Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Gangguan bipolar menurut ”Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders – Text Revision ”edisi yang ke empat (DSM IV-TR)
ialah gangguan gangguan mood yang terdiri dari paling sedikit satu
episode manik, hipomanik, atau campuran yang biasanya disertai dengan
adanya riwayat episode depresi mayor.
Pasien-pasien dengan gangguan bipolar mempunyai angka
komorbiditas psikiatrik dan medik yang tinggi. Studi yang dilakukan oleh
ECA (Epidemiologic Catchment Area) menemukan bahwa diantara
pasien-pasien dengan gangguan bipolar, sebesar 46% merupakan
penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol, 41% penyalahgunaan dan
ketergantungan obat-obatan, 21% gangguan panik, dan 21% gangguan
obsesi-kompulsif. Orang-orang dengan Gangguan Bipolar I adalah 3 kali
lebih mungkin untuk mempunyai gangguan penyalahgunaan atau
ketergantungan alkohol, dan7 kali lebih mungkin mempunyai gangguan
penyalahgunaan atau ketergantungan obat-obatan dibandingkan dengan
populasi umum. Pasien-pasien dengan gangguan bipolar adalah 26 kali
lebih mungkin untuk mempunyai gangguan panik dan 8 kali lebih
mungkin mempunyai gangguan obsesi-kompulsif daripada orang-orang
didalam populasi umum tanpa gangguan mood.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari gangguan bipolar ?
2. Apakah/ penyebab dari gangguan bipolar?
3. Apa patofisiologi dari gangguan Bipolar?
4. Apa tanda dan gejala yang ditimmbulkan dari gangguan Bipolar ?
5. Apa-apa saja klasifikasi dari gangguan Bipolar ?
6. Apakah komplikasi yang ditimbulkan dari gangguan Bipolar ?
7. Bagaimana proses penatalaksanaan dari gangguan Bipolar ?
8. Pemeriksaan penunjang seperti apakah yang dapat dilakukan dari
gangguan Bipolar ?
9. Bagaimana proses Asuhan Keperawatan pada gangguan Bipolar ?
1.3. TUJUAN PENULISAN

1
Agar mahasiswa/I dapat mengetahui apa itu gangguan Bipolar dan
bagaiman proses asuhan keperawatan pada pasien gangguan bipolar.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN BIPOLAR

2
Gangguan bipolar adalah gangguan mental yang menyerang
kondisi psikis seseorang yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang
sangat ekstrim berupa depresi dan mania. Suasana hati penderitanya dapat
berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar) yang berlawanan yaitu
kebahagiaan (mania) dan kesedihan (depresi) yang ekstrim. Kelainan bipolar
merupakan perpindahan suasana hati dari depresi yang dalam sampai
euphoria hebat (mania), dengan periode menghalangi alam perasaan normal
(mary c. Townsend, 1998).
Gangguan bipolar menurut ”Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders – Text Revision” edisi yang ke empat (DSM IV-TR) ialah
gangguan gangguan mood yang terdiri dari paling sedikit satu episode
manik, hipomanik, atau campuran yang biasanya disertai dengan adanya
riwayat episode depresi mayor.
Gangguan bipolar adalah bunglonnya gangguan kejiwaan,
mengubah tampilan gejalanya dari satu pasien ke pasien lain, dan dari satu
episode ke episode lain bahkan pada pasien yang sama.( dr.Francis Mark
Mondimore)
2.2. ETIOLOGI
Hingga sekarang penyebab dari gangguan bipolar belum dapat diketahui
secara pasti. Tetapi menurut teori stress-vulnerability model, ada beberapa
resiko atau factor penyebab yang mempengaruhi adanya gangguan bipolar
diantaranya :
a. Faktor Biologi
Adanya beberapa perubahan kimia di otak yang diduga terkait dengan
gangguan bipolar. Dikarenakan adanya pengggunaan zat seperti
penyalahgunaan obat, pengobatan, atau paparan toksin. Hal ini
menunjukkan adanya faktor biologis dalam masalah gangguan bipolar.

b. Faktor genetik
Penderita bipolar sering dijumpai pada penderita yang mempunyai orang
tua atau saudara dengan gangguan bipolar. Riwayat pada keluarga
dengan penyakit bipolar bukan berarti anak atau saudara akan pasti
menderita gangguan bipolar. Penelitian menunjukkan bahwa pada
orang-orang dengan riwayat keluarga penderita bipolar maka

3
kemungkinannya terkena bipolar akan sedikkit lebih besar dibandingkan
masyarakat pada umumnya. Artinya ada faktor predisposisi terhadap
gangguan bipolar. Hanya saja, tanpa adanya faktor pemicu, maka yang
bersangkutan tidak akan terkena gangguan bipolar. Faktor predisposisi
gangguan bipolar bisa terjadi juga karena anak meniru cara bereaksi
yang salah dari orang tuanya yang menderita gangguan bipolar.
c. Faktor psikososial
Stress dari lingkungan dan peristiwa dalam hidup seseorang. Penelitian
telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam
Gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat
berperan pada kehidupan psikososial dari pasien dapat menyebabkan
stress yang dipicu oleh faktor lingkungan. Riwayat seperti pelecehan,
pengalaman hidup yang menekan dapat membuay stress yang menyertai
episode pertama dari Gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan
biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut
dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai
neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal. Perubahan
mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak
sinaptik. Hasil akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang
berada pada resiko yang lebih tinggi untuk menderita Gangguan mood
selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal.
d. Faktor kepribadian.
Gangguan bipolar gejalanya mulai muncul saat masa ramaja
kemungkinan besar mempunyai riwayat masa kecil yang kurang
menyenangkan seperti mengalami banyak kegelisahan atau depresi.
Perasaan penderita sering barayun dari tingkat terendah, yaitu depresi
kemudian berubah ke atas,menjadi mania. Ketika berada pada tingkat
depresi, si penderita akan merasa sedih , tak berdaya serta berputus asa
dan akan memurungkan dirinya di dalam kamar klien juga tidak mau
makan. Ketika pada tingkat mania, si penderita akan terlihat riang
gembira dan penuh energi.
2.3. PATOFISIOLOGIS

4
Salah satu faktor utama penyebab seseorang mengidap bipolar
disorder adalah terganggunya keseimbangan cairan kimia utama di dalam
otak. Sebagai organ yang berfungsi menghantarkan rangsang, otak
membutuhkan neurotransmitter (saraf pembawa pesan dari otak ke bagian
tubuh lainnya) dalam menjalankan tugasnya. Norepinephrin, dopamine, dan
serotonin adalah beberapa jenis neurotransmitter yang penting dalam
penghantaran impuls syaraf. Pada penderita bipolar disorder, cairan-cairan
kimia tersebut berada dalam keadaan yang tidak seimbang. Sebagai contoh,
suatu ketika seorang pengidap bipolar disorder dengan kadar dopamine yang
tinggi dalam otaknya akan merasa sangat bersemangat, agresif, dan percaya
diri. Keadaan inilah yang disebut fase mania. Sebaliknya dengan fase
depresi. Fase ini terjadi ketika kadar cairan kimia utama otak itu menurun di
bawah normal, sehingga penderita merasa tidak bersemangat, pesimis, dan
bahkan keinginan untuk bunuh diri yang besar. Seseorang yang menderita
bipolar disorder menandakan adanya gangguan pada sistem motivasional
yang disebut dengan behavioral activation system (BAS). BAS
memfasilitasi kemampuan manusia untuk memperoleh reward (pencapaian
tujuan) dari lingkungannya. Hal ini dikaitkan dengan positive emotional
states, karakteristik kepribadian seperti ekstrovert (bersifat terbuka),
peningkatan energi, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara
biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur saraf dalam otak yang
melibatkan dopamine dan perilaku untuk memperoleh reward. Peristiwa
kehidupan yang melibatkan reward atau keinginan untuk mencapai tujuan
diprediksi meningkatkan episode mania tetapi tidak ada kaitannya dengan
episode depresi. Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait dengan
perubahan pada episode mania.
Patofisiologis gangguan bipolar belum dapat ditentukan oleh saat ini
dan belum ditemukan marker biologis yang berhubungan secara mutlak
dengan gangguan bipolar. Secara genetic, diketahui bahwa pasien dengan
gangguan bipolar tipe 1, 80-90% diantaranya memiliki keluarga dengan
gangguan depresi atau gangguan bipolar juga ( yang mana 10-20 kali lebih

5
tinggi dibandingkan dengan yang ditemukan pada populasi umum). Anak
kembar yang berasal dari satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk
menderita gangguan yang serupa dibandingkan anak kembar yang berasal
dari dua telur, jika anak kembar tersebut dibesarkan di lingkungan yang
berbeda. Rata-rata tingkat kemungkinan pasangan kembar menderita
gangguan yang sama berkisar 60-70%.
Untuk gangguan bipolar tipe 1, keluarga terdekat dari individu yang
menderita gangguan ini memiliki resiko 7 hingga 10% untuk menderita
gangguan yang sama. Faktor psikososial yang diketahui sering memicu
timbulnya gangguan mood ini, diantarnya tekanan lingkungan social,
gangguan tidur, atau kejadian traumatis lainnya.

6
PATHWAY
2.4. TANDA DAN GEJALA
a. Seasonal changes in mood ( Perubahan suasana hati musiman )
Penderita bipolar dapat berubah selaras dengan perubahan musim.
Beberapa penderita menjadi mania atau hipomania dimusim semi dan
musim panas, kemudian berubah menjadi depresi dimusim gugur atau
musim dingin. Pada beberapa penderita bipolar lain, gejalanya malah
kebalikannya, yaitu depresi di musim panas namun hipomania
atau mania dimusim dingin.
b. Rapid cycling bipolar disorder
Pada beberapa penderita gangguan bipolar perubahan suasana hati
berlangsung cepat, yaitu mengalami perubahan mood (suasana hati) 4
kali atau lebih dalam setahun. Namun kadang- kadang, perubahan
perasaan bisa berlangsung lebih cepat, yaitu dalam hitungan jam.
c. Psikosis
Pada penderita bipolar dengan gejala mania atau depresi berat, sering
muncul gejala psikosis yaitu pemikiran yang tidak berdasarkan realita.
Gejalanya bisa berupa halusinasi (suara atau penglihatan) dan delusi
(percaya sesuatu yang berbeda dengan kenyataan).
2.5. KLASIFIKASI BIPOLAR
Ada beberapa tipe gangguan bipolar yaitu , diantaranya :
a. Gangguan Bipolar Tipe I.
Gangguan perasaan sangat mengganggu sehingga penderita kesulitan
mengikuti sekolah atau pekerjaan, dan pertemanan. Ketika dalam
kondisi mania, penderita ini sering dalam kondisi “berat” dan berbahaya.
Gangguan bipolar pada tipe 1 ini dimulai pada masa remaja atau dewasa
muda di awali dengan gejala depresif lebih lama.
b. Gangguan jiwa Bipolar Tipe II.
Pada Tipe II, kondisi perasaan tidak seberat Tipe I sehingga penderita
masih bisa berfungsi melaksanakan kegiatan harian rutin. Penderita
mudah tersinggung. Ketika perasaan “naik”, penderita hanya mencapai
tingkat hipomania. Pada Tipe II, kondisi depresi biasanya berlangsung
lebih lama dibandingkan dengan kondisi hipomania-nya. Cenderung
mmemiliki hubungan interpersonal yang buruk dan beresiko bunuh diri.
c. Gangguan Cyclothymic
Gangguan Cyclothymic juga dikenal sebagai cyclothymia yang
merupakan bentuk ringan dari gangguan jiwa bipolar.
2.6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari gangguan bipolar adalah :
a. Gangguan emosi atau gangguan neurologik
Pasien dengan bipolar, terutama tipe II atau siklotimik, memiliki episode
depresi berat yang sering. Gangguan anxietas, seperti panik, juga sering
timbul pada pasien ini.Pasien dengan bipolar, terutama tipe II, juga
sering menderita fobia.
b. Masalah memori dan berpikir
Studi menunjukkan bahwa pasien dengan bipolar bisa memiliki masalah
yang bervariasi pada ingatan jangka pendek dan panjang, kecepatan
memproses informasi, danfleksibilitas mental. Masalah seperti ini
bahkan dapat muncul diantara episode. Masalah inicenderung lebih
parah ketika seseorang memiliki episode manik lebih sering.
c. Efek perilaku dan emosional saat fase manik pada pasien
Dalam persentase kecil dari pasien bipolar mendemonstrasikan kenaikan
produktivitas dan kreativitas saat episode manic. Kelainan cara berpikir
dan penilaian yang merupakan karakteristik dari episode manic dapat
berujung pada perilaku berbahaya seperti :
- Mengeluarkan uang dengan ceroboh, yang dapat menghancurkan
financial
- Mengamuk , paranoid, bahkan kekerasan
- Perilaku keinginan untuk sex terhadap banyak
Orang perilaku seperti di atas sering diikuti dengan rasa bersalah dan
penurunan harga diri, yang diderita saat fase depresi.
d. Penyalahgunaan zat
Merokok merupakan salah satu hal tersering yang digunakan pada pasien
bipolar, dibandingkan mereka yang memiliki gejala psikotik. Beberapa
dokter berspekulasi, dalam skizofren, nikotin digunakan sebagai self-
medication karena efek spesifik pada otak. Sampai 60% pasien dengan
gangguan bipolar menyalahgunakan zat lain (paling sering merupakan
alcohol, diikuti marijuana atau kokain) pada suatu titik dalam
perjalanan penyakitnya. Obat-obatan seperti kokain, ekstasi, dan
amphetamine dapat memicu mania, sedangkan alkohol dan obat
penenang dapat memicu depresi.
e. Diabetes
Penyakit diabetes pada gangguan bipolar didiagnosa hampir 3x lebih
sering pada orang dengan bipolar dibanding pada populasi umum.
Banyak pasien dengan biporal mengalami overweight, dengan 25%-
nya berkriteria obesitas. Mengalami overweight merupakan factor resiko
besar untuk diabetes. Obat yang digunakan untuk menangani bipolar juga
bisa menyebabkan kenaikam berat badan dan diabetes.
f. Hipertensi
Pasien dengan bipolar dapat beresiko tinggi untuk hipertensi
dibanding pasien tanpa bipolar. Tingginya prevalensi dari hipertensi
diantara pasien dengan bipolar jugamemperbesar resiko untuk penyakit
dan kematian akibat kondisi yang berkaitan dengan jantung.
2.7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada penyakit Bipolar ini yaitu , sebagai berikut :
- Perawatan di rumah sakit
Penderita gangguan bipolar memerlukan perawatan di rumah sakit
bila perilakunya membahayakan diri sendiri atau sekitar, adanya gejala
psikosis (tidak berdasar realita), atau ada upaya bunuh diri.
- Pengobatan awal
Sering penderita bipolar harus minum obat, kemudian
pengobatan jangka panjang disesuaikan dengan perkembangan
penyakitnya.
- Pengobatan lanjutan
Penderita gangguan bipolar biasanya memerlukan pengobatan jangka
panjang. Berhenti minum obat sering menyebabkan penderita kembali
kambuh penyakitnya.
- Pengobatan kecanduan obat terlarang
Penderita gangguan bipolar yang menderita kecanduan alcohol atau
obat terlarang perlu diobati agar gangguan bipolarnya bisa
dikendalikan
2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada gangguan bipolar yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk
mengetahui anemia sebagai penyebab depresi. Penatalaksanaan,
terutama dengan antikonvulsan, dapat mensupresi sumsum tulang
belakang, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan sel darah merah
dan sel darah putih untuk mengecek supresi sumsum tulang.
Lithium dapat menyebabkan peningkatan sel darah putih yang
reversibel.
b. EKG
Banyak antidepresan, terutama trisiklik dan beberapa antipsikotik,
dapat berefek pada jantung dan membuat masalah konduksi.
Lithium juga dapat berakibat pada perubahan reversible flattening
atau inverse pada T wave pada EKG
c. Pemeriksaan psikologis
Untuk mengecek ada tidaknya depresi dan mania, tenaga kesehatan
akan menanyakan tentang perasaan dan pikiran, dan pola perilaku
pasien. Dokter atau petugas akan mengajukan pertanyaan tentang
gejala, kapan mulainya, apakah pernah mengalami hal yang sama.
Petugas kesehatan juga akan menanyakan apakah ada pikiran
kearah menganiaya dirinya sendiri atau bunuh diri. Pasien mungkin
akan diminta untuk mengisi kusioner (daftar pertanyaan) untuk
membantu menentukan ada tidaknya depresi dan mania.
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BIPOLAR

3.1. PENGKAJIAN
1. Analisa Data
Analisa data terdiri atas nama, tempat tanggal lahir, usia, jenis kelamin,
pendidikan, dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
- Riwayat penyakit sekarang
Apakah klien menderita penyakit gangguan bipolar. Biasanya klien
datang dengan keluhan berperilaku aneh .
- Riwayat penyakit dahulu
Apakah klien pernah mengalami penyakit gangguan jiwa di masa lalu
atau ada penyakit yang pernah diderita saat dahulu
- Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti
gangguan bipolar
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan berat badan tinggi
badan, suhu tubuh, tekanan darah dan detak nadi, mendengarkan jantung
dan paru paru serta memeriksa perut.
4. Pemeriksaan Psikologi
Untuk mengecek ada tidaknya depresi dan mania, dokter atau tenaga
kesehatan akan menanyakan tentang perasaan dan pikiran, dan pola
perilaku pasien. Dokter atau petugas akan mengajukan pertanyaan
tentang gejala, kapan mulainya, apakah pernah mengalami hal yang
sama dulu. Dokter juga akan menanyakan apakah ada pemikiran kearah
menganiaya diri sendiri atau bunuh diri. Pasien mungkin akan diminta
untuk mengisi kuestionnaire (daftar pertanyaan) untuk membantu
menentukan ada tidaknya depresi dan mania.
3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko cedera berhubungan dengan perasaan ingin bunuh diri
2. Gangguan Pola tidur berhubungan dengan stress
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan depresi

3.3. INTERVENSI

Resiko cedera berhubungan dengan perasaan ingin bunuh diri


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama .....x.....jam diharapkan klien tidak terjadi cedera.
Kriteria Hasil :
- Klien tidak melakukan tindakan seperti perasaan ingin bunuh diri
- Klien tidak melukai dirinya
INTERVENSI RASIONAL
1. Bina hubungan saling percaya 1. Rasa percaya merupakan dasar dari
2. Hindarkan benda-benda yang dapat
hubungan terapeutik yang mendukung
membahayakan
dalam mengatasi perasaannya.
3. Awasi klien secara ketat setiap saat
2. Untuk menghindari terjadinya cedera
4. Beri dukungan pada tindakan yang
3. Memantau aktivitas klien
menunjukkan keinginan untuk hidup 4. Melindungi untuk percobaan bunuh diri
5. Kaji keyakinan yang dimiliki klien 5. klien dapat menyadari tanda-tanda
6. Susun kontrak verbal jangka pendek
menarik diri sehingga memudahkan
dengan pasien bahwa pasien tidak akan
membahayakan dirinya sendiri selama 24 jam berikutnya. Bila kontrak waktu habis, buat kontrak
peraw
selanj
6. Untuk
bunuh di

Gangguan Pola tidur berhubungan dengan stress


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama .....x.....jam diharapkan pola tidur cukup
Kriteria Hasil :
- Tidak terjadi stress
- Jumlah tidur dalam batas normal
- Klien tidak melukai dirinya
INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat 1. Membantu pasien memahami tentang
2. Fasilitasi untuk mempertahankan
manfaat tidur sehingga pasien lebih
aktivitas sebelum tidur (membaca)
kooperatif dalam melaksanakan intruksi
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman
2. Aktivitas atau rutinitas sebelum tidur
4. Kolaborasi pemberian obat tidur
untuk merangsang pasien hingga dapat
tidur
3. Lingkungan yang nyaman merupakan
stimulus yang dapat membuat pasien
tidur dengan nyaman
4. Agar klien bisa tidur

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


depresi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama .....x.....jam diharapkan nutrisi terpenuhi .
Kriteria Hasil :
- Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan sering mengkonsumsi makanan
jika klien sedang lapar.
- Tidak terjadi depresi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Menyediakan makanan berprotein 1. Klien mengalami kesulitan duduk
tinggi, berkalori tinggi protein, diamcukup lama untuk makan. kemungkinan lebih besar bahwa
makanan bergizi dan minuman dimakandengan sedikit usaha .
Memiliki jus dan makanan ringan2.yangAsupan bergizi diperlukan secara teratur
tersedia di unit setiap saat. untuk mengkompensasi peningkatan
Menjaga catatan yang akurat dari intake, output, menghitung kalori, dan berat. Pantau nilai labo
hari.
Tentukan suka dan tidak suka klien untukberkolaborasi dengan ahli diet
untuk menyediakan makanan favorit.
Berivitamindanmineraluntuk
suplemen diet.
kebutuhan kalori karena hiper
Berjalanataududukdenganklien sementara saat dia makan. 3.
4. Klien lebih me
makanan yan
Untuk meningkatkan status gizi.
Kehadiran perawat untuk menawarkan dukungan d
mempertahankan fisikkesehatan

3.4. EVALUASI
1. Tidak terjadi resiko rasa ingin bunuh diri.
2. Pola tidur dapat tercukupi atau jumlah tidur dalam batas normal
3. Berat badan menujukkan peningkatan, nafsu makan meningkatan, wajah
terlihat lebih segar.
DAFTAR PUSTAKA

Nevid, jeffrey S, Spencer A.Rathus, Beverly Greene. 2005. Psikologi

Abnormal.Jakarta

Tirto Jiwo. Mengenal Gangguan Bipolar. Pdf.2012.

Hijir Wirastia. https://id.scribd.com/doc/256985015/Bipolar-Disorder (di unduh pada

tanggal : 10-4-2015) (http://www.academia.edu/4837823/Refrat_bipolar?

login=&emailwastaken=true

Dipublikasikan oleh Jenny Haurissa diunduh pada tanggal : 12-4-2015)

Anda mungkin juga menyukai