Anda di halaman 1dari 74

PROPOSAL PENELITIAN

DAMPAK TINGKAT DEMENSIA TERHADAP TINGKAT AKTIVITAS


SEHARI-HARI PADA LANSIA DI WILAYAH PUSKESMAS GOARIE

Diajukan oleh:

Rita Anryani
NPM : 163010049

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS PATRIA ARTHA
2020

i
Proposal Penelitian

JUDUL : DAMPAK TINGKAT DEMENSIA TERHADAP


TINGKAT AKTIVITAS SEHARI-HARI PADA
LANSIA DIWILAYAH PUSKESMAS GOARIE.
NAMA MAHASISWA : RITA ANRYANI

NIM : 163010049

PROGRAM STUDI : S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS : KESEHATAN

TANGGAL PERSETUJUAN : ...........................................................

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Ns.Muhammad Saddad Tanrewali, S.Kep., M.Kes) (Ns. Mirnawati, S.Kep)

Ka. Prodi Ilmu Keperawatan

(Ns. A. Saputri Mulyana, S.Kep., M.Kep)

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penguji panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat, dan karunianya, serta hidayanya-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Dampak Tingkat Demensia

Terhadap Tingkat Aktivitas Sehari-Hari Pada Lansia Di Wilayah Puskesmas

Goarie ” ini tepat waktu.

Terima kasih saya ucapkan kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam

proses penyusunan ini antara lain :

1. Ibu Ita Hartati, AK., M.BA Sebagai Ketua yayasan Universitas Patria Artha.

2. Bapak Bastian Lubis, SE., M.M Sebagai Rektor Universitas Patria Artha.

3. Ibu Ns. Hamdayani, S.Kep., M.Kes Sebagai Dekan Fakultas Kesehatan.

4. Ibu Ns. A. Saputri Mulyana, S.Kep.,M.Kep Sebagai Ketua Prodi S1 Ilmu

Keperawatan Universitas Patria Artha.

5. Bapak Ns. Muhammad Saddad Tanrewali, S.Kep., M.Kes Selaku dosen

pembimbing I yang membimbing saya selama penyusunan proposal ini.

6. Ibu Ns. Mirnawati, S.Kep Selaku pembimbing 2 yang telah membimbing

saya selama penyusunan proposal serta memberikan arahan, masukan dan

motivasi agar selesai tepat waktu.

7. Bapak/Ibu Dosen serta Staf Universitas Patria Artha atas bantuan dalam

mengurus segala bentuk pemberkasan apapun itu dalam membantu penulis

selama perkuliahan hingga penyelesaian proposal ini.

8. Kepala Puskesmas Goarie yang telah memberikan izin penelitian dan

pengambilan data terkait penelitian yang akan saya lakukan.

iii
9. Orang tua saya Bapak Alm. Bintang dan Ibu Rosmi yang selalu menjadi

motivasi saya dalam mencapai kesuksesan yang telah saya targetkan.

10. Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa Universitas Patria Artha yang telah

membantu memberikan dukungan serta bantuan dalam penyusunan proposal

ini.

11. Teman-teman seperjuangan angkatan 2016, kakak senior Program Studi

Keperawatan Fakultas Kesehatan atas dukungan yang diberikan kepada

penulis.

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal ini masih

jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan sumbangan

penelitian berupa saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak guna

perbaikan dan Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan dan memberkahi

setiap usaha dan kerja kita.

Makassar, Februari 2020

Penulis

iv
DAFTAR ISI
Halaman sampul
SAMPUL...................................................................................i

HALAMAN JUDUL........................................................................ii

KATA PENGANTAR......................................................................iii

DAFTAR ISI...............................................................................v

DAFTAR GAMBAR .......................................................................viii

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................ix

DAFTAR ISTILAH ........................................................................x

BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................5

1.3 Tujuan Penelitian.......................................................5

1.3.1 Tujuan umum ..................................................5

1.3.2 Tujuan khusus ..................................................5

1.4 Manfaat Penelitian......................................................6

1.4.1 Manfaat bagi praktik pelayanan keperawatan ..........6

1.4.2 Manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan ........6

1.4.3 Manfaat bagi Riset Keperawatan ...........................6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................7

2.1 Konsep demensia......................................................7

2.1.1 Definisi Demensia.............................................7

2.1.2 Penyebab demensia...........................................8

2.1.3 Tipe Demensia.................................................10

2.1.4 Gejala Demensia ...............................................13

2.1.5 Patofisiologi ....................................................15

v
2.2 Konsep Lansia ..........................................................16

2.2.1 Definisi ..........................................................16

2.2.2 Klasifikasi Lansia ..............................................17

2.2.3 Karakteristik Lansia ...........................................18

2.2.4 Ciri-ciri Lansia .................................................20

2.2.5 Tipe Lansia ......................................................22

2.2.6 Perubahan Akibat Proses Menua ...........................26

2.3 Konsep Kemampuan Aktivitas Sehari-hari Pada Lansia........31

2.3.1 Definisi Aktivitas Sehari-hari ...............................31

2.3.2 Manfaat Aktivitas Sehari-hari ...............................32

2.3.3 Faktor Aktivitas Sehari-hari Pada Lansia .................34

2.3.4 Macam-macam Aktivitas Sehari-hari ......................35

2.3.5 Masalah Aktivitas Sehari-hari ...............................38

2.3.6 Alat UkurAaktivitas Sehari-hari ............................39

2.4 Kerangka Teori ........................................................41

2.5 Kerangka Konsep ......................................................42

2.6 Definisi Operasional...................................................43

2.7 Hipotesis.................................................................44

BAB 3 METODE PENELITIAN........................................................45

3.1 Desain Penelitian ......................................................45

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian.......................................45

3.2.1 Tempat Penelitian ............................................45

3.2.2 Waktu Penelitian ..............................................45

3.3 Sumber Data..............................................................45

3.3.1 Data Primer .....................................................45

vi
3.3.2 Data Sekunder .................................................45

3.4 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling............................46

3.4.1 Populasi Penelitian ............................................46

3.4.2 Sampel ...........................................................46

3.4.3 Teknik Sampling ...............................................48

3.4.4 Metode Pengumpulan Data ..................................48

3.5 Analisa data ..............................................................49

3.5.1 Pengolahan Data ...............................................49

3.5.2 Analisa Univariat ..............................................51

3.5.3 Analisa Bivariat ................................................51

3.6 Prinsip EtikPenelitian...................................................52

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori............................................................41

Gambar 2.2 Kerangka Konsep.........................................................42

viii
DAFTAR SINGKATAN
WHO : World Health Organization
Lansia : Lanjut usia
ADS : Aktivitas Dasar Sehari-hari
MRI : Magnetic Resonance Imaging
BAK : Buang Air Kecil
BAB : Buang Air Besar
MMSE : Mini Mental State Exam

DAFTAR ISTILAH

ix
Amnestic :kondisi terganggunya daya ingat

Anterior :Depan

Arteri :Pembuluh darah yang membawah darah

dari dari jantung

Atrofi :Pengecilan atau penyusutan jaringan

Defekasi :Buang air besar

Degeneratif :Kondisi kesehatan dimana organ atau

jaringan terus menurun seiring waktu

Delusi :Jenis gangguan mental

Demensia Lewy body :Jenis demensia progresif yang mengarah

pada penurunan fungsi pikir

Demensia vaskuler :Jenis demensia akibat gangguan

dipembuluh darah otak

Demensia : Pikun
Deteriorasi :Proses kehidupan menuju kemunduran
Disability :Ketidakmampuan
Disorientasi :Lupa waktu, tempat, dan orang

Elderly :Usia lanjut


Functional limitations :Keterbatasan fungsional
Handicap :Keterhambatan
Hidrosepalus :Penumpukan cairan pada kepala

Impairment : Kelemahan

x
Infark :Kematian jaringan pada otak

Inkontenensia urine :Buang air kecil tidak terkontrol

Kognitif :Potensi intelektual


Lesi :Luka

Limbic :Himpunan struktur otak yang terletak

pada kedua sisi talamus

Miksi :Buang air kecil

Neuron :Saraf

Old :Usia
Parkinson :Penyakit saraf yang memburuk secara

bertahap dan mempengaruhi bagian otak

Sindroma :Sindrom
Social skill :Perilaku sosial
Very old :Usia sangat lanjut

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penuaan atau menjadi tua merupakan suatu proses yang natural dan

kadang tidak tampak mencolok. Proses ini terjadi secara alami dan

disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial

yang akan saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi

pada lansia secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu,

kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional

limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap)

yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran. Salah satu

sistem tubuh yang mengalami kemunduran adalah sistem kognitif atau

intelektual yang sering disebut demensia (Putri Widita Muharyani, 2017).

WHO (World Health Organization,2016) usia lanjut terdiri dari 1) usia

lanjut (elderly) 60-74 tahun, (2) usia tua (old) 75-90 tahun, dan (3) usia

sangat lanjut (very old) di atas 90 tahun.

Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2016 jumlah lansia di

Indonesia mencapai 22,04 juta jiwa dan diprediksikan pada tahun 2020

mencapai 27,08 juta jiwa, tahun 2025 mencapai 33,69 juta jiwa dan pada

tahun 2030 mencapai 40,95 juta jiwa (Kemenkes RI, 2017). Indonesia

termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia

(aging structured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60

tahun ke atas sekitar 7,18%. Pada tahun 2009 jumlah lansia sebanyak

14,439,967 jiwa (7,18%) dan pada tahun 2010 mengalami

1
2

peningkatan menjadi 23,992,553 jiwa (9,77%) sementara pada tahun 2011

jumlah lansia sebesar 20 juta jiwa (9,51%), dengan usia harapan hidup

67,4 tahun, pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 22,630,882

jiwa dan pada tahun 2022 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%),

dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Depkes, 2016).

Jumlah lansia di seluruh dunia telah mencapai 901 juta jiwa pada

tahun 2015 meningkat 48% dari tahun 2000 dengan jumlah lansia 607 juta

jiwa (United Nations, 2015). Indonesia merupakan Negara dengan jumlah

lansia mencapai 20.24 juta jiwa dengan 10.77 juta diantaranya adalah

lansia berjenis kelamin perempuan dan 9,47 juta lansia laki-laki (BPS,

2015). Sedangkan data penduduk usia 60 tahun keatas di kota Makassar

tercatat 45.955 jiwa (Dinas Kesehatan Makassar, 2014).

Berdasarkan data yang diambil dari Puskesmas Goarie pada tahun

2017 data jumlah lansia terdapat 150 lansia dimana jumlah laki-laki

terdapat 68 orang dan perempuan 82 orang, pada tahun 2018 jumlah

lansia terdapat 166 orang dimana laki-laki berjumlah 79 orang dan

perempuan 87, pada tahun 2019 jumlah lansia mengalami peningkatan

dengan jumlah 174 orang dimana jumlah laki laki terdapat 84 orang dan

perempuan terdapat 90 orang.

Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi

mempunyai dampak yang membahayakan bagi fungsi kognitif lansia.

Demensia adalah keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya

ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas

kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2014).


3

Di seluruh dunia , 35,6 juta orang memiliki demensia, dengan lebih

dari setengah (58%) yang tinggal dinegara-negara berpenghasilan rendah

dan menengah. Setiap tahun, ada 7,7 juta kasus baru. Jumlah ini akan

berlipat ganda pada 2030 dan lebih dari tiga kali lipat pada tahun 2050

(WHO, 2016)

Demensia merupakan suatu sindroma penurunan kemampuan

intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan

fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan

dan aktivitas sehari-hari. Terdapat 46,8 juta orang dinyatakan terkena

demensia di dunia (World Alzheimekanr Report, 2015). Sedangkan di Asia

terdapat 22,9 juta penderita demensia dan di Indonesia pada tahun 2015

lansia yang menderita demensia diperkirakan sebesar 1,2 juta jiwa, dan

masuk dalam sepuluh Negara dengan demensia tertinggi di dunia dan di

Asia Tenggara 2015 dan usia diatas 60 tahun merupakan usia yang

rentang terkena demensia menurut Alzheimer’s Disease International

(2015). Total penderita penyakit demensia di Indonesia pada tahun 2015

mencapai satu juta orang (Kemenkes, 2016).

Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan

kemampuan daya ingat dan daya pikir, dan penurunan kemampuan

tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari.

Bentuk gangguan yang sangat menonjol adalah : pertama, penurunan

perilaku yang secara lengkap disebut perilaku sosial (social skill) dan

perilaku ini dapat dirinci lebih lanjut menjadi ADS ( Aktivitas Dasar

Sehari-hari, yaitu kemampuan seseorang untuk mengurus dirinya sendiri)

dimulai dari bangun tidur, mandi, berpakaian dan seterusnya sampai pergi
4

tidur kembali, pokoknya segala kegiatan orang untuk mengurus

kebutuhannya sendiri. Kedua, perilaku okupasional yaitu perilaku yang

dilaksanakan seseorang untuk menjalankan kehidupannya untuk bekerja

dan mencari nafkah, yaitu sekolah, bekerja, berorganisasi, menjalankan

ibadah, mengisi waktu luang.

Peningkatan insiden dan prevelensi demensia adalah tantangan

khusus bagi pelayanan kesehatan karena dampak demensia yang dapat

menimbulkan perilaku pada demensia kondisi ini menyebabkan kondisi

lansia demensia memerlukan perhatian dan perawatan dari keluarganya,

perawatan lansia dapat menimbulkan dampak pada keluarga berupa

beban yang terjadi karena lansia yang demensia sangat memerlukan

pemantauan secara terus menerus.

Berdasarkan dengan pengambilan data awal yang telah dilakukan

kepada 5 lansia , didapatkan data bahwa lansia tersebut mengalami

demensia ringan hingga berat. Peneliti melakukan studi awal dengan

memberikan kuesioner MMSE (Mini Mental State Exam). Pada 5 lansia

tersebut di dapatkan hasil bahwa 3 orang lansia mengalami demensia

ringan , 2 orang yang mengalami demensia berat. Berdasarkan

wawancara peneliti pada salah satu keluarga yang tinggal bersama lansia

yang mengalami demensia menyatakan bahwa gangguan fungsi koqnitif

masalah yang dihadapi oleh lansia karena keterbatasan dalam melakukan

aktivitas, penurunan fungsi memori penurunan kemampuan berpikir

seperti mengatur, merencanakan, pertimbangan, pembelajaran ataupun

pendapat, dialami oleh lansia sering lupa seperti misalnya janjian dengan

orang lain, percakapan atau kejadian yang baru terjadi. Selain memori
5

ada juga tanda – tanda lain yaitu lemah dalam kemampuan berpikir

seperti , kesulitan dalam menemukan kata-kata , sulit mengatur waktu

atau merencanakan, kehilangan kemampuan mengenali lingkungan dan

tidak mampu menyampaikan pendapat.

Berdasarkan data tersebut maka peneliti tertarik melakukan

penelitian yaitu DAMPAK TINGKAT DIMENSIA TERHADAP TINGKAT

AKTIVITAS SEHARI-HARI PADA LANSIA DI WILAYAH PUSKESMAS GOARIE.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah ada dampak tingkat demensia terhadap

tingkat aktivitas sehari-hari pada lansia di wilayah Puskesmas Goarie”

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 tujuan umum

Untuk mengetahui dampak tingkat demensia dengan tingkat

aktivitas sehari- hari pada lansia di wilayah Puskesmas Goarie.

1.3.2 tujuan khusus

a. Untuk mengetahui tingkat derajat demensia terhadap aktivitas

sehari-hari pada lansia di Wilayah Puskesmas Goarie.

b. Untuk mengetahui apakah ada dampak terhadap tingkat

demensia dengan tingkat aktivitas sehari-hari pada lansia di

Wilayah Puskesmas Goarie.

1.4 Manfaat penelitian


6

1.4.1 Manfaat Bagi Praktek Pelayanan Keperawatan

Sebagai bahan informasi untuk mengembangkan pengetahuan

tentang Dampak tingkat demensia dengan tingkat aktivitas sehari-

hari pada lansia di wilayah puskesmas goarie.

1.4.2 Manfaat Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Untuk menambah informasi dan wawasan mengenai ilmu

keperawatan terhadap dampak tingkat demensia dengan tingkat

aktivitas sehari-hari pada lansia di wilayah puskesmas goarie.

1.4.3 Manfaat bagi riset keperawatan

Untuk menambah wawasan peneliti dan dapat dijadikan

sebagai masukan bagi manajemen puskesmas terhadap mutu

pelayanan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Demensia

2.1.1   Definisi Demensia

Demensia merupakan kondisi yang dikarakteristikkan

dengan hilangnya kemampuan intelektual yang cukup.

Menghalangi hubungan sosial dan fungsi kerja dalam kehidupan

sehari-hari. Demensia di tandai dengan menurunnya fungsi

kognitif seperti melemahnya daya ingat (memory), kesulitan

berbahasa, gagal dalam melakukan aktivitas yang memiliki

tujuan, kesulitan mengenal benda-benda dan orang, serta pada

keadaan lebih lanjut akan terjadi gangguan berhubungan sosial

disertai dengan adanya gangguan fungsi eksekutif termasuk

kemampuan membuat rencana, mengatur sesuatu, (Asrosi 2014).

Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami

penurunan daya ingat dan daya pikir serta penurunan

kemampuan tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi

kehidupan sehari-hari. Kumpulan gejala yang ditandai dengan

penurunan kognitif, perubahan mood dan tingkah laku seperti

mudah tersinggung, curiga, menarik diri, dari aktifitas sosial,

tidak peduli dan berulang kali menanyakan hal yang sama

sehingga mempengaruhi aktifitas sehari-hari pada penderita

( Bazuki ,2015).

Demensia merupakan sindrom klinis yang meliputi hilangnya

fungsi intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga

7
8

menyebabkan disfungsi hidup sehari–hari. Demensia merupakan

keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan

daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan

sehari – hari. (Nugroho, 2015).

Demensia merupakan sindrom, dimana ada penurunan fungsi

koqnitif (kemampuan untuk memproses pikiran) melampaui apa

yang dapat diharapkan dari penuaan normal.(WHO,2016)

Jadi, demensia sendiri merupakan penurunan fungsi kognitif

seseorang yang dapat menyebabkan penurunan daya ingat

sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, sosial,

emosional.

2.1.2  Penyebab Demensia

Penyebab demensia adalah terganggunya fungsi otak akibat

hilang atau rusaknya sel-sel otak dalam jumlah besar termasuk

zat-zat kimia dalam otak. Demensia juga dapat disebabkan oleh

penyakit Alzheimer, stroke, tumor otak, depresi, gangguan

sistematik (Asrori,2014).

Penyebab demensia menurut Nugroho (2015) dapat digolongkan

menjadi tiga golongan besar yaitu :

1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologis dasarnya

tidak dikenal sering pada golongan ini tidak ditemukan atrofia

serebri, mungkin kelaianan terdapat pada tingkat subseluler

atau secara biokimiawi pada system enzim atau pada

metabolisme seperti yang ditemukan pada penyakit

Alzheimer dan demensia senilis.


9

2. Sindroma demensia yang etiologi yang di kenal tetapi belum

dapat diobati, penyebab utama dalam golongan ini

diantaranya.

a. Penyakit degeneratif spino- seleberal

b. Penyakit leuko-ensefalitis sklerotik bagert

c. Penyakit Jacob- creutzfel

3. Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat


diobati dalam golongan diantaranya :

a. Penyakit cerebro kardiofaskuler

b. Peny akit metabolik

c. Gangguan nutrisi

d. Akibat introksikasi menahun

e. Hidrosefalys komunikan

Menurut azizah (2011) kriteria derajat demensia terbagi

menjadi 3 yaitu :

1. Ringan

Walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan

aktifitas sosial, kapasitas untuk hidup mandiri tetap

dengan hygiene personal cukup dan penilaian umum yang

baik.
10

2. Sedang

Hidup mandiri berbahaya diperlakukan sebagai tingkat

suportivitas.

3. Berat

Aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak

berkesinambungan inkoheren.

2.1.3 Tipe Demensia

Tipe utama demensia terbagi menjadi beberapa tipe yaitu :

1. Demensia Degeneratif Primer (penyakit alzhaimer)

Penyakit alzhaimer merupakan penyebab paling umum

demensia pada lansia. Penyakit alzaimer adalah suatu keadaan

yang meliputi perubahan jumlah, struktur, dan fungsi neuron di

daerah tertentu dari korteks otak. Penyakit alzhaimer

berkembang secara progresif dan termasuk dalam penyakit

neurodegeneratif ditandai dengan adanya kekusutan neurofibril

yang menyebabkan gangguan protein dalam otak, plak kortikol

amiloid, dan kemunduran neuron granulovaskuler pada lapisan

sel piramid hipokampus.

2. Demensia Multiinfark (demensia vaskuler)

Demensia vaskuler merupakan penyebab demensia kedua

terbanyak setelah penyakit alzhaimer. Demensia vaskuler

didefinisikan sebagai hilangnya fungsi kognitif akibat infark,

hipoperfusif, atau lesi hemoragik otak akibat kondisi patologis

penyakit serebrovaskuler maupun kardiovaskuler. Demensia


11

vaskuler dihubungkan dengan penurunan jaringan otak secara

bertahap sebagai hasil dari kumpulan serangan kecil (infark)

oleh oklusi dan pemblokan dalam arteri pada otak. Individu yang

pernah mengalami kecelakaan cerebrovaskuler memiliki resiko

lebih besar mengalami demensia. Gejala pada demensia vaskuler

berbeda dengan penyakit alzhaimer. Gejala pada demensia

vaskuler menunjukkan penurunan kognitif secara bertingkat

yaitu terjadi penurunan kognitif pada setiap waktu akut,

sedangkan pada demensia alzhaimer menunjukkan penurunan

kognitif progresif. Pemeriksaan dengan MRI pada demensia

vaskuler dapat mendeteksi adanya lesi.

3. Demensia Lewy Body

Demensia Lewy body merupakan suatu keadaan preklinik

dengan gejala ringan akibat adanya Lewy body di subkorteks

serebri dan penyakit Parkinson hingga terjadi demensia dengan

adanya Lewy body di batang otak dan neokorteks. Demensia

Lewy body memiliki gambaran patologis campuran dengan

demensia alzhaimer. Perubahan patologis pada demensia Lewy

body terjadi sekitar 10-20% pada pembedahan, terutama bagian

limbik dan neokortikal otak. Gambaran klinis demensia dengan

Lewy body selalu terdapat gambaran 2 dari 3 keadaan, yaitu

fluktuasi kognisi, halusinasi visual, dan parkinsonisme. Gejala

yang mendukung, diantaranya penurunan fungsi kognitif, jatuh,

hilang kesadaran sepintas, sensivitas neuroleptik, delusi, dan


12

halusinasi. Gangguan memori pada demensia Lewy body lebih

ringan dibandingkan dengan penyakit alzhaimer.

4. Demensia Frontotemporal

Sindroma demensia dapat diakibatkan oleh proses

degeneratif diregio korteks anterior otak, yang secara

neuopatologis berbeda dengan demensia alzhaimer, demensia

akibat penyakit Pick, dan demensia akibat penyakit

motorneuron. Gambaran neurologik fungsional dapat ditandai

dengan penurunan metabolisme otak di daerah lobus temporal

anterior dan frontal. Gambaran klinis menunjukkan distribusi

topografi terserangnya daerah korteks temporal (unilateral atau

bilateral) yang menggambarkan gangguan perilaku dengan

awitan yang tak jelas dan terjadi pada usia 40-70 tahun.

5. Demensia pada Penyakit Neurologik

Penyakit neurologik yang sering disertai dengan gejala

demensia adalah penyakit Parkinson, khorea Huntington, dan

hidrosepalus bertekanan normal. Kecurigaan akan hidrosepalus

bertekanan normal perlu diwaspadai jika pada hasil MRI

didapatkan pelebaran ventrikel melebihi proposi atrofi kortikol

otak.

6. Sindroma amnestik dan “pelupa benigna akibat penuaan”

Gejala utama dari kedaaan sindroma amnestik dan “pelupa

benigna akibat penuaan” adalah gangguan memori (daya ingat),

sementara pada demensia terdapat gangguan pada fungsi

intelektual yang lain. Pada sindroma amnestik terdapat


13

gangguan pada daya ingat akan hal yang baru saja terjadi.

Pelupa benigna akiba penuaan dapat ditunjukkan dengan

adanya gangguan pada daya ingat yang tidak bertahap dan tidak

mengganggu aktivitas hidup sehari-hari. Individu dengan pelupa

benigna akibat penuaan akan sering mengulangi pertanyaan yang

sama dan lupa pada kejadian yang baru saja terjadi. Individu

dengan pelupa benigna bila gangguan daya ingat disertai dengan

gangguan intelek lain, kemungkinan besar diagnosis demensia

dapat ditegakkan.

2.1.4 Gejala Demensia

Orang dengan demensia akan mulai memiliki masalah dengan

angka-angka saat bekerja atau menghitung, sulit mengerti tentang

apa yang tertulis dalam majalah atau Koran atau sulit untuk

mengatur rutinitas. Penurunan daya ingat dan kebingungan

ditambah dengan kesulitan dalam menyebut benda-benda seperti

sendok, sikat gigi, atau buku. Orang dengan demensia juga dapat

mengalami perilaku wandering. Wandring merupakan sebuah

kegagalan memori lansia dan penurunan kemampuan dalam

berkomunikasi, mengakibatkan mereka tidak mungkin bisa

mengingat atau menjelaskan kenapa mereka terus berjalan

( Asrori,2014).

Gejala yang umumnya dirasakan dari segi koqnitif meliputi :

1. Hilang ingatan

2. Kesulitan berkomunikasi
14

3. Kesulitan berbahasa dan bertutur kata

4. Sulit memecahkan masalah atau merencanakan sesuatu

5. Konsentrasi menurun

6. Sulit menilai sesuatu dan mengambil keputusan

7. Sulit mengkoordinasi pergerakan tubuh

8. Merasa bingung

Sedangkan gejala yang dirasakan dari segi psikologis meliputi

1. Depresi

2. Gelisah

3. Perubahan perilaku dan emosi

4. Merasa ketakutan

5. Agitasi

6. Halusinasi

Gejalah yang sering menyertai demensia merunur Azizah (2011)


adalah :

1. Gejala awal

a. Kinerja mental menurun

b. Mudah lupa

c. Gagal dalam tugas

2. Gejalah lanjut

a. Gangguan kognitif

b. Gangguan afektif

c. Gangguan perilaku
15

3. Gejala umum

a. Mudah lupa

b. Aktifitas sehari-hari terganggu

c. Disorientasi

d. Cepat marah

e. Kurangg konsentrasi

f. Resiko tinggi jatuh

2.1.5 Patofisiologi

Demensia sering terjadi pada usia >60 tahun, gejala yang

mucul yaitu perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga

mempengaruhi aktivitas sehari – hari. Lansia penderita demensia

tidak memeperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal,

mereka sebagaimana lansia pada umumnya mengalami proses

penuanaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh

penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat dan sering lupa jika

meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup – nutupi hal

tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa pada

usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang –

orang terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka merasa

kawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi,

namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia

kelelahan dan perlu banyak istirahat. Mereka belum mencurigai

adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang

dialami oleh orang tua mereka.


16

Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa

depresi pada lansia. Mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan

lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh

munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi

lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat

ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga

membawa lansia penderita demensia ke rumah sakit, dimana

demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.

Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh

tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki

kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala

demensia.

2.2 Lansia

2.2.1  Definisi

Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah

seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia bukan

suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses

kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan berbagai

organ, fungsi dan sistem tubuh yang bersifat alamiah/fisiologis

untuk beradaptasi dengan lingkungan. Penurunan tersebut

disebabkan berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh

(Yuliniarsi, 2014). Penuaan akan dialami oleh setiap individu yang

diiringi dengan perubahan fisik dan psikologis (Miller, 2012). Lansia

mengalami proses degenerative (kemunduran) yang akan membawa


17

perubahan menyeluruh pada fisiknya yang berkaitan dengan

menurunnya kemampuan jaringan tubuh terutama pada fungsi

fisiologi dalam sistem muskuloskeletal dan sistem

neurologis (Padila, 2013).

2.2.2  Klasifikasi Lansia

Menurut WHO ada beberapa batasan umur Lansia, yaitu:

1. Usia pertengahan (middle age) : 45 – 59 tahun

2. Usia lanjut (fiderly) : 60 – 74 tahun

3. Lansia tua (old) : 75 – 90 tahun

4. Lansia sangat tua(very old) : > 90 tahun

Menurut Depkes RI (2013), lansia dibagi atas :

1. Pralansia : Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2. Lansia : Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

3. Lansia resiko tinggi : Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih

4. Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang bergantung kepada

orang lain karena tidak mampu mencari nafkah untuk

memenuhi kebutuhan sehari-harinya
18

2.2.3 Karakteristik Lansia

Menurut pusat data dan informaso, kementerian kesehatan RI

(2016), karakteristik lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok

berikut ini.

1. Jenis kelaminn

Dari data Kemenkes RI (2015), lansia lebih didominasi oleh jenis

kelamin perempuan. Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan

hidup yang paling tinggi adalah perempuan.

2. Status perkawainan

Berdasarkan badan pusat statistic RI, SUPAS 2015, pendudk lansia

dilitik dari status perkawinannya sebagian bersar berstatus kawin

60% dan cerai mati 37%. Adapun rinciannya yaitu lansia

perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04% dari

keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang

berstatuskawin ada 82,84%. Hal ini disebabkan usia harapan

hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan usia harapan

hidup laki-laki, sehingga persentase lansia perempuan

yangberstatus carai mati lebih banyak dibandingkan dengan

lansia laki-laki. Sebaliknya, lansia laki-laki yang bercerai

umumnya segera kawin lagi.

3. Living arrangement
19

Angka beban tanggungan adalah angka yang menunjukkan

perbandingan banyaknya orang tidak produktif umur <15 tahun-

>65 tahun dengan orang berusia produktif (umur 15-64). Angka

tersebut menjadi cermin besarnya beban ekonomi yang harus

ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai penduduk

usia nonproduktif.

Menurut pusat data dan informasikemenkes RI (2016), Angka

beban tanggungan Indonesia adalah 48,63%, yang artinya setiap

100 orang penduduk yang masih produktif akan menanggung 48

orang tidak produktif di Indonesia. Angka beban tanggungan

menurut provinsi, tertinggi ada di NTT sebanyak 66,74% dan

terendah ada di Yogyakarta sebanyak 45,05%.

4. Kondisi kesehatan

Angka kesakitan, menurut Pusat data dan informasi kemenkes

RI(2016) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk

mengukur derajat kesehatan penduduk. Angka kesakitan bisa

menjadi indicator kesehatan negative. Artinya, semakin rendah

angka kesakitan menunjukkan darajat kesehatan penduduk yang

semakin baik.

Masih menurut Pusat data dan informasi kemenkes RI(2016),

angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05%,

artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang di

antaranya mengalami sakit.

5. Keadaan ekonomi
20

Mengacu pada konsep aktive ageing WHO, lanjut usia sehat

berkualitas adalah proses penuaan yang tetap sehat secara fisik,

sosial, dan mental sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang

hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan

kualitas hidup sebagai anggota masyarakat.

2.2.4 Ciri-ciri Lansia

Menurut Darmojo (2004) lanjut usia diartikan sebagai fase

menurutnya kemampuan akal dan fisik, yang dimulai dengan adanya

kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah

dimilkinya.

Perubahan fisik yang dimaksud anatara lain rambut yang mulai

memutih, muncul kerutan di wajah, ketajaman panca indra

menurun, serta terjadi kemunduran daya tahan tabuh. Selain itu, di

masa ini lansia juga harus berhadapan dengan kehilangan-

kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan

orang-orang yang dicintai. Maka dari itu, dibutuhkan kemampuan

beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi perubahan di

usia lanjut secara bijak.

Menurut Hurlock (1980) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut

usia, yaitu :

1. Usia lanjut merupakan periode kemunduran

Sebagian pemicu terjadinya kemunduran pada lansia adalah

faktor fisik dan faKtor psikologis. Dampak dari kondisi ini dapat
21

mempengaruhi psikologis lansia. Dampak dari kondisi ini dapat

mempengaruhi psikologis lansia. Sehingga, setiap lansia

membutuhkan adanya motivasi. Motivasi berperan penting dalam

kemunduran pada lansia. Mereka akan mengalami kemunduran

yang semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah,

sebaiknya jika memilki motivasi yang kuat maka kemunduran itu

akan lama terjadi.

2. Orang lanjut usia memiliki status kelomok minoritas

Pandangan-pandangan negative akan lansia dalam masyarakat

sosial secara tidak langsung berdampak pada terbentuknya status

kelompok minoritas pada mereka.

3. Menua membutuhkan perubahan peran

Kemunduran yang terjadi pada lansia berdampak pada perubahan

peran mereka dalam masyarakat sosial ataupun keluarga. Namun

demikian, perubahan peran ini sebaiknya dilakukan atas dasar

keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.

4. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perilaku buruk lansia terbentuk karena perlakuan buruk yang

mereka terima. Perlakuan buruk tersebut secara tidak langsung

membuat lansia cenderung mengembangkan konsep diri yang

buruk.
22

2.2.5 Tipe Lansia

Maryam, dkk (2008) mengelompokkan tipe lansia dalam beberapa

poin, antara lain :

1. Tipe Arif Bijaksana

Tipe ini di dasarkan pada orang lanjut usia yang memiliki

banyak pengalaman, kaya dengan hikmah, dapat menyesuaikan

diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, ramah,

memilki kerendahan hati, sederhana, dermawan, dan dapat

menjadi panutan.

2. Tipe Mandiri

Tipe lansia mandiri, yaitu mereka yang dapat menyesuaikan

perubahan pada dirinya. Mereka mengganti kegiatan yang hilang

dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, dan dapat

bergaul dengan teman.

3. Tipe tidak puas

Tipe lansia tidak puas adalah lansia yang selalu mengalami

konflik akhir bathin. Mereka cenderung menentang proses

penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah

tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.


23

4. Tipe Pasrah

Lansia tipe ini memiliki kecendrungan menerima dan menunggu

nasib baik, rajin mengikuti kegiatan agama, dan mau melakukan

pekerjaan apa saja dengna ringan tangan.

5. Tipe Bingung

Lansia tipe ini terbentuk akibat mereka mengalami syok akan

perubahan status dan peran. Mereka mengalami keterkejutan,

yang membuat lansia mengasingkan diri, minder, menyesal,

pasif, dan acuh tak acuh.

Berdasarkan pengalaman hidup, karakter, lingkungan, oleh

Nugroho(2006) dibagi dalam beebrapa tipe, yaitu :

1. Tipe optimis

Lansia pada tipe ini mempunyai pembawaan santai dan

periang. Mereka cukup baik dalam melakukan menyesuaian.

Masa lansia bagi mereka adalah bentuk bebas dari tanggung

jawab dan dipandang sebagai kesempatan untuk menuruti

kebutuhan positifnya. Maka tipe ini sering disebut juga dengan

lansia kursi goyang.

2. Tipe konstruktif

Lansai tipe ini umumnya mempunyai integritas baik. Mereka

dapat menikmati hidup dengan toleransi yang tingg,

humoristik, fleksible, dan tahu diri. Sifar ini bisa jadi biasanya
24

terbentuk sejak usia muda. Maka ketika tua, mereka bisa

menghadapi proses penuaan dan masa akhir.

3. Tipe ketergantungan

Lansia tipe ini biasanya pasif, tidak punya inisiatif dan ambisi.

Mereka kerap ambil tindakan yang tidak praktis. Namun

demikian, mereka masih bisa diterima di tengah masyarakat

dan masih tau diri. Biasanya lansia ketergantungan ini senang

pensiun, tidak suka bekerja, dan senang berlibur, banyak

makan dan minum.

4. Tipe defensive

Lansia tipe ini biasanya mempunyai riwayat pekerjaan/

jabatan yang tidak stabil di masa muda. Mereka selalu

menolak bantuan, memilki emosi yang tidak terkendali, teguh

dengan kebiasaan, dan bersifat konfulsif aktif. Namun,

anehnya lansia tipe ini takut menghadapi “masa tua” dan

menyenangi masa pensiun.

5. Tipe militant dan serius

Lansia tipe ini umumnya memiliki motivasi besar dalam

bertahan hidup, mereka tidak mudah menyerah, serius,

senang berjuang, dan bisa menjadi panutan.


25

6. Tipe pemarah frustasi

Lansia tipe ini cenderung negatif. Mereka merupakan orang-

orang pemarah, mudah tersinggung dengan hal-hal kecil, tidak

sabar,dan memiliki kebiasaan menyalahkan orang lain. Lansia

tipe pemarah frustasi biasanya menunjukkan ppenyesuaian

yang buruk dan sering mengekspretasikan kepahitan hidupnya.

7. Tipe bermusuhan

Lansia tipe ini lebih negatif dari point sebelumnya. Mereka

selalu menganggap bahwa orang lainlah yang menyebabkan

kegagalan pada dirinya. Maka dari itu mereka selalu

mengeluh, bersifat agresif, dan curiga. Karena rasa takut akan

kematian, masa tua bagi mereka bukanlah hal baik. Untuk itu,

kerap timbul dalam hati mereka rasa iri pada yang muda.

8. Tipe putus asa, membenci, dan menyalahkan diri sendiri

Lansia tipe ini kerap menyalahkan diri sendiri. Meski memilki

sifat kritis, mereka tidak mempunyai ambisi, tidak dapat

menyesuaikan diri, dan mengalami penurunan sosio-ekonomi.

Maka yang muncul dalam proses ini tidak hanya kemarahan,

tetapi juga depresi, di mana mereka memandang lansia

sebagai tahapan hidup manusia yang tidak berguna dan tidak

menarik. Hasilnya mereka kerap merasa menjadi korban

keadaan, membenci diri sendiri, tidak bahagia dalam

perkawinan, dan ingin cepat mati.


26

2.2.6 Perubahan Akibat Proses Menua

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan

secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-

perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi

juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah, 2011).

1. Perubahan fisik

a. Perubahan pada kulit: kulit wajah, leher, lengan, dan tangan

menjadi lebih kering dan keriput. Kulit di bagian bawah mata

membentuk seperti kantung dan lingkaran hitam dibagian ini

menjadi lebih permanen dan jelas. Selain itu, warna merah

kebiruan sering muncul di sekitar lutu dan di tengah

tengkuk.

b. Perubahan otot: pada umumnya otot orang berusia madya

menjadi lembek dan mengendur disekitar dagu, lengan

bagian atas, dan perut.

c. Perubaahan pada persendian: masalah pada persendian

terutama pada bagian tungkai dan lengan yang membuat

mereka menjadi agak sulit berjalan.

d. Perubahan pada gigi: gigi menjadi kering,patah, dan tanggal

sehingga kadang-kadang memakai gigi palsu


27

e. Perubahan pada mata: mata terlihat kurang bersinar dan

cenderung mengeluarkan kotoran yang menumpuk di sudut

mata, kebanyakan menderita presbiopi, atau kesulitan

melihat jarak jauh.

f. Perubahan pada telinga: fungsi pendengaran sudah mulai

menurun, sehingga tidak sedikit yang mempergunakan alat

bantu pendengaran. Penurunan ini biasa berlangsung secara

perlahan bahkan bisa terjadi secara cepat tergantung dari

kebiasaan hidup pada masa usia muda.

g. Perubahan pada sistem pernapasan: napas menjadi lebih

pendek dan sering tersengal-sengal, hal ini akibat terjadinya

penurunan kapasitas total paru-paru, residu volume paru dan

konsumsi oksigen nasal, ini akan menurunkan fleksibilitas

dari paru.

Selain gangguan fisik yang bisa terlihat secara langsung,

pertambahan usia sering pula di sertai dengan perubahan-

perubahan akibat penyakit kronis, obat-obat yang diminum

akibat operasi yang menyiksa kesusahan secara fisik dan

spikologis.

Beberapa gangguan fisik pada bagian dalam tersebut seperti :

1) Perubahan pada sistem saraf otak : umumnya mengalami

penurunan ukuran
28

2) Perubahan pada system kardiovaskuler: terjadi penurunan

elastisitas dari pembuluh darah jantung dan menurunnya

cardiac output

3) Penyakit kronis misalnya diabetes militus (DM), penyakit

kardiovaskuler, hipertensi, gagal ginjal, kanker, dan masalah

yang berhubungan dengan persendian dan saraf.

2. Perubahan psikososial

Perubahan psikososial yang dialami lansia erat kaitannya

dengan katerbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu,

seorang lansia yang memasuki masa-masa pensiun akan

mengalami kehilangan-kehilangan sebagai berikut :

a. Kehilangan finansial ( pendaptan berkurang ).

b. Kehilangan status atau jabatan pada posisi tertentu ketika

masih bekerja dulu.

c. Kehilangan kegiatan/ aktivitas. Kehilangan ini erat kaitannya

dengan beberapa hal sebagai berikut :

d. Merasa atau sadar terhadap kematian, perubahan cara hidup

( memasuki rumah perawatan, pergerakan lebih sempit).

e. Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan.

Biaya hidup meningkat padahal penghasilan yang sulit, biaya

pengobatan bertambah.

f. Adanya penyakit kronis dan ketidak mampuan fisik.

g. Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial


29

h. Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan

kesulitan

i. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan. Rangkaian

kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan

keluarga.

j. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik ( perubahan terhadap

gambaran diri, perubahan konsep diri).

3. Perubahan Kognitif

Keinginan untuk berumur panjang dan ketika meninggal

dapat masuk surga ialah sikap umum lansia yang perlu dipahami

perawat. Perubahan koqnitif pada lansia dapat berupa sikap yang

semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak

bila memiliki sesuatu. Bahkan lansia cenderung ingin

mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap berwibawa.

Mereka mengharapkan tetap memiliki peranan dalam keluarga

ataupun masyarakat.

Faktor yang mempengaruhi perubahan koqnitif :

a. Perubahan fisik

b. Kesehatan umum

c. Tingkat pendidikan

d. Keturunan

e. Lingkungan
30

Pada lansia, seringkali memori jangka pendek, pikiran

kemampuan berbicara, dan kemampuan motorik terpengaruh.

Lansia akan kehilangan kemampuan dan pengetahuan yang telah

didapatkan sebelumnya. Lansia cenderung mengalami demensia.

Demensia biasanya terjadi pada usia lanjut dan Alzheimer

merupakan bentuk demensia yang umum terjadi, yakni mencapai

50 hingga 60 persen dari semua kasus demensia. Adapun

penyebab demensia yang dapat disembuhkan antara lain :

a. Tumor otak

b. Hematoma subdural

c. Penyalahgunaan obat terlarang

d. Gangguan kelenjar tiroid

e. Kurangnya vitamin, terutama vitamin b12

f. Hipoglikemia

Sementara itu, dimensia yang sulit disembuhkan antara lain

disebabkan oleh :

a. Demensia Alzheimer

b. Demensia vaskuler

c. Demensia lewy body

d. Demensia frontotemporal
31

2.3 Konsep kemampuan aktifitas sehari-hari pada lansia

2.3.1 Definisi Aktifitas Sehari-hari

Aktifitas sehari-hari adalah aktifitas pokok manusia meliputi

mandi, berpakaian, makan, atau melakukan mobilisasi dengan

mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan lansia secara

mandiri dan rutin yang dapat memudahkan dalam pemilihan

intervensi yang tepat (Nila,2019). Aktifitas sehari-hari merupakan

suatu bentuk pengukuran kemampuan fungsional seseorang

khususnya lansia dapat diamati dan kemampuan melakukan aktivitas

kesehariannya. Aktivitas sehari-hari bersifat fundamental terhadap

kehidupan mandiri lansia yang meliputi mandi, berpakaian, pergi ke

kamar mandi, berpindah, kontinen dan makan. Kemandirian berarti

tanpa adanya pengawasan, pengarahan ataupun bantuan pribadi

yang masih aktif. Seseorang lansia yang menolak dalam melakukan

fungsi dianggap tidak melakukan fungsi meskipun dianggap mampu

(Maryam et,al, 2008)

Seiring dengan proses penuaan terjadi beberapa kemunduran

dalam beraktivitas misalnya kemunduran kemampuan fisik,

penglihatan dan pendengaran yang menyebabkan seorang lanjut

usia membutuhkan bantuan untuk mempermudah dalam melakukan

aktivitas sehari-hari,(Stanley & beare.2007). Ketergantungan pada

orang lain membuat lanjut usia secara perlahan menarik diri dari
32

hubungan dengan masyarakat sekitar yang menyebabkan penurunan

dalam hal berinteraksi sosial (sanjaya dan rusdi,2012).

2.3.2 Manfaat Aktivitas Sehari-hari

Manfaat kemampuan aktivitas sehari-hari pada lansia sebagai

berikut :

1. Meningkatkan kemampuan dan kemauan seksual pada lansia.

Terdapat berbagai faktor yang membatasi dorongan dan kemauan

lanjut usia khususnya pada pria. Masalah organik, jantung,

peredaran darah, system kelenjar, hormon, sistem saraf dapat

menurunkan kapasitas dan gairah seks. Beberapa obat-obatan

yang digunakan untuk menyembuhkan beberapa macam penyakit

menyebabkan masalah organik, selain itu dapat menyebabkan

masalah psikologis yang berpengaruh terhadap kemampuan untuk

mempertahankan gairah seks (Bandiah,2009)

2. Memperlambat keriputnya kulit atau menghambat proses menua

(Darmojo,2004).

3. Meningkatkan keelastisan pada tulang sehingga tulang tidak

mudah patah (Darmojo,2004)

4. Mempertahankan atau mengurangi penurunan kekuatan otot.

Pembatasan lingkup gerak sendi yang terjadi pada lanjut usia

dikarenakan keketatan kekuatan otot dan tendon disbanding

sebagai akibat kontraktur sendi. Keketatan otot betis dapat

memperlambat gerak dorso-fleksi dan timbulnya kekuatan otot


33

dorso flektor sendi lutut yang diperlukan untuk dapat mencegah

jatuh ke belakang.

5. Self efficacy (keberdayagunaan mandiri) yang menggambarkan

rasa percaya diri atas keamanan dalam melaksanakan aktivitas.

Bekerdayagunaan mandiri lanjut usia mempunyai keberanian

untuk melakukan aktivitas sehingga lansia dapat berinteraksi

sosial dengan temannya (Darmojo,2004).

2.3.3 Faktor yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari pada lansia

Factor yang memengaruhi kemampuan melakukan aktivitas

sehari-hari pada lansia adalah sebagai berikut :

1. Umur

Perubahan normal pada musculoskeletal terjadi di dikarenakan

peningkatan usia pada lansia meliputi redistribusi masa otot dan

subkutan. Atrofi otot, pergerakan lambat, pengurangan kekuatan

dan kekakuan sendi-sendi yang dapat mengakibatkan perubahan

penampilan, kelemahan, dan lambatnya pergerakan yang

menyertai proses penuaan ( Stanley & Beare, 2007).

2. Kesehatan Fisiologi

Kesehatan fisiologi seseorang dipengaruhi oleh kemampuan

partisipasi dalam aktivitas sehari-hari, contoh system nervus

mengumpulkan, menghantarkan dan juga mengolah informasi

dari lingkungan. System muskoloskeletal mengkoordinasikan

dengan system nervus sehingga dapat merespon sensori yang


34

masuk dengan cara melakukan gerakan. Apabila gangguan pada

system ini dikarenakan penyakit, atau trauma innuri maka dapat

dilihat dari gejala-gejala kemunduran fisik antara lain kulit

mengendur, adanya garis-garis yang menetap, rambut kepala

mulai beruban, gigi mulai ompong, dan juga mudah terserang

penyakit (Padila,2013).

3. Fungsi kognitif

Orang yang memasuki lanjut usia maka akan mengalami

penurunan fungsi kognitif. Fungsi kognitif merupakan

kemampuan seseorang dalam berpikir dan memberi rasional

termasuk proses mengingat, menilai, orientasi persepsi, proses

menerima, mengorganisasikan, dan mengintepretasikan stimulus

untuk berikir dalam menyelesaikan masalah meliputi presepsi,

proses belajar, pemahaman yang akan menyebabkan reaksi dan

perilaku lansia menjadi melambat yang dapat menghambat

kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Padila,2013).

4. Fungsi Psikologi

Fungsi psikologis merupakan kemampuan seseorang dalam

mengingat hal yang lalu dan menampilkan informasi dengan

realistik. Proses ini meliputi interaksi kompleks antara perilaku

intrapersonal dan juga interpersonal. Gangguan intrapersonal

terjadi karena gangguan konsep diri atau ketidakstabilan emosi

yang dapat mengganggu dalam tanggung jawab dan pekerjaan.

Gangguan interpersonal meliputi masalah komunikasi, gangguan


35

interaksi sosial atau disfungsi dalam penampilan peran yang

dapat memengaruhi dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.

Lansia juga merasa kurang percaya diri atau merasa tidak

berdaya dan selalu menganggap bahwa hidupnya mengalami

kegagalan karena harus menghabiskan sisa hidupnya jauh dari

orang-orang yang dicintai sehingga mengakibatkan lansia

memandang masa depan suram dan selalu menyesali diri yang

berpengaruh pada kemampuan lansia dalam beradaptasi

(Aspiani,2014).

2.3.4 Macam-macam Aktivitas Sehari-hari

Kemandirian lansia dapat dinilai berdasarkan kemampuan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari dengan cara melakukan observasi

kemampuan lansia dalam menyelesaikan suatu tugas.

Menurut Muhith & Siyoto (2016), alat pengkajian fungsi meliputi

pengkajian kemampuan dalam melakukan aktivitas dasar sehari-hari

sebagai berikut:

1. Makan

Lansia dikatakan mandiri jika menyiapkan makanan dari piring

ke mulut dengan sendiri tidak memerlukan bantuan. Tidak

termasuk dalam evaluasi daging yang belum dipotong dan

mempersiapkan makanan, seperti memberi mentega pada roti.

Tergantung jika memerlukan bantuan dalam makan sebagian,

sepenuhnya, menggunakan selang atau cairan intravena.


36

2. Berpakaian

Lansia dikatakan mandiri jika mengambil dan memakai pakaian

dengan lengkap tanpa memerlukan bantuan kecuali mengikat

sepatu. Tergantung jika menerima bantuan dalam memakai

pakaian atau membiarkan sebagian tetap tidak berpakaian.

3. Berpindah

Lansia dikata mandiri jika berpindah dari dan ketempat tidur

dengan cara mandiri tanpa bantuan (mungkin atau tidak

menggunakan alat bantuan mekanis) dan dikatakan tergantung

jika memerlikan bantuan dalam berpindah dari dan ke tempat

tidur atau kursi atau keduanya, tidak melakukan perpinndahan

dengan sendiri.

4. Ke kamar kecil

Lansia dikatakan mandiri jika pergi ke kamar kecil,

membersihkan diri, dan merapikan baju tanpa adanya bantuan

( dapat mengatur dalam pengggunaan objek untuk menyokong

seperti toongkat, walker, atau kursi roda) atau tidak

menggunakan bantuan mekanis. Tergantung jika menggunakan

pispot atau commode atau menerima bantuan dalam pergi ke

kamar mandi dan dalam penggunaan toilet.

5. Mandi

Lansia dikatakan mandiri jika tidak menerima bantuan, atau

memerlukan bantuan hanya dalam memandikan satu bagian


37

tubuh (misalnya punggung atau ekstremitas yang lumpuh) atau

dapat melakukan mandi sendiri dengan sepenuhnya. Tergantung

katika memerlukan atau menerima bantuan untuk mandi dan

lebih dari satu bagian tubuh ( tidak dimandikan).

6. Kontinen

Lansia dikatakan mandiri jika dapat mengontrol perkemihan dan

defekasi dengan komplit atau seluruhnya dapat dikendalikan oleh

diri sendiri. Tergantung jika inkontinensia parsial atau total

dalam miksi sebagian atau seluruhnya dikendalikan oleh enema,

kateter, penggunaan urinal atau pispot atau menggunakan kedua-

duanya.

7. Mobilitas

Lansia dikatakan mandiri jika dapat melakukan mobilitas tanpa

bantuan orang lain. Mobilitas merupakan pergerakan yang

memberikan kemandirian pada seseorang yang jenisnya berubah-

ubah sesuai dengan rentang kehidupan manusia. Dengan

demikian mempertahankan kemampuan mobilisasi optimal sangat

penting untuk kesehatan metal dan fisik semua lanjut usia.

8. Naik turun tangga

Lansia dikatakan mandiri jika mampu naik dan turun tangga

tanpa bantuan. Lansia yang mengalami ketegantungan pada satu

aktivitas akan memerlukan bantuan pada waktu-waktu tertentu


38

misalnya mandi, dan akan mengalami ketergantungan bantuan

pada setiap aktivitas yang dilakukan (Dewi,2014).

2.3.5 Masalah Aktivitas Sehari-hari

Lanjut usia akan mengalami kemunduran terutama di bidang

kemampuan fisik yang dapat mengakibatkan penurunan peranan-

peranan sosial sehingga dalam pemenuhan aktivitas sehari-harinya

memerlukan bantuan orang lain (Nugroho,2000). Masalah dalam

pemenuhan kemampuan aktivitas sehari-hari pada lansia yang

tinggal dipanti jika tidak dapat melakukan makan secara mandiri

lansia tidak dapat berkumpul dan makan bersama dengan teman-

temannya sehingga lansia jarang sekali bertemu dan berkomunikasi

dengan temannya yang mengakibatkan hubungan sosial; hilang atau

berkurang (Azizah,2011).

Masalah inkontenensia urine jarang dilaporkan atau didiagnosis

dikarenakan inkontenensia urine dianggap memalukan atau tabu

untuk diceritakan dan menganggap tidak ada yang dapat diperbuat

untuk menolongnya. Kondisi ini jika tidak ditangani dengan baik

maka akan memperburuk kualitas hidup lansia. Lansia akan

mengalami gangguan kenyamanan dalam hidupnya membat lansia

minder dikarenakan ngompol dicelana, serta menimbulkan bau tidak

sedap. Keadaan ini bertambah buruk seperti terjadinya gangguan

psikososial, berkurangnya interaksi sosial, dan aktivitas fisik

(Isesreni dan Rachmadanur,2010).


39

2.3.6  Alat Ukur Aktivitas Sehari-hari

Alat ukur yang digunakan dalam pengukuran aktivitas sehari-

hari sebagai berikut :

1. Lembar Observasi Indeks Katz

Lembar observasi indeks katz adalah instrument pengkajian yang

umum dan luas dengan system penilaian yang didasarkan

kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari

secara mandiri. Lingkup pengkajian meliputi keadekuatan 6

kemampuan aktivitas meliputi kemampuan mandiri lansia untuk

mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat,

mempertahankan inkontenensia dan makan yang berfungsi untuk

menggambarkan tingkat fungsional lansia (Shelkey &

Wallace,2000; Dewi,2014; Sumaryo et al.,2015; Muhith &

Siyoto,2016).

2. Instrument Activities of daily living

instrument aktivities of daily living merupakan instrument

pengukuran aktivitas dasar sehari-hari pada lansia yang terdiri

dari 8 aspek pengkajian aktivitas meliputi aktivitas pengguanaan

telepon, berjalan, belanja sayuran atau makanan, persiapan

sebelum makan, melakukan pekerjaan rumah, mencuci pakaian,

tanggung jawab dalam pengobatan dan dalam mengatur

keuangan (Tamber dan Nookasiani,2009).

3. Indeks Barthel

indeks barthel merupakan instrument pengkajian yang berfungsi


40

untuk mengukur kemandirian fungsional pada perawatan diri,

mobilitias dan juga dapat digunakan sebagai kriteria dalam

menilai kemampuan fungsional pada pasien yang mengalami

gangguan keseimbangan. Indeks barthel menggunakan 10

indikator meliputi makan, mandi, perawatan diri, berpakaian,

buang air keci, buang air besar, pengguaan toilet, transfer,

mobillitas, dan naik turun tangga (Tamher dan Noorkasiani,2009).

Pengukuran aktivitas sehari-hari adalah pengukuran kemandirian

seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri

(Muhith& Siyoto,2016).
41

2.4   Kerangka Teori

Bersadarkan tinjauan pustaka, maka dapat digambarkan kerangka teori

sebagai berikut dalam jurnal Eka Wulandari, 2016.

Gambar 2.1 Kerangka Teori


LANSIA

Pengaruh Reversible Pengaruh non


reversible
1. Drugs (obat)
1. Penyakit
2. Emotional degeneratif
(gangguan emosi)
2. Penyakit vaskuler
3. Disfungsi mata dan
telinga 3. DEMENSIA

Kemampuan pemenuhan kebutuhan


sehari-hari pada Lansia dalam hal :

1. Kegiatan ditempat tidur Bila lansia demensia


2. Berjalan pada tempat yang datar dapat memenuhi
kebutuhan ADL maka
3. Naik turun tangga
tidak terggantung pada
4. Kegiatan di kamar kecil
orang lain
5. Berpakaian dan melepas baju

6. Kontinen (BAB dan BAK)


Bila lansia demensia tidak
7. Perawatan diri
dapat memenuhi ADL maka
8. Mandi akan ketergantungan pada

9. Makan orang lain


42

2.5 Kerangka Konsep


Kerangka konsep merupakan suatu hubungan atau kaitan antara konsep

atau variabel yang diamati atau di sajikan dalam bentuk kerangka atau

diagram. Adapun kerangka konsep pada penelitian ini digambarkan sebagai

berikut

Variabel independen Variabel dependen

Aktivitas sehari-
Tingkat hari pada lansia
demensia

Keterangan:
=Variabel Independen

= Variabel Dependen

= Garis penghubung
43

2.6 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah suatu bentuk rangkaian yang menerangkan tentang

batasan variabel yang dimaksud atau tentang bagaimana cara mengukur dari

variabel yang bersangkutan.

Variabel Definisi Operasional Hasil Kriteria Objektif Skala Alat Ukur


ukur
Demens Suatu keadaan Hasil kue 24-30 normal Ordinal Kuesioner
ia
dimana terjadi sioner
17-23 ringan
MMSE
penuruanan fungsi
(Mini
kognitif yang 0-16 berat
Mental
menyerang atau
State
yang dialami lansia
Exam)
yang berusia 60

tahun keatas .

Aktiviat Bentuk pengukuran Kuesione 20 mandiri Ordinal Kuesioner

as seseorang dalam r Indeks


12-19 ketergantungan
sehari melakukan aktivitas Barthel
ringan
-hari sehari-hari
9-11 ketergantungan

sedang

5-8 ketergantungan

berat

0-4 ketergantungan
44

2.7 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian, di mana rumusan masalah telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2017).

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada dampak tingkat demensia terhadap tingkat aktivitas sehari-hari

pada lansia.

2. Hipotesis Nol (H0)

Tidak ada dampak tingkat demensia terhadap tingkat aktivitas

sehari-hari pada lansia.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kuantitatif

serta metode yang digunakan dalam penelitian ini melalui pendekatan

cross-sectional dengan data variabel independen dan variabel dependen

dalam waktu yang bersamaan (Nursalam, 2015).

3.2 Tempat dan waktu penelitian

3.2.1 Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Goarie

3.2.2 Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Goarie dengan

waktu pelaksanaan mulai dari Juli-Agustus 2020.

3.3 Sumber Data

3.3.1 Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

diperoleh dari lembar karakteristik lansia, lembar kuesioner Mini

Mental State Examination (MMSE), dan Lembar Kuesioner Indeks

Barthel.

3.3.2 Data Sekunder

Data Sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data yang diperoleh dari Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Goarie berupa nama-nama lansia, usia lansia, jumlah lansia, dan

lansia yang mengalami demensia.

45
46

3.4 Populasi, Sampel dan Teknik sampling

3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah seluruh subjek atau data dengan karakteristik

tertentu yang diteliti (Nursalam, 2015). Populasi dalam penelitian ini

adalah semua lansia yang tinggal di wilayah Pusat Kesehatan

Masyarakat Goarie khususnya di desa Goarie sebanyak 174 lansia. Di

antaranya yaitu jumlah laki-laki 84 orang dan perempuan 90 orang.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti. Agar hasil

dapat dianalisa dengan uji statistik untuk penelitian kuantitatif,

jumlah minimal 30 sampel (Nursalam, 2015). Sampel menggunakan

purposive sampling. Sampel pada penelitian ini adalah lansia sebanyak

174 lansia di antaranya 84 laki-laki dan 90 perempuan di wilayah

puskesmas Goarie khususnya di desa Goarie kabupaten Soppeng.

Dari sampel dapat diambil dengan menggunakan rumus slovin yaitu

sebagai berikut (Nursalam,2015).

Yaitu:

= = = =120,8= 121 Sampel


47

Ket :

n : Jumlah Sampel

N : Jumlah Populasi

E : Batasan Toleransi Kesalahan yaitu 5%

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi merupakan kriteria yang harus dipenuhi oleh setiap

anggota populasi yang menjadi sampel penelitian (Notoadmojo,2013)

Kriteria inklusi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Lansia yang bersedia menjadi responden

2. Lansia yang tinggal di wilayah puskesmas Goarie khususnya yang di

desa Goarie

3. Lansia yang berusia > 60 tahun

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan ciri –ciri dari anggota populasi yang tidak

dapat diambil sebagi sample (Notoatmodjo, 2013).

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu :

1. Lansia yang tidak bersedia menjadi responden

2. Lansia yang menerima perawatan khusus

3.4.3 Teknik sampling

Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel, untuk menentukan

sampel, yang akan digunakan peneliti, Non Probability sampling merupakan

teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi


48

setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.

(Sugiono, 2017)

Dengan jenis penelitian purposive sampling adalah teknik penentuan

sampel dengan pertimbangan tertentu, sampel yang dipilih sengaja

ditentukan berdasarkan kriteria tertentu yang telah di tentukan oleh

penulis untuk mendapatkan sampel representatif. (Sugiono, 2017)

3.4.4 Metode Pengumpulan Data

Adapun sumber data yang di perlukan :

1. Kuesioner

Dalam pengumpulan data pada penelitian ini melalui wawancara

dengan menggunakan instrumen penelitian yang berbentuk kuesioner.

Kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan yang sudah disediakan oleh

peneliti dalam pemilihan jawaban yang menurut responden sesuai

dengan dirinya. Penelitian ini memiliki 2 instrumen penelitian yaitu

lembar kuesioner mini mental state examination (MMSE) dan

kuesioner Indeks Barthel. Dimana kuesioner MMSE ini digunakan untuk

menilai tingkat demensia pada responden, sedangkan kuesioner

indeks barthel ini digunakan untuk menilai aktivitas sehari-hari pada

lansia.

2. Dokumen

Dokumen adalah merupakan metode pengumpulan data dengan cara

mengambil data yang berasal dari dokumen asli. Dokumen asli


49

tersebut dapat berupa gambar, tabel, sedangkan yang digunakan

dalam penelitian ini berupa gambar untuk dokumentasi.

3.5 Analisis Data


Setelah data terkumpul kemudian tabulasi dalam tabel sesuai dengan

variabel yang hendak diukur dengan menggunakan analisa statistik

Univariat dan Bivariat serta menggunakan jasa komputerisasi yaitu Statistik

for sosial science (SPSS) versi 22.

3.5.1 Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program spss,

untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pengolahan data serta

dalam pengolahan data dilakukan melalui tahapan editing, coding,

entry dan cleaning. Pengolahan data dilakukan setelah semua data

responden melalui kuesioner sudah terkumpul . Menurut

(Notoadmojo, 2013). Tahap-tahap sebagai berikut :

a. Editing

Berguna dalam memeriksa kembali dari data yang diperoleh.

b. Coding

Memberikan kode atas data dengan angka yang terdiri dari

beberapa kategori sebagai berikut :

1) Jenis kelamin laki-laki dengan kode 1 dan jenis kelamin

perempuan dengan kode 2.

2) Tingkat pendidikan dengan kode 1 untuk yang tidak pernah

sekolah, kode 2 untuk yang tamat SD, kode 3 untuk yang


50

tamat SMP, kode 4 untuk yang tamat SMA dan kode 5 untuk

yang Diploma dan kode 6 untuk yang sarjana.

3) Riwayat penyakit dengan kode 1 tidak ada penyakit, kode 2

untuk hipertensi, kode 3 untuk diabetes militus, kode 4

gastritis, kode 5 untuk asam urat, kode 6 untuk yang

kolestrol, kode 7 untuk jantung.

4) Untuk tingkat demensia diberikan kode 1 untuk yang tidak

demensia, kode 2 untuk yang demensia ringan, kode 3 untuk

yang demensia berat.

5) Untuk tingkat aktivitas sehari-hari pada lansia diberikan kode

1 untuk yang mandiri, kode 2 untuk yang ketergantungan

ringan, kode 3 untuk yang ketergantungan sedang, kode 4

untuk yang ketergantungan berat, kode 5 untuk yang

ketergantungan total.

c. Scoring :

1) Kuesioner Mini Mental State Exam

a) Tidak demensia :1

b) Demensia ringan :2

c) Demensia berat :3

2) Kuesioner indeks bathel

a) Mandiri :1

b) Ketergantungan ringan :2

c) Ketergantungan sedang :3

d) Ketergantungan berat :4

e) Ketergantungan total :5
51

d. Entry (memasukka data)

Memasukkan data dari data yang didapatkan kedalam tabel.

e. Cleaning (membersihkan data)

Mengecek data secara ulang untuk menghindari kemungkinan

kesalahan kode yang dimasukkan.

3.5.2 Analisa Univariat

Pada penelitian ini, analisa univariat menggunakan uji

deskriptif untuk melihat frekuensi jenis kelamin, status pendidikan

dan riwayat penyakit pada lansia.

3.5.3 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan

uji statistk chi square (x 2) dengan tingkat kemaknaan α = 0,05

analisis dengan menggunakan sspss 22.

Rumus yang digunakan untuk uji chi square :

X2 =

Keterangan :

X2 = nilai chi square

f0 = frekuensi observasi

fe= frekuensi
52

3.6 Prinsip Etik Penelitian

Ada beberapa prinsip etik yang perlu diperhatikan oleh peneliti agar dapat

memenuhi hak-hak responden dalam penelitian, diantaranya :

1. Autonomy

Peneliti meyakini kemampuan responden dalam menentukan dan

memutuskan kesediaannya dalam penelitian ini. Peneliti memberikan

kebebasan dan meminta kepada responden secara sukarela tanpa ada

paksaan dalam menjadi sample dalam penelitian ini.

2. Beneficience

Peneliti memberikan kuesioner yag berisi lembar permohonan dan

persetujuan untuk menjadi sample penelitian kepada responden. Data

yang didapatkan dalam penelitian ini hanya digunakan dalam penelitian

dan peneliti berjanji data responden tidak disalah gunakan untuk

kepentingan yang tidak berhubungan dengan penelitian ini.

3. Justice

Semua responden selama dan sesudah keikutsertaannya dalam

penelitian mendapatkan perlakuan yang sama, tanpa membedakan antar

responden. Perlakuan yang diberikan tersebut diantaranya, penjelasan,

kuesioner yang diberikan sama dan fasilitas untuk pengisian kuesioner

yang sama.

4. Nonmalefisien

Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian dalam bentuk apapun kepada

responden yang menjadi sampel dalam penelitian.


53

5. Veracity

Peneliti memberikan informasi yang benar terkait kuesioner yang

diberikan dan keikutsertaan responden dalam penelitian. Mulai dari

menjelaskan tujuan penelitian, cara pengisian kuesioner hingga

kerahasiaan data dijelaskan secra lisan dan tertulis oleh peneliti kepada

responden.

6. Fidelity

Peneliti menghargai dan memegang kepercayaan responden yang

menjadi sampel penelitian untuk menjaga kerahasiaan dengan tidak

menyebarluaskan, ataupun menggunakan data penelitian untuk kegiatan

diluar penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Muhith, S. S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik . yogyakarta : cv
andi offset.

Amalia Senja, T. P. (2019 ). Perawatan Lansia oleh Keluarga dan Care Giver .
jakarta : Bumi Medika.

Aminuddin, T. (2016). Pengaruh Senam Otak Terhadap Penurunan Demensia


Pada Lansia . di akses 16 januari 2020 di peroleh dari
https://lib.unnes.ac.id

Astuti, W. K. (2016). Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Tekanan Darah Pada


Lansia Di Posyandu Padukuhan Medari Gede Caturharjo Sleman
Yogyakarta . di akses 16 januari 2020 diperoleh dari
http://repository.unjaya.ac.id

Bacthiar, A. (2018). Pengaruh Pemberian Ankle Starategy Exercise Terhadap


Perubahan Tingkat Keseimbangan Dinamis Lansia Di Panti Sosial Tresna
Werdha Gau Mabaji Gowa. Di akses 3 januari 2020 diperoleh dari
http://digilib.unhas.ac.id

Dera, Y. (2019 ). Gambaran Status Demensia Dan Depresi Pada Lansia Di


Wilayah Kerja Puskesmas Guntur Kelurahan Sukamentri Garut .

dr Andry Hartono, S. D. (2013). catattan saku Geriatrik dalam Praktik Sehari-


hari . Tangerang Selatan : binapura aksara.

Ernaningsih. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. N Dengan Demensia Di


Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir Kabupaten Pesisir
Selatan Tahun 2018. di akses 24 desember 2019, diperoleh dari
http://repo.stikesperintis.ac.id

Inayah, V. N. (2017). Gambaran Tentang Kemandirian Lansia Dalam Pemenuhan


Aktivitas Sehari-Hari Di Kabupaten Cirebon Posbindu Desa Sindang Jawa
. di akses 16 januari 2020 diperoleh dari http://repository.uinjkt.ac.id
Istiqomah. (2017). Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pada Lansia Dengan Demensia
Di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pucang Gading Semarang . di
akses 24 desember 2019, diperoleh dari

Kiki Natasia, M. A. (2019). Pengaruh Rendam Kaki Dengan Larutan Aroma


Terapi Lavender Terhadap Gangguan Insomnia Pada Lansia Di
Kacamatan Grobogan Kabupaten Grobogan. di akses 24 desember 2019,
diperoleh dari http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id

Lailatul. (2018). Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Terjadinya Demensia


Pada Lansia. di akses 24 desember 2019, diperoleh dari
http://repo.stikesicme-jbg.ac.id

Magdalena, N. L. (2017). Pengaruh Core Stability Exercise Terhadap Resiko


Jatuh Pada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji
Gowa. di akses 24 desember 2019 diperoleh dari HYPERLINK
"http://digilib.unhas.ac.id" http://digilib.unhas.ac.id

Munawarah, L. B. (2018). Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Terjadinya


Demensia Pada Lansia.

Nurfajarwati. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Demensia Dengan


Gangguan Pola Tidur Di Griya Asih Lawang . Di akses 3 januari 2020
diperoleh dari https://s3.amazonaws.com

Nursalam. (2008). konsep penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan .


jakarta: Salemba Medika .

Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan


Praktis edisi 4. Jakarta: Salemba Medika .

Putri. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Lansia Ny I Dan Ny S Yang Mengalami


Demensia Dengan Keperawatan Gangguan Proses Pikir Di Griya Lansia
Gerbang Mas Lumajang Tahun 2018 .

Ratnaratih, R. (2017). Kebutuhan Caregiver Dalam Merawat Lansia Di Panti


Werdha Kota Semarang . Di akses 3 januari 2020 diperoleh dari
http://eprints.undip.ac.id
Ratnawati, E. (2019). Asuhan Keperawatan Gerontik . yogyakarta: pustaka baru
press.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Tri Sulistyarini, D. S. (2016). Gambaran Karakteristik Lansia Dengan Gangguan


Tidur (Insomnia) Di RW 1 Kelurahan Bangsal Kota Kediri . di akses 16
januari 2020 diperoleh dari http://jurnalbaptis.hezekiahteam.com
PERMOHONAN UNTUK MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Kepada Yth,

Bapak/Ibu, calon responden

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi S1

Keperawatan Universitas Patria Artha Makassar.

Nama : RITA ANRYANI

NPM : 163010049

Alamat : Jln. Tun Abdul Razak Hertasning Baru, Gowa

Akan mengadakan penelitian dengan judul “Dampak Tingkat Demensia Terhadap

Tingkat Aktivitas Sehari-hari Pada Lansia”

Penelitian ini tidak merugikan Bapak/Ibu sebagai responden, Kerahasian semua

informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan

penelitian. Jika Bapak/ibu telah menjadi responden dan terjadi hal-hal yang dirugikan,

maka diperbolehkan mengundurkan diri untuk tidak berpartisipasi dalam penelitian ini.

Apabila Bapak/Ibu menyetujui, maka saya mohon untuk menandatangani lembar

persetujuan atas kesediannya saya ucapkan terimah kasih.

Gowa, Maret 2020

Peneliti

RITA ANRYANI
LAMPIRAN

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Saya bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh

mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Universitas Patria Artha Makassar.

Nama : Rita Anryani


NPM : 163010049
Judul Penelitian : Dampak Tingkat Demensia Terhadap Tingkat Aktivitas

Sehari-hari Pada Lansia


Saya telah memahami maksud dan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk

kepentingan perkembangan ilmu keperawatan jiwa , dan sebagai syarat dalam

rangka penyelesaian tugas akhir dari peneliti. Partisipasi saya dalam penelitian

ini tidak menimbulkan kerugian bagi saya sehingga jawaban yang saya berikan

adalah yang sebenarnya dan dijaga kerahasiannya, Oleh karena itu saya

bersedia menjadi responden pada penelitian ini.

Gowa, Maret 2020

Responden

Mini Mental State Exam (MMSE)


Nama pasein :

Jenis kelamin :
Umur :

Pekerjaan :

Pendidikan :

Riwayat penyakit :

Pemeriksaan :

Item Tes Nilai Nilai


Maks

Orientasi

1 5
Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal),
hari apa ?

2 Kita berada dimana ? (Negara), (provinsi), 5


(kabupaten), (rumah sakit/ rumah),
(lantai/kamar)

Registrasi

3
Sebutkan 3 buah nama benda (jeruk, uang,
mawar), tiap benda 1 detik, responden disuruh 3
mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1
untuk nama benda yang benar. Ulangi sampai
responden dapat menyebutkan dengan benar
dan catat jumlah pengulangan

Atensi dan kalkulasi

4 5
Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban
yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau
disuruh mengeja terbalik kata “Wahyu” ( nilai
diberi pada huruf yang benar sebelum
kesalahan; misalnya uyahw = 2 nilai )

Mengingat kembali (recall)


5 Pasein disuruh kembali menyebutkan 3 nama 3
benda di atas

Bahasa

6 2
Pasien di minta menyebutkan nama benda yang
ditunjukkan (pensil dan arloji)

7 Pasien diminta menyebutkan rangkaian kata 1


“tanpa kalau dan atau tetapi”

8 Pasien diminta melakukan perintah “ ambil 3


kertas ini dengan tangan kanan, lipatlah menjadi
dua dan lakukan di lantai”

9 Pasien diminta membaca dan melakukan 1


perintah “ angkatlah tangan kiri anda”

10 Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) 1

11 Pasien diminta meniru gambar dibawah ini 1

Skor total 30

Pedoman skor koqnitif global (secara umum) :

Nilai : 24-30 : normal

Nilai :17-23 : probable gangguan koqnitif (demensia ringan)

Nilai :0-16 : definite gangguan koqnitif (demensia berat)


Catatan : dalam membuat penilaian fungis koqnitif harus di perhatikan tingkat
pendidikan dan usia responden

Alat bantu periksa :

Siapkan kertas kosong, pensil, arloji, tulisan yang harus dibaca dan gambar
yang harus ditiru

Contoh :

Angkat tangan kiri anda

Dikutif dari Kolegium Psikiatri Indonesia. Program pendidikan dokter spesialis


psikiatri. Modul psikiatri geriatric. Jakarta 2008

Kuesioner Indeks Barthel


Nama pasein :

Jenis kelamin :

Umur :
Pekerjaan :

Pendidikan :

Riwayat penyakit :

Tanggal Pemeriksaan :

No Jenis ADL Kategori Skor

1 Makan (feeding) 0 = tidak dapat

1= perlu bantuan untuk memotong dll

2= mandiri

2 Mandi (bathing) 0 = tergantung orang lain

1 = mandiri

3 Perawatan diri 0 = perlu bantuan


(grooming)
1 = mandiri

4 Berpakaian (dressing) 0 = tergantung

1 = sebagian di bantu/perlu bantuan

2 = mandiri

5 Buang air kecil 0 = tidak bisa mengontrol


(bowel)
1 = bak kadang-kadang

2 = terkontrol penuh

6 Buang air besar 0 = inkontinensia

1 = kadang inkontinensia

2 = terkontrol penuh

7 Pengguaan toilet 0 = tergantung bantuan orang lain

1 = perlu bantuan tetapi dapat


melakukan sendiri

2 = mandiri

8 Berpindah (tidur atau 0 = tidak dapat


duduk) 1 = butuh bantuan

2 = dapat duduk dengan sedikit

3 = mandiri

9 Mobilitias 0 = tidak bergerak/tidak mampu

1 = mandiri dengan kursi roda

2 = berjalan dengan bantuan

3 = mandiri

10 Naik turun tangga 0 = tidak mampu

1 = perlu bantuan

2 = mandiri

Interpretasi hasil :

19-20 : mandiri

12-18 : ketergantungan ringan

9-11 : ketergantungan sedang

5-8 : ketergantungan berat

0-4 : ketergantungan total

Anda mungkin juga menyukai