Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

“Paradigma Kognitif Terpusat Pribadi Carl Rogers”

Disusun Oleh:
Kelompok 5
1. Fina Permaasari (E1E019119)
2. Fuan Maharani (E1E019125)
3. Ghalby Khilafatul Quddus (E1E019128)
4. Haeriyatul Mona (E1E019132)
5. Ida Wahyu Ningsih (E1E019151)
6. I Gusti Ayu Dian Apriliani (E1E019149)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
Agustus, 2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen yang telah memberikan
bimbingannya kepada kami dan kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam menyusun makalah ini. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan, kelemahan, dan keterbatasan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan sumbangan pikiran, saran dan kritikan yang
konstruktif demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Semoga dengan
makalah yang sederhana ini dapat memenuhi harapan kita semua dan memberikan
manfaat bagi pembaca, sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan. Terima kasih

Mataram, 25 Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................1
C. Tujuan ....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3
A. Biografi Carl Rogers...............................................................................................3
B. Teori Humanisme Carl Rogers...............................................................................4
C. Hakekat Pribadi......................................................................................................6
D. Struktur Kepribadian.............................................................................................10
E. Dinamika Kepribadian...........................................................................................12
F. Perkembangan Kepribadian...................................................................................13
G. Psikoterapi.............................................................................................................15
H. Paradigma Dalam Proses Pembelajaran................................................................17
BAB III PENUTUP...........................................................................................................20
A. Kesimpulan ...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari perilaku manusia
dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Psikologi kepribadian merupakan
bagian dari ilmu psikologi. Dalam psikologi kepribadian membahas mengenai
perbedaan antara pribadi individu dan juga dinamika dalam membangun
keterkaitan antara hubungan intrapersonal dan interpersonal. Dalam bidang
psikologi sendiri terdapat banyak sekali teori yang dikemukakan oleh para
ahli salah satunya yang dikemukakan oleh Carl Rogers mengenai self.
Carl Rogers adalah seorang tokoh dari bidang psikologi humanistik.
Psikologi humanistik. dimana memiliki pandangan bahwa setiap orang
bertanggung jawab atas kedewasaan dan hidupnya sendiri. Carl Rogers
mengemukakan pendapat bahwa setiap orang bebas untuk melatih dan
mengatur diri mereka sendiri. Namun tetap setiap orang harus memiliki
tanggung jawab atas diri mereka sendiri. Teori yang dikemukakan oleh Carl
Rogers ini menjadi salah satu teori yang banyak digunakan di bidang
konseling dan terapis, karena memang pada dasarnya Carl Rogers ini bergerak
di bidang psikoterapi.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa Carl Rogers?
2. Apa isi dari teori humanisme Carl Rogers?
3. Bagaimana struktur kepribadian teori Carl Rogers?
4. Bagaimana dinamika kepribadian teori Carl Rogers?
5. Bagaimana perkembangan kepribadian teori Carl Rogers?
6. Bagaimana bentuk psikoterapi dari teori Carl Rogers ?
7. Bagaimana cara penggunaan paradigma teori Carl Rogers dalam proses
pembelajaran ?

iv
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi Carl Rogers
2. Untuk mengetahui teori humanisme Carl Rogers
3. Untuk mengetahui struktur kepribadian teori Carl Rogers
4. Untuk mengetahui dinamika kepribadian teori Carl Rogers
5. Untuk mengetahui perkembangan kepribadian teori Carl Rogers
6. Untuk mengetahui bentuk psikoterapi dari teori Carl Rogers
7. Untuk mengetahui cara penggunaan paradigma teori Carl Rogers dalam
proses pembelajaran

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Carl Rogers

Rogers lahir, pada 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois, sebuah daerah
pinggiran Chicago, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Ayahnya adalah
insinyur sipil yang sukes sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga
pemeluk Kristen yang taat beragama. Dia langsung masuk SD karena sebelum bisa
membaca sebuah TK.1 Pada umur 12 tahun, keluarganya pindah kesebuah daerah
pertanian 30 mil dari sebelah timur Chicago. Ditempat inilah dia mengahabiskan
masa remajanya. Rogers tidak berambisi di bidang sastra ataupun bidang
arsitektur. Sebaliknya, ia ingin menjadi seorang petani yang berbasis ilmu
pengetahuan, yang peduli pada tanaman dan hewan serta mengetahui bagaimana
mereka tumbuh dan berkembang, ini semua karena faktor lingkungan yang ada
sekitarnya.

Senada dengan pendapat menurut Jess Feist dan Gregory J. Feist dalam
(Harahap, 2020) Dalam lingkungan seperti ini, ia mengembangkan sikap ilmiah
terhadap pertanian dan mulai membuat catatan terperinci tentang observasi yang
dilakukannya. Catatan-catatn ini mengajarkan tentang kondisi “penting dan
mencakup” untuk pertumbuhan optimal dari tanaman dan hewan. Sepanjang masa
sekolah menengah sampai masuk masa kuliah ia mempertahankan ketertarikannya
pada bidang ilmu pertanian.

Awalnya Rogers memiliki cita-cita untuk menjadi petani, hingga setelah


lulus dari SMA dia melanjutkan ke University of Wisconsin. Ia pernah belajar di
bidang agrikultural dan sejarah di University of Wisconsin. Pada tahun 1928 ia
memperoleh gelar Master di bidang psikologi dari Columbia University dan
kemudian memperoleh gelar Ph.D di dibidang psikologi klinis pada tahun 1931.

vi
Pada tahun 1931, Rogers bekerja di Child Study Department of the Society for the
prevention of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan
pencegahan kekerasan tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa
berikutnya ia sibuk membantu anak-anak bermasalah/nakal dengan menggunakan
metode-metode psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul
“The Clinical Treatment of the Problem Child”, yang membuatnya mendapatkan
tawaran sebagai profesor pada fakultas psikologi di Ohio State University. Dan
pada tahun 1942, Rogers menjabat sebagai ketua dari American Psychological
Society.

B. Teori Humanisme Carl Rogers

Carl R. Rogers merupakan seorang psikologi dari Amerika dan salah satu
pendiri psikologi humanistis, yang sangat terkenal karena pendekatan “person-
centered” nya. Pendekatan person centered merupakan pendekatan yang unik
untuk memahami kepribadian dan hubungan-hubungan manusia, yang diterapkan
dalam berbagai bidang seperti psikoterapi dan konsling, pendidikan, dan bidang
lainnya. Teori person centered tumbuh dari pengalaman-pengalaman Rogers
sebagai seorang terapi. Suatu ungkapan dari keyakinan dasarnya, dalam syarat-
syarat yang tepat, individu tidak bisa maka tidak akan bergerak ke arah
pertumbuhan dan pemenuhan psikologisnya. Asumsi ini berasal dari gagasan yang
lebih umum bahwa semua hal,organik dan anorganik, akan berkembang dari
bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks. Rogers menamakan ini
“tendensi formatif“ (kecendrungan dari setiap hal).

Hal yang lebih khusus disebut dengan “tendensi aktualisasi” artinya


bergerak menuju kebutuhan dan pemuasan dari potensi diri yang dimilikinya.
Rogers memostualsikan bahwa individu dibimbing oleh dua kebutuhan dasar
yakni pemeliharaan dan peningkatan diri. Kebutuhan pemeliharaan adalah
kebutuhan dasar (makan, keamanan) menolak perubahan artinya mansuia

vii
cenderung tidak mau untuk keluar dari zona nyaman. Sedangkan peningkatan diri
merupakan peningkatan untuk menjadi lebih baik, terlihat dari kemauan manusia
untuk belajar suatu hal yang tidak menguntungkan. Teori Rogers sangat bersifat
klinis, karena didasarkan pada pengalaman bertahun-tahun tentang bagaimana
seharusnya seorang terapis menghadapi seorang kliennya. Dalam dunia psikologi
teori ini disebut dengan teori “client centered” atau “ person centered
psychotherapy”. Maksud dari berpusat pada klien adalah karena teori ini terapi
maka harus masuk pada hubungan pribadi dan subjektif klein, yang hubungannya
tersebut bukan seperti ilmuan dengan objek penelitian namun lebih pada antara
pribadi dengan pribadi.

Rogers menunjukkan kepercayaan yang mendalam kepada manusia. Ia


memandang manusia tersosialisasi dan bergerak ke depan, berjuang untuk
berfungsi penuh serta memiliki kebaikan. Manusia pada dasarnya dapat
dipercayai, kooperatif dan konstruktif tidak perlu melakukan pengendalian
terhadap dorongandorongan agresif yang dimilikinya, Rogers mempunyai
pandangan bahwa tingkah laku manusia dapat dipahami dari pengalaman subyektif
mereka terhadap realitas (subjective experience of reality). Manusia juga memiliki
kemampuan menentukan nasibnya sendiri, dapat dipercaya dan mengejar
kesempurnaan diri. Asumsi Rogers tentang manusia adalah bahwa manusia itu
bebas, rasional, utuh, mudah berubah, subyektif, proaktif, tetapi juga heterostatis
dan sulit dipahami. Rogers percaya dan optimis dengan sifat alami manusia. Dia
meyakini bahwa dorongan paling besar pada manusia adalah aktualisasi diri, yaitu
memelihara, menegakan, mempertahankan diri serta meningkatkan diri. Dengan
memberikan kesempatan individu untuk berkembang dalam gerak maju dan
memiliki cara untuk menyesuaikan diri (Hidayat, 2015).

viii
C. Hakekat Pribadi

Hakekat tentang manusia yang memiliki tujuan (purposive), manusia


merupakan makhluk yang dapat dipercaya (trusthworthy), dan manusia memiliki
naluri untuk mengejar kesempurnaan diri (self-perfecting). Tiga hal positif yang
tentunya juga dimiliki oleh peserta didik yang perlu pendidik sadari. Sama
halnya, kesadaran Rogers yang memiliki asumsi tentang individu sebagai
manusia yang bebas, rasional, utuh, mudah berubah, subyektif, proaktif,
heterostatic dan suka dipahami. Terapat 19 rumusan tentang hakekat pribadi
(sefl) yang dikemukana oleh Rogers, sebagai berikut:

1. Organisme berada dalam dunia pengalaman yang terus menerus berubah


(phenomenal field), di mana dia menjadi titik pusatnya. Bahwasanya,
individu bersifat dinamis. Selayaknya peserta didik yang mengalami naik
turun dalam hal motivasi diri dalam belajar. Peran pendidik sebagai sebagai
motivator untuk kembali mengembalikan semangat dari peserta didik.
2. Organisme menanggapi dunia sesuai dengan persepsinya. Kemampuan
dalam mempersepsi merupakan bagiamana logika yang terbentuk saat
berada dalam suatu lingkungan dan akal menjadi pemeran utamanya.
Mengaktifkan akal yang sehat dengan memberikan stimulasi yang tepat.
3. Organisme mempunyai kecenderungan pokok yakni keinginan untuk
mengaktualisasikan – memelihara – meningkatkan diri (self actualization –
maintain - enhance). Secara alami manusia memiliki keinginan atau
dorongan atau drive untuk mengembangkan diri secara mandiri. Namun
adakalanya membutuhkan media atau zona yang tepat untuk bisa
mengembangkan diri. Orang tua maupun pendidik di sekolah merupakan
support system yang memaksimalkan kecendrungan pokok yang dimiliki
oleh peserta didik sebagai individu
4. Organisme mereaksi medan fenomena secara total (gestalt) dan berarah
tujuan (goal directed). Jika diibaratkan organisme ini adalah peserta didik,

ix
maka proses pembelajaran mereka merupakan keseluruhan aspek yang
berada disekitarnya. Lingkungan yang sehat akan memunculkan suatu
ghazirah yang merupakan potensi laten yang dimiliki individu secara
psikofisik bawaan seajak lahir dan menjadi pendorong serta penentu perilaku
individu sebagai organisme.
5. Pada dasarnya tingkahlaku merupakan usaha yang berarah tujuan untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan mengaktualisasikan, mempertahankan,
memperluas diri dalam medan fenomenanya. Sebagai orang tua dan pendidik
perlu pengarahan sejak dini dan melatih untuk memiliki tujuan yang benar,
tetap untuk melatih kepada anak-anak untuk selalu melibatkan Tuhannya.
6. Emosi akan menyertai tingkahlaku yang berarah tujuan, sehingga intensitas
(kekuatan) emosi itu tergantung kepada pengamatan subjektif seberapa
penting tingkahlaku itu dalam usaha aktualisasi, memelihara,
mengembangkan diri. Kemampuan manajemen emosi merupan suatu hal
harus terus dipelajari. Bagaimana memberikan pengajaran tentang sabar,
bagaimana cara mengungkapkan rasa marah dan mengajarakan bentuk emosi
yang lain.
7. Memahami tingkahlaku seseorang adalah dengan memaknai kerangka
pandang orang itu sendiri (internalframe of reference). Memahami tingkah
laku seseorang bisa dilakukan dengan komunikasi yang sehat antara orang
tua dan anak, pendidik dan peserta didik. Hasil dari komunikasi yang sehat
akan membuka apa yang sedang ada dalam pikiran individu.
8. Sebagian dari medan fenomenal secara berlangsung mengalami diferensiasi,
sebagai proses terbentukya self. Kembali pada bagaimana islam ingin
membentuk pribadi yang memiliki positif dengan membentuk lingkungan
islami yang penuh dengan toleransi tanpa menjadikan seornag anak atau
peserta didik menjai sosok yang berbeda dengan ajaran yang telah
dimilikinya dan diyakininya.

x
9. Struktur self terbentuk sebagai hasil interaksi organisme dengan medan
fenomenal, terutama interaksi evaluatif dengan oran lain. Pernyataan ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat besar dengan siapa
seseorang berinteraksi dan seorang anak atau pun peserta didik akan
mendapat hal baru dan positif disaat mereka bertemu dengan orang-orang
yang tepat.
10. Apabila terjadi konflik antara nilai-nilai yang sudah dimiliki dengan nilai-
nilai baru yang akan diintrojeksi, organisme akan meredakan konflik.
11. Pengalaman yang terjadi dalam kehidupan seseorang akan diproses oleh
kesadaran dalam tingkatan yang berbeda. Tumbuh kembang anak
merupakan proses yang bertahap termasuk dalam proses berpikir dan
mengkombinasikan informasi yang diperoleh dan masuk ke dalam otak.
Proses berpikir ini berkaitan dengan fungsi aka sebagai pengendali bagi
seseorang. Pengalaman yang terjadi dalam kehidupan seseorang akan
diproses oleh kesadaran dalam tingkatan-tingkatan yang berbeda, sebagai
berikut:
a) Disimbolkan (simbolyzed): diamati dan disusun dalam hubungannya
dengan self.
b) Dikaburkan (distorted): tidak ada hubungan dengan struktur self.
Diingkari atau diabaikan (denied atau ignore): pengalaman itu sebenarnya
disimbolkan tetapi dibaikan karena kesadaran tidak memperhatikan
pengalaman itu atau diingkari karena tidak konsisten dengan struktur self
(Harahap, 2020).
12. Umumnya tingkahlaku konsisten dengan konsep self
13. Tingkahlaku yang didorong oleh kebutuhan organisme yang tidak
diambangkan, bisa tidak konsisten dengan self
14. Salahsuai psikologis (psychological maladjusment) akibat adanya tension,
terjadi apabila organism menolak menyadari pengalaman sensorik yang
tidak dapat disimbulkan & disusun dalam kesatuan struktur selfnya.

xi
Perekaman melalui sensorik. Menurut kontruksi realitas “ sistem skema-
skema sensori-motor dalam asimilasi berpuncak pada semacam logika
tindakan yang menyertakan pembentukan hubungan dan korespondensi
(fungsi) dan klasifikasi skema (bandingkan dengan logika kelas).
15. Penyesuaian psikologis (psychological adjustment) terjadi apabila
organisme dapat menampung/mengatur semua pengalaman sensorik
sedemikian rupa dalam hubungan yang harmonis dalam konsep diri.
Penyesuai ini dapat diperoleh dari ekologi. Pandangan ekologi Gibson, “...
persepsi memberi orang informasi seperti kapan membungkuk, kapan harus
memiringkan badan melalui jalan sempit, dan kapan harus mengulurkan
tangan untuk meraih sesuatu. Lingkungan membantu untuk membentuk
konsep diri. Anak dilahirkan dengan potensi yang baik. Karena perlakuan
dan pendidikan yang tepat akan menjadikan anak memiliki konsep diri
yang positif.
16. Setiap pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur self akan diamati
sebagai ancaman (threat). Hal ini terkait dengan traumatik yang mungkin
dialami oleh seorang anak.
17. Dalam kondisi tertentu, khususnya dalam kondisi bebas dari ancaman
terhadap struktur self (suasana terapi berpusat klien), pengalaman-
pengalaman yang tidak konsisten dengan self dapat diuji & struktur self
direvisi untuk dapat mengasimilasi pengalaman-pengalaman itu. Kondisi
yang dipahami oleh client centered mengajarkan tentang bagimana kita
melakukan interaksi atau komunikasi dengan seseornag termasuk dalam
dunia pendidikan. Bahasa yang kita gunakan pun harus menyesuaikan
dengan anak usia berapa kita berbicara.
18. Apabila organisme mengamati dan menerima semua pengalaman
sensoriknya ke dalam sistem yang integral dan konsisten, maka dia akan
lebih mengerti dan menerima orang lain sebagai individu yang berbeda.
Kemampuan menerima orang lain adalah suatu hal yang luar biasa.

xii
19. Semakin banyak individu mengamati dan menerima pengalaman sensorik
ke dalam struktur selfnya, kemungkinan terjadinya introjeksi/revisi nilai-
nilai semakin besar. Pendidikan memberikan banyak pengalaman, proses
pembelajaran yang berkelanjutan pun akan memberikan suatu benturan
nilai. Sehingga kemungkinna ada yang perlu diluruskan. Dampak
positifnya adalah anak akan memiliki banyak input yang bisa didiskusikan.

Tekanan di sini diletakkan pada sistem dan proses. Sistem menunjukkan


sesuatu yang tetap, statis, sedangkan proses adalah menunjukan adanya
perubahan. Untuk ada adjustment yang sehat dan integral orang harus selalu
menilai pengalamanpengalamannya untuk mengetahui apakah perlu adanya
perubahan dalam sistem nilainilai. Tiap sturuktuk nilai-nilai yang cenderung
untuk mencegah pribadi untuk bereaksi secara baik (efektif) terhadap
pengalaman-pengalaman baru (Nurdahlia, 2022).

D. Struktur Kepribadian

Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang,


dan ada tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya: Organisme,
Medan fenomena, dan Self.

1. Organisme.

Pengertian organisme mencakup tiga hal:

a. Mahkluk hidup. Organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik


dan psikologisnya dan merupakan tempat semua pengalaman, potensi yang
terdapat dalam kesadaran setiap saat,yakni persepsi seseorang tentang
kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia eksternal.
b. Realitas Subyektif. Organisme menganggap dunia seperti yang dialami dan
diamatinya. Realita adalah persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat
membentuk tingkah laku.

xiii
c. Holisme. Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan
dalam satu bagian akan berpengaruh pada bagian lain. Setiap perubahan
memiliki makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi,
mempertahankan, dan mengembangkan diri.

2. Medan Fenomena.

Medan fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun


eksternal, baik disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini
merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di
dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.

3. Self (Diri).

Rogers mendeskripsikan teori The Self sebagai aspek pengalmn


fenomenologis. Konsep pokok teori kepribadian ini adalah sesuatu yang disebut
sebagai ‘saya’ atau ‘aku’ yang merupakan self.

Self adalah konsep diri yang melambangkan pola persepsi yang konsisten dan
teratur. Self bisa berubah, namun self selalu mempertahankan kualitas pola
persepsi yang konsisten dan teratur tadi. Self sendiri dibagi menjadi 2, yaitu
actual (real) self dan ideal self.

a. Actual (real) self adalah kondisi atau keadaan individu saat ini yang
sebenarnya.

b. Ideal self adalah kondisi atau keadaan individu yang ingin dimiliki atau
dicapai oleh individu tersebut di masa mendatang atau masa depan.

Self merupakan konsep pokok dari teori kepribadian Rogers, yang intinya adalah:

a. Terbentuk melalui medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang


tertentu.

xiv
b. Bersifat integral dan konsisten.
c. Menganggap pengalaman yang tak sesuai dengan struktur self sebagai
ancaman.
d. Dapat berubah karena kematangan dan belajar.

Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya


yang semata - Mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan
untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan
bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari
dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di
dalamnya. Selain itu gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan
respon secara realistis terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit diterima.
Semua orang tidak bisa melepaskan subjektivitas dalam memandang dunia
karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara objektif. Rogers juga
mengabaikan aspek-aspek tidak sadar dalam tingkah laku manusia karena ia
lebih melihat pada pengalaman masa sekarang dan masa depan, bukannya
pada masa lampau yang biasanya penuh dengan pengalaman traumatik yang
menyebabkan seseorang mengalami suatu penyakit psikologis.

E. Dinamika Kepribadian
1. Penerimaan Positif (Positive Regard)
Orang merasa puas menerima regard positif, kemudian juga merasa puas
dapat memberi regard positif kepada orang lain. Ketika regard positif itu
diinternalisasi, orang dapat memperoleh kepuasan dari menerima dirinya
sendiri, atau menerima diri positif (positive self regard).
2. Konsistensi dan Salingsuai Self (self Consistency dan Congruence)
Menurut Rogers, organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi dari
persepsi diri, dan kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan
pengalaman. Organisme tidak berusaha mencari kepuasan dan menghindari
sakit, tetapi berusaha memelihara struktur self yang dimilikinya. Individu

xv
mengembangkan system nilai, yang pusatnya adalah nilai dirinya. Individu
mengorganisir nilai-nilai & fungsi-fungsi dirinya untuk memelihara system
selfnya.
3. Aktualisasi diri (Self Actualization)
Rogers memandang organisme terus menerus bergerak maju. Organisme
memiliki satu kekuatan motivasi, dorongan aktualisasi diri (self actualizing
drive), dan satu tujuan hidup – menjadi aktualisasi diri. Ada banyak
kebutuhan, tetapi semuanya tunduk melayani kecenderungan dasar
organisme untuk aktualisasi, yakni kebutuhan pemeliharaan (maintenance),
dan peningkatan diri (enhancement). Dua kebutuhan lain yang terpenting
adalah kebutuhan penerimaan positif dari diri sendiri (self regard). Kedua
kebutuhan itu dipelajari pada masa bayi, ketika bayi dicintai dan dirawat
dan menerima regard positif dari orang lain.
a. Pemeliharaan (maintenance): kebutuhan yang timbul dalam rangka
memuaskan kebutuhan dasar seperti makanan, udara, dan keamanan,
serta kecenderungan untuk menolak perubahan dan mempertahankan
keadaan sekarang.
b. Peningkatan diri (enhancement): walaupun ada keinginan yang kuat
untuk mempertahankan keadaan tetap seperti apa adanya (status quo),
orang tetpa ingin belajar dan berubah.
c. Penerimaan positif dari orang lain (positive regard of others): ketika
kesadaran self muncul, bayi mulai mengembangkan kebutuhan untuk
dicintai, atau diterima oleh orang lain disekitarnya
d. Penerimaan positif dari diri sendiri (self regard): bersaman dengan
berkembangnya penerimaan positif dari orang lain, anak juga
mengembangkan penerimaan positif dari diri sendiri. Penerimaan diri ini
merupakan akibat dari pengalaman kepuasan/frustasi dari kebutuhan
penerimaan – positif dari orang lain.

xvi
Jadi, Rogers mengasumsikan bahwa pada dasarnya ada peluang semua
tingkahlaku manusia diarahkan atau bertujuan meningkatkan kompetensinya,
yang berarti mengaktualisasikan dirinya. Besarnya sumbangan tingkahlaku
terhadap tendensi aktualisasi dapat dinilai, melalui proses penilaian organisme
(organismic valuing process). Rogers, “menunjukkan kepercayaan yang
mendalam pada manusia. Ia memandang manusia terisolasi dan bergerak ke
muka, berjuang untuk berfungsi penuh, serta memiliki kebaikan yang positif.

F. Perkembangan Kepribadian
1. Pribadi yang berfungsi utuh (fully functioning person)
Menurut Rogers tujuan hidup adalah mencapai aktualisasi diri, atau
memiliki ciri-ciri kepribadian yang membuat kehidupan menjadi sebaik-
baiknya (good life). Good life bukan sasaran yang harus dicapai, tetapi arah
dimana orang dapat berpartisipasi sepenuhnya sesuai dengan potensi
alamiyahnya. Rogers merinci 5 ciri kepirbadian orang yang berfungsi
sepenuhnya:
a. Terbuka untuk mengalami (openess to experience): adalah kebalikan
dari sifat bertahan (defensiveness).
b. Hidup menjadi (Exixtential Living): kecenderungan untuk hidup
sepenuhnya dan seberisi mungkin pada setiap eksistensi.
c. Keyakinan organismik (organismic trusting): orang mengambil
keputusan berdasarkan pengalaman organismiknya sendiri, mengerjakan
apa yang “dirasanya benar” sebagai bukti kompetensi & keyakinanya
untuk mengarahkan tingkah laku yang memuaskan.
d. Pengalaman kebebasan (Experiental freedom): pengalaman hidup bebas
dengan cara yang diinginkan atau dipilih sendiri, tanpa perasaan
tertekan atau terhambat.
e. Kreativitas (creativity): merupakan kemasakan psikologik yang optimal.

xvii
2. Perkembangan psikopatologi
Menurut Rogers, orang maladjusment sepertinya tidak sadar dengan
perasaan yang mereka ekspresikan (yang ditangkap jelas oleh orang luar).
Mereka juga tidak sadar dengan pernyataan yang bertentangan dengan
selfnya dan berusaha menolak ekspresi yang dapat mengungkap hal itu.
Sebaliknya, orang sehat menyadari pengalaman dan ekspresi perasaannya.
a. Tak salingsuai (Incongruence), semakin besar jurang ketidaksesuaian
antara konsep diri dengan pengalaman organismik semakin rentan orang
menjadi rentan (vulnerable).
b. Kecemasan dan ancaman, Rogers mendefinisi kecemasan sebgai,
“keadaan ketidaknyamanan atau ketegangan yang sebabnya tidak
diketahui.” Ketika orang semakin menyadari ketidak kongruenan antara
pengalaman dengan persepsi dirinya, kecemasan berubah kongruenan
antara pengalaman dengan persepsi dirinya, kecemasan berubah menjadi
ancamann terhadap konsep kongruen, dan terjadi pergeseran menjadi
sikap diri takkongruen.
c. Tingkah laku bertahan (defensive), yang dibagi menjadi 2:
a) Distorsi : pengalaman diinterpretasi secara salah dalam rangka
menyesuaikannya dengan aspek yang ada di dalam konsep self.
Orang mempersepsi pengalaman secara sadar tetapi gagal
menangkap makna pengalaman yang sebenarnya.
b) Denial : orang menolak menyadari suatu pengalaman, atau paling
tidak menghalangi beberapa bagian dari pengalaman untuk
disimbolisasi.
d. Disorganisasi, tingkah laku akibat dari ketidak-kongruen antara self
dengan pengalaman. Besarnya perbedaan antara self dengan
pengalaman inilah yang menentukan parahnya salahsuai psikologik.
Disorganisasi kepribadian dapat terjadi mendadak atau berangsur-
angsur, namun sumbernya tetap sama, yakni defense yang tidak dapat

xviii
dioperasikan, dan struktur self yang pecah. Jadi, tingkah laku
disorganisasi adalah akibat dari ketidak kongruen antara self dengan
pengalamn. Besarnya perbedaan antara self dengan pengalaman inilah
yang menentukan parahnya salah suai psikologik. Disorganisasi
kepribadian itu dapat disembuhkan/dikoreksi dengan terapi yang
memberinya penerimaan positif tanpa syarat.
G. Psikoterapi

Rogers menanamkan teknik terapinya yaitu terapi berpusat pada klien.


Terapi ini dikemukakan dalam paparan yang sederhana, namun dalam praktek
sulit diaplikasikan. Secara singkat, pendekatan berpusat klien yang berpendapat
agar orang yang rentan dan cemas dapat mengembangkan jiwanya, mereka
harus mengadakan kontak dengan terapis yang kongruen, dan dapat
menciptakan suasana penerimaan tanpa syarat dan empati yang akurat. Namun
di sinilah letak kesulitannya, konselor yang kongruen, menerima positif tanpa
syarat, dan pemahaman yang empatik tidak mudah ditemukan.

Jika kondisi terapis kongruen, menerima positif tanpa syarat dan


empatis dapat diciptakan, maka proses terapi akan berjalan lancar. Jika proses
terapi berjalan, maka dapat diharapkan hasilnya dapat mengembangkan klien ke
arah yang dikehendaki. Jadi, terapi Rogers dapat dijelaskan melalui dua faktor
itu diantaranya kondisi dan proses.

1. Kondisi

Menurut Rogers, agar proses teraputik dapat berlangsung, dibutuhkan tiga


kondisi yang harus ada dalam bentuk yang memenuhi syarat :

a. Klien yang mengalami kecemasan atau kerentanan memiliki motivasi


mendatangi terapis untuk mencari bantuan

xix
b. Terapis dapat menunjukkan kepada klien bahwa konsep dirinya kongruen,
menerima positif klien tanpa syarat, dan bersikap empatik. Klien harus
dapat menangkap/mempersepsi karakteristik terapis (kongruen, menerima
positif tanpa syarat, empatik) yang ditunjukkan kepadanya
c. Kontak antara klien dengan terapis dalam suasana kongruen, menerima
positif tanpa syarat, dan empatis itu berlangsung dalam waktu panjang.

2. Proses
a. Tahap pertama, klien tidak mau mengkomunikasikan dirinya. Klien datang
ke terapi bukan untuk mencari bantuan, tetapi karena alasan lain. Mereka
sangat kaku, menolak berubah, tidak menyadari masalah yang dihadapinya,
dan menolak perasaan serta emosinya sendiri
b. Tahap kedua, sikap kakunya berkurang. Mereka membahas kejadian
eksternal dan orang lain, tetapi masih belum menyadari perasaan-
perasaannya sendiri. Mereka membahas perasaannya sendiri seolah
perasaan itu fenomena objektif
c. Tahap ketiga, klien semakin bebas membicarakan dirinya sendiri, masih
sebagai obyek. “Saya bekerja sebaik mungkin, tetapi pimpinan tetap tidak
senang dengan saya”. Klien berbicara mengenai perasaan dan emosi yang
telah lalu atau yang akan datang, bukan perasaan-perasaannya sekarang.
Mereka ragu dalam membuat pilihan pribadi dan menolak bertanggung
jawab terhadap keputusannya sendiri.
3. Hasil
Jika telah berlangsung maka hasil mulai dapat diobservasi, dan jika telah
diobservasi diharapkan klien menjadi lebih kongruen, terbuka dan tidak
terlalu defensif. Rogers mengemukakan terapi yang berhasil akan
menggerakkan klien untuk berubah menjadi:
a. Semakin kongruen
b. Semakin kurang defensif

xx
b. Menjadi semakin terbuka untuk mengalami hal baru
c. Semakin realistis dalam memandang dunia
d. Mengembangkan penerimaan diri positif
e. Mengurangi jarak antara self-ideal dengan self nyata
f. Semakin tidak rentan dengan ancaman
g. Semakin hilang kecemasannya
h. Berusaha memiliki pengalamannya sendiri
i. Menjadi semakin bisa menerima orang lain
j. Menjadi semakin kongruen dalam berhubungan dengan orang lain
H. Paradigma Dalam Proses Pembelajaran
Rogers adalah seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-gagasannya
berpengaruh terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang, baik
klinis, pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan,
Rogers mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang
humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar
tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan.
Adapun penjelasan konsep masing-masing prinsip tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Hasrat untuk belajar
Menurut Rogers, manusia mempunyai hasrat alami untuk
belajar. Hal ini terbukti dengan tingginya rasa ingin tahu
anak apabila diberi kesempatan untuk mengeksplorasi
lingkungan. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini
merupakan asumsi dasar pendidikan humanistik. Di dalam
kelas yang humanistik anak-anak diberi kesempatan dan
kebebasan untuk memuaskan dorongan ingin tahunya,
untuk memenuhi minatnya dan untuk menemukan apa
yang penting dan berarti tentang dunia di sekitarnya.

xxi
b. Belajar yang Berarti
Belajar akan mempunyai arti atau makna apabila apa yang
dipelajari relevan dengan kebutuhan dan maksud anak.
Artinya, anak akan belajar dengan cepat apabila yang
dipelajari mempunyai arti baginya.
c. Belajar Tanpa Ancaman
Belajar mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan
dengan baik apabila berlangsung dalam lingkungan yang
bebas ancaman. Proses belajar akan berjalan lancer
manakala murid dapat menguji kemampuannya, dapat
mencoba pengalaman-pengalaman baru atau membuat
kesalahan-kesalahan tanpa mendapat kecaman yang
bisaanya menyinggung perasaan.
d. Belajar atas Inisiatif Sendiri
Belajar akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan
atas inisiatif sendiri dan melibatkan perasaan dan pikiran
si pelajar. Mampu memilih arah belajarnya sendiri
sangatlah memberikan motivasi dan mengulurkan
kesempatan kepada murid untuk “belajar bagaimana
caranya belajar” (to learn how to learn ). Tidaklah perlu
diragukan bahwa menguasai bahan pelajaran itu penting,
akan tetapi tidak lebih penting daripada memperoleh
kecakapan untuk mencari sumber, merumuskan
masalah, menguji hipotesis atau asumsi, dan menilai
hasil. Belajar atas inisiatif sendiri memusatkan perhatian
murid baik pada proses maupun hasil belajar. Belajar
atas inisiatif sendiri juga mengajar murid menjadi bebas,
tidak bergantung, dan percaya pada diri sendiri. Apabila

xxii
murid belajar atas inisiatif sendiri, ia memiliki kesempatan
untuk menimbang-nimbang dan membuat keputusan,
menentukan pilihan dan melakukan penilaian. Dia menjadi
lebih bergantung pada dirinya sendiri dan kurang
bersandar pada penilaian pihak lain.
e. Belajar dan Perubahan
Prinsip terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah
bahwa belajar yang paling bermanfaat ialah bejar tentang
proses belajar. Menurut Rogers, di waktu-waktu yang
lampau murid belajar mengenai fakta-fakta dan gagasan-
gagasan yang statis. Waktu itu dunia lambat brerubah, dan
apa yang diperoleh di sekolah sudah dipandang cukup
untuk memenuhi tuntutan zaman. Saat ini perubahan
merupakan fakta hidup yang sentral. Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi selalu maju dan melaju. Apa yang dipelajari di
masa lalu tidak dapat membekali orang untuk hidup dan
berfungsi baik di masa kini dan masa yang akan dating.
Dengan demikian, yang dibutuhkan saat ini adalah orang
yang mampu belajar di lingkungan yang sedang berubah
dan akan terus berubah.

xxiii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jadi dapat disimpulkan bahwa Teori Humanistik lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia / individu. Psikolog humanistik mencoba untuk
melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka
berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk
dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal
mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup
dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah
sikap dan perilaku mereka. Pengaplikasian teori kepribadian ini, rogers lebih menitik
beratkan dengan melakukan terapi yaitu dengan Client Centered therapy dengan
maksud individualitas konseling yang setaraf dengan individualitas konselor. teknik
ini menciptakan suasana pembicaraan yang permisif

xxiv
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, D. (2020). Teori Carl Rogers dalam Membentuk Pribadi dan Sosial yang
Sehat. AL-IRSYAD: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 2(2), 321–334.

Hidayat, D. R. (2015). Psikologi Kepribadian. Ghalia Indonesia.

Nurdahlia, D. U. (2022). Paradigma Kognitif Client Centered dalam Pendidikan


Islam. 3(1), 42–53.

Rachmana. 2008. Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan. Jurnal


El-Tarbawi. 1(1). Hlm 99-114

Semiun, Yustinus. 2021. Teori-Teori kepribadian Humanistis. Yogyakarta: PT


Kanisitus

xxv

Anda mungkin juga menyukai