Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa II
Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat Nya penyusun
masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ISOLASI
SOSIAL” ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan
Kesehatan Jiwa II dengan Dosen Pengampu Cucum Suminar, S.Kep.,Ners.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat saran, dorongan, serta
keterangan-keterangan dari berbagai pihak yang merupakan pengalaman yang tidak
dapat diukur secara materi, namun dapat membukakan mata penulis bahwa
sesungguhnya pengalaman dan pengetahuan tersebut adalah guru yang terbaik bagi
penulis.
Dalam penyusunan makalah ini juga penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan yang dibuat baik sengaja maupun tidak sengaja, dikarenakan keterbatasan
ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu kami
mohon maaf atas segala kekurangan tersebut dan tidak menutup diri terhadap segala
saran dan kritik serta masukan yang bersifat konstruktif bagi penulis.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
BAB II ....................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3
BAB III.................................................................................................................................... 26
3.2 Saran.............................................................................................................................. 26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dari segi kehidupan sosial cultural, interaksi sosial adalah merupakan hal yang
utama dalam kehidupan masyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan interaksi sosial:
Menarik diri akan menjadi satu masalah besar dalam fenomena kehidupan, yaitu
terganggu komunikasi yang merupakan suatu elemen penting dalam mengadakan
hubungan dengan orang lain atau lingkungan di sekitarnya (Carpenito,2017).
Aktivitas kelompok dengan pendekatan pada pasien isolasi sosial: Menarik diri
yaitu pemberian psikoterapi dan terapi aktivitas kelompok. Terapi aktivitas kelompok
dibagi menjadi 7 bagian : Terapi aktivitas kelompok kemampuan memperkenalkan diri,
kemampuan berkenalan, kemampuan bercakap-cakap, kemampuan bercakap-cakap
topik tertentu, kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi, kemampuan bekerja sama
dan kemampuan sosialisasi. Dari stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok
stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok realita dan terapi aktivitas kelompok. Dari
empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada
individu dengan Gangguan Konsep Isolasi Sosial : Menarik diri adalah terapi aktivitas
kelompok stimulasi, yaitu terapi yang menggunakan terapi Modalitas Lingkungan:
1
Musik terhadap Kemampuan bersosialisasi pada pasien isolasi sosial dengan
memasukkan jadwal kegiatan harian pasien yang bertujuan sebagai stimulasi dan terkait
dengan pengalaman atau kehidupan bertujuan dengan pasien isolasi sosial : Menarik
diri dapat membantu penyelesaian masalah dengan mengungkapkan perasaan yang
dihadapi klien (Nurarif,2015).
1.3 Tujuan
2. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan dan melaksanakan Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Jiwa
dengan Isolasi Sosial.
3. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi data fokus klien dengan masalah isolasi sosial
b. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan dengan masalah isolasi sosial
c. Mengidentifikasi intervensi keperawatan dengan masalah isolasi sosial
d. Mengidentifikasi keberhasilan tindakan keperawatan dengan masalah isolasi sosial
e. Mengidentifikasi hasil evaluasi keperawatan dengan masalah isolasi sosial
1.4 Manfaat
Sebagai pedoman dalam asuhan keperawatan dan aplikasi ilmu keperawatan pada
pasien dengan isolasi sosial serta dapat menambah pengetahuan dan wawancara kelompok
dalam melaksanakan asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan isolasi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
B. Rentang Respon
3
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan
menerima dalam hubungan interpersonal.
4. Saling ketergantungan
Merupakan hubungan saling ketergantungan antar individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal.
Adaptif Maladaptif
4
Menyendiri Merasa sendiri Manipulasi
(solitude) (loneliness) Impulsif
Otonomi Menarik diri Narsisme
Bekerja sama (withdrawal)
(mutualisme) Bergantung
Saling (dependent)
bergantung
(interdependence)
C. Etiologi
1) Faktor Predisposisi
Menurut Fitria (2009) factor predisposisi yang mempengaruhi masalah
isolasi adalah :
Faktor Tumbuh Kembang
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga
adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu/ pengasuh pada bayi akan memberikan
rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri.
Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi
yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa
diperlakukan sebagai objek.
5
bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk hubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya
ada yang menderita skizofrenia. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan
struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2) Faktor Presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial
juga dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal seseorang. Factor
stressor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stressor yang ditimbulkan
oleh faktor sosial budaya seperti keluarga. Stressor sosial budaya dapat
memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas
keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai,
kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, diawat
di rumah sakit atau di penjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.
Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi
akibat kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan ketrbatasan kemampuan individu untuk
6
mengatasinya, ansietas ini dapat juga terjadi akibat tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhi kebutuhan individu.
Ada juga yang disebut dengan Stressor Biokimia:
a) Teori Dopamine: Kelebihan dopamine pada mesokortikal dan
mesolimbic serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
b) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) di dalam darah akan
meningkatkan dopamine pada otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamine, maka menurunnya
MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
c) Faktor Endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada
klien skizofrenia. Demikian pula prolactin mengalami penurunan
karena dihambat.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Mustika Sari (2002), tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial, yaitu:
1) Kurang spontan;
4) Afek tumpul;
7) Mengisolasi (menyendiri);
7
13) Harga diri rendah;
15) Menolak hubungan dengan orang lain. klien memutuskan percakapan atau
1. Pola asuh.
2. Pada anak yang kelahirannya tidak dikehendaki akibat kegagalan KB, hamil
di luar nikah, jenis kelamin yang tidak dikehendaki, bentuk fisik kurang
menawan menyebabkan keluarga mengeluarkan komentar-komentar negatif,
merendahkan, menyalahkan anak.
3. Koping individu tidak efektif, misalnya: Saat individu menghadapi kegagalan
menyalahkan orang lain, ketidakberdayaan, menyangkal tidak mampu
menghadapi kenyataan dan menarik diri dari lingkungan, terlalu tingginya self
ideal dan tidak mampu menerima realitas dengan rasa yukur.
4. Gangguan tugas perkembangan, misalnya: Kegagalan menjalani hubungan
intim dengan sesama jenis atau tidak, mampu mandiri dan menyelesaikan
tugas, bekerja, bergaul, bersekolah menyebabkan ketergantungan pada orang
tua, rendahnya ketahanan terhadap berbagai kegagalan.
5. Stressor internal and external (stress internal dan eksternal), misalnya: Stress
terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya , ansietas dapat terjadi
karena akibat berpisah dengan orang terdekat, hilangnya pekerjaan atau orang
yang dicintai (Dermawan, 2013).
F. Mekanisme Koping
8
hewan peliharaan, menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan stress
interpersonal seperti kesenian musik ataupun yang lain. (Stuart & Sundeen,
2009).
Mekanisme pertahanan diri yang sering digunakan pada masing-
masing gangguan hubungan sosial yaitu regresi, represi, proyeksi, persepsi dan
isolasi (Riyadi & Purwanto, 2009). Adapun pengertian dari Regresi, represi,
Proyeksi, Persepsi dan Isolasi Sosial adalah:
1. Regresi adalah mundur ke massa perkembangan yang lalu.
2. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak dapat
diterima secara dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksaan yang dapat diberikan kepada klien dengan isolasi sosial antara lain
pendekatan farmakologi, psikososial, terapi aktivitas, terapi okupasi, rehabilitasi,
dan program intervensi keluarga (Yusuf, 2019).
1. Terapi Farmakologi
a. Chlorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk Syndrome Psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan titik
diri terganggu. Berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: waham,
halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan seharihari, tidak
mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defikasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung), gangguan endokrin, metabolik, biasanya untuk pemakaian jangka
panjang.
b. Haloperidol (HLP)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
netral serta dalam kehidupan sehari-hari.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi prikomotor, gangguan otonomik.
9
c. Trihexy Phenidyl (THP)
Indikasi: Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk paksa ersepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson, akibat obat misalnya reserpine dan
fenotiazine.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor gangguan otonomik.
2. Terapi Psikososial
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien
(Videbeck, 2012).
3. Terapi Individu
Terapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada individu
dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilaku-perilakunya.
Terapi ini meliputi hubungan satu-satu antara ahli terapi dan klien(Videbeck,
2012).
Terapi individu juga merupakan salah satu bentuk terapi yang dilakukan secara
individu oleh perawat kepada kliensecara tatap muka perawat-klien dengan
cara yang terstruktur dan durasi waktu tertentu sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai (Zakiyah, 2018). Salah satu bentuk terapi individu yang
bisa diberikan oleh perawat kepada klien dengan isolasi sosial adalah
pemberian strategi pelasanaan (SP). Dalam pemberian strategi pelaksanaan
klien dengan isolasi sosial hal yang paling penting perawat lakukan adalah
berkomunikasi dengan teknik terapeutik.
Komunikasi terapeutik adalah suatu interaksi interpersonal antara perawat
dank klien, yang selama interaksi berlangsung, perawat berfokus 14 pada
kebutuhan khusus klien untuk meningkatkan pertukaran informasi yang
efektif antara perawat dan Klien (Videbeck).
Semakin baik komunikasi perawat, maka semakin bekualitas pula asuhan
keperawatan yang diberikan kepadaklien karena komunikasi yang baik dapat
10
membina hubungan saling percaya antara perawat dengan klien, perawat
yang memiliki keterampilan dalam berkomunikasi secara terapeutik tidak
saja mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, tapi juga dapat
menumbuhkan sikap empati dan caring, mencegah terjadi masalah lainnya,
memberikan kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan serta
memudahkan dalam mencapai tujuan intevensi keperawatan (Sarfika, 2018).
5. Terapi Okupasi
Terapi okupasi yaitu suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktifitas atau tugas yang sengaja dipilih
dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat, meningkatkan harga diri
seseorang, dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Contoh terapi okupasi
yang dapat dilakukan di rumah sakit adalah terapi berkebun, kelas bernyanyi,
dan terapi membuat kerajinan tangan yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan klien dalam keterampilan dan bersosialisasi (Elisia, 2014).
11
6. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan pada kasus-kasus gangguan jiwa ternyata juga banyak
manfaat. Misalnya angkat rawat inap pada klien skizofrenia yang mengikuti
kegiatan keagamaaan lebih rendah bila dibandingan dengan mereka yang tidak
mengikutinya (Dadang, 1999 dalam Yosep 2009).
Menurut Zakiah Darajat, perasaan berdosa merupakan faktor penyebab
gangguan jiwa yang berkaitan dengan penyakit-penyakit psikosomatik.
Hal ini diakibatkan karena seseorang merasa melakukan dosa tidak bisa
terlepas dari perasaan tersebut (Yosep, 2009). Penerapan psikoreligius terapi
di rumah sakit jiwa menurut Yosep (2009) meliputi:
a. Perawat jiwa harus dibekali pengetahuan yang cukup tentang
agamanya/kolaborasi dengan agamawan atau rohaniawan.
b. Psikoreligius tidak diarahkan untuk mengubah agama Kliennya
tetapi menggali sumber koping.
c. Memadukan milieu therapy yang religius; kaligrafi, ayat-ayat, fasilitas
ibadah, buku-buku, musik/lagu keagamaan.
d. Dalam terapi aktifitas diajarkan kembali cara-cara ibadah terutama
untuk pasien rehabilitasi.
e. Terapi kelompok dengan tema membahas akhlak, etika, hakikat hidup
didunia, dan sebagainya.
Untuk klien dengan isolasi sosial terapi psikoreligius dapat bermanfaat
dari aspek autosugesti yang dimana dalam setiap kegiatan religius seperti
sholat, dzkir, dan berdoa berisi ucapan-ucapan baik yang dapat memberi
sugesti positif kepada diri klien sehingga muncul rasa tenang dan yakin
terhadap diri sendiri (Thoules,1992 dalam Yosep, 2010).
Menurut Djamaludin Ancok (1989) dan Ustman Najati (1985) dalam
Yosep (2009) aspek kebersamaan dalam shalat berjamaah juga
mempunyai nilai terapeutik, dapat menghindarkan seseorang dari rasa terisolir,
terpencil dan tidak diterima.
7. Rehabilitasi
Program rehabilitasi biasanya diberikan di bagian lain rumah sakit
yang dikhususkan untuk rehabilitasi. Terdapat banyak kegiatan,
antaranya terapi okupasional yang meliputi kegiatan membuat kerajinan
12
tangan, melukis, menyanyi, dan lain-lain. Pada umumnya program rehabilitasi
ini berlangsung 3-6 bulan (Yusuf, 2019).
13
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Isolasi Sosial
A. PENGKAJIAN
14
2) Identitas Diri
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses
menua, putus sekolah, PHK.
4) Ideal Diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya, mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi.
5) Harga Diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan
kurang percaya diri. Klien mempunyai gangguan/hambatan dalam
melakukan hubungan sosial dengan orang lain terdekat dalam kehidupan,
kelempok yang diikuti dalam masyarakat. Keyakinan klien terhadap Tuhan
dan kegiatan untuk ibadah (spritual).
6) Hubungan Sosial
Menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun dan berdiam diri.
7) Spiritual
Aktivitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran pasien.
8) Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang
dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain. Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
9) Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan
WC, membersikan dan merapikan pakaian.
c. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas
didalam dan diluar rumah
e. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
15
10) Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya
pada orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).
11) Masalah Psikososial dan lingkungan
Klien mendapat perilaku yang tidak wajar dari lingkungan
seperti klien direndahkan karena klien menderita gangguan jiwa
12) Pengetahuan
Klien dengan kerusakan interaksi sosial pada kasus menarik diri
kurang pengetahuan dalam hal mencari bahkan faktor predisposisi, koping
mekanisme dan sistem pendukung dan obat-obatan sehingga penyakit
klien semakin berat.
13) Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas
DS :
a. Pasien menjawab dengan singkat “ya”, “tidak”, “tidak tahu”
b. Pasien tidak menjawab sama sekali
DO :
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
b. Menghindar orang lain, tampak menyendiri, dan memisahkan diri dari orang lain
c. Komunikasi kurang/ tidak ada, pasien tidak tampak bercakap-cakap dengan orang
lain.
d. Tidak ada kontak mata dan sering menunduk
e. Berdiam diri di kamar
f. Menolak berhubungan dengan orang lain, memutuskan pembicaraan, atau pergi
saat diajak bercakap-cakap.
g. Tidak tampak melakukan kegiatan sehari-hari, perawatan diri kurang dan
kegiatan rumah tangga tidak dilakukan.
h. Posisi janin saat tidur
16
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Isolasi Sosial
b. Harga Diri Rendah Kronik
c. Risiko Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
1 2 3 4 5
Isolasi Sosial 1. Klien dapat 1.1. Ekspresi wajah 1.1.1. Bina hubungan
membina bersahabat menunjukan saling percaya
hubungan saling rasa senang, ada kontak dengan
percaya mata, mau berjabat menggunakan
tangan, mau menjawab prinsip
salam, klien mau duduk komunikasi
berdampingan dengan teurapetik.
perawat, mau a. Sapa klien
mengutarakan masalah dengan
yang dihadapi ramah baik
verbal
maupun non
verbal.
b. Perkenalkan
diri dengan
sopan
c. Tanyakan
nama
lengkap
klien dan
nama
panggilan
17
yang
disukai
klien
d. Jelaskan
tujuan
pertemuan
e. Jujur dan
menepati
janji
f. Tunjukkan
sifat empati
dari
menerima
klien apa
adanya.
g. Beri
perhatian
kepada
klien dan
perhatikan
kebutuhan
dasar klien.
2. Klien dapat 2.1. Klien dapat 2.1.1. Kaji pengetahuan
menyebutkan menyebutkan penyebab klien tentang
penyebab menarik diri yang perilaku menarik
menarik diri berasal dari: diri dan tanda-
a. Diri sendiri tandanya.
b. Orang lain 2.1.2. Beri kesempatan
c. Lingkungan kepada klien
untuk
mengungkapkan
perasaan
penyebab
18
menarik diri atau
tidak mampu
bergaui
2.1.3. Diskusikan
bersama klien
tentang perilaku
menarik diri,
tanda-tanda, serta
penyebab yang
muncul
2.1.4. Berikan pujian
terhadap
kemampuan klen
dalam
menggunakan
perasaannya.
3. Klien dapat 3.1. Klien dapat 3.1.1. Kaji pengetahuan
menyebutkan menebutkan klien tentang
keuntungan keuntungan manfaat dan
behubungan berhubungan dengan keuntungan
dengan orang orang lain. berhubungan
lain dan kerugian dengan orang
tidak lain.
berhubungan 3.1.2. Beri kesempatan
dengan orang dengan klien
lain untuk
mengungkapkan
perasaan tentang
keuntngan
berhubungan
dengan orang
lain
19
3.2. Klien dapat 3.1.3. Diskusikan
menyebutkan kerugian dengan klien
tidak berhubungan tentang
dengan orang lain. keuntungan
berhubungan
dengan orang
lain
3.1.4. Beri
reinforcement
positif terhadap
kemampuan
pengungkapan
perasaan tentang
keuntungan
berhubungan
dengan orang
lain
3.2.1. Kaji pengetahuan
klien tentang
manfaat dan
kerugian tidak
berhubungan
dengan orang
lain.
3.2.2. Beri kesempatan
kepada klien
untuk
mengungkapkan
perasaan tentang
kerugian tidak
berhubungan
dengan orang
lain.
20
3.2.3. Diskusikan
bersama klien
tentang kerugian
tidak
berhubungan
dengan orang
lain.
4. Klien dapat 4.1. Klien dapat 4.1.1. Kaji kemampuan
melaksanakan mendemonstrasikan klien membina
hubungan sosial hubungan sosial secara hubungan dengan
secara bertahap. bertahap, antara: orang lain.
K—P 4.1.2. Dorong dan
K—P—K bantu klien untuk
K—P—Kel berhubungan
K—P—Klp dengan orang
lain melalui
tahap
K–P
K – P – P lain
K – P – P lain – K
lain
K – P –
Kel/Klp/Masy
4.1.3. Beri
reinforcement
terhadap
keberhasilan
yang telah
dicapai.
4.1.4. Bantu klien
untuk
mengevaluasi
21
manfaat
berhubungan
4.1.5. Diskusikan
jadwal harian
yang dapat
dilakukan
bersama klien
dalam mengisi
waktu
4.1.6. Motivasi klien
untuk mengikuti
kegiatan ruangan
4.1.7. Beri
reinforcement
atas kegiatan
klien dalam
ruangan.
22
5.1.3. Beri
reinforcement
positif atas
kemampuan
klien
mengungkapkan
manfaat
berhubungan
dengan orang
lain
6. Klien dapat 6.1. Keluarga dapat: 6.1.1. Bisa
memberdayakan - Menjelaskan berhubungan
sistem perasaannya saling percaya
pendukung atau - Menjelaskan cara dengan keluarga:
keluarga mampu merawat klien - Salam,
mengembangkan menarik diri perkenalkan
kemampuan - Mendemonstrasikan diri
klien untuk cara merawat klien - Sampaikan
berhubungan menarik diri tujuan
dengan orang - Berpartisipasi - Buat kontrak
lain dalam perawatan - Eksplorasi
klien menarik diri. perasaan
keluarga
6.1.2. Diskusikan
dengan anggota
keluarga tentang:
- Perilaku
menarik diri
- Penyebab
perilaku
menarik diri
- Akibat yang
akan terjadi
23
jika perilaku
menarik diri
tidak
ditanggapi
- Cara keluarga
menghadapi
klien menarik
diri.
6.1.3. Dorong anggota
keluarga untuk
memberikan
dukungan kepada
klien untuk
berkomunikasi
dengan orang
lain
6.1.4. Anjurkan
anggota keluarga
secara rutin dan
bergantian
menjenguk klien
minimal satu
minggu sekali
6.1.5. Beri
reinforcement
atas hal-hal yang
telah dicapai oleh
keluarga.
24
E. IMPLEMENTASI
F. EVALUASI
25
BAB III
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8 . Education.
St.Louis Mosby.
Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta:
EGC
Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan JIWa, Jakarta: EGC.
Ah. Yusuf.(2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Azizah, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa ; Teori dan Aplikasi
Depkes RI. Pedoman Penanganan Pasien Gangguan Jiwa. Jakarta: DepKes RI 2007.
Dermawan, Deden dan Rusdi. (2013). Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Dinkes Pariaman. 2022. Data Kunjungan Jiwa Puskesmas Kota Pariaman: Pariaman.
proses keperawatan.
Fitria. 2019. Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Advance Mental Health Nursing).
27