Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Psikologi Kepribadian

Istilah psikologi kepribadian sendiri dalam khasanah pemikiran barat merujuk kepada
literatur mitologi yunani kuno. Para pemain kawakan selalu memakai topeng ketika memerankan
seorang tokoh dalam suatu drama untuk membedakan tokoh satu dari lainnya. Saat itu belum
dikenal teknik make up model sekarang, maka penggunaan topeng adalah alternatif kreatif pada
zaman itu.

Tujuan pemakaian topeng selain untuk menyembunyikan identitas, juga untuk keleluasan
dalam memerankan sosok pribadi lain. Teknik drama ini kemudian diambil alih oleh bangsa Roma
dengan istilah personality. Bagi bangsa Roma, persona semula diartikan dengan “bagaimana
seseorang tampak pada orang lain tetapi bukan pribadi yang sesungguhnya.” Para aktor berusaha
menciptakan dalam pikiran penonton suatu kesan (impression) dari tokoh yang diperankan diatas
panggung, bukan kesan dari dari pribadi aktor sendiri.

Berdasarkan pemahaman ini maka maksud personality bukanlah suatu atribut yang pasti
dan spesifik, melainkan suatu kualitas perilaku total seseorang yang tampil dalam konteks sosial.
Istilah personality kemudian dipakai untuk menamakan para aktor sendiri, bukan pribadi orang lain
yang diperankan. Yang tadinya sekedar topeng ternyata menjadi ikon atau nama beken
pemerannya.

Sejak lairnya ilmu psikolgi pada akhir abad 18, kepribadian selalu menjadi salah satu topik
bahasan yang penting. Psikologi lahir sebagai ilmu yang berusaha memahami manusia seutuhnya,
yang hanya dapat dilakukan melalui pemahaman tentang kepribadian.

a. Usaha-usaha yang Masih Bersifat Prailmiah.

1. Chirologi atau ilmu gurat-gurat tangan (Jawa: rajah)


Dasar pikiran daripada pengetahuan ini ialah kenyataan bahwa gurat-gurat tangan orang itu
tidak ada yang sama satu sama lain, macamnya adalah sebanyak orangnya.[1]

2. Astrologi atau ilmu perbintangan


Dasar pikiran daripada pengetahuan ini ialah adanya pengaruh kosmis terhadap manusia.
Pada waktu seseorang dilahirkan, dia ada dalam posisi tertentu terhadap benda-benda
angkasa; jika sekirannya kita dapat mengenal perbedaan-perbedaan mengenai soal-soal ini
dia juga akan dapat mengenal perbedaan-perbedaan serta sifat-sifat khas orangnya; tetapi
biasanya usaha yang dilakukan orang tidak sejauh itu, dan orang-orang yang lebih kemudian
secara tradisional meniru saja yang dikatakan oleh orang sebelumnya, padahal reliabilitas
dan validitas prinsip-prinsip yang telah ada belum diuji.

3. Grafologi atau Ilmu tentang tulisan tangan


Dasar pikiran grafologi itu ialah demikian: segala gerakan yang dilakukan oleh manusia itu
merupakan ekspresi dari pada kehidupan jiwanya; jadi juga gerakan menulis – dan
selanjutnya tulisan sebagai hasil gerakan menulis itu – merupakan bentuk ekspresi
kehidupan jiwa.

4. Physiognomi atau ilmu tentang wajah


Pengetahuan ini berusaha memahami kepribadian atas dasar keadaan wajahnya. Dasar
pikiran untuk mengusahakan pengetahuan ini ialah keyakinan bahwa ada hubungan antara
keadaan wajah dan kepribadian. Hal-hal yang tampak pada wajah dapat dipergunakan untuk
membuat interpretasi mengenai apa yang terkandung dalam jiwa.

5. Phrenology atau ilmu tentang tengkorak


Pengetahuan ini bermaksud memahami kepribadian atas dasar keadaan tengkoraknya.
Dasar pikiran ini ialah bahwa tiap-tiap fungsi atau kecakapan itu masing-masing mempunyai
pusatnya diotak.

6. Onychologi atau ilmu tentang kuku


Onychologi berusaha memahami kepribadian seseorang atas dasar keadaan kuku-kukunya.
Kuku di ujung jari itu mempunyai hubungan yang erat dengan susunan syaraf, dengan
cabang-cabangnya yang terhalus berujung dipucuk-pucuk jari. Warna serta bentuk kuku
dapat dipakai sebagai landasan untuk mengenal kepribadian orangnya.

b. Usaha-usaha yang lebih Tinggi Nilainya.

1. Pendapat Hippocrates, mengatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat empat macam
sifat tersebut yang didukung oleh keadaan yang berupa cairan-cairan yang ada dalam tubuh
orang itu[2], yaitu:
a. Sifat kering terdapat dalam chole (empedu kuning),
b. Sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam),
c. Sifat dingin terdapat dalam phlegm (lender), dan
d. Sifat panas terdapat dalam sagius (darah).

Keempat cairan tersebut ada dalam tubuh dalam propersi tertentu. Apabila cairan-cairan
tersbut adanya dalam tubuh dalam propersi selaras (normal) orangnya normal (sehat),
apabila keselarasan propersi tersebut terganggu maka orangnya menyimpangdari keadaan
normal (sakit).

2. Pendapat Galenus, menyempurnakan ajaran Hippocrates tersebut, dan membeda-bedakan


kepribadian manusia atas dasar keadaan proporsi campuran cairan-cairan tersebut. Galenus
sependapat dengan Hippocrates, bahwa di dalam tubuh manusia terdapat empat macam
cairan yaitu: (1) chole, (2) melanchole, (3) phlegm, (4) sanguis, dan bahwa cairan-cairan
tersebut adanya didalam tubuh manusia secara teori dalam proporsi tertentu. Kalau suatu
cairan adanya dalam tubuh itu melebihi proporsi yang seharusnya (jadi: dominant) maka
akan mengakibatkan adanya sifat-sifat kejiwaan yang khas.

Pembahasan seputar kepribadian dalam persepektif psikologi barat yang liberal memang telah
beragam tetapi tidak beragama. Hal ini dapat dimaklumi karena filsafat, paradigma, dan epistimologi
yang mendasarinya memang dibangun oleh para schooler yang kebetulan juga sekuler. Rumusan-
rumusan kepribadiannya terkesan canggih tetapi terjadi pembonsaian manusia menjadi manusia
yang berputar diseputar istilah sapiens, homo faber, homo laquens, homo economicus, homo
socialicus, zoo politicon, homo religiousus, homo creator, homo delegans, homo legatus, dan istilah
sejenisnya.

Psikologi kepribadian (psychology of personality) termasuk kajian klasik dalam bidang psikologi.
Bahkan semua pembahasan psikologi selalu diawali dari konsep kepribadian. Baik berupa teori
kepribadian, maupun yang lebih dini yaitu filsafat kepribadian.
TUGAS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
Dosen Pengampuh Mata Kuliah : Siti Syawaliah, M.Psi., Psikolog

DI SUSUN OLEH :
FRIDA SYAHRUNINNISA
4518091096
A PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS BOSOWA
TAHUN 2019

Anda mungkin juga menyukai