Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

Carl Rogers: Self-Actualization Theory

(The Humanistic Approach)

Dosen Pengampu : Eska Prawisudawati Ulpa, M.Si

DISUSUN OLEH :

1. Adisty Novitasari 1931080009


2. Bagas Adi Setiawan 1931080278
3. Hayu Purbandari 1931080315
4. Ika Ameylia 1931080092

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkah rahmat dan karunia-
Nya sehinggga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu untuk memenuhi
tugas kelompok untuk mata kuliah Psikologi Kepribadian.
Dengan tugas makalah ini kami berharap kita semua dapat mengetahui lebih jauh tentang “Carl
Rogers : Self Actualization Theory (The humanistic approach)” yang kami kumpulkaan
berdasarkan beberapa sumber. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak
terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi semuanya

Bandar lampung, 5 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................i


DAFTAR ISI......................................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................1
C. Tujuan ....................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi Carl Rogers ..............................................................................................................2
B. Teori yang berpusat pada pribadi ...........................................................................................4
C. Asumsi dasar ..........................................................................................................................5
D. Diri dan aktualisasi diri ..........................................................................................................6
E. Kesadaran ..............................................................................................................................7
F. Menjadi seorang manusia ......................................................................................................8
G. Hambatan pada kesehatan psikologis ....................................................................................9
H. Psikoterapi..............................................................................................................................11
I. Manusia masa depan ..............................................................................................................15
J. Filosofi ilmu pengetahuan......................................................................................................17
K. The Chicago Studies ..............................................................................................................18
L. Penelitian terkait ....................................................................................................................20
M. Kritik terhadap Rogers ...........................................................................................................22
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN ......................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Psikologi Kepribadian merupakan salah satu cabang dari ilmu psikologi. Dimana
psikologi kepribadian ini didalamnya membahas tentang perbedaan pribadi antar individu
serta dinamikanya dalam membangun relasi intrapersonal dan interpersonal. Dalam
psikologi kepribadian terdapat banyak sekali para ahli yang bergerak, salah satu teori
psikologi kepribadian itu dikemukakan oleh Carl Rogers mengenai Self-Actualization
Theory. Carl Rogers memiliki pandangan bahwa setiap orang bertanggung jawab atas
kedewasaan dan hidupnya sedniri. Carl Rogers berpendapat bahwa setiap orang bebas
untuk melatih dan mengatur diri mereka sendiri. Namun setiap orang harus memiliki
tanggung jawab atas control diri yang mereka lakukan.
Teori yang dilakukan Carl ini menjadi salah satu teori yang banyak digunakan dalam
bidang konseling dan terapis, karena memang pada dasarnya Carl Rogers bergerak pada
bidang psikoterapi. Oleh karena itu, untuk menambah pengetahuan tentang teori
kepribadian ini maka makalah ini akan membahas mengenai teori dari Carl Rogers.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Carl Rogers?
2. Bagaimana teori yang berpusat pada pribadi menurut Rogers?
3. Apakah psikoterapi dalam teori Rogers?
4. Bagaimana filosofi ilmu pengetahuan?
5. Bagaimana kritik terhadap Rogers?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi Carl Rogers
2. Untuk mengetahui teri yang berpusat pada pribadi menurut rogers
3. Untuk mengetahui psikoterapi
4. Untuk mengetahui filsofi ilmu pengetahuan
5. Untuk mengetahui kritik terhadap Rogers

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Carl Rogers


Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902, di Oak Park, Illinois, sebagai
anak keempat dari enam bersaudara pasangan Walter dan Julia Cushing Rogers. Carl
lebih dekat dengan ibunya daripada ayahnya, yang pada masa awal kehidupannya harus
sering berpergian karena pekerjaannya sebagai insinyur sipil. Walter dan Julian Rogers
merupaka orang religious yang taat dan Carl menjadi tertarik pada kitab injil, sehingga ia
sering membaca Injil dan buku-buku lain. Bahkan sebelum masuk sekolah. Dari orang
tua nya, ia juga belajar mengenal makna dari kerja keras suatu nilai yang bertahan
sepanjang hidupnya tidak seperti agama.
Rogers sempat berkeinginan menjadi petani, dan setelah lulus dari sekolah menengah
atas, ia kuliah di University of Wisconsin dan mengambil jurusan pertanian. Akan tetapi,
ia mulai kehilangan minatnya pada pertanian dan lebih taat pada agama. Pada tahun
ketiganya di Wisconsin, Rogers sangat terlibat dalam kegiatan keagamaan di lingkungan
kampus, dan menghabiskan enam bulan perjalanan ke Cina, menghadiri konferensi
keagamaan untuk pelajar. Perjalanan ini memberikan kesan yang sangat mendalam bagi
Rogers. Interaksi dengan pemimpin-pemimpin agama yang muda, mengubahnya menjadi
pemikir yang lebih liberal dan mendorongnya menuju kebebasan dari pandangan
religious orangtuanya. Pengalaman dengan sesame pemimpin agama ini juga
menjadikannya lebih percaya diri dalam hubungan sosial. Sayangnya, ia kembali dari
perjalanan ini dengan tukak.
Walaupun tukak tersebut menghambatnya untuk langsung kembali berkuliah, hal ini
tidak menghentikannya dari bekerja. Ia menghabiskan satu tahun dalam masa pemulihan
dengan bekerja di lading dan di tempat penjualan kayu local sebelum akhirnya kembali
ke University Of Winconsin. Di tempat tersebut, ia bergabung dengan suatu kelompok
persaudaraan, lebih percaya diri, dan secara umum merupakan siswa yang berbeda
dengan sebelum ia berangkat ke Cina.
Pada tahun 1924, Rogers bergabung dengan Seminari Union Theologial di New York
dengan intense untuk menjadi pastur. Saat berada di Seminari, ia mengikuti beberapa
kelas psikologi dan pendidikan di Colombia University. Rogers terpengaruh oleh
pergerakan pendidikan progresif oleh John Dewey, yang pada saat itu sangat kuat di
Teachers College,Columbia. Secara bertahap, Rogers mulai kehilangan ketertarikan pada
sikap doktrinasi dari studi keagamaan. Walaupun seminari union theological cukup
liberal, Rogers memutuskan tidak ingin menunjukan seperangkat keyakinan yang tetap,
namun menginginkan kebebasan yang lebih untuk mengeksplorasi gagasan-gagasan baru.
Akhirnya, pada musim gugur thun 1926, ia meninggalkan seminari untuk menghadiri
Teacher College sepenuhnya serta mengambil jurusan psikologi klinis dan pendidikan.
Sejak saat itu, ia tidak pernah kembali ke pendidikan agama formal. Hidupnya mulai
memiliki arah baru, kearah psikologi dan pendidikan.
Pada tahun 1927, Rogers bekerja sebagai staf di Institute of Child Guidance yang baru di
New York City dan terus bekerja sambil menyelesaikan gelar doktornya. Di Institut
2
tersebut, ia mendapatkan pegetahuan dasar teori psikoanalisis Freud, namun tidak terlalu
banyak terpengaruh oleh teori tersebut walaupun ia mencobanya dalam praktiknya. Ia
juga menghadiri kuliah Alfred Adler, yang mengejutkan Rogers dan anggota staf lainnya
dengan argumennya bahwa sejarah kasus yang terelaborasi tidak penting untuk
psikoterapi.
Rogers menerima gelar Ph.D.,dari Columbia pada tahun 1931, setelah ia pindah ke New
York unutk bekerja dengan Rochester Society of the Prevention of Cruelty to Children.
Selama awal fase karir profesionalnya, Rofers sangat terpengaruh oleh gagasan dari Otto
Rank, yang merupakan salah satu rekan kerja terdekat Freud sebelum ia dikeluarkan dari
lingkaran dalam Freud. Pada tahun 1936, Rogers mengundang Rank ke seminar tiga hari
di Rochester untuk mempresentasikan praktik post-Freudian psikoterapinya yang baru.
Kuliah dari rank memberikan Rogers gagasan bahwa terapi adalah hubungan emosional
yang tumbuh dan menghasilkan, yang dipupuk oleh kemampuan mendengar yang baik
dari terapis penerimaan tidak bersyarat dari klien.
Rogers menghabiskan 12 tahun di Rochester, berkutat dengan pekerjaan yang dapat
dengan mudah mengisolasi dirinya dari karakter akademik yang sukses. Ia sangat
menginginkan untuk mengajar di universitas setelah pengalaman mengajar pada musim
panas tahun 1953 di Teachers College yang memuaskan dan mengajar kelas sosiologi di
University ofRochester. Pada periode ini, ia menulis buku pertamanya, The Clinical
Treatment of the Problem Child (1939), publikasi yang akhirnya membuahkan tawaran
mengajar dari Ohio State University. Meskipun kecintaannya terhadap mengajar, ia
hampir menolak tawaran ini kalau bukan karena istrinya yang memaksanya untuk
menerima tawran tersebut, dan Ohio State yang menawarkannya untuk memberikan
posisi puncak dengan peringkat akademis sebagai professor. Pada tahun 1940, di umur 38
tahun, Rogers pindah ke Colombus untuk memulai karier baru.
Didorong oleh mahasiswanya di Ohio State, Rogers secara bertahap mulai
mengonseptualisasikan gagasannya dalam psikoterapi walaupun tidak menginginkan hal
tersebut untuk menjadi unik dan tentunya tidak controversial. Gagasan ini kemudian
dimasukkan ke dalam Counseling and psychoteraphy yang dipublikasikan pada tahun
1942. Dalam buku ini, yang merupakan reaksi dari pendekatan lama terhadap terapi,
Rogers meminimalisasi penyebab-penyebab dari gangguan serta identifikasi dan
penamaan gangguan. Bahkan, ia menekankan pentingnya perkembangan clien.
Pada tahun 1944, sebagai bagian dari kegiatan masa perang, Rogers kembali pindah ke
New York sebagai pengarah dari layanan konseling untuk United Services Organization.
Setelah setahun, ia mendapatkan posisi di University of Chicago, tempatnya membangun
pusat konseling serta diberikannya kebebasan untuk melakukan penelitian dalam proses
hasil dari psikoterapi. Di Chicago, antara tahun 1945-1957, merupakan masa paling
produktif dan kreatif dari kariernya. Terapinya berkembang dari sesuatu yang
menekankan pada metodologi, atau apa yang pada awal tahun 1940-ann disebut teknik
“tidak langsung” (nondirective), menjadi Sesutu yang penekanannya kea rah hubungan
antara terapis dank lien. Sebagai peneliti, Rogers bersama denga murid-murid dan rekan
kerjanya menghasilkan penelitian yang inovatif mengenai proses efektivitas psikoterapi.
Kehidupan personal Carl Rogers ditandai oleh perubahan dan keterbukaan akan
pengalaman. Sebagai remaja, ia sangat pemalu, tidak mempunyai teman dekat, dan tidak
kompeten dalam hubungan sosial kecuali dalam interaksi yang superficial. Akan tetapi, ia
memiliki kehidupan fantasi yang aktif, yang kemudian diyakininya bahwa ia dapat

3
didiagnosis sebagai “schizoid”. Sifat pemaluu dan ketidakmampuannya untuk
bersosialisasi sangat membatasi hubungannya dengan wanita. Saat pertama kali masuk ke
University Of Wisconsin ia memiliki cukup keberanian untuk mengajak seorang gadis
yang dikenalnya di Sekolah Dasar Oak Park-Hellen Elliot. Helen dan Carl menikah pada
1924 serta mempunyai dua orang anak yaitu David dan Natalie. Walaupun memiliki
masalah hubungan intrapersonal di masa awal kehidupannya, Rogers tumbuh menjadi
pemimpin dalam sudut pandang bahwa hubungan interpersonal diantara dua individu
merupakan elemen penting dalam mendorong perkembangan psikologis dari kedua belah
pihak. Tapi tidaklah mudah, ia meninggalkan agama formal dari orangtuanya dan secara
bertahap membentuk filsofoi eksitensial.humanistik yang diharapkannya dapat
menjembatani perbedaan antara pemikiran timur dan barat.
Rogers menerima banyak penghargaan selama kehidupan profesionalnya. Ia ketua
pertama American Association For Apllied Psychology dan kemudian membantu
menyatukan kembali organisasi tersebut dengan American Psychological Association
(APA). Pada awalnya, Rogers melihat hanya sedikit kebutuhan untuk teori kepribadian,
akan tetapi, dibawah tekanan dari orang lain dan juga untuk memuaskan kebutuhan
internal agar dapat menjelaskan fenmena yang sedang diobservasi, ia membentuk
teorinya sendiri, yang pertama kali dikemukakan secara tentative pada pidatonya sebagai
ketua di APA. Teorinya didukung secara penuh dalam Client-Centered Therapy
(1951) dan dikemukakan secara lebih detal dalam seri buku Koch (Rogers,1959) akan
tetapi Rogers selalu menekankan bahwa teorinya harus selalu bersifat tentative dan
seorang harus selalu berpegang pada pemikiran tersebut saat melakukan pendekatan
diskusi atas teori kepribadian Rogers.

B. Teori yang Berpusat pada Pribadi


Walaupun konsep kemanusiaan yang diusung oleh Rogers tidk banyak berubah dari
tahun 1940-an sampai kematiannya pada tahun 1987, namun terapi dan teorinya telah
mengalami perubahan nama beberpa kali. Pada tahun awal, pendekatan yang dilakukan
Rogers dikenal sebagai “nondirective”, istilah tidak menyenangkan yang diasosiasikan
dengan namanya dalam waktu yang cukup lama. Kemudian, pendekatan tersebut
memakai beragamistilah, antara lain pendekatan “yang berpusat pada klien” (client-
centered), yang berpusat pada pribadi (person-centered), yang berpusat pada siswa
(student-centered), yang berpusat pada kelompok (group-centered), dan person-to-person.
Kita menggunakan penamaan yang berpusat pada klien untuk merujuk terapi Rogers dan
istilah yang lebih luas yaitu person-centered untuk merujuk pada teori kepribadian
Rogers.
Teori Rogers yang berpusat pada pribadi merupakan yang paling mendekati pemenuhan
standar. Salah satu contoh konnstruksi jika-maka adalah : jika sebuah kondisi hadir, maka
sebuah proses akan terjadi. Jika proses tersbut terjadi, maka beberapa hasil diharapkan
akan muncul. Contoh yang lebih spesifik ditemukan dalam terapi: jika tterapisnya
kongruen serta dapat mengkomunikasikan penerimaan positif yang tidak bersyarat dan
empati yang akurat pada klien, maka perubahan terapeutik akan terjadi. Jika perubahan
terapeutik terjadi, maka klien akan mengalami penerimaan diri yang lebih besar, lebih
percaya pada dirinya sendiri, dan lain-lain.

4
C. Asumsi Dasar
1. Kecenderungan Formatif
Rogers (1978,1980) yakin bahwa terdapat kecendrungan dari setiap hal, baik organic
maupun non-organik, untuk berevolusi dari bentuk yang sederhana menjadi bentuk
yang lebih kompleks. Untuk alam semesta, terjadi sebuah proses kreatif, dan bukan
proses disintegrasi. Rogers menyebut proses ini sebagai kecendrungan formatif dan
banyak yang mengambil contoh-contoh dari alam. Sebagai contoh, galaksi bintang
yang kompleks terbentuk dari massa yang kurang terorganisasi dengan baik; Kristal
seperti bunga es muncul dari uap yang tidak terbentuk; organisme kompleks
berkembang dari sebuah sel; dan kesadaran manusia merupakan evolusi dari
ketidaksadaran primitif menjadi kesadaran yang teratur.
2. Kecendrungan Aktualisasi
Asumsi yang saling berkaitan dan relevan adalah kecendrungan aktualisasi, atau
kecendrungan setiap manusia (selain hewan lain dan tanaman) untuk bergerak menuju
keutuhan atau pemuasan dari potensi (Rogers 1959,1980). Kecendrungan ini
merupakan satu-satunya motif yang dimiliki oleh manusia. Kebutuhan untuk
memuaskan dorongan lapar, untuk mengekspresikan emosi mendalam yang mereka
rasakan, dan untuk menerima diri seseorang adalah contoh-contoh dari satu motif
aktualisasi. Oleh karena setiap manusia beroperasi sebagai satu organism yang utuh,
aktualisasi meliputi kesluruhan bagian manusia-fisologis dan intelektual,rasional, dan
emosional, kesadaran dan ketidaksadaran.
Kecendrungan untuk memelihara dan meningkatkan suatu organism, termasuk ke
dalam kecendrungan aktualisasi. Kebutuhan pemeliharaan sama dengan tahapan awal
dalam hierarki kebutuhan Maslow. Kebutuhan ini termasuk dalam kebutuhan dasar
seperti makanan,udara dan keamanan, serta meliputii pula kecendrungan untuk
menolak perubahan dan mencari status quo. Sifat alamiah dan koservatif dari
kebutuhan untuk memelihara terlihat dari keinginan manusai untuk mempertahanka
kosep diri mereka yang terkina dan nyaman. Manusia melawan gagasan-gagasan
baru; mendistorsi pengalaman-pengalaman yang tidak cocok, merasa bahwa
perubahan menyakitkan dan pertumbuhan menyeramkan.
Walaupun manusia mempunyai keinginan untuk memelihara status quo, mereka jua
mau untuk belajar dan berubah. Kebutuhan untuk menjadi lebih baik, untuk
berkembang, dan untuk meraih perubahan disebut sebagia peningkatan diri.
Kebuthan untuk peningkatan diri terlihat dari kemauan manusia untuk belajar suatu
hal yang tidak menguntungkan mereka secara langsung. Apabila bukan untuk
meningkatkan diri, apa yang dapat memotivasi anak untuk berjalan? Merangkak
sebetulnya dapat memuaskan kebutuhannya untuk bergerak, dan berjalan mempunyai
asosiasi dngan jatuhd dan rasa sakit. Pendirian Rogers adalah, bahwa manusia mau
untuk menghadapi ancaman dan rasa sakit karena kecendrungan dasar biologis untuk
sebuah organism memenuhi sifat alamiahnya yang mendasar.
Kebutuhan meningkatkan diri diekspresikan dalam bentuk beragam, temasuk rasa
penasaran,keriangan,eksplorasi diri,pertemanan, dan kepercayaan diri bahwa
seseorang dapat meraih pertumbuhan psikologis. Dalam dirinya, manusia memiliki
kekuatan kreatif untuk menyelesaikan maslah, mengubah konsep diri mereka, dan
menjadi lebih terarah.

5
Kecendrungan aktualisasi tidak terbatas untuk manusia saja. Hewan lainnya atau
bahkan tumbuhan, mempunyai kecendrungan mendasar untuk tumbuh dan mencapai
potensi genetic mereka dengan syarat bahwa beberapa kondisi dapat terpenuhi.
Sebagai contoh, sebuah tanaman paprika harus mendapatkan air, cahaya matahari,dan
tanah subuh agar dapat mencapai potensi produktifnya secara penuh. Serupa dengan
hal tersebut, kecendrungan aktualisasi manusia hanya dapat terjadi dibawh kondisi
tertentu. Lebih spesifik, seorang harus telibat dalam hubungan dengan seorang
pasangan yang kongruen atau jujur, yang memperlihatkan empati dan penerimaan
positif yang tidak bersyarat. Rogers mengatakan bahwa pasangan yang memiliki tiga
kualitas ini tidak menyebabkan seseorang untuk bergerak menuju peubahan personal
yang konstruktif. Akan tetapi hal tersebut akan mengizinkan untuk
mengaktualisasikan kecemdrungan alamiah merka menuju pemenuhan diri (self-
fullfilment). Rogers berpendapat bahwa jika kongruensi, peneriman positif yang tidak
bersyarat dan empati hadir dalam sebuah hubungan maka [ertumbuhan psikologis
akan sellu terjadi. Walaupun manusia memiliki kecendrungan aktualisasi yang sama
dengan tanaman dan hewan lainnya, hanya manusia yang mempunyai konsep tentang
diri (Self) sehingga memiliki potensi untuk mengaktulisasi diri.

D. Diri dan Aktualisasi Diri


Menurut Rogers (1959), bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar saat
sebagian pengalaman mereka telah dipersonalisasikan dan dibedakan dalaam kesadaran
pengalaman sebagai “aku” (I) atau “diriku” (me). Kemudian, bayi secara bertahap
menjadi sadar akan idnetitasnya sendiri saat mereka belajar apa yang terasa baik dan apa
yang terasa buruk, apa yang terasa menyenangkan dan tidak. Mereka selanjutnya mulai
untuk mengevaluasi pengalaman sebagai pengalaman positif dan negative, menggunakan
ecendrungan aktualisasi sebbagai criteria. Bayi menghargai makanan dan melakukan
devaluasi atas rasa lapar karena makanan merupakan persyaratan dari aktualisasi. Mereka
juga menghargai tidur, udara segar, kontak fisik, dan kesehatan karena hal-hal tersebut
dibutuhkan untuk aktualisasi.
Saat bayi telah membangun struktur diri yang mendasar, kecendrungan mereka untuk
aktualisasi mulai berkembang. Aktualisasi diri (self-actualization) merupakan bagian
dari kecendrungan aktualisasi sehingga tidak sama dengan kecendrungan itu sendiri.
Kecendrungan aktualisasi merujuk pada pengalaman organism dari individu sehingga hal
tersebut merujuk pada manusia secara keseluruhan-kesadaran dan ketidaksadaran,
fisiologis dan kognitif. Sebaliknya, aktualisasi diri adalah kecendrungan diri untuk
mengaktualisasikan diri sebagaimana yang dirasakan dalam kesadaran. Saat organism
dan diri yang dirasakan selaras, kedua kecendrungan aktualisasi hampir identik, namun
apabila pengalaman organism seseorang tidak selaras dengan pandangan mereka terhadap
diri, perbedaan akan terjadi antara kecendrungan aktualisasi dan kecendrungan aktualisasi
diri. Sebagai contoh, apabila pengalaman organism seorang pria adalah perasaan marah
terhadap istrinya, dan apabila kemarahan terhadap pasangan bertentangan dengan
persepsi pada dirinya, maka kecendrungan aktualisasi darn kecendrungan aktualisasi
dirinya menjadi tidak kongruen sehingga ia akan mengalami konflik dan ketegangan
internal. Rogers (1959) mengajukan dua subsistem yaitu konsep diri dan diri ideal

6
1. Konsep Diri
Konsep diri meliputi seluruh aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang
yang disadari (walaupun tidak selalu akurat) oleh individu tersebut. konsep diri tidak
identik dengan diri organismik. Bagian-bagian dari diri organismik berada diluar
kesadaran sesorang atau tidak dimiliki oleh orang tersebut. sebagai contoh, perut
adalah bagian dari diri organismik, tetapi bila terjadi kesalahan fungsi dan
menimbulkan kecemasan maka perut tersbut biasanya tidak akan menjadi bagian dari
konsep diri seseorang. Demikian pula manusia dapat menyangkal beberapa aspek
dalam dirinya seperti pengalman dengan kebohogan, saat pengalaman tersebut tidak
konsisten dengan konsep diri mereka.
Dengan demikian, saat manusia sudah membentuk konsep dirinya. Ia akan
menemukan kesulitan dalam menerima perubahan dan pembelajaran yang penting.
Pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep mereka, biasanya disangkal atau
hanya diterima dengan bentuk yang telah didistorsi atau diubah.
Konsep diri yang sudh terbangun tidak mungkin tidak membuat perubahan sama
sekali, hanya tetap akan terasa sulit. Perubahan biasanya paling mudah terjadi ketika
adanya penerimaan dari orang lain, yang membantu seseorang untuk mengurangi
kecemasan dan ancaman serta untuk mengakui dan menerima pengalaman-
pengalaman yang sbelumnya ditolak
2. Diri Ideal
Subsistem kedua dari diri adalah diri ideal. Yang didefinisikan sebagai pandangan
seseorang atas diri sebagaimna yang diharapkannya. Diri ideal meliputi semua atribut,
biasanya yang positif, yang ingin dimiliki oleh seseorang. Perbedaa yang besar antara
diri ideal dan konsep diri mengindikasikan inkongruensi dan merupakan kepribadian
yang tidak sehat. Individu yang sehat secara psikologis, melihat sedikit perbedaan
antara konsep dirinya dengan apa yang mereka inginkan secara ideal.

E. Kesadaran
Tanpa kesadaran, konsep diri dan diri ideal tidak mungkin ada. Rogers (1959)
mendefiniskan kesadaran sebagai “representasi simbolik (walaupun tidak selalu dalam
simbol verbal) dari sebagian pengalaman kita”. Ia menggunakan istilah ini secara sinonim
dengan simbolisasi dan consciousness.
1. Tingkat kesadaran
Rogers menemukan tiga tingkat kesadaran. Pertama, beberapa kejadian dialami di
bawah batas kesadaran dan biasanya diabaikan atau disangkal. Pengalaman yang
diabaikan dapat diilustrasikan dengan seorang wanita yang sedang berjalan melewati
jalanan yang padat, sebuah kegiatan yang dapat menghadirkan banyak stimulus
potensial, terutama stimulus visual dan auditori. Oleh karena ia tidak dapat
memperhatikan semuanya, banyak yang akhirnya diabaikan. Sebagai cntoh dari
pengalaman yang disangkal, yaitu seorang ibu yang tidak pernah menginginkan anak,
tetapi merasa bersalah sehingga menjadi terlalu cemas terhadap anak-anaknya.
Perasaan marah dan benci kepada anak-anaknya mungkin tersembunyi untuknya
selama bertahun-tahun dan tidak pernah mencapai kesadarannya. Namun tetap
menjadi bagian dari pengalamannya dan mewarnai perilaku sadar yang ia lakukan
terhadap anaknya. Kedua, Rogers membuat sebuah hipotesis bahwa beberapa
pengalaman akan disimbolisasikan secara akurat dan dimasukan dengan bebas ke

7
dalam struktur diri. Pengalaman seperti itu biasanya tidak mengancam dan kosisten
dengan konsep diri yang sudah ada. Sebagai contoh, apabila seorang pianis yang
mempunyai kepercayaan diri atas kemampuannya bermain piano diberitahu oleh
seorang temannya bahwa permainanya sangat baik, ia mungkin akan mendengar kata-
kata tersebut, mensimbolisasikannya secra akurat, dan dengan bebas memasukkannya
ke dalam konsep dirinya. Tingkatakn kesadaran yang ketiga meliputi pengalaman
yang diterima dalam bentuk yang terdistorsi. Saat pengalaman kita tidak konsisten
dengan pnadangan kita terhadap diri, kita mengubah bentuk atau mendistorsi
pengalaman tersebut supaya dapat diasimilasikan ke dalam konsep diri kita yang
sudah ada. Apabila seorang pianis berbakat diberitahu oleh pesaing yang tidak dapat
dipercaya bahwa permainan pianonya sangat baik, ia mungkin akan bereaksi berbeda
dengan yang dilakukannya saat diberitahu oleh temannya yang dapat dipercaya. Ia
akan mendengar komentar ini namun mendistori artinya supaya ia merasa tidak
terancam “Mengapa orang ini berusaha untuk memuji saya? Hal ini tidak masuk akal”
Pengalamannya tidak secara akurat disimbolisasikan dalam kesadaran dan kemudian
dapat didistorisikan supaya dapat masuk ke dalam konsep dirinya yang sudh ada,
yang salah satu bagiannya mengatakan “saya adalah orang yang tidak mempercayai
pesaing saya dalam permainan piano, terutama mereka yang berusaha untuk
membohongi saya”

2. Penyangkalan atas pengalaman positif


Contoh yang kita gunakan tentang pianis yang berbakat mengilustrasikan tidak hanya
pengalaman negative dan menyinggung yang didistorsi atau disangkalnya dari
kesadaran; kebanyakan orang menemukan kesulitan dalam menerima pujian yang
tulus dan umpan balik positif, bahkan saat mereka patut menerimanya. Seorang
siswaa yang merasa tidak cukup pintar, namun tetap menghasilkan nilai-nilai yang
tinggi dapat berkata pada dirinya sendiri “saya tahu nilai ini seharusnya menjadi bukti
kemampuan skolastik saya, namun bagaimanapun juga saya tetap tidak merasa seperti
itu. Kelas ini merupakan salah satu kelas yang paling mudah di kampus. Siswa lain
hanya tidak cukup mencoba. Guru saya tidak tahu apa yang dilakukannya.” Pujian,
walaupun yang diberikan secara tulus, jarang memberikan pengaruh positif dalam
konsep diri si penerima. Pujian tersebut dapat didistorsi karena orang tersebut tidak
mempercayai si pemberi pujian, atau dapat juga disangkal karena penerima tidak
merasa pantas untuk mendapatkannya; dalam semua kasus, pujian dari orang lain juga
mengimplikasikan gak dari seseorang untuk mengkritik atau menghujat sehingga
pujian membwa ancaman yang tersirat (Rogers 1961)

F. Menjadi Seorang Manusia


Rogers (1959) mendiskusikan proses yang diperlukan untuk menjadi seorang manusia.
Pertama, seorang harus membuat kontak-positif ataupun negative dengan orang lain.
Kontak ini adalah pengalaman minimum yang penting unutk menjadi seorang manusia.
Untuk dapat bertahan, seorang bayi harus mengalami semacam kontak dengan orang tua
atau pengasuhnya.
Sebagaimana anak-anak (atau orang dewasa) menjadi sadar bahwa orang lain mempunyai
beberapa kadar perhatian terhdap mereka, merka mulai menganggap penting penghargaan
positif dan tidak menganggap penting penghargaan negatif. Saat seseorang

8
mengembangkan kebutuhan untuk dicintai, disukai, atau diterima oleh orang lain,
merupakan kebutuhan yang Rogers rujuk sebagai penghargaan positif. Apabila kita
melihat bahwa orang lain terutama yang merupakan significant other, peduli atau
menghargai kita, maka kebutuhan kita untuk mendapatkan penghargaan positif
setidaknya terpenuhi sebagian.
Penghargaan positif adalah persyaratan untuk mendapatkan penghargaan diri yang
positif, yang didefiniskan sebagai pengalaman menghargai diri sendiri. Rogers yakin
bahwa menerima penghargaan positif dari orang lain diperlukan dalam memberikan
penghargaan positif pada diri sendiri, namun saat penghargaan positif pada diri sendiri
sudah terbangun, hal tersebut menjadi independen dari kebutuhan untuk terus dicintai.
Konsep ini cukup mirip dengan pandangan Maslow bahwa kita harus memenuhi
kebutuhan untuk dicintai dan disayangi sebelum kebutuhan penghargaan atau pengakuan
dapat menjadi aktif. Tetapi saat kita sudah merasa percaya diri dan berharga, kita tidak
lagi memerlukan pemberian cinta dan persetujuan yang berulang dari oranglain.
Oleh karena itu, sumber penghargaan diir yang positif berada dalam penghargaan positif
yang kita terima dari orang lain, namun setelah hal tersebut terbentuk, ia akan menjadi
otonom dan bertahan dengan sednirinya, sebagaimana Rogers menyatakannya orang
tersebut telah “menjadi orang yang pening dalam lingkup sosial dengan caranya sendiri”

G. Hambatan pada Kesehatan Psikologis


Tidak semua manusia dapat menjadi manusia yang sehat secara psikologis. Kebanyakan
manusia mengalami penghargaan bersyarat, inkongruensi, sikap defensive, dan
disorganisasi.
1. Penghargaan Bersyarat
Kebanyakan manusia menerima penghargaan bersyara (condition of worth) yaitu
mereka mempersepsikan bahwa orang tua, teman sebaya, atau pasangan mereka
mencintai dan menerima mereka hanya apabila mereka dapat memenuhi ekspektasi
dan persetujuan dari pihak-pihak tersebut. “penghargaan bersyarat timbul saat
penghargaan positif dari significant other memiliki persyaratan, saat individu tersebut
merasa dihargai dalam beberapa aspek dn tidak dihargai dalam aspek lainnya (Rogers
1959)
Penghargaan bersyarat menjadi criteria penerimaan atau oenolakan terhdap
pengalaman kita. Kita secara bertahap mengasimilasikan struktur diri kita pada
persepsi kita atas sikap yang ditunjukan oleh orang lain kepada kita, dan setelahnya,
kita mulai mengevaluasi pengalaman-pengalaman kita dengan landasan tersbeut.
Apabila kita melihat orang lain menerima kita tanpa melihat tindakan kita, maka kita
akan percaya bahwa kita dihargai tanpa syarat. Akan tetapi, apabila kita memiliki
persepsi bahwa beberapa perilaku kita mendapat persetujuan dan beberapa tidak,
maka kita akan melihat bahwa penghargaan untuk kita bersifat kondisional. Akhirnya
kita kemudian dapat mempercayai penilaian dari orang lain yang konsisten dengan
pandangan yang negative atas diri kita, mengabaikan persepsi sensoris dan instingtif
kita, serta secara bertahap kita akan menjadi terasing dari diri organismik dan diri kita
sebenarnya.
2. Inkongruensi
Kita telah melihat bahwa organism dan diri (self) adalah dua entitas yang dapat
kongruen satu sama lain ataupun tidak. Juga dapat diingat bahwa aktualisasi merujuk

9
kepada kecendrungan organism untuk bergerak menuju fulfillment. Ketika aktualisasi
diri merupakan keinginan untuk diri yang dipersepsikan menjadi fulfillment. Kedua
kecendrungan ini kadang bertentangan satu dengan yang lainnya.
Ketidak seimbangan psikologis dimulai saat gagal mengenali pengalaman organismic
kita sebagai pengalaman diri, yaitu ketika kita tidak secara akurat membuat
simbolisasi dari pengalaman organismic kita ke dalam kesadaran, karena pengalaman
tersebut terlihat tidak konsisten dengan konsep diri yang sedang timbul. Konsep diri
yang muncul meliputi persepsi yang tidak jelas dan tidak selaras dengan pengalaman
organismic kita, serta inkongruensi antara diri dan pengalaman dapat berakibat pada
perilaku yang terlihat tidak konsisten dan berbeda. Terkadang kita berperilaku dalam
bentuk memelihara dan meningkatkan kecendrungan aktualisasi kita, dan pada saat
lain, kita dapat bertindak dalam bentuk yang dirancangan untuk memelihara dan
meningkatkan konsep diri yang berasal dari ekspetasi dan evaluasi orang lain atas diri
kita.
1) Kerentanan
Semakin besar inkongruensi antara diri yang dirasakan (konsep diri) dan
pengalaman organismic, kita akan semakin rentan. Rogers (1959) meyakini
bahwa manusia menjadi rentan saat tidak menyadari perbedaan antara diri
organismic mereka dengan pengalaman mereka yang signifikan.
2) Kecemasan dan Ancaman
Kerentanan terjadi saat kita memiliki kesadaran tentang inkongruensi dalam
diri kita, sementara kecemasan dan ancaman dirasakan saat kita mulai
mendapatkan kesadaran atas inkongruensi tersebut. Saat kita mulai secara
samar menyadari bahwa ada perbedaan antara penglaman organismic dan
konsep diri kita yang mulai masuk dalam ranah kesadaran, kita akan merasa
cemas.
3. Sikap Defensif
Untuk menghindari ketidak konsistenan antara pengalaman organismik dan diri yang
dirasakan, kita bereaksi dengan cara defensif. Sikap defensif adalah perlindungan
atas konsep diri dari kecemasan dan ancaman, dengan penyangkalan atau distorsi dari
pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri (Rogers, 1959). Dua
perlindungan yang utama adalah distoris dan penyangkalan. Dengan distoris, kita
melakukan kesalahpahaman dari sebuah pengalaman, agar sesuai dengan salah satu
aspek dari konsep diri kita. Kita merasakan pengalaman dalam kesadaran, namun
tidak mengerti makna sebenarnya. Dengan penyangkalan, kita menolak untuk
menghayati pengalaman dalam kesadaran, atau setidaknya kita menahan beberapa
aspek dari pengalaman tersebut agar tidak mencapai simbolisasi.
4. Disorganisasi
Disorganisasi dapat terjadi secara tiba-tiba, atau dapat terjadi secara bertahap selama
rentang waktu yang panjang. Ironisnya, selama terapi, manusia sangat rentan terhadap
diroganisasi, terutama apabila terapis secara akurat menginterpretasikan tindakan

10
mereka dan juga bersikeras bahwa mungkin mereka menghadapi pengalaman ini
secara premature (Rogers, 1959).
Dalam kondisi disorganisasi, manusia kadang berperilaku secara konsisten dengan
pengalaman organismiknya dan kadang sesuai dengan konsep diri yang hancur.

H. Psikoterapi
Pendekatan yang berpusat pada klien berpendapat bahwa untuk orang-orang yang rentan
atau cemas, dapat berkembang secara psikologis jika bertemu dengan terapis yang
kongruen dan yang mereka rasakan sebagai orang yang mampu memberikan nuansa
penerimaan tidak bersyarat dan empati yang akurat. Akan tetapi disanalah terletak
kesulitannya. Kualitas dari kongruensi, penerimaan positif tidak bersyarat, dan pengertian
ssecara empati tidak mudah untuk dimiliki oleh seorang konselor. Terapi Roger dapat
dilihat dalam hal kondisi, proses, dan hasil
1. Kondisi
Roger (1959) mengansumsikan bahwa agar suatu perkembangan terapeutik dapat
terjadi, beberpa kondisi berikut dianggap perlu dan memadai. Pertama klien yang
cemas atau rentan harus bertemu dengan terapis yang kongruen, yang juga memiliki
empati, dn penerimaan positif tidak bersyarat untuk klien tersebut. Kemudian klien
juga harus dapat melihat karakteristik tersebut dari terapisnya. Terakhir, pertemuan
antara klien dan terapis harus mempunyai durasi tertentu.
1) Kongruensi Konselor
Kongruensi terjadi apabila pengalaman organismic seseorang sejalan dengan
kesadaran atas pengalaman tersebut, serta dengan kemampuan dan keinginan
untuk secara terbuka mengelspresikan perasaan-perasaan tersebut (Rogers,
1980). Untuk menjadi kongruen adalah untuk menjadi nyata atau jujur, untuk
menjadi utuh atau terintegrasi, untuk menjadi apa adanya.
Konselor yang kongruen tidak hanya seseorang yang baik hati dan ramah,
namun seseorang manusia utuh, dengan perasaan bahagia, marah, frustasi,
kebingungan dan yang lainnya. Kongruensi merupakan komponen yang
diperlukan untuk terapi yang sukses, Rogers (1980) tidak percaya bahwa
terapis perlu untuk selalu kongruen dalam semua hubungan yang ia miliki di
luar proses terapi. Seseorang boleh juga tidak sempurna, tetapi masih mampu
menjadi psikoterapis yang efektif.
2) Penerimaan Positif Tidak Bersyarat
Penghargaan positif adalah kebutuhan untuk disukai, dihargai, dan diterima
oleh orang lain. Saat kebutuhan ini muncul tanpa adanya syarat atau
kualifikasi, maka muncullah penerimaan positif yang tidak bersyarat
(Rogers, 1980). Terapis dngan penerimaan positif yang tidak bersyarat kepada
seorang klien akan menunjukan kehangatan dan penerimaan yang non-positif,
dan bukan personal yang terlalu belebihan. Mempunyai kehangatan yang non-

11
posesif berarti memiliki kepedulian terhadap orang lain tanpa menutupi atau
memiliki orang tersebut. Penerimaan positif yang tidak bersyarat berarti
terapis dapat menerima dan menghargai klien mereka tanpa batasan atau
keraguan dan tanpa melihat perilaku klien.
3) Mendengarkan Secara Empati
Empati hadir saat terapis secara akurat dapat merasakan perasaan dari klien
mereka dan dapat mengomunikasikan persepsi ini, supaya klien mengetahui
bahwa orang lain telah memasuki dunia perasaan tanpa prasangka, proyeksi,
ataupun evaluasi. Empati tidak termasuk menginterpretasikan tujuan-tujuan
dari klien ataupun membuka perasaan yang tidak disadari, prosedur-prosedur
yang dapat mengikutsertakan kerangka referensi luar ataupun ancaman bagi
klien. Sebaliknya, empati mengimplikasikan bahwa seorang trapis melihat
segala sesuatunya dari sudut pandang klien, dank lien merasa aman serta tidak
terancam.
Mendengarkan secara empati merupakan alat yang kuat, yang apabila
digunakan dengan ketulusan dan perhatian, akan memfasilitasi pertumbuhan
pribadi dalam diri klien. Empati tidak dapat disamakan dengan simpati.
Simpati mengimplikasikan perasaan untuk seorang klien, sementara empati
berkonotasi perasaan dengan seorang klien. Simpati tidak bersifat terapeutik
karena berasal dari evaluasi eksternal dan biasanya membuat klien jadi merasa
kasihan terhadap dirinya sendiri. Mengasihani diri sendiri adalah sikap
merusak yang mengancam konsep diri positif dan meyebabkan ketidak
seimbangan dalam struktur diri klien.

2. Proses
Apabila kondisi-kondisi terapis yang kongruen, penerimaan positif yang tidak
bersyarat, dan empati telah hadir, maka proses perubahan terapeutik akan
berlangsung. Walaupun setiap orang yang mencari psikoterapi itu unik, Rogers 1959
yakin bahwa ada aturan-aturan tertentu yang menjadi karakteeristik dari proses terapi.
1) Tahapan dalam Perubahan Terapeutik
Proses dari perubahan kepribadian yang konstruktif dapat diletakkan dalam
sebuah kontinum ini menjadi tujuh tahapan.
1. Ketidak mauan untuk mengomunikasikan apa pun tentang diri. Manusia pada
tahap ini biasanya tidak mencari pertolongan, tetapi apabila mereka datang
untuk terapi karena alas an-alasan tertentu, mereka akan menjadi sangat kaku
dan menolak untuk berubah.
2. Klien mulai menjadi sedikit lebih kaku. Mereka mendiskusikan pristiwa-
pristiwa eksternal dan orang lain, tetapi tetap tidak mengakui atau gagal
menyadari mengenai perasaan-perasaan mereka sendiri.

12
3. Klien lebih bebas dalam membicarakan diri mereka walaupun masih sebagai
objek. Klien membicarakan perasaan dan emosi yang terjadi dimasa lalu dan
masa depan, serta menghindari perasaan yang sedang dialami sekarang.
4. Mulai berbicara mengenai perasaan mendalam, tetapi bukan yang sedang
dirasakan saat itu. Saat klien mengekspresikan perasaan yang sedang
dirasakan sekarang, mereka biasanya akan terkejut dengan ekspresi tersebut.
5. Perubahan dan pertumbuhan yang signifikan. Mereka dapat mengekspresikan
perasaan yang sedang mereka alami walaupun belum secara akurat
melakukan simbolisasi dari perasaan-perasaan tersebut. Mereka mulai
bertumpu pada locus evaluasi internasional dari perasaan-perasaan tersebut.
6. pertumbuhan yang dramatis dan pergerakan menuju seorang manusia yang
berfungsi sepenuhnya atau aktualisasi diri Mengenal dengan bebas dapat
memasukkan Pengalangan pengalaman yang sebelumnya mereka sangkal
atau distorci ke dalam kesadaran mereka Mereka menjadi lebih kongruen dan
mampu menyelaraskan pengalaman yang mereka alami sekarang dengan
kesadaran dan ekspresi bebas.Mereka tidak lagi mengevaluasi perilaku
mereka dari sudut pandang eksternal, melainkan bertumpu pada diri
organismik mereka sebagai kriteria dalam mengevaluasi pengalaman.
7. Tahap 7dapat terjadi di luar pertemuan terapi karena pertumbuhan di tahap 6
merupakan proses yang tidak dapat diputar-balik. Klien yang mencapai tahap
7 telah menjadi “manusia masa depan" (people of tomorrow) yang berfungsi
sepenuhnya (konsep akan dijelaskan lebih lanjut dalam bagian berjudul
Manusia Masa Depan). Mereka mampu menggeneralisasikan pengalaman
dalam lerapi mereka kepada dunia mereka di luar sesi terapi. Mereka
memiliki kepercayaan diri untuk menjadi diri mereka sendiri di saat apa pun,
merasakan pengalaman-pengalaman mereka secara mendalam dan
menyeluruh, serla menghidupkan pcngalaman tersebut di masa sekarang. Diri
organismik mereka sekarang telah bersatu dengan konsep dirl mereka
menjadi pusal evaluasi pengalaman mereka. Orang-orang dalam tahap 7
merasa senang dalam mengetahui bahwa evaluasi ini Tidak tetap dan
perubahan serta pertumbuhan dapat terus berlanjut. Selain itu. mereka
menjadi kongruen,memiliki penerimaan positif yang tidak bersyarat terhadap
diri sendiri. serta mampu menjadi penyayang dan empati terhadap orang lain.

Penjelasan Teoretis dari Perubahan Terapeutik Penjelasan Teoretis dari


Perubahan Terapeutik Apakah rumusan teoritis yang dapat menjelaskan
dinamika dari perubahan terapeutik? Rogers (1980) memberikan penjelasan
sesuai dengan alur logika. merasakan sendiri bahwa mereka dihargai dan
diterima tanpa syarat, mereka menyadari bahwa, mungkin untuk pertama
kalinya. mereka dapat dicintai. Conloh dari terapis membuat mereka dapat
menghargai dan menerima diri mereka sendiri, untuk mempunyai penerimaan

13
positif yang tidak bersyarat terhadap diri mereka. Saat klien melihat bahwa
mereka dimengerti dengan empati, mereka merasa bebas untuk mendengarkan
diri mereka dengan lebih akurat dan memiliki empati untuk perasaan-perasaan
mereka sendiri. Sebagai hasilnya, saat seseorang mulai menghargai dirinya
sendiri dan secara akurat mengerti tentang diri mereka, diri yang mereka rasakan
menjadi kongruen dengan pengalaman organismik mereka. Mereka kini
memiliki ketiga karekteristik terapeutik seperti yang dimiliki penolong yang
efektif, dan hasilnya, mereka menjadi terapis untuk diri mereka sendiri.

3. Hasil
Apabila proses perubahan terapeutik mulai terjadi, maka dapat diharapkan beberapa
hasil mulai dapat dioberservasi. Salah satu hasil yang paling mendasar dari terapi
yang berpusat pada klien adalah klien yang kongruen, tidak defensif, dan lebih
terbuka lerhadap pengalaman. Hasil lainnya merupakan konsekuensi logis dari hasi]
dasar ini. Sebagai hasil dari menjadi lebih kongruen dan tidak defensif, klien akan
mempunyai gambaran yang lebih jelas mengenai dirinya dan pandangan yang lebih
realistis terhadap dunia. Mereka lebih mampu untuk mengasimilasikan pengalaman
mereka ke dalam diri mereka dalam level simbolik menjadi lebih efektif dalam
menyelesaikan masalah dan mempunyai level penghargaan diri yang positif yang
lebih linggi.
Dengan menjadi realistis, mereka mempunyai pandangan yang lebih akurat terhadap
potensi mereka, yang dapat membantu mereka meminimalisasi perbedaan antara diri
ideal dengan diri sebenarnya. Biasanya, perbedaan ini dipersempit karena diri ideal
dan diri sebenarya sama-sama mengalami suatu pergerakan. Oleh karena klien
menjadi lebih realisris, mereka menurunkan ekspektasi tentang bagaimana mereka
harus menjadi atau bagaimana mereka ingin menjadi; dan karena mengalami
peningkalan level penghargaan diri yang positif. mereka menaikkan pandangan
mereka tentang diri mereka sebenarnya. Oleh karena diri ideal dan diri sebenarnya
menjadi lebih kongruen, klien merasakan tekanan psikologis dan fisiologis mereka
mulai berkurang. mereka tidak terlalu rentan terhadap ancaman, dan kecemasan
mereka berkurang. Mereka tidak terlalu memerlukan orang lain untuk dijadikan
rujukan. dan tidak terlalu menggunakan opini serta nilai orang lain sebagai kriteria
dalam mengevaluasi pengalaman mereka. Mereka menjadi lebih memiliki pengarahan
diri, dan lebih mungkin merasakan bahwa pusat evaluasi berada di dalam diri mereka
sendiri. Mereka tidak lagi merasa perlu untuk menyenangkan orang lain dan
memenuhi ekspektasi eksternal. Mereka merasa cukup aman unluk mengakui
pengalaman-pengalaman mereka dengan jumlah yang bertambah. dan merasa cukup
nynman dengan diri mereka sendiri schingga mengurangi kebutuhan mereka

14
I. Manusia Masa Depan
Ketertarikan yang ditunjukkan Rogers pada seseorang yang sehat secara psikologis
memiliki pertentangan hanya dengan pandangan Maslow (lihat bab 10). Maslow pada
dasarnya merupakan peneliti, sedangkan Rogers utamanya adalah psikoterapis yang
perhatiannya terhadap manusia yang seht secara psikologis tumbuh dari teori umum
terapinya. Pada Lahun 195), Rogers pertama kali mengemukakan “karskteristik dari
kepribadian yang telah dimodifikasi"ia kemudian memperluas pandangan konsep
manusia yang berfungsi sepenuhya dalam sebuah Jurnal yang tidak dipublikasikan
(Rogers. 1953). Pada Lahun 1959, teorinya tentang kepribadian yang sehat dijelaskan.
Apabila ketiga kondisi terap yang perlu dan memadai. yaitu kongruen, penerimaan positif
yang tidak bersyarat. dan empati hadir secara optimal. kemudian bagaimana tipe orang
yang akan muncul sebagai keluarannya? Rogers (1961. 1962. 1963) memberikan
beberapa kemungkinan karakteristik
Pertama, orang yang sehat secara psikologis akan lebih mudah beradaptasi. Oleh karena
itu. dari sudut pandang evolusi. mereka mempunyai kemungkinan untuk bertahan-inilah
yang mendasari judul "Manusia masa depan". Mereka tidak hanya menyesuaikan pada
lingkungan yang statis, tetapi juga menyadari bahwa konformitas dan penyesuaian pada
kondisi yang tempat, mempunyai keuntungan yang scdyikit untuk bertahan di jangkn
waktu yang lama.
Kedua, manusia-manusia masa depan akan lebih terbuka atas pengalaman-pengalaman
mereka. secara akurat mensimbolisasikan pengalaman tersebut dalam kesadaran dari pada
melakukan penyangkalan dan distorsi. Untuk orang-orang yang terbuka terhadap
pengalaman, stimulus~stimulus yang datang dari dalam organisme tersebut atau dari
lingkungan luar lebih diterima secara bebas bagi dirinya. Manusia masa depan akan lebih
mendengar dirinya dan memperhatikan perasaan bahagia, marah, kekecewaan. ketakutan,
dan kelembutan mereka.
Karakteristik terkait dari manusia masa depan adalah kepercayaan mereka atas diri
organismik mereka. Orang-orang yang berfungsi sepenuhnya tidak akan bergantung pada
orang lain untuk mengarahkan mereka. karena menyadari bahwa pengalamnn mereka
adalah kriteria terbaik dalam mengambil keputusan: mereka akan melakukan apa yang
mereka rasa benar untuk mereka, karena lebih memercayai perasaan internal mereka
daripada ajaran-ajaran dari orang tua atau peraturan-peraturan ketat dari masyarakat.
Akan tetapi. mereka juga dapat melihat dengan jelas hak dan perasaan dari orang lain.
yang akan mereka masukkan dalam pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Karakteristik ketiga dari manusia masa depan adalah kecenderungan untuk hidup
sepenuhnya pada masa sakarang. Oleh knrena orang-orang tersebut lebih terbuka
terhadap pengalamannya, mereka akan mengalami kondisi perubahan yang konstan. Apa
yang mereka rasakan dalam setiap perubahan, akan menjadi baru dan unik. sesuatu yang
mereka tidak pernah alami sebelumnya oleh diri mereka yang selalu berubah Mereka
dapat melihat setiap pengalaman dengan semangat baru dan mengapresiasikan

15
sepenuhnya pada masa sekarang. Rogers (1961) merujuk kecenderungan untuk hidup
pada masa sekarang sebagai kehidupan eksistensial Manusia masa depan tidak
mempunyai kebutuhan untuk menipu diri mereka sendiri walaupun alasan untuk
mencoba membuat orang lain kagum. Mereka akanknn terus menjadi muda dalam
pemikiran dan semangat, tanpa ada prasangka mengenai bagaimana seharusnya dunia lni.
Mereka akan menemukan apa arti dari pengalaman mereka dengan menjalani
pengalaman tersebut tanpa prasangka yang datang dari ekspetasi yang dibangun
sebelumnya.
Keempat, manusia masa depan akan tetap peraya terhadap kemampuan diri mereka
untuk merasakan hubungan yang harmonis dengan orang lain Mereka akan tidak akan
merasa perlu untuk disukai atau dicintai oleh semua orang karena tahu bahwa mereka
dihargai dan diterima oleh seseorang. Mereka akan mencari kedekatan yang intim
dengan orang lain yang sama sama sehat , dan hubungan semacam itu akan berkontribusi
terhadap pertumbuhan. Yang berkesinambungan dari masing-masing pasangan. Manusia
masa depan akan menjadi jujur dalam hubungan mereka dengan orang lain. Mereka akan
tampil apa adanya, tanpa kebohongan atau kepalsuan, tanpa pertahanan atau topeng,
tanpa kemunafikan atau tipuan Mereka peduli pada orang lain, tetapi dalam bentuk yang
tidak menghakimi. Mereka akan mencari arti lebih luas daripada diri mereka dan akan
mendambakan kehidupan spiritual dan rasa damai dari dalam diri.
Kelima, manusia masa depan akan lebih terintegrasi, lebih utuh, tanpa batasan-batasan
buatan antara proses kognitif yang dilakukan secara sadar ataupun yang tidak Mereka
akan melihat dengan lebih jelas tentang apa yang ada dengan apa yang seharusnya karena
mampu secara akurat untuk mensimbolisasikan pengalaman mereka ke dalam kesadaran
mereka akan menjembatani perbedaan antara diri mereka sebenarnya dengan diri ideal
karena akan menggunakan perasaan organismik mereka sebagai kriteria untuk
mengevaluasi pengalaman-pengalaman mereka tidak akan merasa perlu memasang
topeng untuk orang lain karena tidak merasa perlu untuk mempertahankan self-
importance dan mereka akan secara terbuka mengekspresikan apa pun perasaan yang
mereka alami karena mempunyai kepercayaan atas dirinya sendiri apa adanya.
Keenam, manusia masa depan mempunyai kepercayaan pada kemanusiaan. Mereka tidak
akan menyakiti orang lain hanya untuk kepentingan pribadi peduli pada orang lain dan
akan siap membantu apabila diperlukan akan mengalami kemarahan, tetapi dapat
dipercaya bahwa mereka tidak akan menyerang secara tidak masuk akal melawan orang
lain serta akan merasakan agresi, tetapi akan mengalihkannya ke arah yang sepatutnya.
Terakhir, karena manusia masa depan terbuka dengan semua pengalaman, mereka akan
lebih menikmati kekayaan hidup dari pada orang lain. Mereka tidak mendistorsi stimulus
internal ataupun menahan emosi mereka. Hasilnya, mereka akan dapat merasakan sesuatu
lebih dalam dari pada orang lain. Mereka akan hidup pada masa sekarang sehingga akan
lebih dapat berpartisipasi dengan lebih baik pada kejadian-kejadian yang sedang terjadi.

16
J. Filosofi ilmu pengetahuan
Pertama, Rogers merupakan seorang ilmuwan kedua, seorang terapis dan ketiga pakar
teori kepribadian. Oleh karena sikap ilmiahnya meresap ke dalam terapi dan teori
kepribadiannya, kita akan melihat sedikit pada filosofmya atas ilmu pengetahuan.
Menurut Rogers (1968), ilmu pengelahuan bermula dan berakhir dengan pengalaman
subjektif walaupun semua yang ada di antaranya harus objektif dan empiris. ilmuwan
harus mempunyai karekteristik manusia masa depan, yaitu mereka harus terdorong utnmk
melihat ke dalam, untuk selaras dengan perasaan dan nilai internal. untuk dapat menjadi
intuitif dan kreatif. untuk terbuka pada pengalaman, untuk menerima perubahan. untuk
mempunyai pandangan yang baru, serta untuk memiliki kepercayaan yang penuh atas diri
mereka. Rogers (1968) meyakini bahwa ilmuwan harus secara utuh terlibat dalam
fenomena yang sedang mereka kaji. Sebagai contoh. orang-orang yang melakukan
penelitian tentang psikoterapi, pertama-tama harus mempunyai karier yang panjang
sebagai terapis. ilmuwan juga harus peduli dan mau merawat gagasan-gagasan yang baru
lahir. serta memeliharanya dengan penuh cinta selama masa-masa awal yang rentan. Ilmu
pengetahuan dimulai saat seorang ilmuwan yang intuitif mulai untuk melihat suatu pola
dalam sebuah fenomena. Awalnya, hubungan-hubungan samar yang terlihat mungkin
menjadi tidak jelas untuk dapat dikomunikasikan kepada orang lain, Ietapi hal tersebut
dapat dipelihara dengan baik oleh ilmuwan yang peduli, sampai dapat dirumuskan
menjadi hipotesis yang dapat dikaji. Hipotesis ini adalah basil dari ilmuwan yang
memiliki pemikiran yang terbuka dan bukanlah hasil dari pikiran stereotip yang telah ada.
Pada titik ini, metodologi mulai masuk dalam gambaran besar. Walaupun kreativitas dari
ilmuwan dapat membuahkan metode penelitian yang inovatif, prosedur tersebut harus
secara ketat dikontrol, empiris, dan objektif. Metode akurat dan pasti akan mencegah
ilmuwan melakukan penipuan terhadap diri serta mencegah dari memanipulasi observasi
secara disengaja atapun tidak. Akan tetapi, keakuratan ini tidak dapat disamakan dengan
ilmu pengetahuan.Hal tersebut hanyalah metode dari ilmu pengetahuan yang pasti,
akurat, dan objektif. Ilmuwan kemudian mengomunikasikan penemuan dari metode
tersebut kepada orang lain, tetapi komunikasi tersebut akan bersifat subjektif. Pihak
penerima dalam proses komunikasi akan membawa kadar keterbukaan pikiran atau sikap
defensif mereka ke dalam proses ini. Mereka mempunyai kadar yang berbeda dalam level
kesiapan untuk menerima penemuan, bergantung pada iklim pemikiran ilmiah yang telah
ada sebelumnya dan pengalaman pribadi yang subjektif dari setiap orang.

K. The Chicago Studies


Sejalan dengan filosofi ilmu pengetahuannya. Rogers tidak memperbolehkan metodologi
untuk mendikte bentuk penelitiannya. Dalam penelitian atas hasil dari psikoterapi yang
berpusat pada klien pertama di Pusat Konseling di University of Chicago (Rogers &
Dymond, 1954) dan kemudian dengan pasien skizofrenia di University of Wisconsim
(Rogers, Gedlin, Kiesler & Truax, 1967), ia dan koleganya membiarkan permasalahan

17
mempunyai tempat sebelum metodologi dan pengukuran. Mereka tidak merumuskan
hipotesis hanya karena alat ukurnya sudah tersedia. Malah, mereka mulai dengan
mencoba merasakan gambaran yang samar-samar dari pengalaman klinis dan kemudian
secara bertahap membenluk hal tersebut menjadi hipotesis yang dapat dikaji ulang. Baru
pada saat itulah Rogers dan rekan kerjanya berkutat dengan pekerjaan untuk menemukan
atau membuat suatu instrumen yang dapat melakukan tes pada hipotesis.
Tujuan dari Chicago Studies adalah untuk meneliti proses dan hasil dari terapi yang
berpusat pada klien. Terapis berada dalam tahapan "journeyman". Mereka termasuk
Rogers dan anggota fakultas lainya walaupun mahasiswa juga bekerja menjadi terapis.
Walaupun mereka memiliki perbedaan yang cukup besar dalam aspek pengalaman dan
kemampuan. tetapi pada dasarnya hal tersebut tetaplah pendekatan yang berpusat pada
klien (Rogers1961; Rogers & Dymond, I954).
1. Hipotesis
Penelitian pada University of Chicago Counseling center dibangun dengun landasan
hipotesis dasar yang berpusat pada klien, yang menyatakan bahwa semua orang
memiliki, di dalam diri mereka kapasitas baik bersifat aktif ataupun laten, untuk
melakukan pemahaman diri serta kapasitas dan kecenderungan untuk bergerak
menuju aktualisasi diri dan kematangan pribadi. Kecenderungan inilah yang akan
dapat disadari apabila terapis menciptakan suasana psikologis yang sesuai. Lebih
spesifiknya, Roges (1954) berhipotesis bahwa selama terapi, klien akan
mengasimilasikan perasaan dan pengalaman yang pernah mereka tolak ke dalam
kendaraan. Ia juga memprediksikan bahwa selama dan setelah terapi, perbedaan
antara diri yang sebenarnya dan diri ideal dapat berkurang serta dapat diobservasi
perilaku-perilaku, Seperti lebih bersosialisasi, lebih menerima diri sendiri, dan lebih
menerima orang Iain. Hipotesis ini kemudian menjadi landasan dari beberapa
hipotesis lain yang spesifik, yang secara operasional telah dinyatakan dan diuji.
2. Metode
Oleh karena hipotesis dari kajian mendikte bahwa perubahan subjektif kepribadian
yang tidak terlalu menonjol akan diukur dengan cara objektif, pemilihan instrumen
tes menjadi sulit. Untuk dapat mengkaji perubahan dari sudut pandang eksternal,
peneliti menggunakan Thematic Apperception Test (TAT), The Self-Other Attitude
Scale (S-O Scale). dan Willoughby Emotional Maturity Scale (E-M Scale). lnstrumen
TAT, tes kepribadian objektif yang dikembangkan oleh Henry Murray (1938),
digunakan untuk melakukan tes pada hipotesis yang membutuhkan diagnosis klinis
yang standar; S-O Scale, instrumeu yang dikumpulkan di Counseling Center dari
beberapa sumber yang telah lebih dulu didapatkan untuk mengukur tren
antidemokrasi dan emosentrisme; E~M Scale digunakan untuk membandingkan
deskripsi dari perilaku dan kematangan emosi klien yang dilihat oleh dua teman dekat
dan klien sendiri. Untuk mengukur perubahan dari sudut pandang klien, peneliti
bergantung kepada Teknik Q sort yang dikembangkan oleh William Stephenson dari

18
University of Chicago (Stephenson, 1953). Teknik Q sort dimulai dengan seperangkat
kartu berukuran 3 x 5 yang berisi 100 kalimat yang merujuk pada diri, yaitu
partisipan diminta untuk mengatur kartu-kartu tersebut dari yang “paling
menggambarkan saya" ke yang “paling tidak menggambarkan saya". Peneliti
meminta partisipan untuk membagi kartu ke dalam tumpukan berjumlah masing
masing 1, 4, 11,21, 26,21, 11 , 4, dan 1. Distribusi yang telah dibuat kira-kira dapat
merepresentasikan kurva normal sehingga dapat dianalisis secara statistik. Pada
beberapa kesempalan selama penelitian, partisipan akan diminta memilih kartu untuk
mendeskripsikan diri mereka,diri ideal mereka, dan manusia biasa.
Partisipan dari penelitian ini adalah 18 pria dan 11 wanita yang sedang menjalani
terapi di pusat konseling. lebih dari setengah partisipan adalah mahasiswa dan lainnya
adalah dari komunitas sekitar. Klien ini yang disebut kelompok eksperimen atau
kelompok terapi menerima setidaknya enam kali sesi wawancara terapuetik dan
setiapp sesi direkam secara elektronik dan dibuat transkripnya. prosedur yang
pertama kali diusung oleh Rogers pada tahun I938.
Peneliti ini menggunakan dua metode berbeda dalam melakukan kontrol. Pertama,
mereka meminta setengah dari ornng-orang yang berada dalam kelompok terapi
untuk menunggu selama 60 hari sebelum mereka menerima terapi. Partisipan ini,
disebut sebagai kelompok tunggu (wait-group) atau kelompok kontrol pribadi,
diharuskan menunggu sebelum menerima terapi untuk mencantumkan apabila
motivasi untuk berubah dan bukanlah terapi itu sendiri yang dapat menyebabkan
manusia untuk menjadi lebih baik Setengah lainnya dari kelompok terapi disebut
kelompok yang tidak menunggu (no-wait group), langsung mendapatkan terapi.
Kontrol kedua terdiri dari satu kelompok “orang normal" yang terpisah, yang berisi
orang-orang yang telah mendaftar secara sukarela untuk menjadi partisipan dalam
"penelitian tentang kepribadian". Kelompok untuk perbandingan ini
memperkenankan peneliti untuk menentukan dampak dari variabel-variabel seperti
waktu yang lewat. pengetahuan bahwa seseorang sedang berada dalam suatu
eksperimen (placebo efect), dan dampak dari pengukuran berulang. Partisipan dalam
kelompok kontrol ini dibagi menjadi kelompok yang menunggu dan kelompok yang
tidak menunggu, yang berhubungan dengan kedua kelompok di kelompok terapi.
Peneliti memberikan tes kepada kelompok terapi yang menunggu dan kelompok
kontrol yang menunggu sebanyak empal kali: di awal periode tunggu 60 hari,
sebelum terapi, langsung setelah terapi, dan setelah 6-12 bulan periode setelah terapi
(masa follow-up). Mereka mengadministrasikan tes yang sama kepada kelompok
yang tidak menunggu dalam waktu yang sama, kecuali pada awal periode tunggu.
Pendiri menemukan bahwa kelompok terapi mempunyai perbedaan yang lebih sedikit
antara diri dan diri ideal setelah menjalani terpai dibanding sebelumnya, dan mereka
mempertahankan semua yang telah mereka raih tersebut dalam periode setelah
terapi,sesuai dengan harapan , kelompok kontrol yang berisi " orang normal"

19
mempunyai level kongruensi yang lebih dari pada kelompok terapi, mereka
menunjukkan hampir tidak ada perubahan dalam kongruensi antara diri dan diri ideal
dari pengukuran di awal penelitian sampai pengukuran terahir.
Selain itu kelompok terapih lebih mengubah konsep diri mereka daripada mengubah
persepsi mereka atas manusia biasa. Teman ini menunjukkan bahwa walaupun klien
menunjukan sedikit perubahan pada opini mereka mengenai seperti apakah orang
biasa itu , mereka memanifestasikan perubahan yang cukup besar dalam persepsi
mereka terhadap diri dengan perkataan lain , wawasan inteligensi tidak
mengakibatkan pertumbuhan psikologis(Rudikoff,1954)
3. Rangkuman Dari Hasil
Chicago studies menunjukkan bahwa orang orang yang menerima terapi yang
berpusat pada klien , pada umumnya menunjukan pertumbuhan dan peningkatan,
akan tetapi peningkatan ini jauh dari optimal. Kelompok terapi memulai perawatan
sebagai kelompok yang tidak lebih sehat daripada kelompok kontrol. Mereka
menunjukkan berapa pertumbuhan selama terapi , dan mempertahankan peningkatan
yang mereka raih selama priode setelah terapi,dan mempertahankan peningkatan yang
mereka meraih level kesehatan psikologis yang diperlihatkan oleh "orang orang
normal" Yang ada di kelompok kontrol.melihat dari hasil pandang sudut orang lain
,dapat dilihat bahwa orang yang mnerima terpai yang berpusat pada klien mungkin
tidak akan pernah sampai pada tahap 7 seperti yang di hipotesis kan oleh Rogers dan
telah didiskusikan sebelumnya , harapan yang paling realistis bagi klien adalah
mencapai tahap 3 dan 4 terapi yang berpusat pada klien memang efektif, tetapi tidak
selalu menghasilkan manusia yang berfungsi sepenuhnya.

L. Penelitian Terkait
Dibandingkan dengan teori yang maslow,gagasan rogers mengenai kekuatan dari
penerimaan positif yang tidak bersyarat menghasilkan beberapa penelitian empiris
,penelitian Rogers sendiri mengenai kondisi yang perlu dan memadai untuk pertumbuhan
psikologis juga menjadi pendahulu dari psikologi positif dan telah semakin di dukung
oleh banyak temuan dari penelitian modern ( Cramer,1994,2002,2003a.) Pendapat Rogers
tentang inkongruensit antara diri sebenernya dan diri serta motivasi untuk mencapai suatu
tujuan terus menghasilkan banyak perhatian dari peneliti.
1. Teori Diskrepansi Diri
Rogers juga mengajukan gagasan bahwa kongruensi antara bagimana kita benar benar
melihat diri kita dan bagimnaa ideaalnya kitaningin menjadi sebagai elemen penting
dari kesehatan mental. Apabila kedua evaluasi diri ini kongruens maka seseorang
biasanya dpaat dikatakan sehat dan relatif berhasil dalam menyesuaikan diri. Apabila
tidak maka seseorang akan mengalami berbagai bentuk ketidaknyamanan
mental,seperti seperti kecemasan,depresi dan harga diri yang rendah.

20
Pada tahun 1980 an E tory Higgins mengembangkan satu versi dari toeri Rogers yang
terus memiliki pemgaruh dalam penelitian tentang kepribadian dan psikologi sosial.
Versi yang dikembangkan oleh Higgins tersebut teori diskrepansi diri. Yang
berargumen tidak hanya mengenai perbedaan antara diri sebenernya dan diri ideal,
melainkan untuk diri juga sebenernya dan diri seharusnya juga(Higgins 1987)
Teori Higgins telah memancing banyak atensi empiris semenjak pertengahan tahun
1980 an, beberapa penelitian modern telah mencoba untuk memperjelas kondisi
kondisi setelah diskrepansi diri dapat memprediksikan pengalaman emosional
(Philips & silvia,2005) sebagai contoh ann Philips and Paul Silvia memprediksikan
bahwa emosi negative yang di alami akibat dari diskrepansi diri sebenarnya dan
seharusnya akan sangat ekstrem ketika orang yang mengalami nya lebih memiliki
fokus diri (self focus) sadar diri( self aware) berada dalam kondisi fokus diri tidak
hanya membuat seseorang lebih sadar atau sifat sifat nya self relevan tetapi juga
mmbuat seseorang lebih mungkin untuk mendeteksi diskrepansi nya sehingga lebih
tertarik untuk menjadi kongruens.8ntuk menguji prediksi mereka Philips dan Silvia
membawa partisipan ke dalam sebuah lab,setengah dari jumlah partisipan kemudian
dimunculkan kesadaran dirinya dengan membuat mereka menjawab pertanyaan
sambil duduk di depan cermin.semtara sisa partisipan akan mengisi kuesioner yang
sama,namun sambilbduduk dimeja biasa tanpa cermin.untuk alasan yang jelas, kalau
andaenjawab pertanyaan tentang diri anda smabil melihat diri anda di dalam cermin
maka anda alan merasa sadar diri seperti yang di prediksikan , fenomena mengalami
emosi negatif sebagai hasil dari diskrepansi hanya terjadi pada partisipan yang
memiliki kesadaran sendiri lebih tinggi ( yaitu mereka yang mengisi kuesioner di
depan cermin)
2. Motivasi dan Peraih Tujuan
Salah satu penitian ketika ide Rogers masih Terus memiliki banyak pengaruh adalah
dalam peraih tujuan ,menetapkan dan meraih tujuan adalah suatu cara manusia untuk
mengatur kehidupannya supaya dapet memberikan hasil yang diinginkan dan
menambah Arti pada kegiatan sehari hari menetapkan tujuan yang tepat dan menjadi
lebih sulit dari pada kelihatanya ,menurut roggers sumber dari kecemasan psikologis
adalah ingkrouensi atau saat diri ideal seseorang tidak cukup bertumpukan dengan
konsep dirinya, dan inkorunsi dapat direpresentasikan melalui tujuan tujuan Yangs
eseorang pilih untuk diraihnya.
Penelitian yang di diskusikan sebumnya berdasarkan peranan OVP dalam pencapain
adalah ujian langsung dari ide ide rpggers, terdapat juga penelitian kepribadian
modern lainya yang terinspirasi oleh potensi diri inkongruensi yang menggunakan
terminologi lain. Aktivitas yang termotivasi secara intrinsik pada umumnya membuat
orang lebih bahagia dan merasa puas,motivasi intrinsik dan kepuasan saling
berhubungan,karena kegiatan yang termotivasi secara intrinsik mempresentasikan diri
ideal.penelitian terkini telah mengeksploitasikan sejauh mana mempunyai lebih

21
banyak pengalaman menyadari diri sendiri, ketika manusia dapat mengekspresikan
diri mereka sebenernya (serupa dengan diri ide Rogers) berkaitan dengan mengalami
lebih bnyak mptovasi intrinsik.( Scwartz waterman,2006).

M. Kritik terhadap Rogers


Seberapa baik teori Rogers memuaskan keenam kriteria teori yang bermanfaat? Pertama
apakah terorinya telah menghasilkan penelitian dan memberikan hipotesis yang dapat
dikaji? Walaupun teori rogerian telah menghasilkan banyak penelitian dalam ranah
psikoterapi dan pembelajaran ruang kelas (lihat rogers,1983) tidak terlalu banyak
penelitian diluar kedua area tersebut sehingga mendapatkan penilaian sedang dalam
kemampuannya untuk memancing munculnya aktivitas penlitian dalam ruang lingkup
umum psikologi. Kedua, kita menilai teori rogerian tinggi dalam kemampuan untuk diuji
ulang Rogers adalah salah satu dari beberapa pakar teori yang memakai kerangka apabila
maka dalam teori nya, dan paradigma seperti itu memberikan kesempatan untuk
konfirmasi atau sebaliknya bahasa yang akurat dan pasti memfasilitasi penelitian dalam
university of Chicago dan kemudian pada university of Wisconsin yang membuat teori
terapinya mampu untuk di uji ulang, sayangnya, semenjak kematian Rogers ,banyak
pengikut yang berorientasi apada humanistik yang telah gagal menguji teori umum nya.
Ketiga apakah teori yang berpusat pada pribadi (person contered) dapat
mengorganisasikan pengetahuan ke dalam kerangka yang bermakna walaupun banyak
dari penelitian yang di munculkan oleh teori rogertian terbatas pada hubungan
interpersona, teori tersebut tetap dapat diperluas kepada ranah kepribadian manusia yang
lebih luas. Keempat, bagaimana teori yang berpusat pada pribadi berperan sebagai acuan
untuk solusi masalah praktis? Untuk psikoterapis jawabannya tidak serempak. Untuk
membawa perubahan kepribadian,terapis harus memiliki kongruensi dan mampu
mendemonstrasikan pemahaman secara empati dan penerimaan positif tidak bersyarat
untuk klienya. Kelima,apalah teori yang berpusat pada pribadi memiliki konsistensi
internal,dengan seperangkat definisi operasional,kami menilai teori ini. Cukup tinggi
dalam aspek kpnsitensi dan definisi operasionalnya yang dibuat dengan hati hati.
Terahir, apakah teori Rogers termasuk hemat dan terbebas dari konsep yang terlalu berat
dan bahasa yang sulit ? Teori itu sendiri cukup jelas dan ekonomis tidak seperti
kebanyakan teori,tetapi beberapa bahasa yang digunakan tergolong canggung dan tidak
jelas. Akan tetapi Rogers berpendapat bahwa manusia mempunyai beberapa derajat
pilihan bebas dan kapasitas untuk mengarahkan diri,ia mengakui bahwa sebagian dari
prilaku manusia dikontrol,dapat diprediksi,dan berjalan sesuai dengan hukum atau aturan
yang berlaku,tetapi ia berargumen bahwa nilai nilai dan pilihan yang penting berada
dalam lingkup kontrol personal. Sepanjang kariernya yang cukup lama,Rogers tetap sadar
akan kapasitas manusia untuk melakukan kejahatan yang besar, namun konsep
kemanusiaannya secara manusia tetap optimis. Ia menyakini bahwa manusia pada
dasarnya bergerak maju, sehingga dalam kondisi yang memadai,mereka akan bertumbuh

22
menuju aktualisasi diri,manusia pada dasarnya dapat dipercaya,bersosialisasi dan
konstruktif,mereka biasnayaa tahu apa yang terbaik untuk diri mereka dan akan berusaha
untuk maenjadi atuh dengan syarat mereka dihargai dan dimengerti oleh orang lain yang
sehat,akan tetapi Rogers (1959) juga menyadari bahwa manusia dapat menjadi
brutal,sadis,dan neurotik. Saya tidak mempunyai mempunyai pandangan pollyana
mengenai kemanusiaan, saya cukup menyadari bahwa karena pertahanan dan ketakutan
dalam diri kita, manusia dapat dan memang berprilaku dalam cara cara yang secara
menalutkan sangat destruktif,tidak dewasa regreaif,antisosial,dan menyakitkan. Akan
etapi ,salah satu bagian yang paling baru dan menyenangkan dari pengalaman saya
adalah bekerja dengan orang orang yang seperti itu,dan mwnemukan kecendrungan kuat
untuk bergerak ke arah positif yang ada dalam diri mereka,seperti yang ada dalam diri
kita semua,dalam level yang paling dalam (hlm,21)
Kecendrungan menujukam pertumbuhan dan aktualisasi diri memiliki dasar
biologis,seperti tanaman dan hewan memiliki kecendrungan mendasar menuju
pertumbuhan dan permuasan mereka, tetapi hanya manusia yang dapat melakukan
aktualisasi diri manusia berbeda dari tanaman dan hewan terutama karena manusia
memiliki kesadaran diri, sampai pada tahapan bahwa kita memiliki kesadaran, kita dapat
membuat keputusan yang bebas dan juga untuk mengambil peran aktif dalam membentuk
kepribadian kita.
Teori Rogers juga cukup kuat dalam teleplogi,mempertahankan pandangan bahwa
manusia berjuang dengan niat menuju tujuan tujuan yang mereka tetapkan dengan bebas
untuk diri mereka ,sekali lagi di bawah kondiri terapeutik yang memadai manusia secara
sadar menginginkan u tuk menjadi lebih berfungsi sepenuhnya ,lebih terbuka atas
pengalaman mereka , serta lebih menerima diri sendiri dan orang lain. Rogers
menempatkan penekanan lebih pada perbedaan individu dan keunikan dibanding pada
persamaan. Apabila tanaman mempunyai potensi untuk tumbuh manusia lebih bnyak
keunikan dan individualis. Dalam lingkungan yang mendukung , manusia dapat tumbuh
dengan caranya sendiri menuju proses untuk menjadi berfungsi sepenuhnya. Walaupun
Rogers tidak menyangkal pentingnya proses ketidaksadaran penekanan utamanya tetap
pada kemampuan manusia untuk secara sadar memilih bentuk dari tindakanya.dal
dimensi pengaruh biologis versus pengaruh sosial , Rogers lebih mengutamakan
pengaruh sosial . Pertumbuhan psikologis tidak terjadi secara otomatis untuk dpaat
bergerak menuju aktualisasi , seseorang harus mengalami pengertian secara empati dan
penerimaan positif yang tidak bersyarat dari orang lain yang jujur atau kongruen. Rogers
berpegang dengan kuat atas pandangan bahwa walaupun banyak dari prilaku kita yang
ditentukan oleh pengaruh hereditas dan lingkungan, iya memiliki kapasitas untuk
memiliki dan mengarahkan diri di dalam diri kita,dibawah kondisi yang mendukung
pilihan ini "selalu terlihat seperti memiliki arah menuju sosialisasi yang lebih besar,
meningkatkan hubungan dengan orang lain" (Rogers,1982,hlm,8.)

23
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902, di Oak Park, Illinois, sebagai
anak keempat dari enam bersaudara pasangan Walter dan Julia Cushing Rogers. Carl
lebih dekat dengan ibunya daripada ayahnya, yang pada masa awal kehidupannya harus
sering berpergian karena pekerjaannya sebagai insinyur sipil. Walter dan Julian Rogers
merupaka orang religious yang taat dan Carl menjadi tertarik pada kitab injil, sehingga ia
sering membaca Injil dan buku-buku lain. Bahkan sebelum masuk sekolah. Dari orang
tua nya, ia juga belajar mengenal makna dari kerja keras suatu nilai yang bertahan
sepanjang hidupnya tidak seperti agama. Kehidupan personal Carl Rogers ditandai oleh
perubahan dan keterbukaan akan pengalaman. Sebagai remaja, ia sangat pemalu, tidak
mempunyai teman dekat, dan tidak kompeten dalam hubungan sosial kecuali dalam
interaksi yang superficial. Akan tetapi, ia memiliki kehidupan fantasi yang aktif, yang
kemudian diyakininya bahwa ia dapat didiagnosis sebagai “schizoid”. Pada awalnya,
Rogers melihat hanya sedikit kebutuhan untuk teori kepribadian, akan tetapi, dibawah
tekanan dari orang lain dan juga untuk memuaskan kebutuhan internal agar dapat
menjelaskan fenmena yang sedang diobservasi, ia membentuk teorinya sendiri, yang
pertama kali dikemukakan secara tentative pada pidatonya sebagai ketua di APA.
Teorinya didukung secara penuh dalam Client-Centered Therapy (1951) dan
dikemukakan secara lebih detal dalam seri buku Koch (Rogers,1959) akan tetapi Rogers
selalu menekankan bahwa teorinya harus selalu bersifat tentative dan seorang harus
selalu berpegang pada pemikiran tersebut saat melakukan pendekatan diskusi atas teori
kepribadian Rogers. Teori Rogers yang berpusat pada pribadi merupakan yang paling
mendekati pemenuhan standar. Salah satu contoh konnstruksi jika-maka adalah : jika
sebuah kondisi hadir, maka sebuah proses akan terjadi. Jika proses tersbut terjadi, maka
beberapa hasil diharapkan akan muncul. Contoh yang lebih spesifik ditemukan dalam
terapi: jika tterapisnya kongruen serta dapat mengkomunikasikan penerimaan positif
yang tidak bersyarat dan empati yang akurat pada klien, maka perubahan terapeutik akan
terjadi. Jika perubahan terapeutik terjadi, maka klien akan mengalami penerimaan diri
yang lebih besar, lebih percaya pada dirinya sendiri, dan lain-lain. Rogers berpegang
dengan kuat atas pandangan bahwa walaupun banyak dari prilaku kita yang ditentukan
oleh pengaruh hereditas dan lingkungan, iya memiliki kapasitas untuk memiliki dan
mengarahkan diri di dalam diri kita,dibawah kondisi yang mendukung pilihan ini "selalu
terlihat seperti memiliki arah menuju sosialisasi yang lebih besar, meningkatkan
hubungan dengan orang lain"

24
DAFTAR PUSTAKA

Gregory J. Feist, teori kepribadian, edisi 7 (Jakarta: Salemba Humanika,2010)

Journal.umpo.ac.id/index.php/muaddib/article/download/75/65

25

Anda mungkin juga menyukai