Oleh :
KOMANG AYU JULIASTINI
17.901.1848
2. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi asma diketahui belum pasti , suatu hal yang menonjol
pada semua penderita asma adalah fenomena hipereaktivitas bronkus . bronkus penderita
asma sangat peka tehadap rangsangan imonologi maupun nonimumologi. Oleh karena
sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik fisik, metabolik,
kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita asma perlu mengetahui dan sedapat
mungkin menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat menimbulkan asma.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a) Genetik : Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b) Alergen : Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
c) Perubahan cuaca : Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti:
musim hujan, musim kemarau.
d) Stress : Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
e) Lingkungan kerja : Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik
pada waktu libur atau cuti.
f) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat : Sebagian besar penderita asma akan mendapat
serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.
3. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot-otot polos bronkiolus yang
menyebabkan yang menyebabkan sukar bernafas . penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkiolus terhadap benda-benda asing diudara. Reaksi yang timbul
pada asma tipe alergididuga dterjadi dengan cara
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi : Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada
waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan
tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis local
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit : Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi (EKG) : Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan
dapat dibagi menjadi 3 bagian dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru, yaitu:
a. Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise
rotation
b. Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right Bundle
branch Block)
c. Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negatif.
4. Scanning Paru : Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak
menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Pemeriksaan
spirometri tdak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
2. Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
3. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
B. INTERVENSI KEPERAWATAN
DX 1 :
1. Amankan pasien ke tempat yang aman
R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien
2. Kaji tingkat kesadaran pasien
R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
kesadaran pasien
3. Segera minta pertolongan
R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif
4. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan secret
5. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah
telungkup dan membuka mulutnya
R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas
DX 2 :
1. Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
2. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke
mulut pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
3. Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien
DX 3 :
1. Pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis
2. Kaji adanya tanda-tanda sianosis
DAFTAR PUSTAKA
Bull, Eleanor & David Price. (2007). Simple Guide Asma. Jakarta: Penerbit Erlangga
Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates ,
2000
Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001
Junaidi,iskandar.(2010).pedoman pertolongan pertama yang harus dilakukan saat gawat
&darurat medis. Yogyakarta:cv andi offset
Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta,
Trans Info Media, 2009.
Musliha.(2010).keperawatan gawat darurat.yogyakarta: nuha medika
Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Smeltzer, C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1.
Jakarta ,EGC, 2002
Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998