Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KOMUNITAS II

ASPEK SPIRITUAL PADA LANJUT USIA

Oleh :
Kelompok 4

1. Meigo Anggit R (S16102)


2. Mila Nur Kamila (S16105)
3. Muhammad Hafid E (S16106)
4. Nilam Dwi Adelia (S16109)
5. Novita Indriyani S (S16110)
6. Nurul Widiyawati (S16111)
7. Panji Kumara Jati (S16112)
8. Putri Sinta R (S16113)
9. Ratih Marlina (S16114)
10. Ririn Saputri (S16115)
11. Riska Putri S (S16116)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 201

1
Daftar Isi

HalamanJudul................................................................................................... 1
Daftar Isi .......................................................................................................... 2
Kata pengantar ................................................................................................. 3
BAB I : Pendahuluan
A. LatarBelakang ...................................................................................... 4
B. Tujuan .................................................................................................. 6
BAB II : Pembahasan
A. PengertianSpiritualitas ......................................................................... 7
B. Karakteristik Spiritual .......................................................................... 7
C. Faktor yang mempengaruhiSpiritualitas .............................................. 8
D. Perandan proses keperawatandalamspiritualitas .................................. 10
E. Kopingpada loss, Grieving, Dying, and Death .................................... 14
BAB III : Penutup
A. Kesimpulan .......................................................................................... 21
B. Saran ..................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA

2
KATA PENGANTAR

PujisyukurkehadiratTuhan Yang MahaEsa,


kelompokdapatmenyelesaikantugasmatakuliahKeperawatan Komunitas 2
dalambentukmakalah.AdapunjudulmakalahiniyaituAspek spiritual pada lanjut
usia.
Dalampenyelesaianmakalahini,
kelompokbanyakmenemuikesulitan.Olehkarenaitu,
kelompokinginmengucapkanterimakasihkepadaberbagaipihak yang
telahmembantudalampenyelesaianmakalahini, diantaranya :
1) Ns. Maula Mar’atus Solikhah M.Kep,
selakukoordinatormatakuliahKeperawatanGerontik.
2) Teman-temanseperjuangan yang
telahmembantupembuatanhinggapenyelesaianmakalah.
Kelompoksadarbahwamakalahinimasihjauhdarikesempurnaan.Olehkarenai
tu kami mengharapkan saran yang
membangununtukperbaikanmakalahinidanmakalahselanjutnya, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surakarta, 11 Desember 2018

(Kelompok 4)

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha
pencipta, tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu.
Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang manusia
dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan dasar
tersebut meliputi: kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, cinta
kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas diri merupakan sebuah tahapan
Spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan,
sukacita, kasih sayang, kedamaian, toleransi, kerendahatian serta memiliki
tujuan hidup yang jelas (Maslow 1970, dikutip dari Prijosaksono, 2003).
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa
dan Maha Pencipta (Hamid, 1999).
Spiritual juga disebut sebagai sesuatu yang dirasakan tentang diri sendiri
dan hubungan dengan orang lain, yang dapat diwujudkan dengan sikap
mengasihi orang lain, baik dan ramah terhadap orang lain, menghormati
setiap orang untuk membuat perasaan senang seseorang. Spiritual adalah
kehidupan, tidak hanya doa, mengenal dan mengakui Tuhan (Nelson, 2002).
Menurut Mickley et al (1992) menguraikan Spiritual sebagai suatu yang
multidimensi yaitu dimensi eksitensial dan dimensi agama. Dimensi
eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi
agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha
Kuasa. Spiritual sebagai konsep dua dimensi, dimensi vertikal sebagai
hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan
seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan dengan diri
sendiri, dengan orang.
Berdasarkan konsep keperawatan, makna spiritual dapat dihubungkan
dengan kata-kata : makna, harapan, kerukunan, dan system kepercayaan
(Dyson, Cobb, Forman,1997). Dyson mengamati bahwa perawat menemukan
aspek spiritual tersebut dalam hubungan dengan seseorang dengan dirinya

4
sendiri, orang lain dan dengan Tuhan. Menurut Reed (1992) spiritual
mencakup hubungan intra, inter, dan transpersonal. Spiritual juga diartikan
sebagai inti dari manusia yang memasuki dan mempengaruhi kehidupannya
dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan perilaku serta dalam hubungannya
dengan diri sendiri, orang lain, alam ,dan Tuhan (Dossey & Guazetta, 2000).
Para ahli keperawatan menyimpilkan bahwa spiritual merupakan sebuah
konsep yang dapat diterapkan pada seluruh manusia. Spiritual juga
merupakan aspek yang menyatu dan universal bagi semua manusia. Setiap
orang memiliki dimensi spiritual. Dimensi ini mengintegrasi, memotivasi,
menggerakkan, dan mempengaruhi seluruh aspek hidup manusia.
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan
hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan,
kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf. Dimensi spiritual ini
berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan
dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika
sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik atau kematian (Hamid,
2000).
Kebutuhan spiritual merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk
mencari tujuan dan harapan hidup. Aspek dalam spiritual antara lain: harapan,
kedamaian. Cinta, kasih, sayang, bersyukur dan keyakinan. Perawat sebagai
tenaga kesehatan yang profesional mempunyai kesempatan paling besar
untuk memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan yang komprehensif
dengan membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistic. Perawat
memandang klien sebagai mahluk bio–psiko–sosio– cultural dan spiritual
yang berespon secara holistic dan unik terhadap perubahan kesehatan atau
pada keadaan krisis. Asuhan keperawatan yang diberikan perawat tidak bisa
lepas dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral dari interaksi
perawat dengan klien (Martono, 2004).
Berdasarkan kegiatan spiritual, kondisi lanjut usia meliputi dua hal yaitu
mengenai ibadah agama dan kegiatan didalam organisasi sosial keagamaan.
Dalam hal ini kehidupan spiritual mempunyai peranan penting, seseorang

5
yang mensyukuri nikmat umurnya tentu akan memelihara umurnya dan
mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat (Depsos, 2007).

B. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Spiritualitas pada lansia
2. Mengetahui Karakteristik Spiritual pada lansia
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi spiritualitas pada lansia
4. Mengetahui peran dan proses keperawatan dalam spiritualitas pada lansia
5. Mengetahui koping pada loss, Grieving, Dying, and Death

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Spiritualitas pada lansia


Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorangmanusia
dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul.Kebutuhan
dasar tersebut meliputi: kebutuhanfisiologis, keamanan
dankeselamatan, cinta kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas diri
merupakansebuah tahapan Spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan
kreativitas,intuisi, keceriaan, sukacita, kasih sayang, kedamaian, toleransi,
kerendahatianserta memiliki tujuan hidup yang jelas.Beberapa istilah yang
membantu dalam pemahaman tentang spiritualadalah : kesehatan spiritual
adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antaradiri dengan orang lain,
alam, dan lingkungan yang tertinggi.Ketidakseimbangan spiritual (Spirituality
Disequilibrium) adalah sebuahkekacauan jiwa yang terjadi ketika
kepercayaan yang dipegang teguhtergoncang hebat. Kekacauan ini seringkali
muncul ketika penyakit yangmengancam hidup berhasil didiagnosis (Taylor,
2007).

B. Karakteristik Spiritual pada lansia


Terdapat beberapa karakteristik Spiritual yang meliputi:
1. Hubungan dengan diri sendiri Merupakan kekuatan dari dalam diri
seseorang yang meliputipengetahuandiri yaitu siapa dirinya, apa yang
dapat dilakukannya dan jugasikap yang menyangkut kepercayaan pada
diri-sendiri, percaya padakehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran, serta
keselarasan dengandiri-sendiri. Kekuatan yang timbul dari diri
seseorangmembantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya,
diantaranya memandangpengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang positif,
kepuasan hidup,optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang
semakin jelas.
2. Hubungan dengan orang lain Hubungan ini terbagi atas harmonis
dan tidak harmonisnya hubungan dengan orang lain. Keadaan harmonis

7
meliputi pembagian waktu,pengetahuan dan sumber secara timbal balik,
mengasuh anak, mengasuhorang tua dan orang yang sakit, serta meyakini
kehidupan dankematian.Sedangkan kondisi yang tidak harmonis
mencakup konflik dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan
ketidakharmonisandan friksi, sertake terbatasan asosiasi.
3. Hubungan dengan alamHarmoni merupakan gambaran
hubunganseseorang dengan alam y a n g m e l i p u t i
pengetahuantentang tanaman, pohon, margasatw a,
i k l i m dan berkomunikasi dengan alamserta melindungi alam tersebut.
Rekreasi (Joy). Rekreasi merupakankebutuhan spiritual
seseorangd a l a m m e n u m b u h k a n k e ya k i n a n , rahmat, rasa
t e r i m a k a s i h , h a r a p a n d a n cinta kasih. Denganrekreasi seseorang
dapat menyelaraskan antara jasmanidan rohani sehingga timbul perasaan
kesenangan dan kepuasaan dalampemenuhan hal-hal yang dianggap
penting dalam hidup seperti nontont e l e v i s i , dengar musik,
olahragadan lain-lain.Kedamaian ( P e a c e ) . Kedamaian
merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan. Dengankedamaian
seseorang akan merasa lebih tenang dan dapat meningkatkanstatus
kesehatan.
4. Hubungan dengan TuhanMeliputi agama maupun tidak agamais.
Keadaan ini menyangkutsembahyang dan berdoa, keikutsertaan dalam
kegiatan ibadah, perlengkapankeagamaan, serta bersatu dengan alam.

C. Faktor yang mempengaruhi spiritualitas pada lansia


Menurut Taylor Craven dan Hirnle dalam Hamid (2009), faktor pentingyang
dapat mempengaruhi Spiritual seseorang adalah:
1. T a h a p p e r k e m b a n g a n Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non
material, seseorangharus memiliki beberapa kemampuan berfikir abstrak
sebelum mulai mengerti spiritual dan menggali suatu hubungan dengan
yang Maha Kuasa.Hal ini bukan berarti bahwa Spiritual tidak memiliki
maknabagi seseorang.

8
2. Peranan keluarga penting dalam perkembangan
S p i r i t u a l i n d i v i d u tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang
Tuhan danagama, tapi individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri
sendiri dari tingkah laku keluarganya. Oleh karena itu keluarga
merupakan lingkunganterdekat dan dunia pertama dimana individu
mempunyai pandangan, pengalaman tehadap dunia yang diwarnai oleh
pengalaman dengan keluarganya.
3. Latar belakang etnik dan budaya sikap, keyakinan dan nilai
dipengaruhi oleh latar belakang etnik dansosial budaya. Pada umumnya
seseorang akan mengikuti tradisi agama danspiritual keluarga. Anak
belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama,termasuk nilai moral
dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagaibentuk kegiatan
keagamaan.
4. Pengalaman hidup sebelumnyaPengalaman hidup baik yang positif
maupun negatif dapatmempengaruhi Spiritual sesorang dan sebaliknya
juga dipengaruhi olehbagaimana seseorang mengartikan secara spiritual
pengalaman tersebut.Peristiwa dalamkehidupan seseorang dianggap
sebagai suatu cobaan yangdiberikan Tuhan kepada manusia menguji
imannya.
5. K r i s i s d a n p e r u b a h a n Krisis dan perubahan dapat menguatkan
kedalam spiritual seseorang.Krisis sering dialami ketika seseorang
menghadadapi penyakit, penderitaan,prosespenuaan, kehilangan dan
bahkan kematian, khususnya pada pasiendengan penyakit terminal
atau denganprognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan
dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalamanspiritual yang
bersifat fiskal danemosional.
6. Terpisah dari ikatan spiritualMenderita sakit terutama yang bersifat
akut, sering kali membuatindividu merasa terisolasi dan kehilangan
kebebasan pribadi dan sistemdukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-
hari juga berubah, antara lain tidak dapat menghadiri acara resmi,
mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan

9
keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat
diinginkan.
7. Isu moral terkait dengan terapi p a d a k e b a n ya k a n a g a m a ,
p r o s e s p e n ye m b u h a n d i a n g g a p s e b a g a i c a r a T u h a n u n t u k
m e n u n j u k a n k e b e s a r a n - N ya , w a l a u p u n a d a j u g a a g a m a
yang menolak intervensi pengobatan

D. Peran dan proses keperawatan dalam spiritualitas pada lansia


1. T e m a n Sejalan
Dengan hilangnya kontak sosial lansia, stimulasi mentaldan harga diri
mereka juga mengalami penurunan. Mereka membutuhkanseseorang yang
memamhami proses penuaan normal dan proses penyakit diusia lanjut.
Kebutuhan terpenting bagi lansia adalah seseorang merawatnyasebagai
individu. Perawat yang mengasuh harus menyediakan waktu
untuk lansia, membiarkan mereka menjadi diri mereka sendiri, dan
mengenal nilaimereka sebagai individu. Mungkin hadiah terbesar dapat
diberikanseseorang kepada lansia adalah waktu. Waktudapat
digunakan untuk berbagi minat, berdoa untuk mengatasi masalah,
membaca materikeagamaan, menertawakan flim kartun atau duduk
tenang bersamamendengarkan musik atau menikmati matahari terbenam.
Kuantitas waktukurang penting jika dibandingkan dengankualitas.
Keterampilan yangdiperlukan adalah menunjukkan adanya kasih Tuhan,
mendengarkan denganpenuh perhatian, memulai percakapan yang mengarah
pada topik spiritualdan menyediakan diri secara teratur.
2. A d v o k a t Peran
Advokasi perawat untuk lansia meliputi mendapatkansumber-sumber
spiritual berdasarkan latar belakang klien yang unik. Haltersebut perlu
dilakukan untuk mendukung keinginan klien untuk berpartisipasi dalam
layanan keagamaan dengan mendapatkan transpostasiyang sesuai atau
mengatur pemuka agama setempat untuk berkunjung. Haltersebut dapat
melibatkan peningkatkan persahabatan dengan lansia lain ditempat
beribadah. Pada beberapa kasus, perawata dapat menjadi penengahantara klien dan

10
teman atau anggota keluarga yang jauh. Pada saat yang bersamaan
perawat dapat membantu klien dan keluarga menghadapimasalah-
masalah etik seperti euthanasia, kelanjutan pemakaian sistembantuan
hidup, atau bantauan nutrisi jangka panjang. Hal tersebut dapatmencakup
intervensi untuk kepentingan klien bersama dokternya berkaitandengan
perpanjangan perawatan medis. Peran advoksi perawat dapatmencakup
menulis surat, menelpon, atau melakukan pendekatan tentangsebab-sebab
yang memengaruhi kesejahteraan klien. Beberapa
keterampilankeperawatan khusus mencakup kemampuan untuk tetap
tenang pada saatorang lain kacau, keyakinana bahwa Tuhan akan
membantu pada situasi yang sulit, keinginan untuk meningkatkan
konsiliasi, dan kemampuan untuk mengungkapkan ide secara jelas.
3. Pemberi Asuhan
Perawat sebagai pemberi asuhan merupakan seorang pengakji yang cerdik yang tidak
hanya melakukan pengkajian dasar terhadap statusspiritual yang menyeluruh,
tetapi terus juga mengkaji klien melaluihubungan. Perawat
menerjemahkan pengkajian difisit spiritual ke dalamintervensi asuhan
spiritual atau kesejejahteraan spiritual denganmemperkuat dukungan
spiritual. Perawat mngetahui bahwa status spiritualmemiliki efek kuat
pada pemeliharaan kesehatan juga mencegahan ataupemyembuhan
penyakit. Lansia mungkin memerlukan bantuan khususuntuk mengahdiri
layanan keagamaan, mendengarkan layanan radio atau televisi,
menyediakan waktu tenang tanpa gangguan untuk bermeditasi atau
menererima sakramen, atau melepaskan kemarahannya terhadap
penderitaanyang mereka alami. Keterampilan perawat meliputi bersifat
sensitif terhadapkebutuhan yang tidak terungkapkan, meningkatkan
singkap membantu,mendengarkan adanya tanda-tanda distress spiritual,
dan memberikan
perawatan fisik dan spitual secara bersamaan. Hal tersebut sering kali
dirasa sulit bagi pemberi suhankarena kebtuhan fisik lansia juga dapat
begituluas sehingga hanya sedikit saja waktu atau energy yang tersisa
untuk perawatan spiritual

11
4. M a n a j e r K a s u s
Perawatanyang bertindak sebagai manajer kasus di
areaspiritulaitas harus mengetahui tentang lansia dan komunitas.
Manajer kasusyang bekerja dengan lansia cenderung harus mengkoordinasikan
asuhanuntuk klien yang rentan memerlukan bantuan karena usia lanjut,
pendapatanrendah, masalah penyakit yang bermacam-macam, atau
keterbatsan sistempendukung. Seringkali perawat perlu bernegoisasi
dengan anggota keluarga,pemberi asuhan yang lain, atau lembaga-
lemabga yang memberikanbantuan. Keterampilan keperawatan khusus
yang diperlukan mencakupmengelola sumber-sumber yang terbatas untuk
mendapatkan manfaat yangmaksimal, mengelola asuhan untuk klien guna
meminimalkan keleihan danansietas, meningkatkan penerimaan terhadap
bantuan tanpa menjadiketergantungan, dan meningkatkan ikatan asal
komunitas agama seseorang.
5. Peneliti
Perawat yang meneliti aspek-aspekspiritual lansia harus menjagahak-hak
hasasi lansia yang menjadi subjek penelitian. Pertimbangan etik yang
relevan yang terdapat dalam proposal harus di evaluasi dan di jelaskansecara rinci.
Jelas terlihat dari bahasan litelatur penelitian dan instrumenttest yang
tersedia bahwa religiositas merupakan konsep yang lebih mudahuntuk
dipelajari daripada spiritualitas. Penyelidikan secara prinsipmelibatkan
sikap religious organisasi, sikap religious pribadi, dan korelasiaktifitas
religious dengan kesehatan, penyesuaian pribadi, dan praktik -
praktik lain. Penelitian spiritual di hambat oleh beberapa faktor.
Spiritualitasbersifat temporer dan sulit untuk didefinisikan. Kerangka
kerja konseptualterbebani dengan komponen-komponen multidisiplin,
dan instrument yangvalid harus dibuat atau diperbaiki untuk membantu
dalam kuantifikasi.Lebih lanjut lagi, upaya penelitian spiritualitas belum
sepenuhnya di bantu oleh pemerintah atau sumber pendanaan swasta
6. MenyusunAsuhanKeperawatan
a. PengkajianKeperawatan

12
Pengkajianterhadapmasalahkebutuhan spiritual, antara lain
adanyaungkapanterhadapmasalah spiritual, misalnyaartikehidupan,
kematian, danpenderitaan, keraguanakankepercayaan yang dianut,
penolakanuntukberibadah, perasaan yang kosong,
danpengakuanakanperlunyabantuan spiritual. Beberapafaktor yang
menyebabkanmasalah spiritual
adalahkehilangansalahsatubagiantubuh, beberapapenyakit terminal,
tindakanpembedahan, prosedurinvasive, dan lain-lain
b. Diagnosis Keperawatan
Distres spiritual
berhubungandenganketidakmampuanuntukmelaksanakan ritual
spiritual, konflikantarakeyakinan spiritual
danketentuanaturankesehatandankrisispenyakit, penderitaan,
ataukematian.
c. PerencanaandanTindakanKeperawatan
Rencana yang dapatdilakukanuntukmengatasimasalah spiritual, antara
lain:
1) Memberikanketenanganatauprivasisesuaidengankebutuhanmelalui
berdoadanberibadahsecararutin
2) Membantuindividu yang
mengalamiketerbatasanfisikuntukmelakukanibadah
3) Menghadirkanpemimpin spiritual
untukmenjelaskanberbagaikonflikkeyakinandanalternatifpemecah
annya
4) Mengurangiataumenghilangkanbeberapatindakanmedis yang
bertentangandnegankeyakinanpasiendanmencarialternatifpemecah
annya
5) Mendoronguntukmengambilkeputusandalammelakukan ritual
6) Membantupasienuntukmemenuhikewajibannya
d. EvaluasiKeperawatan
Evaluasiterhadapmasalah spiritual
secaraumumdapatdinilaidariperubahanuntukmelakukankegiatan

13
spiritual, adanyakemampuanmelaksanakanibadah,
adanyaungkapanatauperasaan yang tenang,
danmenerimaadanyakondisiataukeberadaannya, wajah yang
menunjukan rasa damai, kerukunandengan orang lain,
memlikipedomanhidup, dan rasa bersyukur.

E. Koping pada loss, Grieving, Dying, and Death


1. KEHILANGAN (LOSS)
Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang
membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika
sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar,
diketahui atau dialami. Tipe dari kehilangan mempengaruhi tingkat
distress. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan
distress yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita.
Namun demikian, setiap individu berespon terhadap kehilangan secara
berbeda. Kematian seorang anggota keluarga mungkin menyebabkan
distress lebih besar dibandingkan ke hewan peliharaan, tetapi bagi
seseorang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebabkan
distress emosional yang lebih besar dibanding dengan saudaranya yang
sudah tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun. Tipe kehilangan
penting artinya untuk proses berduka; namun perawat harus mengenali
bahwa setiap interpretasi seseorang tentang kehilangan sangat bersifat
individualistis.
Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang
bersifat aktual dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak
yang teman bermainnya pindah rumah atau seorang dewasa yang
kehilangan pasangan akibat bercerai. Kehilangan yang dirasakan kurang
nyata dan dapat disalahartikan, seperti kehilangan kepercayaan diri atau
prestise. Makin dalam makna dari apa yang hilang, maka makin besar
perasaan kehilangan tersebut. Klien mungkin mengalami kehilangan
maturasional (kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan
normal untuk pertama kalinya, kehilangan situasional (kehilangan yang

14
terjadi secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal spesifik seperti
kematian mendadak dari orang yang dicintai) atau keduanya.

Jenis Kehilangan:
a. Kehilangan Objek Eksternal
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikian yang telah
menjadi usang, berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana
alam. Bagi seorang anak benda tersebut mungkin berupa boneka atau
selimut, bagi seorang dewasa berupa perhiasan atau aksesoris pakaian.
Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang
hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orang tersebut terhadap
benda yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
b. Kehilangan Lingkungan yang Telah Dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang
telah dikenal mencakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal
selma periode tertentu atau perpindahan secara permanen. Contohnya
termasuk pindah ke kota baru, mendapat pekerjaan baru, atau
perawatan di rumah sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari
lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui situasi
maturasional, misalnya ketika seorang lansia pindah ke rumah
perawatan, atau situasi situasional, contohnya kehilangan rumah
akibat bencana alam atau mengalami cedera atau penyakit.
c. Kehilangan Orang Terdekat
Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara
sekandung, guru, pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja.
Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan, pidah, melarikan diri,
promosi di tempat kerja, dan kematian.
d. Kehilangan Aspek Diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi
fisiologis, atau psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat mencakup
anggota gerak, mata, rambut, gigi, atau payudara. Kehilangan fungsi
fisiologis mencakup kehilangan kontrol kandung kemih atau usus,

15
mobilitas, kekuatan atau fungsi sensoris. Kehilangan fungsi psikologi
termasuk kehilangan ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri,
kekuatan, respeks, atau cinta. Kehilngan seperti ini dapat menurunkan
kesejahteraan individu. Orang tersebut tidak hanya mengalami
kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan
permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
e. Kehilangan Hidup
Seseorang yang menghadapi kematian menjalani hidup, merasakan,
berpikir, dan merespons terhadap kejadian dan orang sekitarnya
sampai terjadinya kematian. Perhatian utama sering bukan kepada
kematian itu sendiri tetapi mengenai nyeri dan kehilangan kontrol.
Meskipun sebagian besar orang takut tentang kematian dan gelisah
mengenai kematian, masalah yang sama tidak akan sama pentingnya
bagi setiap orang.
Dampak Kehilangan
Pekerjaan duka cita terdiri dari berbagai tugas yang dihubungkan
dengan situasi ketika seseorang melewati dampak dan efek dari perasaan
kehilangan yang telah dialaminya. Duka cita berpotensi untuk
berlangsung tanpa batas waktu.
Perawat merawat klien yang mengalami banyak tipe kehilangan, seperti
klien yang dirawat di rumah sakit yang mengalami banyak kehilangan
termasuk kesehatan, kemandirian, kontrol terhadp lingkungannya, dan
keamanan finansial. Kehilangan mengancam konsep diri, harga diri,
keamanan, dan rasa makna diri. Perawat harus mengenali makna dari
setiap kehilangan bagi klien dan dampaknya bagi fungsi fisik dan
psikologis.
Efek atau dampak dari kehilangan tergantung pada faktor-faktor, yaitu :
1) Usia
2) Jalannya kematian
3) Hubungan dengan orang yang meninggal
4) Pengalama masa lalu
5) Kepribadian

16
6) Persepsi tentang kehilangan
7) Makna tertentu dari kehilangan yang mereka miliki
8) Respon keluarga terhadap keluarga
2. BERDUKA (GRIEVING)
Duka cita bermakna sebagaikesedihan yang mendalam disebabkan
karena kehilangan seseorang yang dicintainya (misal kematian). Menurut
Cowles dan Rodgers (2000), duka cita dapat digambarkan sebagai berikut
: Duka cita dilihat sebagai suatu keadaan yang dinamis dan selalu berubah-
ubah. Duka cita tidak berbanding lurus dengan keadaan emosi, pikiran
maupun perilaku seseorang.
Duka cita adalah suatu proses yang ditandai dengan beberapa tahapan atau
bagian dari aktivitas untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu:
a. Menolak (denial)
b. Marah (anger)
c. Tawar-menawar (bargaining)
d. Depresi (depression)
e. Menerima (acceptance
Jenis Berduka
Dukacita mencakup pikiran, perasaan, dan prilaku. Tujuan duka cita
adalah untuk mencapai fungsi yang lebih efektif dengan mengintegrasikan
kehilangan kedalam pengalaman hidup klien. Pencapaian ini
membutuhkan waktu dan upaya. Istilah ”upaya melewati dukacita” berasal
dari seorang psikiater Erich Lindemann (1965) yang menggambarkan
tugas dan proses yang harus diselesaikan dengan berhasil agar dukacita
terselesaikan. Orang yang mengalami dukacita mencoba berbagai strategi
untuk menghadapinya. Worden (1982) menggarisbawahi empat tugas
dukacita yang memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan,
dan Harper (1987) merancang tugas dalam akronim ”TEAR’:
a. 1.T- To accept the reality of the loss (untuk menerima realitas dari
kehilangan.)
b. 2.E- Experience the pain of the loss (mengalami kepedihan akibat
kehilangan).

17
c. 3.A- Adjust to the new environment without the lost object
(menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda,
atau aspek diri yang hilang).
d. 4.R- Reinvest in the new reality (memberdayakan kembali energi
emosional ke dalam hubungan yang baru).
Respon Berduka
a. Dukacita Adaptif
Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi,
perencanaan, dan pengenalan psikososial. Hal ini dimulai dalam
merespons terhadap kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan dan
pengenalan tentang kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat
ini, dan masa mendatang. Dukacita yang adaptif terjadi pada mereka
yang menerima diagnosis yang mempunyai efek jangka panjang
terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eritomatosus sistemik. Klien
mungkin merasa sangat sehat ketika didiagnosis tetapi mulai berduka
dalam merespons informasi tentang kehilangan di masa mendatang
yang berkaitan dengan penyakit. Dalam situasi seperti ini , dukacita
adaptif dapat mendalam lama dan dapat terbuka. Dukacita adaptif bagi
klien menjelang ajal mencakup melepas harapan, impian, dan harapan
terhadap masa depan jangka panjang. Keterlibatan secara kontinu
dengan klien menjelang ajal dan tujuan untuk memaksimalkan
kemungkinan hidup bukan hal yang tidak sesuai dengan pengalaman
dukacita adaptif. Dukacita adaptif bagi klien menjelang ajal mempunyai
akhir yang pasti. Hal tersebut akan menghilang sejalan dengan
kematian klien; meskipun duka cita berlanjut, tetapi dukacita tersebut
tidak lagi adaptif. Klien, keluarganya, dan perawat dihadapkan dengan
serangkaian tugas adaptasi dalam proses dukacita adaptif (Rando,1986).
b. Dukacita Terselubung
Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan
yang tidak atau tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas,atau
didukung secara sosial. Konsep mengenali bahwa masyarakat
mempunyai serangkaian norma mengenai “aturan berduka” yang

18
berupaya untuk mengkhususkan siapa, kapan, di mana, bagaimana,
berapa lama, dan kepada siapa orang harus berduka. Dukacita mungkin
terselubung dalam situasi dimana hubungan antara yang berduka dan
meninggalkan tidak didasarkan pada ikatan keluarga yang dikenal.
Dukacita ini dapat mencakup teman, pemberi perawatan, dan rekan
kerja atau hubungan non-tradisional, seperti hubungan di luar
perkawinan atau hubungan homoseksual dan mereka yang
hubungannya terjadi pada masa lalu, seperti bekas pasangan.
3. MENJELANG AJAL (DYING)
Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan yang merupakan proses
menuju akhir. Lahir, menjelang ajal dan kematian bersifat universal.
Meskipun unik bagi individu, kejadian-kejadian tersebut bersifat normal
dan merupakan proses hidup yang diperlukan. Dukungan kolega
sebagaimana perawat yang mengasuh orang menjelang ajal merupakan hal
yang penting agar pada masa-masa tersebut menjadipengalaman yang
normal dan meningkatkan pertumbuhan.
Adapun lingkungan menjelang ajal seseorang adalah :
1) Rumah sakit perawatan akut
2) Perawatan jangka panjang
3) Hospice
4) Perawatan di rumah
Teori Menjelang Ajal
1) Elisabeth Kubler-Rose
Ada 5 tahap :
a) Penyangkalan dan isolasi
b) Perasaan marah, gusar, iri, dan kebencian.
c) Tawar menawar
d) Depresi
e) Penerimaan
2) Lamberton
Mengisolasi 4 strategi koping utama yang digunakan oleh orang yang
menjelang ajal :

19
a) Penyangkalan
b) Ketergantungan
c) Pemindahan
d) Regresi
3) Pattison
a) Fase akut
b) Fase kehidupan kronis
c) Fase menjelang ajal
d) Fase akhir
4) Wiesman
Mengemukakan adeanya kemungkinan fase-fase pada ekspresi respons
emosional yang kontinu dan berubah-ubah selama proses menjelang
ajal.
5) Kastenbaum
Membagi kehidupan dan menjelang ajal menajdi 2 fase psikobiologis
yang sama, yang berkembang sampai akhir kehidupan.
6) Giacquinta
Fase-fase yang dialami keluarga setelah diagnose kanker dinyatakan:
a) Hidup dengan kanker
b) Restrukturisasi selama interval hidup dan mati
c) Kehilangan
d) Pembentukan kembali
5. KEMATIAN (DEATH)
Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital,
akhir dari kehidupan. Kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi
dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita.

20
BAB III
PENUTUP

A. K e s i m p u l a n
Spiritualitas sering digunakansecara sinonim dengan agama
ataureligiositas tetapi secara aktual dapat dibedakan dari hal tersebut.
Spiritualitasberhubungan dengan keyakinan internal seseorang dan pengalaman
pribadidengan tuhan, sedangkan agama hanya satu cara untuk mengepresikan
aspek dari dalam keyakinan pribadi seseorang. Agama atau religiositas
lebihberhubungan dengan ibadah, praktik komunitas, dan perilaku
eksternal.Kebutuhan spiritual dapat dipenuhi dengan tindakan-tindakan
keagamaanseperti berdoa atau pengakuan dosa, tetapibanyak dari kebutuhan-
kebutuhantersebut yang dipenuhi hanya dengan hubungan antar-
manusia.Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak
waktuuntuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti agama dan
berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda.
Perasaankehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi
kematian oranglain (saudara, sahabat)menimbulkan rasa kesepian dan
mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat
membantuorang tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam
kehidupan danmerasa berharga serta lebih dapat menerima kematian sebagai
sesuatu yangtidak dapat ditolak atau dihindarkan.

B. S a r a n
Diharapkan mahasiswa maupun pembaca lebih memahami aspek
yangterjadi pada lansia agar mampu mengaplikasikannya dalam
praktik keperawatan dan agar lebihbanyak mencari sumber-sumber dari buku
maupunsumber bacaan lainnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Hamid. 2 0 0 8 . Buku PedomanAskep Jiwa-1 KeperawatanJiwaTeoridan


Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Stanley. 2008. Buku ajar keperawatan gerontik. Edisi H. Jakarta :EGC

Young 2009. Kesehatan dan penyembuhan . Medan : Bina Media Perintis

22

Anda mungkin juga menyukai