I. KONSEP PENYAKIT
1.1 Definisi
Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A Streptococcus beta
hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus.
Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil tonsil (amandel), yang sangat sering ditemukan
terutama pada anak-anak. Tonsilitis adalah inflamasi dari tonsil yang disebabkan oleh infeksi.
Tonsilitis Kronik adalah tonsilitis akibat dari peradangan, faktor predisposisi ; rangsangan
kronik (rokok dan makanan), pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan
hygien mulut yang tidak baik/buruk.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Tonsilitis adalah suatu peradangan pada
tonsil yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok Streptococcus beta hemolitik,
Streptococcus viridons dan Streptococcus pyrogenes namun disebabkan juga oleh bakteri jenis
lain atau oleh infeksi virus.
1.2 Etiologi
Etiologi menurut Mansjoer (2001) etiologi tonslitis adalah sebagai berikut :
Streptokokus Beta Hemolitikus
Streptokokus beta hemolitikus adalah bakteri gram positif yang dapat berkembang biak
ditenggorokan yang sehat dan bisa menyebabkan infeksi saluran nafas akut.
Streptokokus Pyogenesis
Streptokokus pyogenesis adalah bakteri gram positif bentuk bundar yang tumbuh dalam rantai
panjang dan menyebabkan infeksi streptokokus group A. Streptokokus Pyogenesis adalah
penyebab banyak penyakit penting pada manusia berkisar dari infeksi khasnya bermula
ditenggorakan dan kulit.
Streptokokus Viridans
Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri streptokokus komensal yang baik a-
hemolitik, menghasilkan warna hijau pekat agar darah. Viridans memiliki kemampuan yang
unik sintesis dekstran dari glukosa yang memungkinkan mereka mematuhi agregat fibrin-
platelet dikatup jantung yang rusak.
Virus Influenza
Virus influenza adalah virus RNA dari famili Orthomyxo viridae (virus influenza). Virus ini
ditularkan dengan medium udara melalui bersin pada manusia gejala umum yang terjadi yaitu
demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat. Dalam kasus yang buruk influenza
juga dapat menyebabkan terjadinya pneumonia.
1.4 Patofisiologi
Tonsilitis menurut Nurbaiti (2001) terjadi karena bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh
melalui saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian
menyebar melalui sistem limpa ke tonsil. Adanya bakteri virus patogen pada tonsil
menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat
menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema
pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga
menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri menelan, demam tinggi, bau mulut serta
otalgia yaitu nyeri yang menjalar ke telinga.
1.5 Pemeriksaan Penunjang
Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien
merupkan akteri gru A, karena grup ini disertai dengan demam renmatik, glomerulnefritis, dan
demam jengkering.
Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan obat kumur
yang mengandung desinfektan.
1.6 Komplikasi
Komplikasi menurut Mansjoerm (2001) yang potensial pada tonsilitis yang memerlukan
pendekatan kolaboratif dalam perawatan adalah :
1.6.1 Abses Peritonsilar (quinsy)
Biasanya timbul pada pasien dengan tonsilitis berulang atau kronis yang tidak mendapat terapi
yang adekuat.
1.6.2 Abses Parafaringeal
Timbul jika infeksi atau pus (cairan abses) mengalir dari tonsil atau abses peritonsilar melalui
otot konstriktor superior, sehingga formasi abses terbentuk di antara otot ini dan fascia
servikalis profunda. Komplikasi ini berbahaya karena terdapat pada area di mana pembuluh
darah besar berada dan menimbulkan komplikasi serius.
1.6.3 Abses Retrofaringeal
Keadaan ini biasanya disertai sesak nafas (dyspnea), ganggaun menelan, dan benjolan pada
dinding posterior tenggorok, dan bisa menjadi sangat berbahaya bila abses menyebar ke bawah
ke arah mediastinum dan paru-paru.
1.6.4 Tonsilolith
Tonsilolith adalah kalkulus di tonsil akibat deposisi kalsium, magnesium karbonat, fosfat, dan
debris pada kripta tonsil membentuk benjolan keras. Biasanya menyebabkan ketidaknyamanan,
bau mulut, dan ulserasi (ulkus bernanah).
1.6.5 Kista Tonsil
Umumnya muncul sebagai pembengkakan pada tonsil berwarna putih atau kekuningan sebagai
akibat terperangkapnya debris pada kripta tonsil oleh jaringan fibrosa.
1.6.6 Komplikasi Sistemik
Kebanyakan komplikasi sistemik terjadi akibat infeksi Streptokokus beta hemolitikus grup A.
Di antaranya: radang ginjal akut (acute glomerulonephritis), demam rematik, dan bakterial
endokarditis yang dapat menimbulkan lesi pada katup jantung
1.7 Penatalaksanaan
Pada penderita tonsillitis, terlebih dahulu harus diperhatikan pernafasan dan status nutrisinya.
Jika perbesaran tonsil menutupi jalan nafas, maka perlu dilakukan tonsilektomi, demikian juga
jika pembesaran tonsil menyebabkan kesulitan menelan dan nyeri saat menelan, menyebabkan
penurunan nafsu makan / anoreksia.
Pada penderita tonsillitis yang tidak memerlukan tindakan operatif (tonsilektomi), perlu
dilakukan oral hygiene untuk menghindari perluasan infeksi, sedangkan untuk mengubahnya
dapat diberikan antibiotic, obat kumur dan vitamin C dan B.
Pemantauan pada penderita pasca tonsilektomi secara kontinu diperlukan karena resiko
komplikasi hemorraghi. Posisi yang paling memberikan kenyamanan adalah kepala
dipalingkan kesamping untuk memungkinkan drainage dari mulut dan faring untuk mencegah
aspirasi. Jalan nafas oral tidak dilepaskan sampai pasien menunjukkan reflek menelanya telah
pulih.
Jika pasien memuntahkan banyak darah dengan warna yang berubah atau berwarna merah
terang pada interval yang sering, atau bila frekuensi nadi dan pernafasan meningkat dan pasien
gelisah, segera beritahu dokter bedah. Perawat harus mempunyai alat yang disiapkan untuk
memeriksa temapt operasi terhadap perdarahan, sumber cahaya, cermin, kasa, nemostat
lengkung dan basin pembuang. Jika perlu dilakukan tugas, maka pasien dibawa ke ruang
operasi, dilakukan anastesi umur untuk menjahit pembuluh yang berdarah. Jika tidak terjadi
perdarahan berlanjut beri pasien air dan sesapan es. Pasien diinstruksikan untuk menghindari
banyak bicara dan bentuk karena hal ini akan menyebabkan nyeri tengkorak.
Setelah dilakukan tonsilektomi, membilas mulut dengan alkalin dan larutan normal salin
hangat sangat berguna dalam mengatasi lender yang kental yang mungkin ada. Diet cairan atau
semi cair diberikan selama beberapa hari serbet dan gelatin adalah makanan yang dapat
diberikan. Makanan pedas, panas, dingin, asam atau mentah harus dihindari. Susu dan produk
lunak (es krim) mungkin dibatasi karena makanan ini cenderung meningkatkan jumlah mucus
yang terbentuk.
Patways
1.1.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Laboraturium
Digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada didalam tubuh pasien merupakan akteri
Grup A, Karena grup ini disertai dengan demam, reumatik, glomerulnefritis.
2. Pemeriksaan penunjang kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3. Terapi
Menggunakan antibiotik spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan obat kumur yang
mengandung desinfektan.
1.2.2 Batasan Karakteristik
Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat
mengungkapkannya (mis,Neonatal Infant Pain Scale, Pain Assessment Checklist for Senior
with Limited Ability to Communicate)
Diaforesis
Dilatasi pupil
Ekspresi wajah nyeri (mis, mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpancar
atau tetap pada satu fokus, meringis)
Fokus menyempit (mis, persepsi waktu, proses berfikir, interaksi dengan orang dan
lingkungan)
Fokus pada diri sendiri
Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (mis, Skala Wong-Baker
FACES, skala analog visual, skala penilaian numerik)
Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrument nyeri
(mis, McGill Pain Questionnaire Brief Pain Inventory)
Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktifitas (mis, anggota keluarga, pemberi asuhan)
Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis, waspada)
Perilaku distraksi
Perubahan pada parameter fisiologi (mis, Tekanan darah, frekuensi jantung, frekuensi
pernafasan, saturasi oksigen, danendtidal karbondioksida)
Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
Perubahan selera makan
Putus asa
Sikap melindungi area nyeri
Sikap tubuh melindungi
Tujuan/Kriteria Hasil
- Memperlihatkan Status Gizi: Asupan Makanan dan Cairan.
a. Tidak adekuat
b. Sedikit adekuat
c. Cukup adekuat
d. Adekuat
e. Sangat adekuat
Pasien Akan:
- Mempertahankan berat badan dan menambah berat badan
- Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
- Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
- Menoleransi diet yang dianjurkan
- Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal
- Memiliki nilai laboratorium (mis, transferin, albumin, dan elektrolit) dalam batas normal
- Melaporkan tingkat energi yang adekuat
Aktivitas Kolaboratif
- Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang mengalami
ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein.
- Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan pelengkap, pemberian
makanan melalui slang, atau nutrisi parental total agar asupan kalori yang adekuat dapat
dipertahankan.
- Rujuk kedokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
- Rujuk keprogram gizi dikomunitas yang tepat, jika pasien tidak dapat membeli atau
menyimpan makanan yang adekuat
- Manajemen Nutrisi (NIC):
Aktivitas Lain
- Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal makan, lingkungan makan,
kesukaan, dan tidaksukaan pasien, serta suhu makanan
- Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah
- Bantu pasien menulis tujuan mingguan yang realitis untuk latihan fisik dan asupan makanan
- Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan fisik dilokasi yang terlihat
jelas dan kaji ulang setiap hari
- Tawarkan makanan dengan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan (mis, pindahkan barang-barang dan
cairan yang tak sedap dipandang)
- Hindari prosedur invasif sebelum makan
Carpenito, Lynda Juall ( 2000), Buku Saku Diagnosa Keperawatan . Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn E ( 1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Mansjoer, et all . ( 2001) . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne & Bare, B E . (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah , Brunner &
Suddarth , ed . 8 . Jakarta ; EGC
Wilkinson, Judith.2000. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
hasil NOC Edisi 7. Jakarta:EGC.