Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Saat ini sudah ada alat khusus yang dapat mengukur
ketajaman visus atau penglihatan mata Anda secara langsung. Alat
yang disebut sebagai autorefractometer ini sudah banyak tersedia di
berbagai klinik mata serta toko optik. Namun, pemeriksaan
ketajaman visus mata secara tradisional tidak boleh sampai
dilupakan. Bagaimana, sih, prosedur pemeriksaan ketajaman visus
mata secara tradisional?
Pemeriksaan ketajaman visus mata umumnya dilakukan
dengan bantuan kartu Snellen atau Snellen chart.  Kartu ini
dikembangkan oleh seorang dokter spesialis mata dari Belanda,
Herman Snellen, pada tahun 1860an. Ada banyak variasi dari kartu
Snellen ini. Namun, secara umum ada sebelas baris huruf kapital
yang berisi beberapa macam huruf. Semakin ke bawah ukuran
tulisan akan semakin kecil.
Ketajaman visus mata normal manusia yaitu 20/20 atau
dalam satuan meter 6/6. Ini berarti dalam jarak 20 kaki atau 6 meter,
mata Anda masih cukup tajam untuk melihat tulisan yang memang
normalnya dapat terbaca dari jarak tersebut. 
Akan tetapi, jika visus mata Anda adalah 20/40, berarti mata
Anda dengan jarak 20 kaki atau 6 meter hanya mampu membaca
huruf yang cukup besar yang dapat dibaca pada jarak 40 kaki atau 12
meter. 

1
B. Rumusan masalah
1. memberikan informasi dan pemahaman mengenai penyakit mata
dan pemeriksaan pada mata.
C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu visus

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Ketajaman Pengelihatan


Ketajaman penglihatan adalah kemampuan untuk
membedakan bagian-bagian detail yang kecil, baik terhadap objek
maupun terhadap permukaan. Ketajaman penglihatan juga
tergantung pada pencahayaan dan tingkat kebutuhan penglihatan.
Ketajaman penglihatan juga dapat diartikan sebagai kemampuan
mata untuk dapat melihat suatu obyek secara jelas dan sangat
tergantung pada kemampuan akomodasi mata. Untuk dapat melihat,
stimulus (cahaya) harus jatuh di reseptor dalam retina kemudian
diteruskan ke pusat penglihatan (fovea centralis). Untuk dapat
melihat dengan baik perlu ketajaman penglihatan.Visus adalah
ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang khusus
di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan
sensitifitas dari interpretasi di otak. Visus adalah sebuah ukuran
kuantitatif suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol
berwarna hitam dengan latar belakang putih dengan jarak yang telah
distandardisasi serta ukuran dari simbol yang bervariasi. Ini adalah
pengukuran fungsi visual yang tersering digunakan dalam klinik.
Istilah “visus 20/20” adalah suatu bilangan yang menyatakan
jarak dalam satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan
sepasang benda. Satuan lain dalam meter dinyatakan sebagai visus
6/6. Dua puluh kaki dianggap sebagai tak terhingga dalam perspektif
optikal (perbedaan dalam kekuatan optis yang dibutuhkan untuk
memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya 0.164
dioptri). Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai
performa nominal untuk jarak penglihatan manusia, visus 20/40
dapat dianggap separuh dari tajam penglihatan jauh dan visus 20/10
adalah tajam penglihatan dua kali normal.

3
Visus terbagi menjadi dua yaitu visus sentralis dan visus
perifer. Visus sentralis dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus
sentralis dekat. Visus sentralis jauh merupakan ketajaman
penglihatan untuk melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada
keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. Visus sentralis dekat
yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda
dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini
mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di retina.
Visus perifer menggambarkan luasnya medan penglihatan dan
diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk
mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan
tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping.
Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan
menggunakan grafik huruf snellen yang dilihat pada jarak 20 kaki
atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya 20/20
maka tajam penglihatannya dikatakan normal dan jika visus <20/20
maka tajam penglihatanya dikatakan kurang.

B. Macam – Macam Gangguan Pada Mata


Kelainan refraksi kelainan pembiasan sinar oleh media
pengelihatan yang terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan kaca,
atau panjang bola mata, sehingga bayangan benda dibiaskan tidak
tepat didaerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Keadaan ini
disebut ametropia yang dapat berupa miopia, hipermiopia, atau
astigmatisma. Sebaliknya emetropia adalah keadaan dimana sinar
yang sejajar atau jauh dibiaskan atau difokuskan oleh sistem optik
mata tepat pada daerah makula lutea tanpa mata melakukan
akomodasi.
Kelainan refraksi juga dapat diartikan sebagai kelainan
pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada
retina atau bintik kuning dan mungkin tidak difokuskan pada satu
titik yang fokus. Kelainan refraksi pada mata dapat disebabkan oleh

4
adanya faktor radiasi cahaya yang berlebihan atau kurang yang
diterima oleh mata situasi tersebut menyebabkan otot yang membuat
akomodasi pada mata akan bekerjasama, hal ini merupakan salah
satu penyebab kelelahan pada mata.
a. Miopia
adalah mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga
sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga difokuskan didepan
retina. Kelainan ini diperbaiki dengan lensa negatif sehingga
bayangan tergeser kebelakang dan diatur tepat jatuh di retina.
Penderita miopia mempunyai punctum remotum yang dekat
sehingga mata selalu dalam keadaan konvergensi yang akan
menimbulkan keluhan astenopia korvegensi.

Gambar 1. Skema pembentukan bayangan pada mata normal, mata


miopi, dan mata miopi dengan bantuan lensa cekung
b. Hipermetropia
adalah mata dengan kekuatan lensa positif yang kurang
sehingga sinar sejajar tanpa akomodasi di fokuskan dibelakang
retina. Diperbaiki dengan lensa positif sehingga bayangan benda
tergeser ke depan dan diatur tepat jatuh di retina. Pada penderita
hipermetropia sering ditemukan gejala sakit kepala, juling, silau,
dan terkadang penglihatan ganda. Penderita akan sering mengeluh
matanya lelah dan sakit karena terus – menerus berakomodasi untuk
melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang
macula agar terletak di daerah macula lutea.

5
Gambar 2. Skema pembentukan bayangan pada mata hypermetropi dan
hipermetropi dengan bantuan lensa cembung.
c. Astigmatisma
adalah mata dengan kekuatan pembiasan yang berbeda
– beda dalam dua bidang utama,biasanya tegak lurus satu sama
lainnya.Kelainan ini di perbaiki dengan lensa silinder. Kelainan lain
pada pembiasan mata normal adalah gangguan perubahan
kecembungan lensa akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga
terjadi akomodasi. Gangguan akomodasi ini terutama terlihat pada
usia lanjut,sehingga terlihat keadaan yang disebut resbiopia.

Gambar 3. Skema pembentukan bayangan pada mata astigmatisma


d. Resbiopia a
dalah gangguan yang terjadi pada usia lanjut akibat kurang
lenturnya lensa dan melemahnya kontraksi badan siliar. Titik
terdekat yang masih dapat dilihat terletak maikn jauh didepan mata.
Gejala umumnya adalah sukar pada jarak dekat yang biasanya
terdapat pada usia 40 tahun,dimana pada usia ini amplituda

6
akomodasi pada pasien hanya menghasilkan titik dekat sebesar 25
cm pada jarak ini seorang emitiopria yang berusia 40 tahun dengan
cara baca 25 cm akan menggunakan akomodasi maksimal sehingga
menjadi cepat lelah, membaca dengan menjauhkan kertas yang
dibaca,dan memerlukan sianar yang lebih terang. Biasanya
diberikan kaca mata untuk membaca dekat denga lensa sferis +
yang dihitung berdasarkan amplitudo akomodasi pada masing
– masing kelompok umur.
a. + 1.0 D untuk usia 40 tahun
b. 1.5 D untuk usia 45 tahun
c. + 2.0 D untuk usia 50 tahun
d. + 2.5 D untuk usia 55 tahun
e. + 3.0 D untuk usia 60 tahun

Gambar 4. Skema pembentukan bayangan pada mata resbiopia


e. Anisometropia
adalah suatu kondisi kelainan dimana terjadi perbedaan
refraksi antara mata kanan dan mata kiri dari perbedaan yang ringan
hingga perbedaan yang berat. Kelainan pada mata ini dibagi
menjadi beberapa tingkatan yaitu :
a. perbedaan refraksi antara kedua mata kurang dari 1,5D maka
kedua mata masih dapat dipakai bersama – sama dengan fusi
yang baik dan stereoskopik
b. perbedaan refraksi antara kedua mata antara 1,5D hingga 3D
(perbedaan silinder lebih bermakna dibandingkan sferis)
c. perbedaan refraksi lebih dari 3D

7
C. Jenis Pemeriksaan untuk Ketajaman Mata
Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus
merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan.
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan dikamar yang tidak terlalu
terang dengan kartu senellen
Cara:
1. Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen dengan satu
mata ditutup.
2. Pasien diminta untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu,mulai
dari baris paling atas kebawah, dan tentukan baris terakhir yang
masih dapat dibaca seluruhnya dengan benar.
3. Bila pasien tidak dapat membaca garis paling atas ( terbesar ) maka
dilakukan uji hitung jari dari jarak 6 meter.
4. Jika pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 6 meter,maka jarak
dapat dikurangi 1 meter, sampai maksimal jarak penguji dengan
pasien 1 meter .
5. Jika pasien tetap tidak bisa melihat , dilakukan uji lambaian tangan
dari jarak 1 meter.
6. Jika pasien tetap tidak bisa melihat lambaian tangan, dilakukan uji
denga arah sinar.
7. Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar,maka
dikatakan penglihatanya adalah 0 atau buta total.

Penjabaran dari cara memeriksa visus dengan beberapa tahapannya:

1. Menggunakan 'chart' yaitu membaca 'chart' dari jarak yang ditentukan,


biasanya 5 atau 6 meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada
jarak tersebut mata normal akan relaksasi dan tidak berakomodasi.

Kartu yang digunakan ada beberapa macam :

a. Snellen chart

8
Snellen chart yaitu kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran
yang berbeda dan untuk pasien yang bisa membaca.

Gambar 1. Snellen chart

b. E chart

E chart yaitu kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah


kakinya berbeda-beda.

Gambar 2. E chart

c. Cincin Landolt
Cincin Landolt yaitu kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'c',
tapi dengan arah cincin yang berbeda-beda.

9
Gambar 3. Cincin Landolt

2. Cara memeriksa :
a. Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien dengan
posisi lebih tinggi atau sejajar dengan mata pasien. Bila jarak 5
meter, maka visus normal akan bernilai 5/5 artinya mata normal
dapat melihat pada jarak 5 meter, pasien juga dapat melihat pada
jarak 5 meter. Bila berjarak 6 m, berarti visus normalnya 6/6.
Satuan selain meter ada kaki = 20/20, ada juga log (logaritma).
b. Pastikan cahaya harus cukup
c. Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus
ditutup dan pasien diminta membaca kartu.

d. Cara menilai visus dari hasil membaca kartu :

1) Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 5/5
atau 6/6, maka tidak usah membaca pada baris berikutnya =>
visus normal

2) Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di


atas visus normal, cek pada 1 baris tersebut
3) Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya
terletak pada baris tersebut dengan false 1.
4) Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada
baris tersebut dengan false 2.

10
5) Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf
yang ada, berarti visusnya berada di baris tepat di atas baris
yang tidak dapat dibaca.
6) Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat
pada baris di atasnya
7) Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan
menggunakan pinhole (alat untuk memfokuskan titik pada
penglihatan pasien)
a) Bila visus tetap berkurang => berarti bukan kelainan
refraksi
b) Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya => berarti
merupakan kelainan refraksi

Contoh membaca snellen chart:


1) Snelleen chart yang yang digunakan dalam ukuran kaki =
normalnya 20/20. Misal, pasien dapat membaca semua huruf
pada baris ke 8. Berarti visusnya normal
2) Bila hanya membaca huruf E, D, F, C pada baris ke 6 =>
visusnya 20/30 dengan false 2. Artinya, orang normal dapat
membaca pada jarak 30 kaki sedangkan pasien hanya dapat
membacanya pada jarak 20 kaki.
3) Bila pasien membaca huruf Z, P pada baris ke 6 => visusnya
20/40
4) Bila tidak dapat membaca huruf pada baris ke 6, cek baris ke 5
dengan ketentuan seperti di atas.
5) Cara pemeriksaan berlaku untuk E chart dan cincin Landolt.

3. Bila tidak bisa membaca kartu, maka dilakukan penghitungan jari.


a. Penghitungan jari di mulai pada jarak tepat di depan Snellen
Chart => 5 atau 6 m.
b. Dapat menghitung jari pada jarak 6 m => visusnya 6/60

11
c. Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, mka maju 1 m
dan lakukan penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca,
visusnya 5/60.
d. Begitu seterusnya, bila tidak dapat menghitung jari 5 m, di
majukan jadi 4 m, 3 m, sampai 1 m di depan pasien.

4. Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak tertentu, maka dilakukan
pemeriksaan penglihatan dengan lambaian tangan.
a. Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m di depan pasien. Dapat
berupa lambaian ke kiri dan kanan, atau atas bawah. Bila pasien
dapat menyebutkan arah lambaian, berarti visusnya 1/300

5. Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran,


dapat menggunakan 'pen light' Bila dapat melihat sinar, berarti
visusnya 1/~. Tentukan arah proyeksi :
a. Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang
datang,berarti visusnya 1/~ dengan proyeksi baik
b. Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk
mengetahui apakah tangkapan retina masih bagus pada 4
sisinya, temporal, nasal, superior, dan inferior.
c. Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,
berarti visusnya 1/~ dengan proyeksi salah.
d. Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelainan refraksi kelainan pembiasan sinar oleh media
pengelihatan yang terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan kaca,
atau panjang bola mata, sehingga bayangan benda dibiaskan tidak
tepat didaerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Keadaan ini
disebut ametropia yang dapat berupa miopia, hipermiopia, atau
astigmatisma. Sebaliknya emetropia adalah keadaan dimana sinar
yang sejajar atau jauh dibiaskan atau difokuskan oleh sistem optik
mata tepat pada daerah makula lutea tanpa mata melakukan
akomodasi.
Kelainan refraksi juga dapat diartikan sebagai kelainan
pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada
retina atau bintik kuning dan mungkin tidak difokuskan pada satu
titik yang fokus. Kelainan refraksi pada mata dapat disebabkan oleh
adanya faktor radiasi cahaya yang berlebihan atau kurang yang
diterima oleh mata situasi tersebut menyebabkan otot yang membuat
akomodasi pada mata akan bekerjasama, hal ini merupakan salah
satu penyebab kelelahan pada mata.

13
DAFTAR PUSTAKA

A.M. Sugeng Budiono. 2003. Hiperkes dan KK. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang.
Depkes RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1204/Menkes/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta. Pusdiklat Kesehatan Depkes
dan Kessos RI.
Guyton. 2004. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Dasar Penyakit. ed.3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ilyas Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Panduan Skill's Lab Blok 3.6 FKUA http://www.mediafire.com/ diakses
tanggal 3 November 2015.
Pearce, evelyn. 2008. Anatomi Fisiologi untuk para Medis. Jakarata :PT.
Gramedia.
Pelatihan Pemeriksaan Tajam Penglihatan Pada Siswa Kelas 5 SD
Gedongan I, Colomadu, Karanganyar. Warta. No.1/Vol.10/Maret
2007:19-24.
Poerwanto, Purwanti, Wahyuni. 2013. “Analisa Pengaruh Pencahayaan
Terhadap Kelelahan Mata Operator Di Ruang Kontrol Pt. XYZ”. e-
Jurnal Teknik Industri FT USU. III. Nomor 4 : 43-48
Prayoga, Hermawan Adi. 2014. “Hubungan antara Intensitas Pencahayaan
dan Kelainan Refraksi Mata dengan Kelelahan Mata pada Tenaga
Para Medis di Bagian Rawat Inap Rsud Dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri”. Unnes Journal of Public Health. III Nomor 4
81-87
Saifudin. 2006. Anatomi fisiologi. Jakarta : ECG.
Septi, Nova. 2012. “Perbedaan Jarak Pandang Pekerja Canting Batik pada
Beberapa Waktu Kerja di Kampung Batik Semarang” Jurnal
Kesehatan Masyarakat. I. Nomor : 2 816-827.
Widiowati, Evi. 2009. “Pengaruh Intensitas Pencahayaan Lokal”. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. V. Nomor : I 64-69.

14

Anda mungkin juga menyukai