Anda di halaman 1dari 16

KONSEP-KONSEP DASAR KONSELING BERPUSAT

PRIBADI (PERSON-CENTERED COUNSELING)

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Konseling Humanistik

Yang dibina oleh Dr. M. Ramli, M.A.

Disusun Oleh Kelompok 1:

1. Imro’atus Sholikhah 200111600443


2. Liza Hasna Naziha 200111600413
3. Oktafiana Khofifah 200111600499

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Terimakasih kepada Dosen
Pembimbing mata kuliah Konseling Humanistik, tidak lupa penyusun juga
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak-pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-ide dan waktunya.
Dan harapan penyusun semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi. Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penyusun.

Malang, 04 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
2.1 Tokoh Teori Konseling Berpusaat Pribadi................................................3
2.2 Sejarah Perkembangan Teori Konseling Berpusat Pribadi.......................4
2.3 Hakikat Manusia........................................................................................7
2.4 Perkembangan Perilaku.............................................................................8
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................12
3.1 Kesimpulan..............................................................................................12
3.2 Saran........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konselor sebagai sebuah profesi dalam kegiatan profesionalnya
menggunakan cara-cara tertentu yang berbeda dengan profesi lain yang
mempunyai tujuan yang sama, yaitu membantu penyelesaian masalah konseli.
Keberadaan ditunjukkan pada ragam tindakan konselor dalam membantu
konseli dalam bentuk layanan konseling.
Konseling sebagai cara membantu, memiliki bermacam-macam model
dalam mendekati konseli beserta masalahnya. Kata “mendekati” atau
pendekatan menunjuk pada aspek pribadi konseli yang ingin disentuh dan
diberdayakan oleh konselor untuk mengatasi masalahnya yang mereka
hadapi. Rogers juga beranggapan bahwa teorinya tersebut seharusnya menjadi
stimulus bagi pemikiran kreatif yang lebih lanjut.
Pendekatan person-centered therapy sebagai model dalam konseling
merupakan hasil pemikiran Carl Rogers. Hal tersebut didasarkan pada
penelitian yang dilakukan oleh Carl Rogers (1902-1987) yang didesain untuk
meningkatkan keterbukaan, pertumbuhan, dan perubahan dalam memahami
proses konseling. Rogers adalah seorang empirisme yang mendasarkan teori-
teorinya pada data mentah, ia percaya pentingnya pengamatan subyektif, ia
percaya bahwa pemikiran yang teliti dan validasi penelitian diperlukan untuk
menolak kecurangan diri (self-deception).
Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien
untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah
dirinya. Pendekatan ini juga menunjukkan hubungan konseli dan konselor
menjalin hubungan seperti partner, sehingga pendekatan person-centered
dibutuhkan hubungan interpersonal antara konselor dan klien, sehingga
terbentuk kontak psikologis yang terbangun, dan keberhasilan proses
konseling pada pendekatan ini ditentukan oleh komunikasi antara klien dan
konselor.
1.2 Rumusan Masalah
1. Siapakah tokoh teori konseling berpusat pribadi?

1
2. Bagaimana sejarah perkembangan teori konseling berpusat pribadi?
3. Bagaimana pandangan hakikat manusia pada teori konseling berpusat
pribadi?
4. Bagaimana perkembangan perilaku pada konseling berpusat pribadi?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami nama dan tokoh teori konseling
berpusat pribadi.
2. Untuk mengetahui dan memahami sejarah perkembangaan teori konseling
berpusat pibadi.
3. Untuk mengetahui dan memahami pandangan hakikat manusia pada teori
konseling berpust pribadi.
4. Untuk mengetahui dan memahami perkembangan perilaku pada teori
konseling berpusat pribadi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tokoh Teori Konseling Berpusat Pribadi
Konseling berpusat pada pribadi didirikan dan dikembangkan oleh Carl
Ransom Rogers (1902-1987). Carl Rogers lahir pada tahun 1902 di Oak Park,
Illinois, pinggiran kota kelas menengah ke atas di sebelah barat Chicago. Dia
adalah anak keempat dari enam bersaudara dalam sebuah keluarga yang dia
gambarkan sebagai orang yang dekat dan peduli, selain itu keluarganya
sangat religius, etis, dan pekerja keras. Keluarganya menikmati kebersamaan
mereka sendiri, tidak bersosialisasi dengan orang lain atau terlibat dalam
hiburan seperti bermain kartu atau menari. Rogers menerima pandangan
orang tuanya bahwa keluarganya berbeda dari orang lain. Dia
menggambarkan sebagai seorang penyendiri, anak pemalu yang hobi
utamanya adalah membaca.
Ketika Rogers berusia 12 tahun, keluarganya pindah ke sebuah peternakan
di daerah Chicago, di mana ia dilaporkan mengembangkan apresiasi untuk
proses ilmiah. Rogers kuliah di University of Wisconsin untuk belajar
pertanian, kemudian pindah ke sejarah dengan tujuan untuk mendukung
profesionalnya sebagai pendeta. Pada umur 20 tahun, ia pergi ke China pada
acara Word Student Christian Federation Conference International, di sanalah
ia mengemansipasi dirinya dengan pemikiran religius orang tuanya. Setelah
menyelesaikan kuliahnya, dia menikah dengan seorang artis, Hellen Elliont.
Pada saat istrinya sakit ia mengalami saat-saat menegangkan yaitu istrinya
berulang kali duduk di kursi roda sampai ia meninggal. Rogers bertemu
dengan seorang janda yang lebih muda darinya yaitu Bernice Todres, tetapi
karena hubungan yang hanya sesekali dan episodik akhirnya berakhir.
Mulai tahun 1924, Rogers menghabiskan 2 tahun belajar di Union
Theological Seminary di New York. Selama tahun keduanya, dia dan
sekelompok kecil siswa lainnya mengajukan petisi dengan sukses untuk
mengadakan seminar tanpa instruktur di mana mereka dapat mengeksplorasi
pertanyaan mereka sendiri tentang agama dan kehidupan. Melalui seminar ini
ia berkembang secara substansial menuju pengembangan filosofi uniknya

3
sendiri dan menjadi sadar bahwa ia tidak cocok dengan persyaratan kesetiaan
kementerian terhadap doktrin agama tertentu.
Setelah menikmati pengalamannya di bidang psikologi dan psikiatri, ia
mengejar minat ini di Teacher's College of Columbia University, termasuk
fellowship/magang di Institute for Child Guidance. Setelah lulus, ia pindah ke
Rochester, New York, untuk mengambil posisi sebagai psikolog di pusat
bimbingan anak. Selama 12 tahun di sana, ia menulis buku pertamanya, The
Clinical Treatment of the Problem Child. Segera setelah diterbitkan pada
tahun 1939, Ohio State University (OSU) menawarinya jabatan profesor
penuh di bidang psikologi.
Tak lama setelah mengambil posisi di OSU, ia menyampaikan makalah
berjudul "Some Newer Concepts in Psychotherapy," menandai lahirnya terapi
yang berpusat pada klien dan penemuan Rogers bahwa orang bisa sangat
terancam oleh ide-idenya. Meskipun kontroversi, ia memperluas dan
menerbitkan pandangannya dalam buku 1942, Counseling and
Psychotherapy.
Rogers menjabat 5 tahun di OSU, 12 tahun di University of Chicago, dan
4 tahun di University of Wisconsin. Selama dua dekade ini, ia memperluas
dan mengklarifikasi teorinya tentang psikoterapi, kepribadian, dan hubungan
interpersonal. Dia menerapkan teorinya untuk populasi klinis di luar individu
dan pengaturan di luar psikoterapi.
Pada tahun 1964, Rogers pindah ke La Jolla, California, pertama kali
mengambil posisi di Western Behavioral Sciences Institute dan kemudian,
pada tahun 1968, membantu menciptakan model konseling dan psikoterapi
Center for Studies of Theoretical the Person. Selama 20 tahun berikutnya, ia
memperluas penerapan teorinya pada pendidikan, perkawinan, administrasi,
dan politik. Dia diundang ke seluruh dunia untuk menyebarkan pandangannya
dan ke Afrika Selatan, Eropa Timur, Uni Soviet, Irlandia utara, dan Amerika
Tengah untuk terlibat dalam resolusi konflik politik.
2.2 Sejarah Perkembangan Teori Konseling Berpusat Pribadi
Rogers telah mengidentifikasi empat periode perkembangan. Pada periode
pertama, selama tahun 1940-an, Rogers mengembangkan apa yang dikenal

4
sebagai konseling nondirektif, yang memberikan alternatif yang kuat dan
revolusioner untuk pendekatan direktif dan interpretatif untuk terapi
kemudian dipraktekkan. Saat menjadi profesor di Ohio State University,
Rogers (1942) menerbitkan Counseling and Psychotherapy: Newer Concepts
in Practice, yang menggambarkan filosofi dan praktik konseling nondirektif.
Teori Rogers menekankan pada penciptaan iklim permisif dan non-direktif
oleh konselor. Teorinya mengambil kekuasaan dari terapis dan menghormati
kekuatan yang melekat pada klien. Ketika dia menantang asumsi dasar bahwa
"the counselor knows best," dia menyadari ide radikal ini akan mempengaruhi
dinamika kekuasaan dan politik profesi konseling, dan memang itu
menyebabkan kehebohan besar (Elkins, 2009).
Pada periode kedua, selama tahun 1950-an, Rogers (1951) menulis Client-
Centered Therapy dan menamai kembali pendekatannya sebagai terapi yang
berpusat pada klien, untuk mencerminkan penekanannya pada klien daripada
metode nondirektif. Selain itu, ia memulai Counseling Center di Universitas
Chicago. Periode ini ditandai dengan pergeseran dari klarifikasi perasaan ke
fokus pada dunia fenomenologis klien. Rogers berasumsi bahwa sudut
pandang terbaik untuk memahami bagaimana orang berperilaku adalah dari
kerangka acuan internal mereka sendiri. Dia lebih fokus secara eksplisit pada
kecenderungan aktualisasi sebagai kekuatan motivasi dasar yang mengarah
pada perubahan klien.
Periode ketiga, yang dimulai pada akhir 1950-an dan diperpanjang hingga
1970-an, membahas kondisi terapi yang diperlukan dan memadai. Rogers
(1957) mengajukan hipotesis yang menghasilkan tiga dekade penelitian.
Sebuah publikasi yang signifikan adalah On Becoming a Person (Rogers,
1961), yang membahas sifat "becoming the self that one truly is," sebuah ide
yang dia pinjam dari Kierkegaard. Rogers menerbitkan karya ini selama dia
mengadakan pertemuan bersama di departemen psikologi dan psikiatri di
University of Wisconsin. Dalam buku ini ia menggambarkan proses
“becoming one’s experience,” yang ditandai dengan keterbukaan terhadap
pengalaman, kepercayaan pada pengalaman seseorang, lokus evaluasi
internal, dan kemauan untuk berada dalam proses. Selama tahun 1950-an dan

5
1960-an, Rogers dan rekan-rekannya terus menguji hipotesis yang mendasari
pendekatan yang berpusat pada klien dengan melakukan penelitian ekstensif
pada proses dan hasil psikoterapi. Dia tertarik pada bagaimana kemajuan
terbaik orang dalam psikoterapi, dan dia mempelajari kualitas hubungan
klien-terapis sebagai katalis yang mengarah pada perubahan kepribadian.
Atas dasar penelitian ini, pendekatan ini lebih disempurnakan dan diperluas
(Rogers, 1961). Misalnya, filosofi yang berpusat pada klien diterapkan pada
pendidikan dan disebut pengajaran yang berpusat pada siswa (Rogers &
Freiberg, 1994). Pendekatan ini juga diterapkan untuk menghadapi kelompok
(Rogers, 1970).
Periode keempat, selama tahun 1980-an dan 1990-an, ditandai dengan
ekspansi yang cukup besar untuk pendidikan, pasangan dan keluarga,
industri, kelompok, resolusi konflik, politik, dan pencarian perdamaian dunia.
Karena cakupan pengaruh Rogers yang semakin luas, termasuk minatnya
pada bagaimana orang memperoleh, memiliki, berbagi, atau menyerahkan
kekuasaan dan kendali atas orang lain dan diri mereka sendiri, teorinya
dikenal sebagai pendekatan yang berpusat pada orang. Pergeseran istilah ini
mencerminkan penerapan pendekatan yang lebih luas. Meskipun pendekatan
yang berpusat pada orang telah diterapkan terutama untuk konseling individu
dan kelompok, bidang penting dari aplikasi lebih lanjut meliputi pendidikan,
kehidupan keluarga, kepemimpinan dan administrasi, pengembangan
organisasi, perawatan kesehatan, aktivitas lintas budaya dan antar ras, dan
hubungan internasional. Selama tahun 1980-an Rogers mengarahkan
upayanya untuk menerapkan pendekatan yang berpusat pada orang ke dalam
politik, terutama pada upaya yang berkaitan dengan pencapaian perdamaian
dunia.
Dalam tinjauan komprehensif penelitian tentang terapi yang berpusat pada
orang selama periode 60 tahun, Bozarth, Zimring, dan Tausch (2002)
menyimpulkan sebagai berikut:
 Pada tahun-tahun awal pendekatan, klien dan bukan terapis yang
menentukan arah dan tujuan terapi dan peran terapis adalah membantu
klien mengklarifikasi perasaan. Gaya terapi nondirektif ini dikaitkan

6
dengan peningkatan pemahaman, eksplorasi diri yang lebih besar, dan
peningkatan konsep diri.
 Kemudian terjadi pergeseran dari klarifikasi perasaan ke fokus pada
pengalaman hidup klien. Banyak hipotesis Rogers dikonfirmasi, dan ada
bukti kuat untuk nilai hubungan terapeutik dan sumber daya klien
sebagai inti dari terapi yang sukses.
 Sebagai terapi yang berpusat pada orang dikembangkan lebih lanjut,
penelitian berpusat pada kondisi inti dianggap perlu dan cukup untuk
terapi yang sukses. Sikap terapis pemahaman empatik tentang dunia klien
dan kemampuan untuk mengomunikasikan sikap tidak menghakimi
kepada klien bersama dengan keaslian terapis ditemukan sebagai dasar
untuk hasil terapi yang sukses.
 Sumber utama psikoterapi yang sukses adalah klien. Perhatian terapis
pada kerangka acuan klien mendorong pemanfaatan sumber daya dalam
dan luar klien.
2.3 Hakikat Manusia
1. Pengertian Hakikat Manusia
Dalam pandangan teori humanistik, Carl Rogers yang merupakan tokoh
utama aliran ini menolak pendapat psikho analitik yang berpendapat
bahwa manusia tidak rasional, Rogers lebih menekankan bahwa manusia
mempunyai dorongan terhadap dirinya sendri untuk berperilaku positif.
Dalam pandangan ini disebutkan bahwa manusia bersifat rasional dan
tersosialisasikan, serta mampu menentukan sendiri nasibnya, termasuk
mengontrol dan mengatur dirinya sendiri. Manusia cenderung untuk
melakukan aktualisasi diri, hal ini dapat dipahami bahwa organisme akan
mengaktualisasikan kemampuannya dalam mengarahkan diri sendiri, serta
bermanfaat dan bernilai dalam memperoleh pengalaman dalam hidupnya.
Pendekatan konseling berpusat pribadi (KBP) didasarkan pada pandangan
bahwa manusia adalah makhluk yang baik dan dapat dipercaya, lebih
bijak dari inteleknya, makhluk yang mengalami, makhluk yang bersifat
subjektif, dan manusia memiliki dorongan ke arah aktualisasi diri (Burk
& Stefflre, 1979).

7
2.4 Perkembangan Perilaku
1. Sifat Manusia
Fungsi Jiwa. Rogers tidak melihat inti motivasi manusia sebagai sesuatu
yang negatif, yaitu bermusuhan, antisosial, destruktif, atau jahat; juga
tidak netral, mampu dibentuk menjadi bentuk apapun; juga tidak
sempurna dalam dirinya sendiri dan hanya dirusak oleh masyarakat yang
jahat. Sebaliknya, dia melihat manusia pada tingkat terdalam mereka pada
dasarnya positif, memiliki motif bawaan yang mendasar dari semua
organisme hidup: kecenderungan aktualisasi untuk tumbuh, untuk
menyembuhkan ketika terluka, dan untuk mengembangkan potensi penuh
seseorang. Rogers menganggap manusia, pada tingkat yang paling
penting, dapat dipercaya.
Struktur Jiwa. Pandangan Rogers tentang kepribadian mencakup
beberapa struktur psikis yang dihipotesiskan. Dia mengkonseptualisasikan
jiwa bayi yang baru lahir sebagai keseluruhan yang tidak dapat dibedakan
dan tidak disadari yang terdiri dari semua pengalaman bayi, juga disebut
pengalaman organisme, pengalaman total organisme manusia. Secara
bertahap, bayi mulai mengidentifikasi beberapa pengalaman
organismenya sebagai "milik saya" dan dengan demikian
mengembangkan konsep diri: representasi psikologis pribadi tentang diri.
Awalnya, konsep diri dan pengalaman organisme adalah identik atau
kongruen.
2. Peran Lingkungan
Dari perspektif Rogers, konsep diri manusia sangat dipengaruhi oleh
hubungan dengan orang lain yang signifikan dalam lingkungan sosial
terutama pengasuh utama tetapi juga orang lain dalam peran pengasuhan
atau otoritatif. Rogers percaya bahwa ketika konsep diri anak mulai
terbentuk, anak mengembangkan kebutuhan akan penghargaan positif dari
orang lain yang berarti. Rogers menganggap penting bukan apakah
kebutuhan ini bawaan atau dipelajari, tetapi itu universal di antara
manusia. Rogers juga percaya bahwa menerima penghargaan positif dari

8
orang lain sangat kuat, sangat menarik, sehingga menjadi lebih penting
bagi seseorang daripada proses penilaian organisme sendiri.
1) Struktur Kepribadian
Menurut Carl Rogers ada 3 struktur penting kepribadian yaitu antara lain,
organisme, medan fenomena, dan self.
1. Organisme
Pengertian organisme mencakup tiga hal:
a. Mahkluk hidup organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi
fisik dan psikologisnya dan merupakan tempat semua pengalaman,
potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi
seseorang mengenai kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia luar
b. Realitas subyektif organisme menganggap dunia seperti yang
dialami dan diamatinya. Realita adalah persepsi atau pandangan
yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk tingkah laku.
c. Holisme organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga
perubahan dalam satu bagian akan berpengaruh pada bagian lain.
Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan yaitu
bertujuan untuk mengaktualisasi, mempertahankan, dan
mengembangkan diri.
2. Medan fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang internal
maupun eksternal, baik disadari maupun tidak disadari. Medan
fenomena ini merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang
sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.
3. Self dibagi atas 2 subsistem
a. Konsep diri yaitu penggabungan seluruh seseorang yang disadari
oleh individual (meski tidak selalu akurat). Konsep diri menurut
Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman
yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang
bukan aku (Schultz, Duane;1991) konsep diri ini terbagi menjadi 2
yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan
apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers
mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence.

9
Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan
dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan
batin. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana pengalaman
diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang
utuh, integral, dan sejati.
b. Diri ideal yaitu cita-cita seseorang akan diri. Terjadinya
kesenjangan akan menyebabkan ketidak-seimbangan dan
kepribadian menjadi tidak sehat. Menurut Carl Rogers ada bebeapa
hal yang mempengaruhi Self, yaitu:
 Kesadaran, tanpa adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal
tidak akan ada. Ada 3 tingkat kesadaran. 1) Pengalaman yang
dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau disangkal. 2)
Pengalaman yang dapat diaktualisasikan secara simbolis akan
secara langsung diakui oleh struktur diri 3) Pengalaman yang
dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang dirasakan
tidak sesuai dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan
didistorsikan sehingga dapat diasimilasikan oleh konsep diri.
 Kebutuhan pemeliharaan-pemeliharaan tubuh organismik dan
pemuasannya akan makanan, air, udara, dan keamanan, sehingga
tubuh cenderung ingin untuk statis dan menolak untuk
berkembang.
 Peningkatan diri meskipun tubuh menolak untuk berkembang,
namun diri juga mempunyai kemampuan untuk belajar dan berubah
 Penghargaan positif (positive regard) begitu kesadaran muncul,
kebutuhan untuk dicintai, disukai, atau diterima oleh orang lain.
 Penghargaan diri yang positif (positive self-regard)
2) Pribadi Sehat dan Bermasalah
Rogers menyebut orang dengan tingkat kesesuaian yang tinggi sebagai
fully functioning person. Sebaliknya, tingkat ketidaksesuaian yang relatif
lebih besar mencirikan kepribadian yang tidak sehat atau maladaptif.
1. Pribadi Sehat

10
Menurut Rogers pribadi yang sehat adalah pribadi yang mampu
berfungsi sepenuhnya. Mereka mampu mengalami secara mendalam
keseluruhan emosi, kebahagiaan atau kesedihan, gembira atau putus asa.
Ciri-ciri dari pribadi sehat ini adalah memiliki perasaan yang kuat, dapat
memilih bertindak bebas, kreatif dan spontan. Memiliki keberanian untuk
menjadi “ada” yaitu menjadi diri sendiri tanpa bersembunyi dibalik topeng
atau berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan dirinya. Duane Schultz
(1991).
2. Pribadi Bermasalah
Menurut Rogers pribadi yang bermasalah atau biasa disebut dengan
pribadi yang salah suai adalah individu merasa bahwa dirinya rapuh,
ditandai dengan empat hal:
 Estrangement, membenarkan apa yang sesungguhnya oleh diri
sendiri dirasakan tidak mengenakkan
 Incongruity in behavior, ketidaksesuaian tingkah laku, sering
menimbulkan kecemasan
 Kecemasan, kondisi ini timbul karena adanya ancaman terhadap
kesadaran tentang diri sendiri
 Defense Mechanism, tindakan yang diambil oleh individu agar
tampak konsisten terhadap struktur self yang salah

11
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Konseling berpusat pada pribadi didirikan dan dikembangkan oleh Carl
Ransom Rogers (1902-1987). Pendekatan konseling berpusaat pribadi
menekankan pada keaktifan konseli untuk bereksplorasi mengungkapkan
dirinya pada permasalahan yang dihadapinya. Arah bantuan konselor lebih
menekankan pada pemahaman diri klien secara pribadi khususnya kesadaran
akan perasaan terbanding permasalahannya. Hubungan yang terjadi dalam
person centered therapy antara konselor dengan konseli adalah bahwa dunia
konseli menjadi konteks pusat dalam hubungan tersebut. Peran konselor pada
kondisi tersebut adalah sebagai “pendengar yang baik”, “cermin diri bagi
konseli”, pemberi kemudahan bagi konseli untuk berinisiatif karena setiap
kesadaran yang muncul akan memberi perubahan dan pengembangan diri dan
berlanjut untuk mengaktualisasikan diri berdasarkan persepsi konseli sendiri.
1.2 Saran
Kami sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki
kekurangan yang jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan makalah di
atas.

12
DAFTAR PUSTAKA
Anshory, I. and Putri Utami, I., 2018. Pengantar Pendidikan. 1st ed. Malang:
UMM Press, pp.2-7
Corey, G. (2013). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. In
Brooks/Cole, Cengange Learning. Brooks/Cole, Cengange Learning.
https://doi.org/10.4324/9781315666792
Fall, K. A., Holden, J. M., & Marquis, A. (2004). Theoretical Models of
Counseling and Psychotherapy. In Theoretical Models of Counseling and
Psychotherapy. Brunner-Routledge. https://doi.org/10.4324/9780203500996
Khasinah, S. (2013). Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat.
Jurnal Ilmiah. DIDAKTIKA, XIII (2), pp.299-303 & 308
Ramli, M., Hidayah, N., Zen, E. F., Flurentin, E., Lasan, B. B., & Hambali, I.
(2017). Pendekatan Konseling. Sumber Belajar Penunjang Plpg 2017 Mata
Pelajaran/Paket Keahlian Bimbingan Dan Konseling, 1–43.
Ratnawati, V. (2017). Penerapan Person Centered Therapy Di Sekolah (Empathy,
Congruence, Unconditional Positive Regard) Dalam Manajemen Kelas.
Journal of Education Technology, 1(4), 252.
https://doi.org/10.23887/jet.v1i4.12862
Ratu, B. (2015). Psikologi Humanistik (Carl Rogers) Dalam Bimbingan dan
Konseling. Kreatif, 1951, 10–18.
Rosada, U. D. (2016). Model Pendekatan Konseling Client Centered Dan
Penerapannya Dalam Praktik. Counsellia: Jurnal Bimbingan Dan Konseling,
6(1), 14. https://doi.org/10.25273/counsellia.v6i1.454

13

Anda mungkin juga menyukai