Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN JIWA ISOLASI SOSIAL

Disusun untuk memenuhi salah satu mata kuliah keperawatan jiwa 2

Dosen pengampu: Ira Oktavia S.Kep, Ners, M.Kep.,SP.Kep.J

Disusun oleh: kelompok 2

Anggota:

Aristia Nurdayanti (1420119035)

Cici Bela Silaban (1420119042)

Natauly Ekaristina Malau (1420119012)

Netri Yeni Laklaka (1420119044)

Rida Silpia (1420119053)

Ridwan Prawira Kusuma (1420119016)

Riski Aditya (1420119036)

Silvy Oktaviani (1420119039)

Tri Omega Utami (1420119008)

Yoga Putra Utama (1420119038)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 2019


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa atas segala rahmat-
Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Kami sangat berharap semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami
berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 15 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii
BAB 1...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan...............................................................................................................2
1.3. Manfaat Penulisan.............................................................................................................3
BAB 2...............................................................................................................................................4
TINJAUAN TEORI..........................................................................................................................4
2.1. Pengertian.............................................................................................................................4
2.2. Proses Terjadinya Masalah....................................................................................................4
2.3. Tanda Dan Gejala..................................................................................................................5
2.4. Penyebab...............................................................................................................................6
2.5. Tindakan Yang Dilakukan.....................................................................................................7
2.6. Penatalaksanaan.................................................................................................................9
2.7. Asuhan Keperawatan.......................................................................................................13
BAB 3.............................................................................................................................................27
KESIMPULAN...............................................................................................................................27
3.1. Kesimpulan.........................................................................................................................27
3.2. Saran....................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................28

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami individu dan
dipersepsikan disebabkan oleh oranglain. Isolasi sosial merupakan kondisi
kesendirian yang di alami oleh individu dan dipersepsikan disebabkan orang lain dan
sebagai kondisi yang negatif dan mengancam (Townsend, 2010).
Isolasi sosial telah dikenal mempunyai dampak yaitu sebagai faktor risiko terjadinya
morbiditas dan mortalitas (Cacioppo et al, 2015). Individu yang mengalami isolasi
sosial yang berkepanjangan dapat menyebabkan munculnya masalah lain yaitu
menarik diri, halusinasi, defisit perawatan diri dan risiko perilaku kekerasan
(Trimelia, 2011). Perawat sangat dibutuhkan untuk berperan dalam mengurangi dan
mencegah akibat yang lebih lanjut yang dapat memperburuk klien.
Ketidakmampuan mengungkapkan perasaan yang dirasakan oleh klien dapat
membuat klien marah. Kondisi isolasi sosial seseorang merupakan ketidakmampuan
klien dalam mengungkapkan perasaan klien yang dapat menimbulkan klien
mengungkapkan perasaan klien dengan kekerasan.Perilaku kekerasan merupakan
respon destruktif individu terhadap stresor (Stuart, 2013).
Klien dengan isolasi sosial tidak mampunyai kemampuan untuk bersosialisasi dan
sulit untuk mengungkapkan keinginan dan tidak mampu
berkomunikasi dengan baik sehingga klien tidak mampu mengungkapkan marah
dengan cara yang baik. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada
klien dengan isolasi sosial dilakukan tindakan generalis. Terapi Aktivitas Kelompok,
terapi spesialis yang diberikan adalah dengan memberikan terapi Social Skill
Training.
Gangguan jiwa (psikosis) merupakan suatu keadaan jiwa yang tidak mempunyai
hubungan dengan realitas, dimana selama periode gangguan jiwa, individu tersebut
tidak menyadari apa yang dialami orang lain tentang hal yang sama dan orang lain
tidak mempunyai respons dengan cara yang sama ( Stuart, Keliat & Pasaribu, 2016).

1
Gangguan
jiwa yang banyak dirawat di rumah sakit adalah skizofrenia dengan angka prevalensi
skizofrenia di dunia cukup tinggi yaitu sekitar 24 juta orang, sedangkan di Indonesia
berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar 2013 berjumlah 1,7 permil atau dapat
dikatakan bahwa terdapat satu sampai dua orang yang mengalami gangguan jiwa
dalam
seribu penduduk Indonesia (Kemenkes, 2013; WHO, 2011).
Tindakan keperawatan klien isolasi sosial yaitu dengan cara membantu klien
mengidentifikasi penyebab, manfaat mempunyai teman,kerugian tidak mempunyai
teman, latihan berkenalan dengan orang lain secara bertahap (Keliat & Akemat,
2010).

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran dan pengalaman langsung dalam
memberikan asuhan keperawatan klien dengan Isolasi Sosial.

2. Tujuan Khusus
Diharapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Isolasi
Sosial, penulis akan dapat :
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Isolasi Sosial.
b. Merumuskandiagnosa keperawatan yang timbul pada klien dengan Isolasi
Sosial.
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Isolasi Sosial.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Isolasi Sosial.
e. Membuat evaluasi dari tindakan keperawatan pada klien dengan Isolasi
Sosial.
f. Membuat dokumentasi asuhan keperawatan pada klien dengan Isolasi
Sosial.

2
1.3. Manfaat Penulisan
1. Bagi pendidikan/Institusi
Sebagai pengetahuan dan informasi mengenai asuhan keperawatan gangguan jiwa
isolasi social
2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian dapat menambah pengetahuan dan keterampilan peneliti tentang
teori dan aplikasi asuhan keperawatan gangguan jiwa isolasi social.

3
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian
Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang di alami oleh individu dan
dipersepsikan disebabkan orang lain dan sebagai kondisi yang negatif dan
mengancam (Townsend, 2010 dalam sukaesti. D, 2019).

Kondisi isolasi sosial seseorang merupakan ketidakmampuan klien dalam


mengungkapkan perasaan klien yang dapat menimbulkan klien mengungkapkan
perasaan klien dengan kekerasan.Perilaku kekerasan merupakan respon destruktif
individu terhadap stresor (Stuart, 2013 dalam Sukaesti D, 2019).

Klien dengan isolasi sosial tidak mampunyai kemampuan untuk bersosialisasi dan
sulit untuk mengungkapkan keinginan dan tidak mampu berkomunikasi dengan baik
sehingga klien tidak mampu mengungkapkan marah dengan cara yang baik.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial dilakukan
tindakan generalis. Terapi Aktivitas Kelompok, terapi spesialis yang diberikan
adalah dengan memberikan terapi Social Skill Training. (Sukaesti, D. 2019)

Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu menggalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa di tolak, tidak di terima, kesepian dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (keliat, 2012).

Isolasi sosial adalah upaya menghindari suatu hubungan komusikasi dengan orang
lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk berbagai rasa, pikiran dan kegagalan (balitbang 2007).

4
2.2. Proses Terjadinya Masalah
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi sosial yang tidak disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami
klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,
kekecewaan, kecemasan.

Perasaan tidak berharga dapat menyebabkan individu makin sulit dalam


mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjdi mundur,
mengalami penururnan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan
dan keberhasilan diri. Sehingga individu semakin tengelam dalam perjalanan dan
tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitif antra lain tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi. Halkusinasi
melatarbelakangi adanya komplikasi.

2.3. Tanda Dan Gejala


Ada beberapa penurunan tanda dan gejala menurut Sukaesti. D 2019 diantaranya:

1. Kognitif
Klien yang mempunyai lama sakit yang lama mempunyai kemampuan kognitif
yang kurang baik sehingga klien sulit untuk melakukan pembelajaran.
Faktor predisposisi yang terbesar adalah riwayat gangguan jiwa sebelumnya,
klien yang telah lama mengalami gangguan jiwa cenderung mempunyai perilaku
menarik diri dan komunikasi terbatas hal ini merupakan respon maladaptif dari
klien. Semakin lama klien yang mengalami kekambuhan klien banyak
mendapatkan stressor dari berbagai aspek kehidupan. Stuart (2013) menyatakan
jumlah stressor yang dialami seseorang pada kurun waktu tertentu akan semakin
memperburuk akibat yang diterima individu tersebut. Riwayat pengguna napza
juga memiliki kontribusi yang besar yaitu 39.1 %. Riwayat penggunaan napza
berakibat pada kerusakan otak yang akan mempengaruhi proses berfikir, menilai
dan mempengaruhi kepribadian seseorang, sehingga kerusakan pada otak bisa
mengalami perilaku menarik diri dan risiko perilaku kekerasan.
2. Afektif

5
Respons afektif pada klien dengan isolasi sosial adalah merasa sedih, afek
tumpul, merasa tidak diperdulikan orang lain, malu kesepian, merasa ditolak
orang lain dan merasa tertekan atau depresi. Hal ini sesuai dengan Nanda (2012)
respons afektif pada klien isolasi sosial adalah merasa bosan, dan lambat dalam
menghabiskan waktu, sedih afek tumpul dan kurang motivasi.
3. Fisiologis
Respons fisiologis pada klien dengan isolasi sosial adalah sulit tidur, wajah
murung, kurang bergairah dan merasa letih.
Kerusakan hipotalamus pada klien gangguan jiwa akan membuat seseorang
kehilangan mood dan motivasi untuk melakukan sesuatu dan kehilangan mood
untuk melakukan kegiatan sosialisasi dengan orang lain.
4. Perilaku
Respons perilaku pada klien dengan isolasi sosial adalah banyak melamun,
melakukan pekerjaan tidak tuntas, banyak berdiam diri dikamar, dipenuhi oleh
pikiran sendiri dan tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
Respons perilaku pada klien dengan isolasi sosial sesuai dengan (Keliat, 2010)
yang menyatakan bahwa klien respons perilaku yang muncul pada klien dengan
isolasi sosial adalah menarik diri, menjauh dari orang lain, tidak atau malas
melakukan komuikasi, tidak ada kontak mata, malas bergerak dan melakukan
aktivitas, berdiam diri dikamar, menolak berhubngan dengan orang lain dan
sikap bermusuhan.

2.4. Penyebab
1. Faktor predisposisi.

a. Faktor tumbuh kembang.

Pada setiap tahap tumbuh kembanng individu juga ada tugas perkembangan
harus di penuh agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial, bila
tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosisal yang nanti akan menimbulkan
masalah.

b. Faktor komunikasi dalam keluarga.

6
Menurut ( Gail, 2006 : hal 279) pola komunikasi dalam keluarga dapat
mengartar seorang dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya
menginformasikan hal-hal yang negative akan mendorong anak
mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua pesan yang bertentangan
disampaikan pada saat yang bersamaan, mengakibatkan anak menjadi
traumatik dan enggan berkomunikasi dengan orang lain.
c. Faktor sosial budaya.
Menurut ( Gail, 2006 : hal 431) isolasi sosial merupakan faktor utama dalam
gangguan hubungan. Hal ini akibat dari transiensi: norma yang tidak
mendukung pendekatan terhadap orang lain atau tidak menghargai anggota
masyarakat yang kurang produktif seperti lanjut usia (lansia), orang cacat,
penderita kronis. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku,
dan system nilai yang berbeda dari yang di miliki budaya mayoritas.
d. Faktor biologis.
Faktor genetik dapat berperan dalam respons sosial maladaptive menurut
(Gail, 2006 : hal 430). Terjadinya penyakit jiwa pada individu juga
dipengaruhin oleh keluarga juga dibanding dengan individu yang tidak
mempunyai riwayat penyakit terkait.
2. Faktor presipitasi
Menurut (Gail, 2006 : hal 280) faktor presipitasi terdiri dari :
a. Stesor sosiokultural
Stres dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang yang berarti, misalnya karena di rawat di rumah
sakit.
b. Stresor psikologis.
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau kegagalan oranag lain untuk memenuhi kebutuhan
ketergantungan dapat menumbulkan ansietas tingkat tinggi.

7
2.5. Tindakan Yang Dilakukan
Social skill training merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengurangi tanda
dan gejala ini adalah memotivasi klien berbicara dengan klien lain supaya klien
mempunyai ketrampilan berkomunikasi, dan melibatkan klien dalam kegiatan
kelompok, klien dimotivasi untuk menyelesaikan pekerjaan klien sampai selesai.

Pemberian social skill training adalah mengajarkan sikap tubuh klien, dimana klien
diajarkan tentang sikap tubuh dalam bersosialisasi dan diajarkan terapi perilaku
dimana dilakukan pendekatan kepada klien tentang perilaku klien dalam sikap tubuh.

Langkah-langkah dalam social skill training menurut Sukaesti, D. 2019:

1. Fase orientasi
Membuat kontrak awal kepada klien yang bertujuan membangun kepercayaan
klien terhadap perawat. perawat sebagai orang asing harus menempatkan klien
dengan penuh perasaan dan mau menerima klien apa adanya, fase ini merupakan
dasar untuk dapat melakukan tindakan pada tahap selanjutnya. Seorang perawat
harus menggunakan hubungan terapeutik dalam melakukan tindakan kepada
klien sehingga klien mempunyai kepercayaan terhadap perawat. Fase orientasi
berakhir setelah terbina hubungan saling percaya antara klien dengan perawat
yang dlanjutkan dengan fase identifikasi.
2. Fase identifikasi
Merupakan fase dimana perawat melakukan pengkajian terhadap klien dengan
melakukan eksplorasi perasaan klien. Pengkajian yang dilakukan oleh perawat
menggunakan format pengkajian berdasarkan dari Stuart yaitu terdiri dari faktor
Predisposisi/ faktor pendukung, faktor presipitasi /faktor pencetus yaitu suatu
stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai suatu kesempatan, ancaman,
tuntutan terhadap penilaian stressor. Fase identifikasi ini perawat menggali
semua yang di rasakan oleh klien dan yang diharapkan oleh klien, hal ini sesuai
dengan (Parker & Smith, 2010) yang menyatakan bahwa pada fase orientasi ini
klien mengekspresikan semua perasaan yang ingin diatasi dan perawat
membantu klien untuk memperbaiki sesuai dengan apa yang dirasakan oleh
klien.

8
Pada fase identifikasi ini perawat menentukan diagnosa keperawatan,
menentukan tujuan dan kriteian hasil serta menetukan rencana tindakan yanga
akan dilakukan dan evaluasi (Peplau, 1992 dalam Parker & Smith, 2010)
3. Fase kerja atau fase eksploitasi
Merupakan fase dimana perawat melakukan manajemen asuhan pada klien
dengan isolasi sosial dan risiko perilaku kekerasan yang dialami oleh klien,
penulis mencoba mengatasi dengan pemberian terapi generalis isolasi sosial. .
Sebelum pemberian terapi generalis perawat melakukan pengkajian dan
melakukan pre test kepada pasien dengan menanyakan beberapa tanda gejala
isolasi sosial, serta kemampuan klien dalam bersosialisasi. Pemberian terapi
generalis diberikan bersamaan dengan pemberian terapi aktivitas kelompok dan
terapi spesialis. Terapy spesialis yang diberikan adalah social skill training,
Tujuan pemberian terapi ini adalah supaya klien menpunyai kemampuan
berkomunikasi yang baik, dan klien mampu merubah peilaku klien yang masih
kurang baik dimana hasil akhirnya adalah klien mampu asertif dalam mengatasi
semua stessor yang dihadapi oleh klien.
4. Fase eksploitasi merupakan fase dimana klien ketergantungan, kemandirian dan
saling ketergantungan yang bertujuan untuk agar klien mampu mengurangi
kecemasan dan pada akhirnya klien mampu memecahkan masalahnya sendiri
(Fitzpatrik,2005 dalam Parker & Smith, 2010).
Eksploitasi ini perawat memberikan ketrampilan klien dalam bersosiaisasi dan
mengubah pikiran dan perilaku klien menjadi pikiran dan perilaku klien yang
baik serta pada akhirnya klien mampu bersikap asertif (Peplau 1912 dalam
Parker & Smith, 2010)
5. Fase resolusi
Merupakan fase dimana klien melepaskan diri dari ketergantunganya dengan
perawat dan klien ini mampu mempunyai cara baru dalam mengatasi masalah
(Peplau1952 dalam Parker & Smith, 2010) Upaya yang dilakukan perawat dalam
fase ini adalah memotivasi klien untuk tetap melakukan cara-cara yang sudah
klien miliki dengan tetap mengevaluasi kemampuan klien sehingga diharapkan
klien mampu menggunakan cara-cara tersebut selamanya. Hal ini perlu adanya
dukungan dari keluarga dan masyarakat sekitar.

9
2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksaan yang dapat diberikan kepada kliendengan isolasi sosial antara lain
pendekatan farmakologi, psikososial, terapi aktivitas, terapi okupasi, rehabilitasi, dan
program intervensi keluarga (Yusuf, 2019) dalam Ariska. P. (2020).

1. Terapi Farmakologi
a. Chlorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk Syndrome Psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan titik
diri terganggu. Berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: waham,
halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan seharihari, tidak mampu bekerja,
hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Efek samping: sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defikasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung), gangguan endokrin, metabolik, biasanya untuk pemakaian jangka
panjang.
b. Haloperidol (HLP)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
netral serta dalam kehidupan sehari-hari. Efek samping: Sedasi dan inhibisi
prikomotor, gangguan otonomik.
c. Trihexy Phenidyl (THP)
Indikasi: Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk paksa ersepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson, akibat obat misalnya reserpine dan
fenotiazine. Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor gangguan
otonomik.
2. Terapi Psikososial
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman
dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima

10
pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya
secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien (Videbeck, 2012).
3. Terapi Individu
Terapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada individu
dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilaku-perilakunya.
Terapi ini meliputi hubungan satu-satu antara ahli terapi dan klien(Videbeck,
2012). Terapi individu juga merupakan salah satu bentuk terapi yang dilakukan
secara individu oleh perawat kepada kliensecara tatap muka perawat-klien
dengan cara yang terstruktur dan durasi waktu tertentu sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai (Zakiyah, 2018). Salah satu bentuk terapi individu yang bisa
diberikan oleh perawat kepada klien dengan isolasi sosial adalah pemberian
strategi pelasanaan (SP). Dalam pemberian strategi pelaksanaan klien dengan
isolasi sosial hal yang paling penting perawat lakukan adalah berkomunikasi
dengan teknik terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah suatu interaksi
interpersonal antara perawat dan klien, yang selama interaksi berlangsung,
perawat berfokus pada kebutuhan khusus klien untuk meningkatkan pertukaran
informasi yang efektif antara perawat dan Klien (Videbeck, 2012). Semakin baik
komunikasi perawat, maka semakin bekualitas pula asuhan keperawatan yang
diberikan kepadaklien karena komunikasi yang baik dapat membina hubungan
saling percaya antara perawat dengan klien, perawat yang memiliki keterampilan
dalam berkomunikasi secara terapeutik tidak saja mudah menjalin hubungan
saling percaya dengan klien, tapi juga dapat menumbuhkan sikap empati dan
caring, mencegah terjadi masalah lainnya, memberikan kepuasan profesional
dalam pelayanan keperawatan serta memudahan dalam mencapai tujuan
intevensi keperawatan (Sarfika, 2018).
4. Terapi Aktivitas Kelompok
Menurut Keliat (2015) terapi aktivitas kelompok sosialisasi merupakan suatu
rangkaian kegiatan kelompok dimana klien dengan masalah isolasi sosial akan
dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitarnya.
Sosialissai dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal, kelompok,
dan massa).
Aktivitas yang dilakukan berupa latihan sosialisasi dalam kelompok, dan akan
dilakukan dalam 7 sesi dengan tujuan:

11
Sesi 1 : Klien mampu memperkenalkan diri
Sesi 2 : Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
Sesi 3 : Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
Sesi 4 : Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
Sesi 5 : Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi
pada orang lain
Sesi 6 : Klienmampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
Sesi 7 : Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan
TAKS yang telah dilakukan.
5. Terapi Okupasi
Terapi okupasi yaitu Suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktifitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat, meningkatkan harga diri seseorang,
dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Contoh terapi okupasi yang dapat
dilakukan di rumah sakit adalah terapi berkebun, kelas bernyanyi, dan terapi
membuat kerajinan tangan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
klien dalam keterampilan dan bersosialisasi (Elisia, 2014).
6. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan pada kasus-kasus gangguan jiwa ternyata juga banyak
manfaat. Misalnya angkat rawat inap pada klien skizofrenia yang mengikuti
kegiatan keagamaaan lebih rendah bila dibandingan dengan mereka yang tidak
mengikutinya (Dadang, 1999 dalam Yosep 2009).
Penerapan psikoreligius terapi di rumah sakit jiwa menurut Yosep (2009)
meliputi:
a. Perawat jiwa harus dibekali pengetahuan yang cukup tentang agamanya/
kolaborasi dengan agamawan atau rohaniawan.
b. Psikoreligius tidak diarahkan untuk mengubah agama Kliennya tetapi
menggali sumber koping.
c. Memadukan milieu therapy yang religius; kaligrafi, ayat-ayat, fasilitas
ibadah, bukubuku, music/lagu keagamaan.
d. Dalam terapi aktifitas diajarkan kembali cara-cara ibadah terutama untuk
pasien rehabilitasi.

12
e. Terapi kelompok dengan tema membahas akhlak, etika, hakikat hidup
didunia, dan sebagainya.

Untuk klien dengan isolasi sosial terapi psikoreligius dapat bermanfaat dari
aspek autosugesti yang dimana dalam setiap kegiatan religius seperti sholat,
dzkir, dan berdoa berisi ucapan-ucapan baik yang dapat memberi sugesti positif
kepada diri klien sehingga muncul rasa tenang dan yakin terhadap diri sendiri
(Thoules, 1992 dalam Yosep, 2010). Menurut Djamaludin Ancok (1989) dan
Ustman Najati (1985) dalam Yosep (2009) aspek kebersamaan dalam shalat
berjamaah juga mempunyai nilai terapeutik, dapat menghindarkan seseorang
dari rasa terisolir, terpencil dan tidak diterima.

7. Rehabilitasi
Program rehabilitasi biasanya diberikan di bagian lain rumah sakit yang
dikhususkan untuk rehabilitasi. Terdapat banyak kegiatan, antaranya terapi
okupasional yang meliputi kegiatan membuat kerajinan tangan, melukis,
menyanyi, dan lain-lain. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung 3-
6 bulan (Yusuf, 2019) dalam Ariska. P. (2020).
8. Program Intervensi
Keluarga Intervensi keluarga memiliki banyak variasi, namun pada umumnya
intervensi yang dilakukan difokuskan pada aspek praktis dari kehidupan sehari-
hari, memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang isolasi sosial,
mengajarkan bagaimana cara berhubungan yang baik kepada anggota keluarga
yang memiliki masalah kejiwaan (Yusuf, 2019) dalam Ariska. P. (2020).

2.7. Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, status mental, suku bangsa, alamat, nomor rekam medis, ruang
rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosis medis.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, alamat.

13
2. Alasan masuk
a. Apa penyebab klien datang ke RSJ?
b. Apa yang sudah dilakukan keluarga?
c. Bagaimana hasilnya?

3. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orangtua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan dicerai
suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi
(korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba) perlakuan orang lain
yang tidak menghargai Klien/perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.

4. Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup semua sistem yang ada hubungannya dengan
klien depresi berat didapatkan pada sistem integumen klien tampak kotor,
kulit lengket di karenakan kurang perhatian terhadap perawatan dirinya
bahkan gangguan aspek dan kondisi klien.

5. Psikososial
Konsep Diri:
a. Gambaran Diri :Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang
telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak
penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif tentang
tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,

14
mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan
ketakutan.
b. Ideal Diri :Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya:
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
c. Harga Diri :Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial,
merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang
percaya diri.
d. Penampilan Peran :Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.
e. Identitas Personal :Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.

6. Hubungan sosial
Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubungan sosial
dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalam
masyarakat.

7. Spiritual
Nilai dan keyakinan klien, pandangan dan keyakian klien terhadapap
gangguan jiwa sesuai dengan norma dan agama yang dianut pandangan
masyarakat setempat tentang gangguan jiwa. Kegiatan ibadah : kegiatan di
rumah secara individu atau kelompok.

8. Status mental
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang
dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
a. Penampilan

15
Biasanya pada Klien menarik diri klien tidak terlalu memperhatikan
penampilan, biasanya penampilan tidak rapi, cara berpakaian tidak
seperti biasanya (tidak tepat).
b. Pembicaraan
Cara berpakaian biasanya di gambarkan dalam frekuensi, volume dan
karakteristik. Frekuansi merujuk pada kecepatan Klien berbicara dan
volume di ukur dengan berapa keras klien berbicara. Observasi frekuensi
cepat atau lambat, volume keras atau lambat, jumlah sedikit, membisu,
dan di tekan, karakteristik gagap atau kata-kata bersambungan.
c. Aktifitas Motorik
Aktifitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik klien. Tingkat aktifitas:
letargik, tegang, gelisah atau agitasi. Jenis aktifitas : seringai atau tremor.
Gerakan tubuh yang berlebihan mungkin ada hubunganya dengan
ansietas, mania atau penyalahgunaan stimulan. Gerakan motorik yang
berulang atau kompulsif bisa merupakan kelainan obsesif kompulsif
d. Alam Perasaan
Alam perasaan merupakan laporan diri klien tentang status emosional
dan cerminan situasi kehidupan klien. Alam perasaan dapat di evaluasi
dengan menanyakan pertanyaan yang sederhana dan tidak mengarah
seperti “bagaimana perasaan anda hari ini” apakah klien menjawab
bahwa ia merasa sedih, takut, putus asa, sangat gembira atau ansietas.
e. Afek
Afek adalah nada emosi yang kuat pada klien yang dapat di observasi
oleh perawat selama wawancara. Afek dapat di gambarkan dalam istilah
sebagai berikut : batasan, durasi, intensitas, dan ketepatan. Afek yang
labil sering terlihat pada mania, dan afek yang datar,tidak selaras sering
tampak pada skizofrenia.
f. Persepsi
Ada dua jenis utama masalah perseptual : halusinasi dan ilusi. Halusinasi
di definisikan sebagai kesan atau pengalaman sensori yang salah. Ilusi
adalah persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
Halusinasi perintah adalah yang menyuruh klien melakukan sesuatu
seperti membunuh dirinya sendiri, dan melukai diri sendiri.

16
g. Interaksi Selama Wawancara
Interaksi menguraikan bagaimana klien berhubungan dengan perawat.
Apakah klien bersikap bermusuhan,tidak kooperatif, mudah tersinggung,
berhati-hati, apatis, defensive,curiga atau sedatif.
h. Proses Pikir
Proses pikir merujuk “ bagaimana” ekspresi diri klien proses diri klien
diobservasi melalui kemampuan berbicaranya. Pengkajian dilakukan
lebih pada pola atas bentuk verbalisasi dari pada isinya.
i. Isi Pikir
Isi pikir mengacu pada arti spesifik yang diekspresikan dalam
komunikasi klien. Merujuk pada apa yang dipikirkan klien walaupun
klien mungkin berbicara mengenai berbagai subjek selama wawancara,
beberapa area isi harus dicatat dalam pemeriksaan status mental.
Mungkin bersifat kompleks dan sering disembunyikan oleh klien.
j. Tingkat Kesadaran
Pemeriksaan status mental secara rutin mengkaji orientasi klien terhadap
situasi terakhir. Berbagai istilah dapat digunakan untuk menguraikan
tingkat kesadaran klien seperti bingung, tersedasi atau stupor.
k. Memori
Pemeriksaan status mental dapat memberikan saringan yang cepat
tehadap masalah-masalah memori yang potensial tetapi bukan merupakan
jawaban definitif apakah terdapat kerusakan yang spesifik. Pengkajian
neurologis diperlukan untuk menguraikan sifat dan keparahan kerusakan
memori. Memori didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengingat
pengalaman lalu.
l. Tingkat Konsentrasi Dan Kalkulasi
Konsentrasi adalah kemampuan klien untuk memperhatikan selama
jalannya wawancara. Kalkulasi adalah kemampuan klien untuk
mengerjakan hitungan sederhana.
m. Penilaian
Penilaian melibatkan perbuatan keputusan yang konstruktif dan adaptif
termasuk kemampuan untuk mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari
hubungan.

17
n. Daya Titik Diri
Penting bagi perawat untuk menetapkan apakah klien menerima atau
mengingkari penyakitnya.

9. Kebutuhan persiapan pulang


Pengkajian diarahkan pada klien dan keluarga klien tentang persiapan
keluarga, lingkungan dalam menerima kepulangan klien. Untuk menjaga
klien tidak kambuh kembali diperlukan adanya penjelasan atau pemberian
pengetahuan terhadap keluarga yang mendukung pengobatan secara rutin dan
teratur.

B. Diagnosa keperawatan
Menurut Sutejo (2017) dalam Ariska. P. (2020). diagnosis keperawatan
dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala isolasi sosial yang ditemukan. Jika hasil
pengkajian menunjukkan tanda dan gejala isolasi sosial, maka diagnosis
keperawatan yang ditegakkan adalah:
a. Isolasi sosial
b. Resiko perilaku kekerasan

18
C. Perencanaan keperawatan
Setelah mengetahui diagnosa keperawatan pada klien dengan isolasi sosial, langkah selanjutnya yaitu menyusun perencanaan
tindakan keperawatan. untuk membina hubungan saling percaya dengan klien isolasi sosil perlu waktu yang tidak sebentar. perawat
harus konsisten bersikap terapeutik pada klien. Selalu penuhi janji, kontak singkat tapi sering dan penuhi kebutuhan dasarnya adalah
upaya yang bisa dilakukan (Trimelia, 2011) dalam Ariska. P. (2020).

Diagnosa
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi Rasional
keperawatan
Isolasi sosial Klien dapat Setelah 1x interaksi, 1. Bina hubungan saling percaya 1. Membina
berinteraksi dengan Klien menunjukan dengan mengemukakan prinsip hubungan saling
orang lain. tanda-tanda percaya komunikasi terapeutik : percaya dengan
1. Klien dapat kepada perawat: a. Mengucapkan salam Klien. kontak
membina 1. Ekspresi wajah terapeutik. Sapa Klien dengan yang jujur,
hubungan saling cerah, tersenyum ramah, baik verbal ataupun singkat, dan
percaya 2. Mau berkenalan non verbal. konsisten
2. Klien mampu 3. Ada kontak mata b. Berjabat tangan dengan Klien. dengan perawat
menyebutkan 4. Bersedia c. Perkenalkan diri dengan dapat membantu
penyebab isolasi menceritakan sopan. Klien membina
sosial perasaan d. Tanyakan nama lengkap Klien kembali
3. Klien mampu 5. Bersedia dan nama pangglian yang interaksi penuh

19
menyebutkan mengungkapkan disukai Klien. percaya dengan
keuntungan masalah e. Jelaskan tujuan pertemuan orang lain.
berhubungan 6. Klien dapat f. Membuat kontak topik, waktu, 2. Dengan
sosial dan menyebutkan dan tempat setiap kali bertemu mengetahui
kerugian dari minimal satu Klien. tanda dan gejala
isolasi sosial penyebab isolasi g. Tunjukan sikap empati dan isolasi sosial
4. Klien dapat sosial. menerima Klien apa adanya. yang muncul,
melaksanakan 7. Penyebab h. Beri perhatian kepada Klien perawat dapat
hubungan sosial munculnya isolasi dan perhatian kebutuhan dasar menentukan
secara bertahap. sosial: diri sendiri, Klien. langkah
5. Klien mampu orang lain,dan 2. penyebab isoasi sosial. intervensi
menjelaskan lingkungan Tanyakan pada Klien tentang: selanjutnya.
perasaannya 8. Klien dapat a. Orang yang tinggal serumah 3. Perbedaan
setelah menyebutkan atau sekamar dengan Klien. seputar manfaat
berhubugan keuntungan dalam b. Orang yang paling dekat hubugan sosial
sosial berhubugan sosial dengan Klien dirumah atau dan kerugian
6. Klien mendapat seperti: ruang perawatan. isolasi sosial
dukungan a. Banyak teman c. Hal apa yang membuat Klien membantu Klien
keluarga dalam b. Tidak kesepian dekat dengan orang tersebut. mengidentifi
memperluas c. Bisa diskusi d. Orang yang tidak dekat kasi apa yang
hubungan sosial d. Saling dengan Klien, baik dirumah terjadi pada

20
menolong atau di ruang perawatan. dirinya,
9. Klien dapat e. Apa yang membuat Klien sehingga dapat
menyebutkan tidak dekat dengan orang diambil langkah
kerugian menarik tersebut. untuk mengatasi
diri, seperti: f. Upaya yang sudah dilakukan masalah ini.
a. sendiri agar dekat dengan orang lain. Penguatan dapat
b. kesepian g. Diskusikan dengan Klien membantu
c. tidak bisa penyebab isolasi sosial atau meningkatkan
diskusi tidak mau bergaul dengan harga diri Klien.
10. Klien dapat orang lain 4. Dengan
melaksanakan h. Beri pujian terhadap kehadiran orang
hubungan sosial kemampuan Klien dalam yang tepat dapat
secara bertahap mengungkap kan perasaan. dipercaya
dengan: Perawaat, 3. Tanyakan keuntungan memberi Klien
perawat lain, Klien berhubungan sosial dan kerugian rasa aman dan
lain, keluarga dan dari isolasi sosial terlindungi
kelompok tanyakan kepada Klien tentang: Setelah dapat
11. Klien dapat a. Manfaat hubungan sosial berinteraksi
menjelaskan b. Kerugian isolasi sosial dengan orang
perasaannya c. Diskusikan bersama Klien lain dan
setelah berhubngan tentang manfaat berhubungan memberi

21
sosial dengan: sosial dan kerugian isolasi kesempatan
Orang lain, sosial Klien dalam
kelompok. d. Beri Pujian terhadap mengikuti
12. keluarga dapat kemampuan Klien dalam aktifitas
menjelaskan mengungkapkan perasaannya. kelompok, Klien
tentang: 4. Klien dapat melaksanakan merasa lebih
a. isolasi sosial hubungan sosial secara bertahap berguna dan rasa
beserta tanda a. Observasi perilaku Klien percaya diri
dan ketika berhubungan sosial Klien dapat
gejalannya. b. Jelaskan kepada Klien cara tumbuh kembali.
b. penyebab dan berinteraksi dengan orang lain 5. Ketika Klien
akibat dari c. Berikan contoh cara berbicara merasa dirinya
isolasi sosial. dengan orang lain lebih baik dan
c. Cara merawat d. Beri kesempatan kepada mempunyai
Klien isolasi Klien mempraktikan cara makna, interaksi
sosial berinteraksi dengan orang sosial dengan
yang dilakukan di hadapan orang lain dapat
perawat. ditingkatkan.
e. Bantu Klien berinteraksi 6. Dukungan dari
dengan salah satu orang, keluarga
teman atau anggota keluarga merupakan

22
5. Klien mampu menjelaskan bagian penting
perasaannya setelah berhubungan dari rehabilitasi
sosial Klien
a. Diskusikan dengan Klien
tentang perasaannya setelah
berhubungan sosial dengan:
Orang lain dan kelompok.
b. Beri pujian terhadap
kemampuan Klien
mengungkapkan perasaannya.
6. Klien mendapat dukungan
keluarga dalam memperluas
hubungan sosial
a. pentingnya peran serta
keluarga sebgai pendukung
untuk mengatasi perilaku
isolasi sosial
b. Diskusikan potensi keluarga
untuk membantu Klien
mengatasi perilaku isolasi
sosial.

23
c. Jelaskan pada keluarga
tentang:
 Isolasi sosial beserta tanda
dan gejalanya
 Penyebab dan akibat
isolasi sosia
Resiko perilaku Pasien mampu : Setelah 2-6x 1. Membina hubungan saling percaya. Mengontrol emosi
kekerasan 1. Membina pertemuan: 2. Mengidentifikasi penyebab, tanda pada klien dengan
hubungan Klien mampu & gejala perilaku kekerasan yang melampiaskan [ada
saling percaya mengontrol perilaku dilakukan, akibat perilaku hal yang positif
2. Mengidentifikasi kekerasan dengan kekerasan agar tidak meukai
PK cara: 3. Latihan mengontrol perilaku orang lain
3. Menjelaskan 1. Latihan minum kekerasan dengan minum obat (6
perasaan saat obat yang benar, jenis, fungsi, dosis,
terjadinya benar dan baik frekuensi dan cara)
marah 2. Latihan tarik napas 4. Memasukkan kedalam jadwal
4. Menjelaskan dalam harian.
perilaku saat dan pukul bantal 5. Melatih cara mengontrol marah
marah 3. Latihan dengan dengan
5. Menyebutkan cara
cara verbal

24
mengontrol
marah

25
D. Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang telah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan
masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini (Damaiyanti, 2012).
Selain itu, salah satu hal yang penting dalam pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan adalah teknik komunikasi terapeutik. Teknik ini dapat digunakan
dengan verbal; kata pembuka, informasi, fokus. Selain teknik verbal, perawat juga
harus menggunakan teknik non verbal seperti; kontak mata, mendekati kearah
klien, tersenyum, berjabatan tangan, dan sebagainya. Kehadiran psikologis
perawat dalam komunikasi terapeutik terdiri dari keikhlasan, menghargai, empati
dan konkrit (Yusuf, 2019).

E. Evaluasi keperawatan
Ada beberapa hal yang perlu dievaluasi pada Klien dengan isolasi sosial yaitu:
1. Apakah klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial
2. Apakah klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
3. Apakah klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap: klien-
perawat, Klien-perawat-perawat lain, klien-perawat-klien lain, klien-
kelompok, dan klien-keluarga.
4. Apakah klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan
orang lain.
5. Apakah klien dapat memberdayakan sistem pendukungnya atau keluarga nya
untuk memfasilitasi hubungan sosialnya.
6. Apakah klien dapat mematuhi minum obat

26
BAB 3

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu menggalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa di tolak, tidak di terima, kesepian dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (keliat, 2012).

Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi sosial yang tidak disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami
klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,
kekecewaan, kecemasan.

3.2. Saran
Menurut hasil diskusi kelompok saran dari kelompok kami adalah ajak pasien
berbicara secara pelan – pelan dan bagi keluarga jauhkan pasien dari situasi yang
dapat menyebabkan pasien merasa sendiri lagi atau melakukan terapi social skill
training

27
DAFTAR PUSTAKA

Sukaesti, D. (2019). Sosial Skill Training Pada Klien Isolasi Sosial. Jurnal Keperawatan
Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 6(1), 19-24.

Stuart, G. W. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (9 ed.). Missouri:


Mosby, Inc.

Syukri, M., Keliat, B.A, Mustikasari (2014). Manajemen asuhan keperawatan diagnosis
halusinasi dan isolasi sosial yang mendapat CBSST dan terapi psikoedukasi keluarga
menggunakan pendekatan Stuart dan model hubungan interpersonal Peplau di ruang
Yudistira RSMM Bogor. (KIA). Depok.FIK-UI. Tidak dipublikasikan

Townsend, M.C. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in Evidence-
Based Practice.Sixth Edition. Philadelphia. F.A Davis Company

Wahyuningsih, D& Keliat B.A. & Hastono SP (2009). Pengaruh Assertiveness Training
Terhadap Perilaku Kekerasan pada Klien Skizofrenia. (Tesis).Depok. Tidak dipublikasikan

Wilkison M.J & Ahern, R.A (2012) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Diagnosa
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC ed 9 alih bahasa Esti Wahyuningsih, EGC
Jakarta

Gail,stuart W .2002 Buku saku keperawatan jiwa. Jakarta EGC

Keliat. B.A.dkk. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC

Depdiknas. (2007). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta: Puskur,


Balitbang Depdiknas

Ariska. P. (2020). Konsep isolasi sosial

28

Anda mungkin juga menyukai