Psikologi Konseling
Disusun oleh :
Kelompok 6
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan kepada Allah SWT. yang telah
melimpahkanrahmat beserta karunia-Nya kepada kita semua. Sehingga kita masih dapat
melaksanakan prosesperkuliahan melalui daring. Dan karena rahmat dan karunia-Nya pula kami
dapat menyelesaikantugas makalah dalam bentuk kelompok yang berjudul Latar Belakang
Kehidupan Keluarga. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada suri tauladan kita, Nabi
Muhammad Saw. Nabiyang menginspirasi bagaimana menjadi tangguh, pantang mengeluh,
mandiri dengan kehormatan diri, yang cita-citanya melangit namun karya nyatanya membumi.
Alhamdulillah atas izin Allah SWT. kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
yangkami susun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Konseling Keluarga. Tugas ini kami
susunbertujuan untuk mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai materi yang ada di
dalam matakuliah tersebut.
Dengan segala keterbatasan yang ada, kami menyadari bahwa dalam penulisan dan pe-
nyusunanmakalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kami kami mohon maaf
dankami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar menyempurnakan makalah ini.
Semoga tugas yang kami kerjakan bermanfaat bagi kami sendiri dan kepada pembaca sekalian.
Aamiin.
KELOMPOK 6
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................................
a. Kesimpulan `..........................................................................................................................
b. Saran .....................................................................................................................................
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Makna bahasa dari problem yaitu “ a thing that is difficult to deal with understand” (suatu hal
yang sulit untuk melakukannya atau memahaminya). Jika diartikan ‘a question to be answered or
solve” (pertanyaan yang butuh jawaban atau jalan keluar). Sedangkan solve dapat diartikan “to
find to answer to problem” (mencari jawaban suatu masalah). Sedangkan secara terminologi
seperti yang diartikan oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zayn problem solving adalah
suatu cara berpikir secara ilmiah untuk mencari pemecahan suatu masalah.
Problem solving adalah kemampuan untuk menganalisa masalah serta menemukan solusi
yang efektif untuk memecahkan masalah tersebut.
b. Rumusan Masalah
1. Apa itu problem solving ?
2. Apa saja prinsip-prinsip problem solving ?
3. Bagaimana krakteristik problem solving ?
4. Bagaimana tahapan problem solving ?
5. Apa tujuan teori problem solving ?
6. Bagaimana tahapan problem solving dalam konseling ?
7. Bagaimana kelebihan dan kekurangan problem solving dalam konseling ?
8. Apa-apa saja keterbatasan-keterbatasan konselor
9. Bagaimana kesenjangan dan tantangan dalam hubungan konselor –klien ?
10. Bagaimana contoh-contoh kasus problem solving ?
c. Tujuan Penulisan
Untuk membahas mengenai materi-materi yang sudah disajikan dalam makalah untuk
bisa bi baca, dipahami dan pelajari bersama. Dan bisa menjadi ilmu yang bermanfaat untuk
bersama baik diantara penulis maupun dengan pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 102
2
https://duniapendidikan.co.id/problem-solving/ diakses 07 Mei 2021
Jadi konkritnya adalah bahwa Problem Solving ini yaitu usaha mencari atau menemukan cara
penyelesaian masalah dengan menentukan pola, aturan atau logaritma3.
3
Hidayat, Isnu. 50 Strategi Pembelajaran Populer. Yogyakarta: DIVA Press. 2019. Hal. 128
Menerapkan pemecahan masalah dengan mendefenisikanmasalah yaitu dengan
menganalisa masalah yang terjadi bahwa banyak hal yang bisa melatarbelakangi dan
mempenagruhi sebuah masalah.
2. Mengembangkan solusi alternative
Setelah mengetahui masalah serta sumbernya maka selanjutnya adalah mengembangkan
dan memikirkan alternatif solusi yang ada. Dalam hal ini harus ada kreatif dan berfikir logis
serta kritis.
3. Menentukan solusi terbaik
Tujuan utama dari problem solving adalah menemukan solusi terbaik dari suatu
permasalahan. Karena itu setelah memikirkan alternative yang ada maka harus ditentukan
solusi yang paling tepat. Solusi yang tepat tidak berpotensi menyebabkan masalah lainnya.
4. Menerapkan solusi dan mengevaluasinya
Setelah pengambilan keputusan atas solusi yang dipilih, maka harus tetap mencari
hasilnya dan masukan dari berbagai pihak yang terlibat lalu mengevaluasi hasil jangka
panjang dari penyelesaian
H. Keterbatasan-Keterbatasan Konselor
Menurut Yeo (2003), ada beberapa hal yang merupakan keterbatasan-keterbatasan konselor
sepanjang ia melaksanakan tugas profesionalnya4, yaitu:
1. Pengetahuan dan keterampilan\
Seringkali kita mendapai bahwa tidak semua orang yang masuk dalam profesi
membantu (konseling) memiliki hambatan karena tidak dilengkapi dengan pengetahuan
dan keterampilan konseling yang mencukupi. Konselor seringkali dihadapkan pada
banyak teori tanpa mendapatkan keterampilan- keterampilan khusus agar dapat bekerja
utuh.
2. Usia dan pengalaman
Usia dan pengalaman merupakan salah satu hal yang mungkin saja bisa jadi
masalah atau hambatan dalam proses konseling. Klien melihat bahwa usia dan
pengalaman konselor mempengaruhi klien untuk lebih mantap dalam mengambil
keputusan. Hal ini dikarenakan konselor yang memiliki usia dan pengalaman yang
mencukupi dilihat sebagai orang yang bijak. Klien mungkin merasakan perbedaan usia
yang terlalu besar dan memilih seseorang (konselor) yang kira-kira seusianya dengannya.
4
Mulawarman Munawaroh Eem, Psikologi Konseling.Januari 2016. Hal. 52
Bagi konselor pemula, mereka sering menghadapi masalah karena kurang
pengalaman. Dalam hal ini sebaiknya para konselor pemula tidak perlu merasakan
kekhawatiran yang berlebihan karena ia dapat meminta bantuan dari konselor senior atau
supervisornya dan melakukan diskusi dengan sejawat (Surya, 2003:68)
3. Kebudayaan, bahasa dan agama
Dengan adanya keragaman ras, budaya, dan bahasa, maka konselor juga
menghadapi kendala dalam praktiknya. Kebudayaan, bahasa, agama seringkali membuat
”gerakan” konselor terbatas. Hal ini menjadi masalah karena konselor belum sepenuhnya
memahami budaya, bahasa atau agama klien. Pada kenyataannya setiap klien memiliki
budaya, bahasa dan agama yang berbeda-beda, dan perbedaan itulah yang harus konselor
pahami. Selain itu menurut Glading (2009), konselor memiliki ”penyakit” yang
dinamakan dengan burnout. Burnout adalah suatu suasana kepadaman gairah kerja dan
bereprestasi, kadang-kadang diartikan juga sebagai stres kerja (Mappiare, 2006).
Menjalankan peran sebagai seorang konselor memang sangat rentan untuk terjadinya
burnout. Konselor terus- menenus berhadapan dengan emosional tinggi. Penderitaan
kliennya juga ikut ia rasakan. Ia harus tidak kaku, mampu menghayati dan memahami,
tetapi tidak terlibat sampai menjadi lekat. Penyeimbangan-penyeimbangan inilah yag
melelahkan konselor.
Menurut Cavanagh (1982) dalam Lesmana (2006) mengemukakan ada beberapa
masalah umum yang dapat menghambat dalam suatu hubungan konseling, yaitu:
1. Kebosanan
Menurut Cavanagh (1982), konselor pemula jarang mengalami kebosanan karena
sifat baru dari pekerjaan mereka. Setiap saat mereka bertemu denga orang-orang yang
mempunyai problem berbeda dan mencoba keterampilan dan tanggung jawab sebagai
seorang konselor. Tetapi seperti halnya tingkah laku lain yang terus berulang, konseling
dapat membosankan. Beberapa hal yang dapat timbul karena kebosanan adalah:
Konselor mengambil jarak dari kliennya, makin lama makin menjauh. Klien dapat
merasakan hal ini, ia akan kehilangan rasa aman dan rasa diterima yang sangat penting
bagi keberhasilan konseling.
Konselor terkadang mengambil cara negatif dalam menangani kebosanannya. Ia
mencoba mengangguk, tersenyum tapi tanpa tahu apa yang dibicarakan klien. Atau
sebaliknya ia menjadi kurang perhatian, kurang konsentrasi dan mungkin malah
memikirkan masalahnya sendiri..
2. Hostilitas
Hostilitas dapat mengacu pada fenomena psikis yang memaksakan orang lain
bertindak atau berbuat menurut cara yang diharapkan membenarkan sistem konstruk
orang (Mappiare, 2006). Konselor sering merasa dirinya nice people karena sudah
membantu orang lain dan ia mengharap akan dihargai karena hal ini. Tetapi orang (klien)
dalam konseling punya hostilitas terpendam yang harus diurai dahulu sebelum bisa
melangkah maju. Jadi, mereka sering mengekspresikan hostilitasnya ini kepada konselor.
Konselor sebaiknya memaklumi bahwa hal ini sering terjadi. Justru konselor yang harus
mengurai apa yang melatarbelakangi suatu hostilitas terjadi.
3. Distansi emosional ( kesenjangan emosional)
Konselor yang distan secara emosional tidak dapat ”masuk” ke dalam diri klien.
Ia tidak dapat menyatukan dirinya dengan pikiran, perasaan dan persepsi klien sehingga
bisa benar-benar berempati.
4. Kelekatan emosional
emosional berarti bahwa konselor dan/atau klien bergantung pada yang lain
untuk pemuasaan kebutuhan dasar mereka. Kebutuhan dasar yang terpenuhi dalam
hubungan semacam ini merupakan kebutuhan untuk merasa aman, untuk menerima dan
memberi cinta, untuk dikagumi dan dibutuhkan (Lesmana, 2006). Beberapa kemungkinan
perilaku konselor yang lekat emosional adalah:
Sangat berharap bertemu dengan klien. memperpanjang sesi Iri terhadap hubungan dekat
klien dengan orang lain dan secara halus meremehkan atau tidak mendorong hubungan ini
Mencemaskan klien di antara sesi yang tidak dirasakan terhadap klien lain. Bila telah terjadi
kelekatan emosional antar konselor dengan klien maka terdapat beberapa prinsip-prinsip
hubungan konseling yang terabaikan yaitu: Konselor umumnya mempersepsi realitas secara
lebih tepat daripada klien, tetapi bila terjadi kelekatan emosional ini akan mempengaruhi
persepsi konselor tentang klien. Konselor seharusnya membantu klien untuk membuat keputusan
yang ”menguntungkan” klien. Bila terjadi kelekatan emosional, maka mungkin konslor akan
”menahan” klien karena memenuhi kebutuhan emosionalnya. Konselor mampu untuk stabil
meskipun ada perubahan mood dalam diri klien. Konselor yang emosinya lekat pada klien akan
ikut dengan perubahan mood ini dan merasakan kepedihan dan penderitaan yang luar biasa dari
kliennya, sehingga menghapuskan fungsi konselor sebagai pembawa pengaruh stabil dan
pemikiran-pemikiran yang objektif5.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Problem solving adalah kemampuan untuk menganalisa masalah serta menemukan solusi
yang efektif untuk memecahkan masalah tersebut. menurut Umar Hamalik problem solving
adalah suatu atau sebuah proses mental serta intelektual dalam menemukan masalah dan
memecahkannya dengan berdasarkan pada data serta informasi yang ada untuk mengambil
sebuah kesimpulan yang tepat dan cermat. Problem Solving ini yaitu usaha mencari atau
menemukan cara penyelesaian masalah dengan menentukan pola, aturan atau logaritma
b. saran
DAFTAR PUSTAKA
https://www.researchgate.net/publication/
312993679_PSIKOLOGI_KONSELING_Sebuah_Pengantar_bagi_Konselor_Pendidikan.
https://books.google.co.id/books?
id=yNaK36ldOsEC&pg=PA97&dq=makalah+keterbatasanketerbatasan+konselor+dalam+konsel
ing&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiuZWovM32AhURSmwGHbcFDHoQ6wF6BAgGEAU#v=o
nepage&q=makalah%20keterbatasan-keterbatasan%20konselor%20dalam
%20konseling&f=false