Dosen Pengampu :
Ns.Helena Fitria,M.Kep
2021/2022
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya serta Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial menarik diri”. Penulisan ini bertujuan
untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah “keperawatn
jiwa 2”.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data – data yang kami peroleh dari buku
panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan “Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Isolasi Sosial menarik diri”.
Kami harap makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan untuk Mahasiswa/i.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehat menurut WHO adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun
sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan, tidak hanya terbebas dari
penyakit serta kelemahan.
Gambaran menurut penelitian WHO (2009), prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup
tinggi, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk dunia
diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu hidupnya. Usia ini biasanya
terjadi pada dewasa muda antara 18-20 tahun 1% diantaranya adalah gangguan jiwa berat,
potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang tinggi, setiap saat 450 juta orang
diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun perilaku. Salah satu bentuk
gangguan jiwa yang paling banyak terjadi di seluruh dunia adalah gangguan jiwa skizofrenia.
Prevalensi skizofrenia didunia 0,1 per mil dengan tanpa memandang perbedaan status sosial atau
budaya.
Menurut National Institute of Mental Health gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara
keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian tersebut
akan memberikan andil meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di berbagai
Negara. Berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan 26,2%
penduduk yang berusia 18-30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa, jika prevalensi
gangguan jiwa diatas 100 jiwa per 1000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai
264 per 1000 penduduk.
Hasil Riset Dasar Kesehatan Nasional Tahun 2007, menyebutkan bahwa sebanyak 0,46 per mil
masyarakat Indonesia mengalami gangguan jiwa berat. Mereka adalah yang diketahui mengidap
skizofrenia dan mengalami gangguan psikotik berat (Depkes RI, 2007).
Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di Provisi Daerah Khusus Ibu
Kota Jakarta (24,3%), di ikuti Nangroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatra Barat (17,7%), NTB
(10,9%), Sumatera Selatan (9,2%), dan Jawa Tengah (6,8%) (Depkes RI, 2008).
Kebijakan Pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa tercantum dalam Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan jiwa, disebutkan dalam pasal 149 ayat (2)
mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan perawatan di
fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang,
mengancam keselamatan dirinya dan mengganggu ketertiban atau keamanan umum, termasuk
pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin.
Peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa juga terjadi di Sumatera Utara, jumlah
pasien meningkat 100 persen dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada awal 2008, RSJ
Sumut menerima sekitar 50 penderita per hari untuk menjalani rawat inap dan sekitar 70-80
penderita untuk rawat jalan. Sementara pada 2006-2007, RSJ hanya menerima 25-30 penderita
per hari.
Peran perawat dalam penanggulangan klien dengan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial
Menarik Diri meliputi peran promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Pada peran promotif,
perawat meningkatkan dan memelihara kesehatan mental melalui penyuluhan dan pendidikan
untuk klien dan keluarga. Dari aspek preventif yaitu untuk meningkatkan kesehatan mental dan
pencegahan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri. Sedangkan pada peran kuratif
perawat merencanakan dan melaksanakan rencana tindakan keperawatan untuk klien dan
keluarga. Kemudian peran rehabilitative berperan pada follow up perawat klien dengan
gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri melalui pelayanan di rumah atau home visite.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum :
2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai Konsep Dasar Gangguan Dengan Gangguan
Kesehatan Jiwa : Isolasi Sosial.
b. Mahasiswa dapat membuat Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kesehatan Jiwa
: Isolasi Sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin
merasa ditolak, tidak terima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Budi., Akemat., dkk. 2007 ).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat
didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negative atau mengancam
(Nanda-1,2012).
Menarik diri adalah suatu usaha seseorang untuk menghindari interaksi dengan
lingkungan sosial atau orang lain, merasa kehilangan kedekatan dengan orang lain dan tidak
bisa berbagi pikirannya dan perasaannya (Rawlins,1993).
Isolasi sosial menarik diri adalah suatu keadaan dimana individu tidak dapat
berinteraksi dengan orang lain dan cenderung menyendiri dan sulit untuk bersosialisasi
dengan sesama yang disebabkan adanya penolakan maupun sikap negatif dari lingkungan
dan orang sekitar terhadap dirinya.
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas
dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan
sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
3. Perilaku
Perilaku pada klien gangguan social menarik diri yaitu: kurang sopan, apatis, sedih,
afek tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun, menyendiri, kurang peka
terhadap lingkungan, kurang energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti janin saat
tidur. Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak mempercayai orang
lain, sikap bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoia. Kemudian perilaku pada klien
dengan gangguan social manipulasi adalah kurang asertif, mengisolasi diri dari
lingkungan, harga diri rendah, dan sangat tergantung pada orang lain.
4. Rentang Respon
b) Otonomi
Kemampuang individu menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan
perasaan dalam hubungan sosial.
c) Bekerja Sama
Kondisi hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling
memberi dan menerima.
d) Saling Tergantung (interdependen)
Suatu hubungan saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
2) Respon Maladaktif
Respon individu dalam penyelesaianmasalah menyimpang dari norma-norma
sosial dan budaya lingkungannya, meliputi:
a) Manipulasi
Orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah
pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau
tujuan, bukan pada orang lain.
b) Implusif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman,
dan tidak dapaat diandalkan.
c) Narkisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain
tidak mendukung.
C. Patofisiologi
Menurut Stuart and Sundeen (1998). Salah satu gangguan berhubungan sosial
diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh perasaan tidak
berharga, yang bias dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai
dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi (Ernawati Dalami
dkk,,2009,Hal.10).
ISOLASI DIRI
(Iyus Yosep,2007,Hal.230).
D. Manifestasi Klinis
b) Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon social maladaktif menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan
dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Gail,W Stuart 2006).
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisocial antara lain
proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan
gangguan kepribadian ambang splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang
lain, merendahkan orang lain dan identifikasi proyeksi.
c) Sumber koping
Menurut Gail W. Stuart 2006, sumber koping berhubungan dengan respon social mal-
adaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan
dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress
interpersonal misalnya kesenian, music atau tulisan (Ernawati Dalami dkk,2009,Hal.10).
E. Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmakologi
1) Chlorpromazine
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan gaduh gelisah,
hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan, dan perilaku. Mekanisme kerja
memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak terutama pada sistem limbik
dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping penggunaan Chlorpromazine injeksi sering
menimbulkan hipotensi ortostatik.
2) Haloperidol
F. Tindakan Keperawatan
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
B. Pohon Masalah
Pendengaran/penciuman/pengecapan/pe
rabaan.
Isolasi sosial
Ketidakberdayaan
Koping Individu
Tidak Efektif
Kurang Motivasi
C. Diagnosa Keperawatan
D. Intervensi
Untuk membina hubungan saling percaya dengan klien isolasi social perlu waktu
yang tidak sebentar. Perawat harus konsisten bersikap terapeutik pada klien. Selalu
penuhi janji, kontak singkat tapi sering dan penuhi kebutuhan dasarnya adalah upaya
yang bisa di lakukan.
a. Tujuan umum
1. klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara optimal
Kriteria hasil :
klien dapat menunjukan ekspresi wajah bersahabat
menunjukan rasa sayang
ada kontak mata
mau berjabat tangan
mau menjawab salam
mau menyebut nama
mau berdampingan dengan perawat
mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Tindakan keperawatan :
bina hubungan salinf percaya dengan prinsip terapeutik
sapa klien dengan ramah
tanyakan nama lengkap klien, dan nama panggilan yang disukai
jelaskan tujaun pertemuan
tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
beri perhatian pada klien dan penuhi kebutuhan klien
2. klien mampu menyebutkan penyebab isolasi social atau tidak berhubungan
dengan orang lain
Kriteria hasil :
klien dapat menyebutkan penyebab isolasi social atau tidak
berhubungan dengan orang lain berasal dari diri sendiri, orang lain
dan lingkungan.
Tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang
lain.
Tindakan keperawatan :
Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain.
Berikan reinforcement positif atau pujian terhadap kemampuan
klien dalam mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
Kriteria hasil :
Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
Tindakan keperawatan :
Kaji pengetahuan klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang kerigian tidak berhubungan dengan orang lain.
Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain.
Berikan reinforcement positif atau pujian terhadap kemampuan
klien dalam me
4. klien dapat menjelakan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
(social).
Kriteria hasil :
Tindakan keperawatan :
Kriteria hasil :
Tindakan keperaawatan :
E. Implementasi
Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi social kadang-
kadang perlu waktu yang lama dan interaksi yang singkat dan sering, Karena tidak
mudah bagi pasien untuk percaya pada orang lain. Untuk mahasiswa sebagai perawat
harus konsisten bersikap terapeutik kepada pasien. Selalu penuhi janji adalah salah
satu upaya yang bisa dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan hasil.
Bila pasien sudah percaya dengan perawat, maka asuhan keperawatan akan mudah
dilaksanakan.
Untuk mampu berinteraksi dengan orang lain secara optimal, klien juga
harus dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai program. Klien
gangguan jiwa yang di rawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga
akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bia kekambuhan terjadi maka untuk
mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu klien perlu dilatih
menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
2. SP 2
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Memberikan kesmpatan kepada klien untuk mempraktikkan cara
berkenalan dengan satu orang
c. Membantu klien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
Orientasi
“Selamat pagi S! Bagaimana perasaan S hari ini?”
“Sudah diingat-ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan? Coba
sebutkan lagi sambil bersalaman dengan suster!” “Bagus sekali, S
masih ingat. Nah, seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba
berkenalan dengna teman saya, perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10
menit.”
“Ayo kita temui perawat N di sana!”
Kerja
(Bersama-sama S, perawat mendekati perawat N)
“Selamat pagi perawat N, S ingin berkenalan dengan N. Baiklah S, S
bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktikka
kemari.” (Pasien mendemonstrasikan cara berkenalan dnegan perawat
N. Memberi salam, menyebutkan nama, menanyakan nama perawat,
dan seterusnya.)
“Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N? Coba tanyakan
tentang keluarga perawat N!”
“Jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S dapat menudahi
perkenalan ini. Lalu S, bisa buat janji untuk bertemu lagi dengan
perawat N, misalnya jam 1 siang nanti.” “Baiklah perawat N, karena S
sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali keruangan S.
Selamat pagi!” (Bersama pasien, perawat H meninggalkan perawat N
untuk melakukan terminasi dengan S di tempat lain.)
Terminasi
“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengna perawat N?”
“S tampak bagus sekali saat berkenala tadi.” “Pertahankan terus apa
yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain
supaya perkenalan berjalan lancar, misalnya menanyakan keluarga,
hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain?
Mari kita masukkan kedalam jadwal. Mau berapa kali sehari?
Bagaimana kalau 2 kali. Baik, nanti S coba sendiri. Besok kita latihan
lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok!”
3. SP 3
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Memberikan kesempatan kepada klien untuk berkenalan dengan dua
orang atau lebih
c. Menganjurkan klien untuk memasukkan kegiatan ini kedalam
jadwal harian.
Orientasi
“Selamat pagi S! Bagaimana perasaan S hari ini?”
“Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang (jika
jawaban pasien, ya, perawat dapat melanjutkan komunikasi
berikutnya dengan pasien lain).”
“Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N
kemarin siang?” “Bagus sekali S menjadi senang karena punya
teman lagi!” “Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”
“Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan teman
seruangan S yang lain, yaitu O. Seperti biasa, kira-kira 10 menit.
Mari kita temui dia diruang makan.”
Kerja
(Bersama-sama S, perawat mendekati pasien lain)
“Selamat pagi, ini ada pasien saya yang ingin berkenalan.”
“Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengan nya seperti yang
telah S lakukan sebelumnya.”(Pasien mendemontrasikan cara
berkenlaan: memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan,
asal, hobi, dan menanyakan hal yang sama.) “Ada lagi yang ingin S
tanyakan kepada O? Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S
bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu lagi,
misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti (S membuat janji untuk
bertemu kembali dengan O).”
“Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan
kembali ke ruangan S. Selamat pagi (Bersama pasien perawat
meninggalkan O untuk melakukan terminasi dengan S di tempat
lain).
Terminasi
“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O?”
“Dibandingkan kemarin pagi, S tampak lebih baik ketika
berkenalan dengan O. Pertahankan apa yang sudah S lakukan tadi.
Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore nanti.”
“Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-
cakap dengan orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian.
Jadi, satu hari S dapat berbincang-bincang dengan orang lain
sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S
bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan pasien yang baru
dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain lagi
secara bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”
“Baiklah, besok kita bertemu lagi untuk membicarakan pengalaman
S. Pada jam yang sama dan tempat yang sama ya.”
“Sampai besok!”
PENUTUP
A. Kesimpulan
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena
merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa,
pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan
dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan
tidak sanggup berbagi pengalaman.
Penyebab dari Isolasi Sosial di antaranya disebabkan oleh :
1. Faktor Predisposisi:
a. Faktor Perkembangan
b. Faktor Biologis
c. Faktor Sosio-kultural
d. Faktor dalam Keluarga
2. Faktor Prespitasi
a. Stres Sosiokultural
b. Stres Psikologis
Prinsip Keperawatan pada isolasi social yang harus diperhatikan diantaranya :
Psikoterapeutik, Berkomunikasi dengan pasien secara jelas dan terbuka, Kenal dan dukung
kelebihan klien, Bantu klien mengurangi ansietasnya ketika hubungan interpersonal,
Kegiatan hidup sehari-hari.
B. Saran
Adapun saran yang diberikan kelompok agar tercapai kesehatan jiwa yang optimal
adalah:
1. Diharapkan kepada keluarga klien apabila sudah pulang maka keluarga tetap
melakukan kontrol ke RSJ.
2. Diharapkan adanya kerja sama dengan baik antara dokter, perawat dan tim medis
lainnya guna memperlancar proses keperawatan.
3. Diharapkan kepada keluarga harus sering mengunjungi klien ke RSJ karena dapat
membantu proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA