Anda di halaman 1dari 10

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Memahami pertumbuhan dan perkembangan normal membantu perawat
memperkirakan, mencegah, dan mendeteksi penyimpangan dari bentuk yang diharapkan dari
klien (Santrock, 2007). Akan tetapi mayoritas perawat masa kini  cenderung mengabaikan
teori-teori  perkembangan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh klien atau pasien demi
mendukung proses keperawatan.
            Bentuk-bentuk pertumbuhan dan perkembangan  yaitu biologi, kognitif, dan sosio
emosional yang terjadi selama masa kehidupan individu. Perkembangan bersikap dinamis
dan melibatkan progresivitas dan penurunan. Sebagai contoh, perkembangan kognitif pada
usia lanjut dapat dilihat dari sikap bijaksana dalam mengambil keputusan karena adanya
faktor pengalaman, tetapi mereka sulit bertindak seperti orang muda saat dibutuhkan
kecepatan dalam memproses informasi (Baltes dan Kunzmann, 2004; Santrock, 2007). 
            Mempelajari teori-teori perkembangan tidak hanya berguna bagi orang tua dan guru
dalam memberikan pelayanan dan pendidikan kepada anak sesuai dengan tahap
perkembangannya, melainkan juga berguna dalam memahami diri kita sendiri dengan cara
pendekatan biologis, lingkungan dan suasana serta interaksi. Teori perkembangan akan
memberikan wawasan dan pemahaman tentang sejarah perjalanan hidup kita sendiri ( sebagai
bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa atau usia lanjut ).
            Lebih dari Teori perkembangan juga sangat berguna bagi pengambilan kebijaksanaan
dalam merumuskan program dan bantuan bagi anak-anak dan remaja. Seiring dengan
perkembangan masyarakat  temporer yang ditandai oleh perubahan-perubahan yang sangat
cepat dalam berbagai dimensi kehidupan individu, teori  perkembangan semakin dirasakan
kegunaannya oleh masyarakat. Masyarakat makin menyadari betapa individu ( anak-anak,
remaja, dan bahkan orang dewasa ) yang hidup pada era modern sekarang ini berada pada
masa-masa yang sulit.
            Menghadapi individu  yang berada dalam masa-masa sulit demilkian, jelas
membutuhkan pemahaman tentang teori perkembangan. Hal inilah yang melatarbelakangi
kelompok kami untuk megangkat tema tentang teori-teori perkembangan.

1.2  Rumusan Masalah


1.      Bagaimanakah Proses Perkembangan?
2.      Bagaimanakah Teori – teori perkembangan menurut para ahli?
3.      Bagaimanakah pertimbangan moral dalam melaksanakan praktik
1.3  Tujuan
1.      Mengetahui Tentang Proses Perkembangan Pada Individu
2.      Mengetahui Berbagai macam teori teori perkembangan dari para ahli?
3.      Mengetahui bagaimana pertimbangan moral dalam melaksanakan praktik keperawatan.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Proses Perkembangan


            Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan bentuk kompleks perpindahan
yang mencakup perubahan dalam proses boilogis, kognitif, dan sosioemosional (Santrock,
2007). Penurunan sifat secara biologis dan faktor lingkungan memengaruhi proses ini.
Perawat mempergunakan pengetahuan proses ini dalam memilih terapi untuk meningkatkan
kemajuan pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Hal penting sebagai contoh, Anda
harus mempertimbangkan faktor genetik klien wanita sebelum hamil sebagai perencanaan
kesehatan.
            Proses biologis menghasilkan perubahan dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik
individu. Perbahan ini merupakan hasil penurunan genetik dan pengaruh luar seperti
makanan, olah raga, tekanan, budaya, dan iklim (Berger, 2005). Tinggi badan dan berat
badan, perkembangan pergerakan motorik kasar dan halus, serta maturasi seksual yang
merupakan hasil dari perubahan hormonal selama maa pubertas adalah contoh perubahan
hasil proses biologi.
            Proses kognitif terdiri atas perubahan intelegensi. Kemampuan untuk mengerti dan
menggunakan bahasa, perkembangan pikiran yang membentuk sikap, kepercayaan, dan
tingkah laku individu (Berger; santrock, 2007). Gen yang diturunkan dari orang tua,
pengalaman hidup, dan lingkungan memengaruhi perubahan yang terjadi dalam proses
kognitif. Mempelajari bagaimana ikut serta dalam suatu pembicaraan, permainan, dan belajar
saat akan menghadapi ujian, semuanya akan melibatkan proses kognitif.
            Proses sosioemosional terdiri atas keberagaman dalam kepribadian individu, emosi,
dan hubungannya dengan individu lain selama masa hidupnya (Santrock, 2007). Penurunan
genetik dan lingkungan individu berperan dalam perubahan ini.
            Tempramen atau tabiat didefinisikan sebagai dasar biologis dari perkembangan
kepribadian. Sebagian besar orang tua menyadari bahwa bayinya memiliki kepribadian
berbeda dan segera bereaksi untuk mengubahnya. Pengetahuan mengenai tempramen bayi
akan membantu anda dalam menyediakan pengajaran promosi kesehatan sehingga orangtua
dapat memahami tingkah laku anaknya (Hockenberry dan Wilson, 2008)

2.2       Teori – teori Perkembangan


Teori adalah sekumpulan konsep – konsep yang saling berhubungan, definisi-definisi,
dan dalil-dalil mengenai pandangan tentang suatu subjek untuk untuk menjelaskan tujuannya
dan membuat prediksi tentang subjek tersebut. (LoBiondo-Wood dan Haber,2006). Teori-
teori perkembangan menyediakan suatu kerangka untuk menilai, menggambarkan,dan
menghargai perkembangan manusia. Teori perkembangan juga merupakan hal penting dalam
membantu perawat menilai dan mengobati respon individu terhadap suatu penyakit.
Mengerti akan tugas dan kebutuhan dari setiap tingkat perkembangan membantu
pemberi layanan dalam merencanakan pelayanan individual yang sesuai untuk klien.
Perkembangan manusia merupakan proses yang dinamis dan kompleks yang tidak dapat
hanya di jelaskan hanya pada satu teori. Menurut Potter Perry ada empat kelompok teori
perkembangan, yaitu : biofisik, psikoanalitik psikosional, kognitif, dan moral. Berikut ini
kami akan membahas lebih detail satu-persatu tentang perkembangan teori tersebut.

2.2.1 Teori Perkembangan Biofisik


            Perkembangan biofisik adalah bagaimana tubuh kita secara fisik berkembang dan
berubah. Penyelenggara pelayanan kesehatan dapat mengukur dan membanding kan
perubahan yang terjadi sejak neonatus sampai dewasa dengan pertumbuhan normal. Teori
perkembangan biofisik menggambarkan proses maturasi secara biologis
            Teori perkembangan Gesell melalui pengamatannya sejak tahun 1940-an, Gesell
membuat teori tentang tingkah normal yang dijadikan sebagai sumber informasi unuk
perkembangan anak. Versi terbaru adari uji Gesell terdiri atas empat kategori tingkah laku:
motorik, bahasa, adaptasi, dan pribadi sosial. Penyelenggara kesehatan menilai setiap
subgroup dalam mencapai developmental quotient (QD) yag membedakan antara infant
normal dan abnormal(Santrock, 2007).
            Dasar teori perkembangan Gesell adalah bahwa pola pertumbuhan (perkembangan)
setiap anak mempunyai ciri khas yang diatur oleh aktivitas genetik. Faktor lingkungan dapat 
mendukung, mengubah, dan memodifikasi pola tersebut, tetapi tidak menyebabkan kemajuan
perkembangan (Gesell, 1948). Gesell menemukan pola maturasi sebagai suatu rangkaian
perkembangan mausia. Rangkaian perkembanagan terjadi dalam janin, dimana ada urutan
khusus perkembangan system organ (Crain, 1992).
            Setelah lahir, anak-anak tumbuh sesuai cetakan genetiknya dan memperoleh
keterampilan sesuai tahapannya, namun dengan kecepatannya masing-masing. Sebagai
contoh, sebagian besar anak-anak belajar memegang suatu benda, seperti cangkir dengan
jarinya pada usia 15, dan mampu memegang cangkir dengan baik, mengangkat, minum, dan
meletakannya kembali pada usia 21 bulan. Gesell menjelaskan bahwa tidak semua anak
memiliki perkembangan sesuai waktunya. Lingkungan berperan dalam perkembangan anak,
tetapi tidak pada perkembangan berikutnya.

2.2.3 Teori Perkembangan Kognitif


            Jika teori psikoanalitik atau psikososial berfokus pada pikiran bawah sadar dan emosi
individu, kognitif lebih menekankan pada bagaimana individu belajar berfikir dan memahami
dunianya. Sama seperti perkembangan kepribadian, teoritikus kognitif telah melakukan
eksplorasi pada masa anak-anak dan masa dewasa.
            Teori pengembangan kognitif Jean Piagert menyebutkan empat periode yang
berhubungan dengan usia dan mengemukakan kategori khusus tentang pengenalan dan
pemahaman (Santrock, 2007). Menurut Piagert inddividu berpindah dari satu tahap ketahap
lainnya untuk mendapatkan keseimbangan kognitif atau keseimbangan mental yang stabil.

Periode I: Motosensorik (Lahir Sampai Usia 2 Tahun)


            Selama masa perkembangan, bayi membangun pola tindakan atau skema reaksi
terhadap lingkungan (Berk, 2003). Skema ini termasuk memukul, melihat, menggenggam
atau menendang.

Periode II: Pra-operasional (2-7 Tahun).


            Ini merupakan waktu ketika anak-anak belajar berfikir dengan menggunakan simbol-
simbol dan gambaran mental. Pada masa ini anak masih egosentrik, anak anak melihat objek
dan orang hanya dari sudut pandang mereka sendiri. Anak-naka percaya bahwa setiap orang
menjalani dunianya sama seperti yang dialami mereka. Intervensi keperawatan selama
periode ini akan memperkenalkan penggunaan permainan sebagai cara anak untuk mengerti
peristiwa-peristiwa disekitarnya.
            Perkembangan bahasa dapat memperluas kemampuan berfikir tentang masa lampau
dan masa depan. Bahasa mulai menggambarkan logika, karna logika tersebut
menggambarkan proses berfikir.

Periode III:  Operasi Konkret (7-11 Tahun)


            Anak –anak mulai mempunyai kemampuan untuk melakukan operasi mental. sebagai
contoh, Anak akan memikirkan tindakannya terlebih dahulu sebelum melakukannya. Pada
tahap awal anak dapat menghitung sampai angka sepuluh, tetepi sekarang anak dapat
menghitung setiap angka yang ditampilkan. Reversibilitas merupakan karakteristik utama
dari pemikiran operasi kongkret.
            Anak-anak juga dapat mengelompokkan objek sesuai dengan dimensi kualitatif
mereka, yang dikenal sebagai seriatiaon. Pencapaian lain dalam tahap ini adalah konservasi,
atau kemampuan untuk melihat objek atau jumlah sebagai sesuatu yang sama meskipun
terjadi perubahan dalam penampilan fisiknya (Berk, 2003., Singer dan Revenson, 1996).

Periode IV: Operasi formal (Usia 11 Tahun Sampai Dewasa)


            Selama tahap ini pola pikir individu berpindah kepada hal yang bersifal abstrak dan
teoritis. Remaja dan dewasa muda mulai berfikir tentang hal hal seperti perdamaian dunia,
mencari keadilan dan makna hidup. Peningkatan kemampuan kognitif memempukan remaja
melakukan remaja melakukan lebih jauh pencapaian penyelesaian masalah, termasuk masa
depan mereka termasuk hal-hal lainnya. Kematangan pola pikir, dan kedalaman pemahaman
semakin meningkat seiring dengan pengalaman. Menurut Piagert, tahap ini merupakan tahap
akhir dari perkembangan kognitif.

Teori Kognitif Sosial


            Seorang psikoloh amerika Albert Bendura (1925) adalah orang yang melopori ide
bahwa pemahaman tingkah laku penting untuk memahami pola pikir individu (Santrock,
2007). Menurut bendura, individu mengamati tingkah laku orang lain dan kemudian
membuat suatu pilihan apakah akan meniru tingkah laku tersebut atau tidak. Model
perkembangan bendura yang terbaru menekankan pada interaksi antara tingkah laku,
lingkungan dan faktor personal atau kognitif.
            Teori kognitif sosial bendura memasukkan faktor personal seperti pemahaman diri,
kepercayaan diri, dan efektivitas diri dalam proses perkembangan (Berger, 2005).

Perubahan Kognitif dalam Pemikiran Orang Dewasa


            Penelitian tentang perkembangan kognitif pada masa dewasa dimulai sejak tahun
1970 dan terus berlanjut sampai sekarang. Piaget telah mengemukakan bahwa pemikiran
operasi formal dimulai saat remaja dan pada dasarnya orang dewasa juga menggunakannya.
Meskipun, penelitian menunjukkan bahwa beberapa individu tidak mencapai pemikiran
operassi formal sampai dewasa, dan beberapa orang dewasa tidak pernah membangun
periode operasi formal (Santrock, 2007). Orang dewasa mengikutsertakan  emosi, logika,
praktik dan fleksibilitas dalam mengambil keputusan.
            William Perry adalah salah satu orang pertama yang mengembangkan teori kognitif
orang dewasa. Dia mempelajari mahasiswa-mahasiswa dan mendapatkan bahwa lanjutan
perkembangan kognitif mengikutsertakan peningkatan fleksibilitas kognitif.
            K. Warner Schaie, seorang professor ilmu perkembangan ilmu manusia di
Pennsylvania State University, menyimpulkan bahwa kita tidak dapat membangun cara yang
lebih kompleks untuk mendapatkan informasi, dibandingkan yang telah dikemukakan oleh
Piaget, tetapi orang dewasa melakukan perubahan pada cara mereka menggunakan
pengetahuan. Schaie percaya bahwa penekanan bergeser dari pencapaian pengetahuan atau
keterampilan menjadi penggunaan pengetahuan untuk pencapaian tujuan.

2.2.4 Teori Perkembangan Moral


            Perkembangan moral menunjukkan perubahan cara berpikir individu, emosi, dan
tingkah laku yang mempengaruhi kepercayaan tentang mana yang benar dan mana yang
salah. Hal ini mencakup komponen interpesonal dan intrapersonal yang menentukan
bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain (Santrock, 2007).

Teori Perkembangan Moral Jean Piaget.


            Piaget melakukan pengamatan dan wawancara anak-anak, dia mempelajari bagaimana
cara mereka berpikir tentang aturan-aturan dan masalah- masalah moral. Teori perkembangan
Piaget memasukkan dua tahap yang terjadi antara usia empat dan sepuluh tahun. Tahap
pertama, moralitas heteronomous, terjadi antara usia empat sampai tujuh tahun dan ditandai
dengan suatu keyakinan bahwa peraturan tidak bisa diubah dan jika melanggarnya akan
segera diadili. Anak kecil sulit menerima kalau peratuaran dalam permainan dapat diubah
atau hukuman tidak akan segera berlaku setelah ada pelanggaran (Santrock, 2007).
            Pada tahap kedua, moralitas otonom, Anak mengerti bahwa individu yang membuat
peraturan dan dapat merubahnya. Pada tahap ini anak-anak mengetahui bahwa tujuan
memengaruhi tingkah laku. Menurut Piaget, melalui hubungan dengan teman sebayanya
anak-anak dapat membangun pertimbangan moralnya. Dalam kelompoknya anak anak dapat
mengemukakan ketidak setujuannya dan kemudian mencapai penyelesaian. Hubungan orang
tua anak yang tidak seimbang akan memengaruhi perkembangan moralitas anak (Santrock,
2007).
            Teori Perkembangan Lawrence Kohlberg. Teori perkembangan ini merupakan
pengembangan dari teori kognitif Piaget. Dia mewawancara anak-anak, remaja, dan orang
dewasa kemudian mendapatkan bahwa pertimbangan moral dibangun secara bertahap
(Berger, 2005). Dari serangkaian dilema moral Kohlberg mengidentifikasi enam tahap
perkembangan moral dalam tiga tingkat (Kohlberg, 1981).
Tingkat I: Pertimbangan Prakonvensional
            Pada tingkat satu, pertimbangan prakonvensional idividu menunjukkan pertimbangan
moralnya berdasarkan pengalaman pribadinya. Hal ini sangat berhubungan dengan tahap
pertama teori Piaget, dimana alasan moral individu melakkan tindakan yang bekaitan dengan
konsekuensi yang akan diterimanya. Konsekuensi ini bisa berupa hukuman atau penghagaan.

Tahap 1: Orientasi terhadap Hukuman dan Kepatuhan


            Pada tahap ini respon anak terhadap dilema moral adalah dalam bentuk kepatuhan
mutlak terhadap orang yang berkuasa dan peraturan. Seorang anak pada tahap ini
berpendapat, “Saya harus menaati peraturan: Jika tidak akan dihukam.” Menghindari
hukuman atau meragukan rasa hormat kepada orang yang berkuasa merupakan karakteristik
motivasi tingkah laku anak. Seorang anak akan tiba dirumah tepat waktu untuk makan malam
karena menurut orang tua anak memerlukan hal itu.
Tahap 2: Orientasi Relativitas Alat
            Pada tahap ini, anak mengenali lebih dari satu pandangan yang benar, seorang guru
memiliki satu pandangan ynag berbeda dari orang tua anak. Anak menerima hukuman bukan
karena melakukan kesalahan ( seperti pada Tahap 1),  tetapi karena menghindari sesuatu
(Taffell, 2002).
            Anak-anak pada tahap ini akan meatuhi peraturan yang dibuat orangtuanya tentang
kapan waktunya kapan berada di rumahuntuk makan malam, karena mereka tidak ingin
waktu istirahat mereka menjadi terbatas karena mereka datang telat.

Tingkat II: Pertimbangan Konvensional


            Pada tingkat II, pertimbangan konvensional, individu memandang pertimbangan
moral berdasarkan kepribadian dan dengan harapan masyarakat atas dirinya. Individu ingin
memenuhi harapan keluarga, kelompok, atau negara dan juga membangun royalitas dan
mengelola secara aktif, mendukung serta menilai sesuatu.
            Perawat mengamati saat anggota keluarga membuat keputusan kepada orang yang
dicintainya. Individu sering bermasalah dengan dilema moral seperti ini. Dukungan saat
berdukacita akan melibatkan pemahaman pada tingkat pengambilan keputusan moral tiap
anggota keluarga.

Tahap 3 : Orientasi menjadi Anak yang Baik.


            Individu ingin diterima dan menjaga kepercayaan dari kelompok seusianya.”Menjadi
Baik “ beararti memiliki motivasi yang baik, menunjukan perhatian kepada sesama, dan
menjaga hubungan melalui kepercayaan, loyalitas, penghargaan, dan rasa terima kasih. Pihak
lain lebih menyukai dengan istilah “menjadi kesenangan”. Sebagai contoh, seseorang yang
berada pada tahap ini tinggal disekolah sesudah pelajaran selesai dan melakukan pekerjaan
untuk mendapatkan izin dari gurunya.
Tahap 4: Orientasi Hubungan Masyarakat

            Selama tahap 4, individu mengembangkan fokusnya dari suatu hubungan dengan
sesamanya menjadi perhatian kepada masyarakat. Keputusan moral diperhitungkan dalam
perspektif masyarakat. Tingkah laku yang benar adalah melakukan tugasnya, menunjukan
rasa hormat terhadap orang yang berkuasa, dan menjaga nilai-nilai sosial. Remaja memilih
untuk tidak menghadiri pesta yang menyediakan minuman bir bukan karena mereka takut
ditangkap, tetapi karena mereka menyadari kalau itu salah.

Tingkat III : Pertimbangan Pasca-konvensional


            Individu menemukan keseimbangan antara hak dan kewajiban dasar manusia, kaidah-
kaidah masyarakat, serta peraturan pada tingkat pertimbangan pasca-konvensional. Individu
berpindah dari keputusan moral berdasarkan kewenangan atau sesuai dengan kelompok
menjadi nilai nilai an prinsip moral mereka sendiri. Individu pada tahap ini mulai melihat apa
yanga disukai oleh masyarakat. Prinsip dan idealisme moral menjadi yang lebih menonjol
pada tingkat ini (Berger, 2005).

Tahap 5 : Orientasi Kontrak Sosial.


            Setelah mencapai tahap 5, individu mematuhi hukum sosial tetapi juga mengenali
kemungkinan perubahan hukum untuk memperbaiki masyarakat. Individu juga mengenali
bahwa kelompok sosial yang berbeda memiliki nilai- nilai yang berbeda, tetapi memercayai
bahwa semu a individu mempunyai hak-hak dasar, seperti kemerdekaan dan kehidupan.
Individu pada tahap ini lebih memikirkan apa yang dinilai masyarakat, bukan lagi apa yang
dinilai kelompok, seperti yang terjadi pada tahap 4.

Tahap 6 : Orientasi Prinsip Etika Universal.


Tahap ini merupakan “Hak” keputusan kata hati sesuai prinsip etik pemilihan diri.
Prinsip ini bersifat abstrak dan membandingkan dengan logika umum, universal, dan
konsistensi (Kohlberg, 1981). sebagai contoh, prinsip keadilan membutuhkan individu yang
bersikap adil terhadap sesamanya, menghormati  martabat semua individu, dan membantu
individu untuk menghargai keputusan semua orang. Tahap 5 menekankan  pada hak-hak
dasar dan proses demokratis, sedangkan tahap 6 menekankan hanya pada prinsip-prinsip
keadilan yang sesuai.

Kritik Teori Kohlberg.


            Kohlberg membangun suatu cara melihat perkembangan moral secara sistematik.Dia
dikenal sebagai pemimpin teori perkembangan moral. Meskipun, kritik terhadap
pekerjaannya menimbulkan pertanyaan tentang subjek pilihan penelitianya. Sebagian besar
subjek Kohlberg adalah laki-laki dengan filosofi barat . Percobaan penelitian untuk
mendukung teori Kohlberg dengan individu yang tumbuh dalam filosofi timur menemukan
bahwa semua peserta penelitian tidak pernah berada pada tahap 3 dan 4 dari model Kohlberg.
Penemuan ini memberi kesan bahwa mereka tidak pernah mencapai tingkat tertinggi
perkembangan moral, sama seperti ynag dialami orang dewasa yang tumbuh dalam tradisi
barat.
            Penemuan ini memberi kesan bahwa desain penelitian Kohlberg tidak
memperbolehkan cara untuk mengukur semua yang tumbuh dalam budaya yang berbeda.
Kohlberg juga mendapat kritik tentang adanya bias usia atau gender. Carol Gilligan, teman
sejawat, mengkritik Kohlberg tentang bias gender (Santrock, 2007). Dia percaya bahwa
Kohlberg membangun teorinya berdasarkan perspektif keadilan yang berfokus pada hak
individu. Sebaliknya penelitian Gilligan melihat perkembangan moral dari sudut pandang
pelayanan yang memandang individu dalam komnikasi interpersonal mereka, hubungan, dan
perhatian terhadap orang lain (Santrock, 2007). Menurutnya, wanita bisa bersifat penuh kasih
sayang sehingga sulit mengambil keputusan berdsarkan keadilan saja (Berger, 2005). Peneliti
– peneliti lain telah menilai teori Gilligan dalam penelitian dengan anak-anak dan tidak
menamukan bukti untuk mendukung perbedaan gender (Berger, 2005; Santrock, 2007).

2.3 Pertimbangan Moral dan Praktik Keperawatan.


            Perawat harus mengetahui tingkat perkembangan moral dirinya sendiri. Mengenal
tingkat perkembangan moral anda sendiri penting dalam memisahkan kepercayaan anda
dengan orang lain saat membantu klien dalam proses pengambilan keputusan moral mereka.
           

Anda mungkin juga menyukai