Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II yang di ampu oleh :

Denni Fransiska, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :

Novia Aprilianti AK 118126

Sani Ascipa sya’adah AK 118163

Tanti Rosdiana AK 118184

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Karena atas ridho dan
karunianya kami dapat memenuhi tugas Keperawatan Jiwa II .

Dalam penyusunan makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan


Isolasi Sosial“. Tidak sedikit hambatan yang kami hadapi, namun dengan penuh
kesabaran dan kerja keras kami bisa menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.
Dan kami menyadari tugas ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa
bimbingan dan dorongan dari beberapa pihak yang terkait sehingga segala kendala
dapat teratasi.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu saya akan sangat mengharapkan serta menghargai
segala saran dan kritik yang bersifat membangun bagi perbaikan penulis
berikutnya.

Sekian laporan ini kami buat, semoga makalah ini dapat diterima dan
dipahami oleh siapapun yang membacanya dan bisa menambah wawasan untuk
para pembaca, selain itu makalah ini dapat berguna bagi diri kami dan orang lain.

Bandung, 2 Desember 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................2

DAFTAR ISI .............................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN......................................................................................................................4

A. Latar belakang.................................................................................................................4

B. Rumusan masalah............................................................................................................5

C. Tujuan ..............................................................................................................................5

BAB II........................................................................................................................................6

PEMBAHASAN........................................................................................................................6

A. Definisi ..........................................................................................................................6

B. Etiologi ...........................................................................................................................7

C. Manifestasi klinis ...........................................................................................................9

D. Patofisiologi ..................................................................................................................10

E. Penatalaksanaan ............................................................................................................10

F. Pemeriksaan penunjang ................................................................................................12

G. Asuhan Keperawatan ....................................................................................................13

BAB III.....................................................................................................................................27

PENUTUP................................................................................................................................27

A. Kesimpulan....................................................................................................................27

B. Saran...............................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................28

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Isolasi Sosial atau Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang
mengalami ketidak mampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang
lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan
perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang ditujukan untuk
mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi
diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien menarik diri
juga melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan
emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan
yang dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan
orang lain (Stuart dan Sundeen, 1998). Dalam membina hubungan sosial,
individu berada dalam rentang respon yan adaptif sampai dengan maladaptif.
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan yang berlaku, sedangkan respon maladaptif
merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah
yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya.
Respon sosial dan emosional yang maladaptif sering sekali terjadi
dalam kehidupan sehari hari, khususnya sering dialami pada pasien menarik
diri sehingga melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif
penulis berusaha memberikan asuhan keperawatan yang semaksimal mungkin
kepada pasien dengan masalah keperawatan utama kerusakan interaksi sosial
: menarik diri. Menurut pengajar Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Surjo Dharmono, penelitian Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) di perbagai Negara menunjukkan, sebesar 20-30 persen
pasien yang datang ke pelayanan kesehatan dasar menunjukkan gejala
gangguan jiwa. Bentuk yang paling sering adalah kecemasan dan depresi.
Dari segi kehidupan sosial kultural, interaksi sosial adalah merupakan
hal yang utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya

4
kerusakan interaksi sosial : menarik diri akan menjadi suatu masalah besar
dalam fenomen kehidupan, yaitu terganggunya komunikasi yang merupakan
suatu elemen penting dalam mengadakan hubungan dengan orang lain atau
lingkungan disekitarnya (Carpenito, 1997)

B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari isolasi sosial ?
2. Apa saja penyebabnya ?
3. Apa saja tanda dan gejalanya ?
4. Bagaimana proses terjadinya masalah ?
5. Bagaimana penatalaksaanya ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjangnya ?
7. Apa saja pengkajian keperawatan ?

C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan sebagai berikut :
1. Mengetahui gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien yanng
menderita penyakit isoslasi sosial
2. Mampu mendiagnosa keperawatan pada pasien yang mengalami isolasi
sosial
3. Dapat mengetahui perencanaan keperawatan selanjutnya.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
(Purba, dkk. 2008). Berikut beberapa pengertian isolasi sosial yang dikutip
dari Pasaribu (2008). Menurut Townsend, isolasi sosial merupakan keadaan
kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap
menyatakan sikap negatif dan mengancam bagi dirinya. Kelainan interaksi
sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu berpartisipasi dalam
suatu kuantitas yang tidak cukup atau berlebih atau kualitas interaksi sosial
tidak efektif. Menurut Depkes RI penarikan diri atau withdrawal merupakan
suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap
lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau
menetap. Menurut Carpenito, Isolasi sosial merupakan keadaan di mana
individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau
keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak
mampu untuk membuat kontak. Menurut Rawlins & Heacock, isolasi sosial
atau menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan
berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan
akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi,
atau selalu dalam kegagalan.
Menurut Dalami, dkk. (2009), isolasi sosial adalah gangguan dalam
berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang
mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.

6
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:

a) Faktor Perkembangan

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui


individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini
tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu atau pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman
yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.

b) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga

Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi


untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan atau hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan
anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi
kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan
pada pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota
keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka,
terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan
secara terbuka dengan musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi

7
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan
saat bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat)

c). Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan


faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh
satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.

d). Faktor Biologis

Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung


terjadinya gangguan dalam hubungan isolasi sosial. Organ tubuh
yang dapat memengaruhi terjadinya gangguan hubungan adalah
otak, misalnya pada pasien Skizofrenia yang mengalami masalah
dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak
seperti atrofi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam
limbic dan daerah kortikal (Ade Herman Surya D., 2011: 123-125).

2. Faktor Presipitasi

Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh


faktor internal dan eksterna seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga. Stresor
sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian,
berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan
pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah

8
sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.

b) Faktor internal
Contohnya adalah stressor  psikologis, yaitu stress terjadi
akibat ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan
terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu
untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntunan
untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya
kebutuhan individu (Ade Herman Surya D., 2011: 123-125)

C. Manifestasi Klinis
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah:
1.   Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2.   Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3.   Pasien mengatakan tidak ada hubungan berarti dengan orang lain
4.   Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5.   Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6.   Pasien merasa tidak berguna
7.    Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

Selain itu, tanda dan gejala isolasi sosial


1. Kurang spontan
2. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
3. Ekspresi wajah kurang berseri
4. Tidak merawat diri dan tidak memperlihatkan kebersihan
5. Tidak ada dan tidak memperhatikan kebersihan
6. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
7. Mengisolasi diri
8. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar
9. Asupan makanan dan minuman terganggu

9
10. Retensi urin dan feses
11. Aktivitas menurun
12. Kurang energi (tenaga)
13. Rendah diri
14. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (khususnya
pada posisi tidur).

D. Patofisiologi
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik
diri atau isolasi sosial yang tidak disebabkan oleh perasaan tidak
berharga yang bisa dialami klien dengan latar belakang yang penuh
dengan permasalahan, ketegangan , kekecewaan, kecemasan.
Perasaan tidak berharga dapat menyebabkan individu makin sulit dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi
mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian
terhadap penampilan dan keberhasilan diri. Sehingga individu semakin
tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku primitif antara lain tingkah laku yang tidak sesuai dengan
kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi. Halusinasi
melatarbelakangi adanya komplikasi.

E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Jenis penatalaksanaan yang biasa dilakukan dalam kelompok penyakit
skizofrenia termasuk isolasi sosial adalah :
1) Psikofarmaka
Adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala – gejala gangguan jiwa.
Yang tergolong dalam pengobatan psikofarmaka antara lain :
a. Chlorpromazine (CPZ)
Atas indikasi untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat
untuk menilai realistis, waham halusinasi, gangguan perasaan

10
dan perilaku atau tidak terkendali tidak mampu bekerja.
Dengan efek samping hipotesis, epilepsy, kelainan jantung,
febris, ketergantungan obat.
b. Haloperidol (HLP)
Atas indikasi berdaya berat dalam kemampuan menilai realita
dalam fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari –
hari dengan efek samping yaitu : penyakit hati, penyakit
darah (anemia, leucopenia, agranulositosis), epilepsy,
kelainan jantung, febris, dan ketergantungan obat.
c. Tryhexipenidil (THP)
Atas indikasi segala jenis perkinson, termasuk pasca
encephalitis dengan efek samping yaitu mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urin. Kontra
indikasinya yaitu hipersensitif terhadap tryhexipenidil, glukosa
sudut sempit, hipertropi prostate dan obstruksi saluran cerna.
2) Pemeriksaan ECT / Psikotherapy
Merupakan pengobatan untuk menurunkan kejang grandial yang
menghasilkan efek samping tetapi dengan menggunakan arus
listrik. Tujuan untuk memperpendek lamanya skizofrenia dan
dapat mempermudah kontak dengan orang lain. Dengan kekuatan
75 – 100 volt, ECT diberikan pada klien dengan indikasi depresi
berat dan terapi obat sebelumnya tidak berhasil, klien akan
beresiko bunuh diri dan skizofrenia akut.
3) Prinsip Keperawatan
Menerapkan teknik therapeutik, melibatkan keluarga, kontak
sering tetapi singkat, peduli, empati, jujur, menepati janji,
memenuhi kebutuhan sehari – hari, libatkan klien TAK.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pelaksanana tindakan keperawatan merupakan langkah keempat dari
proses keperawatan. Dan disesuaikan dengan rencana tindakan

11
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang
sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat,
apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat
ini (here and now) (Keliat,2005, hal 17). Jenis Tindakannya seperti :
1) Secara mandiri (independent)
Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk
membantu klien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi
reaksi karena adanya stressor (penyakit). Misalnya ; membantu
klien dalam melakukan kegiatan sehari – hari, memberikan
dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara
wajar, menciptakan lingkungan terapeutik.
2) Saling ketergantungan atau kolaborasi ( interdependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim
perawatan atau dengan tim kesehatan lainnya. Seperti dokter,
fisioterapi, analis kesehatan, dan sebagainya. Misalnya ;
pemberian obat – obatan sesuai dengan intruksi dokter. Jenis
dosis dan efek samping menjadi tanggung jawab dokter tetapi
pemberian obat sampai atau tidak menjadi tanggung jawab.
3) Rujukan atau ketergantungan ( dependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain,
diantaranya : dokter, psikologi, pskiater, ahli gizi, fisioterapi.
Misalnya ; terapi aktivitas kelompok.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Minnesolla Multiphasic Personality inventory (MMPI)
Adalah suatu bentuk pengujian yang dilakukan oleh psikiater dan psikolog
dalam menentukan kepribadian seseorang yang terdiri dari 556 pertanyaan
benar atau salah.
2. Elektroensefalografik (EEG)
Suatu pemeriksaan dalam psikiatri untuk membantu membedakan antara
etiologi fungsional dan organik dalam kelainan mental.
3. Test Laboratorium kromosom darah

12
Untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan genetik.
4. Rontgen kepala
Untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan kelainan struktur
anatomi tubuh.

G. Asuhan Keperawatan

KASUS JIWA

Tn.K 32 Tahun baru saja mengalami kecelakaan sehingga kaki kanan nya harus di
amputasi. Setelah 1 tahun diamputasi. Tn.K, sering melamun dan mengurung diri
dikamar. Terkadang menghindari banyak orang bahkan keluarganya sendiri. Saat
perawat CMHN yaitu Ns.U melakukan kunjungan ke rumahnya dan melakukan
pengkajian, didapatkan data bahwa Tn.K merasa malu dengan kondisi nya
sekarang dan merasa gagal menjadi seorang suami dan ayah yang tidak bisa
memberikan nafkah seperti sebelumnya. Klien tampak murung dan jarang
berbicara, menurut keluarga, klien menghindari banyak orang dan jarang
berbicara dengan orang lain, klien lebih sering mengurung diri dan menyendiri.
Pembicaraan lambat dan kontak mata kurang, namun Ns.U tetap melakukan
focusing, klarifikasi dan active listening saat berkomunikasi dengan kien. Setelah
itu, ns.U melakukan intervensi berupa SP 1 kepada klien.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku
menarik diri atau isolasi sosial yang tidak disebabkan oleh perasaan
tidak berharga yang bisa dialami klien dengan latar belakang yang
penuh dengan permasalahan, ketegangan , kekecewaan, kecemasan.
Komplikasi yang mungkin ditimbulkan pada kliendengan isolasi
sosial antara lain :
a. Defisit perawatan diri
b. Resiko terjadinya gangguan sensori persepsi halusinasi

B. Saran
Adapun saran yang penulis berikan agar tercapai kesehatan jiwa
optimal adalah :
1. Diharapkan pada keluarga klien apabila sudah pulang maka
keluarga tetap melakukan kontrol ke RSJ.
2. Diharapkan adanya kerja sama dengan baik antara dokter,
perawat dan tim medis lainnya guna memperlancar proses
keperawatan.
3. Diharapakan kepala keluarga harus sering mengunjungi klien ke
RSJ karena dapa membantu proses penyembuhan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Stuart, GW and Sundeen, SJ. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3.
Jakarta: EGC

Susilowati, Kiki. (2009). Pengaruh TAK Sosialisasi terhadap tingkat depresi di


Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah


Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Edisi Pertama.


Yogyakarta: Graha Ilmu

15

Anda mungkin juga menyukai