Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PAIN MANAGEMENT ATAU MANAJEMEN NYERI

Tugas Mata Kuliah Keperawatan Menjelang Ajal Dan Paliatif


Program Studi Keperawatan Reg-A1 Semester 5

Dosen Pengampu :
Ns. Hili Aulianah, S.Kep, M.Kes
Ns. Isrizal, S.Kep, M.Kes, M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 2 :


Ririn Yulinda (19.14201.30.02)
Cici Ulandari (19.14201.30.04)
Deka Agustin (19.14201.30.08)
Nur Wahyuni (19.14201.30.10)
Agung Tri Yanto (19.14201.30.18)
Fasha Rizki Utami (19.14201.30.19)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA


PALEMBANG 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-nya tentunya penulis
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpa curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnyadi ahirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada allah SWT atas limpahan dan nikmat sehat-nya baik itu
berupah sehat fisik maupun akal pikiran, Sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan tugas makalah Keperawatan Menjelang Ajal Dan Paliatif dengan judul “Pain
Management Atau Manajemen Nyeri”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal Dan Paliatif kami yang telah membimbing dalam
menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Palembang, 18 Desember 2021

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi .................................................................................................3
2.2 Fisiologi Nyeri............................................................................................3
2.3 Respon Fisiologi Nyeri...............................................................................4
2.4 Jenis-Jenis Nyeri.........................................................................................5
2.5 Mengkaji Intensitas Nyeri...........................................................................6
2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri.................................................8
2.7 Manajemen Nyeri.......................................................................................9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................16
3.2 Saran...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri
tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau
parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu
informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala
pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari
tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.
Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.
Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri
trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan
dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien
memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical
rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini,
klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala
untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu
garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada
setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan
nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka
(Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan
memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja
dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien.

Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau
menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005). Manajemen nyeri
bertujuan untuk membantu pasien dalam mengontrol nyeri ataupun mengatur nyeri secara
optimal. Tak hanya itu, manajemen nyeri juga berguna untuk mengurangi risiko lanjut dari efek
samping nyeri tersebut, yang pada akhirnya pasien mampu mengontrol ataupun nyeri yang dirasa
tersebut hilang. (Kemkes, 2016)
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi nyeri ?


2. Bagaimana fisiologi nyeri ?
3. Bagaimana respon fisiologis nyeri ?
4. Apa saja jenis-jenis nyeri ?
5. Bagaimana mengkaji intensitas nyeri ?
6. Apa saja faktor-faktor yang mempegaruhi nyeri ?
7. Bagaimana manajemen nyeri ?
1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi nyeri


2. Memahami fisiologi nyeri
3. Memahami respon fisiologis nyeri
4. Mengetahui jenis-jenis nyeri
5. Memahami cara mengkaji intensitas nyeri
6. Mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi nyeri
7. Memahami manajemen nyeri

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Nyeri


Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif
dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya
diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Selain itu nyeri adalah apapun
yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun
individu mengatakannya. Smeltzer & Bare (2002)
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat
subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan
hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya
(Tetty, 2015).
2.2 Fisiologi Nyeri

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri
tersebar pada kulit dan mukosa dimana reseptor nyeri memberikan respon jika adanya stimulasi
atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimia seperti histamine, bradikinin,
prostaglandin dan macam-macam asam yang terlepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan
akibat kekurangan oksigen. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik, atau mekanis
(Smeltzer & Bare, 2002).

Nyeri dapat dirasakan jika reseptor nyeri tersebut menginduksi serabut saraf perifer aferen
yaitu serabut A-delta dan serabut C. Serabut A-delta memiliki myelin, mengimpulskan nyeri
dengan cepat, sensasi yang tajam, jelas melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas
nyeri. Serabut C tidak memiliki myelin, berukuran sangat kecil, menyampaikan impuls yang
terlokalisasi buruk, visceral dan terus-menerus (Potter & Perry, 2005). Ketika serabut C dan A-
delta menyampaikan rangsang dari serabut saraf perifer maka akan melepaskan mediator
biokimia yang aktif terhadap respon nyeri, seperti : kalium dan prostaglandin yang keluar jika
ada jaringan yang rusak. Transmisi stimulus nyeri berlanjut di sepanjang serabut saraf aferen
sampai berakhir di bagian kornu dorsalis medulla spinalis. Didalam kornu dorsalis,
neurotransmitter seperti subtansi P dilepaskan sehingga menyebabkan suatu transmisi sinapsis
dari saraf perifer ke saraf traktus spinolatamus. Selanjutnya informasi di sampaikan dengan cepat
ke pusat thalamus (Potter & Perry, 2005).
2.3 Respon Fisiologis Nyeri

1. Stimulasi Simpatik : (nyeri ringan, moderat, dan superficial)

 Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate

 Peningkatan heart rate

 Vasokonstriksi perifer

 Peningkatan nilai gula darah

 Diaphoresis

 Peningkatan kekuatan otot

 Dilatasi pupil

 Penurunan motilitas GI

2. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

 Muka pucat

 Otot mengeras

 Penurunan HR

 Nafas cepat dan irreguler

 Nausea dan vomitus

 Kelelahan dan keletihan

3. Respon tingkah laku terhadap nyeri

 Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas,Mendengkur).

 Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir).

 Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan tangan.
 Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak
sosial, penurunan rentang perhatian, fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri).

Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda
terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat
menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien
dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas
karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
2.4 Jenis-jenis Nyeri
Secara umum nyeri dibagi menjadi dua diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Nyeri Akut

Nyeri Akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga kurang dari 6
bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cidera fisik. Nyeri
akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama
terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya
penyembuhan. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu
bulan. Salah satu nyeri akut yang terjadi adalah nyeri pasca pembedahan (Meliala &
Suryamiharja, 2007).
2. Nyeri Kronik

Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermitern yang menetap sepanjang suatu
periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering
tidak dapat dikaitakan dengan penyebab atau cidera fisik. Nyeri kronis dapat tidak memiliki
awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini
sering tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya (Strong,
Unruh, Wright & Baxter, 2002). Nyeri kronik ini juga sering di definisikan sebagai nyeri yang
berlangsung selama enam bulan atau lebih, meskipun enam bulan merupakan suatu periode yang
dapat berubah untuk membedakan nyeri akut dan nyeri kronis (Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan lokasinya Sulistyo (2013) nyeri dibedakan menjadi :

1. Nyeri Ferifer

Nyeri ferifer ini ada tiga macam, yaitu :


 Nyeri superfisial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa

 Nyeri viseral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi dari reseptor nyeri di rongga
abdomen, cranium dan toraks.
 Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari penyebab nyeri.
2. Nyeri Sentral

Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak dan talamus.
3. Nyeri Psikogenik

Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain nyeri ini timbul akibat pikiran
si penderita itu sendiri.
2.5 Mengkaji Intensitas Nyeri
1. Skala Penilaian Numerik (NRS)
Skala penilaian numerik atau numeric rating scale (NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat
pendeskripsi kata. Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0- 10 (Meliala &
Suryamiharja, 2007).

2. Skala Analog Visual

VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki
alat pendeskripsi verbal pada ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry, 2006).
3. Skala Nyeri Wajah

Skala wajah terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah yang
sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah
kurang bahagia, wajah yang sangat sedih sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang
sangat) (Potter & Perry, 2006).
Keterangan :

0 : Tidak nyeri

 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih
respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
 10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

Penilaian Nyeri Berdasarkan PQRST :


P : Provokatif / Paliatif
Apa kira-kira Penyebab timbulnya rasa nyeri…? Apakah karena terkena ruda paksa
benturan..? Akibat penyayatan..? dll.
Q : Qualitas / Quantitas

Seberapa berat keluhan nyeri terasa..?. Bagaimana rasanya..?. Seberapa sering terjadinya..?
Ex : Seperti tertusuk, tertekan / tertimpa benda berat, diris-iris, dll.
R : Region / Radiasi

Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan / ditemukan..? Apakah juga menyebar ke
daerah lain / area penyebarannya..?
S : Skala Seviritas

Skala kegawatan dapat dilihat menggunakan skala nyeri

T : Timing
Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan / dirasakan..? Seberapa sering keluhan nyeri
tersebut dirasakan / terjadi…? Apakah terjadi secara mendadak atau bertahap..? Acut atau
Kronis..?
2.6 Faktor –faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
1. Usia
Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Sebagai contoh anak-anak kecil yang
belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami kesulitan dalam mengungkapkan secara verbal
dan mengekspresikan rasa nyarinya, sementara lansia mungkin tidak akan melaporkan nyerinya
dengan alasan nyeri merupakan sesuatu yang harus mereka terima. (Potter & Perry, 2006)
2. Jenis kelamin
Secara umum jenis kelamin pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespon
nyeri. Beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis kelamin misalnya ada yang menganggap
bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis sedangkan seorang anak
perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. (Rahadhanie dalam Andari, 2015)
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengruhi individu mengatasi nyeri. Individu
mempelajari apa yang ajarkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. (Rahadhanie
dalam Andari, 2015)
4. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi
nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat. Sedangkan upaya
pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan
salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti
relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imaginary) dan mesase, dengan memfokuskan
perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, misalnya pengalihan pada distraksi.
(Fatmawati, 2011)
5. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri. Namun nyeri juga dapat menimbulkan
ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian system limbik yang diyakini mengendalikan emosi
seseorang khususnya ansietas. (Wijarnoko, 2012)
6. Kelemahan
Kelemahan atau keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi
nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. (Fatmawati, 2011)
7. Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Apabila individu sejak lama sering mengalami
serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka ansietas atau rasa takut dapat muncul.
Sebaliknya jika individu mengalami jenis nyeri yang sama berulang-ulang tetapi nyeri tersebut
dengan berhasil dihilangkan akan lebih mudah individu tersebut menginterpretasikan sensasi
nyeri. (Rahadhanie dalam Andari, 2015)
8. Gaya koping

Gaya koping mempengaruhi individu dalam mengatasi nyeri. Sumber koping individu
diantaranya komunikasi dengan keluarga, atau melakukan latihan atau menyanyi. (Ekowati,
2012)
9. Dukungan keluarga dan social

Kehadiran dan sikap orang-orang terdekat sangat berpengaruh untuk dapat memberikan
dukungan, bantuan, perlindungan, dan meminimalkan ketakutan akibat nyeri yang dirasakan,
contohnya dukungan keluarga (suami) dapat menurunkan nyeri kala I, hal ini dikarenakan ibu
merasa tidak sendiri, diperhatikan dan mempunyai semangat yang tinggi. (Widjanarko, 2012)
10. Makna nyeri

Individu akan berbeda-beda dalam mempersepsikan nyeri apabila nyeri tersebut memberi
kesan ancaman, suatu kehilangan hukuman dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang
bersalin akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan wanita yang mengalami nyeri cidera
kepala akibat dipukul pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien
berhubungan dengan makna nyeri. (Potter & Perry, 2006)
2.7 Manajemen Nyeri

1. Pendekatan farmakologi

Teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri dengan
pemberian obat-obatan pereda nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang berlangsung
selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Metode yang paling umum digunakan untuk
mengatasi nyeri adalah analgesic (Strong, Unruh, Wright & Baxter, 2002). Menurut Smeltzer &
Bare (2002), ada tiga jenis analgesik yaitu :
 Non-narkotik dan anti inflamasi nonsteroid (NSAID): menghilangkan nyeri ringan dan
sedang. NSAID dapat sangat berguna bagi pasien yang rentan terhadap efek pendepresi
pernafasan.
 Analgesik narkotik atau opiad: analgesik ini umumnya diresepkan untuk nyeri yang sedang
sampai berat, seperti nyeri pasca operasi. Efek samping dari opiad ini dapat menyebabkan
depresi pernafasan, sedasi, konstipasi, mual muntah.
 Obat tambahan atau ajuvant (koanalgesik): ajuvant seperti sedative, anti cemas, dan relaksan
otot meningkatkan control nyeri atau menghilangkan gejala lain terkait dengan nyeri seperti
depresi dan mual (Potter & Perry, 2006).
2. Teknik-teknik non farmakologis yaitu :

 Masase dan Stimulasi Kutaneus

Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum. Sering dipusatkan pada punggung dan
bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman (Smeltzer & Bare, 2002). Sedangkan
stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan selama 3-10 menit untuk
menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara melepaskan endofrin, sehingga memblok transmisi
stimulus nyeri (Potter & Perry, 2006). Salah satu teknik memberikan masase adalah tindakan
masase punggung dengan usapan yang perlahan (Slow stroke back massage). Stimulasi kulit
menyebabkan pelepasan endorphin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Teori gate
control mengatakan bahwa stimulasi kulit mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A Beta
yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan
delta-A yang berdiameter kecil sehingga gerbang sinaps menutup transmisi implus nyeri (Potter
& Perry, 2006).

 Efflurage Massage

Effleurage adalah bentuk masase dengan menggunakan telapak tangan yang memberi tekanan
lembut ke atas permukaan tubuh dengan arah sirkular secara berulang (Reeder dalam Parulian,
2014). Langkah-langkah melakukan teknik ini adalah kedua telapak tangan melakukan usapan
ringan, tegas dan konstan dengan pola gerakan melingkari abdomen, dimulai dari abdomen
bagian bawah di atas simphisis pubis, arahkan ke samping perut, terus ke fundus uteri kemudian
turun ke umbilicus dan kembali ke perut bagian bawah diatas simphisis pubis, bentuk pola
gerakannya seperti “kupu-kupu”. Masase ini dilakukan selama 3–5 menit dan berikan lotion atau
minyak/baby oil tambahan jika dibutuhkan (Berman, Snyder, Kozier, dan Erb, 2009).
Effleurage merupakan teknik masase yang aman, mudah untuk dilakukan, tidak memerlukan
banyak alat, tidak memerlukan biaya, tidak memiliki efek samping dan dapat dilakukan sendiri
atau dengan bantuan orang lain (Ekowati, 2011).
 Distraksi

Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi
strategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme terhadap teknik kognitif
efektif lainnya. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem
kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak
(Smeltzer and Bare, 2002). Beberapa sumber-sumber penelitian terkait tentang teknik distraksi
yang ditemukan peneliti sejauh ini efektif diterapkan pada pasien anak-anak terutama usia
prasekolah sebagaimana dalam penelitian Pangabean pada tahun (2014), menurut Pangabean
salah satu teknik distraksi adalah dengan bercerita dimana teknik distraksi bercerita merupakan
salah satu strategi non farmakologi yang dapat menurunkan nyeri. Hal ini terbukti pada
penelitiannya dimana teknik distraksi dengan bercerita efektif dalam menurunkan nyeri anak usia
prasekolah pada pemasangan infus yakni dari nyeri skala ke 3.

Salah satu teknik distraksi yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan nyeri lainnya adalah
dengan menonton film cartun animasi, dimana ini terbukti dalam penelitiannya bahwa dengan
diberikan distraksi berupa menonton film cartun animasi efektif dalam menurunkan nyeri anak
usia prasekolah saat pemasangan infus. (Sartika, Yanti, Winda, 2015)
 Terapi Musik
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan rangsangan suara
yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa
hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental (Eka, 2011).
Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif di berbagai situasi klinik, pasien umumnya
lebih menyukai melakukan suatu kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau
mendengarkan musik. Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan
pilihan yang paling baik (Elsevier dalam Karendehi, 2015).
Musik menghasilkan perubahan status kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang dan waktu.
Musik harus didengarkan minimal 15 menit supaya dapat memberikan efek terapiutik. Dalam
keadaan perawatan akut, mendengarkan musik dapat memberikan hasil yang sangat efektif
dalam upaya mengurangi nyeri (Potter & Perry, 2005).
 GIM (Guided Imagery Music)

GIM (Guided Imagery Music) merupakan intervensi yang digunakan untuk mengurangi
nyeri. GIM mengombinasikan intervensi bimbingan imajinasi dan terapi musik. GIM dilakukan
dengan memfokuskan imajinasi pasien. Musik digunakan untuk memperkuat relaksasi. Keadaan
relaksasi membuat tubuh lebih berespons terhadap bayangan dan sugesti yang diberikan sehingga
pasien tidak berfokus pada nyeri (Suarilah, 2014). Hasil Penelitian dari Suarilah, Wahyuni &
Fahlufi (2014) tentang “Guided Imagery dan Music (GIM) Menurunkan Intensitas Nyeri Pasien
Post Sectio Caesaria” pada 30 responden didapatkan hasil bahwa GIM terbukti dapat
menurunkan intensitas nyeri pasien post SC di RSUP NTB. GIM direkomendasikan sebagai
intervensi mandiri keperawatan untuk mengurangi nyeri post SC.
 Terapi Musik Klasik (Mozart)

Pada dewasa ini banyak jenis musik yang dapat diperdengarkan namun musik yang
menempatkan kelasnya sebagai musik bermakna medis adalah musik klasik karena musik ini
maknitude yang luar biasa pada perkembangan ilmu kesehatan, diantaranya memiki nada yang
lembut, nadanya memberikan stimulasi gelombang alfa, ketenangan dan membuat pendengarnya
lebih rileks (Dofi dalam Liandari, 2015).
 Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal
ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan,
selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi bernafas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Teknik relaksasi nafas dalam
dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam system saraf otonom
(Fitriani, 2013).

Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang
konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi
(hirup) dan ekhalasi (hembus) (Smeltzer & Bare, 2002).
 Imajinasi Terbimbing (Guided Imagery)
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang
dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Sebagai contoh, imajinasi
terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas penggabungan nafas berirama
lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan (Smeltzer & Bare, 2002).

Prosedurnya yaitu ciptakan lingkungan yang tenang, jaga privasi pasien, usahakan tangan dan
kaki pasien dalam keadaan rileks, minta pasien untuk memejamkan mata dan usahakan agar
pasien berkonsentrasi, minta pasien menarik nafas melalui hidung secara perlahan-lahan sambil
menghitung dalam hati “hirup, dua, tiga”, selama pasien memejamkan mata kemudian minta
pasien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan, minta pasien untuk
menghembuskan udara melalui mulut dan membuka mata secara perlahan-lahan sambil
menghitung dalam hati “hembuskan, dua, tiga”, minta pasien untuk mengulangi lagi sama
seperti prosedur sebelumnya sebanyak tiga kali selama lima menit (Patasik, Tangka & Rottie,
2013).
 Kompres Dingin

Metode sederhana yang dapat di gunakan untuk mengurangi nyeri yang secara alamiah yaitu
dengan memberikan kompres dingin pada area nyeri, ini merupakan alternatif pilihan yang
alamiah dan sederhana yang dengan cepat mengurangi rasa nyeri selain dengan memakai obat-
obatan. Terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran
saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit (Price, Sylvia & Anderson dalam
Rahmawati, 2014).
 Kompres Hangat

Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat yang dapat
menimbulkan efek fisiologis (Anugraheni, 2013). Kompres hangat dapat digunakan pada
pengobatan nyeri dan merelaksasikan otot-otot yang tegang (Price, Sylvia & Wilson, 2005).
Kompres hangat dilakukan dengan mempergunakan buli-buli panas atau kantong air panas secara
konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan
menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga
nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang (Smalzer & Bare, 2002).
3. Tindakan Farmakologis

Analgesik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit atau
obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Obat ini digunakan untuk membantu
meredakan sakit, sadar tidak sadar kita sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala
atau sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgesik atau
pereda nyeri. Obat antipiretik adalah obat untuk menurunkan panas. Hanya menurunkan
temperatur tubuh saat panas tidak berefektif pada orang normal. Dapat menurunkan panas karena
dapat menghambat prostaglandin pada CNS. NSAID (non-steroidal antiinflamatory drugs)
adalah obat yang mengurangi rasa sakit, demam, dan peradangan.
Golongan obat analgesik di bagi menjadi dua yaitu analgesik opioid/narkotik dan analgetik
nonnarkotik. Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti
opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa
nyeri seperti pada fraktura dan kanker. Contoh : Metadon, Fentanil, Kodein. Obat Analgesik
Non- Narkotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/
Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.

Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu
menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat
atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik /Obat
Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek adiksi pada penggunanya. Obat-obat
golongan analgetik dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu: parasetamol, salisilat, (asetasol,
salisilamida, dan benorilat), penghambat Prostaglandin (NSAID) ibuprofen, derivate-derivat
antranilat (mefenamilat, asam niflumat glafenin, floktafenin, derivate-derivat pirazolinon
(aminofenazon, isoprofil penazon, isoprofilaminofenazon), lainnya benzidamin. Obat golongan
analgesic narkotik berupa, asetaminofen dan fenasetin. Obat golongan anti-inflamasi nonsteroid
berupa aspirin dan salisilat lain, derivate asam propionate, asam indolasetat, derivate oksikam,
fenamat, fenilbutazon. (Mita & Husni, 2017)
a. Analgesik Narkotik

Analgetik narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara
selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang cukupan atau berat, seperti : rasa sakit
akibat kanker, serangan jantung akut, pasca operasi dan kolik usus atau ginjal. Sering digunakan
untuk pramedikasi anestesi bersama dengan atropin, untuk mengontrol sekresi.
Mekanisme kerja :
 Efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel
dalam otak dan spinal cord
 Rangsangan reseptor menimbulkan efek euphoria dan perasaan mengantuk

b. Analgesik Non Narkotik

 Sering disebut analgetik-antipiretika atau Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID)
 Bekerja pada perifer & sentral SSP

 Untuk mengurangi rasa sakit ringan sampai moderat, menurunkan suhu badan pada keadaan
panas badan yang tinggi & sebagai anti radang pada pengobatan rematik
 Untuk pengobatan simptomatik, hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan
atau menghilangkan penyebab penyakit
 Mengadakan potensiasi dengan obat penekan ssp

 Efektif mengurangi radang, tetap tidak dapat mencegah kerusakan jaringan pada penderita
artritis.

Mekanisme kerja analgesik yaitu menghambat sec lgsg & selektif enzim- enzim pada ssp yg
mengkatalisis biosintesis prostaglandin sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh
mediator -mediator rasa sakit, seperti bradikinin, histamin, serotonin, prosta siklin,
prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis
atau kimiawi.
Mekanisme kerja antipiretik yaitu meningkatkan eliminasi panas pada penderita dengan suhu
badan tinggi, dgn cara menimbulkan dilatasi buluh darah perifer & mobilisasi air sehingga
terjadi pengenceran darah & pengeluaran keringat. Penurunan suhu tersebut hasil kerja obat pada
ssp yang melibatkan pusat kontrol suhu di hipotalamus. Pengaruh obat pada suhu badan normal
relative kecil.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nyeri yaitu sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang pada setiap
orang berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
Nyeri memiliki fisiologi, respon fisiologi, dan terdapat berbagai macam jenis dan faktor-
faktor yang mempengaruhi nyeri tersebut. Terdapat juga intensitas nyeri untuk mengkaji nyeri.
Manajemen nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan non farmakologis
dengan tujuan untuk membantu pasien dalam mengontrol nyeri ataupun mengatur nyeri secara
optimal dan mengurangi risiko lanjut dari efek samping nyeri tersebut.
3.2 Saran
Penyusun mengetahui betul bahwa buah karya yang dipergunakan untuk memenuhi tugas
ini jauh dari kata sempurna, maka penulis sangat mengharapkan kritik atau saran dari para
pembaca. Kritik atau saran bagi penyusun adalah sesuatu yang sangat berarti untuk
menjadikannya lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/2481/6.%20BAB%20II.pdf?
sequence=6 &isAllowed=y
http://yankes.kemkes.go.id/read-manajemen-nyeri-4944-html
file:///C:/Users/User/Downloads/14873-40639-1-PB.pdf
https://docplayer.info/73072701-Makalah-Keperawatan-Paliatif-
Manajemen-Nyeri.html

https://id.scribd.com/dokumen/356001541/Nyeri-Paliatif
file:///C:/Users/User/Downloads/fek_310_slide_analgetika.pdf

Anda mungkin juga menyukai