Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN JIWA
: ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI

Tugas Pada Mata Kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa II


Program Studi Ilmu Keperawatan Reg-A1 Semester 5

Dosen Pengampu:
1. Ns. Mareta Akhriansyah, S.Kep., M.Kep
2. Ns. Raden Surahmat, S.Kep., M.Kes., M.Kep
3. Ns. Nuriza Agustina, S.Kep., M.Kes., M.Kep

Disusun Oleh Kelompok :


1. Dinda Merinda 19.14201.30.15
2. Eisnaini Sawalila 19.14201.30.12
3. Fadhil Abiyyu Akhmad 19.14201.30.21
4. Fajar Eka Susanti 19.14201.30.13

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2021/202
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya
tentu kami belum dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpa curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat kelak.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
penulis.

Kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan tidak terhingga kepada:


1. Ns. Mareta Akhriansyah, S.Kep., M.Kep
2. Ns. Raden Surahmat, S.Kep., M.Kes., M.Kep
3. Ns. Nuriza Agustina, S.Kep,. M.Kes,. M.Kep
4. Teman–teman yang turut serta dalam menyelesaikan makalah ini.
5. Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu.
Semoga makalah ini bermanfaat baik pembaca maupun penulis, Kami menyadari,
makalah yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangunakan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 16 Oktober 2021


Penyusun

Kelompok

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................1

DAFTAR ISI........................................................................................................................................2

BAB I.........................................................................................................................................3

PENDAHULUAN......................................................................................................................3

1.1Latar Belakang..........................................................................................................................3

1.2 Rumusan masalah....................................................................................................................4

1.3 Tujuan penulisan.....................................................................................................................4

BAB II........................................................................................................................................5

PEMBAHASAN........................................................................................................................5

2.1 Konsep Isolasi Sosial Menarik diri........................................................................................5

2.2 Rentang Respon.........................................................................................................................6

2.3 Patofisiologi.............................................................................................................................7

2.4 Manifestasi Klinis.....................................................................................................................8

2.5 Mekanisme Koping...................................................................................................................9

2.6 Komplikasi...............................................................................................................................10

2.7 Penatalaksanaan Medis...........................................................................................................10

2.8 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.............................................................................13

BAB III...............................................................................................................................................24

PENUTUP..........................................................................................................................................24

3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................24

3.2 Saran.........................................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................25

2
BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Sehat menurut WHO adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial,
bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan, tidak hanya terbebas dari
penyakit serta kelemahan. Gambaran menurut penelitian WHO (2009), prevalensi masalah
kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa
saat ini dan 25% penduduk dunia diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia
tertentu hidupnya. Usia ini biasanya terjadi pada dewasa muda antara 18-20 tahun 1%
diantaranya adalah gangguan jiwa berat, potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa
memang tinggi, setiap saat 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan
jiwa, saraf maupun perilaku. Salah satu bentuk gangguan jiwa yang paling banyak terjadi
di seluruh dunia adalah gangguan jiwa skizofrenia.
Prevalensi skizofrenia didunia 0,1 per mil dengan tanpa memandang perbedaan
status sosial atau budaya. Menurut National Institute of Mental Health gangguan jiwa
mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang
menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian tersebut akan memberikan andil meningkatnya
prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di berbagai Negara. Berdasarkan hasil
sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan 26,2% penduduk yang
berusia 18-30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa, jika prevalensi gangguan jiwa
diatas 100 jiwa per 1000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per
1000 penduduk.
Hasil Riset Dasar Kesehatan Nasional Tahun 2007, menyebutkan bahwa sebanyak
0,46 per mil masyarakat Indonesia mengalami gangguan jiwa berat. Mereka adalah yang
diketahui mengidap skizofrenia dan mengalami gangguan psikotik berat (Depkes RI,
2007).
Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di Provisi Daerah Khusus
Ibu Kota Jakarta (24,3%), di ikuti Nangroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatra Barat
(17,7%), NTB (10,9%), Sumatera Selatan (9,2%), dan Jawa Tengah (6,8%) (Depkes RI,
2008).
Kebijakan Pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa tercantum dalam
Undang- Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan jiwa, disebutkan dalam pasal 149
ayat (2) mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan
perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar,
menggelandang,mengancam keselamatan dirinya dan mengganggu ketertiban atau
keamanan umum, termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan
jiwa untuk masyarakat miskin.
Peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa juga terjadi di Sumatera Utara, jumlah
pasien meningkat 100 persen dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada awal
2008, RSJ Sumut menerima sekitar 50 penderita per hari untuk menjalani rawat inap dan
sekitar 70-80 penderita untuk rawat jalan. Sementara pada 2006-2007, RSJ hanya
menerima 25-30 penderita per hari.
Peran perawat dalam penanggulangan klien dengan gangguan konsep diri : Isolasi
Sosial Menarik Diri meliputi peran promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Pada peran
promotif,perawat meningkatkan dan memelihara kesehatan mental melalui penyuluhan dan
pendidikan untuk klien dan keluarga. Dari aspek preventif yaitu untuk meningkatkan

3
kesehatan mental dan pencegahan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri.
Sedangkan pada peran kuratif perawat merencanakan dan melaksanakan rencana tindakan
keperawatan untuk klien dan keluarga. Kemudian peran rehabilitative berperan pada follow
up perawat klien dengan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri melalui
pelayanan di rumah atau home visite.

1.2 Rumusan masalah

Mampu menggambarkan asuhan keperawatan kepada klien yang mengalami isolasi


sosial menarik diri.

1.3 Tujuan penulisan

Agar pembaca dapat memahami tentang asuhan keperawatan kepada klien yang
mengalami isolasi sosial menarik diri.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Isolasi Sosial Menarik Diri.

2.1.1 Definisi
Isolasi sosial menurut Townsend, dalam Kusumawati F dan Hartono Y (2010) adalah
suatu keadaan kesepian yang dirasakan seseorang karena orang lain menyatakan negatif dan
mengancam. Sedangkan Menarik diri adalah usaha menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi
perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalanya (Depkes, 2006 dalam Dermawan D dan Rusdi,
2013).
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasin merasa ditolak,
tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
disekitarnya (Keliat, 2011).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat
didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negative atau mengancam
(Nanda-1,2012).
Jadi isolasi sosial Menarik diri adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang
karena merasa ditolak, tidak diterima, dan bahkan pasien tidak mampu berinteraksi untuk
membina hubungan yang berarti dengan orang lain disekitarnya.

2.1.2 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam
perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang
nantinya akan dapat menimbulkan masalah.

b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan
lingkungan di luar keluarga.

5
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi social atau mengasingkan diri dari dari lingkungan social merupakan suatu
faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini di sebabkan oleh
norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota yang tidak produktif
seperti usia lanjut, penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan
sosialnya. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan social
adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan
social memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran
dan bentuk sel-sel.

2. Faktor Presipitasi
a. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor
sosial budaya seperti keluarga.

b. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan
individu untuk mengatasinya.

3. Perilaku
Perilaku pada klien gangguan social menarik diri yaitu: kurang sopan, apatis, sedih,
afek tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun, menyendiri, kurang peka
terhadap lingkungan, kurang energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti janin saat tidur.
Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak mempercayai orang lain,
sikap bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoia.

2.2 Rentang Respon

Rentang respon berhubungan dapat berfluktuasi dari respons berhubungan adaktif


sampai maladaktif.

Respon Adatif Respon Maladatif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik Diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narsisisme
Saling Ketergantungan

1) Respon Adaktif
Respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih dapat di terima oleh norma-
norma sosial dan budaya yang umum berlaku ( masih dalam batas normal), meliputi:
a) Menyendiri/solitude
Respon seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosial
dan juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah berikutnya.
b) Otonomi

6
Kemampuang individu menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan
dalam hubungan sosial.
c) Bekerja Sama
Kondisi hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling memberi dan
menerima.
d) Saling Tergantung (interdependen)
Suatu hubungan saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.

2) Respon Maladaktif
Respon individu dalam penyelesaianmasalah menyimpang dari norma-norma sosial dan
budaya lingkungannya, meliputi:
a) Manipulasi
Orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian
orang lain dan individu cend erung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada
orang lain.
b) Implusif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, dan tidak
dapaat diandalkan.
c) Narkisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung.

2.3 Patofisiologi

Menurut Stuart and Sundeen (1998). Salah satu gangguan berhubungan sosial
diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh perasaan tidak
berharga, yang bias dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangan
hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai
dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi (Ernawati Dalami
dkk,,2009,Hal.10).

.
Pattern of Parenting Inefectieve coping Lack of Development Stressor internal and
(Pola Asuh Keluarga) (Koping individu tidak Task(Gangguan Tugas external (stress internal dan
efektif) Perkembangan) eksternal)

Misal : Misal : Misal : Misal :


Pada anak yang kelahirannya Saat individu Kegagalan,menjalin Stress terjadi akibat ansietas
tidak dikehendaki (unwanted Menghadapi kegagalan hubungan intim yang berkepanjangan dan
child) akibat kegagalan KB, mengalahkan orang dengan sesama jenis terjadi bersamaan dengan
hamil diluar nikah, jenis lain, ketidakberday aan atau lawan jenis, tidak keterbatasan kemampuan
kelamin yang tidak mengangkat tidak mampu mandiri individu untuk mengatasi.
diinginkan, bentuk fisik mampu menghadapi Ansietas terjadi akibat

7
kurang menawan kenyataan dan menarik berpisah dengan orang
menyebabkan keluarga diri dari lingkungan. terdekat, hilang pekerjaan
mengeluarkan komentar atau orang yang dicintai.
komentar negative,
merendahkan, menyalahkan
anak

HARGA DIRI RENDAH


KRONIS

ISOLASI DIRI

(Iyus Yosep,2007,Hal.230).

2.4 Manifestasi Klinis

a) Tanda dan Gejala


Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi social akan ditemukan data objektif
meliputi apatis, ekspresi wajah sedih, afek tumpul, menghindar dari orang lain,klien tampak
memisahkan diri dari orang lain, komunikasi kurang, klien tampak tidak bercakap-cakap
dengan klien lain atau perawat, tidak ada kontak mata atau kontak mata kurang, klien lebih
sering menunduk, berdiam diri dikamar. Menolak berhubungan dengan orang lain, tidak
melakukan kegiatan sehari-hari, meniru posisi janin pada saat lahir, sedangkan untuk data
Subjektif sukar didapat, jika klien menolak komunikasi, beberapa data subjektif adalah
menjawab dengan singkat dengan kata-kata “tidak, “ya” dan tidak tahu”.
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi sosial: menarik diri menurut
Dermawan D dan Rusdi (2013) adalah sebagai berikut:
a. Gejala Subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Respon verbal kurang atau singkat
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9) Klien merasa ditolak

b. Gejala Objektif

8
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Tidak mengikuti kegiatan
3) Banyak berdiam diri di kamar
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6) Kontak mata kurang
7) Kurang spontan
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan)
9) Ekpresi wajah kurang berseri
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11) Mengisolasi diri
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13) Memasukan makanan dan minuman terganggu
14) Retensi urine dan feses
15) Aktifitas menurun
16) Kurang enenrgi (tenaga)
17) Rendah diri
18) Postur tubuh berubah,misalnya sikap fetus/janin (khusunya pada posisi tidur).

b) Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon social maladaktif menggunakan berbagai mekanisme
dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis
masalah hubungan yang spesifik (Gail,W Stuart 2006).
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisocial antara lain
proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan gangguan
kepribadian ambang splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain,
merendahkan orang lain dan identifikasi proyeksi.
c) Sumber koping
Menurut Gail W. Stuart 2006, sumber koping berhubungan dengan respon social mal-
adaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan dengan
hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal
misalnya kesenian, music atau tulisan (Ernawati Dalami dkk,2009,Hal.10).

2.5 Mekanisme Koping


Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme koping yang sering
digunakan adalah proyeksi, splitting (memisah) dan isolasi. Proyeksi merupakan keinginan
yang tidak mampu ditoleransi dan klien mencurahkan emosi kepada orang lain karena
kesalahan sendiri. Splitting merupakan kegagalan individu dalam menginterpretasikan
dirinya dalam menilai baik buruk. Sementara itu, isolasi adalah perilaku mengasingkan diri
dari orang lain maupun lingkungan (Sutejo, 2017).

9
2.6 Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa
lalu primitif antara lain pembicaraan yang austistik dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan
kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensosi persepsi: halusinasi,
mencederai diri sendri, orang lain serta lingkungan dan penurunan aktifitas sehingga dapat
menyebabkan defisit perawatan diri (Damaiyanti, 2012)

2.7 Penatalaksanaan Medis

Isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka
jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah :
a. Psikofarmakologi
Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat. Obat yang
digunakan untuk gangguan jiwa disebut dengan psikofarmaka = psikoterapika =
phrenotropika. Terapi gangguan jiwa dengan menggunakan obat-obatan disebut dengan
psikofarmakoterapi = medikasi psikoterapi yaitu obat yang mempunyai efek terapeutik
langsung pada proses mental penderita karena kerjanya pada otak/sistem saraf pusat. Obat
yang bekerjanya secara efektif pada SSP dan mempunyai efek utama terhadap aktifitas
mental, serta mempunyai efek utama terhadp aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk
terapi gangguan psikiatri 1. Psikofarmakakologi yang lazim digunakan pada gejala isolasi
sosial adalah obat-obatan antipsikosis seperti:
1) Chlorpromazine
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan gaduh gelisah,
hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan, dan perilaku. Mekanisme kerja
memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak terutama pada sistem limbik dan
sistem ekstrapiramidal. Efek samping penggunaan Chlorpromazine injeksi sering
menimbulkan hipotensi ortostatik.
2) Haloperidol
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri,
perasaan tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi.Mekanisme
kerja memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak terutama pada sistem limbik
dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping sering menimbulkan gejala ekstrapiramidal.
3) Triflouperazine
Indikasi gangguan mental dan emosi ringan, kondisi neurotik/psikosomatis, ansietas,
mual dan muntah. Efek samping sedasi d an inhibisi psikomotor.

b. Terapi
1) Trihexy Phenidyl (THP)

Indikasi: Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk paksa ersepalitis dan idiopatik,
sindrom Parkinson, akibat obat misalnya reserpine dan fenotiazine. Efek samping: Sedasi dan
inhibisi psikomotor gangguan otonomik.

10
2) Terapi Psikososial

Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam proses
terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan tenang,
menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya,
memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah,
sopan, dan jujur kepada pasien (Videbeck, 2012)

3) Terapi Individu

Terapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada individu dengan
cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilaku-perilakunya. Terapi ini meliputi
hubungan satu-satu antara ahli terapi dan klien(Videbeck, 2012). Terapi individu juga
merupakan salah satu bentuk terapi yang dilakukan secara individu oleh perawat kepada
kliensecara tatap muka perawat-klien dengan cara yang terstruktur dan durasi waktu tertentu
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Zakiyah, 2018). Salah satu bentuk terapi individu
yang bisa diberikan oleh perawat kepada klien dengan isolasi sosial adalah pemberian strategi
pelasanaan (SP). Dalam pemberian strategi pelaksanaan klien dengan isolasi sosial hal yang
paling penting perawat lakukan adalah berkomunikasi dengan teknik terapeutik. Komunikasi
terapeutik adalah suatu interaksi interpersonal antara perawat dank klien, yang selama
interaksi berlangsung, perawat berfokus 14 pada kebutuhan khusus klien untuk meningkatkan
pertukaran informasi yang efektif antara perawat dan Klien (Videbeck, 2012). Semakin baik
komunikasi perawat, maka semakin bekualitas pula asuhan keperawatan yang diberikan
kepadaklien karena komunikasi yang baik dapat membina hubungan saling percaya antara
perawat dengan klien, perawat yang memiliki keterampilan dalam berkomunikasi secara
terapeutik tidak saja mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, tapi juga dapat
menumbuhkan sikap empati dan caring, mencegah terjadi masalah lainnya, memberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan serta memudahan dalam mencapai tujuan
intevensi keperawatan (Sarfika, 2018).

4) Terapi Aktivitas Kelompok

Menurut Keliat (2015) terapi aktivitas kelompok sosialisasi merupakan suatu rangkaian
kegiatan kelompok dimana klien dengan masalah isolasi sosial akan dibantu untuk
melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitarnya. Sosialissai dapat pula
dilakukan secara bertahap dari interpersonal, kelompok, dan massa). Aktivitas yang
dilakukan berupa latihan sosialisasi dalam kelompok, dan akan dilakukan dalam 7 sesi
dengan tujuan:

Sesi 1 : Klien mampu memperkenalkan diri

Sesi 2 : Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok

Sesi 3 :Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok

Sesi 4 : Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan

11
Sesi 5 : Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain

Sesi 6 : Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok

Sesi 7 : Klien mampu menyampaikan pendapat tentang mamfaat kegiatan TAKS yang telah
dilakukan.

5) Terapi Okupasi
Terapi okupasi yaitu Suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melaksanakan aktifitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat, meningkatkan harga diri seseorang, dan penyesuaian diri dengan
lingkungan. Contoh terapi okupasi yang dapat dilakukan di rumah sakit adalah terapi
berkebun, kelas bernyanyi, dan terapi membuat kerajinan tangan yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan klien dalam keterampilan dan bersosialisasi (Elisia, 2014).

6) Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan pada kasus-kasus gangguan jiwa ternyata juga banyak manfaat.
Misalnya angkat rawat inap pada klien skizofrenia yang mengikuti kegiatan keagamaaan
lebih rendah bila dibandingan dengan mereka yang tidak mengikutinya (Dadang, 1999 dalam
Yosep 2009).
Menurut Zakiah Darajat, perasaan berdosa merupakan faktor penyebab gangguan jiwa
yang berkaitan dengan penyakit-penyakit psikosomatik. Hal ini diakibatkan karena
seseorang merasa melakukan dosa tidak bisa terlepas dari perasaan tersebut (Yosep, 2009).
Penerapan psikoreligius terapi di rumah sakit jiwa menurut Yosep (2009) meliputi:
a. Perawat jiwa harus dibekali pengetahuan yang cukup tentang agamanya/ kolaborasi dengan
agamawan atau rohaniawan.
b. Psikoreligius tidak diarahkan untuk mengubah agama Kliennya tetapi menggali sumber
koping.
c. Memadukan milieu therapy yang religius; kaligrafi, ayat-ayat, fasilitas ibadah, bukubuku,
music/lagu keagamaan.
d. Dalam terapi aktifitas diajarkan kembali cara-cara ibadah terutama untuk pasien
rehabilitasi. 16
e. Terapi kelompok dengan tema membahas akhlak, etika, hakikat hidup didunia, dan
sebagainya.

Untuk klien dengan isolasi sosial terapi psikoreligius dapat bermanfaat dari aspek
autosugesti yang dimana dalam setiap kegiatan religius seperti sholat, dzkir, dan berdoa berisi
ucapan-ucapan baik yang dapat memberi sugesti positif kepada diri klien sehingga muncul
rasa tenang dan yakin terhadap diri sendiri (Thoules, 1992 dalam Yosep, 2010). Menurut
Djamaludin Ancok (1989) dan Ustman Najati (1985) dalam Yosep (2009) aspek
kebersamaan dalam shalat berjamaah juga mempunyai nilai terapeutik, dapat menghindarkan
seseorang dari rasa terisolir, terpencil dan tidak diterima.
7) Rehabilitasi
Program rehabilitasi biasanya diberikan di bagian lain rumah sakit yang dikhususkan
untuk rehabilitasi. Terdapat banyak kegiatan, antaranya terapi okupasional yang meliputi
kegiatan membuat kerajinan tangan, melukis, menyanyi, dan lain-lain. Pada umumnya
program rehabilitasi ini berlangsung 3-6 bulan (Yusuf, 2019).

12
8) Program Intervensi Keluarga
Intervensi keluarga memiliki banyak variasi, namun pada umumnya intervensi yang
dilakukan difokuskan pada aspek praktis dari kehidupan sehari-hari, memberikan pendidikan
kesehatan pada keluarga tentang isolasi sosial, mengajarkan bagaimana cara berhubungan
yang baik kepada anggota keluarga yang memiliki masalah kejiwaan (Yusuf, 2019).

2.8 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.8.1 Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat
klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi:
1. Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS
2. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang
atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan
kegiatan sehari ± hari , dependen.
3. Faktor Predisposisi
Meliputi Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak
realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur
sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan, dicerai suami ,
putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan, dipenjara
tiba ± tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri
sendiri yang berlangsung lama.
4. Aspek Fisik / Biologis
Meliputi hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial meliputi :
a. Konsep diri:
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima
perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.Menolak penjelasan perubahan
tubuh , persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang ,
mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu
mengambil keputusan.
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua, putus
sekolah, PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang
terlalu tinggi.
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan
hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri. Klien
mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social dengan orang lain
terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.

13
6) Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat
memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan
perawat.
1) Penampilan
Biasanya pada Klien menarik diriklien tidak terlalu memperhatikan penampilan,
biasanya penampilan tidak rapi, cara berpakaian tidak seperti biasanya (tidak tepat).
2) Pembicaraan
Cara berpakaian biasanya di gambarkan dalam frekuensi, volume dan karakteristik.
Frekuansi merujuk pada kecepatan Klien berbicara dan volume di ukur dengan berapa
keras klien berbicara. Observasi frekuensi cepat atau lambat, volume keras atau lambat,
jumlah sedikit, membisu, dan di tekan, karakteristik gagap atau kata-kata bersambungan.
3) Aktifitas Motorik
Aktifitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik klien. Tingkat aktifitas : letargik,
tegang, gelisah atau agitasi. Jenis aktifitas : seringai atau tremor. Gerakan tubuh yang
berlebihan mungkin ada hubunganya dengan ansietas, mania atau penyalahgunaan
stimulan. Gerakan motorik yang berulang atau kompulsif bisa merupakan kelainan obsesif
kompulsif.
4) Alam Perasaan
Alam perasaan merupakan laporan diri klien tentang status emosional dan cerminan
situasi kehidupan klien. Alam perasaan dapat di evaluasi dengan menanyakan pertanyaan
yang sederhana dan tidak mengarah seperti “bagaimana perasaan anda hari ini” apakah
klien menjawab bahwa ia merasa sedih, takut, putus asa, sangat gembira atau ansietas.
5) Afek
Afek adalah nada emosi yang kuat pada klien yang dapat di observasi oleh perawat
selama wawancara. Afek dapat di gambarkan dalam istilah sebagai berikut : batasan,
durasi, intensitas, dan ketepatan. Afek yang labil sering terlihat pada mania, dan afek yang
datar,tidak selaras sering tampak pada skizofrenia.
6) Persepsi
Ada dua jenis utama masalah perseptual : halusinasi dan ilusi. Halusinasi di definisikan
sebagai kesan atau pengalaman sensori yang salah. Ilusi adalah persepsi atau respon yang
salah terhadap stimulus sensori. Halusinasi perintah adalah yang menyuruh klien
melakukan sesuatu seperti membunuh dirinya sendiri, dan melukai diri sendiri.
7) Interaksi Selama Wawancara
Interaksi menguraikan bagaimana klien berhubungan dengan perawat. Apakah klien
bersikap bermusuhan,tidak kooperatif, mudah tersinggung, berhati-hati, apatis,
defensive,curiga atau sedatif.
8) Proses Pikir
Proses pikir merujuk “ bagaimana” ekspresi diri klien proses diri klien diobservasi
melalui kemampuan berbicaranya. Pengkajian dilakukan lebih pada pola atas bentuk
verbalisasi dari pada isinya.
9) Isi Pikir
Isi pikir mengacu pada arti spesifik yang diekspresikan dalam komunikasi klien.
Merujuk pada apa yang dipikirkan klien walaupun klien mungkin berbicara mengenai
berbagai subjek selama wawancara, beberapa area isi harus dicatat dalam pemeriksaan
status mental. Mungkin bersifat kompleks dan sering disembunyikan oleh klien.
10) Tingkat Kesadaran
Pemeriksaan status mental secara rutin mengkaji orientasi klien terhadap situasi
terakhir. Berbagai istilah dapat digunakan untuk menguraikan tingkat kesadaran klien
seperti bingung, tersedasi atau stupor.

14
11) Memori
Pemeriksaan status mental dapat memberikan saringan yang cepat tehadap masalah-
masalah memori yang potensial tetapi bukan merupakan jawaban definitif apakah
terdapat kerusakan yang spesifik. Pengkajian neurologis diperlukan untuk menguraikan
sifat dan keparahan kerusakan memori. Memori didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mengingat pengalaman lalu.
12) Tingkat Konsentrasi Dan Kalkulasi
Konsentrasi adalah kemampuan klien untuk memperhatikan selama jalannya
wawancara.Kalkulasi adalah kemampuan klien untuk mengerjakan hitungan sederhana.
13) Penilaian
Penilaian melibatkan perbuatan keputusan yang konstruktif dan adaptif termasuk
kemampuan untuk mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari hubungan.
14) Daya Titik Diri
Penting bagi perawat untuk menetapkan apakahklien menerima atau mengingkari
penyakitnya.

7) Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya pada orang
orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).
8) Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,Psikomotor, therapy
okupasional, TAK , dan rehabilitas.

2.8.2 Pohon Masalah

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi


Pendengaran/penciuman/pengecapan/perabaan.

Isolasi sosial

Harga Diri Rendah

2.8.3 Diagnosa Keperawatan


Menurut Sutejo (2017) diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan
gejala isolasi sosial yang ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan tanda dan gejala
isolasi sosial, maka diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah:
a. Isolasi sosial
b. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
c. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

15
2.8.4 Intervensi Keperawatan
Setelah mengetahui diagnosa keperawatan pada klien dengan isolasi sosial, langkah
selanjutnya yaitu menyusun perencanaan tindakan keperawatan. untuk membina hubungan
saling percaya dengan klien isolasi sosil perlu waktu yang tidak sebentar. perawat harus
konsisten bersikap terapeutik pada klien. Selalu penuhi janji, kontak singkat tapi sering dan
penuhi kebutuhan dasarnya adalah upaya yang bisa dilakukan (Trimelia, 2011).
Tabel 2.3 Rencana Keperawatan Dengan Isolasi Sosial
Diagnosis Tujuan Kriteria Intervensi Rasional
keperawatan (TUM/TUK) Evaluasi
Isolasi sosial TUM: Klien dapat Setelah 1x 1.1 Bina hubungan Membina hubungan
interaksi, Klien
berinteraksi dengan saling percaya dengan saling percaya dengan
menunjukan tanda-
orang lain. TUK 1: tanda percaya mengemukakan prinsip Klien. kontak yang jujur,
kepada perawat:
Klien dapat komunikasi terapeutik : singkat, dan konsisten
a.Ekspresi wajah
membina hubungan cerah, tersenyum a. Mengucapkan dengan perawat dapat
b.Mau berkenalan
saling percaya salam terapeutik. Sapa membantu Klien
c.Ada kontak mata
d.Bersedia Klien dengan ramah, membina kembali
menceritakan
baik verbal ataupun non interaksi penuh percaya
perasaan e.Bersedia
mengungkap kan verbal. dengan orang lain.
masalah
b. Berjabat tangan
dengan Klien.
c. Perkenalkan diri
dengan sopan.
d. Tanyakan nama
lengkap Klien dan nama
pangglian yang disukai
Klien.
e. Jelaskan tujuan
pertemuan
f. Membuat kontak
topik, waktu, dan tempat
setiap kali bertemu
Klien.
g. Tunjukan sikap
empati dan menerima

16
Klien apa adanya.
h. Beri perhatian
kepada Klien dan
perhatian kebutuhan
dasar Klien.
TUK 2: Klien 2.1 .Tanyakan pada Dengan mengetahui
a.Klien dapat
mampu menyebutkan Klien tentang : tanda dan gejala isolasi
minimal satu
menyebutkan a. Orang yang tinggal sosial yang muncul,
penyebab isolasi
penyebab isolasi sosial. b.Penyebab serumah atau sekamar perawat dapat
munculnya isolasi
social dengan Klien. menentukan langkah
sosial: diri sendiri,
orang lain,dan b. Orang yang paling intervensi selanjutnya.
lingkungan
dekat dengan Klien
dirumah atau ruang
perawatan.
c. Hal apa yang
membuat Klien dekat
dengan orang tersebut.
d. Orang yang tidak
dekat dengan Klien,
baik dirumah atau di
ruang perawatan.
e. Apa yang membuat
Klien tidak dekat
dengan orang tersebut.
f. Upaya yang sudah
dilakukan agar dekat
dengan orang lain.
2.2 Diskusikan
dengan Klien penyebab
isolasi sosial atau tidak
mau bergaul dengan
orang lain
2.3 Beri pujian
terhadap kemampuan
17
Klien dalam
mengungkap kan
perasaan
TUK 3: Klien 3.1 tanyakan kepada Perbedaan seputar
Kriteria Evaluasi:
mampu Klien dapat Klien tentang: manfaat hubugan sosial
menyebutkan
menyebutkan a. Manfaat hubungan dan kerugian isolasi
keuntungan dalam
keuntungan berhubugan sosial sosial sosial membantu Klien
seperti:
berhubungan sosial b. Kerugian isolasi mengidentifi kasi apa
a. Banyak teman
dan kerugian dari b. Tidak kesepian sosial yang terjadi pada dirinya,
c. Bisa diskusi
isolasi sosial. 3.2. Diskusikan sehingga dapat diambil
d. Saling menolong
2.Klien dapat bersama Klien tentang langkah untuk mengatasi
menyebutkan
manfaat berhubungan masalah ini. Penguatan
kerugian menarik
diri, seperti: sosial dan kerugian dapat membantu
a. sendiri
isolasi sosial meningkatka n harga diri
b. keseptian
c. tidak bisa diskusi 3.3. Beri Pujian Klien.
terhadap kemampuan
Klien dalam
mengungkapkan
perasaannya.
TUK 4: Klien Kriteria evaluasi : 4.1 Observasi perilaku Dengan kehadiran orang
dapat melaksanaka a.Klien dapat Klien ketika yang tepat dapat
melaksanakan
n hubungan sosial hubungan sosial berhubungan sosial dipercaya memberi Klien
secara bertahap. secara bertahap 4.2 Jelaskan kepada rasa aman dan
dengan: Perawaat,
perawat lain, Klien Klien cara berinteraksi terlindungi Setelah dapat
lain, keluarga dan dengan orang lain berinteraksi dengan
kelompok.
4.3 Berikan contoh cara orang lain dan memberi
berbicara dengan orang kesempatan Klien dalam
lain mengikuti aktifitas
4.4 Beri kesempatan kelompok, Klien merasa
kepada Klien lebih berguna dan rasa
mempraktikan cara percaya diri Klien dapat
berinteraksi dengan tumbuh kembali.
orang yang dilakukan di
hadapan perawat
18
4.5 Bantu Klien
berinteraksi dengan
salah satu orang, teman
atau anggota keluarga
4.6 Bila Klien sudah
menunjukan kemajuan,
tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua,
tiga, empat orang dan
seterusnya
4.7 Beri pujian untuk
setiap kemajuaan
interaksi yang telah
dilakukan
4.8 Latih Klien
bercakap-cakap dengan
anggota keluarga saat
melakukan kegiatan
harian dan kegiatan
rumah tangga
4.9 Latih Klien
bercakap-cakap saaat
melakukan kegiatan
sosial misalnya: belanja
ke warung, ke pasar, ke
kantor pos, ke bank,
dan lain-lain.
4.10 Siap
mendengarkan ekspresi
perasaan Klien setelah
berinteraksi dengan
orang lain. mungkin
Klien akan
mengungkapkan
19
keberhasilan atau
kegagalan beri
dorongan terus-menerus
agar Klien tetap
semangat meningkatkan
interaksinya.
TUK 5: Klien 5.1 Diskusikan dengan Ketika Klien merasa
Kriteria Evaluasi:
mampu Klien dapat Klien tentang dirinya lebih baik dan
menjelaskan menjelaskan perasaannya setelah mempunyai makna,
perasaannya
perasaannya setelah berhubngan berhubungan sosial interaksi sosial dengan
setelah berhubugan sosial dengan: dengan: Orang lain dan orang lain dapat
Orang lain,
sosial kelompok. kelompok. ditingkatkan
5.2 Beri pujian terhadap
kemampuan Klien
mengungkapkan
perasaannya
TUK 6 : Klien 6.1 Diskusikan Dukungan dari keluarga
Kriteria Evaluasi:
mendapat keluarga dapat pentingnya peran serta merupakan bagian
dukungan keluarga menjelaskan keluarga sebgai penting dari rehabilitasi
tentang:
dalam memperluas a. isolasi sosial pendukung untuk Klien.
hubungan social beserta tanda dan mengatasi perilaku
gejalannya.
b. penyebab dan isolasi sosial
akibat dari isolasi 6.2 Diskusikan potensi
sosial.
c. Cara merawat keluarga untuk
Klien isolasi social membantu Klien
mengatasi perilaku
isolasi sosial.
6.3 Jelaskan pada
keluarga tentang:
a. Isolasi sosial beserta
tanda dan gejalanya
b. Penyebab dan akibat
isolasi sosial
c. Cara merawat Klien
20
isolasi sosial
6.4 Latih keluarga cara
merawat Klien isolasi
sosial
6.5 Tanyakan perasaan
keluarga setelah
mencoba cara yang
dilatihkan
6.6 Beri motivasi
keluarga agar
membantu Klien untuk
bersosialisasi
6.7 Beri pujian kepada
keluarga atas
keterlibatannya
merawat Klien dirumah
sakit
TUK 7: Klien 7.1 Diskusikan dengan Membantu dalam
kriteria Evaluasi:
dapat memanfaat Klien bisa Klien tentang manfaat meningkatkan perasaan
menyebutkan:
kan obat dengan a. Manfaat minum dan kerugian tidak kembali dan keterlibatan
baik obat minum obat. dalam perawatan
b. Kerugian yang
dtimbulkan akibat 7.2 Pantau Klien pada kesehatan Klien
tidak minum obat saat penggunaan obat
c. Nama, warna,
dosis, efek terapi, 7.3 Berikan pujian
dan efek samping kepada Klien jika Klien
obat
d. Akibat berhenti menggukan obat
minum obat tanpa dengan benar
konsultasi dokter
7.4 Diskusikan akibat
berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter.
7.5 Anjurkan Klien
untuk konsultasi dengan
dokter atau perawat jika
terjadi halhal yang tidak
21
diinginkan
Tabel 2.4
Strategi Pelaksanaan Pada Klien Isolasi Sosial

Diagnosa keperawatan Intervensi


Isolasi sosial Intervensi untuk Klien
SP 1:
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan salam
terapeutik
2. Identifikasi penyebab isolasi sosial
3. Identifikasi keuntungan berteman
4. Identifikasi kerugian tidak mempunyai teman
5. Bimbing pasien memasukan kedalam jadwal harian
Sp 2
1. Evaluasi masalah sebelumnya, lalu berikan pujian
2. Latih pasien cara berkenalan dengan orang yang pertama
(perawat).
3. Masukan kedalam jadwal harian
SP 3
1. Evaluasi kegiatan sebelumnya, yaitu cara berkenalan dengan
satu orang (perawat)
2. Ajarkan pasien cara berkenaala dengan orang kedua (pasien
lain)
3. Masukan ke dalam jadwal harian
SP 4:
1. Evaluasi kegatan sebelumnya (SP 1, SP 2) yaitu cara
berkenalan dengan orang kedua (pasien).
2. Ajarkan membuat kegiatan dengan kelompok.
3. Masukan kedalam jadwal kegiatan harian.
Intervensi Untuk Keluarga Klien Dengan Isolasi Sosial
SP 1:
1. Identifikasi masalah yang dihadapi dalam menghadapi pasien
2. Jelaskan tengan isolasi sosial
3. Cara merawat pasien isolasi sosial.

22
4. Latih (stimulus)
5. RTL keluarga/jadwal untuk merawat pasien
SP 2:
1. Evaluasi kemampuan SP 1
2. Latih (langsung ke pasien)
3. RTL keluarga/ jadwal untuk merawat pasien
SP 3:
1. Evaluasi kemampuan SP 2
2. Latih (langsung ke pasien

2.8.5 Pelaksanaan Keperawatan


Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang telah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan
kondisi klien saat ini (Damaiyanti, 2012). Selain itu, salah satu hal yang penting dalam
pelaksanaan rencana tindakan keperawatan adalah teknik komunikasi terapeutik. Teknik ini
dapat digunakan dengan verbal; kata pembuka, informasi, fokus. Selain teknik verbal,
perawat juga harus menggunakan teknik non verbal seperti; kontak mata, mendekati kearah
klien, tersenyum, berjabatan tangan, dan sebagainya. Kehadiran psikologis perawat dalam
komunikasi terapeutik terdiri dari keikhlasan, menghargai, empati dan konkrit (Yusuf, 2019)

2.8.6 Evaluasi Keperawatan


Menurut Trimelia (2011) evaluasi dilakukan dengan berfokus pada perubahan perilaku Klien
setelah diberikan tindakan keperawatan. Keluarga juga perlu dievaluasi karena merupakan sistem
pendukung yang penting.
Ada beberapa hal yang perlu dievaluasi pada Klien dengan isolasi sosial yaitu:
a. Apakah klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial
b. Apakah klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
c. Apakah klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap: klien-perawat, Klien-perawat-
perawat lain, klien-perawat-klien lain, klien-kelompok, dan klienkeluarga.
d. Apakahklien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain.
e. Apakah klien dapat memberdayakan sistem pendukungnya atau keluarga nya untuk memfasilitasi
hubungan sosialnya.
f. Apakah klien dapat mematuhi minum obat

BAB III

23
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Mudah-mudaham makalah ini menjadi bahan masukan dan menjadi referensi bagi
teman-teman sekalian khususnya dalam materi isolasi sosial menarik diri.

DAFTAR PUSTAKA

24

Anda mungkin juga menyukai