Anda di halaman 1dari 13

TEORI KEPRIBADIAN HUMANISTIK

Teori humanistik dipandang sebagai third force (kekuatan ketiga) dalam psikologi, dan
merupakan alternative dari kedua kekuatan yang dewasa ini dominan (psikoanalisis dan
behavioristik). Kekuatan yang ketiga ini dinamakan humanistic karena memiliki minat yang
eksklusif terhadap tingkah laku manusia. Humanistik dapat diartikan sebagai orientasi
teoritis yang menekankan kualitas manusia yang unik, khususnya terkait dengan free will
(kemauan bebas) dan potensi untuk mengembangkan dirinya
B.

Teori Kepribadian Humanistik Menurut Carl Rogers

Rogers adalah salah seorang peletak dasar dari gerakan potensi manusia, yang menekankan
perkembangan pribadi melalui latihan sensitivitas, kelompok pertemuan, dan latihan
lainnyayang ditujukan untuk membantu orang agar memiliki pribadi yang sehat. Dia
membangun teorinya berdasarkan praktik interaksi terapeutik dengan para pasiennya. Karena
dia menekankan teorinya kepada pandangan subjektif seseorang, maka teorinya dinamakan
person-centered theory
Aspek-aspek Kepribadian
Karena perhatian utama Rogers kepada perkembangan atau perubahan kepribadian, maka dia
tidak menekankan kepada struktuk kepribadian. Meskipun begitu, dia mengajukan dua
konstruk pokok dalam teorinya, yaitu: organisme dan self.
1)

Organisme

Organisme yaitu makhluk fisik (physical creature) dengan semua fungsi-fungsinya, baik fisik
maupun psikis. Organisme ini juga merupakan locus (tempat) semua pengalaman, dan
pengalaman ini merupakan persepsi seseorang tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
diri sendiri dan juga di dunia luar (external world). Totalitas pengalaman, baik yang disadari
maupun yang tidak disadari membangun medan fenomenal (phenomenal field).
Medan penomena seseorang tidak diketahui oleh orang lain, kecuali melalui inferensi
empatik, itu pun tidak pernah diketahui secara sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa
perilaku itu bukan fungsi (pengaruh) dari realitas eksternal, atau stimulus lingkungan, tetapi
realitas subjektif atau medan fenomenal.

2)

Self

Self merupakan konstruk utama dalam teori kepribadian Rogers, yang dewasa ini dikenal
dengan self concept (konsep diri). Rogers mengartikannya sebagai persepsi tentang
karakteristik I atau me dan persepsi tentanmg hubungan I atau me dengan orang lain
atau berbagai aspek kehidupan, termasuk nilai-nilai yang terkait dengan persepsi tersebut.
Diartikan juga sebagai Keyakinan tentang kenyataan, keunikan, dan kualitas tingkah laku
diri sendiri. Konsep diri merupakan gambaran mental tentang diri sendiri.
Hubungan antara self concept dengan organisme (actual experience) terjadi dalam dua
kemungkinan, yaitu congruence atau incongruence. Kedua kemungkinan hubungan ini
menentukan perkembangan kematangan, penyesuaian (adjustment), dan kesehatan mental
(mental health) seseorang.
Apabila antara self concept dengan organisme terjadi kecocokan maka hubungan itu
disebut kongruen, tetapi apabila terjadi diskrepansi (ketidak cocokan) maka hubungan itu itu
disebut inkongruen.
Suasana inkongruen menyebabkan seseorang mengalami sakit mental (mental illness), seperti
merasa terancam, cemas, berperilaku defensif, dan berpikir yang kaku atau picik. Sedangkan
kongruensi mengembangkan kesehatan mental atau penyesuaian psikologis. Ciri orang yang
sehat psikologisnya adalah sebagi berikut :
1.

Dia mampu mempersepsi dirinya, orang lain, dan berbagai peristiwa yang terjadi di
lingkungannya secara objektif.

2.

Dia terbuka terhadap semua pengalaman karena tidak mengancam konsep dirinya.

3.

Dia mampu menggunakan semua pengalaman.

4.

Dia mampu mengembangkan dirinya ke arah aktualisasi diri, goal of becoming,


atau fully functioning person.
Berkembangnya ide atau gagasan mengenai peranan self dalam kepribadian didasarkan
kepada hasil penelitian Rogers sendiri pada tahun 1930-an. Pada tahun itu Rogers meneliti
tentang faktor-faktor penentu yang mempengaruhi tingkah laku anak yang sehat (konstruktif)

atau tidak sehat (destruktif). Faktor-faktor yang diyakini mempengaruhi anak tersebut adalah
(Yusuf Syamsu, 2007: 145):
1.

Faktor eksternal, terutama lingkungan keluarga: kondisi kesehatan, status sosial


ekonomi, tingkat pendidikan, iklim intelektual, dan interaksi sosial.

2.

Faktor internal: self-insight (understanding) self acceptance, atau self responsibility.


Berdasarkan temuan-temuan atau pengalaman yang diperoleh, akhirnya Rogers
mengemukakan pengalaman yang saya peroleh mendorong saya untuk memfokuskan karir
saya kepada upaya mengembangkan psikoterapi yang menitikberatkan kepada faktor self
understanding, self direction, dan personal responsibility, dari pada kepada perubahanperubahan yang terjadi dalam lingkungan sosial.
B.2. Dinamika Kepribadian
Rogers (Yusuf Syamsu, 2007: 146) meyakini bahwa manusia dimotivasi oleh kecenderungan
atau kebutuhan untuk mengaktualisasikan, memelihara, dan meningkatkan dirinya.
Kebutuhan ini bersifat bawaan sebagai kebutuhan dasar jiwa manusia, yang meliputi
kebutuhan fisik dan psikis. Sebenarnya manusia memiliki kebutuhan- kebutuhan lainnya
namun itu semua tunduk kepada kebutuhan yang satu ini. Kebutuhan lainnya itu adalah
positive regard of others dan self regard. Kedua kebutuhan ini bersifat dipelajari mulai
usia dini, yaitu ketika bayi yang mendapat curahan cinta kasih, perawatan, dan positive
regard (penghargaan yang positif) dari orang lain (terutama orang tua).
Dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan fisik seperti makan dan minum, serta
mempertahankan organisme dari serangan luar, maka motif aktualisasi diri memelihara
organisme agar tetap survive. Di samping itu juga motif aktualisasi diri ini berfungsi untuk
mendororng perkembangan menusia melalui diferensiasi organ-organ fisik, perkembangan
fungsi-fungsi psikis, dan pertumbuhan seksual masa remaja.
B.3. Perkembangan Kepribadian
Rogers (Yusuf Syamsu, 2007:147) tidak mengemukakan tahapan (stages) dalam
perkembangan kepribadian. Dia lebih tertarik kepada cara-cara orang lain (orang tua) menilai
anak, atau sikap dan perlakuan orang tua (terutama ibu) terhadap anak. Jika orang tua tidak

mencurahkan positive regard (penerimaan, dan cinta kasih) bahkan menampilkan sikap
penolakan terhadap anak, maka kecenderungan bawaan anak untuk mengaktualisasikan
dirinya menjadi terhambat. Anak mempersepsi penolakan orang tua terhadap tingkah lakunya
sebagai penolakan terhadap perkembangan self concept nya yang baru. Apabila hal itu
sering terjadi, anak akan mogok untuk berusaha menngaktualisasikan dirinya.
Secara ideal, anak mendapatkan kasih sayang dan penerimaan yang cukup pada setiap saat
dari orang lain (orang tua). Kondisi ini disebut unconditional positive regard. Kondisi ini
mengimplikasikan bahwa cinta kasih ibu kepada anak tidak diberikan secara konditional,
tetapi secara bebas dan penuh.
Mengingat pentingnya memperoleh kepuasan akan kebutuhan positive regard, khususnya
pada masa anak, maka seseorang akan menjadi sensitif akan sikap dan tingkah laku orang
lain. Melalui penafsiran terhadap reaksi yang yang diterima dari orang lain (baik penerimaan
maupun penolakan) seseorang mungkin mengubah atau memperhalus konsep dirinya. Hal ini
menunjukkan, bahwa perkembangan konsep diri seseorang dipengaruhi juga oleh upayanya
menginternalisasi sikap-sikap orang lain.
Orang tua tidak selalu mereaksi setiap tingkah laku anak dengan penghargaan yang positif
(positive regard), apabila tingkah laku anak ini mengganggu, menjengkelkan, atau
membosankan. Berdasarkan pengalaman ini, anak belajar bahwa cinta kasih atau penerimaan
orang tua bergantung kepada tingkah laku tertentu, yang disetujuinya mendapat penghargaan,
sementara yang ditolaknya tidak mendapat penghargaan.
Standar pertimbangan eksternal (dari orang tua) untuk mengahargai atau menolak suatu
perilaku menjadi mempribadi pada diri anak, sehingga dia akan menghukum dirinya apabila
dia melakukan sesuatu yang orang tua pun menghukumnya. Anak menginternalisasi norma
atau standar orang tua dalam mempertimbangkan apakah dirinya berharga atau tidak
berharga, baik atau buruk. Apabila orang tua mengembangkan kondisi yang tidak menghargai
anak, maka anak akan terhambat untuk mengembangkan aktualisasi dirinya.
Anak yang dikembangkan dalam suasana yang unconditional positive regard akan mampu
mengembangkan aktualisasi dirinya atau menjadi orang yang berfungsi penuh (fully
functioning person). Menurut Rogers fully functioning person ini merupakan tujuan dari

perkembangan seseorang. Orang yang telah mencapai fully functioning person ini memilki
karakteristik pribadi sebagai berikut (Yusuf Syamsu, 2007:148) :
1.

Memiliki kesadaran akan semua pengalaman. Tidak ada pengalaman yang ditolak,
semuanya disaring melalui self. Bersikap terbuka baik terhadap perasaan yang positif (seperti
keteguhan dan kelembutan hati), dan perasaan yang negatif (seperti rasa takut dan sakit).

2.

Mengalami kehidupan secara penuh dan pantas pada setiap saat. Berpartisipasi dalam
kehidupan bukan sebagai pengamat.

3.

Memilki rasa percaya kepada dirinya sendiri, seperti dalam mereaksi atau merespon
sesuatu. Dalam arti, dia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri
berdasarkan data pengalaman yang diperoleh.

4.

Memiliki perasaan bebas untuk memilih tanpa hambatan apapun. Dia memahami
bahwa masa depannya bergantung pada kegiatan atau aktivitasnya sendiri, bukan ditentukan
oleh orang lain atau masa lalu.

5.

Menajalani kehidupan secara konstruktif dan adaptif terhadap perubahan yang terjadi
di lingkungan, serta berpikir kreatif.
C.

Teori Kepribadian Humanistik Menurut Maslow

Abraham Maslow (Yusuf Syamsu, 2007: 152). adalah seorang psikolog terkenal yang teman
bekerja pada psikologi humanistik telah melihat ketenaran menyebar ke berbagai mata
pelajaran kemanusiaan seperti geografi dan demografi. Ia terutama terkenal dengan
Hierarchy-nya Kebutuhan.
Abraham Harold Maslow (Jess Feist & Gregory Jess Feist, 2008 : 242) lahir pada 1 April
1908 di Brooklyn, New York . Maslow adalah anak sulung dari tujuh bersaudara yang lahir
dari imigran Yahudi Rusia. Relatif tidak berpendidikan sendiri mereka melihat belajar sebagai
kunci untuk anak-anak mereka berhasil di tanah air baru mereka. Dengan demikian semua
anak-anak mereka didorong untuk belajar; Abraham anak tertua didorong sangat keras karena
ia diakui sebagai seorang intelektual di usia muda.

Para ahli psikologi humanistik mempunyai perhatian terhadap isu-isu penting tentang
eksistensi manusia, seperti : cinta, kreativitas, kesendirian dan perkembangan diri. Mereka
tidak meyakini bahwa manusia dapat mempelajari sesuatu tentang kondisi manusia melalui
penelitian terhadap binatang.
Para ahli humanistik memiliki pandangan yang optimistik terhadap hakikat manusia. Mereka
meyakini bahwa :
1.

Manusia memiliki dorongan bawaan untuk mengembangkan diri.

2.

Manusia memiliki kebebasan untuk merancang atau mengembangkan tingkah


lakunya, dalam hal ini manusia bukan pion yang diatur sepenuhnya oleh lingkungan.

3.

Manusia adalah makhluk rasional dan sadar, tidak dikuasai oleh ketidaksadaran,
kebutuhan irrasional dan konflik.
Karena pembahasan mengenai teori kepribadian humanistik menurut Maslow (Koeswara,
E.1991:115), maka ajaran dasar psikologi yang akan dibahas antara lain :

1.

Individu sebagai keseluruhan yang integral.


Salah satu aspek yang fundamental dari psikologi humanistik adalah ajarannya bahwa
manusia atau individu harus dipelajari sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan
terorganisasi. Maslow merasa bahwa para ahli psikologi di masa lalu maupun sekarang terlalu
banyak membuang waktu untuk menganalisa kejadian-kejadian atau tingkah laku secara
terpisah dan mengabaikan aspek-aspek dasar dari pribadi menyeluruh.

1.

Ketidak relevanan penyelidikan dengan hewan.


Para jurubicara psikologi humanistik mengingatkan tentang adanya perbedaan yang mendasar
antara tingkah laku manusia dengan tingkah laku hewan. Bagi mereka manusia lebih dari
sekedar hewan. Ini bertentangan dengan behaviorisme yang mengandalkan penyelidikan
tingkah laku hewan dalam memahami tingkah laku manusia. Maslow dan para teoritis
kepribadian humanistik umumnya memandang manusia sebagai makhluk yang berbeda
dengan hewan apapun. Maslow juga menegaskan bahwa penyelidikan dengan hewan tidak
relevan bagi upaya memahami tingkah laku karena hal itu mengabaikan ciri-ciri yang khas

pada manusia seperti adanya gagasan-gagasan, nilai-nilai, rasa malu, cinta, semangat, humor,
rasa seni, kecemburuan dan sebagainya yang dengan kesemua ciri yang dimilikinya itu
manusia bisa menciptakan pengetahuan, puisi, musik, dan pekerjaan-pekerjaan khas manusia
lain-lainnya.
1.

Pembawaan baik manusia.


Teori Freud secara implisit menganggap bahwa manusia pada dasarnya memiliki karakter
jahat. Impuls-impuls manusia, apabila tidak dikendalikan, akan menjuruskan manusia kepada
pembinasaan sesamanya, dan juga penghancuran dirinya sendiri. Sementara pandangan ini
belum jelas ketetapannya, Freud menurut Maslow hanya memiliki sedikit kepercayaan
tentang kemuliaan manusia, dan berspekulasi secara pesimis tentang nasib manusia.
Sebaliknya, psikologi humanistic memiliki anggapan bahwa manusia itu pada dasarnya
adalah baik atau tepatnya netral. Menurut prespektif humanistik kekuatan jahat atau merusak
yang ada pada manusia itu adalah hasil dari lingkungan yang buruk dan bukan merupakan
bawaan.

1.

Potensi kreatif manusia.


Mengutamakan kreativitas manusia merupakan salah satu prinsip yang penting dari psikologi
humanistik. Maslow dari studinya atas sejumlah orang tertentu, menemukan bahwa pada
orang-orang yang ditelitinya itu terdapat satu cirri yang umum, yakni kreatif. Dari itu Maslow
menyimpulkan bahwa potensi kreatif merupakan potensi yang umum yang ada pada manusia.
Maslow yakin bahwa jika setiap manusia mempunyai atau menghuni lingkungan yang
menunjang setiap orang dengan kreativitasnya maka akan mampu mengungkapkan segenap
potensi yang dimilikinya. Dan pada saat yang sama Maslow mengingatkan bahwa untuk
menjadi kreatif orang itu tidak perlu memiliki bakat atau kemampuan khusus. Menurut
Maslow kreativitas itu tidak lain adalah kekuatan yang mengarahka manusia kepada
pengekspresian yang ada pada dirinya.

1.

Penekanan pada kesehatan psikologis.


Maslow secara konsisten beranggapan bahwa tidak ada satupun pendekatan psikologis yang
mempelajari manusia yang bertumpu pada fungsi-fungsi manusia berikut cara dan tujuan
hidupnya yang sehat. Dalam hal ini Maslow terutama mengkritik Freud yang menurutnya

terlalu mengutamakan studi atas orang-orang yang tidak sehat. Dengan tegas Maslow
menyebut teori psikoanalisa ortodoks sebagai teori yang berat sebelah dan kurang
komperhensif karena hanya berlandaskan pada bagian yang abnormal dari tingkah laku
manusia. Maslow juga merasa bahwa psikologi terlalu menekankan pada sisi negative
manusia dan mengabaikan kekuatan atau sifat-sifat yang positif. Maslow yakin bahwa kita
tidak akan bisa memahami gangguan mental sebelum kita memahami kesehatan mental.
Karena itu Maslow mendesakkan perlunya studi atas orang-orang yang berjiwa sehat sebagai
landasan bagi pengembangan psikologi yang universal.
C.1. Hierarki Kebutuhan Bertingkat menurut Maslow
Maslow (Koeswara E, 1991:118) melukiskan manusia merupakan makhluk yang tidak pernah
sepenuhnya merasakan kepuasan. Bagi manusia, kepuasan itu sifatnya sementara. Jika suatu
kebutuhan telah terpuaskan, maka kebutuhan-kebutuhan yang lain akan muncul dan menuntut
pemuasan, begitu seterusnya. Itulah yang dimaksud kepuasan sementara menurut Maslow.
Dan berdasarkan ciri yang demikian, Maslow mengajukan gagasan bahwa kebutuhan yang
ada pada manusia adalah merupakan bawaan tersusun menurut tingkatan atau bertingkat.
Konsep maslow tentang hierarki kebutuhan bahwa kebutuhan yang lebih rendah tingkatnya
harus dipuaskan atau minimal terpenuhi secara relatif sebelum kebutuhan yang lebih tinggi
tingkatnya menjadi motivator tindakan. Lima kebutuhan yang membentuk hierarki kebutuhan
ini merupakan kebutuhan-kebutuhan konatif, artinya bercirikan daya juang atau motivasi.
Kebutuhan ini sering disebut dengan kebutuhan-kebutuhan dasar, dapat disusun dalam sebuah
hierarki atau tangga jenjang, dimana setiap anak tangga selalu mengarah pada anak tangga
yang ada di atasnya, mencerminkan adanya dorongan menuju kebutuhan di tingkatan lebih
tinggi sekaligus menjadi syarat utama untuk bisa bertahan hidup lebih jauh.
Menurut Maslow (Koeswara E, 1991:119) kebutuhan manusia itu ada lima tingkatan yaitu :
1.

Kebutuhan-kebutuhan fisiologis.
Kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah sekumpulan kebutuhan dasar yang paling mendesak
pemuasannya karena berkaitan langsung dengan pemeliharaan biologis dan kelangsungan
hidup. Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis itu antara lain kebutuhan akan makanan, air,
udara, aktif, istirahat, keseimbangan temperature, seks dan kebutuhan akan stimulasi sensoris.

Karena merupakan kebutuhan yang paling mendesak maka kebutuhan-kebutuhan fisiologis


akan paling didahulukan pemuasannya oleh individu.
1.

Kebutuhan akan rasa aman.


Apabila kebutuhan fisiologis individu telah terpuaskan maka dalam diri individu akan
muncul satu kebutuhan lain sebagai kebutuhan yang dominan dan menuntut pemuasan, yakni
kebutuhan akan rasa aman. Yang dimaksud Maslow dengan kebutuhan akan rasa aman ini
adalah sesuatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman,
kepastian dan keteraturan dari keadaan lingkungan. Maslow mengemukakan bahwa
kebutuhan akan rasa aman ini sangat nyata dan bisa diamati pada bayi, anak-anak, remaja,
dewasa maupun orang tua karena ketidakberdayaan mereka.

1.

Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki.


Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong
individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan individu lain,
baik dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis, di lingkungan keluarga maupun
lingkungan di masyarakat. Bagi individu-individu keanggotaan dalam anggota kelompok
sering menjadi tujuan yang dominan dan mereka bisa menderita kesepian, terasing dan tak
berdaya apabila keluarga, teman dan pasangan hidup atau pacar meninggalkannya.

1.

Kebutuhan akan rasa harga diri.


Kebutuhan keempat yaitu kebutuhan akan rasa harga diri oleh Maslow dibagi menjadi dua
bagian yakni yang pertama adalah penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri, dan
bagian yang kedua adalah penghargaan dari orang lain. Bagian pertama mencakup hasrat
untuk memperoleh kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi, kemadirian, dan
kebebasan. Individu ingin mengetahui yakin bahwa dirinya berharga serta mampu mengatasi
segala tantangan dalam hidupnya. Adapun bagian kedua meliputi antara lain prestasi. Dalam
hal ini individu butuh penghargaan atas apa-apa yang dilakukannya.

1.

Kebutuhan akan aktualisasi diri.

Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri merupakan kebutuhan manusia
yang paling tinggi dalam teori Maslow. Kebutuhan ini akan muncul setelah kebutuhankebutuhan yang ada di bawahnya telah terpenuhi atau terpuaskan dengan baik. Maslow
menandai kebutuhan aka aktualisasi diri sebagai hasrat indivdu untuk menjadi orang yang
sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya. Atau hasrat individu untuk
menyempurnakan dirinya melalui pengungkapan segenap potensi yang dimilikinya.
Siapapun yang sudah mencapai tingkat aktualisasi diri berarti menjadi manusia seutuhnya,
sanggup memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bagi orang lain hanya terlihat samar-samar
atau bahkan tidak pernah dilihatnya sama sekali.
Sebagai tambahan bagi lima kebutuhan konatif ini, Maslow (Jess Feist & Gregory Jess Feist,
2008 : 247) juga mengidentifikasikan tiga kebutuhan dari kategori yang lain yaitu :
kebutuhan estetis, kebutuhan kognitif, dan kebutuhan neurotik.
1.

Kebutuhan estetis
Tidak seperti kebutuhan konatif, kebutuhan estetis tidak bersifat universal, karena hanya
segelintir orang disetiap budaya termotivasi oleh kebutuhan akan keindahan dan pengalamanpangalaman yang menyenangkan secara estetis. Orang dengan kebutuhan estetis kuat
menginginkan lingkungan sekeliling yang indah dan teratur, dan jika kebutuhan-kebutuhan
ini tidak terpenuhi , mereka akan menjadi sakit karena kebutuhan konatifnya terhambat.

1.

Kebutuhan kognitif
Sebagian besar orang memiliki keinginan-keinginan untuk mengetahui sesuatu, memecahkan
misteri, memahami sesuatu, dan ingin menyelidiki sesuatu. Maslow (1970) menyebut
keinginan-keinginan ini dengan sebutan kebutuhan kognitif.
Maslow (1968, 1970), percaya bahwa pribadi yang sehat ingin tahu lebih banyak, berteori
sesuatu, menguji hipotesis, memecahkan misteri atau menemukan bagaimana sesuatu bekerja
hanya demi kepuasan mengetahui itu saja.

1.

Kebutuhan Neurotik

Khusus kebutuhan-kebutuhan neurotik, dia mengarah hanya kepada stagnasi dan patologi
tertentu ( Maslow,1976). Menurut devinisinya kebutuhan neorotik bersifat non produktif.
Kebutuhan ini hanya mendesakkan terus menerus gaya hidup tidak sehat dan tanpa nilai
dalam perjuangan mereka untuk aktualisasi diri.
C.2. Kepribadian yang sehat menurut Maslow
Maslow (Yusuf Syamsu, 2007:161) berpendapat bahwa seseorang akan memiliki kepribadian
yang sehat, apabila dia telah mampu untuk mengaktualisasikan dirinya secara penuh (selfactualizing person). Dia mengemukakan teori motivasi bagi self-actualizing person dengan
nama metamotivation, meta-needs, B-motivation atau being values (kebutuhan untuk
berkembang). Seseorang yang telah mampu mengaktualisasikan dirinya dirinya tidak
termotivasi untuk mengejar sesuatu (tujuan) yang khusus, mereduksi ketegangan, atau
memuaskan suatu kekurangan. Mereka secara menyeluruh tujuannya akan memperkaya,
memperluas kehidupannya dan mengurangi ketegangan melalui bermacam-macam
pengalaman yang menantang. Dia berusaha untuk mengembangkan potensinya secara
maksimal, dengan memperhatikan lingkungannya. Dia juga berada dalam keadaan yang
menjadi baik yaitu spontan, alami, dan senang mengekspresikan potensinya secara penuh.
Sementara motivasi bagi orang yang tidak mampu mengaktualisasikan dirinya, dia namai Dmotivation atau deficiency. Tipe motivasi ini cenderung mengejar hal yang khusus untuk
memenuhi kekurangan dalam dirinya, seperti mencari makanan untuk memenuhi rasa lapar.
Ini berarti bahwa kebutuhan khusus (lapar) untuk tujuan yang khusus (makanan)
menghasilkan motivasi untuk memperoleh sesuatu dirasakannya kurang (mencari makanan).
Motif ini tidak hanya berhubungan dengan kebutuhan fisiologis, tetapi juga rasa aman, cinta
kasih, dan penghargaan.
Terkait dengan metaneeds, Maslow selanjutnya mengatakan bahwa kegagalan dalam
memuaskan akan berdampak kurang baik individu, sebab dapat menggagalkan pemuasan
kebutuhan yang lainnya, dan juga melahirkan metapatologi yang dapat merintangi
perkembangannya. Metapalogi merintangi self-actualizers untuk mengekspresikan,
menggunakan, memenuhi potensinya, merasa tidak berdaya, dan depresi. Individu tidak
mampu mengidentifikasi sumber penyebab khusus dari masalah yang dihadapinya dan usaha
untuk mengatasinya

D.2. Struktur kepribadian


Struktur kepribadian manusia adalah sistem konstruknya. Konstruk merupakan cara
menafsirkan dunia atau lingkungan. Konstruk merupakan konsep yang digunakan individu
dalam menafsirkan, mengkategorisasikan, dan mempetakan tingkah laku. Individu
mengantisipasi peristiwa dan menafsirkan jawabannya. Dia mengalami peristiwa dan
menafsirkannya, kemudian menempatkan struktur dan pengertian atas peristiwa tersebut
dalam mengamati peristiwa-peristiwa. Kelly mengukuhkan bahwa konstruk itu tersusun dari
dua kutub atau kombinasi persamaan-perbedaan.
Konstruk-konstruk itu dapat dikategorikan kedalam cara yang bervariasi, yaitu sebagai
beriawkut:

Core (inti), konstruk dasar dari fungsi individu.

Peripheral (pinggir, luar) konstruk yang dapat dirubah tanpa modifikasi mendasar,
serius, dan konstruk inti.

Permeable (dapat ditembus), konstruk yang terbuka, dapat menerima element-element


yang baru.

Impermeable (tak tembus atau tertutup) konstruk ysng menolak element-element baru.

Verbal, konstruk yang mempunyai simbol kata yang konsisten atau ajeg.
D.3. Proses dinamika kepribadian
Dalam proses dinamika Kelly merumuskan suatu postulat/asumsi, bahwa proses seseorang
secara psikologis dijembatani oleh cara, dia mengantisipasi peristiwa. Postal tersebut
mengimplikasikan bahwa:

Individu mencari/menyusun prediksi.

Individu mengantisivasi peristiwa.

Individu menggapai masa depan melalui jendela masa kini.

D.4. Perkembangan kepribadian


Kelly menyatakan bahwa konstruk-konstruk itu berasal/bersumber dari usaha mengkonstruksi
replikasi (jawaban-jawaban) atas peristiwa-peristiwa yang tejadi. Kelly berpendapat bahwa
perkembangan itu ditekankan kepada konstruk preverbal pada masa invancy (bayi kanakkanak) dan penafsiran budaya yang terlibat dalam proses harapan-harapan yang dipelajari
atau dialami.

Anda mungkin juga menyukai