Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


SISTEM PERNAFASAN
ASMA

Oleh :
KOMANG AYU JULIASTINI
17.901.1848

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI
2018
1. PENGERTIAN
Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran napas-saluran
kecil yang mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-paru. Asma adalah penyakit
inflamasi (peradangan). Saluran napas penyandang asma biasanya menjadi merah dan
meradang. Asma sangat terkait dengan alergi. Alergi dapat memperparah asma. Namun
demikian, tidak semua penyandang asma mempunyai alergi, dan tidak semua orang yang
mempunyai alergi menyandang asma (Bull & Price, 2007).

2. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi asma diketahui belum pasti , suatu hal yang menonjol
pada semua penderita asma adalah fenomena hipereaktivitas bronkus . bronkus penderita
asma sangat peka tehadap rangsangan imonologi maupun nonimumologi. Oleh karena
sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik fisik, metabolik,
kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita asma perlu mengetahui dan sedapat
mungkin menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat menimbulkan asma.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a) Genetik : Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b) Alergen : Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan

c) Perubahan cuaca : Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti:
musim hujan, musim kemarau.
d) Stress : Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
e) Lingkungan kerja : Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik
pada waktu libur atau cuti.
f) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat : Sebagian besar penderita asma akan mendapat
serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.

3. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot-otot polos bronkiolus yang
menyebabkan yang menyebabkan sukar bernafas . penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkiolus terhadap benda-benda asing diudara. Reaksi yang timbul
pada asma tipe alergididuga dterjadi dengan cara

4. TANDA DAN GEJALA


a) Tiga gejala umum asma terdiri atas :
1) Dispnea (sesak nafas), terjadi karena pelepasan histamine dan leukotrien yang
menyebabkan kontraksi otot polos sehingga saluran nafas menjadi sempit.
2) Batuk, adalah reaksi tubuh untuk mengeluarkan hasil dari inflamasi atau benda asing
yang masuk ke saluran nafas.
3) Mengi (bengek), suara nafas tambahan yang terjadi akibat penyempitan bronkus.
b) Gambaran klinis pasien yang menderita asma
1) Gambaran objektif :
a. Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
b. Dapat disertai dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan.
c. Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan.
d. Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus.
e. Fase ekspirasi memanjang dengan disertai wheezing (di afek dan hilus)
2) Gambaran subjektif adalah pasien mengeluhkan sukar bernafas, sesak dan anoreksia.
3) Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan kurang
pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi : Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada
waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan
tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis local
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit : Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi (EKG) : Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan
dapat dibagi menjadi 3 bagian dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru, yaitu:
a. Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise
rotation
b. Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right Bundle
branch Block)
c. Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negatif.
4. Scanning Paru : Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak
menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Pemeriksaan
spirometri tdak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.

6. PENANGANAN PENATALAKSAAN PRE DAN INTRA HOSPITAL


Menurut junaidi (2011) ,tindakan pertolongan yang dapat diberikan pada penderita asma
antara lain:
a. pengobatan serangan asma akaut harus di lakukan secepat dan sedini mungkin, demi
mencegah kesesekan nafas yang lebih berat.segeralah berikan obat yang dapat
menghilangkan serangan sesak napas, seperti golongan obat yang melebarkan pipa
saluran napas (bronkodilator).
b. obat yang dapat melebarkan pipa saluran nafas ini dapat di gunakan dalam bentuk
hirupan. Obat yang sering digunakan adalah obat golongan agonis beta dua. Melalui
hirupan obat ini akan langsung bekerja dipipa saluran nafas, jadi manfaatnya sudah dapat
dirasakan dalam 5 -10 menit.
c. Selain itu, karena obat ini bekerja lokal ,tidak harus masuk dulu dalam pereddaran darah
maka efek sampingnya ringan.
d. Bila dengan cara tersebut serangan sesak tetap ada maka dapat ditambahkan obat
golongan steroid (prednison). Obat ini akan memperkuat kerja obat agonis beta dua
sehingga biasanya serangan biasanya serangan asma akan mereda.
e. Namun,bila stelah menggunakan kedua obat ini pun serangan masih terjadi sebaiknya
penderita segera dibawa ke unit gawat darurat terdekat.
f. Setelah diberikan obat, penderita perlu dipantau beberapa waktu lamanya untuk menilai
hasil pengobatan. Jika respon pengobatan baik penderita dapat dipulangkan dan beri
penjelasan tentang obat-obat yang harus digunakan dirumah.
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik
dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan non farmakologik
a) Penyuluhan: Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta
menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus: Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus
serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi: Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta: Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin: Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid: Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason dipropinate)
dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama
mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan
ketat.
d) Kromolin: Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen: Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven): Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam
bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.

3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus

a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam


b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka
drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f) Antibiotik spektrum luas
8. PENGKAJIAN KOSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Airway
a. Kaji dan pertahankan jalan napas
b. Lakukan head tilt, chin lift jika perlu
c. Gunakan bantuan untuk memperbaiki jalan napas jika perlu
d. Pertimbangkan untuk di rujuk ke anesthetist untuk dilakukan intubasi jika tidak
mampu untuk menjaga jalan napas atau pasien dalam kondisi terancam kehidupannya
atau pada asthma akut berat
e. Jika pasien menunjukan gejala yang mengancam kehidupan, yakinkan mendapat
pertolongan medis secepatnya.
2. Breathing
a. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, dengan tujuan
mempertahankan saturasi oksigen >92%
b. Berikan aliran oksigen tinggi melalui non re-breath mask
c. Pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask-ventilation
d. Ambil darah untuk pemeriksaan arterial blood gases untuk menkaji PaO2 dan PaCO2
e. Kaji respiratory rate
f. Jika pasien mampu, rekam Peak Expiratory Flow dan dokumentasikan
g. Periksa system pernapasan – cari tanda:
1. Cyanosis
2. Deviasi trachea
3. Kesimetrisan pergerakan dada
4. Retraksi dinding dada
a. Dengarkan adanya:
a. Wheezing
b. pengurangan aliran udara masuk
c. silent chest
3. Circulation/Sirkulasi
a. Kaji denyut jantung dan rhytme
b. Catat tekanan darah
c. Lakukan EKG
d. Berikan akses IV dan pertimbangkan pemberian magnesium sulphat 2 gram dalam 20
menit
e. Kaji intake output
f. Jika potassium rendah makan berikan potassium
4. Disability
a. Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. Penurunan tingkat kesadaran merupakan tanda ekstrim pertama dan pasien
membutuhkan pertolongan di ruang Intesnsive
5. Exposure
Pada saat pasien stabil dapat di tanyakan riwayat dan pemeriksaan lainnya.

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
2. Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
3. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
B. INTERVENSI KEPERAWATAN
DX 1 :
1. Amankan pasien ke tempat yang aman
R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien
2. Kaji tingkat kesadaran pasien
R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
kesadaran pasien
3. Segera minta pertolongan
R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif
4. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan secret
5. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah
telungkup dan membuka mulutnya
R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas

DX 2 :
1. Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
2. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke
mulut pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
3. Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien

DX 3 :
1. Pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis
2. Kaji adanya tanda-tanda sianosis
DAFTAR PUSTAKA

Bull, Eleanor & David Price. (2007). Simple Guide Asma. Jakarta: Penerbit Erlangga
Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates ,
2000
Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001
Junaidi,iskandar.(2010).pedoman pertolongan pertama yang harus dilakukan saat gawat
&darurat medis. Yogyakarta:cv andi offset
Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta,
Trans Info Media, 2009.
Musliha.(2010).keperawatan gawat darurat.yogyakarta: nuha medika
Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Smeltzer, C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1.
Jakarta ,EGC, 2002
Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998

Anda mungkin juga menyukai