Anda di halaman 1dari 15

PSIKOANALITIK

KONTEMPORER
Erik H. Erikson
Konsep Teori Erik H. Erikson

 Ego berkembang melalui respon terhadap kekuatan dalam dan


kekuatan lingkungan sosial
 Ego berisfat adaptif, kreatif dan otonom
 Lingkungan bukan semata-mata menghambat dan menghukum,
tetapi juga mendorong dan membantu individu menangani masalah
secara efektif
STRUKTUR KEPRIBADIAN
EGO KREATIF
 Ego yang dapat menemukan pemecahan kreatif atas masalah baru pada
setiap tahap kehidupan (tidak mudah menyerah)
 Ego sebagai pengatur id, super ego dan dunia luar yang dibentuk oleh
konteks kultural dan historik

Dimensi dari Ego yang Sempurna


1. Faktualitas : berisi kumpulan fakta dan data, dan hasil interaksi
dengan lingkungan
2. Universalitas : kesadaran akan kenyataan (sens of reality) yang
menggabungkan hal praktis dan konkrit
3. Aktualitas : terus mengembangkan cara baru dalam memecahkan
masalah kehidupan
3 Aspek Ego yang Saling Berhubungan
1. Body Ego : pengalaman dengan tubuh/ fisiknya sendiri
2. Ego Ideal : gambaran mengenai bagaimana seharusnya diri
(ideal)
3. Ego identity : gambaran mengenai diri dengan berbagai peran
sosial

Ego Otonom
 Bagi organisme, untuk mencapai perkembangan penuh dari
struktur biologis potensial, lingkungan harus memberi stimulasi
khusus (psikoeksual)
 kepercayaan dasar berkembang menjadi karakteristik egoyang
mandiir, bebas dari dorongan drives dari mana dia berasal
Perkembangan psikososial
Erikson
1. Prinsip Epigenetik : Perkembangan kepribadian secara bertahap
dalam rentang waktu tertentu
2. Interaksi bertentangan : di setiap tahap ada konflik psikososial,
antara elemen sintonik (harmonious), dan distonik (Disruptive) di
mana tugas kepribadian adalah membuat keseimbangan antara
keduanya dengan condong ke arah sintonik
3. Kekuatan ego : konflik akan mempengaruhi atau mengembangkan
ego. Aspek sintonik = ego baik (virtue) atau kekuatan dasar
4. Aspek somatis : menjadi bagian dari perkembangan manusi
5. Konflik dan peristiwa pancaragam : konflik disebabkan oleh
peristiwa masa lalu, masa kini dan yang akan datang
6. Perkembangan kepribadian ditandai oleh krisis identitas : selama
masa krisis, terjadi perubahan identitas ego positif maupun negatif
Tahapan Perkembangan Psikososial
Tahap/ Aspek Aspek Lingkungan Virtue Sumber Ritualisasi VS
Usia Psikoseksual Psikososial Sos utama Patologi Ritualisme
I . Bayi (0-1) Oral Sensory Trust VS Ibu Hope Withdrawl Numinous VS
Mistrust Idolism

II. Awal anak Anal Muscular Autnomoy VS Orang tua Will Compulsion Judicious vs
(1-3) Shame, Doubt Legalism

III. Bermain Infantile Genital Inisiative VS Keluarga Besar Purpose Inhibition Dramatic VS
(3-6) Locomotor Guilt Impersonation

IV. Sekolah Latency Industry VS Sekolah, Compe Inertia Formal VS


(6-12) Inferiority Tetangga Tence Formalism

V. Adolesen Puberty Identity VS Peer Group, Out Fidelity Repudiation Ideology VS


(12-20) Identity Group, Model Totalism
Confusion pemimpin
VI. Dewasa Genitality Intimacy VS Partner (sex), Love Exclusivity Affiliation VS
awal (20-30) Isolation sahabat, rival Elitism

VII 30-65 Generativity VS Serikat, pekerja, Care Rejectivity Generational VS


Dewasa Stagnation masyarakat Authoritism

VIII. Masak Integrity VS Kehidupan, Wisdom Disdain Integral Ivs


> 65 Despair manusia Sapentism
RITUALISASI RITUALISASME
1. Pola kutural interaksi 1. Terfokus pada diri sendiri
menjadi menyenangkan 2. Sifatnya tidak
2. Kesepakatan saling menyenangkan
berhubungan yang terus 3. Sering melibatkan orang
menerus berlangsung lain, tidak dapat
dan bernilai adaptif menghargai orang lain
3. Dapat berperilaku efektif
di masyarakat
4. Memuaskan keinginan
dengan cara yang
diterima budaya
TAHAP I : BAYI (0-1 Tahun)
 Aspek Psikososial : Sensori oral (mendapat/ tanpa ada yang
memberi dan menerima/ dalam konteks sosial)
 Krisis Psikososial : Kepercayaan (perasan kepercayaan dasar
karena terpenuhi rasa lapar dan lainnya) VS Kecurigaan (tidak
ada kesesuian antara kebutuhan sensori oral dengan
lingkungan)
 Virtue : Harapan (bayi belajar mengharap karena
ketidaknyamanan/ tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya)
 Ritualisasi VS Ritualisme : Keramat (bayi menganggap ibu
sebagai penolong dan pemberi rasa puas dan aman) VS
Pemujaan (penolakan ibu yang membuat anak terasing
membuat anak memuja diri sendiri/ orang lain)
TAHAP II : ANAK-ANAK (1-3 Tahun)

 Aspek Psikososial : Otot Anal Uretral (anak mengontrol


tubuhnya berkaitan dengan kebersihan/ toilet training)
 Krisis Psikososial : Otonomi (Anak belajar hak dan kewajiban,
batasannya, kontrol diri dan merasa bangga ketika berhasil) VS
Malu dan Ragu (ketika tidak bisa mengontrol diri)
 Virtue : Kemauan (dasar kemauan muncul hanya jika anak
diizinkan mengontrol sendiri)
 Ritualisasi VS Ritualisme : Bijaksana (Penilaian benar/ salah)
VS Legalisme (penerapan aturan tanpa ampun)
TAHAP III : USIA BERMAIN (3-6 Tahun)

 Aspek Psikososial : Alat Kelamin-Bergerak (aktivitas genital


pada usia bermain diikuti dengan peningkatan fasilitas untuk
bergerak yang menunjukkan fantasi)
 Krisis Psikososial : Inisiatif (memakai segala cara untuk
memahami lingkungan sesuai tujuan) VS Perasaan berdosa
(agresif dan manipulatif dalam mencapai tujuan)
 Virtue : Tujuan (Bermain dengan tujuan dalam bentuk
kompetisi dan mengejar kemenangan)
 Ritualisasi VS Ritualisme : Dramatic (Memainkan peran apa
yang seharusnya berani dilakukan) VS Impersonasi (hanyut
dalam peran/ fantasinya)
TAHAP IV : USIA SEKOLAH (6-12 Tahun)

 Aspek Psikososial : Laten (menekan insting seksual dan


mengganti dengan aktivitas lain)
 Krisis Psikososial : Ketekunan (bersedia tetap sibuk dengan
satu kegiatan sampai selesai) VS Inferiorita (merasa tidak
mampu karena tidak cukup dengan satu kegiatan saja)
 Virtue : Kompetensi (Latihan kecakapan gerak dan
kecerdasan menyelesaikan tugas)
 Ritualisasi VS Ritualisme : Formal (interaksi dengan metode
yang tepat memberikan hasil sempurna) VS Formalisme (harus
dikerjakan dengan cara yang benar, tidak penting bagaimana
hasilnya, kaku)
TAHAP V : ADOLESEN (12-20 Tahun)
 Aspek Psikososial : Pubertas (memacu harapan peran dewasa)
 Krisis Psikososial : Identitas (membentuk identitas baru
dengan menghapus identifikasi masa kanak-kanak) VS
Kekacauan Identitas (tidak mampu membina persahabatan,
tidak bisa berkonsentrasi, kurang memahami waktu, menolak
standar)
 Virtue : Kesetiaan (Memiliki keyakinan sendiri terhadap
agama, politik, dan lainnya)
 Ritualisasi VS Ritualisme : Ideologi (Gabungan ritualisasi
sebelumnya, kesiapan mengadopsi etika masyarakat) VS
Totalisme (fanatik dan eksklusif dalam memandang ideologi
sendiri yang menurutnya paling benar)
TAHAP VI : DEWASA AWAL (20-30 Tahun)
 Aspek Psikososial : Perkelaminan (saling percaya dan
berbagai kepuasan seksual secara permanen dengan orang
yang dicintai)
 Krisis Psikososial : Keakraban (berbagi perasaan saling
percaya) VS Isolasi (tidak mampu bekerja sama dengan orang
lain melalui berbagi intimasi yang sebenarnya)
 Virtue : Cinta (kesetiaan yang matang)
 Ritualisasi VS Ritualisme : Afiliasi (adanya cinta,
mempertahankan persahabatan, ikatan kerja) VS Elitism
(kelompok yang sangat tertutup, memandang orang luar
penuh curiga)
TAHAP VII : DEWASA (30-60 Tahun)

 Aspek Psikososial : Prokreativita (Tanggung jawab untuk


merawat anak)
 Krisis Psikososial : Generativa (menerima dan membimbing
generasi penerus) VS Stagnasi (mementingkan diri sendiri,
diperlukan untuk sesekali menyerap kreativitas orang lain)
 Virtue : Kepedulian (komitmen untuk merawat orang lain)
 Ritualisasi VS Ritualisme : Generasional (interaksi dengan
anak berupa pemberian hadiah, dll) VS Otoritisme
(memaksakan aturan dan moral)
TAHAP VIII : USIA TUA (> 65 Tahun)

 Aspek Psikososial : Generalisasi Sensualitas (memperoleh


kenikmatan dari berbagai sensasi fisik atau stimulasi genital)
 Krisis Psikososial : Integritas (menyatukan perasaan keakuan
dan mengurangi kekuatan fisik dan intelektual) VS Putus asa
(Harapan yang hilang)
 Virtue : Kebijaksanaan (mempertahankan integritasnya ketika
kemampuan fisik dan mentalnya menurun)
 Ritualisasi VS Ritualisme : Integral (pemahaman makna
kehidupan) VS Sapentisme (memberi petuah dogmatis untuk
menyembunyikan dirinya yang tidak bijak / putus asa)

Anda mungkin juga menyukai