketika anak
mencapai sukses, tidak sukses atau sangat sukses.
3) Label yang digunakan oleh ahli psikologi
a) Usia berkelompok merupakan suatu masa ketika perhatian utama tertuju
pada keinginan diterima oleh teman sebaya sebagai anggota kelompok.
b) Usia penyesuaian diri adalah suatu masa ketika anak ingin menyesuaikan
dengan standar yang disetujui oleh kelompok dalam penampilan,
berbicara dan perilaku.
c) Usia kreatif merupakan suatu masa ketika akan ditentukan apakah anak
akan menjadi konfimis.
d) Usia bermain merupakan suatu masa ketika besarnya keinginan bermain
karena luasnya minat dan kegiatan untuk bermain.
1. Perkembangan Usia Sekolah (Suprajitno, 2004)
a. Perkembangan biologis
Saat usia dasar pertumbuhan rata-rata 5 cm per tahun untuk tinggi
badan dan meningkat 2 sampai 3 kg per tahun untuk berat badan. Pada usia
ini pembentukan jaringan lemak lebih cepat perkembangannya dari pada
otot.
b. Perkembangan psikososial
Menurut Ericson perkembangan psikososialnya berada dalam tahap
industri inferior. Dalam tahap ini anak mampu melakukan dam menguasai

21

ketrampilan yang bersifat teknologi dan sosial. Tahap ini sangat dipegang
faktor instrinsik (motivasi, kemampuan, tanggung jawab untuk memiliki,
interaksi dengan lingkungan dan teman sebaya) dan faktor ekstrinsik
(penghargaan yang didapat, stimulus dan keterlibatan orang lain).
c. Temperamen
Sifat temperamen yang dialami sebelumnya merupakan faktor
terpenting dalam perilaku pada masa ini. Pada usia ini temperamen sering
muncul sehingga peran orang tua dan guru sangat besar untuk
mengendalikannya, yang perlu diperhatikan orang tua adalah menjadi figur
dalam sehari.
d. Perkembangan kognitif
Menurut Peaget usia ini berada dalam tahap operasional konkret
yaitu anak mengekspresikan apa yang dilakukan dengan verbal dan simbol.
Selama periode ini kemampuan anak belajar konseptual mulai meningkat
dengan pesat dan memiliki kemampuan belajar dari benda, situasi dan
pengalaman yang dijumpai.
e. Perkembangan moral
Pada

masa

akhir

kanak-kanak

perkembangan

moralnya

dikategorikan oleh Kohlberg berada dalam tahap konvensional. Pada tahap


ini anak mulai belajar tentang peraturan-peraturan yang berlaku, menerima
peraturan.
f. Perkembangan spiritual

22

Anak usia sekolah menginginkan segala sesuatu adalah konkret atau


nyata dari pada belajar tentang agama. Mereka lebih tertarik terhadap surga
dan mereka sehingga cenderung akan melakukan atau mematuhi peraturan,
karena takut bila masuk neraka.
g. Perkembangan bahasa
Pembicaraan yang dilakukan dalam hidup ini lebih terkendali dan
terseleksi karena anak menggunakan pembicaraan sebagai komunikasi.

h. Perkembangan sosial
Akhir masa kanak-kanak sering disebut usia berkelompok yang
ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan
meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota
kelompok.
i. Perkembangan seksual
Masa ini anak mulai belajar tentang seksualnya dan temantemannya, mengembangkan minat-minat sesuai dengan dirinya.
j. Perkembangan konsep diri
Perkembangan konsep diri sangat dipengaruhi oleh mutu hubungan
dengan orang tua, saudara dan sanak keluarga lainnya. Saat ini anak-anak
membentuk konsep diri yang ideal.
2. Masalah Anak Usia Sekolah Dasar
Menurut Suprajitno (2004) masalahmasalah yang sering terjadi
pada anak usia ini meliputi bahaya fisik dan psikologi antara lain:

23

a. Bahaya fisik
1. Penyakit
Penyakit infeksi pada usia ini jarang sekali terjadi, penyakit yang sering
ditemui adalah penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri anak.
2. Kegemukan
Kegemukan terjadi bukan karena adanya perubahan pada kelenjar tapi
akibat banyaknya karbohidrat yang dikonsumsi sehingga anak kesulitan
mengikuti kegiatan bermain, sehingga kehilangan kesempatan untuk
mencapai ketrampilan yang penting untuk keberhasilan sosial.
3. Kecelakaan
Kecelakaan terjadi akibat keinginan anak untuk bermain yang
menghasilkan ketrampilan tertentu.
4. Kecanggungan
Pada masa ini anak mulai membandingkan kemampuannya dengan
teman sebaya bila muncul perasaan tidak mampu dapat menjadi dasar
untuk rendah diri.
5. Kesederhanaan
Kesederhanaan sering dilakukan oleh anak-anak pada masa apapun.
Orang yang lebih dewasa memandangnya sebagai perilaku yang kurang
menarik, sehingga anak menafsirkan sebagai penolakan yang dapat
mempengaruhi perkembangan konsep diri pada anak.
b. Bahaya Psikologi
1. Bahaya dalam berbicara
Kesalahan dalam berbicara seperti salah ucap dan kesalahan bahasa,
cacat dalam bicara seperti gagap atau pelat, akan membuat anak menjadi
sadar diri sehingga anak hanya berbicara bila perlu saja
2. Bahaya emosi

24

Anak masih menunjukkan pola-pola ekspresi emosi yang kurang


menyenangkan seperti marah yang meledak-ledak, cemburu sehingga
kurang disenangi orang lain.
3. Bahaya konsep diri
Anak mempunyai konsep diri yang ideal, biasanya merasa tidak puas
pada diri sendiri dan pada perlakuan orang lain. Anak cenderung
berprasangka dan bersikap diskriminatif dalam memperlakukan orang
lain.
4. Bahaya yang menyangkut minat
Tidak minat pada hal-hal yang dianggap penting oleh teman sebaya dan
mengembangkan.
3. Kebutuhan Anak Usia Dasar
a. Menurut Soetjiningsih (1998), anak tidak bisa memperjuangkan nasibnya
sendiri, mereka sangat lemah, mereka menderita akibat distribusi sumber
daya yang tidak merata sehingga mereka sangat tergantung bagaimana kita
memberikan perhatian khusus terhadap kebutuhan mereka, salah satu
kebutuhan dasar anak antara lain pendidikan dasar, meliputi meningkatkan
kesempatan belajar untuk anak, pendidikan dimulai sejak dini dilanjutkan
dengan pendidikan dasar untuk meningkatkan kecerdasan bangsa.
b. Menurut Nelson (1999), kebutuhan anak antara lain:
Keberhasilan atau hygiene dan sanitasi lingkungan. Hygiene merupakan
kebutuhan anak karena bila kebersihan anak kurang, maka akan
mempengaruhi tumbuh kembangnya dan rentan terhadap penyakit.

4. Konsep Perilaku Anak Usia Sekolah


Menurut Soekidjo Notoatmojo (2003), Usia 6-12 tahun anak sudah
memiliki dunia sekolah yang lebih serius walaupun ia tetap seorang anak

25

dengan dunia yang khas, masa ini ditandai dengan perubahan dalam
kemampuan

dan

perilaku.

Pertumbuhan

dan

perkembangan

anak

membuatnya lebih siap untuk belajar dibanding sebelumnya, anak jiga


mengembangkan keinginan untuk melakukan berbagai hal dengan baik
bahkan bila mungkin enggan sempurna. Karakteristik anak usia sekolah
jelas berbeda dengan anak prasekolah sehingga orang tua perlu melakukan
pendekatan yang berbeda disbanding sebelumnya ketika anak masih duduk
di Taman Kanak-Kanak. Karena waktu anak sekarang lebih banyak
dilewatkan diluar rumah sehingga orang tua khwatir anak tercemar
pengaruh yang tidak diinginkan. Perkembangan anak sekolah meliputi
perkembangan kognitif dan sosial emosi.
a. Perkembangan Kognitif
Anak usia 10-12 tahun atau praremaja sudah mulai menggunakan
logikanya Karen amereka sudah mahir berhitung dan kemampuan ini dapat
diterapkan dalam kehidupan setiap hari. Mereka juga mulai bisa diberi
pengertian untuk menghemat dengan memberitahukan secara garis besar
pemasukan dan pengeluaran keluarga setiap bulan anak juga semakin
mamapu merencanakan perilaku yang terorganisir, temasuk menerima
rencana atau tujuan beraktivitas dan menghubungkan pengetahuan serta
tindakan dalam rencana tesebut. Perkembangan kognitif pada akhir usia
sekolah adalah pencapaian prestasi dan sebagian anak juga memiliki
motivasi yang amat tinggi untuk mencapai sukses dan berusaha keras
untuk mencapainya.

26

b. Perkembangan Sosial Emosi


Akhir usia sekolah anak sudah memiliki kemampuan untuk
mengontrol dirinya dalam berempati dan merefleksi dirinya terhadap
perilaku dan interaksinya. Menurut piaget anak usia praremaja mulai
belajar melihat dunia luar dari kacamata mereka sendiri karena masalah
yang dihadapi saat anak duduk dikelas 4,5, dan 6 Sekolah Dasar pada
umumnya adalah kesulitan berhubungan dengan orang dewasa selain
anggota keluarganya. Persaingan dapat memberi pengaruh positif bagi
perkembangan sosial ekonomi anak karena saat anak duduk dikelas 4-6 SD
anak telah memandang kegagalan atau keberhasilannya dengan penuh
percaya diri.
C. Panti Asuhan
1. Definisi
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1989), panti asuhan
adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai
tanggungjawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada
anak terlantar serta melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak
terlantar, memberikan pelayanan pengganti atau perwalian anak dalam
memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga
memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan
kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi
penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif dalam
bidang pembangunan nasional.

27

Panti asuhan yaitu suatu lembaga untuk mengasuh anak, menjaga dan
memberikan bimbingan dari pimpinan kapada anak dengan tujuan agar
mereka menjadi manusia yang cakap dan berguna serta bertanggungjawab
atas dirinya dan terhadap masyarakat dikemudian hari. Panti asuhan sebagai
pengganti orang tua, sehubungan dengan orang tua anak tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya dalam mendidik dan mengasuh anak (Sandrianny
2002).
2. Tujuan Panti Asuhan
Tujuan panti asuhan menurut Departemen Sosial Republik Indonesia
(1989) ialah memberikan pelayanan berdasarkan profesi pekerja sosial
kepada anak terlantar dengan cara membantu dan membimbing mereka
kearah perkembangan pribadi yang wajar serta kemampuan ketrampilan
kerja, sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak
dan penuh tanggungjawab baik terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat.
3. Sasaran Garapan Panti Asuhan
Sasaran garapan panti asuhan meliputi :
a. Anak yatim, piatu, yatim-piatu, terlantar usia 0-21 tahun
b. Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab anak yang orang
tuanya melalaikan kewajiban, sehingga kebutuhan anak tidak dapat
terpenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial, antara
lain keluarga retak sehingga ada relasi sosial yang Harmonis.
c. Anak yang tidak mampu adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat
terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik secara rohani, jasmani maupun
sosial dengan wajar antara lain salah satu orang tua dan atau keduanya
sakit kronis, terpidana dan meninggal sehingga anak tidak ada yang
merawat.
D. Penelitian Terkait

28

Menurut penelitian Nurfiah Abdullah pola tentang hubungan pola asuh


orang tua dengan konsep diri anak usia sekolah, populasi dalam penelitian
ini adalah siswa SD Aisiyiyah Dnoyo Usia 10-12 tahun, sebanyak 50 siswa,
yang tersebar padda 3 kelas yakni kelas 4 berjumlah 17 siswa, kelas 5
sebanyak 20 siswa dan kelas 6 sebanyak 13 siswa. Hasil penelitian tersebut
menunjukan nilai r=0,689 dan sig. ( 2- tailed) =0,000 dengan demikian
korelasi antara pola asuh orang tua dengan konsep diri anak usia sekolah
kuat. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pola asuh
orang tua yang positif dapat menghasilkan konsep diri yang positif pula.
Bagaimana dengan anak usia sekolah yang tinggal di panti asuhan.

Out put
Konsep diri
Input

a.

Tinggal di Panti
Asuhan
-Tingkat
dan
E. Kerangka
Teori
perkembangan
dan kematangan
-Keluarga dan budaya
-Faktor eksternal dan
internal
-Pengalaman
-Penyakit
-Stressor

b.
c.
Proses
Gangguan Konsep
diri
a.
b.
c.
d.
e.

Gambaran diri
Ideal diri
Harga diri
Peran diri
Identitas diri

Sumber :
(Mubarak, 2007)

Sumber :
(Sumaryo, 2009 dan
Melita , 2014)

d.
e.

Tinggkat
gambaran diri
Tinggkat Ideal
diri
Tingkat Harga
Diri
Tingkat peran diri
Tingkat identitas
diri

Sumber :
(Sumaryo, 2009 dan
Melita , 2014)

29

BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan
bagaimana seorang peneliti menyusun teori beberapa faktor yang di anggap

30

penting untuk masalah. Kerangka konsep membahas saling ketergantungan


antar variabel yang di anggap perlu untuk melengkapi dinamika situasi atau
hal yang sedang atau akan di teliti (Hidayat,2007).

Bagan 1.2
Kerangka Konsep Penelitian

Tinggal di Panti Asuhan

1.
2.
3.
4.
5.

Konsep Diri :
Gambaran diri
Ideal diri
Harga diri
Peran
Identitas

B. Definisi Operasional Variabel Konsep Diri


30

Konsep diri adalah keyakinan, pandangan dan pikiran seseorang terhadap


dirinya secara utuh, mencakup aspek fisik, psikis, sosial dan moral. Konsep
Diri menggunakan skala interval. Tingkat konsep diri yang dimiliki anak
diungkapkan melalui skala konsep diri. Skala konsep diri dalam penelitian ini
terdiri atas item favorabel dan item unfavorabel yang masing-masing terdiri
atas empat alternatif jawaban. Item favorabel adalah item yang mengandung
nilai-nilai yang mendukung secara positif terhadap suatu pernyataan tertentu.

31

Sedangkan item unfavorabel adalah item yang mengandung nilai-nilai yang


mendukung secara negatif terhadap suatu pernyataan tertentu.
Pertanyaan yang diberikan jumlahnya 25 item. Masing-masing pertanyaan
bernilai 1 Semakin tinggi skor yang dihasilkan maka semakin tinggi pula konsep
diri yang dimiliki subjek tersebut.
Tabel 1.1
Definisi Operasional
Variabel

Definisi Operasional

Gambaran
diri

Bagaimana cara anak


mempersepsikan tubuh
secara sadar maupun
tidak mencakup
persepsi tentang bentuk
tubuh,
ukuran,kesehatan,fungs
i penampiilan dan
potensi tubuh.

Cara
ukur
Angket

Alat ukur

Hasil Ukur

Kuesione
r

1. Positif,
Apabila
skor
31,6
2. Negatiif,
Skor <
31,6

Skala
Ukur
Ordinal

(Sumber:
stuart
and
sundeen,
1991)
Ideal diri

Persepsi anak yang


tinggal di panti tentang
bagaimana berperilaku
sesuai standar, aspirasi,
atau nilai personal
tertentu.

Angket

Kuesione 1. Realistik, Ordinal


r
Apabila
skor

31,5
2. Tidak
Realistis
apabila
Skor
<
31,5
(Sumber:
stuart and

32

Harga diri

Peran diri

Identitas
diri

Penilaian anak yang


tinggal di panti
terhadap
perilaku,keadaan
dirinya yaitu apakah
sudah sesuai dengan
apa yang diharapkan
oleh dirinya sendiri dan
orang lain.

Penilaian anak yang


tinggal di panti tentang
posisi dan peran di
lingkungan panti dan
lingkungan.

Kesadaran anak yang


tinggal di panti
terhadap sifat dan
keunikan dirinya.

Angket

Angket

Angket

Kuesione
r

Kuesione
r

sundeen,
1991)
1. Tinggi,
Ordinal
apabila
skor
32,25
2. Rendah
apabila
Skor <
32,25
(Sumber:
stuart and
sundeen,
1991)
1. Berpera Ordinal
napabila
skor
32,2
2. Tidak
Berpera
n apabila
Skor <
32,2

(Sumber:
stuart and
sundeen,
1991)
Kuesione 1. Kuat
, Ordinal
r
apabila,
skor

29,75
2. Rendah
apabila
Skor
<
29,75
(Sumber:
stuart and
sundeen,
1991)

33

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian

34

Desain penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan


pendekatan evaluation reseacrh secara univariat yaitu untuk melakukan
penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan program yang sedang dilakukan dalam
rangka mencari umpan balik (Elfindri, 2012). Dalam hal ini memberikan
gambaran konsep diri anak usia 6-12 tahun yang tinggal di panti asuhan
Subulussalam Palembang
B. Populasi, Sampel, dan Sampling
1. Populasi penelitian
Populasi adalah keseluruhan kelompok subjek dapat berupa manusia,
hewan percobaan, data laboratorium dan lain-lain yang ciri-cirinya akan diteliti
(Taufiqurahman, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak yang
tinggal di Panti Asuhan Subulussalam.
2.

Sampel penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil yang akan diteliti (Notoatmodjo,
2002). Sampel dalam penelitian ini yaitu semua anak dipanti asuhan
subulussalam. Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang
jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data
sebenarnya dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar
diperoleh sampel yang representatif (Sugiyono, 2007). Teknik sampling yang
akan digunakan adalah Total Sampling.

C. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Validitas
Instrumen dalam penelitian ini
34 adalah kuesioner yang dikembangkan
sendiri oleh peneliti berdasarkan teori konsep diri, jadi

peneliti harus

melakukan uji validitas kuesioner konsep diri. Kuesioner berjumlah 50

35

pertanyaan dengan menggunakan skala likert terdiri dari pertanyaan 25 postif


dengan nilai 4 untuk jawaban setuju, nilai 3 untuk jawaban cenderung
setuju , nilai 2 untuk jawaban cenderung tidak setuju dan nilai 1 untuk
tidak setuju
Pertanyaan negatif juga terdiri dari 25 butir soal, nilai 4 untuk tidak
setuju, nilai 3 untuk cenderung tidak setuju, nilai 2 untuk cenderung
setuju dan nilai 1 untuk setuju, Uji validitas dan reallibilitas kuesioner
dilakukan di panti asuhan Darurahmah Palembang pada 29 juni 2015.
2. Realibilitas
Penelitian ini dilaksanakan di Panti Asuhan Darurrahmah Palembang.
Waktu penelitian yaitu bulan juni pada tanggal 16-19 juni 2015.
nilai r tabel pada taraf signifikasi 0,514 dengan uji 2 sisi dan jumlah
responden sebanyak 10, maka diperoleh r tabel > 0,5 (terlampir) sehingga
dapat disimpulkan bahwa semua item (item 1 sampai 50) dinyatakan valid,
sehingga peneliti menggunakan 50 pertanyaan yang telah dinyatakan valid.

D. Tehnik dan Instrumentasi


1. Instrumen
Konsep diri dalam penelitian ini diukur menggunakan skala konsep diri.
Bentuknya tertutup yaitu responden menjawab tentang dirinya dan item
pertanyaan pada skala konsep diri disertai kemungkinan jawabannya sehingga
responden tinggal memilih jawaban yang dinilainya paling sesuai. Penyusunan

36

skala dengan menggunakan skala Likert. Yaitu tiap item pertanyaan terdiri
mempunyai 4 opsi jawaban.
2. Cara pengukuran
Cara pengukuran konsep diri dilakukan dengan cara penelitian lapangan
yaitu datang langsung untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Penelitian
lapangan dilakukan dengan menyebar skala konsep diri.
E. Tehnik pengolahan dan Analisis Data
1 Pengolahan Data
Menurut Setiadi (2007), proses pengolahan data melalui tahap-tahap
sebagai berikut :
a. Editing:
Pada penelitian ini, peneliti memeriksa kuesioner yang telah diisi
oleh responden yang mencakup kelengkapan pengisian yang telah
dilakukan oleh responden.

b. Coding:
Pada penelitian ini, peneliti mengklasifikasikan jawaban-jawaban
dari kuesioner responden ke dalam kategori yang sudah ditentukan, dan
memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban pada
lembar kuesioner dan check list.

37

c. Sorting:
Peneliti mengklasifikasikan data sesuai dengan jenis permasalahan
yang sudah dirumuskan.
d. Entry Data:
Pada penelitian ini, jawaban-jawaban dari reponden telah dimasukan
dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data melalui pengolahan
komputer.
e. Cleaning,
Pada penelitian ini, peneliti talah memeriksaan kembali apakah
terdapat data yang missing kemudian dilakukan pembersihan data.
f. Mengeluarkan informasi :
Pada penelitian ini data telah

disajikan sesuai dengan tujuan

permasalahan yang sudah dirumuskan.

G. Analisis Data
Desain penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan
pendekatan evaulation reseacrh secara univariat. Dalam hal ini memberikan
Gamabaran konsep diri anak usia 6-12 tahun yang tinggal di panti asuhan
Subulussalam Palembang

38

Analisis

ini

bertujuan

untuk

menjelaskan

atau

mendiskripsikan

karakteristik setiap variabel.


a. Untuk memperoleh distribusi frekuensi Gambaran diri anak usia 6-12
tahun yang tinggal di panti asuhan Subulussalam Palembang.
b. Untuk memperoleh distribusi frekuensi Ideal diri anak usia 6-12 tahun
yang tinggal di panti asuhan Subulussalam Palembang
c. Untuk memperoleh distribusi frekuensi Harga diri anak usia 6-12 tahun
yang tinggal di panti asuhan Subulussalam Palembang
d. Untuk memperoleh distribusi frekuensi Peran diri anak usia 6-12 tahun
yang tinggal di panti asuhan Subulussalam Palembang
e. Untuk memperoleh distribusi frekuensi Identitas diri anak usia 6-12
tahun yang tinggal di panti asuhan Subulussalam Palembang
H. Etika Penelitian
Peneliti menjelaskan tentang aspek etika dalam penelitian disertai dengan
penjelasan bentuk aplikatif yang dilakukan terhadap aspek tersebut.
Pertimbangan-pertimbangan etika yang lazim digunakan dalam penelitian ini
untuk mengatasi resiko atau dampak yang muncul dalam penelitian ini adalah
self determination. Privacy, anonimity, confidentiality dan protection from
discomfort.
1

Informed consent (Lembar Persetujuan)


Peneliti telah memberikan informasi yang lengkap sebelum melakukan

penelitian dan responden diminta menanda tangani lembar informed consent


sebagai bukti bersedia menjadi responden penelitian.
2

Tanpa nama (Anonimity)

39

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan


mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data. Peneliti hanya
mencantumkan inisial nama responden.
3

Privacy
Selama pengumpulan data, peneliti telah memastikan bahwa penelitian

yang dilakukan tidak menginvasi melebihi batas yang diperlukan dan menjaga
kerahasiaan responden selama penelitian dengan cara menuliskan inisial nama
pada lembar kuisioner.
4 Protection from discomfort
Peneliti telah meyakinkan responden bahwa data yang telah diberikan
tidak dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan, serta menciptakan
lingkungan yang nyaman bagi rsponden pada saat melakukan penelitian.

BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Profil Pondok Pesantren Subulussalam
Tabel 1.2
Nama lengkap

: Panti Asuhan dan Pondok Pesantren

Alamat

Subulussalam
: jl. KH. Balkhi Banten II Rt 02, Rw
01 No. 56 Kel. 16 Ulu Kec. SU II Kota

40

Palembang
: KH. Asad Balkhi
: HJ. Sanimah
: H. Zulkifli Sitompul,SH No.75
: 16 april 1992
: 07/BJSSOS/TAHUN 2013
: 06.963.491.7-306.000
: 80 anak
: 11 orang
: 4 orang
: 20 orang
: 5 orang
: 24 orang
: 12 orang
: 76 orang/
: 4 orang
: 4 buah
: 7 buah
: 4 buah
: 2 buah
: 6 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 gedung
: 1 gedung
: 1 gedung
: 1 buah
1. Putsal
2. Volly
3. Basket
4. Badminton
5. Tenis meja
INTRUMEN VERIFIKASI ANAK PANTI ASUHAN SUBULUSSALAM
Nama Ketua Yayasan
Nama Pengurus
Nama Notaris
Akte Pendirian
No.STT Dinsos Kota
NPWP Yayasan
Juumlah anak
Putra SD
Putri SD
Putra SMP
Putri SMP
Putra SMA
Putri SMA
Jumlah anak yang sekolah
Jumlah anak yang tidak sekolah
Jumlah kamar tidur Putra
Jumlah kamar tidur Putri
Jumlah kamar tidur Guru
Jumlah kamar tidur Tamu
Jumlah kamar Mandi/WC
Kantor Panti
Ruang makan anak
Ruang tempat belajar/sholat
Ruang Aulah
Mesin tik
Komputer
Perpustakaan
SD/MI
SMP
SMA
Ruang kantor Guru
Lapangan olah raga

TAHUN 2015
Tabel 1.3
1

NAMA LKSA

PA.Subulussalam

Alamat LKSA

Jln.kh.balkhi banten II RT02/1 kel.16 ulu kec.su

41

II kota Palembang
3

Jenis Pelayanan

Anak kurang mampu

Status kepemilikan

Milik organisasi/yayasan

Nama ketua LKSA

Hj. Sanimah

No Telepon

0711511059/081377951920/085382688166

Nama bank LKSA

Bni 46 cabang Palembang

No.rekenng

0294331741

Nomor NPWP

66.963.491.7.306.000

10

Nama notaris dan no akte notaris

H. Zulkifli Sitompul, SH no. 75

11

Surat izin oprasional

07/BJS/SOS/TAHUN 2013

12

AD/ART/STRUKTUR
ORGANISASI

Ada

13

Jumlah Pengurus

3 orang

14

Jumlah Pengasuh

6 orang

15

Jumlah h Anak asuh

80 orang

Asuh dalam asuh

80 orang

Asuh di luar asuh

Jumlah anak yang di ajukan

Asuh dalam anak

80 orang

Asuh diluar nank

17

Gedung Sekolah SD/MI

Ada

18

Gedung SMP/SMA

Ada

19

Gedung PONPES

Ada

20

Lapangan olahraga

Ada

21

Penginapan guru

Ada

22

Perpustakaan sekolah

Ada

23

Tempat aula

Ada

16

42

A. Program jangka pendek


Mewujudkan dan meningkatkan pengaturan IMTAQ dan IPTEK kepada
anak panti asuhan subul ussalam untuk menyongsong masa depan yang
gemilang
Ikut serta dalam program pembangunan dalam bidang pendidikan mnuju
pembangunan manusia yang seutuhnya
B. Program jangka panjang
1. Mendirikan pondok pesantren yang unggul
2. Mendirikan saranan pendidikan dari SD/SMP/SMA dan perguruan
tinggi
3. Mendirikan kelinik kesehatan untuk orang yang kurang mampu
4. Mendirikan program pertanian dan keterampilan bagi anak asuh kami
5. Mendirikan perpustakaan dan toserba
6. Mendirikan koprasi simpan pinjam

C. visi dan misi panti asuhan subul ussalam


Menjadikan panti asuhan yang unggul dan berkualitas.
1 Memberikan bekal ilmu
2 Memberikan pelayanan akomodasi dengan sarana dan prasarana
3 Memberikan konsumsi yang bergizi
4 Memberikan playanan pendidikan yang terpadu
B. Hasil Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan
pendekatan evaluation reseacrh secara univariat yaitu untuk melakukan
penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan program yang sedang dilakukan dalam
rangka mencari umpan balik (Elfindri, 2012). Dalam hal ini memberikan
gambaran konsep diri anak usia 6-12 tahun yang tinggal di panti asuhan
Subulussalam Palembang

43

Berdasarkan hasil penelitian ini jumlah responden 40 anak yang


dilakukan di Pondok Pesantren Subulussalam Palembang tahun 2015. Hasil
penelitian ini disajikan dalam bentuk tesk dan table yaitu sebagai berikut :
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan
presentase dari setiap variabel.

a. Gambaran diri
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gambaran diri
Siswa Di Pondok Pesantren Subulussalam
Palembang Tahun 2015
Gambaran diri

Frekuensi

Presentase (%)

Positif

20

50

Negatif

20

50

Jumlah

40

100

Berdasarkan tabel 5.1 diatas dapat diketahuai bahwa dari 40


responden yang memiliki gambaran diri positif sebanyak 20 responden
(50%) sedangkan responden yang memiliki gambaran diri positif sebanyak
20 responden (50%).
b. Ideal diri
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ideal diri

44

Siswa Di Pondok Pesantren Subulussalam


Palembang Tahun 2015
Ideal diri

Frekuensi

Presentase (%)

Realistis

19

47

Tidak Realistis

21

53

Jumlah

40

100

Berdasrakan tabel 5.2 diatas dapat diketahuai bahwa dari 40


responden yang memiliki Ideal diri Realistis sebanyak 19 responden (47%)
sedangkan responden yang memiliki Ideal diri tidak realistis sebanyak 21
responden (53%).
c. Harga diri
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan harga diri
Siswa Di Pondok Pesantren Subulussalam
Palembang Tahun 2015
Harga diri

Frekuensi

Presentase (%)

Kuat

22

55

Rendah

18

45

Jumlah

40

100

Berdasarkan tabel 5.3 diatas dapat diketahuai bahwa dari 40


responden yang memiliki Harga diri Kuat sebanyak 22 responden (55%)
sedangkan responden yang memiliki harga diri Rendah
responden (45%).
d. Peran diri

sebanyak 18

45

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan peran diri
Siswa Di Pondok Pesantren Subulussalam
Palembang Tahun 2015
Peran diri

Frekuensi

Presentase (%)

Berperan

22

55

Tidak berperan

18

45

Jumlah

40

100

Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat diketahuai bahwa dari 40


responden yang memiliki Peran diri Berperan sebanyak 22 responden
(55%) sedangkan responden yang Tidak berperan sebanyak 18 responden
(45%).
e. Identitas diri
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Identitas diri
Siswa Di Pondok Pesantren Subulussalam
Palembang Tahun 2015

Identitas diri

Frekuensi

Presentase (%)

Kuat

17

42

Rendah

23

58

Jumlah

40

100

Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat diketahuai bahwa dari 40


responden yang memiliki identitas diri Kuat sebanyak 17 responden (42%)

46

sedangkan responden yang memiliki identitas diri Rendah sebanyak 23


responden (58%).

BAB VI
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan Hasil penelitian diatas dapat diketahuai bahwa dari 40
responden yang memiliki.
1 Gambaran diri
Gambaran diri positif sebanyak 20 responden (50%) sedangkan
responden yang memiliki gambaran diri positif sebanyak 20 responden
(50%).
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar
dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran
dan bentuk tubuh, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa
lalu (Keliat, 1992).
Menurut Hadiwibowo (2003), gambaran diri berhubungan erat dengan
kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang
penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistis terhadap diri,

47

menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman dan mampu
meningkatkan keinginan untuk berhasil didalam kehidupan. Namun
gambaran diri yang tidak benar akan membuat individu kehilangan jati
dirinya serta menghambat kemampuan yang dimilikinya.

2. Ideal diri
Ideal diri Realistis sebanyak 19 responden (47%) sedangkan responden
yang memiliki Ideal diri tidak realistis sebanyak 21 responden (53%).
Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan, nilai dan standar perilaku yang
dianggap ideal dan diupayakan untuk dicapai. Diri ideal berawal dalam
tahun prasekolah dan berkembang sepanjang hidup. Diri ideal dipengaruhi
oleh norma masyarakat dan harapan serta tuntutan dari orang tua dan orang
terdekat (Potter dan Perry, 2005).
Hasil penelitian Hidayat pada mahasiswa profesi angkatan X FKIK
Unsoed, sebagai mahasiswa mereka mampu menyelesaikan tugas-tugas
perkuliahan dengan baik. Pada penelitian ini hasil uji statistik Chi-Square
identitas diri tidak mempengaruhi kesiapan bekerja pada mahasiswa
angkatan X FKIK Unsoed menjelang akhir masa profesi ners.
3. Harga diri
Harga diri Kuat sebanyak 22 responden (55%) sedangkan responden
yang memiliki harga diri Rendah sebanyak 18 responden (45%).

48

Stuart dan Sundeen (dalam Keliat, 1992) menjelaskan bahwa harga diri
adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Frekuensi pencapaian tujuan
akan menghasilkan harga diri yang rendah/tinggi. Bila individu selalu
sukses maka cenderung harga diri tinggi, sebaliknya bila ia sering gagal
maka ia akan cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain. Aspek utamanya adalah dicintai dan menerima
penghargaan dari orang lain. Menyayangi dan menghargai orang lain akan
mampu mengangkat harga dirinya. Begitu pula sebaliknya, dengan tidak
adanya kasih sayang dan penghargaan maka akan terbentuk harga diri yang
rendah Santrock (2002).
Individu yang memiliki harga diri positif akan menerima dan
menghargai dirinya sendiri apa adanya. Dalam harga diri tercakup evaluasi
dan penghargaan terhadap diri sendiri dan menghasilkan sikap positif atau
negatif terhadap dirinya sendiri. Sikap positif terhadap diri sendiri adalah
sikap terhadap kondisi diri, menghargai kelebihan dan potensi diri, serta
menerima kekurangan yang ada, sedangkan yang dimaksud dengan sikap
negatif adalah sikap tidak suka atau tidak puas dengan kondisi diri dan tidak
menghargai kelebihan diri dengan melihat diri sebagai sesuatu yang selalu
kurang (Santrock, 1998).
4. Peran diri
Peran diri Berperan sebanyak 22 responden (55%) sedangkan
responden yang Tidak berperan sebanyak 18 responden (45%).

49

Sebagian besar individu mempunyai lebih dari satu peran. Peran


sebagai orang tua, sebagai pekerja dan sebagai pelajar atau mahasiswa.
Setiap peran mencakup pemenuhan harapan tertentu dari orang lain.
Pemenuhan harapan ini mengarah pada penghargaan. Ketidakberhasilan
untuk memenuhi harapan ini menyebabkan penurunan harga diri atau
terganggunya konsep diri seseorang (Potter dan Perry, 2005).
5 identitas diri
Identitas diri kuat sebanyak 17 responden (42%) sedangkan responden
yang memiliki identitas diri rendah sebanyak 23 responden (58%).
Pembentukan identitas diri seseorang tidak lepas dari tugas
perkembangan yang berhasil dilalui, dimana dalam hal ini pula tingkat
kematangan pada diri seseorang mempengaruhi pembentukan sikap dan
pola perilaku pada identitas diri orang tersebut. kematangan seseorang
dalam melalui tahap perkembangan tidak lepas dari proses belajar, yang
merupakan hal penting dalam perkembangan. Di mana kematangan
merupakan dasar untuk belajar menentukan pola prilaku seseorang
(Hurlock, 1999).
Konsep diri memiliki peranan penting dalam menentukan perilaku
individu sebagai cermin bagi individu dalam memandang dirinya. Individu
akan bereaksi terhadap lingkungannya sesuai dengan konsep dirinya,
menurut Burns (1993) pembentukan konsep diri memudahkan interaksi
sosial sehingga individu yang bersangkutan dapat mengantisipasi reaksi
orang lain. Pola kepribadian yang dasarnya telah diletakkan pada masa bayi,
mulai terbentuk dalam awal masa kanak-kanak. Orang tua, saudara kandung

50

dan sanak saudara lainnya merupakan dunia sosial bagi anak-anak, maka
bagaimana perasaan mereka kepada anak- anak dan bagaimana perlakuan
mereka /merupakan faktor penting dalam pembentukan konsep diri, yaitu
inti pola kepribadian. Individu memberi respon terhadap dirinya sendiri dan
mengembangkan sikap diri yang konsisten dengan apa-apa yang
diekspresikan oleh orang lain di dalam dunianya. Hasilnya individu tersebut
memahami dirinya sendiri mempunyai sifat-sifat dan nilai-nilai yang oleh
orang lain mempertalikan dengan dirinya (Burns,1993).
Konsep diri tentunya ada yang positif dan ada juga negatif. Berkaitan
dengan pola asuh orang tua, juga memiliki pola asuh yang positif dan
negatif. Paling tidak ada ciri-ciri konsep diri positif misalanya : Mempunyai
penerimaan diri yang baik, Mengenal dirinya sendiri dengan baik, Dapat
memahami dan menerima fakta-fakta yang nyata tentang dirinya, Mampu
menghargai dirinya sendiri, Mampu menerima dan memberikan pujian
secara wajar, Mau memperbaiki diri kearah yang lebih baik. Dan Mampu
menempatkan diri di dalam lingkungan.

51

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Distribusi frekuensi gambaran diri positif sebanyak 20 responden (50%)
sedangkan responden yang memiliki gambaran diri positif sebanyak 20
responden (50%).
2. Distribusi frekuensi Ideal diri realistis sebanyak 19 responden (47%)
sedangkan responden yang memiliki Ideal diri tidak realistis sebanyak 21
responden (53%).
3. Distribusi frekuensi Harga diri tinggi sebanyak 22 responden (55%)
sedangkan responden yang memiliki harga diri rendah sebanyak 18
responden (45%).
4. Distribusi frekuensi Peran diri peran sebanyak 22 responden (55%)
sedangkan responden yang memiliki gambaran diri tidak berperan
sebanyak 18 responden (45%)
5. Distribusi frekuensi identitas diri kuat sebanyak 17 responden (42%)
sedangkan responden yang memiliki identitas diri rendah sebanyak 23
responden (58%).

B. Saran

52

1.

Bagi Institusi Pendidikan.


Hendaknya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah
satu sarana evaluasi konsep diri. Sehingga Individu akan bereaksi
terhadap lingkungannya sesuai dengan konsep dirinya.
2. Bagi Panti Asuhan Subul Ussalam .
Hendaknya seluruh anak-anak dipanti asuhan subul ussalam ,
dapat benar-benar menjaga konsep diri anak, Sehingga memudahkan
interaksi

sosial

sehingga

individu

yang

bersangkutan

dapat

mengantisipasi reaksi orang lain. serta dapat meningkatkan mutu dari


Panti Asuhan Subul Ussalam itu sendiri.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya.
Disarankan untuk meneliti secara lebih mendalam tentang konsep
diri anak usia 6-12 tahun, serta menguji lagi kevalidtan dari kuesioner,
sehingga dapat diketahui secara mendetil perilaku konsep diri anak
usia 6-12 tahun. Dan diharapkan dapat meneliti yang sama tapi
menggunakan model kualitatif tentang konsep diri anak, sehingga
dapat dijelaskan gambaran konsep diri anak usia 6-12 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

53

Agoes Dariyo. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia


Indonesia.
Andi Mappiare. (1992). Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Malang: Rajawali
Pers.
Angelis, Barbara De. (2003). Confidence Percaya Diri Sumber Sukses dan
Kemandirian.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Asri Budiningsih. (2004). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Candy, Philip. (1991) Independent
literature.Diakses dari

learning;

Some

ideas

from

the

Conny Semiawan. (2002). Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah


Dasar. Jakarta: PT Indeks.
Chabib Thoha. (1996). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta : Pustaka
pelajar (IKAPI).
Dahlan, S (2008.langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Kedokteran
dan Kesehatan.Jakarta : CV. Sagung Seto.
Daryanto dan Muljo Rahardjo. (2012). Model Pembelajaran Inovatif. Malang:
Gava Media.
Depdikbud. (1996). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Djaali. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Dudung Hamdung. (2009). The 7 Personalities of Success. Yogyakarta: Gara
Ilmu.
Departemen kesehatan RI. /2013/. Riset kesehatan Dasar. Jakarta : Depkes RI.
Dermawan, Deden./2012/. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta:
Gosyen Publishing
Hamdan. (2009). Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Motivasi
Berprestasi Pada Siswa SMUN 1 Setu Bekasi. Skripsi. Depok: Universitas
Gunadarma.
Haris Mudjiman. (2006). Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

54

Haryanto.
(2010).
Pengertian
Konsep
Diri.
Diakses
dari
http://belajarpsikologi.com/pengertian-konsep-diri/pada Tanggal 10 juni
2015 jam 22:13.
Hendrianti Agustianti. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Refika
Aditama.
Hiemstra. (1994). Self-Directed Learning. In T. Husen & T. N. Postlewaite (Eds),
The International Encyclopedia of Education (second edition) Oxford:
Porgomon Press. Diakses dari
Holsten, Hermann. (1984). Murid Belajar Mandiri. Penerjemah: Soeparmo.
Bandung: CV Remadja Karya.
Hutagalung, Inge. ( 2007). Pengembangan Kepribadian Tinjauan Praktis Menuju
Pribadi Positif. Jakarta: PT IndeksEffendy, Ferry dan Makhfudli. /2009/
Keperawatan

Kesehatan

Komunitas-Teori

dan

Praktek

dalam

Keperawatan.. Jakarta: Salemba Medika


Effendy, Nasrul. /1998/. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi
2. Jakarta: EGC
Elfindri dkk,/2010/.Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta: Baduose Media
Jakarta.
Irianto,A./2010/.Statisitk Konsep dasar,Aplikasi dan Pengembangannya. Jakarta:
Kencana Predana Media group.

Malita. /2014/. Skripsi Hubungan konsep diri dengan tingkat kecemasan pada
orang tua anak tuna rungu di SLB B karya Ibu Palembang Tahun
2014.Palembang: Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Muhammadiyah Palembang.
Mulyati. (2005). Psikologi Belajar. Yogyakarta: Andi Offset.
Pasaribu dan Simandjuntak. (1980). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito.

55

Riwidikdo, H. /2010/. Statistik Untuk Penelitian Kesehatan Dengan Aplikasi


Program R dan SPSS. Yogyakarta : Pustaka Rihama.
Retno Dwi Astuti. (2005). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian
Siswa Dalam Belajar pada Siswa Kelas XI SMA Negeri Sumpiuh
Rika Eka Izzaty, dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY
Press.
Rochmat Wahab dan Solehuddin. (1998). Pekembangan dan Belajar Peserta
Didik. Yogyakarta: Depdikbud.
Rosnida Nurhayati. 2007. Pemanfaatan Website www.gomath.com sebagai Media
dalam Peningkatan Kemandirian Belajar Matematika Siswa kelas XSMA N
1 Sleman Tahun Pelajaran 2006/2007. Skripsi. Yogyakarta: UNY.
Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran. Bandung: Rajawali Pers
Saryono & Widianto, A. T. /2010/. Catatan Kuliah: Kebutuhan Dasar Manusia
(KDM). Yogyakarta: Nuha Medika.
Schaefer, Charles. (1994) Bagaimana Mempengaruhi Anak. Jakarta: Dahara Press.

Schiller, Pam dan Bryant, Tamera. (1998). The Values Book for Children (16 Nilai
Modal Dasar Bagi Anak). Penerjemah: Susi Sensusi. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Siregar, Syofian. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Perhitungan
Manual SPSS. Jakarta: Kencana.
Slameto. (2010) Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Syaiful Bahri Djamrah dan Aswan Zain. (1997). Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Syaiful Sagala. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu
Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Syamsu Yusuf. (2006). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (SLTP dan
SLTA). Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

56

Walker, Edward. (1973). Conditioning dan Proses Belajar Instrumental.


Penerjemah: Team Fakultas Psychologi Universitas Indonesia. Jakarta:
Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.
http://tiya-darmawan.blogspot.com/2012/12/normal-0-false-false-false-in-x-nonex.html. di akses pukul 19. 23 wib. tanggal 26-mei-2015
.

Anda mungkin juga menyukai