Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN

KONSEP KEJIWAAN MASYARAKAT

Dosen Pengampu : Herman, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Oleh :
KELOMPOK 4
SRI MULIANINGSIH (S.0020.P.019)
AYUH ASTIKA A (S.0020.P.001)
LISA ASTRADA (S.0020.P.005)
ILMAYANTI (S.0020.P.003)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA KESEHATAN
KENDARI
2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah.. Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala


rahmat dan hidayah-Nya. Segala pujian hanya layak kita haturkan kepada
Allah SWT. Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik,
serta petunjuk-Nya yang sungguh tiada terkira besarnya, Tak lupa
shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan ke
alam yang terang benderang, dari alam jahiliyah menuju ke alam yang
penuh berkah ini.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada selaku Dosen
Mata Kuliah KEPERAWATAN KOMUNITAS 1. Dan kami juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
memberikan bantuannya berupa materiil maupun non materiil, karena
tanpa bantuan pihak-pihak tersebut kami semua tidak mungkin dapat
menyelesaikan makalah ini. Selain itu, kami pun mengucapkan terima
kasih kepada para penulis yang kami kutip tulisannya sebagai bahan
rujukan penyusunan makalah ini sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN KONSEP
KEJIWAAN MASYARAKAT”.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata,
penulis mengharapkan agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca
khususnya buat kami tim penyusun. Amin ya Robbal alamin
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Kendari, Juli 2022

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan...............................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................3
C. Tujuan ........................................................................................................3
BAB II Pembahasan...............................................................................................4
A. Pengertian Kesehatan Jiwa..........................................................................4
B. Tujuan program kesehatan jiwa masyarakat................................................4
C. Prisip-prinsip Keperawatan Jiwa Masyarakat..............................................5
D. Peran dan Fungsi Perawat Kesehatan Jiwa dan Komunitas.........................6
E. Masalah Kesehatan Jiwa Masyarakat..........................................................7
BAB III Asuhan Keperawatan............................................................................12
A. Pengkajian.................................................................................................12
B. Diagnosa Keperawatan..............................................................................17
C. Intervensi Keperawatan.............................................................................17
BAB IV Penutup...................................................................................................18
A. Kesimpulan...............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara
klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan
menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia.
(Keliat, 2011 )Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami
peningkatan yang sangat signifikan,dan setiap tahun di berbagai belahan
dunia jumlah penderita gangguan jiwa bertambah. Berdasarkan data dari
World Health Organisasi (WHO) dalam Yosep (2013) , ada sekitar 450
juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa. WHO menyatakan
setidaknya ada satu dari empat orang didunia mengalami masalah mental,
dan masalah gangguan kesehatan jiwa yang ada di seluruh dunia sudah
menjadi masalah yang sangat serius.
Berdasarkan hasil penelitian dari Rudi Maslim dalam Mubarta
(2011 ) prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia sebesar 6,55%.
Angka tersebut tergolong sedang dibandingkan dengan negara lainnya.
Data dari 33 Rumah Sakit Jiwa ( RSJ ) yang ada di seluruh Indonesia
menyebutkan hingga kini jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai
2,5 juta orang.
Penderita gangguan jiwa berat dengan usia di atas 15 tahun di
Indonesia mencapai 0,46%. Hal ini berarti terdapat lebih dari 1 juta jiwa di
Indonesia yang menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data tersebut
diketahui bahwa 11,6% penduduk Indonesia mengalami masalah
gangguan mental emosional (Riset kesehatan dasar, 2007). Sedangkan
pada tahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 1,7 juta
(Riskesdas, 2013 ). Prevalensi gangguan jiwa berat atau dalam istilah
medis disebut psikosis/skizofrenia di daerah pedesaan ternyata lebih tinggi
dibanding daerah perkotaan. Di daerah pedesaan, proporsi rumah tangga
dengan minimal salah satu anggota rumah tangga mengalami gangguan
jiwa berat dan pernah dipasung mencapai 18,2 %. Sementara di daerah
perkotaan, proporsinya hanya mencapai 10,7 %.
Nampaknya, hal ini memberikan konfirmasi bahwa tekanan hidup
yang dialami penduduk pedesaan lebih berat dibanding penduduk
perkotaan. Dan mudah diduga, Salah satu bentuk tekanan hidup itu, meski
tidak selalu adalah kesulitan ekonomi (Riskesdas, 2013 ). Prevalensi
gangguan jiwa di Jawa Tengah mencapai 3,3 % dari seluruh populasi yang
ada ( Balitbangkes, 2008 ). Berdasarkan data dari dinas kesehatan Provinsi
Jawa Tengah tercatat ada 1.091 kasus yang mengalami gangguan jiwa dan
beberapa dari kasus tersebut hidup dalam pasungan. Angka tersebut
diperoleh dari pendataan sejak januari hingga november 2012 ( Hendry,
2012 ). Berdasarkan jumlah kunjungan masyarakat yang mengalami
gangguan jiwa ke pelayanan kesehataan baik puskesmas, rumah sakit,
maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya pada tahun 2009 terdapat 1,3
juta orang yang melakukan kunjungan, hal ini diperkirakan sebanyak 4,09
% ( Profil Kesehatan Kab/ Kota Jawa tengah Tahun 2009 ).
Hal ini perlu adanya dukungan dari keluarga dalam proses
penyembuhan. Peran dan keterlibatan keluarga dalam proses
penyembuhan dan perawatan pasien gangguan jiwa sangat penting, karena
peran keluarga sangat mendukung dalam proses pemulihan penderita
gangguan jiwa. Keluarga dapat mempengaruhi nilai, kepercayaan, sikap,
dan perilaku anggota keluarga. Disamping itu, keluarga mempunyai fungsi
dasar seperti member kasih sayang, rasa aman, rasa memiliki, dan
menyiapkan peran dewasa individu di masyarakat. Keluarga merupakan
suatu sistem, maka jika terdapat gangguan jiwa pada salah satu anggota
keluarga maka dapat menyebabkan gangguan jiwa pada anggota keluarga (
Nasir & Muhith, 2011 ).
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep teori dari Konsep Kejiwaan Masyarakat
2. Bagaimana konsep keperawatan dari Konsep Kejiwaan Masyarakat

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja konsep teori dari Konsep Kejiwaan
Masyarakat
2. Untik mengetahui bagaimana konsep keperawatan dari Konsep
Kejiwaan Masyarakat
BAB II
KONSEP TEORI

A. Pengertian Kesehatan Jiwa


Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang
menceerminkan kedewasaan kepribadiannya (WHO).
Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan
perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain. (UU Kesehatan Jiwa
No. 3 Tahun 1966).
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu
mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana
adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Ciri-ciri sehat jiwa adalah :
1. Bersikap positif terhadap diri sendiri
2. Mampu tumbuh, berkembang dan mencapai aktualisasi diri.
3. Mampu mengatasi stress atau perubahan pada dirinya
4. Bertanggungjawab atas keputusan dan tindakan yang diambil
5. Mempunyai persepsi yang realistis dan menghargai perasaan
perasaan serta sikap orang lain
6. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
B. Tujuan Program Kesehatan Jiwa Masyarakat
Tujuan dari diadakannya kesehatan jiwa masyarakat adalah untuk
meningkatkan kerjasama lintas sektoral dan kemitraan swasta, Lembaga
Swadaya Masyarakat, kelompok profesi dan organisasi masyarakat secara
terpadu dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi masalah
kesehatan jiwa sehingga akan terbentuk perilaku sehat sebagai individu,
keluarga dan masyarakat yang memungkinkan setiap individu hidup lebih
produktif secara sosial dan ekonomi.
1. Meningkatkan kesehatan jiwa, mempertahankan dan
meningkatkan kemampuan klien dalam memelihara kesehatan
jiwa.
2. Perawat dapat mengaplikasikan konsep kesehatan jiwa dan
komunitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
sehingga anggota masyarakat sehat jiwa dan yang mengalami
gangguan jiwa dapat dipertahankan di lingkungan masyarakat
serta tidak perlu dirujuk segera ke RS.
C. Prinsip-prinsip Keperawatan Jiwa Masyarakat
1. Pelayanan Keperawatan yang komprehensif yaitu pelayanan yang
difokuskan pada:
a. Pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat.
b. Pencegahan sekunder pada anggota masyarakat yang
mengalami masalah psikososial dan gangguan jiwa.
c. Pencegahan tersier pada klien gangguan jiwa dengan proses
pemulihan
2. Pelayanan keperawatan yang holistik yaitu pelayanan yang difokuskan
pada aspek bio-psiko-sosio-kultural & spiritual. Perawatan mandiri
individu dan keluarga :
a. Masyarakat baik individu maupun keluarga diharapkan dapat
secara mandiri memelihara kesehatan jiwanya.
b. Pada saat ini sangat penting pemberdayaan keluarga
c. Perawat dan petugas kesehatan lain dapat mengelompokkan
masyarakat dalam masyarakat sehat jiwa, masyarakat yang
mempunyai masala psikososial, masyarakat yang mengalami
gangguan jiwa.
3. Pelayanan Formal & Informal di luar Sektor kesehatan :
a. Tokoh masyarakat, kelompok formal dan informal di luar
tatanan pelayanan kesehatan merupakan target pelayanan
kesehatan jiwa
b. Mereka dapat menjadi target pelayanan ataupun mitra tim
kesehatan yang diinterasikan dengan perannya di masyarakat
4. Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar :
a. Semua pemberi pelayanan kesehatan yang ada masyarakat
yaitu praktik pribadi dokter, bidan, perawat psikolog dan
semua sarana pelayanan kesehatan (puskesmas dan balai
pengobatan)
b. Untuk itu diperlukan penyegaran dan penambahan
pengetahuan tentang pelayanan kesehatan jiwa komunitas
bersama dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan
c. Pelatihan yang perlu dilakukan adalah : konseling, deteksi dini
dan pengobatan segera.
5. Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat :
a. Tim kesehatan terdiri atas : psikiater, psikolok klinik dan
perawat jiwa
b. Tim berkedudukan di tingkat Dinas Kesehatan kabupaten /
kota
c. Tim bertanggung jawab terhadap program pelayanan
kesehatan jiwa di daerah pelayanan kesehatan kabupaten / kota
d. Tim bergerak secara periodik ke tiap puskesmas untuk
konsultasi, surveisi, monitoring dan evaluasi
e. Pada saat tim mengunjungi puskesmas, maka penanggung
jawab pelayanan kesehatan jiwa & komunitas di puskesmas
akan : mengkonsultasikan kasus-kasus yang tidak berhasil atau
melaporkan hasil dan kemajuan pelayanan yang telah
dilakukan
D. Peran dan Fungsi Perawat Kesehatan Jiwa dan Komunitas
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya
meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada
fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien atau klien dapat berupa induvidu,
keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA mendefinisikan
keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu bidang spesialisasi praktik
keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan
penggunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya. Praktik kontemporer
keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan.
Peran keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks
dari elemen historis aslinya. Peran tersebut kini mencakup dimensi
kompentensi klinis, advokasi pasien keluarga, tanggung jawab, kolaborasi
antar disiplin, akuntabilitas sosial, dan parameter legal-etik.
Adapun peran perawat kesehatan jiwa masyarakat ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi, mengklasifikasi dan memetakan permasalahan
kesehatan jiwa Perawat membantu pasien mengembangkan
kemampuan menyelesaikan masalah dan meningkatkan fungsi
kehidupannya
2. Pendidikan kesehatan dalam upaya preventif dan promotif penemuan
kasus dini, skiring dan tindakan yang cepat. Perawat memberikan
pendidikan kesehatan jiwa individu dan keluarga untuk
mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah. Perawat
mengembangkan kemampuan keluarga dalam melakukan tugas
kesehatan keluarga.
3. Pemberi asuhan keperawatan pada intervensi kondisi “krisis”.
Memberikan asuhan secara langsung, peran ini dilakukan dengan
menggunakan konsep proses keperawatan jiwa. Kegiatan yang
dilakukan adalah pengelolaan kasus, tindakan keperawatan individu
keluarga, kolaborasi dengan tim kesehatan. Melakukan pemeriksaan
langsung dari keluarga ke keluarga, dapat berkoordinasi dengan
masyarakat serta tokoh masyarakat.
E. Masalah Kesehatan Jiwa Masyarakat
Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf
kesehatan jiwa masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan karakteristik
kehidupan di perkotaan (urban mental health) meliputi: kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT), kasus perceraian, anak remaja putus sekolah, kasus
kriminalitas anak remaja, masalah anak jalanan, promiskuitas,
penyalahgunaan Napza dan dampak nya (hepatitis C, HIV/AIDS dll),
gelandangan psikotik serta kasus bunuh diri.
1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan dalam rumah tangga adalah tiap perbuatan terhadap
seseorang yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga (definisi dalam UU No.23 tahun 2004 tentang
penghapusan KDRT). Dampak kekerasan dalam rumah tangga
meliputi gangguan kesehatan fisik nonreproduksi (luka fisik,
kecacatan), gangguan kesehatan reproduksi (penularan penyakit
menular seksual, kehamilan yang tidak dikehendaki), gangguan
kesehatan jiwa (trauma mental), kematian atau bunuh diri.
2. Anak Putus Sekolah
Laporan Organisai Buruh Internasional (ILO) tahun 2005 menyatakan
bahwa sebanyak 4,18 juta anak usia sekolah di Indonesia tidak
bersekolah dan sebagainya menjadi “pekerja anak” perwakilan ILO di
Indonesia menyatakan bahwa banyaknya anak putus sekolah dan
menjadi pekerja anak disebabkan karena biaya pendidikan di
Indonesia masih dianggap terlalu mahal dan tak terjangkau oleh
sebagian kalangan masyarakat. Angka partisipasi kasar (APK)
program wajib belajar 9 tahun yang dirilis Depdiknas menunjukan
baru mencapai 88,68% dari target 95% partisipasi anak usia sekolah
yang diharapkan.
3. Masalah Anak Jalanan
Masalah anak jalan di Indonesia seperti kekerasan pada anak, masalah
anak jalanan, penelantaran anak dan sebagainya masih cukup tinggi.
Berdasarkan data dari Departemen Sosial tahun 2005, jumlah anak
jalanan di Indonesia adalah sekitar 30.000 anak dan sebagian besarnya
berada di jalan-jalan di DKI Jakarta. Selain itu baru terdapat 12 daerah
di Indonesia yang memiliki perda tentang anak jalanan. Padahal para
anak-anak jalanan tersebut jelas rentan terhadap berbagai tindak
kekerasan, penyimpangan perlakuan, pelecehan seksual bahkan
dilibatkan dalam berbagai tindak kriminal oleh orang dewasa yang
menguasainya.
4. Kasus Kriminalitas Anak Remaja
Data Direktorat Jenderal Kemasyarakatan Dephukham dan komnas
pelindungan anak (PA) menujukan bahwa pada tahun 2005 di
Indonesia terdapat 2.179 tahanan anak dan 802 narapidana anak, 7
diantaranya anak perempuan. Tahun 2006 angkanya menjadi 4.130
tahanan anak serta 1.325 narapidana anak, dimana 34 diantaranya
adalah anak perempuan. Menurut survey Komnas PA penyebab anak
masuk LP Anak adalah 40% karena terlibat kasus Narkoba (Napza),
20% karena perjudian sedangkan sisanya karena kasus lain-lain. Kira-
kira 20% tindak kekerasan seksual pada tahun 2006 pelakunya adalah
anak remaja, 72% anak remaja pelaku kekerasan seksual mengaku
terinspirasi Tayangan TV, setelah membaca media cetak porno dan
nonton film porno.
5. Masalah Narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya
(Napza) serta dampaknya (Hepatitis C, HIV/AIDS, dll)
Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza)
tergolong dalam zat psikoaktif yang bekerja mempengaruhi kerja
sistem penghantar sinyal saraf (neurotransmitter sel-sel susunan saraf
pusat (otak) sehingga meyebabkan terganggunya fungsi kognitif
(pikiran), persepsi, daya nilai (judgment) dan perilaku serta dapat
menyebabakan efek ketergantungan, baik fisik maupun psikis.
Penyalahgunaan Napza di Indonesia sekarang sudah merupakan
ancaman yang serius bagi kehidupan bangsa dan negara.
Pengungkapan kasusnya di Indonesia meningkat rata-rata 28,9 % per
tahun. Tahun 2005 pabrik extasi terbesar ke 3 di dunia terbongkar di
Tangerang, Banten. Di Indonesia diprediksi terdapat sekitar 1.365.000
penyalahgunaan Napza aktif dan data perkiraan estimasi terakhir
menyebutkan bahwa pengguna Napza di Indonesia mencapai
5.000.000 jiwa.
6. Gangguan Psikotik Dan Gangguan Jiwa Skizofrenia
Ganguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi
alam pikiran berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang
ditandai antara lain oleh gejala gangguan pemahaman (delusi waham)
gangguan persepsi berupa halusinasiatau ilusi serta dijumpai daya
nilai realitas yan terganggu yang ditunjukan dengan perilaku-perilaku
aneh (bizzare). Gangguan ini dijumpai rata-rata 1-2% dari jumlah
seluruh penduduk di suatu wilayah pada setiap waktu dan terbanyak
mulai timbul (onset) nya pada usia 15-35 tahun. Bila angkanya 1 dari
1.000 penduduk saja yang menderita gangguan tersebut, di Indonesia
bisa mencapai 200-250 ribu orang penderita dari jumlah tersebut bila
10% nya memerlukan rawat inap di rumah sakit jiwa berarti
dibutuhkan setidaknya 20-25 ribu tempat tidur (hospital bed) Rumah
sakit jiwa yang ada saat ini hanya cukup merawat penderita gangguan
jiwa tidak lebih dari 8.000 orang. Jadi perlu dilakukan upaya
diantaranya porgram intervensi dan terapi yang implentasinya bukan
di rumah sakit tetapi dilingkungan masyarakat (community based
psyciatric services) penambahan jumlah rumah sakit jwa bukan lagi
merupakan prioritas utama karena paradigma saat ini adalah
pengembangan program kesehatan jiwa masyarakat
(deinstitutionalization). Terlebih saat ini telah banyak ditemukan obat-
obatan psikofarmaka yang efektif yang mampu mengendalikan gejala
ganggun penderitanya. Artinya dengan pemberian obat yang tepat dan
memadai penderita gangguan jiwa berat cukup berobat jalan.
7. Kasus Bunuh Diri
Data WHO menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 800.000 orang di
seluruh dunia melakukan tindakan bunuh diri setiap tahunnya.
Laporan di India dan Sri Langka menunjukkan angka sebesar 11-37
per 100 ribu orang, mungkin di Indonesia angkanya tidak jauh dari itu.
Menurut Dr. Benedetto Saraceno dari departemen kesehatan jiwa
WHO, lebih dari 90% kasus bunuh diri berhubungan dengan masalah
gangguan jiwa seperti depresi, psikotik dan akibat ketergantungan zat
(Napza).
Yang mengkhawatirkan adalah dijumpainya pergeseran usia orang
yang melakukan tindak bunuh diri. Kalau dahulu sangat jarang anak
yang usianya kurang dari 12 tahun melakukan tindak bunuh diri, tetapi
sekarang bunuh diri pada anak usia kurang dari 12 tahun semakin
sering ditemukan. Ini menunjukkan kegagalan orang tua di rumah,
guru di sekolah dan tokoh panutan di masyarakat membekali
keterampilan hidup (life skill) untuk mengatasi tantangan maupun
kesulitan hidupnya. Kasus bunuh diri sudah menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang serius terutama bila dikaitkan dengan
dampak kehidupan moderen. Oleh karena itu WHO memandang
bunuh diri sebagai peyebab utama kematian dini yang dapat dicegah.
Kondisi lain yang perlu mendapat perhatian adalah altruistic suicide
atau bunuh diri karena loyalitas berlebihan yang antara lain bentuk
“bom bunuh diri”. Banyak ahli mengaitkan hal tersebut sebagi
manifestasi dari akumulasi kekecewaan, perlakuan tidak adil atau
tersisihkan. Mengatasi altruistic suicide tidak mudah dan memerlukan
pendekatan multi disiplin antara berbagai pihak terkait seperti aspek
kesehatan jiwa, pendekatan agama, penegakan hukum dan sosial.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Riwayat ketidakjelasan nama atau identitas serta pendidikan yang
rendah, atau riwayat putus sekolah yang mengakibatkan
perkembangan kurang efektif. Status sosial tuna wisma, kehidupan
terisolasi (kehilangan kontak sosial, misal pada lansia). Agama dan
keyakinan klien tidak bisa menjelaskan aktivitas keagamaan secara
rutin (Mellia Trisyani Putri, 2020).
2. Alasan masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan sering mengamuk tanpa sebab,
memukul, membanting, mengancam, menyerang orang lain, melukai
diri sendiri, mengganggu lingkungan, bersifat kasar dan pernah
mengalami gangguan jiwa dimasa lalu kambuh karena tidak mau
minum obat secara teratur (Keliat,2016).
3. Faktor Predisposisi
a) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu
dan pernah dirawat atau baru pertama kali mengalami gangguan
jiwa (Parwati, Dewi & Saputra 2018).
b) Biasanya klien berobat untuk pertama kalinya kedukun sebagai
alternative serta memasung dan bila tidak berhasil baru di bawa
kerumah sakit jiwa.
c) Trauma. Biasnya klien pernah mengalami atau menyaksikan
penganiayaan fisik, seksual, penolakan, dari lingkungan.
d) Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
kalau ada hubungan dengan keluarga, gejala, pengobatan dan
perawatan.
e) Biasanya klien pernah mengalami pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan misalnya, perasaan ditolak, dihina, dianiaya,
penolakan dari lingkungan
4. Fisik
Pengkajian fisik
a) Ukur dan observasi tanda-tanda vital seperti tekanan darah akan
bertambah naik, nadi cepat, suhu, pernapasan terlihat cepat.
b) Ukur tinggi badan dan berat badan.
c) Yang kita temukan pada klien dengan prilaku kekerasan pada saat
pemeriksaan fisik (mata melotot, pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, wajah memerah)
d) Verbal (mengancam, mengupat kata-kata kotor, berbicara kasar
dan ketus).
5. Psikososial
a) Genogram
Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapat menggambarkan
hubungan klien dengan keluarga. Tiga generasi ini dimaksud
jangkauan yang mudah diingat oleh klien maupun keluarga apa
disaat pengkajian.
b) Konsep diri
Biasanya ada anggota tubuh klien yang tidak disukai klien yang
mempengaruhi keadaan klien saat berhubungan dengan orang lain
sehingga klien merasa terhina, diejek dengan kondisinya tersebut.
c) Identitas
Biasanya pada klien dengan prilaku kekerasan tidak puas dengan
pekerjaannya, tidak puas dengan statusnya, baik disekolah, tempat
kerja dan dalam lingkungan tempat tinggal
d) Harga diri
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan hubungan dengan
orang lain akan terlihat baik, harmoni sata terdapat penolakan
atau klien merasa tidak berharga, dihina, diejek dalam lingkungan
keluarga maupun diluar lingkungan keluarga.
e) Peran diri
Biasanya klien memiliki masalah dengan peranatau tugas yang
diembannya dalam keluarga, kelompok atau masyarakat dan
biasanya klien tidak mampu melaksanakan tugas dan peran
tersebut dan merasa tidak berguna.
f) Ideal diri
Biasanya klien memilki harapan yang tinggi terhadap tubuh,
posisi dan perannya baik dalam keluarga, sekolah, tempat kerja
dan masyarakat.
6. Hubungan social
a) Orang yang berarti Tempat mengadu, berbicara
b) Kegiatan yang diikuti klien dalam masyarakat dan apakah klien
berperan aktif dalam kelompok tersebut
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain/tingkat
keterlibatan klien dalam hubungan masyarakat.
7. Spiritual
a) Nilai dan keyakinan
Biasanya klien mengatakan bahwa dia tidak mengalami gangguan
jiwa.
b) Kegiatan ibadah
c) Biasaya dalam selama sakit klien jarang melakukan ibadah.
8. Status mental
a) Penampilan.
b) Biasanya penampilan klien kotor.
c) Pembicaraan.
d) Biasanya pada klien prilaku kekerasan pada saat dilakukan
pengkajian bicara cepat,keras, kasar, nada tinggi dan mudah
tersinggung.
e) Aktivitas motoric
f) Biasanya aktivitas motoric klien dengan prilaku kekerasan akan
terlihat tegang, gelisah, gerakan otot muka berubah-ubah,
gemetar, tangan mengepal, dan rahang dengan kuat.
g) Alam perasaan
Biasanya akan merasa sedih dan menyesali apa yang telah
dilakukan
h) Efek
Biasanya klien mudah tersinggung dan sering marahmarah tanpa
sebab
i) Interaksi selama wawancara
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan akan terlihat
bermusuhan, curiga, tidak kooperatif, tidak mau menatap lawan
bicara dan mudah tersinggung.
j) Persepsi
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan masih dapat menjawab
pertanyaan dengan jelas.
k) Isi Pikir
Biasanya klien meyakini dirinya tidak sakit, dan baik baik saja.
l) Tingkat kesadaran
Biasanya klien prilaku kekerasan kadang tampak bingung,
m) Memori
Biasanya klien diwaktu wawancara dapat mengingat kejadian
yang terjadi dan mengalami gangguan daya ingat jangka panjang.
n) Kemampuan penilaian
Biasanya klien mengalami kemampuan penilaian ringan dan
sedang dan tidak mampu mengambil keputusan
o) Daya fikir diri
Biasanya klien mengingkari penyakit yang dideritanya
9. Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan
Biasanya klien tidak mengalami perubahan
b) BAB/BAK
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan tidak ada
gangguan
c) Mandi
Biasanya klien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang mencuci
rambut dan bercukur atau berhias. Badan klien sangat bau dan
kotor, dan klien hanya melakukan kebersihan diri jika disuruh.
d) Berpakaian
Biasanya klien jarang mengganti pakaian, dan tidak mau
berdandan. Klien tidak mampu mengenakan pakaian dengan
sesuai dan klien tidak mengenakan alas kaki
e) Istirahat dan tidur
Biasanya klien tidak melakukan persiapan sebelum tidur, seperti:
menyikat gigi, cucu kaki, berdoa. Dan sesudah tidur seperti:
merapikan tempat tidur, mandi atau cuci muka dan menyikat gigi.
Frekuensi tidur klien berubah-ubah, kadang nyenyak dan kadang
gaduh atau tidak tidur.
f) Penggunaan obat
Biasanya klien mengatakan minum obat 3 kali sehari dan klien
tidak mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus minum obat.
g) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya klien tidak memperhatikan kesehatannya, dan tidak
peduli tentang bagaimana cara yang baik untuk merawat dirinya.
h) Aktifitas didalam rumah
Biasanya klien mampu merencanakan, mengolah, dan menyajikan
makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri dan
mengatur biaya sehari-hari.
10. Mekanisme koping
Biasanya klien menggunakan respon maldaptif yang ditandai dengan
tingkah laku yang tidak terorganisir, marah-marah bila keinginannya
tidak terpenuhi, memukul anggota keluarganya, dan merusak alat-alat
yg ada dirumah.
11. Masalah psikologis dan lingkungan
Biasanya klien merasa ditolak dan mengalami masalah interaksi
dengan lingkungan
12. Pengetahuan
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan kurang pengetahuan tentang
penyakitnya,dan klien tidak mengetahui akibat dari putus obat dan
fungsi Dari obat yang diminumnya.
B. Diagnosa
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Harga Diri Rendah
C. Intervensi
No Diagnosa Intervensi
1 Perilaku Kekerasan  Mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara tarik nafas dalam dan
memukul kasur/bantal
 Kontrol perilaku kekerasan dengan
cara meminum obat secara teratur
 Kontrol perilaku kekerasan dengan
cara berbicara baik-baik
 spiritual
2 Harga Diri Rendah  Mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang di miliki oleh
pasien
 Menilai kemampuan yang di gunakan
 Menetapkan/memiliki kegiatan sesuai
kemampuan
 Melatih kegiatan sesuai kemampuan
yang di pilih
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu
mengatasi tantangan hidup,dapat menerima orang lainsebagaimana adanya
serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Kesehatan jiwa masyarakat (Community Mental Health) merupakan suatu
orientasi kesehatan jiwa yang dilaksanakan di masyarakat. Kesehatan jiwa
masyarakat ini dititik beratkan pada upaya promotif dan preventif tanpa
melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif. (KepMenKes No. 220)
Peran perawat kesehatan jiwa masyarakat adalah:
1. Mengidentifikasi, mengklasifikasi dan memetakan permasalahan
kesehatan jiwa
2. Pendidikan kesehatan dalam upaya preventif danj promotif
penemuan kasus dini, skiring dan tindakan yang cepat.
3. Pemberi asuhan keperawatan pada intervensi kondisi “krisis”
DAFTAR PUSTAKA

Herman, Ade S. D. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan


Yogyakarta:Nuha Medika
UI, Fikep dan WHO. Modul basic course Comunity Mental Health Nursing.
Jakarta : Universitas Indonesia
Anonymous. e.d. Hubungan motivasi internal dan eksternal dengan kinerja
petugas CMHN. Universitas SumateraUtara (USU).
Khasanah, Arifah Nur. (2011). Tutor Community Mental Health Nursing
(CMHN). Arifah Territoire. Diakses pada tanggal 24 May 2012 dari
http://arifahpratidina.blogspot.com/2011/04/tutor-community-mental-health-
nursing.html http://blogilmukeperawatan.blogspot.com/2012/06/asuhan-
keperawatan-komunitas-jiwa.html

Anda mungkin juga menyukai