Anda di halaman 1dari 16

KEGAWAT DARURATAN PSIKIATRIK

OLEH:

KELOMPOK 7

NAMA NIM
Astuti Djafar S.0017.P.0
Ilmi Nurul Rahma S.0017.P.017
Noperialda A. S.0017.P.028
Tini Wahiyuni S.0017.P.038

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES KARYA KESEHATAN KENDARI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
segala keterbatasan. Makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah “GADAR, yang
merupakan salah satu mata kuliah dalam program STIKes karya kesehatan.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang


telashmembantu dalam penyusunan makalah ini. Akan tetapi, dalam makalah ini
terdapat kekurangan. Untuk itu dengan sanantiasa kami menerima kritik dan saran
yang bersifat membangun dari para pembaca.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, kami berharap para pembaca
dapat memanfaatkan makalah ini, baik bagi kepentingan-kepentingan praktis di
dalam kelas maupun untuk pembangunan ilmu pengetahuan.

Kendari, 28 April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang 1

B. Tujuan 2

C. Sistematis penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi gadar psikiatrik 3

B. Faktor Penyebab Gadar Psikiatri 4

C. Tanda dan Gejala Awal pada 5

D. Penatalaksanaan Kedaruratan Psikiatri 6

E. Intervensi Psikososial Pada Kedaruratan Psikiatri 6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 12

B. Penutup 12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi
yang sehat, baik secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam
kondisi yang sehatlah manusia akan dapat melakukan segala sesuatu
secara optimal.
Menjadi seorang perawat adalah sebuah pekerjaan yang begitu mulia,
seorang perawat dituntut untuk selalu bersikap ramah terhadap semua
orang dan terlebih kepada pasien tersebut, serta dapat memberikan rasa
aman agar pasien tidak mengalami kecemasan, kegelisahan atau rasa takut,
seorang perawat juga dituntut untuk dapat berbicara dengan suara lembut
dan murah senyum.
Bagaimana jika pasien yang dihadapi oleh seorang perawat tersebut
adalah seorang pasien yang menderita gangguan jiwa dimana seorang
manusia yang mengalami gangguan psikotik yang ditandai dengan
gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku serta pikiran yang
terganggu. Penderita dengan gangguan jiwa mengalami persepsi dan
perhatian yang keliru dan juga afek datar yang tidak sesuai serta gangguan
aktivitas motorik yang bizarre (Davison, 2010).
Seorang petugas kesehatan di IGD diwajibkan peka menggunakan
kemampuan penglihatan, pendengaran, indra peraba, serta tanggap situasi,
cepat dan tepat saat menilai perubahan tiba-tiba pasien yang ada di IGD,
karena sewaktu-waktu kondisi status pasien dapat berubah (Berita SKPD,
2013). Kepekaan dari petugas kesehatan sangat dibutukan untuk tindakan
yang akan dilakukan ke pasien terutama pada pasien gangguan jiwa.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui gambaran umum tentang keperawatan gawat darurat

1
psikiatri serta mampu berperan sebagai perawat jiwa baik di Rumah Sakit
atau di komunitas.
2. Tujuan khusus
Setelah menyusun makalah ini diharapkan;
a. Memenuhi tugas keperawatan Gadar Psikiatri
b. Untuk memperdalam pengetahuan dalam keperawatan Gadar Psikiatri
c. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan pengertian
keperawatan Gadar Psikiatri
d. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan faktor penyebab
diadakannya keperawatan Gadar Psikiatri
C. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun makalah ini, penyusunannya dibagi menjadi 3 bab
dengan urutan sebagai berikut :
Bab1 :   Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, tujuan
penyusunan, dan sistematika penulisan.
Bab2 :   Tinjauan teoritik terdiri dari konsep dasar mengenai jiwa terdiri
dari definisi, ciri-ciri/ karakteristik jiwa sehat dan sakit, faktor penyebab
gangguan jiwa, tanda dan gejala, pendekatan,  peran dan fungsi perawat,
perkembangan keperawatan kesehatan jiwa, pelayanan keperawatan,
perkembangan pelayanan keperawatan jiwa psikiatri, dan perkembangan
keperawatan jiwa di Indonesia.
Bab 3 :   Penutup berisi kesimpulan materi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kedaruratan psikiatri merupakan keadaan yang tak terduga dengan
potensi katastrophic, dengan demikian diharapkan praktisi kesehatan
mental harus siap untuk mengatasi krisis seperti keinginan bunuh diri,
agitasi dan agresi, serta keadaan confusional state. Berdasarkan data yang
dikumpulkan pada tahun 2010, didapatkan 30% pasien dengan depresi
unipolar, 26% psikosis, 20% dengan penyalahgunaan zat, 14% bipolar, 4%
gangguan penyesuaian, 3% gangguan cemas, dan 2% dengan demensia.
Sekitar 40 persen dari semua pasien terlihat di ruang gawat darurat
psikiatri memerlukan rawat inap. Sebagian besar kunjungan terjadi selama
jam malam, dan tidak ada perbedaan antara hari, minggu, bulan, atau
tahun. ( Sadock, 2010).
Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang
mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang
membutuhkan intervensi terapeutik segera. yang disebabkan oleh berbagai
keadaan seperti bertambahnya tindak kekerasan, perubahan perilaku dan
jiwa akibat penyakit organik, serta epidemik dari gangguan penggunaan
zat seperti alkoholisma. ( Trent, 2013)
Berdasarkan konsensus yang dikembangkan oleh American
Psychiatric Association (APA) menyebutkan bahwa kedaruratan psikiatri
adalah gangguan yang bersifat akut, baik pada pikiran, perilaku, atau
hubungan sosial yang membutuhkan intervensi segera yang didefinisikan
oleh pasien, keluarga pasien, atau masyarakat. (Trent, 2013)
Tujuan pelayanan kedaruratan psikiatri adalah untuk:
1. memberikan perawatan tepat waktu atas kedaruratan
psikiatri.
2. adanya akses perawatan yang bersifat lokal dan berbasis
masyarakat

3
3. menyingkirkan etiologi perilaku pasien yang mungkin
mengancam nyawa atau meningkatkan morbiditas medis, \
4. berjalannya kesinambungan perawatan. ( Sadock and
Kaplan, 2009)
Proses evaluasi di kedaruratan psikiatri antara lain:
1. wawancara kedaruratan psikiatri,
2. pemeriksaan fisik,
3. pemeriksaan penunjang (Trent, 2013)

Hal hal yang sebaiknya dievaluasi pada pasien yang dirujuk ke


bagian psikiatri adalah risiko bunuh diri, risiko kekerasan (violence), dan
penilaian psikososial. Menurut Heriani 2010 Hal-hal yang harus
diperhatikan di seting kedaruratan yaitu:

1. agitasi dan agresi


2. withdrawal (lepas zat)
3. intoksikasi zat
4. kekerasan domestic
5. kekerasan pada anak
6. kekerasan pada lansia,
7. perkosaan.
B. Faktor Penyebab Gadar Psikiatri
Kondisi Kedaruratan Adalah suatu kondisi dimana terjadi
gangguan integritas fisiologis atau psikologis secara mendadak. Semua
masyarakat berhak mendapat perawatan kesehatan gawat darurat,
pencegahan, primer, spesialistik serta kronik. Perawatan GD harus
dilakukan tanpa memikirkan kemampuan pasien untuk membayar. Semua
petugas medis harus diberi kompensasi yang adekuat, adil dan tulus atas
pelayanan kesehatan yang diberikannya. Diperlukan mekanisme
pembayaran penggantian atas pelayanan gratis, hingga tenaga dan sarana
tetap tejaga untuk setiap pelayanan. Ini termasuk mekanisme kompensasi
atas penderita yang tidak memiliki asuransi, bukan penduduk setempat

4
atau orang asing. Semua pasien harus mendapat pengobatan, tindakan
medis dan pelayanan memadai yang diperlukan agar didapat pemulihan
yang baik dari penyakit atau cedera akut yang ditindak secara gawat
darurat (Heriani 2010).
Tempat rujukan layanan kegawatdaruratan psikiatrik biasanya
dikenal sebagai Psychiatric Emergency Service, Psychiatric Emergency
Care Centres, atau Comprehensive Psychiatric Emergency Programs.
Tenaga kesehatan terdiri dari berbagai disiplin, mencakup kedokteran,
ilmu perawatan, psikologi, dan karya sosial di samping psikiater. Untuk
fasilitas, kadang dirawat inap di rumah sakit jiwa, bangsal jiwa, atau unit
gawat darurat, yang menyediakan perawatan segera bagi pasien selama 24
jam. Di dalam lingkungan yang terlindungi, pelayanan kegawatdaruratan
psikiatrik diberikan untuk memperoleh suatu kejelasan diagnostik,
menemukan solusi alternatif yang sesuai untuk pasien, dan untuk
memberikan penanganan pada pasien dalam jangka waktu tertentu.
Bahkan diagnosis tepatnya merupakan suatu prioritas sekunder
dibandingkan dengan intervensi pada keadaan kritis(Heriani 2010).
Fungsi pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik adalah menilai
permasalahan pasien, memberikan perawatan jangka pendek, memberikan
pengawasan selama 24 jam , mengerahkan tim untuk menyelesaikan
intervensi pada tempat kediaman pasien, menggunakan layanan
manajemen keadaan darurat untuk mencegah krisis lebih lanjut,
memberikan peringatan pada pasien rawat inap dan pasien rawat jalan, dan
menyediakan pelayanan konseling lewat telepon(Heriani 2010).
C. Tanda dan Gejala Awal pada
1. Bunuh diri
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada
seseorang disebabkan karena stress yang tinggi dan kegagalan
mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat,
1993).

5
Perilaku bunuh diri atau destruktif diri langsung terjadi terus
menerus dan intensif pada diri kehidupan seseorang. Perilaku yang
tampak adalah berlebihan, gejala atau ucapan verbal ingin bunuh diri,
luka atau nyeri (Rawlin dan Heacock, 1993).
2. Perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan
yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang
dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat
merusak lingkungan.
3. Gaduh/Gelisah
D. Penatalaksanaan Kedaruratan Psikiatri
Perawatan di kedaruratan psikiatri biasanya berfokus pada
manajemen perilaku dan gejala. Proses pengobatan dilakukan bersamaan
dengan proses evaluasi (jika pemberian terapi telah memungkinkan).
Wawancara awal tidak hanya berfungsi untuk memperoleh informasi
diagnostik yang penting, tetapi juga untuk terapi. Dalam melakukan proses
evaluasi, bila fasilitas tidak memadai, dapat dilakukan perujukan pada
fasilitas kesehatan terdekat yang memiliki fasilitas yang cukup untuk
penatalaksanannya. (Sadock and Kaplan, 2009).

Modalitas terapi yang digunakan untuk seting kedaruratan


psikiatri antara lain:
1. Farmakoterapi
2. seclusion (isolasi) dan restraint (fiksasi fisik)
3. psikoterapi. (Knox dan Holloman, 2011).
E. Intervensi Psikososial Pada Kedaruratan Psikiatri
Kedaruratan psikiatri memerlukan penatalaksanaan dalam waktu
yang tepat dan keahlian interpersonal. Suatu krisis merupakan
kesempatan untuk membantu dan jika memungkinkan melakukan
perubahan, sehingga suatu pelayanan krisis tidak hanya sesederhana
mengumpulkan data dan mengirim pasien ke tempat lain, namun

6
diperlukan suatu proses interpersonal yang terjadi antara pasien dan staf
di kedaruratan (NICE, 2014).

Intervensi psikososial secara umum berupa beberapa bentuk


psikoterapi, pelatihan sosial, dan pelatihan vokasional. Penatalaksanaan ini
sangat bermanfaat untuk menyediakan dukungan, edukasi, dan panduan
kepada orang-orang yang mengalami gangguan mental beserta
keluarganya. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa salah satu manfaat
dari terapi ini adalah dapat membantu individu mengurangi efek negatif
dari gangguan yang dideritanya dan meningkatkan fungsi hidupnya
(tampak melalui sedikitnya waktu hospitalisasi, dan kurangnya kesulitan
dalam mengerjakan kegiatan di rumah, sekolah, atau pekerjaannya)
(Duckworth K. dan Freedman J., 2012).
Pada seting kedaruratan, tujuan intervensi psikososial adalah untuk
keamanan pasien, melakukan penilaian, jika memungkinkan untuk
dilakukan fasilitasi terhadap perubahan meski sedikit namun bermakna
pada kondisi diri pasien. (Allen et al., 2002).
Komponen atau fase intervensi psikososial di kedaruratan psikiatri yaitu:

1. Membangun Hubungan (Building an Alliance)

Berartinya suatu wawancara tergantung dari sifat hubungan


terapis dengan pasien. Agar wawancara dapat menghasilkan data yang
dapat diandalkan (reliable), hendaknya senantiasa diusahakan
menciptakan dan memelihara hubungan yang optimal antara dokter
dengan pasien. Wawancara tidak dapat dipisahkan antara sifat terapeutik
dan penegakan diagnosis. Meski beberapa staf profesional telah
memiliki intuisi bagaimana membangun suatu hubungan dengan pasien,
beberapa teknik berikut ini dapat bermanfaat yaitu: memenuhi
kebutuhan pasien, gunakan pertanyaan alliance-building pada fase awal
penilaian dan tunda pertanyaan yang bersifat alliance-deflecting,
menunjukkan empati, bantu pasien mengungkapkan aspek emosional
yang tidak menyenangkan pada saat perujukan atau saat terapi

7
sebelumnya, dan secara langsung atau tidak langsung menanyakan
perasaan pasien mengenai terapi atau sakit yang dialaminya. (Allen et
al., 2002; Elvira, 2005)
2. Menghadapi Krisis Melalui Proses Stabilisasi dan Intervensi

Intervensi krisis adalah suatu metode yang diberikan segera pada


seseorang yang mengalami suatu peristiwa yang dapat mengakibatkan
gangguan pada mental dan fisik. Secara ringkas tujuan dari intervensi
krisis adalah (1) stabilisasi, (2) meredakan tanda dan gejala akut dari
distres, dan (3) restorasi dari fungsi adaptasi independen jika mungkin atau
fasilitasi akses menuju ke perawatan lebih lanjut. (Dass- Brailsford, 2007;
Roberts, 2005).

Prinsip intervensi krisis menggunakan model ABC, yang dimulai


dari mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kejadian yang memicu
krisis. Intervensi ini baik jika dimulai dalam 4-6 minggu terjadinya
krisis. Model ABC merupakan proses intervensi 3 tahap, terdiri dari
A=Achieving Rapport (membangun hubungan), B=Beginning of
Problem Identification (mulai mengidentifikasi problem yang terjadi),
dan C=Coping. Model ini digunakan dengan tujuan mengembalikan
individu kepada level fungsinya sebelum krisis. (Khouzam et al., 2007).
3. Melakukan Psikoterapi (Therapy Work)

Fase ketiga pada intervensi psikososial adalah pengenalan


psikoterapi dan kemudian memulai melakukan psikoterapi tersebut.
Tantangan dalam mengenalkan elemen psikoterapi di seting kedaruratan
adalah banyak karakteristik terapi yang biasanya dilakukan di klinik
tidak dapat dilakukan di seting kedaruratan, hal ini karena lingkungan
kedaruratan yang berisik, privacy minimal, tuntutan kerja staf
profesional IRD yang bertumpang tindih sehingga membingungkan
pasien, dan dibutuhkan waktu yang cepat untuk membangun hubungan
terapeutik. (Allen et al., 2002).
Secara umum terdapat tiga karakteristik terapi yang dapat

8
diaplikasikan di seting kedaruratan psikiatri, yaitu perilaku (behavioral),
kognitif, dan dinamik. Psikoedukasi, pendekatan keluarga dan kultur
juga penting, namun hanya dipandang sebagai modifikasi pada awal
wawancara. Mayoritas pasien akan mendapatkan medikasi, yang dapat
meningkatkan efisiensi dan keamanan intervensi psikoteraputik, serta
diperlukan pasien dalam kondisi tidak tersedasi atau terganggu karena
efek samping obat. (Allen et al., 2002)
Berikut ini adalah penatalaksanaan intervensi psikososial pada
kedaruratan psikiatri tertentu, yaitu:
1. Agitasi
Strategi klinis inti untuk mengelola agitasi adalah penggunaan
strategi interpersonal yang menekankan teknik intervensi verbal atau
perilaku. Terdapat metode untuk intervensi verbal yang disebut “verbal
deescalation”. Pendekatan ini merupakan langkah awal untuk mengatasi
pasien agitasi, mencakup respon verbal dan non verbal yang digunakan
untuk meredakan atau mengurangi situasi yang potensial terjadi
kekerasan. (Trent, 2013; Velayudhan & Mohandas, 2009)
2. Bunuh Diri
Pilihan terapi yang akan dilakukan berdasarkan penilaian risiko
bunuh diri yang didapatkan melalui evaluasi psikiatrik. Tujuan intervensi
psikososial termasuk mencapai perbaikan dalam hubungan interpersonal,
keterampilan coping, fungsi psikososial, dan manajemen afek. beberapa
konsensus klinis yang menunjukkan bahwa intervensi psikososial dan
psikoterapeutik spesifik memiliki manfaat untuk mengurangi risiko
bunuh diri. (Jacobs dan Brewer, 2004; Jacobs et al., 2003).
Klinisi hendaknya memperhatikan isu-isu di bawah ini untuk
perencanaan penatalaksanaan segera, yaitu:
1. Do no harm. Jangan berikan medikasi kepada pasien yang
mempunyai potensi toksik dan overdosis.
2. Hindarkan pasien dari hal-hal dan benda-benda berbahaya yang
bisa menyebabkan bunuh diri berulang.

9
3. Berikan harapan kepada pasien.

Klinisi hendaknya mencoba untuk membantu pasien memahami


problemnya dan membantu untuk penyelesaiannya. (Allen et al, 2002;
Riba et al., 2010).
3. Kekerasan Domestik

Intervensi terhadap pasien yang mengalami kekerasan domestik


yang dibawa ke IRD adalah memfasilitasi secara independen,
melakukan formulasi untuk „exit-plan‟, edukasi pasien, serta
konseling dan kelompok pendukung. (Khouzam et al., 2007).
4. Perkosaan

Pemeriksaan hendaknya dilakukan oleh staf profesional yang


telah memiliki kemampuan untuk tidak hanya melakukan pemeriksaan
menyeluruh namun juga mampu mengumpulkan bukti-bukti yang ada
pada pasien. Pasien juga sebaiknya juga didampingi oleh konselor krisis
atau advokat selama proses pemeriksaan evaluasi. Sesi awal intervensi
psikoterapi mencakup unsur-unsur exposure therapy dan cognitive
restructuring, membantu pasien mengenai respon stres, meminimalkan
pasien menghindari kenangan yang menyakitkan, dan memaksimalkan
reintegrasi ke dalam rutinitas kehidupan. Krisis intervensi pada pasien
korban perkosaan menjadi intervensi yang bersifat cepat, singkat, dan
fokus, serta dirancang untuk menstabilkan individu dan membantu
mereka mengatasi situasi. Terapi

segera diperlukan untuk membantu pasien dalam memperbaiki distorsi


persepsi, mengurangi rasa bersalah, menggunakan koping yang efektif,
dan memfasilitasi korban untuk hubungan sosial yang lebih luas serta
dukungan dari keluarga. (Riba et.al 2010; Mezey, 1997)
5. Kekerasan Pada Anak (Child Abuse)

Evaluasi dilakukan secara komprehensif dan penatalaksaan awal


atau melakukan perujukan yang sesuai pada anak yang mengalami
kekerasan untuk meminimalisir konsekuensi jangka panjang akibat
10
kekerasan yang dialaminya. Anak yang mengalami kekerasan seksual
beserta keluarganya memerlukan penatalaksanaan yang profesional.
Psikiater dapat membantu mengembalikan rasa harga diri anak,
menghadapi perasaan bersalah karena kekerasan yang dialaminya, dan
memulai proses untuk mengatasi trauma anak. Penatalaksanaan yang
baik dapat mengurangi risiko masalah pada anak berkembang menjadi
lebih serius pada saat telah dewasa. Untuk orang tua anak dapat
dilakukan terapi yang bersifat mendukung, dilakukan pelatihan orang
tua, dan manajemen marah. Dukungan dari orang tua, sekolah, dan
teman sebaya merupakan hal yang sangat penting untuk menciptakan
perasaan aman pada anak. (Khouzam et al., 2007; Guerrero dan
Piasecki, 2008)
6. Kekerasan Pada Lansia (Elder Abuse)

Penatalaksanaan segera difokuskan pada penanganan manifestasi


fisik akibat kekerasan yang dialami lansia dan menjamin keamanan
pasien. Tujuan intervensi adalah agar lansia tersebut mampu
mempertahankan kemandiriannya seaman mungkin. Harus dilakukan
evaluasi terhadap kelangsungan program, terapi fisik, bantuan kesehatan
di rumah, dan alat bantu seperti kursi roda, alat bantu dengar, dan
kacamata. Klinisi di IRD juga hendaknya berkonsultasi dengan tim
multidisipliner dari pekerja sosial yang ada, klinisi lain, perawat, dan
administrator untuk penanganan kasus ini. Tujuan akhir penatalaksanaan
adalah agar para lansia dapat memuaskan dan menikmati hidupnya.
Melaporkan kekerasan tergantung pada hukum lokal yang berlaku,
status klinis, dan derajat kemandirian atau disfungsi korban kekerasan.
(Khouzam et al., 2007)

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kedaruratan psikiatri dibagi dalam beberapa bagian diantaranya
ialah bunuh diri,gaduh atau gelisah dan penyalahgunaan napza. Bunuh diri
adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian (Gail w. Stuart, Keperawatan Jiwa,2007). Secara garis besar
bunuh diri dapat dibagi menjadi 3 kategori  besar yaitu;
1. Upaya bunuh diri (Suicide attempt) yaitu sengaja melakukan kegiatan
menuju bunuh diri, dan bila kegiatan itu sampai tuntas akan
menyebabkan kematian
2. Isyarat bunuh diri (Suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan
untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain.
3. Ancaman bunuh diri (Suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara
langsung atau tidak langsung, verbal atau nonverbal bahwa seseorang
sedang mengupayakan bunuh diri
Setiap orang yang ingin melakukan prilaku bunuh diri biasanya
melewati beberapa rentang ataupun tahap-tahapan diantaranya: Suicidal
ideation, Suicidal intent, Suicidal threat, Suicidal gesture, Suicidal attempt
dan suicide. Sementara itu gaduh/gelisah merupakan suatu keadaan yang
ditandai dengan : banyak bicara, mondar-mandir,lari-lari,loncat-
loncat,destruktif dan bingung. Hal ini di sebabkan oleh : Gangguan mental
organik (delirium), psikosis fungsional, amok, gangguan panic,
kebingungan post konvulsi, reaksi disosiatif dan  ledakan amarah (temper
tantrum).
B. Saran.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari
kata sempurna, masih terdapat banyak kesalahan baik dari susunan materi
hingga penulisan, harapan kami dari malakah ini dapat menjadi salah satu
media pembelajaran bagi setiap pembaca tak lupa kami meminta kritik
serta saran agar kedepanya kami bisa lebih baik lagi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Khouzam H.R., Gill T.S., Tan D.T., 2007. Handbook of Emergency Psychiatry.
Elsevier’s Health Science, Philadelphia.

Knox D.K. dan Holloman G.H., 2011, Use and Voidance of Seclusion and
Restraint: Consensus Statement of The American Association for
Emergency Psychiatry Project BETA Seclusion and Restraint Workgroup,
West J Emerg Med Vol 13 Issue

Sadock B.J & Sadock V.A, 2010, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Science / Clinical Psychiatry, 10 th Edition, Lippincott
Williams & Wilkins, New York.

Sadock BJ, Kaplan HI, Sadock VA, 2009, Kaplan and Sadock’s
Comprehensive Textbook of Psychiatry: Other Psychiatric Emergencies.
9th ed., Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai