Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN TRAUMA KAPITIS

OLEH

KELOMPOK 2

ASMIANTI S.0017.P.007

AYU ANDIRA S.0017.P.009

CITRA S.0017.P.012

HASNATANG S.0017.P.016

MUH HIDAYATULLAH J S.0017.P.024

NOPERIALDA ANGRAENI SARANANI S.0017.P.028

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

KARYA KESEHATAN KENDARI

PRODI S1 KEPERAWATAN

KENDARI

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................i

BAB I.................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

A. Latar belakang........................................................................................................1
B. Rumusan masalah...................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2

PEMBAHASAN................................................................................................................2

A. Konsep medis.........................................................................................................2
1. Definisi...............................................................................................................2
2. Etiologi...............................................................................................................2
3. Patofisiologi.......................................................................................................3
4. Klasifikasi..........................................................................................................4
5. Manifestasi klinis...............................................................................................5
6. Pathway..............................................................................................................6
7. Komplikasi trauma kapitis..................................................................................6
8. Penatalaksanaan.................................................................................................7
9. Pemeriksaan penunjang......................................................................................7
B. Konsep asuhan keperawatan.................................................................................12
1. Pengkajian........................................................................................................12
2. Diagnosa keperawatan......................................................................................15
3. Intervensi..........................................................................................................16
4. Implementasi keperawatan...............................................................................18
5. Evaluasi............................................................................................................18
BAB III............................................................................................................................19

PENUTUP.......................................................................................................................19

i
A. Kesimpulan..........................................................................................................19
B. Saran....................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak .(Mutaqin,2008), cedera kepala biasanya
diakibatkan oleh salah satu benturan atau kecelakaan. sedangkan akibat dari
terjadinya cedera kepala yang paling fatal adalah kematian(1).

Akibat trauma kepala pasien dan keluarga mengalami trauma fisik


maupun psikologis, asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala memegang
peranan penting terutama dalam pencegahan komplikasi. komplikasi dari
cederah kepala adalah infeksi ,perdarahan. Cedar kepala berperan pada hampir
separuh dari seluruh kematian akibat taruma-trauma. Cedera kepala
merupakan keadaan yang serius. oleh karena itu, diharapkan dengan
penanganan yang cepat dan akurat dapat menekan mordibilitas dan mortalitas
penangana yang tidak optimal dan terhambatnya rujukan dapat menyebabkan
keadaaan penderita semakin memburuk dan berkurangnya pemilihan
fungsi(1). Sebagai pemberi asuhan keperawatan, peran perawat adalah
sebagaiCare Giver, di antaranya yang memberikan pelayanan keperawatan
secara langsung atau tidak langsung pada pasien dengan menggunakan
pendekatan dan membuat langkah untuk pemecahan masalah yang muncul
pada kasus trauma kepala(2).

B. Rumusan masalah
Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada kasus trauma kapitis ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada kasus
trauma kapitis.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep medis

1. Definisi
Cedera kepala merupakan penyakit neurologis yang paling sering
terjadi diantara penyakit neurologis lainnya yang biasa disebabkan oleh
kecelakaan, meliputi: otak, tengkorak ataupun kulit kepala saja (3)
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan
otak.Cedera otak primer merupakan kerusakan yang terjadi pada otak
segera setelah trauma(4).

2. Etiologi
Kejadian cedera kepala bervariasi mulai dari usia, jenis kelamin,
suku, dan faktor lainnya. Kejadian-kejadian dan prevalensi dalam studi
epidemiologi bervariasi berdasarkan faktor -faktor seperti nilai keparahan,
apakah disertai kematian, apakah penelitian dibatasi untuk orang yang
dirawat di rumah sakit dan lokasi penelitian(4)
a. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam menyebabkan trauma setempat
dan menimbulkan trauma lokal kerusakan lokal meliputi Contusio
serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang
disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia(2)
b. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan trauma
menyeluruh kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam
4 bentuk : cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembekakan
otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi
karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau
kedua-duanya(2).

2
Akibat trauma tergantung pada :

1) Kekuatan benturan (parahnya kerusakan).


2) Akselerasi dan Deselerasi.
3) Cup dan kontra cup
Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat yang terbentur.
Sedangkan cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan
pada sisi desakan benturan.
a) Lokasi benturan
b) Rotasi
Pengubahan posisi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan
robekan substansia alba dan batang otak.
c) Depresi fraktur
Kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan otak
lebih dalam. Akibatnya CSS (Cairan Serebro Spinal) mengalir
keluar ke hidung, telinga → masuk kuman → kontaminasi dengan
CSS → infeksi →kejang.

3. Patofisiologi
Adanya trauma dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan
stuktur misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh
darah, perdarahan odema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan
adenosine tripospat dalam mitokondria, perubahan permebilitas vaskuler.
Perdarahan(2)
Sebagian besar cedera otak tidak di sebabkan oleh cedera langsung
terhadap jaringan otak, tetapi terjadi sebagai akibat kekuatan luar yang
membentur sisi luar tengkurak kepala dari gerakan otak itu sendiri dalam
rongga tengkorak. Pada cedera deselarasi, kepala biasanya membentur
suatu objek seperti kaca depan mobil, sehingga terjadi deseralasi
kengkorak yang berlansungtiba-tiba. Otak tetap bergerak kearah depan,
membentur bagian dalam tengkorak tetap dibawah titik benturan kemudian

3
berbalik ararh membentur sisi yang berlawanan dengan benturan awal.
Oleh sebab itu, cedera dapat terjadi pada daerah benturan (coup) ataup ada
sisi sebaliknya (contra coup)(1).
Menurut Tarwotodkk, adanya cedera kepala dapat mengakibatkan
kerusakan struktu, misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan
pembuluh darah, perdarahan, edema, dan gangguan biokimia otak seperti
penurunan adenosi siripospal, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses yaitu
cedera kepala primer dancedera kepala sekunder. Cedera kepala primer
merupakan suatau proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung
saat kepala terbentuk dan memberi dampak cedera jaringan otak.
Padacedera kepala sekunder terjadi akibat cedar kepala primer, misalnya
akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan(1).
Perdarahan serebral menimbulkan hemtoma yaitu berkumpulnya
antara periosteum tengkorak dengan diameter, subdural hematoma akibat
berkumbulnya darah pada ruang antara durameter dengan subarahkhoid
dan intra serebral hematoma dalah berkumpulnya darah di dalam jaringan
serebral, kematian pada cedar kepala disebabkan karena hipotensi karena
gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi
jaringan serebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak(1).

4. Klasifikasi
Klasifikasi dari cedera kepala meliputi, Cedera kepala ringan yaitu
GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia yang
akan tetapi tetapi kurang dari 30 menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak
serta tidak ada kontusio serebral dan hematoma. Cedera kepala sedang
yaitu nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilagan kesadaran atau amnesia
lebih dari 0 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak. Cedera kepala berat yaitu nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan
kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam meliputi kontusio
serebral laserasi atau hematoma intra kranial. Sedangkan untuk untuk
menilai glasslow coma scale, Eye (4-1) yang diniali dari mata spontan

4
membuka mata (4), merespon terhadap rangsangan suara (3), merespon
terhadap nyeri (2), tidak ada respon ( 1).verbal(5-1) yang di nilai dari
orientasi baik (5), orientasi terganganggu (4), kata-kata tidak jelas (3),
suara tidak jelas (2) Tidak ada respon (1) & M atau motorik (6), yang
dinilai dari motorik mampu bergerak sampai tidak ada respon total dari
penilaian GCS yaitu 15 (composimentis)(1).

5. Manifestasi klinis
a. Perdarahan epidural / hematoma epidural
1) Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak
bagian dalam dan meningen paling luar.
2) Gejala penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis,
kacau mental sampai koma
3) Peningkatan tekanan intrakranial yang mengakibatkan
gangguan pernafasan, bradikardi, penurunan ttv.
4) Herniasi otak yang menimbulkan dilatasi pupil dan reaksi
cahaya hilang, isokor dan anisokor, ptosis.
b. Hematoma subduralakumulasi darah antara durameter dan araknoid
karena robekan dengan gejaka sakit kepala letargi dan kejang.
c. Hematoma subdural akut dengan gelaja 24- 48 jam setelah cedera, sub
akut gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu , kronis 2 minggu sampai
denagn 3-4 bulan setelah trauma.
d. Hematoma intrakranial
1) Pengumpulan darah lebih dari 25 ml dalam parenkim otak
2) Penyebab fraktur depresi tulang tengkorak, trauma penetrasi
peluru, gerakan akselerasi dan deselerasi secara tiba – tiba.
e. Fraktur tengkorak
1) Fraktur liner melibatkan os temporal dan parietal, jika garis
fraktur meluas kearah orbita / sinus paranasal.
2) Fraktur basiler fraktur pada dasar tengkorak, bisa menimbulkan
CSS dengan sinus dan memungkinkan bakteri masuk.

5
6. Pathway

7. Komplikasi trauma kapitis


a. Defisit neurologi lokal
b. Kejang
c. Pneumonia
d. Perdarahan gastrointestinal
e. Disritmia jantung
f. Syndrom of inappropriate secretion of antidiuretic hormone
g. Hidrosepalus
h. Kerusakan kontrol respirasi
i. Inkontinensiabladder dan bowel

6
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum
1) Monitor respirasi
2) Monitor tekanan intrakranial
3) Atasi syok bila ada
4) Kontrol tanda vital
5) Keseimbangan cairan dan ekektrolit
b. Operasi
Dilakukan untuk mengeluarkan darah pada intraserebral,
debridemen luka, kranioplasti, prosedur shunting pada
hidrocepalus, kraniotomi.
c. Pengobatan
1) Diuretik untuk mengurangi edema serebral misalnya
monitol 20%, furodemid (lasik).
2) Antikonvulson untuk menghentikan kejang misalnya
dengan dilantin, tegretol, valium.
3) Kortokosteroid untuk menghambat pembentukan edema
misalnya deksametason.
4) Antagonis histamin untuk mencegah terjadinya iritasi
lambung karena hipersekresi akibat efek trauma kepala
misalnya dengan cemetidin, ranitidine e. Antibiotik jika
terjadi luka yang besar.

9. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penujang yang dapat dilakukan pada pasien dengan cedera
kepala adalah :
a. Pemeriksaan neurologis
Pada pasien yang sadar dapat dilakukan pemeriksaan neurologis
lengkap. Pada pasien yang berada dalam keadaan koma hanya
dapat dilakukan pemeriksaan objektif. Bentuk pemeriksaan yang
dilakukan adalah tanda perangsangan meningen, yang berupa tes
kaku kuduk yang hanya boleh dilakukan bila kolumna vertebralis

7
servikalis (ruas tulang leher) normal. Tes ini tidak boleh dilakukan
bila ada fraktur atau dislokasi servikalis. Selain itu dilakukan
perangsangan terhadap sel saraf motorik dan sensorik (nervus
kranialis). Saraf yang diperiksa yaitu saraf 1 sampai saraf 12 yaitu:
nervus I (olfaktoris), nervus II (optikus), nervus III (okulomotoris),
nervus IV (troklealis), nervus V(trigeminus), nervus VI (abdusens),
nervus VII (fasialis), nervus VIII (oktavus), nervus IX
(glosofaringeus), nervus X (vagus), nervus XI (spinalis), nervus
XII (hipoglous), nervus spinalis (pada otot lidah), dan nervus
hipoglosus (pada otot belikat) berfungsi sebagai saraf sensorik dan
motorik(5).
b. Pemeriksaan radiologis
1) Foto rontgen polos
Pada cedera kepala perlu dibuat foto rontgen kepala dan
kolumna vertebralis servikalis. Film diletakkan pada sisi lesi
akibat benturan. Bila lesi terdapat di daerah oksipital, buatkan
foto anterior- posterior. Bila lesi terdapat di daerah frontal
buatkan foto posterior- anterior. Bila lesi terdapat di daerah
temporal, pariental atau frontal lateral kiri, film diletakkan pada
sisi kiri dan dibuat foto dari kanan ke kiri. Kalau diduga ada
fraktur basis kranii, maka dibuatkan foto basis kranii dengan
kepala menggantung dan sinar rontgen terarah tegak lurus pada
garis antar angulus mandibularis (tulang rahang bawah). Foto
kolumna vertebralis servikalis dibuat anterior-posterior dan
lateral untuk melihat adanya fraktur atau dislokasi. Pada foto
polos tengkorak mungkin dapat ditemukan garis fraktur atau
fraktur impresi. Tekanan intrakranial yang tinggi mungkin
menimbulkan impressions digitae.
2) Computed Temografik Scan (CT-scan) Computed
Computed Temografik Scan (CT-Scan) diciptakan oleh
Hounsfield dan Ambrose pada tahun 1972. Dengan

8
pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam rongga tengkorak.
Potongan-potongan melintang tengkorak bersama isinya
tergambar dalam foto dengan jelas.
andard baku untuk mendeteksi perdarahan intrakranial. Semua
pasien dengan glasglow coma scale (GCS) <12 sebaiknya
menjalankan pemeriksaan Computed Temografik Scan (CT-
Scan), sedangkan pada pasien dengan glasglow coma scale
(GCS) >12 Computed Temografik Scan (CT-Scan) dilakukan
hanya dengan indikasi tertentu seperti: nyeri kepala hebat,
adanya tanda-tanda fraktur basis kranii, adanya riwayat cedera
yang berat, muntah lebih dari satu kali, penderita lansia (> 65
tahun) dengan penurunan kesadaran atau anamnesia, kejang,
riwayat gangguan vaskuler atau menggunakan obat-obat anti
koagulen, rasa baal pada tubuh, gangguan keseimbangan atau
berjalan, gangguan orientasi, berbicara, membaca, dan menulis.
Computed Temografik Scan (CT-Scan) adalah suatu alat foto
yang membuat foto suatu objek dalam sudut 360 derajat
melalui bidang datar dalam jumlah yang tidak terbatas.
Bayangan foto akan direkonstruksi oleh komputer sehingga
objek foto akan tampak secara menyeluruh (luar dan dalam).
Foto Computed Temografik Scan (CT-Scan) akan tampak
sebagai penampang-penampang melintang dari objeknya.
Dengan Computed Temografik Scan (CT- Scan) isi kepala
secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma kapitis,
fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik
bentuk maupun ukurannya (Sastrodiningrat, 2006). Indikasi
pemeriksaan Computed Temografik Scan (CT-scan) pada kasus
trauma kepala adalah seperti berikut.

a) Bila secara klinis didapatkan klasifikasi trauma kepala


sedang dan berat.

9
b) Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
c) Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis
kranii.
d) Adanya deficit neurologi, seperti kejang dan penurunan
gangguan kesadaran.
e) Sakit kepala yang berat
f) Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial atau
herniasi jaringan otak.
g) Mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral
Pemeriksaan

Pemeriksaan Computed Temografik Scan (CT-scan) kepala


masih merupakan gold standard bagi setiap pasien dengan
cedera kepala. Berdasarkan gambaran Computed Temografik
Scan (CT- scan) kepala dapat diketahui adanya gambaran
abnormal yang sering menyertai pasien cedera kepala (French,
1987). Jika tidak ada Computed Temografik Scan (CT-scan)
kepala pemeriksaan penunjang lainnya adalah X-ray foto
kepala untuk melihat adanya patah tulang tengkorak atau
wajah.

3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI adalah teknik pencitraan yang lebih sensitif dibandingkan
dengan Computed Temografik Scan (CT-Scan). Kelainan yang
tidak tampak pada Computed Temografik Scan (CT-Scan)
dapat dilihat dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Namun, dibutuhkan waktu pemeriksaan lebih lama
dibandingkan dengan Computed Temografik Scan (CT-Scan)
sehingga tidak sesuai dengan situasi gawat darurat.
4) Electroencephalogram (EEG).
Electroencephalogram (EEG) : Peran yang paling berguna dari
Electroencephalogram (EEG) pada cedera kepala mungkin

10
untuk membantu dalam diagnosis status epileptikus non
konfulsif. Dapat melihat perkembangan gelombang yang
patologis. Dalam sebuah studi landmark pemantauan
Electroencephalogram (EEG) terus menerus pada pasien rawat
inap dengan cedera otak traumatik.
Kejang konfulsif dan non konfulsif tetap terlihat dalam 22%.
Pada tahun 2012 sebuah studi melaporkan bahwa perlambatan
yang parah pada pemantauan Electroencephalogram (EEG)
terus menerus berhubungan dengan gelombang delta atau pola
penekanan melonjak dikaitkan dengan hasil yang buruk pada
bulan ketiga dan keenam pada pasien dengan cedera otak
traumatik.

11
B. Konsep asuhan keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan
segera setelah kejadian. Kemudian riwayat kesehatan masa lalu, dan
riwayat kesehatan keluarga.
c. Pemeriksaan fisik
1) Sistem respirasi: Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene
stokes, biot, hiperventilasi, ataksik), nafas berbunyi, stridor,
tersedak, ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
2) Kardiovaskuler: Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh
peningkatan tekanan intracranial (TIK).
3) Kemampuan komunikasi: Kerusakan pada hemisfer dominan,
disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf
fasialis.
4) Psikososial: Data ini penting untuk mengetahui dukungan yang
didapat pasien dari keluarga.
5) Aktivitas/istirahat: Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan,
perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah
dalam berjalan (ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus
otot.
6) Sirkulasi: Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi),
perubahan frekuensi jantung nadi bradikardi, takhikardi dan
aritmia.
7) Integritas Ego: Perubahan tingkah laku/kepribadian, mudah
tersinggung, delirium, agitasi, cemas, bingung, impulsive dan
depresi.
8) Eliminasi: buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK)
mengalami inkontinensia/disfungsi.

12
9) Makanan/cairan: Mual, muntah, perubahan selera makan, muntah
(mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).
10) Neurosensori: kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus,
kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia,
gangguan pengecapan/pembauan, perubahan kesadaran, koma.
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, atensi dan
kinsentarsi) perubahan pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan
penginderaan,
11) Nyeri/Keyamanan: sakit kepala dengan intensitas dan lokai yang
berbeda, wajah menyeringa, merintih, respon menarik pada
rangsang nyeri yang hebat, gelisah
12) Keamanan: Trauma/injuri kecelakaan, fraktur dislokasi, gangguan
penglihatan, gangguan range of motion (ROM), tonus otot hilang
kekuatan paralysis, demam, perubahan regulasi temperatur tubuh.
13) Penyuluhan/Pembelajaran: Riwayat penggunaan alcohol/obat-
obatan terlarang.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Computed Temografik Scan (CT-Scan) (tanpa/denga kontras) :
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2) Magnetic Resonance Imaging (MRI) : Sama dengan Computed
Temografik Scan (CT-Scan) dengan atau tanpa kontras.
3) Angiografi serebral: Menunjukan kelainan sirkulasi serebral,
seperti pengeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma
4) Electroencephalogram (EEG) : Untuk memperlihatkan keberadaan
atau berkembangnya gelombang patologis.
5) Sinar-X : Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),
pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema),
adanya fragmen tulang.
6) Brain Auditory Evoked Respons (BAER): Menentukan fungsi
korteks dan batang otak.

13
7) Positron Emission Tomography (PET): Menunjukan perubahan
aktifitas metabolisme pada otak.
8) Fungsi lumbal, cairan serebrosspinal (CSS): Dapat menduka
kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid.
9) Gas Darah Artery (GDA) : Mengetahui adanya masalah ventilasi
atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan tekanan intracranial
(TIK).
10) Kimia /elektrolit darah : Mengetahui ketidak seimbangan yang
berperan dalam peningkatan tekanan intracranial (TIK)/perubahan
mental.
11) Pemeriksaan toksikologi: Mendeteksi obat yang mungkin
bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.
12) Kadar antikonvulsan darah: dapat dilakukan untuk mengetahui
tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang

14
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang diangkat berdasarkan dari hasil analisa data
obyektif dan subjektif yang dikumpulkan pada saat pengkajian
keperawatan. Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada trauma
kapitis adalah:
a. Nyeri akut (SDKI)
Kategori : psikologis
Subkategori : Nyeri dan kenyamanan
Kode diagnosa : D.0077
b. Gangguan mobilitas fisik (SDKI)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Aktifitas/ Istrahat
Kode diagnosa : D.0054
c. Pola napas tidak efektif (SDKI)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
Kode diagnosa : D.0005

15
3. Intervensi

No Diagnosa keperawatan(SDKI) Tujuan dan kriteria hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)

Nyeri akut (SDKI) Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (1.08238)


1.
Kategori : psikologis keperawatan selama 3×24 jam/menit: Tindakan:
Subkategori : Nyeri dan Tingkat nyeri (L.08066) : (skala Observasi
kenyamanan 1:meningkat, 2: cukup meningkat, 3: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Kode diagnosa : D.0077 sedang, 4: cukup menurun, 5: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
menurun) 2. Identifikasi skala nyeri
Dengan kriteria hasil : Terapeutik
Keluhan nyeri (skala 2 menjadi 3). 1. Fasilitiasi istrahat dan tidur
Meringis (skala 2 menjadi 3). Edukasi
1. jelaskan strategi meredahkan nyeri
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian analgetik
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi (1.05173)
2.
(SDKI) keperawatan selama 3×24 jam/menit: Tindakan:
Kategori : Fisiologis Mobilitas fisik (L.05042) : (skala 1: Observasi
Subkategori : Aktifitas/ menurun, 2: cukup menurun, 3: 1. identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik

16
Istrahat sedang, 4: cukup meningkat, 5: lainnya
Kode diagnosa : D.0054 meningkat) 2. monitor kondisi umum selama melakukan
Dengan kriteria hasil: mobilisasi
Kekuatan otot (skala 3 menjadi 5) Terapeutik
1. fasilitasi aktivtas mobilisasi dengan alat bantu
2. libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Pola napas tidak efektif Manajemen jalan napas (1.01011)
3. Setelah dilakukan tindakan
(SDKI) Tindakan
keperawatan selama 3×24 jam/menit:
Kategori : Fisiologis Observasi
Subkategori : Respirasi Pola napas (L.01004) (skala: 1 1. monitor pola napas
Kode diagnosa : D.0005 memburuk, 2: cukup memburuk, 3: Terapeutik
sedang, 4: cukup membaik, 5: 1. Posisikan semi fowler atau fowler
membaik 2. berikan oksigen

Dengan kriteria:

17
Frekuensi napas ( skala 3 menjadi 5)

4. Implementasi keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan tindakan yang telah direncankan berdasarkan standar intervensi (SIKI)

5. Evaluasi
Pada proses evaluasi, mengkaji ulang untuk mengetahui apakah tercapainya luaran yang diharapkan yang telah ditargetkan
sesuai dengan standar luaran keperawatan (SLKI)

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Akibat trauma kepala pasien
dan keluarga mengalami trauma fisik maupun psikologis, asuhan
keperawatan pada pasien cedera kepala memegang peranan penting
terutama dalam pencegahan komplikasi. komplikasi dari cederah kepala
adalah infeksi ,perdarahan. Sebagai pemberi asuhan keperawatan, peran
perawat adalah sebagaiCare Giver, di antaranya yang memberikan
pelayanan keperawatan secara langsung atau tidak langsung pada pasien
dengan menggunakan pendekatan dan membuat langkah untuk pemecahan
masalah yang muncul pada kasus trauma kepala.

B. Saran
Dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada kasus seperti
trauma kapitis yang masuk pada jenis kasus yang kritis hendaknya terlebih
dahulu mengetahui gambaran keadaan pasien dan melakukan pengkajian
secara mendetail sehingga dapat melakukan penanganan yang lebih.

19
DAFTAR PUSTAKA
1. JEM ROMILSA BOIMAU. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT PADA Tn. Y.B DENGAN DIAGNOSA MEDIS CEDERA
KEPALA SEDANG DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT
RSUD Prof. Dr. W.Z. JOHANNES KUPANG. Sereal Untuk.
2018;51(1):51.

2. Khusnah M. Asuhan Keperawatan Pada Klien Trauma Kepala dengan


Masalah Keperawatan Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak.
2018;1–95.

3. Nur Fatkhiyah Indriyani. ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN CEDERA KEPALA BERAT DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN GANGGUAN PERFUSI JARINGAN CEREBRAL DI
RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PROF. DR.
MARGONO SOEKARJO. 2018;1` – 26.

4. ANDI RUSDIANA. ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN Y. T.


DENGAN CEDERA KEPALA BERAT DI RUANGAN KELIMUTU
RSUD. PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG. Sereal Untuk.
2018;51(1):51.

5. JOAQUIM DACOSTA MENDONSA. ASUHAN KEPERAWATAN


PADA SDR. P.P DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG DI RUANG
INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT PROF. DR. W. Z.
JOHANNES KUPANG JOAQUIM. Sereal Untuk. 2018;51(1):51.

20

Anda mungkin juga menyukai