Anda di halaman 1dari 20

Dosen Pengampu : Dr. Muh Daud, M.Si.

Tri Sugiarti S.Psi.,M.Pd

MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA & LANSIA

“PERKEMBANGAN RELIGIUSITAS TIAP FASE DEWASA”

DISUSUN OLEH:

Kelas G

Kelompok 6

Rifqah Nur Ridwan (1971042034)

Rizqi Amaliah (1971041032)

RR Atika Puspita P (1971042019)

Siti Hajar Auliannisa (1971040053)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

MAKASSAR

2020/2021
2

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah ini dapat terselesaikan namun
dalam bentuk sederhana.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan pernyataan
penghargaan kepada semua yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Ucapan terima kasih dan pernyataan penghargaan tersebut, penulis
peruntukkan kepada :

1. Ibu Dian Novita Siswanti, S. Psi., M. Si., M. Psi., Psikolog. Selaku, Dosen
Pengampu Mata Kuliah Perkembangan Dewasa dan Lansia
2. Ibu Tri Sugiarti, S. Psi., M. Psi., Psikolog. Juga selaku, Dosen Pengampu
kedua Mata Kuliah Perkembangan Dewasa dan Lansia
3. Orang Tua, yang berperan banyak dalam penyelesaian makalah ini
4. Kepada semua pihak yang telah menanamkan andilnya kepada penulis
dalam upaya penyelesian makalah ini.

Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan-


kekurangan baik dari segi Teknik penulisan maupun isinya. Oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati, krikitkan dan sumbangan-sumbangan pikiran yang
membangun sangat diharapkan demi kearah kesempurnaan makalah ini

Makassar, 13 Febuari 2021

Penulis
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

A. Latar Belakang..............................................................................................4

B. Rumusan Masalah.........................................................................................5

C. Tujuan...........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................6

A. Definisi Masa Dewasa..................................................................................6

B. Definisi Religiusitas......................................................................................6

C. Aspek Religiusitas.........................................................................................7

D. Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Religiusitas................................8

E. Karakteristik Sikap Religiusitas pada Masa Dewasa..................................10

F. Perkembangan dan Keterkaitan Religiusitas pada Masa Dewasa Awal.....10

G. Perkembangan dan Keterkaitan Religiusitas pada Masa Dewasa Tengah..13

H. Perkembangan dan Keterkaitan Religiusitas pada Masa Dewasa Akhir....15

BAB III PENUTUP...............................................................................................19

A. Kesimpulan.................................................................................................19

B. Saran............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20
4

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dari segi terminologis merupakan acuan dari penyempurnaan


dari fungsi baik itu sosial dan psikologis dalam diri individu sepanjang hidupnya.
Pada kehidupan tiap individu, mereka akan melewati berbagai fase dari waktu ke
waktu mulai dari dalam kandungan hingga lansia. Dalam perkembangan itu ada
lingkungan yang berfungsi sebagai salahsatu faktor yang mendukung setiap fase
tersebut untuk memenuhi tugas-tugas perkembangannya.

Salah satu tahap perkembangan yang menjadi masa-masa penting dari bagian
hidup seorang individu adalah pada fase dewasa. Pada fase ini perkembangan
individu terus berlanjut dan tugas-tugas perkembangannya semakin kompleks dari
waktu ke waktu. Pengalaman dari fase- fase sebelumnya menjadi pertimbangan
dalam menghadapi segala krisis, peluang, dan beberapa pilihan yang dihadapkan
pada individu. Autonomi dan kebebasan dalam memilih jenis lingkungan apa
yang ingin ditempati, dorongan untuk berkomitmen dalam sebuah hubungan yang
diresmikan dengan pernikahan turut menjadi ciri khas dari fase ini.

Transisi dari fase remaja menuju ke dewasa merupakan suatu perjalanan


dalam periode yang panjang, transisi dari remaja ke dewasa biasanya terjadi pada
usia 18 sampai 25 tahun (Arnett, 2006 dalam Santrock 2011). Terdapat beberapa
perbedaan yang sangat jelas selama masa transisi menuju ke tahap ini. Adanya
eksplorasi identitas lebih jauh, ketidakstabilan seperti tempat tinggal, pekerjaan
dan hubungan interpersonal, pemikiran adanya berbagai kemungkinan seiring
perkembangan usia, bahkan terkait dengan perkembangan religiusitas dan banyak
lagi.

Pada makalah ini, penulis akan menguraikan perkembangan religiusitas pada


masa dewasa di tiap fase yang terbagi menjadi dewasa muda, dewasa tengah, dan
dewasa akhir berupa uraian definisi, karakteristik, aspek, keterkaitan religiusitas
pada fase dewasa.
5

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari masa dewasa?


2. Apa definisi dari religiusitas
3. Apa saja aspek-aspek religiusitas?
4. Apa saja karakteristik sikap religiusitas pada masa dewasa

5. Apa saja perkembangan dan keterkaitan religiusitas pada masa dewasa


awal, tengah, dan akhir?

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi dari masa dewasa.


2. Mengetahui definisi dari religiusitas.
3. Mengetahui apa saja aspek-aspek dari religiusitas.
4. Mengetahui karakteristik sikap religiusitas pada masa dewasa.
5. Mengetahui perkmbangan dan keterkaitan religiusitas pada masa
dewasa awal, tengah, dan akhir.
6

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Masa Dewasa

Dewasa atau adulthood merupakan bentuk lampau dari kata adultus yang
berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna.
Perkembangan masa dewasa dibagi menjadi tiga bagian yaitu dewasa muda
(young adulthood) dengan usia sekitar 18 sampai 40 tahun, dimana disini terjadi
saat-saat perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya
kemampuan reproduktif, dewasa tengan (middle adulthood) dari usia sekitar 40
sampai 60 tahun terjadi penurunan fisik dan psikologis yang jelas nampak pada
setiap orang, dan dewasa akhir (late adulthood) pada usia mulai 60 tahun ke atas.
Pada waktu ini kemampuan fisik maupun psikologis cepat menurun drastis
(Hurlock, 2011)

Sedangkan Menurut (Santrock, 2011), masa beranjak dewasa (emerging


adulthood) merupakan transisi antara remaja menuju dewasa (kurang lebih antara
usia 18 sampai 25 tahun) yang ditandai oleh adanya eksperimen dan eksplorasi.

D. Definisi Religiusitas

Secara etimologis, religiusitas berasal dari kata ‘religi’ yang berasal dari
bahasa latin religio yang berarti mengikat. Mengikat dalam hal ini berarti aturan
atau kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang individu maupun kelompok
dalam hubungan spiritualitas dengan tuhan, sesame manusia, dan alam semesta.

Hawari (dalam Ancok, 1995 :76) mengatakan bahwa religiusitas merupakan


penghayatan keagamaan atau kedalaman kepercayaan yang diekspresikan
dengan melakukan ibadah, berdoa, dan mmembaca kitab suci. Religiusitas
merupakan sesuatu yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk
aktivitas baik yang Nampak maupun tidak. Agama dan religiusitas merupakan
dua hal yang berbeda, dimana agama merupakan sesuatu yang mengacu pada
7

kelompok yang bergerak dalam aturan, dadan hukuman, sedangkan religiusitas


merupakan sesuatu yang berasal dari lubuk hati dan personalisasi dari agama.

E. Aspek Religiusitas

Menurut Glock religiusitas adalah keseluruhan dari fungsi jiwa individu


mencakup keyakinan, perasaan dan perilaku yang diarahkan secara sadar dan
sungguh-sungguh padaajaran agamanya dengan mengerjakan lima dimensi
keagamaan. Ada lima aspek religiusitas yang dikemukakan menurut Glock &
Stark (dalam Zakiyah & Hasan, 2014), yaitu:

1. Aspek ritualitas menunjukkan tingkat kepatuhan seseorang dalam


mengerjakan
kegiatan-kegiatan ibadah ritual atau kebiasaan, seperti ibadah wajib dan
sunnah, seperti sholat, puasa, haji maupun ibadah yang umum seperti berbuat
baik dengan orang lain, ramah, dan lain-lain
2. Aspek ideologis menunjukkan tingkat keyakinan seseorang terhadap
kebenaran agamanya, terutama terhadap ajaran-ajaran yang mendasar yang
menyangkut keesaan Allah yang bersifat fundamental atau dokmatis. Islam
menyebut ini dengan istilah iman atau tauhid, misalnya percaya tentang
adanya wujud Tuhan, adanya malaikat, adanya nabi atau rasul di masa lalu,
percaya akan adanya hari kiamat, percaya adanya surga dan neraka.
3. Aspek intelektual menunjukkan tingkat kepatuhan dan pemahaman serta sifat
kritis seseorang terhadap ajaran agama, atau sejauh mana individu mempunyai
minat mempelajari, mengamalkan dan percaya terhadap ilmu-ilmu agama.
4. Aspek pengalaman menunjukkan seberapa jauh seseorang merasakan dan
mengalami atau pengalaman unik yang berkaitan dengan agamanya, seperti
misalnya
merasa tenang seusai menjalankan sholat, merasakan kecemasan seusai
mengerjakan sesuatu yang dilarang oleh agama.

5. Aspek konsekuensial menunjukkan tingkat seseorang dalam berperilaku


dimotivasi oleh agamanya yaitu sejauh mana perilaku seseorang konsekuen
8

dengan ajaran agama, misalnya menolong orang lain atau rela memberikan
hartanya bagi kepentingan agamanya.

F. Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Religiusitas

Menurut Jalaluddin (dalam Mustafa, 2016) religiusitas bukan merupakan


aspek psikis bersifat instinktif atau unsur bawaan. Religiusitas juga mengalami
proses perkembangan dalam mencapai tingkat kematangannya. Kesadaran
beragama tidak luput dari berbagai gangguan yang dapat mempengaruhi
perkembangannya. Pengaruh tersebut baik yang bersumber dalam diri seseorang
maupun yang bersumber dari faktor luar.

a. Faktor Internal

Seperti halnya aspek kejiwaan lainnya, para ahli psikologi agama


mengemukakan berbagai teori berdasarkan pendekatan masing-masing.
Tetapi, secara garis besarnya faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap
perkembangan religiusitas antara lain adalah tingkat usia, kepribadian dan
kondisi kejiwaan seseorang.

1. Tingkat usia.
Berbagai penelitian psikologi agama menunjukkan adanya hubungan
tingkat usia dengan kesadaran beragama, meskipun tingkat usia bukan
satu-satunya factor penentu dalam kesadaran beragama seseorang. Yang
jelas, kenyataan ini dapat dilihat dari adanya perbedaan pemahaman
agama pada tingkat usia yang berbeda.
2. Kepribadian.
Unsur pertama (bawaan) merupakan faktor internal yang memberikan ciri
khas pada diri seseorang. Dalam kaitan ini, kepribadian sering disebut
sebagai identitas diri (jati diri) seseorang yang sedikit banyaknya
menampilkan ciri-ciri pembeda dari indivdu lain di luar dirinya. Dalam
kondisi normal, memang secara individu manusia memiliki perbedaan
9

dalam kepribadian. Perbedaan ini diperkirakan berpengaruh terhadap


aspek-aspek kejiwaan termasuk kesadaran beragama.
3. Kondisi kejiwaan.

Banyak kondisi kejiwaan yang tak wajar seperti schizoprenia, paranoia,


maniac, dan infantile autisme. Tetapi yang penting dicermati adalah
hubunganya dengan perkembangan kejiwaan agama. Sebab bagaimanapun
seseorang yang mengidap schizoprenia akan mengisolasi diri dari
kehidupan sosial serta persepsinya tentang agama akan dipengaruhi oleh
halusinasi.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal yang dinilai berpengaruh dalam religiusitas dapat dilihat


darilingkungan dimana seseorang itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut
dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Lingkungan keluarga.
Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam kehidupan
manusia. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama kali yang
dikenal setiap individu. Dengan demikian, kehidupan keluarga merupakan
fase sosialisasi awal.
2. Lingkungan institusional.
Melalui kurikulum, yang berisi materi pengajaran, sikap dan keteladanan
guru sebagai pendidik serta pergaulan antar teman di sekolah dinilai
berperan penting dalam menanamkan kebiasaan yang baik. Pembiasaan
yang baik merupakan bagiandari pembentukan moral yang erat kaitannya
dengan perkembangan jiwa keagamaan seseorang.
3. Lingkungan masyarakat.
Sepintas, lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan yang
mengandung unsur tanggung jawab, melainkan hanya merupakan unsur
pengaruh belaka. Tetapi norma dan tata nilai yang ada terkadang
pengaruhnya lebih besar dalam perkembangan jiwa keagamaan, baik
10

dalam bentuk positif maupun negatif.Suatu tradisi keagamaan dapat


menimbulkan dua sisi dalam perkembangan jiwa keagamaan seseorang,
yaitu fanatisme dan ketaatan.
4. Proses berpikir.

Berbagai proses pemikiran (faktor intelektual), sebagai contoh masuknya


atau beralihnya seseorang dari satu agama ke agama yang lain karena dia
menemukan temuan ilmiah yang ada hubungannya dengan sesuatu yang
ada dalam kitab suci.

G. Karakteristik Sikap Religiusitas pada Masa Dewasa

Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka hal
tersebut merupakan sebuah gambaran bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki
tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Orang dewasa sudah
memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap. Kemantapan jiwa
orang dewasa ini setidaknya memberikan gambaran tentang bagaimana sikap
keberagamaan pada orang dewasa. Berikut merupakan bentuk dari sikap
religiusitas pada masa dewasa;

1. Berilmu dan menerima kebenaran yang diterima berdasarkan hasil


jankauan yang ia peroleh sendiri, buka hanya iku serta akibat dari orang
lain.
2. Mampu bersikap realistis, dimana teori yang ia peroleh mampu
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
3. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung
jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dan sikap
hidup.
4. Memiliki pola pikir yang terbuka, dalam artian semua pernyataan diterima
namun tidak lngsung disimpulkan

5. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan


beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan
atas pertimbangan hati nurani.
11

H. Perkembangan dan Keterkaitan Religiusitas pada Masa Dewasa Awal

Dimasa dewasa awal, merupakan masa dimana lebih kompleks menyatakan


bahwa dewasa merupakan masa transisi secara fisik, transisi secara intelektual
serta transisi peran sosial, sehingga dapat dikatakan sebagai individu dewasa
peran dan tanggung jawab seseorang bertambah besar pula, ia tak harus
bergantung secara ekonomis, psikologis dan sosiologis pada orang tuanya tetapi
mereka justru tertantang untuk membuktikan bahwa dirinya adalah pribadi dewasa
yang mandiri. Hal ini tentunya juga akan mempengaruhi cara berpikir dalam
konteks ke-religiusan seseorang.

Tentunya, masa ini sedang mencari bahkan sedang masa awal mendekatkan
diri dengan keagamaan. Pada umumnya, orang dewasa awal mempunyai minat
terhadap agama, walaupun tahun-tahun pertama kedewasaannya minat tersebut
masih kecil.

Kenyataan ini senada dengan ungkapan A.R. Peacock bahwasannya tahun-


tahun pertama usia dua puluhan disebut sebagai “least religion period of life”.
Berulah menjelang usia setengah baya banyak di antara mereka yang menjadi
berminat pada agama. Sikap ini seakan akan hendak menaikkan “timbangan
pahala atas dosa” yang pernah diacuhkan di masa sebelumnya. Dalam kehidupan
bergama, mereka sudah mulai melibatkn diri dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.

Dengan pikirannya yang kritis, mereka sudah dapat membedakan antara agama
sebagai ajaran dengan manusia sebagai penganutnya, dimana beberapa di
antaranya ada yang shaleh dan ada yang tidak. Di usia seperti inilah sangat
dimungkinkan seseorang memilki kemantapan dan kesadaran beragama yang
cukup dewasa. Namun tercapainya kematangan kesadaran beragama bergantung
pada banyak hal, diantaranya ialah;

a. Tidak intelegensinya
b. Kematangan emosinya
c. Pengalaman hidup dan keadaan lingkungan sosialnya.
12

Umur kalender seseorang belum tentu sejalan dengan kematangan mental,


kemantapan beragama, mapun kedewasaan pribadinya. Banyak di jumpai orang
dewasa yang berumur 40 tahun belum memiliki kesadaran beragma yang mantap,
bahkan mungkin kepribadiannya masih belum dewasa (immature). Biasanya,
manakala seseorang telah mencapai usia dewasa awal baik lakilaki maupun
perempuan mulai timbul kecenderungan untuk menetapkan dan menghilangkan
keragu-raguan mengenai agama yang mengganggunya di masa sebelumnya.

Berdasarkan penelitian Elizabeth B. Hurlock, keterkaitan usia dewasa awal


terhadap agama di identifikasi melalui 8 faktor, yaitu:

1. Jenis kelamin
Dimana setiap gender, kebetuhan akan keterlibatan agama pada usia dewasa
awal memiliki kecenderungan perbedaan. Dalam artian fitrah perempuan dan
laki-laki yang berbeda.
2. Status social
Bagaimana hubungan dengan kelompok-kelompok lain di dalam
kelompok tersebut harus membuat individu tersebut mengikuti dan memiliki
dorongan dalam hal keterkitan agama.
3. Tempat tinggal
Tempat tinggal seseorang sangatlah berpengaruh dalam keterlibatan agama.
Bagaimana hal ini ada sangkut pautnya dengan lingkungan juga sebagai
bentuk dimana kita berkembang dengan orang sekitar kita.
4. Latar belakang keluarga
Bagaimana latar belakang keluarga menjadi landasan utama kita. Hal ini
biasanya sebagai bentuk awal pola asuh kita apakah kita dibimbing dalam
kelekatan religiusitas kita atau tidak dan bagaimana keluarga kita sebagai
orang yang akan mendukung kita dan memberikan motivasi untuk lebih sadar
terhadap ke religiusitas kita.
5. Lingkungan
13

Lingkungan juga sangat berpengaruh, dalam hal bagaimana kita akan


berkembang dan mengenal kereligiustitas kita kedepannya. Orang-orang
sekeliling kita jga akann mempengaruhi kita bagaimana kita akan dating.
6. Perbedaan agama dalam rumah tangga
Perbedaan agama merupakan bentuk akan adanya perbedaan pendapat dalam
syariat yang agama kita jalani. Semakin berbeda agama kita maka akan
semakin banyak perbedaan pola hidup yang kita jalani. Walaupun pada
dasarnya semua agama mengajarkan kebaikan namun untuk melakukan
kebaikan tersebut berbeda-beda tiap agama.
7. Kecemasan terhadap kematian
Sering kali kita merasa takut, akan kematian biasanya akan menjadi tolak ukur
kita akan lebih mendalami dan lebih mendekatkan diri kepada pencipta.
8. Kepribadian seseorang.
Keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu
lain.

Dari delapan faktor tersebut dapat diidentifikasi sifat keagamaan usia dewasa
awal secara umum

I. Perkembangan dan Keterkaitan Religiusitas pada Masa Dewasa


Tengah

Usia dewasa madya (tengah) dibagi menjadi 2 sub bagian, yaitu usia madya
dini dari sekitar 35-50 tahun dan usia madya lanjut dari 50-60 tahun. Usia madya
ini adalah periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia. Pada usia
madya biasanya terjadi perubahan-perubahan fisik dan psikis menjadi lebih
kelihatan. Seperti, pada fungsi motorik yang sebelumnya memiliki kecepatan
respon yang baik, tetapi diakhir usia dewasa madya kecepatan respon mengalami
penurunan. Kemudian pada fungsi psikomotorik yang awalnya mampu berjalan
dan meloncat dengan baik, diakhir usia madya kemampuan kaki mulai mengalami
keterbatasan. Lalu keterampilan dalam bahasa yang sebelumnya berbahasa lebih
sopan, sekarang agak bijak dan lebih dewasa. Selanjutnya dalam kemampuan
Intelegensi mereka berfikir masih realistis. Dari segi stabilitas emosional sudah
14

seimbang dan terkontrol. Terakhir Moralitas dan keberagamaan yang sangat


menghargai adat istiadat dan daya tarik kearah religi mulai terlihat lebih lagi
diusia madya akhir.

Dalam Islam, religiusitas merupakan seberapa dalam seseorang dalam


meyakini suatu agama yang disertai dengan tingkat pengetahuan terhadap
agamanya. Mematuhi aturan-aturan dan menjalankan kewajiban-kewajiban
dengan keikhlasan hati dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan
ibadah.

Jika seseorang memilih nilai agama untuk dijadikan pandangan hidup, maka
sikap keberagamaan akan terlihat pada pola kehidupannya. Sikap keberagamaan
itu akan dipertahankan sebagai identitas dan kepribadian mereka. Sikap
kebergamaan ini membawa mereka untuk secara mantap menjalankan ajaran
agama yang mereka anut. Sehingga tidak jarang sikap keberagamaan dapat
menimbulkan ketaatan yang berlebihan dan menjurus ke sikap fanatisme. Karena
itu sikap keberagamaan orang dewasa Sikap keberagamaan orang dewasa
cenderung berdasarkan atas pemilihan terhadap ajaran agama yang dapat
memberikan kepuasan batin atas pertimbangan akal sehatnya.

Sikap keberagamaan orang dewasa biasanya menerima kebenaran agama


berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
Lebih bersifat realistis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan
dalam sikap dan tingkah laku. Bersikap positif pada ajaran dan norma-norma
agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman
agamanya. Kemudian menunjukkan sikap yang lebih terbuka dan wawasan yang
lebih luas. Lebih bersikap kritis terhadap materi ajaran agama, sehingga
kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran juga
didasarkan atas pertimbangan nurani. Biasanya sikap keberagamaan cenderung
mengarah pada tipe-tipe kepribadian masing-masing, jadi terlihat adanya
pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami, dan melaksanakan ajaran
agama yang diyakininya.
15

Kematangan dam beragama memerlukan sedikit banyak waktu karena hal ini
merupakan suatu perkembangan individu yang tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada
dua factor yang menghambat keberagamaan seseorang:

1. Faktor dari diri sendiri


a. Kapasitas diri, bagaimana kemampuan dalam menerima ajaran-ajaran
yang mampu memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran dengan baik.
b. Pengalaman hidup di masa lalu dan sekarang
2. Faktor dari luar

Ada beberapa kondisi dan situasi yang tidak banyak memberikan


kesempatan untuk berkembang, malah menganggap tidak perlu adanya
perkembangan apalagi untuk hal-hal yang memang telah ada. Faktor-
faktor ini biasanya berasal dari Pendidikan formal maupun nonformal,
pekerjaan, dan pengaruh informasi serta faktor belum mendapat hidayah
dari Allah SWT.

J. Perkembangan dan Keterkaitan Religiusitas pada Masa Dewasa


Akhir

Masa dewasa akhir di sebut juga masa usia lanjut. Disebut dewasa akhir
karena merupakan periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini
dimulai dari usia 65 tahun hingga mati yang ditandai dengan adanya perubahan
yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Seiring perubahan yang
dialami oleh para lansia, tidak semuanya bersifat negatif atau penurunan,
sebaliknya ada beberapa hal yang justru meningkat atau bertambah seiring dengan
bertambahnya usia. Salah satu hal yang sering ditemui pada para lansia adalah
meningkatnya aktivitas yang berkaitan dengan agama. Beberapa ahli
mengemukakan bahwa perhatian terhadap agama semakin meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia.

Kehidupan keagamaan pada usia lanjut menurut hasil penelitian psikologi


Agama ternyata meningkat. Sejumlah penelitian yang dilakukan oleh Cavan yang
mempelajari 1200 orang sampel berusia antara 60-100 tahun. Temuan
16

menunjukkan secara jelas bahwa kecenderungan untuk menerima pandapat


keagamaan semakin meningkat pada usia ini. Pengakuan terhadap realitas tentang
kehidupan akhirat baru muncul sampai 100 persen setelah pada usia 90 tahun.
Sikap keagamaan di usia tua di antaranya adalah depersonalisasi atau
kecenderungan hilangnya identifikasi diri dengan tubuh dan juga cepatnya akan
datang kematian merupakan salah satu factor yang menentukan berbagai sikap
religiusitas di lanjut usia, sebagai pengaruh sosial yang lahir dari adanya faktor
penguat.

Hurlock (1991) menyebutkan bahwa lanjut usia berulang kali ditunjukkan


harus
menghadapi serangkaian kehilangan fisik dan sosial. Mereka kehilangan kekuatan
fisik dan kesehatan, dan terkadang kehilangan pekerjaan karena batasan usia
pensiun sehingga pendapatan mereka ada juga yang bergantung pada dana
pensiun, dan seiring berjalannya waktu, mereka mulai kehilangan pasangan,
kerabat dan teman-teman satu persatu dan mereka menderita kehilangan status
sosialnya, menjadi tidak bisa aktif lagi dan merasa diri ‘tidak berguna’. Maka
ketika muncul religiusitas pada diri mereka, maka mereka merasakan
kenyamanan, ketentraman, keamanan dan penghayatan kebahagiaan dan
kesejahteraan psikologis sehingga kemampuan untuk menyesuaikan diri ini akan
mengembalikan ke kondisi semula, hingga proses kehidupan berjalan lancar
seperti apa adanya.

Ketika religiusitas pada lansia muncul, maka para lansia akan merasakan efek
yang sangat positif seperti dapat menerima keadaan dirinya dan masa lalu yang
dilewati dengan apa adanya tanpa ada rasa penyesalan, dan dapat bergaul dengan
lingkungan disekitar, dan mampu menjadi pribadi yang mandiri sehingga tidak
selalu meminta perhatian terus menerus dari orang sekitarnya dan adanya
kepuasan hidup, memiliki tujuan dan juga makna hidup, sehingga terlihat jelas
bahwa ketika seseorang memiliki sikap religiusitas, maka ia akan mendapatkan
kualitas hidup yang lebih baik dan mendapatkan kesejahteraan psikologis

Ciri-Ciri Keberagamaan Usia Lanjut


17

Berbagai latar belakang yang menjadi penyebab kecenderungan sikap


keagamaan pada manusia lanjut usia, seperti yang dikemukakan di atas
bagaimanapun memberi gambaran tentang ciri-ciri keberagamaan mereka. Secara
garis besarnya ciri-ciri keberagamaan di usia lanjut adalah:

a. Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat


kemantapan.
b. Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.
c. Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat
secara lebih
sungguh-sungguh.
d. Sikap keagamaan cenderung mengarah pada kebutuhan saling cinta antar
sesama
manusia, serta sifat-sifat luhur.
e. Timbul rasa takut pada kematian yang meningkat sejalan dengan
pertambahan usia lanjutnya.
f. Perasaan takut pada kematian ini berdampak pada peningkatan
pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya
kehidupan akhirat.

Perubahan dan penurunan pada lanjut usia menimbulkan suatu tekanan di


dalam diri lanjut usia sehingga diperlukan suatu usaha dari lanjut usia untuk
mengatasi tekanan tersebut agar lanjut usia mendapatkan kesejahteraan psikologis
dalam menjalani hari tua. Perubahan-perubahan yang dialami oleh lanjut usia
tidak semuanya bersifat degeneratif, merosot atau memburuk melainkan ada aspek
yang justru meningkat seperti adanya pengaruh kesadaran agama bagi lanjut usia
memberikan dampak positif, agama memberikan kemantapan batin, rasa bahagia,
terlindungi dan puas seiring dengan bertambahnya usia.

Menurut Chairani (2002), religiusitas pada lanjut usia bertujuan untuk


menjaga
keseimbangan mental sebagai akibat dari perubahan yang dialaminya. Rasa
kehilangan yang terjadi pada lanjut usia merupakan gejala utama. Kehilangan ini
18

meliputi kehilangan pasangan, keluarga, pekerjaan, serta menurunnya kondisi


fisik. Lanjut usia yang tidak mampu mengatasi permasalahan sebagai akibat dari
perubahan-perubahan itu banyak mengalami gangguan mental-emosional yang
sering dijumpai dalam bentuk kecemasan dan depresi yang
disertai oleh gangguan faal.

Usia keagamaan yang luar biasa biasa terjadipada saat seseorang mencapai
usia tua, pada saat gejolak seksual sudah berakhir. Kehidupan beragama
mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai kesejahteraan
psikologis. Seseorang yang sangat mensyukuri nikmat umurnya maka akan
memelihara dan mengisi sisa usianya tersebut dengan hal-hal baik dan berguna.
Maka hal-hal tersebut akan membuat lanjut usia mencapai kesejahteraan
psikologis dan terhindar dari berbagai permasalahan yang dihadapi.

Dalam penelitian lain menyebutkan bahwa agama berkorelasi positif terhadap


penyesuaian diri pada populasi orang dewasa dan akan semakin kuat pada orang
lanjut usia. Perkembangan kehidupan beragama semakin mantap pada lanjut usia
memberi pengaruh yang positif dalam menghadapi berbagai macam masalah guna
mendapatkan kesejahteraan psikologis.

Dapat disimpulkan bahwa lanjut usia yang memiliki religiusitas adalah lanjut
usia yang mampu mendengarkan suara Tuhannya yang selalu mendorong dan
memberikan kekuatan pada mereka untuk tetap melakukan berbagai kebaikan
dalam rangka pengabdiannya pada Tuhan dan mampu mempertahankan
hubungannya dengan sesame manusia dengan baik tanpa memberatkan orang lain.
Religiusitas membantu lanjut usia dalam bersikap, menghadapi dan mengatasi
berbagai perubahan dan penurunan yang terjadi akibat proses penuaan secara
positif.
19

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa religiusitas


merupakan penghayatan keagamaan atau kedalaman kepercayaan yang
diekspresikan dengan melakukan ibadah, berdoa, dan mmembaca kitab suci.
Sedangkan Menurut (Santrock, 2011), masa beranjak dewasa (emerging
adulthood) merupakan transisi antara remaja menuju dewasa. Adapun proses
perkembangan religiusitas dan keterkaitannya pada masing-masing fase dewasa
terbagi menjadi tiga, yaitu fase dewasa awal (usia 20-40), fase dewasa tengah atau
madya (40-60 tahun), dan fase dewasa akhir atau lanjut usia (60 tahun keatas).
Pada umumnya, orang dewasa awal mempunyai minat terhadap agama, walaupun
tahun-tahun pertama kedewasaannya minat tersebut masih kecil. Barulah
menjelang usia setengah baya banyak di antara mereka yang menjadi berminat
pada agama.

Adapun kehidupan religiusitas pada usia lanjut menurut hasil penelitian


psikologi Agama ternyata meningkat. Sejumlah penelitian yang dilakukan oleh
Cavan yang mempelajari 1200 orang sampel berusia antara 60-100 tahun,
menunjukkan secara jelas bahwa kecenderungan untuk menerima pandapat
keagamaan semakin meningkat pada usia ini. Religiusitas juga mengalami proses
perkembangan dalam mencapai tingkat kematangannya, sehingga terdapat
beberapa factor yang dapat mempengaruhi religiusitas seseorang, diantaranya
adalah factor internal dan factor eksternal.

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Penulis banyak berharap para pembaca yang sudi memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini,
20

dan penulisan makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah


ini berguna bagi penulis dan khususnya juga para pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Chairani, L. (2002). Hubungan Antara Kecerdasan Ruhaniah Dengan Perilaku


Coping Pada Lanjut Usia. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Iswati, I. (2019). Karakteristik Ideal Sikap Religiusitas Pada Masa Dewasa. At-
Tajdid: Jurnal Pendidikan Dan Pemikiran Islam, 2(01).

Hurlock, E.B. (1991). Psikologi Perkembangan edisi kelima: Suatu Pendekatan


Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mustafa, M. (2016). Perkembangan jiwa beragama pada masa dewasa. JURNAL


EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling, 2(1), 77-90.

Mubarak, A. Z. (2017). PERKEMBANGAN JIWA AGAMA. ITTIHAD, 12(22),


91-106.

Zakiyah, Z., & Hasan, I. (2017). Kondisi Intensitas Pengajian dan Peningkatan
Religiusitas pada Lansia Aisyiyah Daerah Banyumas. Islamadina: Jurnal
Pemikiran Islam, 93-109.

Anda mungkin juga menyukai