Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Kesehatan
Jiwa 1
Disusun oleh :
Kelompok 2
S1 Keperawatan 4A
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa 1 dengan judul “ Konsep
Diagnosa Keperawatan Pada Pasien Gangguan Jiwa : Isolasi Sosial ”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
lebih baik lagi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu kami
dalam menulis makalah ini.Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
Latar Belakang..................................................................................................................4
Rumusan Masalah.............................................................................................................4
Tujuan...............................................................................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN...................................................................................................................... 6
BAB III
PENUTUP................................................................................................................................12
Kesimpulan.....................................................................................................................12
Saran...............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................13
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isolasi Sosial atau Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan
lingkungan disekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering
melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien
melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku,
pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasidiri), termasuk juga kehidupan
emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang
dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain.
Dalam membina hubungan sosial, individu berada dalam rentang respon yang adaptif
sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan yang berlaku, sedangkan respon maladaptif
merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari isolasi sosial?
2. Apa penyebab dari isolasi sosial?
3. Apasaja tanda dan gejala isolasi sosial?
4. Bagaimana proses terjadinya masalah?
5. Apa saja komplikasi isolasi sosial?
6. Bagaimana asuhan keperawatan isolasi sosial?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari isolasi sosial.
2. Untuk mengetahui penyebab dari isolasi sosial.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala isolasi sosial.
4. Untuk mengetahui proses terjadinya masalah.
5. Untuk mengetahui komplikasi isolasi sosial.
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan isolasi sosial.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
lain, menghindar dari orang lain, menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari–hari
hampir terabaikan.
Faktor sosio kultural dan psikologis merupakan faktor presipitasi pada umunya
mencakup kejadian kehidupan yang penuh stres seperti kehilangan yang mempengaruhi
kemampuan individu yang berhubungan dengan orang lain menyebabkan ansietas.
Faktor sosiokultural dapat ditimbilkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga,
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya merupakan ansietas. Misalnya,
karena dirawat di RS.
Faktor psikologis dapat menimbulkan ansietas tinggi karena tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan.
Data objektif :
a. Tampak menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri
c. Tidak melakukan kontak mata
d. Tampak sedih, afek datar
e. Posisi meringkuk di tempat tidur dengang punggung menghadap ke pintu
f. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembangan
usianya
g. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
h. Kurang aktivitas fisik dan verbal
i. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
j. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya
6
dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi. Halusinasi
melatarbelakangi adanya komplikasi.
E. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin ditimbulkan pada klien dengan isolasi sosial antara lain:
a. Defisit perawatan diri
b. Resiko terjadinya gangguan sensori persepsi halusinasi
F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan
kemampuan koping yang dimiliki klien.
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial
berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang. Yang paling sering
adalah adanya gangguan dalam mencapai tugas perkembangan sehingga
individu tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat.
a) Masa bayi: bayi umumnya menggunakan komunikasi yang sangat
sederhana dalam menyampaikan kebutuhannya. Karena bayi sangat
tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan biologis dan
psikologisnya. Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan rasa tidak percaya
pada diri sendiri dan orang lain, serta menarik diri.
b) Toodler: mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri.
c) PraSekolah: anak menggunakan kemampuan berhubungan yang telah
dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga. Dalam hal
ini, anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga khusus nya
pemberian positif terhadap perilaku anak yang adaptif. Kegagalan anak
dalam berhubungan mengakibatkan anak tidak mampu mengontrol diri,
tergantung, ragu, menarik diri dari lingkungan, pesimis.
d) Anak sekolah: pada usia ini anak mulai mengenal bekerjasama, kompetisi,
kompromi. Konflik sering terjadi dengan orang tua. Teman dan orang
dewasa merupakan sumber pendukung yang penting bagi anak. Kegagalan
dalam tahap ini mengakibatkan anak menjadi frustasi, putusasa, merasa
tidak mampu, dan menarik diri dari lingkungan.
e) Pra-remaja: pada usia ini, anak mengembangkan hubungan intim dengan
teman sebaya dan teman sejenis maupun lawan jenis. Kegagalan membina
7
hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan orangtua akan
mengakibatkan keraguan akan identitas dan rasa percaya diri yang kurang.
f) Dewasa muda: individu belajar mengambil keputusan dengan
memperhatikan saran dan pendapat orang lain seperti memilih pekerjaan,
karir, melangsungkan pernikahan. Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan
individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain, putus asa akan
karir.
g) Dewasa tengah: individu pada usia dewasa tengah umumnya telah menikah.
Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada
dirinya sendiri, produktivitas dan kreatifitas berkurang, dan perhatian
terhadap orang lain berkurang.
h) Dewasa lanjut: individu tetap memerlukan hubungan yang memuaskan
dengan orang lain. Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan perilaku
menarik diri.
2) FaktorBiologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respons sosial maladaptive.
Terjadinya penyakit jiwa pada individu juga dipengaruhi oleh keluarganya
dibanding dengan individu yang tidak mempunyai riwayat penyakit terkait.
3) Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan hubungan. Hal
ini akibat dari transiensi: norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain atau tidak menghargai anggota masyarakat yang kurang produkstif
seperti lanjut usia (lansia), orang cacat, penderita kronis. Isolasi dapat terjadi
karena mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda dari yang
dimiliki budaya mayoritas.
4) Faktor Dalam Keluarga
Pola komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang dalam gangguan
berhubungan, bila keluarga hanya mengiformasikan hal–hal yang negative
akan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua pesan
yang bertentangan disampaikan pada saat yang bersamaan, mengakibatkan
anak menjadi traumatik dan enggan berkomunikasi dengan orang lain.
b. FaktorPresipitasi
1) Stresor Sosiokultural
Stres dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stresor Psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
8
dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.
3) Manifestasi Klinis
Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial akan ditemukan
data objektif meliputi apatis,ekspresi wajah sedih, afek tumpul, menghindar
dari orang lain, klien tampak memisah kan diri dari orang lain, komunikasi
kurang, klien tampak tidak bercakap–cakap dengan klien orang lain, tidak ada
kontak mata atau kontak mata kurang, klien lebih sering menunduk, berdiam
diri dikamar klien. Menolak berhubungan dengan orang lain, tidak melakukan
kegiatan sehari–hari, meniru posisi janin pada saat tidur.
Sedangkan untuk data subjek tif sukar didapat jika klien menolak
komunikasi. Beberapa data subjektif adalah menjawab dengan singkat, dengan
kata–kata “tidak”, “ya”, dan “tidak tahu”.
4) MekanismeKoping
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian anti sosial
antara lain: proyeksi, merendahkan orang lain.
9
5) SumberKoping
Sumber koping berhubungan dengan respon sosial maladaptif meliputi:
keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi Sosial
b. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
c. Resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi
3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial
b. Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
c. Tujuan Khusus (TUK) :
TUK1: Klien dapat membina hubungan sapV[~+rÆ+ÝâÙf‹ôŸø«KÐ_
‰¯`_Ãœén°¿ø)ßµ—ÄXÿ
]WQ^øÛ>55£‡10`§èt^öbZŸõÇéåÁFîâ·z10‚ЄninóãŠÅl ᄉ Ä}?»‡ᄉ«!‘é4ÿ¤3-
†’J"àóMmHp~äÎ#À!7êÒ»â^ùþÓ&¸`_ãn¡RËàж
10
€I ŠÅxêOý˜H”†åÍ
¤({¾ }Ö.”1ýu4;áôg<@б¾ª?dÃ[hsË2ú#F ᄉ^Qà¢*ª‹ñÉÇ ‹
D˜@8j-KSÞÛ¨aI4ZxÆ/OK/™ˆq%7)0Á@…TµÔ „-
ˆéYUеáÁ11Ár©{/ŠmòLr£a¥¢åù…¥,nñZÕ<³–ÁFp8p°{C¡ïƒôÿüu—
¶'ß÷ñïâ-;ûöÿ»·dDcx·…11Á0?_ä`+(qªaßáxJ)Ƭ„11"Eý6@z—¡²pØ ᄉ µZ`|Ôñœ)
‚ŒLÞ\rpÃ~-ᄂ·'11Æ
«¢‹êƒ*z:2þΔ£q’€(EææA†éÀ<àjNUŸ
11
Œ•©Ì+¬¨¶ÜOùì¥ð‘€.”yFËÏ ᄂ&/Hžû ᄉ
PTeF
â€Êν–Êp
paling dekat dengan klien dirumah atau diruang keperawatan, apa yang
membuat klien dekat dengan orang tersebut, orang yang tidak dekat dengan klien
dirumah atau diruang keperawatan, apa yang membuat klien tidak dekat dengan
orang lain, upaya yang sudah dilakukan agar dekat dengan orang lain, diskusikan
dengan klien penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul dengan orang lain,
beri pujian terhadap klien megungkapkan perasaannya.
12
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain.
Komplikasi yang mungkin ditimbulkan pada klien dengan isolasi sosial antara lain:
Defisit perawatan diri dan resiko terjadinya gangguan sensori persepsi halusinasi.
B. Saran
Adapun saran yang penulis berikan agar tercapai kesehatan jiwa optimal adalah :
1. Diharapkan pada keluarga klien apabila sudah pulang maka keluarga tetap melakukan
kontrol ke RSJ.
2. Diharapkan adanya kerja sama dengan baik antara dokter, perawat dan tim
medis lainnya guna memperlancar proses keperawatan.
3. Diharapakan kepala keluarga harus sering mengunjungi klien ke RSJ karena
dapa membantu proses penyembuhan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Budi, Anna Keliat. 209. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : ECG
Sahri, Khairul, Meiry Fanada, Dewi Riyati, Inni Novita,Danil Udwan Ady, Faisal. 2009.
Modul Pelatihan Asuhan Keperawatan Jiwa : Pendekatan Strategi Pelayanan
Tindakan Keperawatan. Palembang : Tim MPKP dan diklit RSFB Prof. Sumsel
15