Anda di halaman 1dari 57

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN

SISTEM PERNAPASAN DENGAN PENYAKIT

PNEUMONIA

DISUSUN OLEH KELOMPOK VI

BETTY RUMENGAN
ELDHA TIMBANG
FIRMAWATY NAIM
FRANSISKA IMELDA
NATALIA ANWAR
YUGSI SANGSKOP BISA

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH


FRANSISCO IRWANDY, Ns, M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR


2021/2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, sebab karena bimbingan serta perlindungannya, kami Kelompok VI
dapat menyelesaikan tugas Makalah ini. Tanpa tuntunan serta pertolongan-
Nya kami mungkin tidak dapat menyelesaikan tugas ini sesuai waktu yang
telah ditentukan.
Makalah yang kami susun ini dibuat dalam proses pembelajaran yang
kami ikuti. Makalah ini membahas tentang “Asuhan Keperawatan dengan
Gangguan Sistem Pernapasan dengan Penyakit Pneumonia”.
Pengambilan materi ini sengaja dipilih oleh Dosen Pengampuh mata kuliah
Sistem Respirasi, untuk kami perlajari lebih dalam.
Kami harap Makalah memuat materi yang kami susun ini dapat dinilai
dengan baik. Kami tahu Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kami
selaku penyusun mohon saran dan kritik yang membangun. Terima Kasih.

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN...................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................1
1.2 Perumusan Masalah................................................................3
1.3 Tujuan .....................................................................................3
1.4 Manfaat ...................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Defenisi...................................................................................5
2.2 Anatomi dan Fisiologi..............................................................6
2.3 Etiologi.....................................................................................9
2.4 Klasifikasi Pneumonia.............................................................11
2.5 Manifestasi Klinik....................................................................13
2.6 Patofisiologi.............................................................................14
2.7 Patoflowdiagram ....................................................................17
2.8 Komplikasi...............................................................................19
2.9 Pemeriksaan Penunjang.........................................................20
2.10 Penatalaksanaan..................................................................21
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan........................................................23
3.2 Diagnosa Keperawatan ..........................................................28
3.3 Intervensi Keperawatan..........................................................29
3.4 Implementasi Keperawatan ...................................................31
3.5 Evaluasi Keperawatan............................................................31

iii
BAB IV TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian................................................................................32
B. Analisa Data..............................................................................40
C. Diagnosa Keperawatan............................................................42
D. Implementasi ............................................................................44
E. Evaluasi ....................................................................................47
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................49
B. Saran.........................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................51

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama
bagi negara maju dan berkembang. Penyakit infeksi ialah penyakit yang
disebabkan masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme, suatu
kelompok luas dari organisme mikroskopik yang terdiri dari satu atau
banyak sel seperti bakteri, fungi, parasit serta virus. Penyakit infeksi
terjadi ketika interaksi dengan mikroorganisme menyebabkan kerusakan
pada tubuh host dan kerusakan tersebut menimbulkan berbagai gejala
dan tanda klinis. Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada
manusia disebut sebagai mikroorganisme patogen (Novard et al., 2019).
Penyakit yang diakibatkan oleh infeksi mikroorganisme merupakan
salah satu penyakit yang selalu menjadi pusat perhatian para praktisi dan
pemerhati kesehatan. Salah satu penyakit infeksi akibat bakteri ialah
pneumonia (Radji, 2011).
Pneumonia merupakan radang paru yang diakibatkan karena bakteri
dengan gejala panas tinggi, batuk berdahak, napas cepat (frekuensi
napas >50 kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah
dan nafsu makan berkurang) (Riskesdas, 2013). Pneumonia atau
pneumonalis adlh peradangann akut parenkim paruu yg biasanya brasl
dari suatu infeksii. Sehingga ditemukan infekssi nosokomial yg resisten
terhadap antibiotic, ditemukannya organisme-organisme yang baru
(seperti legionella). Terlebih jika penderita yang lemah daya tahan
tubuhnya kemungkinan dapat terjadi pneumonia. Sehingga fenomena
yang terjadi pada kasus ini masih didapatkan di rumah sakit, inii mnjdi
pnyebb mngapa pneumonia msih mrupakan masalah kesehatan. Kini

v
masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada usia dewasa di
negara berkembang.
Di Amerika Serikat Pneumonia yang sering menyebabkan kematian.
Dengan laki-laki mendudukii ke 4 dan wanita ke 5 sebagai akibat
hospitalisasi. (Brunner & Suddarth, 2002). Di Indonesia, pneumonia
mrpkan pnyebb kmatian no tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis.
menurunnya ekonomii menjadi faktor yg menyebabkan angka kematian.
tinggi. Gejala pneumonia yakni suhu badan meningkat, napas sesak dan
takikardi, sputum kehijauan, serta gambaran hasil rongen yang
menunjukkan adanya kepadatan dibagian paru. Kepadatan terjadi karena
di paru-paru terdapat radang dan yang berarti reaksi tubuh untuk
mematikan kuman. Ini berakibat fungsi paru terganggu, penderita sulit
bernapas disebabkan tak ada tersisa ruang untuk oksigen. Pneumonia
yang ada di msyarakat umumnya, diakibatkan oleh bakteri, virus atau
mikoplasma. Bakteri yg umum adalah streptococcus Pneumoniae,
Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp,virus misalnya
virus influensa (Jeremy, dkk, 2007).
Menurut Depkes RI 2010 pneumonia merupakan peringkat ke sepuluh
besar rawat inap di seluruh Indonesia 2010. Dengan angka kejadian
17.311 jiwa 53,95% laki-laki, 46,05% perempuan dan terdapat 7,6%
pasien meninggal. Sebagai tenaga kesehatan perawat harus
memberikan asuhan keperawatan yang baik dan ikut serta dalam upaya
preventif, promotif, dan rehabilitative.
Dari uraian di atas maka kelompok membuat makalah ini untuk
menambah pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit pneumonia sehingga tercipta keejahteraan
dalam kesehatan.

vi
1.2 Perumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Pneumonia?
b. Etiologi dari Pneumonia?
c. Klasifikasi penyakit Pneumonia?
d. Bagaimana perjalanan penyakit Pneumonia?
e. Bagaimana tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh penyakit
Pneumonia?
f. Bagaimana cara penanganan/ pengobatan serta pencegahan
penyakit Pneumonia?
g. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan penyakit
Pneumonia?
1.3 Tujuan
1.3.1Tujuan Umum
Diperolehnya pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan asuhan
keperawatan penyakit pneumonia.
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Mampu memahami konsep dasar tentang penyakit pneumonia
b) Melaksanakan pengkajian dan menganalisa data keperawatan pada
pasien dengan penyakit pneumonia.
c) Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit
pneumonia.
d) Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien penyakit
pneumonia.
e) Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien penyakit
pneumonia.

vii
1.4 Manfaat
1.4.1 Pasien dan Keluarga
Asuhan Keperawatan dapat memberikan pengetahuan serta
memberikan dampak bagi kesehatan pasien sehubungan dengan
Penyakit laringitis dan faringitis pasien dapat menghindari faktor-faktor
penyebab dan dapat melakukan pencegahan serta mengetahui cara
penatalaksanaan atau pengobatan penyakit pneumonia.
1.4.2 Masyarakat
Asuhan Keperawatan terkait Penyakit laringitis dan faringitis dapat
menambah wawasan sehingga masyarakat dapat mengerti tentang
penyakit penyakit pneumonia dan bagaimana cara pencegahannya baik
dengan menerapkan pola hidup yang sehat serta pentingnya
pemanfaatan fasilitas kesehatan.
1.4.3 Institusi Pendidikan
Asuhan Keperawatan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
yang luas bagi STIK Stella Maris Makassar dalam meningkatkan mutu
pendidikan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan kedepannya
sehingga wawasan mahasiswa/i dapat lebih ditingkatkan dalam
memberi asuhan keperawatan.
1.4.3 Penyusun
Asuhan Keperawatan keluarga ini dapat menambah ilmu pengetahuan
dan ketrampilan, dalam memberikan Asuhan Keperawatan yang baik
pada individu, keluarga dan kelompok masyarakat sehingga
terwujudnya peningkatan kesehatan dalam kehidupan masyarakat.

viii
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Defenisi
Pneumonia (community-acquired pneumonia) adalah inflamasi
parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme termasuk
bacteria, mikobakteria, jamur, dan virus. Klasifikasi pneumonia di
komunitas yaitu pneumonia didapat dirumah sakit, pneumonia pada
pejamu yang mengalami luluh imun, dan pneumonia aspirasi. (Brunner &
Suddarth, 2014)
Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan bagian
bawah ditandai dengan batuk dan sesak nafas yang disebabkan agen
infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi) berupa radang paru-
paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi (Nurarif, 2013).
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru terjadi karena
mikroorganisme (Astuti & Angga, 2010 :109)
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia adalah panyaikt infeksius yg
sring mngakibtkn kmtian. Pneumonia disebabkan terapi radiasi, bahan
kimia & aspirasi. Pneumonia radiasi dpt menyrtai trpi radiasi utuk kanker
payudara dan paru, biasanya 6 mggu / lebih setelah pengobtan selesai.
Pneoumalitis kimiawii / pneumonia terjadi setelah menjadi kerosin /
inhalasi gas yang mengiritasi. Jika suatu bagian substasial dari suatu
lobus / yang terkenal penyakiit ini disebut pneumonia lobaris (Jeremy,
dkk, 2007).

ix
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah
salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bagian bawah dengan
gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme termasuk bacteria, mikobakteria, jamur, dan
virus.

2.2 Anatomi dan Fisiologi

a. Rongga hidung
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar
minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).
Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat
saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan
tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama
udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah
yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah
belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua
lubang yang disebut choanae. Pada permukaan rongga hidung

x
terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk
menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung
b. Faring (tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada
bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian
belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring
(tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara
melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar
sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan
makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan
pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita
akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara
tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan
kesehatan. Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi
udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan
minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang
dengung(resonansi) untuk suara percakapan
c. Pangkal Tenggorokan (laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan.
Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah
satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di
ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa
yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat
untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama
laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar
masuknya udara. Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang
rawan yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh

xi
katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan,
katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas
katup membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang
akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita
bicara.

d. Batang Tenggorokan (Trakea)


Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak
sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding
tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh 4 cincin tulang rawan, dan
pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring
benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Batang
tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam
rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang
tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok
bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut
bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut
gelembung paru-paru (alveolus).
e. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu
bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus
sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak
teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang
rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus
bercabangcabang lagi menjadi bronkiolus. Batang tenggorokan
bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan
sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus

xii
bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus
primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder),
sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus.
Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-
paru atau alveolus. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan
bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru.
f. Bronchiolus
Tidak mengandung lempeng tulang rawan, tidak mengandung
kelenjar submukosa. Otot polos bercampur dengan jaringan ikat
longgar, sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara). Lamina propria tidak
mengandung sel goblet. Bronchiolus berfungsi sebagai pengatur
jumlah udara yang masuk dan keluar dari alveoli.
g. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat
terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan
udara yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Terdapat tiga jenis sel-
sel alveolar Sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk diding
alveolar, Tipe II sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi
surfaktan, suatu fosfolifit yang melapisi permukaan dalam dan
mencegah alveolar agar tidak kolaps, dan Tipe III makrofag yang
merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing
(mis, lendir, bakteri), dan bekerja sebagai mekanisme pertahan yang
penting.
2.3 Etiologi
Etiologi pneumonia dibedakan berdasarkan agen penyebab infeksi dan
anatominya. Menurut anatominya :
a) Pneumonia lobaris
b) Pneumonia lubularis ( Bronkopneumonia)

xiii
c) Pneumonia interstitialis ( Bronkiolitis)
Menurut agen penyebab infeksinya adalah :
a) Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang
paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di
kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh
sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan
menyebabkan kerusakan. Individu yang terinfeksi pneumonia akan
panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya
meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).
b) Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory
Syncial Virus (RSV). Pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis
ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi
terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan
kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
c) Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai
virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.
Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar
luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering
pada anak pria, remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
d) Protozoa

xiv
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi
prematur. Perjalanan penyakit ini lambat dalam beberapa minggu
hingga beberapa bulan, kadang juga dapat cepat dalam hitungan hari.
Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan
paru atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto,2009)
2.4 Klasifikasi Pneumonia
Klasifikasi pneumonia berdasarkan anatomi (pola keterlibatan paru)
(LeMone,Atal,2016) antara lain :
a. Pneumonia lobal, biasanya mengenai seluruh lobus paru. Proses
awalnya, ketika respon imun minimal, bakteri menyebar sepanjang
lobus yang terkena dengan akumulasi cepat. Cairan edema karena
terjadi respon imun dan inflamasi, RBC, dan neutrofil, merusak sel
epitel, dan fibrin berakumulasi dalam alveoli. Eksudat purulen
mengandung neurofil dan makrofag terbentuk. Karena alveoli dan
bronkiolus pernapasan terisi dengan eksudat, sel darah, fibrin, dan
bacteria, konsolidasi (solidifikasi) jaringan paru terjadi. Akhirnya,
proses sembuh karena enzim menghancurkan eksudat dan sisa debris
direabsorpsi, difagosit, atau dibatukan keluar.
b. Bronkopneumonia (pneumonia lobularis), biasanya mengenai bagian
jaringan paru terkait, ditandai dengan konsolidasi bercak. Eksudat
cenderung tetap terutama di bronki dan bronkiolus, dengan sedikit
edema dan kongesti alveoli dari pada Pneumonia lobar.
c. Pneumonia interstisial (Bronkiolitis) proses inflamasi terutama
melibatkan interstisial : dinding alveolar dan jaringan ikat yang
menyokong pohon bronchial. Keterlibatkan dapat berupa bercak atau
difus karena limfosit, makrofag, dan sel plasma menginfiltrasi septa

xv
alveolar. Ketika alveoli biasanya tidak mengandung eksudat yang
banyak, membrane hialin kaya akan protein dapat melapisi alveoli,
mengandung pertukaran gas.
d. Pneumonia milier, pada pneumonia milier, sejumlah lesi inflamasi
memiliki ciri tersendiri terjadi sebagai akibat penyebaran patogen ke
paru melalui aliran darah. Pneumonia milier umumnya terlihat pada
orang yang memiliki imun rendah. Sebagai akibatnya, respons imun
buruk dan kerusakan jaringan pleura sangat signifikan.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan (LeMone, Atal,
2016):
a. Pneumonia Komunitas (Community-Acquired Pneumonia)
Adalah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri Streptococcus
pneumonia.Bakteri ini terletak disaluran napas atas pada hingga 70%
orang dewasa.
b. Penyakit Legionnaire
Penyakit Legionnaire adalah bentuk bronkopneumonia yang
disebabkan oleh legionella pneumophilia, bakteri gram negative yang
secara luas ditemukan dalam air, terutama air hangat, perokok, lansia,
dan pasien yang memiliki penyakit kronik atau gangguan pertukaran
imun merupakan orang yang paling rentan terhadap penyakit
Legionnaire.
c. Pneumonia disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia umumnya
diklasifikasikan sebagai Pneumonia Atipikal Primer karena manifestasi
dan rangkaian penyakit sangat berbeda dengan Pneumonia bakteri
lainnya. Dewasa muda khusunya mahasiswa dan calon anggota militer
merupakan populasi yang umumnya terkena. Pneumonia ini sangat
menular.
d. Pneumonia Virus

xvi
Pneumonia virus umumnya merupakan penyakit ringan yang sering
kali mengenai lansia dan orang yang mengalami kondisi kronik. Sekitar
10% pneumonia ini terjadi pada orang dewasa.
e. Pneumonia Pneumosis
Orang yang mengalami luluh imun yang parah beresiko terjadinya
pneumonia oportunistik yang disebabkan oleh Pneumocystis jiroveci,
parasit yang lazim ditemukan di seluruh dunia. Infeksi oportunistik
dapat terjadi pada orang yang ditangani dengan imunosupresis atau
obat sitotoksik untuk kanker atau transplan organ.
f.Pneumonia Aspirasi
Pneumonia aspirasi merupakan aspirasi isi lambung ke paru-paru
yang menyebabkan pneumonia kimia dan bakteri.
2.5 Manifestasi klinik
Gejala klinis dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat,
batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum
berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan
sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada
yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik
didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat
pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi
redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan
pleura, dan ronki (Nursalam, 2016).
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia antara
lain:
 Batuk berdahak
 Ingus (nasal discharge)
 Suara napas lemah
 Penggunaan otot bantu napas

xvii
 Demam
 Cyanosis (kebiru-biruan)
 Foto thorax menujukkan infiltrasi melebar
 Sakit kepala
 Nyeri otot dan kekakuan pada sendi
 Sesak napas
 Berkeringat
 Lelah
 Terkadang kulit menjadi lembab
 Mual dan muntah
2.6 Patofisiologi
Suatu penyakit infeksi pernapasan dapat terjadi akibat adanya
serangan agen infeksius yang bertransmisi atau di tularkan melalui
udara. Namun pada kenyataannya tidak semua penyakit pernapasan di
sebabkan oleh agen yang bertransmisi denagan cara yang sama. Pada
dasarnya agen infeksius memasuki saluran pernapasan melalui berbagai
cara seperti inhalasi (melaui udara), hematogen (melaui darah), ataupun
dengan aspirasi langsung ke dalam saluran tracheobronchial. Selain itu
masuknya mikroorganisme ke dalam saluran pernapasan juga dapat di
akibatkan oleh adanya perluasan langsung dari tempat tempat lain di
dalam tubuh. Pada kasus pneumonia, mikroorganisme biasanya masuk
melalui inhalasi dan aspirasi.
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme
dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.

xviii
Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh
tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke
alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
 Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
 Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host )
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi
padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,

xix
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
 Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
 Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
Penyakit pneumonia sebenarnya merupakan manifestasi dari
rendahnya daya tahan tubuh seseorang akibat adanya peningkatan
kuman patogen seperti bakteri yang menyerang saluran pernapasan.
Selain adanya infeksi kuman dan virus, menurunnya daya tahan tubuh
dapat juga di sebabkan karena adanya tindakan endotracheal dan
tracheostomy serta konsumsi obat obatan yang dapat menekan refleks
batuk sebagai akibat dari upaya pertahanan saluran pernapasan
terhadap serangan kuman dan virus.

xx
xxi
2.7. Patoflowdiagram
Virus, Bakteri, Jamur, Protozoa, dan Mikroba (penyebab)

Invasi saluran napas atas

Proses Peradangan

Kuman berlebih di bronkus Infeksi saluran nafas bawah

Akumulasi secret di bronkus

Dilatasi pembuluh darah Peradangan

Dx Bersihan Mucus di brocus Eksudat masuk dialveoli suhu tubuh


jalan nafas tidak efektif
Bau mulut tidak enak Gangguan disfusi Gas Dx Hipertermi

Anoreksia Dx Gangguan Pertukaran Gas Suplai O2 dalam darah

Intake tidak adekuat Hipoksia

Dx Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Dx Intoleransi Aktivitas

22
Edema alvioli

Tekanan Dinding paru

Pemenuhan paru menurun Alvioli tidak dapat mengembang dengan baik

Dx Ketidakefektifan Pola Nafas Udara yang disimpan alveoli menurun

Hipoxemia

Dx Gagal nafas/kematian

23
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang timbul dari pneumonia menurut Ngastiyah (2012) yaitu:
a.Empiema merupakan akumulasi pus diantara paru dan membran yang
menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru
terinfeksi.
b.Otitis media akut adalah infeksi pada telinga bagian tengah, Otitis media
akut sering dijumpai pada anak-anak. Biasanya anak mengeluhkan
nyeri disertai penurunan pendegaran.
c.Emfisema adalah penyakit progresif jangka panjang pada paru-paru
yang
umumnya menyebabkan napas menjadi pendek Secara bertahap,
kerusakanjaringan paru pada emfisema akan membuatnya kehilangan
elastisitas. Kantung-kantung udara (alveoli) pada paru-paru penderita
juga rusak.
d. Meningitis adalah penyakit yang disebabkan oleh peradangan pada
selaput
pelindung yang menutupi saraf otak dan tulang belakang yang dikenal
sebagai iplikasi meninges. Peradangan biasanya disebabkan oleh
infeksi dari cairan yang
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.
e.Efusi pleura adalah kondisi yang ditandai oleh penumpukan cairan di
antara dua lapisan pleura, Pleura merupakan membran yang
memisahkan paru-paru dengan dinding dada bagian dalam, Cairan
yang diproduksi pleura ini sebenarnya berfungsi sebagai pelumas yang
membantu kelancaran pergerakan paru-paruketika bernapas.
f. Abses paru dalah infeksi paru-paru. Penyakit ini menyebabkan
pembengkakan yang mengandung nanah, nekrotik pada jaringan paru-
paru, danpembentukan rongga yang berisi butiran nekrotik atau sebagai

24
akibat infeksi mikroba. Pembentukan banyak abses dapat
menyebabkan pneumonia atau nekrosis paru-paru.
g. Gagal napas adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan
tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. Gagal nafas
adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran
oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu
memenuhi metabolisme tubuh.
h. Sepsis adalah suatu keadaan di mana tubuh bereaksi hebat terhadap
bakteria atau mikroorganisme lain.Sepsis merupakan suatu keadaan
yang mesti ditangani dengan baik yang berhubungan dengan adanya
infeksi oleh bakteri. Bila tidak segera diatasi, sepsis dapat
menyebabkan kematian penderita.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
a. Chest x-ray
b. Analisa gas darah & pulsea oxymetry
c. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan
maka dilakukan pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur dapat diambil
melalui tindakan bronkoskopi dengan cara bilasan, sikatan bronkus
dengan kateter ganda terlindung dan bronchoalveolar lavage (BAL).
Tindakan lain adalah aspirasi transtorakal.
d. Pewarnaan gram/ culture sputum dan darah
Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan
langsung dan biakan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25 / lapangan
pandang kecil (lpk) dan sel epitel < 10 / lpk.
 Periksa darah lengkap : leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai
pemeriksaan darah putih rendah pada infeksi virus.
 Tes serologi: membantu dalam membedakan diagnosis pada
organisme secara spesifik.

25
 LED: meningkat
 Pemeriksaan fungsi paru-paru: volume mungkin menurun (kongesti
dan kolaps alveolar): tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas
pemenuhan udara menurun, hipoksemia
 Elektrolit: sodium dan klorida kemungkinan rendah
 Bilirubin mungkin meningkat.
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leucosit,
biasanya > 10.000/μl kadang mencapai 30.000 jika disebabkan virus
atau mikoplasma jumlah leucosit dapat normal, atau menurun dan pada
hitung jenis leucosit terdapat pergeseran kekiri juga terjadi peningkatan
LED. Kultur darah dapat positif pada 20-25 pada penderita yang tidak
diobatai. Kadang didapatkan peningkatan ureum darah, akan tetapi
kteatinin masih dalah batas normal. Analisis gas darah menunjukan
hypoksemia dan hypercardia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
2.10 Penatalaksaan
a. Keperawatan
Pada penderita yang penyakitnya tidak berat, bisa diberikan antibiotic
per-oral, dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua dan dan
penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau paru
lainnya, harus dirawat dan antibiotic diberikan melalui infuse. Mungkin
perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu
napas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan respon
terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan :
 Oksigen 1-2 L / menit
 IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra vena)
dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq / 500 ml cairan

26
 Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
 Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feding drip.
 Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
 Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit. (Nurarif
& Kusuma, 2015).
b. Medis
Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan
tampak pada rontgen dada mencakup area berbercak atau
keseluruhan lobus (pneumonia lobaris). Pada pemeriksaan fisik,
temuan tersebut dapat mencakup bunyi napas broonkovesikular atau
bronchial, krekles, peningkatan fremitus, egofani, dan pekak
padaperkusi. Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik
yang sesuai seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan gram.
Selain itu untuk pengobatan pneumonia yaitu eritromisin, derivat
tetrasiklin, amantadine, rimantadine, trimetoprim-sulfametoksazol,
dapsone, pentamidin, ketokonazol.

27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


Menurut Brunner & suddarth (2012) Proses keperawatan adalah
penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang
digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien. Merencanakan
secara sistematis dan melaksanakan serta mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan.
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, agama, suku, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat. Pada kasus pneumonia
banyak terjadi pada :
 Jenis kelamin : Paling banyak menderita pneumonia yaitu laki-laki
tapi tidak menutup kemungkinan perempuan
 Umur : usia yang paling rentang terkena pneumonia yaitu usia tua
(usia lanjut) dan anak-anak.
b. Alasan Masuk
Biasanya keluhan yang dialami oleh pasien yaitu sesak napas, batuk
berdahak, suhu tubuh meningkat, sakit kepala, dan kelemahan
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Terdahulu
Dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan
dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat
dipengaruhi atau memengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini
(Rohman & Walid, 2009).

28
2) Riwayat Kesehatan sekarang
Gejala saat ini dan durasinya : adanya sesak nafas atau kesulitan
bernafas, nyeri dada dan kaitan nyeri dengan pernapasan : batuk
produktif atau tidak produktif, warna, konsistensi sputum, gejala
lain : kesakitan pernapasan atas saat ini atau keskitan akut lain
penyakit kronik seperti DM, PPOK, atau penyakit jantung, medikasi
saat ini : alergi obat. (LeMone, Atal, 2016)
3) Riwayat Keehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan
adanya penyakit keturunan, kecenderungan alergi dalam satu
keluarga, penyakit yang menular akibat kontak langsung antara
anggota keluarga (Rohman & Walid, 2009).
d. Pemeriksaan Fisik
Tampilan, distress nyata, tingkat kesadaran : tanda-tanda vital antara
lain suhu: warna aksesorius, pernapasan : suara paru (LeMone, Atal,
2016). Pemeriksaan fisik dengan pendekatan persistem dimulai dari
kepala sampai ujung kaki dapat lebih mudah. Dalam melakukan
pemeriksaan fisik secara sistematis dan rasional. Teknik pemeriksaan
fisik perlu modalitas dasar yang digunakan meliputi: inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi (Mutaqqin, 2010)
 Penampilan umum
Yaitu penampilan klien dimulai pada saat mempersiapkan klien untuk
pemeriksaan.
 Kesadaran
Merupakan ukuran kesadaran dan juga respon seseorang terhadap
rangsangan lingkungan. Dalam pemeriksaaan kesadaran dikenal
dengan istilaah GCS atau Glaslow Coma Scale.

29
e. Pemeriksaan Tanda-tanda vital
Pemeriksaan tanda – tanda vital adalah prosedur pemeriksaan yang
dilakukan yang bertujuan untuk mendeteksi gangguan, kelainan atau
perubahan pada sistem penunjang kehidupan. Pemeriksaan tanda -
tanda vital (TTV) untuk mengetahui tanda klinis yang memiliki manfaat
dalam menegakkan diagnosis penyakit dan menentukan perencanaan
terapi medis yang tepat.
Terdapat 4 komponen tanda vital utama yakni tekanan darah, denyut
nadi, laju pernapasan, dan suhu tubuh. Pemeriksaan tanda vital
dilakukan pada saat pertama kali anda datang ke fasilitas kesehatan
untuk mendapatkan perawatan medis. Apabila anda dicurigai sedang
menderita kondisi medis yang serius yang dapat mempengaruhi
kehidupan maka tanda vital akan dipantau secara berulang dan terus
dilakukan evalauasi untuk menilai perkembangan penyakit, hal ini akan
terus dilakukan sampai didapatkan nilai ttv normal. Lanjut dengan
pemeriksaan :
1) Kepala
 Rambut
Kulit kepela tampak bersih, tidak ada luka, ketombe tidak ada,
pertumbuhan rambut jarang, warna rambut hitam, kekuatan
rambut mudah dicabut atau tidak, dan tidak ada pembengkakan
dan nyeri tekan.
 Mata
Kebersihan mata : mata tampak bersih, gangguan pada mata :
mata berfungsi dengan baik, pemeriksaan : konjungtiva : pucat
dan tidak pucat, sklera biasanya putih, pupil : isokor atau anisokor

30
dan kesimetrisan mata : mata simeetris kiri dan kanan dan ada
atau tidaknya massa atau nyeri tekan pada mata
 Telinga
Pendengaran : biasanya berfungsi dengan baik, bentuk telinga
sama kika, kebersihan telinga.
 Hidung
Kesimetrisan hidung : biasanya simetris, kebersihan hidung nyeri
sinus, polip, fungsi pembauan dan apakah menggunakan otot
bantu pernapasan.
 Mulut dan gigi
Kemampuan bicara, adanya batuk atau tidak, adanya sputum
saat batuk atau tidak, keadaan bibir, keadaan platum,
kelengkapan gigi, dan kebersihan gigi.
2) Leher
Biasanya simetris kika, gerakan leher : terbatas atau tidak, ada
atau tidak pembesaran kelenjer thyroid, ada atau tidaknya
pembesaran vena jugularis dan kelenjer getah bening.
3) Thorax
 Paru-paru
Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan gerakan dada, frekuensi nafas
cepat (tachipnea), irama, kedalamannya pernapasan cuping
hidung.
Palpasi : adanya nyeri tekan, fremitus traktil bergetar kiri dan
kanan.
Perkusi : Terdengar bunyi redup (Dullnes) adanya jaringan yang
lebih padat atau konsolidasi paru-paru seperti pneumonia.
Auskultasi : Suara napas rhonci (nada rendah dan sangat kasar
terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi.

31
 Jantung
Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan dada, ictus cordis tampak atau
tidak
Palpasi : Ictus cordis terba, tidak ada massa (pembengkakan)
dan adaatau tidaknya nyeri tekan.
Perkusi : Perkusi jantung pekak (adanya suara perkusi jaringan
yang padat seperti pada daerah jantung)
Auskultasi : Terdengar suara jantung l dan suara jantung ll
(terdengar bunyi lub dup lub dup) dalam rentang normal.
 Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen, kesimetrisan abdomen, ada atau
tidakmnya lesi, ada atau tidaknya stretch mark
Auskultasi : Mendengarkan bising usus (normal 5-30 x/menit)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : Terdengar suara tympany (suara berisi cairan)
 Punggung
Tidak ada kelainan bentuk punggung, tidak ada terdapat luka
pada punggung.
 Ekstremitas
Atas : terpasang infus apa, ada kelemahan atau tidak pada
ekstremitas atas
Bawah : ada atau tidaknya gangguan terhadap ekstremitas
bawah seperti kelemahan.
Penilaian kekuatan otot mempunyai skala ukuran yang umumnya
dipakai untuk memeriksa penderita yang mengalami kelumpuhan
selain mendiagnosa status kelumpuhan juga dipakai untuk

32
melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani
perawatan atau sebaliknya apakah terjadi perburukan pada
penderita. (Suratun, dkk, 2008).
 Genetalia : Terpasang kateter atau tidak
 Integumen Turgor kulit baik atau tidak, kulit kering.
4) Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan, jenis
pemeriksaan, hasil dan satuannya. Pemeriksaan penunjang terdiri dari
: pemeriksaan lab, footo rotgen, rekaman kardiografi (Rohman &
Walid, 2010).
5) Therapy
Pada teraphy tulis nama obat lengkap, dosis, frekuensi pemberian dan
cara pemberian,secara oral, parenteral, dan lain-lain (Rohman &
Walid, 2010)
6) Analisa Data
Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori-teori yang
dihubungkan dengan data-data yang ditemukan saat pengkajian.
Menginter pretasikan data atau membandingkan dengan standar
fisiologis setelah dianalisa, maka akan didapatkan penyebab terjadinya
masalah pada klien (Wong donna, L, 2009)
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
b. Hipertermi
c. Gangguan pertukaran Gas
d. Gagal Nafas
e. Ketidakefektifan Pola Nafas
f. Defisit pengetahuan
g. Nyeri akut

33
h. nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3.3 Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif.
 Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan, irama dan
kedalaman serta penggunaan otot aksesori. Rasional : Penurunan
bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis. Ronki, mengi
menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk
membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot
aksesori pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan.
 Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif, catat
karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis. Rasional : Pengeluaran
sulit bila sekret sangat tebal (mis. efek infeksi dan/atau tidak adekuat
hidrasi). Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh
kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronkial dan dapat memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut.
 Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk
batuk dan latihan nafas dalam. Rasional : Posisi membantu
memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan
gerakan sekret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
 Bersihkan sekret dari mulut dan trakea; penghisapan sesuai
keperluan. Rasional : Mencegah obstruksi/aspirasi. Penghisapan
dapat diperlukan bila pasien tak mampu mengeluarkan sekret.
 Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali
kontraindikasi. Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk
mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.

34
b. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
 Pantau suhu tubuh pasien (derajat dan pola), perhatikan
mengigil/diaforesis. Rasional : Pola demam dapat membantu dalam
diagnosis.
 Modifikasi suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur
sesuai indikasi. Rasional : Suhu ruangan dan jumlah selimut harus
diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
 Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alkohol. Rasional :
Dapat membantu mengurangi demam. Penggunaan es dapat
menyebabkan kedinginan, peningkatak suhu secara aktual. Alkohol
juga dapat mengeringkan kulit
 Kolaborasi pemberian antipiretik. Rasional : Mengurangi demam
dengan aksisentral pada hipotalamus.
 Kolaborasi pemberian anti inflamasi utnuk mengatasi penyebab
demam. Rasional : mencegah pelepasan mediator peradangan dari
sel mast, makrofag,
c. Ketidakefektifan pola nafas
 Observasi frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Catat upaya pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu, pelebaran
nasal. Rasional: Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi
peningkatan kerja nafas (pada awal atau hanya tanpa EP subakut).
 Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius, sep
erti krekels, mengi, gesekan pleural. Rasional: Bunyi nafas menurun
atau tidak ada bila jalan nafas obstruksi sekunder terhadap perdarah
an, pembekuan atau kolaps jalan nafas kecil ( atelektasi). Ronki dan
mengi menyertai obstruksi jalan nafas atau kegagalan pernafasan.

35
 Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien tur
un tempat tidur dan ambulasi sesegera mungkin. Rasional: Duduk tin
ggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
 Berikan oksigen tambahan . Rasional Memaksimalkan bernafas dan
menurunkan kerja nafas
3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat
memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhada
p klien (Perry, 2009).
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dim
ana rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas
yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan in
tervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. A
gar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap bia
ya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemud
ian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons
pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini
kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan
menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan
dalam tahap proses keperawatan berikutnya (Wilkinson.M.J, 2012).
3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan menurut Mufidaturrohmah (2017) merupakan
rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk melihat perkembangan pasien.
Dengan tujuan agar pengtahuan apakah perawatan yang telah diberikan
dapat dicapai serta memberikan umpan balik terhadap perawatna yang
dicapai dan juga dapat memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang telah diberikan.
BAB IV

36
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien
Nama initial : Ny.O
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Jumlah anak : 2 orang
Agama/ suku : Protestan
Warga negara : WNI
Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat rumah : Jl.Monginsidi no 6
b. Penanggung Jawab
Nama : Tn.O
Umur : 59 tahun
Alamat : Jl.Monginsidi no 6
Hubungan dengan pasien : Suami
c. Data Medik
Diagnosa medik
Saat masuk : Pneumonia
Saat pengkajian : Pneumonia

2. Riwayat Kesehatan

37
a. Keadaan Sebelum Sakit
Pasien mengatakan defenisi sehat adalah ketika ia mampu
melakukan segala aktifitasnya secara mandiri. Pasien
mengatakan bila sakit flu,batuk,dan demam pasien hanya
beristirahat dan mengonsumsi air putih yang banyak. Pasien
mengatakan sejak usia muda,ia selalu mandi malam dan
mencuci pakaian dimalam hari. Pasein menganggap
kebiasaannya itu merupakan hal yang biasa dan tidak
menimbulkan masalah kesehatan. Pasien mengatakan upaya
yang dilakukan untuk meningkatkan status kesehatan adalah
minum air putih yang banyak,berolahraga dan mengonsumsi
makanan yang bergizi.
b. Riwayat Penyakit saat ini
1) Keluhan Utama :
Sesak nafas
2) Riwayat Keluhan Utama :
Pasien mengatakan merasa loyo dan tidak merasakan apa-
apa sejak 7 hari yang lalu. Pasien memutuskan untuk swab
PCR di RS Siloam Makassar. Setelah 3 hari hasilnya pun
keluar dan hasilnya pun positif,pasien mengatakan ia pun
dirawat di RS Akademis. Pasien mengatakan setelah 1 hari
menjalani perawatan,pasien pun dipindahkan ke RS Stella
Maris atas permintaan suaminya. Kemudian pasien dirawat di
ruangan Santa Maria selama 3 hari. Setelah 3 hari,pasien pun
di swab PCR yang ke-2 kalinya dan hasilnya negatif,akhirnya
pasien dipindahkan ke ruang perawatan ruang biasa.
Pasien mengatakan mengalami batuk berlendir yang dialami
sudah 2 hari dan mengatakan ada dahak di tenggorokannya

38
yang susah dikeluarkan terutama malam hari demam naik
turun.

Saat pengkajian :
Tampak pasien sesak napas,frekuensi pernapasan
26x/menit,SPO2 95%, suhu 38°Cdan teraba hangat. Tampak
pasien batuk. Tampak sputum yang dikeluarkan oleh pasien
berwarna hijau kental. Terdengar bunyi nafas tambahan ronchi
pada kedua lapang paru.Tampak terpasang 02 Nasal 4
liter/menit
3. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Sedang
 Kesadaran : Compos mentis (sadar penuh)
 Tanda – tanda vital :
Tekanan darah : 140/80 mmHG
Denyut nadi : 98 x/menit Irama : teratur dan kuat
Suhu : 38°C
Pernapasan : 26 x/menit
Sp02 : 95%
 Berat Badan : -
 Tinggi Badan : -
 Kepala :-
 Wajah : Tampak wajah pasien kemerahan
 Mata :
 Hidung & Sinus :
 Telinga :
 Mulut : Mukosa bibir kering

39
 Tenggorokan : -
 Leher :-
 Thorax dan Pernapasan : Terdengar bunyi Ronchi
 Jantung :-
 Abdomen :-
 Genetalia dan Anus : -
 Ekstremitas
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
4. Pengkajian Sekunder
a. Pola Nutrisi dan Metabolik
1) Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien makan teratur 3 x
sehari dengan menu makan nasi, ikan, sayur dan pasien juga
habis makan pasien makan-makanan ringan, pasien
mengatakan tidak ada riwayat alergi.
2) Sejak sakit
Pasien mengatakan kadang tidak menghabiskan 1 porsi
makanan yang diberikan RS karena merasakan mual.
b. Pola Eliminasi
1) Sebelum sakit :
Pasien mengatakan BAB 1x sehari dengan lancar, konsistensi
padat berwarna kuning kecoklatan, dan warna kencing pasien
berwarna kuning jernih lebih dari 5x sehari.
2) Sejak sakit :
Pasien mengatakan sejak sakit pasien juga BAB 1x sehari,
konsistensi lembek berwarna kuning kecoklatan. Sedangkan
BAK pasien ±1600cc/hari juga berwarna kuning jernih. Pasien

40
juga mengatakan pasien juga menggunakan bantuan dalam
ekskresi (kateter urin dan pampers).
c. Pola Aktivitas dan Latihan
1) Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien melakukan
aktivitasnya sendiri dan tanpa dibantu oleh keluarga.
2) Sejak sakit
Pasien mengatakan sejak sakit semua aktivitas pasien dibantu
oleh keluarga dan perawat karena pasien sangat lemah
Observasi:
Tampak pasien terbaring lemah di tempat tidur, tampak
sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh keluarga dan
perawat.
d. Pola Tidur dan Istirahat
1) Sebelum sakit :
Pasien mengatakan tidur cukup pada malam hari sekitar ±8
jam/hari, namun tidak tidur siang karena aktifitas
pekerjaannya. Keluarga pasien juga mengatakan pasien dapat
melakukan aktivitas normal tanpa ada hambatan.
2) Sejak sakit :
Pasien mengatakan semenjak di rawat di Rumah Sakit, pasien
biasa terbangun saat tidur karena sesak yang dialami dan
susah untuk tertidur kembali
e. Pola Persepsi Kognitif
1) Sebelum sakit :
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidak mengalami
gangguan pendengaran atau gangguan penglihatan. Pasien

41
juga mengatkan sebelum sakit pasien tidak menggunakan alat
bantu pendengaran atau penglihatan.
2) Sejak sakit :
Pasien mengatakan semenjak di rawat di Rumah Sakit,
pasien tidak mengalami gangguan pendengaran maupun
penglihatan.
f. Pola Persepsi dan Konsep Diri.
1) Sebelum sakit :
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien pasien memang
kurang memperhatikan kesehatannya dan kurang merawat
dirinya
2) Sejak sakit :
Pasien mengatakan sejak sakit pasien merasa sedih dengan
kondisinya saat ini dan pasien berharap cepat sembuh dan
ingin pulang ke rumah.
g. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
1) Sebelum sakit :
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien dapat melakukan
peran sebagai ibu rumah tangga
2) Sejak sakit :
Pasien mengatakan pasien tidak dapat melakukan perannya
sebagai ibu rumah tangga karena penyakit yang di derita.
h. Pola Reproduksi dan Seksual
1) Sebelum sakit :
Pasien mengatakan tidak memiliki gangguan pada
reproduksinya.
2) Sejak sakit :

42
Pasien mengatakan sejak sakit pasien tidak memiliki
gangguan pada sistem reproduksi.
i. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stres
1) Sebelum sakit :
Pasien mengatakan bila pasien mengalami masalah pasien
mampu mengontrol diri dan selalu bercerita serta berdiskusi
dengan istrinya. Keluarga juga mengatakan pasien bisa
mengalihkan perhtaiannya dengan berkumpul bersama
keluarga maupun tetangga.
2) Sejak sakit :
Pasien mengatakan sejak sakit pasien merasa khawatir
dengan kondisinya saat ini dan terkadang pasien berpikir
bahwa tidak akan sembuh
j. Pola Sistem Nilai dan Kepercayaan
1) Sebelum sakit :
Pasien mengatakan beragama Katolik dan setiap hari minggu
rajin pergi beribadah ke gereja bersama keluarga namun
jarang mengikuti kegiatan keagamaan yang ada dalam
masyarakat
2) Sejak sakit :
Pasien mengatakan semenjak sakit pasien hanya bisa
berdoa di tempat tidur dan tidak bisa mengikuti kegiatan
keagamaan di gereja. Saat di RS klien hanya bisa berbaring
pasrah di tempat tidurnya.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto thorax :Oedem pulmonal mixed pneumonia
b. Laboratorium
 Hemoglobin 12,0 103/ul

43
 Eritrosit 3,82 103/ul
 Leukosit 17,0 103/ul
 Trombosit 202 103/ul
 Hematokrit 55,9%
 Ureum 20 mg/dl
 Creatinin 1,1 mg/dl
 GDS 107,89 mg/dL
c. Pemeriksaan Mikrobiologi
 Hasil kultur sputum: Streptococcus alfa hemolyticus
 Darah : tidak ada pertumbuhan kuman
 Urine : tidak ada pertumbuhan kuman
d. Pemeriksaan AGD
 PH : 7,49
 PCO2 : 50 mmHg
 PO2 : 70 mmHg
 Na : 137 mmol/L
 K : 3,7 mmol/L
 Cl : 94 mmol/L
 HCO3 : 20,9 mmol/L

44
B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1.DS : Sekresi yang Bersihan jalan
- Pasien mengatakn tertahan napas tidak efektif
lendir susah untuk
keluar saat batuk
DO:
- Terdengar suara
napas tambahan
(ronchi)
- Respirasi 45x/mnt
- Tampak terpasang O2
nasal 4 liter/ menit
- Spo2 : 95%
2.DS: Proses penyakit Hipertermia
- pasien mengatakan
demam naik turun
DO:
- Pasien tampak
terbaring lemah
- Badan pasien teraba
hangat
- S : 38o C
- WBC : 17,0 10^3/uL
3.DS: Krisis situasional Ansietas
- Pasien terkadang
berpikir tidak akan
sembuh

45
- Pasien terkadang
bangun saat malam
hari karena sesak dan
susah tidur kembali
DO :
- Tampak Pasien
Gelisah saat di
wawancarai

46
C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Diagnosa
No Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas
tidak efektif selama 3x8jam, diharapkan 1) Monitor pola nafas
berhubungan dengan bersihan jalan nafas meningkat 2) Monitor bunyi nafas tambahan
sekresi yang tertahan dengan kriteria hasil: 3) Monitor sputum
- Produksi sputum cukup 4) Posisikan semifowler/fowlee
menurun (4) 5) Berikan minum hangat
- Dispnea cukup membaik (4) 6) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- frekuensi nafas cukup membaik 7) Lakukan penghisapan lendir < 15 detik
- Pola napas cukup membaik 8) Berikan oksigen
9) Kolaborasi pemberian mukolitik

2 Hipertermia Setelah dilakukan intervensi Manajemen Demam


berhubungan dengan selama 3x8jam, diharapkan 1) Monitor tanda-tanda vital

47
proses penyakit termoregilasi membaik dengan 2) Tutupi badan dengan selimut/pakaian dengan tepat
kriteria hasil: 3) anjurkan memperbanyak minum
- Suhu tubuh cukup 4) kolaborasi pemberian antipiretik
menurun 5) kolaborasi pemberian antibiotic
- Suhu kulit cukup menurun
3 Ansietas Setelah dilakukan intervensi Reduksi Ansietas
berhubungan dengan selama 2x8jam, diharapkan 1) monitor tanda-tanda ansietas
kurang terpapar tingkat ansietas menurun dengan 2) ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan
informasi kriteria hasil: kepercayaan
- verbalisasi khawatir akibat 3) gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
kondisi yang dihadapi 4) anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
cukup menurun (4)

48
D. Implementasi

Hari/tgl DX Waktu Pelaksanaan Keperawatan Perawat


Senin I,II 08.15 Memonitor tanda-tanda vital Yugsi
04/10/2021 Hasil :
- TD : 130/80 mmHg
- R : 26 x/m
- S : 37,90C
- N : 90x/mnt
-SP02: 96%

I 08.20 Monitor pola napas, bunyi napas


tambahan, sputum
Hasil:
Napas cepat, ronchi, ada sputum

I 08.25 Memposisikan semi fowler


Hasil:
Posisi pasien semi fowler

I 08.30 Memberikan minum hangat


Hasil :
Pasien minum air hangat

I 08.35 Melakukan penghisapan lendir <15 detik


Hasil: dilakukan penghisapan lendir dan
lendir keluar

I 08.40 Memberikan Oksigen

49
Hasil
Oksigen diberikan 4 liter/mnt

I 08.45 Memberikan obat


Hasil :
Ambroxol 1 tab/oral

II 09.00 Menutupi badan dengan selimut/pakaian


dengan tepat
Hasil :
Pasein ditutupi dengan selimut

II 09.05 Menganjurkan perbanyak minum


Hasil :
Pasien minum air hangat

II 09.10 Memberikan obat antipiretik


Hasil :
Sanmol 1tab/oral

II 09.15 Memberikan obat antibiotic


Hasil :
Ceftriaxone 1 gram/iv
III 09.20 Memonitor tanda-tanda ansietas
Hasil :
-pasien mengatakan bagaimana jika
tidak sembuh
-Menciptakan suasana teraupetik untuk

50
menumbuhkan kepercayaan
Hasil :
Suasana tampak tenang

Menggunakan pendekatan yang tenang


dan meyakinkan
Hasil :
-Menganjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien
Hasil :
Tampak keluarga mendampingi pasien
E.

51
E.Evaluasi
Hari/ DX Evaluasi Keperawatan Perawat
Tanggal
Selasa, I Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan Yugsi
05/10/2021 dengan sekresi yang tertahan
S:
- pasien mengatakan masih seak
- Masih batuk berlendir
O:
- produksi sputum cukup menurun
- dispnea cukup membaik
A: Masalah bersihan jalan napas tidak efektif
belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
II Hipertermi berhubungan dengan proses
penyakit
S: ibu mengatakan
- anak masih demam
O:
- kulit teraba hangat
- S: 37.8 o C
A: Masalah Hipertermia belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
III Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
S:
-pasien mengatakan mulai yakin jika akan
sembuh

52
O:
-tampak pasien mulai bercerita ke keluarga
A: Masalah Ansietas belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi

53
BAB V
PENUTUP

Setelah membahasa tinjauan teoritis dan memberikan asuhan keperawatan


pada pasien, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
A. Kesimpulan
Penerapan asuhan keperawatan laringitis dan faringitis dilakukan dengan
menggunakan 5 proses keperawatan diantaranya adalah pengkajian,
penetapan diagnosa, intervensi, implementasi, dan proses evaluasi.
1. Pengkajian
Hasil pengkajian yang didapatkan dari Ny. O meliputi pengkajian
pribadi pasien, keluhan yang dirasakan, dan riwayat penyakit.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditetapkan adalah Hipertemi
berhubungan dengan proses inflamasi, bersihan jalan napas tidak
efektif, dan ansietas.
3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang
ada.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan pada Ny. O dilakukan selama 2 hari
sesuai intervensi untuk menangani hipertermi, bersihan jalan nafas,
dan ansietas.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi dilakukan dengan hasil masalah pada diagnosa hipertermi,
bersihan jalan napas tidak efektif , dan ansietas belum teratasi dan
intervensi dilanjutkan.

54
B. Saran
1. Pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga dapat mencegah serta menghindari komplikasi
yang akan terjadi akibat penyakit laringitis dan faringitis dengan
menghindari faktor yang dapat memicu terjadinya penyakit.
2. Masyarakat
Masyarakat dapat melakukan pencegahan dan pengobatan
laryngitis dan faringitis.
3. Institusi pendidikan
Institusi lebih meningkatkan keterampilan mahasiswa/i dalam
pemberian asuhan keperawatan yang baik bagi pasien.
4. Penulis
Dapat memberikan asuhan keperawatan yang lebih efektif bagi
pasien dengan masalah laringitis dan faringitis agar tujuan yang
diharapkan tercapai.
6.

55
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

ASUHAN KEPERWATAN PADA NY. M DENGAN “PENEUMONIA” DI


RUANG TERATAI DI RS BHAYANGKARA SETUKPA LEMDIKOL KOTA
SUKABUMI - Repository UMMI. (n.d.). Retrieved October 15, 2021, from
http://eprints.ummi.ac.id/1219/
Keperawatan, A., Diagnosa, D., Pneumonia, M., Ruang, D. I., Rsud, K.,
Kupang, W. Z. J., Tulis, K., Ini Disusun, I., Salah, S., Persyaratan, S.,
Program, M., Diploma, P., Keperawatan, I., Program, P., Keperawatan,
S. D.-I., Kesehatan, P., Kupang, K., & Kristiani Bria, M. Y. (n.d.). KARYA
TULIS ILMIAH.
Keperawatan Pada Ad Dengan Pneumonia, A. T., ULLY KUPANG Karya
Tulis Ilmiah Ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk, T., &
Jahya Bukhari Adnan Selam, O. (n.d.). KARYA TULIS ILMIAH
Menyelesaikan Studi Pada Program Pendidikan Diploma III
Keperawatan pada program studi D-III Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Kupang.
Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia - Google Books. (n.d.). Retrieved
October 15, 2021, from
https://www.google.co.id/books/edition/Penyakit_Infeksi_Saluran_Napas
_Pneumonia/Qqlz9iPXtXcC?
hl=id&gbpv=1&dq=pneumonia&printsec=frontcover
Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan Di Akademi
Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo, S. (n.d.). KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.M DENGAN DIAGNOSA MEDIS
PNEUMONIA DI RUANG TERATAI RSUD BANGIL PASURUAN.

56

Anda mungkin juga menyukai