Anda di halaman 1dari 134

DAMPAK KEBERADAAN IPB

TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR KAMPUS


DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN
KABUPATEN BOGOR

ARYS SUHARYANTO

SEKOLAH PASCA SARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

DAMPAK KEBERADAAN IPB


TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR KAMPUS
DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN
KABUPATEN BOGOR

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan
sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juli 2007

Arys Suharyanto
NRP. A155030251
ABSTRAK

ARYS SUHARYANTO. Dampak Keberadaan IPB terhadap Ekonomi


Masyarakat Sekitar Kampus dan Kontribusinya terhadap Perekonomian
Kabupaten Bogor. (Hermanto Siregar sebagai Ketua Komisi Pembimbing
dan Sjafrida Manuwoto sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya


perubahan dalam aliran-aliran yang menyangkut, arus, pendapatan dan manfaat
(benefit) kepada masyarakat lokal, wilayah maupun nasional. Keberadaan kampus
IPB Darmaga diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah keberadaan kampus IPB
Darmaga memberikan dampak terhadap perekonomian masyarakat sekitar kampus
dan Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis
regresi untuk melihat kontribusi keberadaan kampus IPB terhadap masyarakat
sekitar serta analisis I-O untuk melihat peran keberadaan IPB dalam menunjang
perekonomian wilayah Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kontribusi keberadaan kampus IPB, khususnya kampus Darmaga, dalam
meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan Kabupaten Bogor sangat
dirasakan sekali. Oleh karena itu pengembangan wilayah perlu dikelola secara
terpadu dengan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan, terutama
masyarakat sekitar IPB, institusi IPB dan Pemerintah Kabupaten Bogor.

Kata Kunci : Kabupaten Bogor, IPB, sektor informal, pengembangan wilayah.


@ Hak cipta milik Arys Suharyanto, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,
baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya
DAMPAK KEBERADAAN IPB
TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR KAMPUS
DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN
KABUPATEN BOGOR

ARYS SUHARYANTO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
PRAKATA

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin penulis panjatkan puji syukur kehadirat


Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan tesis ini. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Sains (S2) pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD), Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan tesis ini, terutama kepada Komisi
Pembimbing, yaitu Bapak Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec sebagai Ketua Komisi
Pembimbing dan Ibu Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc selaku Anggota
Komisi Pembimbing. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D selaku Ketua Program Studi PWD, rekan-rekan
mahasiswa PWD 2003 yang telah memberikan masukan dan dukungan serta
dorongan semangat dan pendampingan selama pengumpulan data lapangan.
Kepada Ditjen Dikti Depdiknas RI selaku sponsor/penyandang dana selama
penulis melakukan studi disampaikan penghargaan dan terima kasih. Tak lupa
kepada Papa M. Aszahari dan Mama S. Asiah Ainie yang memegang peranan
besar melalui do’a-do’a nya.
Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh
karenanya kritik maupun saran sangat diperlukan untuk perbaikan dan
pengembangan dikemudian hari.
Akhirnya penulis berharap agar tesis ini dapat bermanfaat baik bagi diri
penulis maupun pihak-pihak lain yang menggunakan.

Penulis
Arys Suharyanto
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Telukbetung-Bandar Lampung pada tanggal


1 Januari 1970 dari Papa M. Aszahari dan Mama S. Asiah Ainie. Penulis
merupakan anak ke 1 (satu) dari 5 (lima) bersaudara. Penulis menyelesaikan
pendidikan SD (Sekolah Dasar) Negeri 18 Tanjungkarang tahun 1983 dan SMP
(Sekolah Menengah Pertama) Negeri 2 pada tahun 1986 di Bandar Lampung.
Selanjutnya sekolah lanjutan tingkat atas penulis selesaikan di SMA (Sekolah
Menengah Atas) Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 1989, dan pada tahun
yang sama diterima di Jurusan Manajemen Program Studi Manajemen Perusahaan
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Strata Satu (S1)
tersebut penulis selesaikan pada tahun 1994. Selanjutnya penulis masuk
Strata Dua (S2) Magister Sains pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2003.
Penulis adalah Staf Pengajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Saburai
Bandar Lampung sejak tahun 1996.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .................................................................................................. i


DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 7
1.4 Kegunaan Penelitian ........................................................... 7
1.5 Ruang Lingkup dan Limitasi Studi ..................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 9


2.1 Peran Masyarakat pada Sektor Informal ............................. 9
2.2 Peran Perekonomian Masyarakat Sekitar Kampus Darmaga 11
bagi Perekonomian Wilayah / Pengembangan Wilayah .....
2.3 Input-Output Model ............................................................ 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 28


3.1 Kerangka Pemikiran ............................................................ 28
3.2 Hipotesis .............................................................................. 31
3.3 Metode Penelitian ............................................................... 31
3.3.1 Lokasi Penelitian ..................................................... 31
3.3.2 Jenis dan Sumber Data ............................................ 31
3.3.3 Analisis Data ........................................................... 32
3.3.4 Definisi Operasional ................................................. 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 41


4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor ................................... 41
4.1.1 Sejarah Singkat ........................................................ 41
4.1.2 Geografi dan Pemerintah .......................................... 43
4.1.3 Visi dan Misi ........................................................... 46
4.1.4 Klimatologi ............................................................ 46
4.1.5 Kesejahteraan Sosial ............................................... 49
4.1.6 Perekonomian .......................................................... 50
4.1.7 Prasarana Wilayah .................................................... 53
4.1.8 Sosial, Seni dan Budaya .......................................... 59

4.2 Gambaran Umum Responden ............................................. 62


4.3 Gambaran Umum Institut Pertanian Bogor ......................... 64
4.3.1 Kondisi Geografis .................................................... 64
4.3.2 Sejarah Ringkas IPB .............................................. 64

4.4 Analisis Regresi .................................................................. 70


4.4.1 Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh ................
terhadap Pendapatan ................................................. 73

4.5 Analisis I-O ........................................................................ 75


4.5.1 Struktur I-O ............................................................ 76
4.5.2 Keterkaitan ke Depan (Forward Linkage) dan ........ 78
Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkage) ........
4.5.3 Koefisien Penyebaran ............................................... 82
(Coefficient of Dispersion=CD) dan Kepekaan ........
Penyebaran (Sensitivity of Dispersion= SD) ...........
4.5.4 Pengganda Output dan Pengganda Pendapatan ...... 85

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... .. 88


5.1 Simpulan ............................................................................. 88
5.2 Saran .................................................................................... 91

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 93


LAMPIRAN ................................................................................................... 97
DAFTAR TABEL

Halaman
1. Bentuk Dasar Tabel Input-Output ............................................................ 23
2. Definisi Operasional ............................................................... .................. 34
3. Struktur Tabel Input-Output Kabupaten Bogor ........................................ 37
4. Jumlah Penduduk Berumur 10 Tahun ke-atas Menurut Status ............... 50
Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2005 ........... .
5. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005............ 50
6. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Berdasarkan ........................ 51
Lapangan Usaha Tahun 2002-2005............ ...............................................
7. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Kelompok Sektor .............................. 52
Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005..........................................................
8. Perbandingan PDRB dan PAD Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005 ....... 53
9. Jumlah Penduduk Berumur 10 Tahun ke-atas yang Bekerja Menurut ... .. 61
Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor .............
Tahun 2005 ................................................................................................
10. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Dramaga Tahun 2003............... 63
11. Potensi Desa Kecamatan Dramaga ........................................................... 63
12. Jumlah Mahasiswa IPB Tahun 2003/2004 (Kumulatif) ............................ 68
13. Jumlah SDM IPB Tahun 2003/2004 ........................................................ 69
14. Hasil Dugaan Koefisien Regresi Berganda Faktor-Faktor yang ...... ....... 72
Mempengaruhi Pendapatan Usaha Sektor Informal di Sekitar Kampus ...
IPB Darmaga ............................................................................................
15. PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor atas Dasar ..... .. 76
Harga Berlaku dan atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2002-2005 ..
16. Komponen Penyusun Tabel Input-Output Kabupaten Bogor 2003 ......... 77
17. Komponen Nilai Tambah Bruto Sektor Ekonomi Kabupaten Bogor ...... 78
Tahun 2003 ..............................................................................................
18. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Kabupaten Bogor 2003 .......... 80
19. Koefisien Daya Penyebaran dan Daya Kepekaan Sektor-Sektor ............. 83
Ekonomi Kabupaten Bogor Tahun 2003 ..................................................
20. Dampak Peningkatan Sektor Jasa IPB terhadap Output Akhir ................. 85
di Kabupaten Bogor ................................................................................ .
21. Dampak Peningkatan Sektor Jasa IPB terhadap Pendapatan .................... 87
di Kabupaten Bogor ................................................................................ .
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Dimensi Pembangunan Berkelanjutan ...................................................... 15


2. Interaksi Aspek-Aspek Pendukung Pembangunan Berkelanjutan ............ 17
3. Kerangka Berpikir Tiga Dimensi Tentang Berkelanjutan ....................... 18
4. Bagan Kerangka Pemikiran Dampak Keberadaan IPB terhadap ............. 30
Ekonomi Masyarakat Sekitar Kampus dan Kontribusinya .......................
terhadap Perekonomian Kabupaten Bogor ...............................................
5. Peta Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Bogor .......................................... 45
6. Peta Curah Hujan di Kabupaten Bogor ..................................................... 47
7. Peta Jenis Tanah di Kabupaten Bogor ...................................................... 48
8. Peta Tata Ruang Wilayah di Kabupaten Bogor ........................................ 56
9. Peta Daerah Resapan Air di Kabupaten Bogor ......................................... 57
10. Peta Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Bogor ...................................... 58
11. Peta Sebaran KK Miskin di Kabupaten Bogor ......................................... 60
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Analisis Regresi Sektor Informal (8 Peubah) .................................. 97


2. Hasil Analisis Regresi Sektor Informal (6 Peubah) .................................. 98
3. Tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 ........................................................... 99
4. Koefisien Tehnis = Matriks A ................................................................. 103
5. Matriks Identitas (Matriks 1) ................................................................... 106
6. Matriks 1 A .............................................................................................. 109
7. Matriks Invers (1-A) .................................................................................. 112
8. Dampak Output ......................................................................................... 116
9. Banyaknya Desa Menurut Klasifikasi Desa di Kabupaten Bogor 2005 .. . 117
10. Banyaknya Desa, RT dan Keluarga di Kabupaten Bogor Tahun 2005 ..... 118
11. Jumlah Penduduk Keadaan 1 Januari 2005 Menurut Jenis Kelamin ....... 119
di Rinci Per Kecamatan di Kabupaten Bogor ......... .................................
12. Banyaknya Desa Menurut Desa Kota dan Pedesaan ................................ 120
di Kabupaten Bogor Tahun 2005 .............................................................
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya


perubahan dalam aliran-aliran baru yang menyangkut arus pendapatan dan
manfaat (benefit) kepada masyarakat lokal, regional bahkan sampai tingkat
nasional. Program pembangunan dapat mendatangkan dampak berupa manfaat-
manfaat yang positif atau juga berupa kemudharatan (kebanyakan) negatif kepada
masyarakat, terutama kepada mereka yang tinggal di dekat sekitar kegiatan
ekonomi sebagai penerima akibat (dampak) dari program pembangunan yang
bersangkutan. Komunitas lokal harus mencari/mendapat peluang agar terjadi
penyesuaian terhadap perubahan karena keadaan baru tersebut (Anwar 1995).
Pembangunan dapat dikonseptualisasikan ke dalam suatu proses perbaikan
yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara
keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau manusiawi (Rustiadi et al.
2003). Rencana pembangunan atau pengembangan yang biasanya dihasilkan oleh
tenaga ahli atau konsultan pada umumnya berasal dari budaya atau latar belakang
sosial yang berbeda dalam mengatasi permasalahan penting yang mereka
temukan. Seyogyanya rencana pembangunan dimulai dengan mengenali potensi
dan kebutuhan masyarakat penerima manfaat dan penanggung risiko. Dengan
demikian kegiatan pembangunan yang mencakup perencanaan, pembiayaan,
pelaksanaan dan pemantauan serta evaluasi, akan bertitik tolak dari keinginan dan
kemampuan masyarakat penerima manfaat dan penanggung risiko itu sendiri.
Perumusan kebijakan dan pemilihan prioritas yang tajam merupakan
sarana untuk mengimplementasikan apa yang tercantum dalam perencanaan
program pembangunan. Sasaran dari perencanaan pembangunan dapat
dikelompokan atas 3 sasaran umum yaitu: (1) efisiensi, (2) keadilan dan
akseptabilitas masyarakat, dan (3) keberlanjutan (Rustiadi et al. 2003).
Pembangunan yang merupakan hasil perencanaan harus merupakan perwujudan
keadilan dan melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat lokal dapat
berperan aktif dalam proses perencanaan dan langkah-langkah pengawasan.
Perencanaan pembangunan modern, diartikan sebagai bentuk kajian yang
sistematis yang meliputi aspek fisik, sosial maupun ekonomi untuk mendukung
dan mengarahkan pemanfaatan sumberdaya dalam memilih cara yang terbaik
untuk meningkatkan produktifitas agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
secara berkelanjutan. Pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan implikasi yang luas dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah yang lebih
terdesentralisasi, serta mengisyaratkan pentingnya pendekatan pembangunan
berbasis pengembangan wilayah. Pembangunan berbasis pengembangan wilayah
dan lokal memandang pentingnya keterpaduan antarsektoral, antar spasial serta
antar pelaku pembangunan di dalam maupun di luar daerah, sehingga setiap
program pembangunan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan
wilayah.
Otonomi daerah memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, sementara tugas
pemerintah pusat akan lebih terbatas khususnya yang menyangkut kebijaksanaan
dan penentuan norma-norma, penetapan standar, penyusunan prosedur dan
pengembangan human capital dan social capital. Daerah menjadi mempunyai
kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan sumberdaya yang dimilikinya,
baik sumberdaya alam (natural capital), sumberdaya buatan (man made capital),
sumberdaya manusia (human capital) maupun sumberdaya sosial (social capital).
Otonomisasi memberikan banyak kewenangan kepada pemerintah daerah, namun
dalam implementasinya memerlukan penjabaran dan peninjauan kembali dasar-
dasar pengembangannya untuk mampu memenuhi berbagai aspek kebutuhan
dalam mewujudkan pembangunan daerah yang bertanggung jawab berdasarkan
moral kemanusiaan, sesuai dengan sasaran dan tujuan akhir pembangunan.
Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah juga telah
memunculkan permasalahan baru, yaitu terciptanya orientasi untuk memperoleh
penerimaan daerah sebesar-besarnya sehingga cenderung terjadi eksploitasi besar-
besaran atas sumberdaya alam. Selain itu sikap berlebihan pemegang otoritas
daerah dapat mengakibatkan konflik yang dapat menimbulkan gejolak sosial yang
justru merusak tatanan kehidupan bermasyarakat serta memperparah kerusakan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Melihat perkembangan tersebut diatas, suatu wilayah atau kawasan
diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam menunjang pembangunan
dan peningkatan pendapatan masyarakat. Untuk mencapai sasaran pembangunan
tersebut, diperlukan langkah-langkah atau strategi pembangunan yang
mengutamakan keterpaduan baik dalam lingkup lintas sektor, antarsektor maupun
wilayah. Dengan pendekatan tersebut, diharapkan suatu pembangunan yang
mantap dan efisien dapat terwujud dalam mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan. Pembangunan semacam itu tidak lain adalah usaha pengentasan
kemiskinan dan pengembangan wilayah dengan pemanfaatan berbagai
sumberdaya yang tersedia melalui peningkatan produktivitas serta nilai tambah.
Untuk itu diperlukan strategi dan sistem pengelolaan pembangunan yang lebih
mendukung dan berkelanjutan (sustainable).
Perguruan Tinggi memiliki peran yang penting dalam pembangunan
nasional yang berkelanjutan. Salah satu aspek penting pembangunan nasional
adalah pembangunan sumber daya manusia untuk menciptakan tenaga kerja yang
produktif dalam upaya memadukan pertumbuhan ekonomi dan struktur ekonomi
dengan pemerataan pembangunan. Peran ini diusung oleh Perguruan Tinggi
sebagai tempat untuk mendidik sumber daya manusia yang berkemampuan dan
berdaya guna. Globalisasi telah menghasilkan beberapa tantangan serius bagi
Perguruan Tinggi di negara-negara berkembang (Mohamedbhai dalam Breton and
Lambert 2003).
Morgan (2002) meneliti peran pendidikan tinggi dalam pembangunan
ekonomi dengan menggunakan model elite dan model outreach/diffusion, di
Wales. Model outreach/diffusion menitikberatkan kepada hubungan beberapa
tema yaitu formasi keterampilan dan reproduksi sosial, antisipasi globalisasi,
pembangunan modal sosial dan pengeluaran sosial. Sementara model elite
menitikberatkan kepada perubahan teknologi dan tingkat daya saing nasional.
Roisin Thanki (1997) melihat bahwa institusi pendidikan tinggi memiliki
potensi untuk berkontribusi nyata terhadap pembangunan ekonomi di wilayah
dimana mereka berada. Keterlibatan pendidikan tinggi dalam ekonomi regional
dapat dipacu dengan menumbuhkan pentingnya ilmu pengetahuan dan informasi
dalam ekonomi global. Pendidikan tinggi memiliki kapasitas untuk
mengembangkan tidak hanya kehidupan ekonomi di wilayahnya tetapi juga
kehidupan sosial, politik dan budaya. Peran pendidikan tinggi dalam
pembangunan regional lebih banyak difokuskan dalam aspek pertumbuhan
ekonomi melalui perubahan-perubahan yang menyesuaikan ekonomi dan
kebijakan-kebijakan terakhir.
Melihat perkembangan pembangunan nasional dewasa ini, peran
Perguruan Tinggi dalam memacu percepatan pembangunan secara dinamis serta
terencana sangat diperlukan. Peran tersebut dapat dimulai dari masyarakat sekitar
kampus, yang kemudian akan memberikan kontribusinya pada pembangunan
daerah. Pertumbuhan dinamis pada tingkatan regional tentunya akan menambah
gemuruh laju percepatan pembangunan pada skala nasional.
Pembangunan dalam suatu tempat tertentu membutuhkan koordinasi yang
terkait dengan rencana pembangunan regional dan nasional. Hal ini meliputi unsur
sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya.
Pada dasarnya pembangunan regional merupakan penghubung antara lokal dan
nasional. Oleh karenanya pembangunan pada masyarakat sekitar akan berdampak
pada pembangunan regional yang pada giliranya akan memacu pembangunan
nasional.
Sejalan dengan harapan pada Perguruan Tinggi untuk dapat memacu
pertumbuhan dan percepatan pembangunan, pada Konferensi Tingkat Dunia yang
diselenggarakan UNESCO pada Oktober 1988 di Paris, didiskusikan tuntutan
yang lebih besar terhadap peran dan fungsi pendidikan dan penelitian yang lebih
tinggi pada masyarakat modern. Konferensi membahas tantangan-tantangan
utama dalam pendidikan yang lebih tinggi dengan merumuskan tindakan-tindakan
yang lebih baik untuk mencapai harapan pendidikan yang lebih bermanfaat bagi
masyarakat. Oleh karenanya Perguruan Tinggi sebagai salah satu institusi
Pendidikan, sangat diharapkan perannya dalam mendukung pembangunan yang
berkelanjutan. Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai salah satu Perguruan Tinggi
terkemuka di Indonesia tentunya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
nyata baik bagi pembangunan nasional umumnya maupun masyarakat yang
berada di lingkungan sekitarnya. Dengan keberadaannya, masyarakat berharap
kepada IPB untuk mampu memberikan jalan keluar bagi pemecahan permasalahan
sosial dan ekonomi dilingkungan sekitarnya, daerah bahkan nasional.
Keberadaan sebuah kampus Universitas/Perguruan Tinggi dalam suatu
wilayah tentunya akan sangat berpengaruh pada masyarakat sekitarnya.
Keberadaan ini tentunya akan menimbulkan perubahan struktur wilayah dan
berbagai kepentingan yang terkait baik secara ekonomi maupun secara sosial.
Masyarakat sekitar tentunya berharap dengan keberadaan sebuah kampus
Universitas/Perguruan Tinggi dapat memberikan perubahan pada kehidupannya
berupa peningkatan taraf hidup dan peningkatan kesejahteraan melalui interaksi
berbagai aktivitas sosial dan perekonomian serta menciptakan dan memberikan
lapangan pekerjaan pada sektor formal maupun informal.
Sebagai pihak yang senantiasa berinteraksi dengan geliat kehidupan
kampus IPB, keberadaan masyarakat sekitar kampus IPB akan berpengaruh secara
timbal balik satu sama lain. Oleh karenanya penting untuk mengetahui dampak
keberadaan IPB terhadap masyarakat sekitar kampus IPB khususnya kampus IPB
Darmaga dan terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Bogor.
Kawasan di sekitar kampus IPB Darmaga, merupakan kawasan yang
sangat potensial dan belum tergarap secara penuh untuk menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang menopang pendapatan asli daerah (PAD).
Kawasan di sekitar kampus IPB Darmaga ini pada umumnya berkembang begitu
pesat dengan kehadiran aktivitas kampus dari pagi sampai malam hari. Kehadiran
kampus IPB di kawasan ini berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat,
kualitas sumber daya manusia dan tingkat kesehatan serta daya beli yang
meningkat.
Mempertimbangkan beberapa hal tersebut di atas, maka penelitian dengan
topik: Dampak Keberadaan IPB terhadap Ekonomi Masyarakat Sekitar
Kampus dan Kontribusinya terhadap Perekonomian Kabupaten Bogor perlu
dilakukan.
1.2 Perumusan Masalah

Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah yang dimulai pada awal


tahun 2001, maka peranan pemerintah daerah sangat penting dalam menggali
potensi lokalnya sebagai penambah sumber pembiayaan keuangan dalam
membantu membiayai pembangunan daerah secara mandiri. Untuk itulah
Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten dalam hal peningkatan sisi
penerimaan berupaya agar potensi lokal yang ada dapat meningkatkan pemasukan
kas daerah atau dengan kata lain sebagai kontribusi bagi pendapatan asli daerah
(PAD). Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten dituntut untuk mampu
memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada secara optimal sehingga nantinya
diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan PAD serta
kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, terdapat permasalahan yang muncul
dengan adanya otonomi, yaitu daerah berlomba-lomba mengeksploitasi
sumberdaya yang dimilikinya sehingga mengancam keberlanjutan pembangunan.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya pengelolaan ekosistem dan sumberdaya yang
tidak lestari, apalagi jika otonomi daerah tidak diiringi oleh peningkatan kapasitas
dan kesadaran akan pentingnya ekologi dalam manajemen sumberdaya. Selain itu
munculnya rasa ‘primordialisme’ (rasa kedaerahan, suku, dll) yang berlebihan
dapat menghambat aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat.

Pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan kebutuhan manusia


untuk tetap berkembang menjadi lebih sejahtera dan lebih makmur karena
didukung oleh lingkungan yang lebih baik. Pembangunan berkelanjutan juga
memerlukan peran serta segenap komponen pendukung, baik berupa kemampuan
dan fungsi alam dan lingkungan hidup yang baik dan utuh, kemampuan sosial
masyarakat yang semakin maju dan pertumbuhan nilai tambah ekonomi yang
semakin merata (Soegijoko dan Kusbiantoro 1997).

Pengelolaan wilayah dan kawasan di sekitar kampus IPB Darmaga hingga


saat ini menyangkut kepentingan berbagai pihak termasuk didalamnya pemerintah
dan swasta serta stakeholder lainnya di dalam pemanfaatan ruang. Pemanfaatan
ruang yang selama ini dilatarbelakangi perbedaan orientasi pemanfaatan antara
kepentingan pemerintah dengan pembangunan di sisi lain dengan kepentingan
ekonomi masyarakat.
Berdasarkan uraian dan permasalahan di atas, maka beberapa rumusan
masalah yang dibahas dan merupakan lingkup batasan kajian dalam penelitian ini
adalah:
1. Apa dan bagaimana peran masyarakat dalam pengelolaan sektor informal
yang ada di sekitar kampus IPB Darmaga ?
2. Apakah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan
perekonomian di sekitar kampus IPB Darmaga ?
3. Seberapa besar pengaruh perekonomian di sekitar kampus IPB Darmaga
terhadap peningkatan perkembangan perekonomian Kabupaten Bogor ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :


1. Menganalisis peran masyarakat dalam pengelolaan sektor informal di
sekitar kampus IPB Darmaga
2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
perekonomian masyarakat di sekitar kampus IPB Darmaga.
3. Mengetahui dampak keberadaan kampus IPB terhadap perekonomian
masyarakat sekitar dan Kabupaten Bogor.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai


pendapatan masyarakat dan aktivitas perekonomian di sekitar kampus IPB
Darmaga. Upaya ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada:

1. Masyarakat sekitar kampus IPB Darmaga dalam rangka memperbaiki dan


meningkatkan pendapatan.
2. Institut Pertanian Bogor dalam upaya menyusun rencana jangka panjang
bagi pengembangan kampus IPB.
3. Pemerintah Kabupaten Bogor dalam menyusun perencanaan program
peningkatan perekonomian di Kabupaten Bogor.

1.5 Ruang Lingkup dan Limitasi Studi

Ruang lingkup studi ini terdiri dari survei sosial ekonomi terhadap
masyarakat di sekitar kampus IPB Darmaga dan data sekunder mengenai agregat
aktivitas ekonomi IPB di Kabupaten Bogor. Data agregat aktivitas ekonomi IPB
digunakan karena penulis menghadapi kesulitan untuk mendisagregasikannya
menjadi aktivitas kampus Darmaga dan kampus lainnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Masyarakat pada Sektor Informal

Pertumbuhan penduduk suatu negara yang diiringi dengan pertambahan


angkatan kerja telah menimbulkan permasalahan tersendiri. Hal ini antara lain
disebabkan belum berfungsinya semua sektor kehidupan masyarakat dengan baik
serta belum meratanya pembangunan disegala bidang sehingga ketersediaan
lapangan pekerjaan tidak seimbang dengan laju pertumbuhan penduduk yang
cepat dan dinamis. Sektor formal tidak mampu memenuhi dan menyerap
pertambahan angkatan kerja secara maksimal yang disebabkan adanya
ketimpangan antara angkatan kerja yang tumbuh dengan cepat dengan lapangan
pekerjaan yang tersedia. Karena itu sektor informal menjadi suatu bagian yang
penting dalam menjawab permasalahan lapangan kerja dan angkatan kerja.
Istilah sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah
kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Tetapi akan menyesatkan bila disebutkan
perusahaan berskala kecil, karena sektor informal dianggap sebagai suatu
manifestasi situasi pertumbuhan kesempatan kerja di negara sedang berkembang,
karena itu mereka yang memasuki kegiatan berskala kecil ini di kota, terutama
bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan daripada memperoleh
keuntungan. Karena mereka yang terlibat dalam sektor ini pada umumnya miskin,
berpendidikan sangat rendah, tidak terampil dan kebanyakan para migran, jelaslah
bahwa mereka bukanlah kapitalis yang mencari investasi yang menuntungkan dan
juga bukan pengusaha seperti yang dikenal pada umumnya (Manning dan
Tadjuddin 1996).

Saat ini, sektor informal menjadi bagian penting dalam perumusan


kebijakan ketenagakerjaan. Sektor informal merupakan salah satu alternatif
kesempatan kerja yang mampu menampung tenaga kerja tanpa persyaratan
tertentu seperti tingkat pendidikan dan keterampilan kerja. Hal ini merupakan
salah satu faktor utama yang memudahkan tenaga kerja memasuki sektor ini dan
semakin mengukuhkan kehadirannya sebagai penyangga terhadap kelebihan
tenaga kerja. Keadaan ini dalam jangka pendek akan dapat membantu mengurangi
angka pengangguran di Indonesia (Harahap dan Sri Hastuty 1998). Pemberdayaan
sektor informal merupakan bagian dari pemberdayaan perekonomian rakyat guna
pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Dalam beberapa hal, sektor informal
lebih dapat beradaptasi dan tidak terganggu oleh manajemen operasional yang
kaku. Dalam periode krisis perekonomian nasional, sektor informal yang bersifat
adaptif dan lentur, masih tetap bertahan bahkan mampu mengembangkan peluang-
peluang usaha dibandingkan dengan perusahaan besar.
Pada dasarnya, apabila seseorang mempunyai kemampuan, memiliki
sedikit pengetahuan praktis serta memiliki peralatan yang sederhana dan keuletan
berusaha maka ia dapat melakukan usaha dalam sektor informal. Selanjutnya
Tjiptoherijanto (1989), mengemukakan bahwa walaupun dikatakan secara umum
kegiatan sektor informal memberikan pendapatan yang rendah, namun bagi
golongan masyarakat kelas bawah sebenarnya penghasilan mereka cukup tinggi
meskipun didapatkan dengan penuh kerja keras. Hal ini merupakan daya tarik
tersendiri bagi orang-orang yang mencari pekerjaan yang mengakibatkan banyak
orang-orang yang masuk ke dalam sektor ini.
Adanya sifat alamiah dan sifat manusia, menyebabkan timbulnya
perpindahan penduduk dari daerah yang kurang menguntungkan, seperti daerah
pedesaan ke daerah yang lebih menjanjikan, seperti daerah perkotaan atau pusat
pertumbuhan baru sebagai tempat bermukim, bekerja, berusaha dan
bermasyarakat. Migrasi ini telah menciptakan berbagai macam lapangan usaha
baru, seperti keberadaan pekerja sektor informal. Keberadaan pekerja sektor
informal turut memberikan sumbangan bagi perkembangan dan kegiatan usaha.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kegiatan sektor informal tersebut telah memberikan
sumbangan yang tidak kecil bagi ekonomi lokal dalam suatu wilayah bahkan di
dalam suatu kabupaten dimana terdapatnya sektor informal tersebut.
Dilihat dari uraian diatas, bahwa dengan terjadinya peningkatan
pendapatan masyarakat golongan bawah maka terjadi peningkatan taraf hidup
mereka. Keadaan ini diharapkan memberikan kontribusi peningkatan pendapatan
daerah dan nasional. Oleh karena itu peranan sektor informal mempunyai peran
penting dalam mewujudkan tujuan pemerataan pembangunan.
2.2 Peran Perekonomian Masyarakat sekitar kampus Darmaga bagi
Perekonomian Wilayah/Pengembangan Wilayah

Wilayah merupakan suatu area geografis yang mempunyai ciri-ciri tertentu


dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi.
Berdasarkan hal ini, wilayah didefinisikan, dibatasi dan digambarkan berdasarkan
ciri atau kandungan area geografis tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa ciri dan
kandungan area geografis yang digunakan untuk mendefinisikan wilayah masih
tetap merupakan hal yang terus diperdebatkan dan belum tercapai konsensus.
Oleh karena itu ahli ekonomi dan pengembangan wilayah sepakat bahwa ciri-ciri
dan kandungan area geografis yang digunakan untuk mendefinisikan suatu
wilayah haruslah mencerminkan tujuan analisis atau tujuan penyusunan
kebijaksanaan pengembangan wilayah. Atas dasar konsesus di atas maka didalam
pengembangan wilayah perlu dipahami pengertian perencanaan wilayah agar arah
dan maksud perencanaan pembangunan di dalam suatu daerah atau wilayah dapat
secara lebih baik tercapai dan tidak menimbulkan ketimpangan di dalam wilayah
itu sendiri atau antar wilayah (Winoto 2000).

Glasson (1990) mendefinisikan wilayah sebagai kesatuan area geografis


yang menggambarkan hubungan ekonomi, administrasi, formulasi dan
implementasi dari pembuatan perencanaan dan kebijakan masyarakat dengan
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.
Selanjutnya dinyatakan bahwa perencanaan wilayah merupakan proses
memformulasikan tujuan-tujuan sosial dan pengaturan ruang untuk kegiatan-
kegiatan dalam rangka mencapaai tujuan ekonomi sosial tersebut. Unsur spasial
merupakan dasar dan pedoman bagi seorang perencana wilayah dalam membuat
suatu rencana sektoral, daerah serta program-program pembangunan wilayah.
Secara konseptual (Glasson 1990) membedakan wilayah menjadi:

a. Wilayah Homogen yaitu wilayah yang dibatasi oleh kesamaan ciri-ciri


baik yang bersifat geogarfis, ekonomi, sosial maupun politik, sehingga
apabila terjadi perubahan dari suatu bagian wilayah akan mendorong
terjadinya perubahan keseluruhan aspek wilayah.
b. Wilayah Nodal yaitu wilayah yang dilandasi oleh adanya faktor
heterogenitas akan tetapi satu sama lain saling berhubungan erat secara
fungsional. Struktur wilayah ini dapat digambarkan sebagai suatu sel
hidup yang memiliki satu wilayah inti (pusat, metropolis) dan beberapa
wilayah plasma/pinggiran (periferi, hinterland) yang merupakan bagian
sekelilingnya yang bersifat komplementer terhadap intinya dan
dihubungkan oleh pertukaran informasi secara intern.
c. Wilayah Administrasi yaitu wilayah yang dibatasi oleh kesatuan
administrasi politis penduduk dari suatu wilayah, jadi batas wilayah ini
tidak ditentukan oleh derajat interaksi ataupun homogenitas antar
komponen wilayah.
d. Wilayah Perencanaan yaitu wilayah yang mempunyai keterkaitan
fungsional antar bagian-bagian penyusunnya (yang membentuk suatu
sistem), baik keterkaitan dalam biofisik–ekologis (ekosistem) maupun
sosial ekonomi. Pada wilayah ini terdapat sifat-sifat tertentu yang
alamiah, perlu perencanaan secara integral dalam pengembangan dan
pembangunannya sehingga dapat memberikan solusi dari permasalahan
regional yang dihadapi. Wilayah ini dapat mencakup lebih dari satu
wilayah administrasi.

Dengan memahami konsep wilayah diharapkan para perencana dalam melakukan


pendekatan lebih memperhatikan komponen-komponen penyusun wilayah
tersebut yang saling berinteraksi dan mengkombinasikan potensi masing-masing
komponen sehingga tercipta suatu strategi pengembangan dan pembangunann
wilayah yang baik dan terarah.
Pembangunan wilayah bertujuan untuk mencapai pertumbuhan pendapatan
perkapita yang cepat, menyediakan dan memperluas kesempatan kerja,
memeratakan pendapatan, memperkecil disparitas kemakmuran antar
daerah/regional serta mendorong transformasi perekonomian yang seimbang
antara sektor pertanian dan industri melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang
tersedia tapi dengan tetap memperhatikan aspek kelestariannya (sustainable)
(Todaro 2000). Pada hakekatnya pembangunan wilayah bertujuan untuk
menciptakan berbagai alternatif yang lebih baik bagi setiap anggota
masyarakatnya guna mencapai cita-citanya. Penciptaan berbagai alternatif
tersebut dicirikan oleh adanya proses transformasi ekonomi dan struktural melalui
peningkatan kapasitas produksi dan produkstivitas rata-rata tenaga kerja,
peningkatan pendapatan, penurunan disparitas pendapatan, perubahan struktur
distribusi kekuasaan antar golongan masyarakat kearah yang lebih adil, serta
transformasi kultural dan tata nilai. Perubahan yang terjadi diharapkan lebih
mengarah kepada perbaikan mutu hidup dan kehidupan masyarakat
(Nasoetion 1999).
Pembangunan wilayah yang berkelanjutan dapat memberikan manfaat
optimal bagi kepentingan masyarakat umum maupun lokal (base community).
Dalam pengelolaan sumberdaya alam seyogyanya pertimbangan ekonomi dan
lingkungan berada dalam keadaan seimbang agar kelestarian sumberdaya dapat
terpelihara dan terjadinya misalokasi sumberdaya dapat dihindari (Anwar 2001b).
Pembangunan wilayah yang berkelanjutan berlandaskan kenyataan adanya
keterbatasaan kemampuan sumberdaya alam sedangkan kebutuhan manusia terus
meningkat. Kondisi seperti ini membutuhkan suatu strategi pemanfaatan
sumberdaya yang lebih efektif dan efisien. Pembangunan berkelanjutan
menitikberatkan pada tanggung jawab moral dalam memberikan kesejahteraan
bagi generasi yang akan datang. Dengan demikian permasalahan utama yang
dihadapi dalam pembangunan wilayah adalah bagaimana memperlakukan alam
dengan kapasitasnya yang terbatas dan telah mengalami degradasi baik karena
faktor alam sendiri maupun faktor intervensi manusia, secara arif bijaksana tetapi
alokasi sumberdaya secara adil sepanjang waktu dan antar generasi guna
menjamin kesejahteraannya tetap berlangsung.
Konsep pembangunan menurut Todaro (2000) adalah pembangunan harus
memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan
pedoman praktis dalam memahami pembangunan yang paling hakiki yaitu
kecukupan (sustenance), jati diri (self-esteem) serta kebebasan (freedom).
Konsep pembangunan berkelanjutan dengan tetap memperhatikan
kepentingan generasi yang akan datang, pertama kali digunakan oleh Komisi
Pembangunan dan Lingkungan Dunia (World Commission on Environment and
Development) atau The Brundtland Commission pada tahun 1987. Palunsu dalam
Hastuti (2001) mengemukakan bahwa pembangunan yang berkelanjutan
mengandung tiga pengertian yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan masa yang
akan datang.
2. Tidak melampaui daya dukung ekosistem.
3. Mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam serta sumberdaya
manusia dengan menyelaraskan manusia dan pembangunan dengan
sumberdaya alam.

Hal terpenting yang perlu mendapat perhatian bukan pada perbedaan


interpretasi pembangunan yang berkelanjutan tersebut namun lebih terfokus pada
hal-hal yang merupakan implikasi dari pelaksanaan pembangunan. Seragaldin
(1994) mengemukakan bahwa pelaksanaan pembangunan tidak akan membawa
hasil apabila dalam proses pembangunan tersebut tidak terjadi integrasi tiga poin
utama yaitu ekonomi, ekologi dan sosiologi. Ketiga aspek- aspek kehidupan dan
tujuan pembangunan berkelanjutan dapat digambarkan sebagai “a triangular
framework” dengan tujuan masing-masing aspek yang berbeda seperti pada
Gambar 1 dibawah ini:
Ekonomi:
Pertumbuhan, Pemerataan dan Efisiensi
(sustainable growth efficiency)

Sosial: Pemerataan (Equity) Ekologi/Lingkungan

Pemberdayaan Masyarakat Integrasi ekosistem (Ecosistem Integrity)


(Empowerment) keanekaragaman hayati (Biodiversity)
Keterpaduan sosial (Social Cohession) daya dukung lingkungan
Partisipasi Masyarakat (Participation) (Carrying Capacity)

Sumber: Anwar (2001a)


Gambar 1. Dimensi Pembangunan Berkelanjutan

Dari aspek ekonomi, pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk


memaksimalkan kesejahteraan manusia melalui pertumbuhan ekonomi dan
efisiensi penggunaan kapital dalam keterbatasan dan kendala sumberdaya dan
teknologi. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui upaya perencanaan pembangunan
secara komprehensif dengan tetap berpijak pada tujuan-tujuan jangka panjang.
Selain itu perlu adanya pengurangan eksploitasi sumberdaya secara berlebihan
dan menghindari dampak yang mungkin timbul dari eksploitasi sumberdaya
dengan memberikan harga kepada sumberdaya (pricing) dan biaya tambahan
(charge). Dengan demikian sasaran ekonomi dalam pembangunan berkelanjutan
adalah peningkatan ketersediaan dan kecukupan kebutuhan ekonomi (growth),
kelestarian aset dalam arti efisiensi pemanfaatan sumberdaya yang ramah
lingkungan, berkeadilan bagi masyarakat pada masa kini dan yang akan datang
(Munashe 1994).
Aspek ekologis didasarkan pada pertimbangan bahwa perubahan
lingkungan akan terjadi diwaktu yang akan datang dan dipengaruhi oleh aktivitas
manusia. Pandangan kologis didasarkan pada 3 prinsip utama:

1. Aktivitas ekonomi yang dilakukan manusia adalah tidak terbatas dan


berhadapan dengan ekosistem yang terbatas. Kerusakan lingkungan dan
polusi yang ditimbulkannya akan mempengaruhi life support system.
2. Aktivitas ekonomi yang lebih maju seiring dengan pertumbuhan populasi
akan meningkatkan kebutuhan akan sumberdaya alam dan tingginya
produksi limbah (waste) yang dapat merusak lingkungan karena melebihi
daya dukung ekosistem.
3. Pembangunan yang dilaksanakan dalam jangka panjang akan berdampak
pada kerusakan lingkungan yang irreversible (Rees 1994).

Dari aspek sosiologi, sebagaimana dikemukakan oleh Cernea (1994),


bahwa pembangunan berkelanjutan lebih ditekankan pada pemberdayaan
organisasi sosial masyarakat yang ditujukan untuk pengelolaan sumberdaya alam
yang mengarah kepada keberlanjutan. Pendekatan partisipatif masyarakat dalam
pembangunan dilakukan dengan menciptakan kesadaran masyarakat pada
peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penghargaan terhadap bentuk
kelembagaan dan organisasi sosial masyarakat sebagai satu sistem kontrol
terhadap jalannya pembangunan, pengembangan nilai-nilai masyarakat tradisional
yang mengandung keutamaan dan kearifan serta meningkatkan kemandirian
masyarakat dalam berorganisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
keberhasilan dan kemajuan pembangunan tidak akan tercapai tanpa adanya
keterpaduan ketiga aspek tersebut yaitu ekonomi mencakup pertumbuhan dan
efisiensi yang dapat diukur dengan kriteria materi (monetary value); ekologi atau
lingkungan mencakup keutuhan ekosistem, daya dukung lingkungan dan
konservasi sumberdaya alam; dan sosial mencakup keadilan, keterpaduan
kehidupan sosial, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Keberhasilan dan
kemajuan kedua aspek terakhir tersebut (ekologi dan sosial) tidak dapat diukur
dengan kriteria materi semata (nilai uang). Interaksi ketiga aspek pendukung
pembangunan berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini:
Tujuan ekonomi (Economic Objective)
Pertumbuhan (growth) dan Efisiensi

Distribusi pendapatan Evaluasi dampak Lingkungan

Kesempatan kerja Penilaian Sumberdaya

Bantuan kepada Internalisasi dampak


sasaran subsidi lingkungan

Tujuan Sosial Tujuan Ekosistem

Pengentasan Kemiskinan Manajemen Sumberdaya


dan Pemerataan alam

Partisipasi
Konsultasi
Pluralisme

Sumber: Anwar (2001c)


Gambar 2. Interaksi Aspek-Aspek Pendukung Pembangunan Berkelanjutan.

Interaksi ketiga aspek pendukung pembangunan berkelanjutan tersebut


(ekonomi, sosial dan lingkungan hidup/ekologi) dalam upaya pengelolaan
sumberdaya yang bertujuan untuk perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat
bukan hanya dipertimbangkan secara lokal untuk sekala waktu masa kini saja,
tetapi juga dalam sistem hirarki yang lebih luas melalui lintas skala management
(internasional, nasional dan daerah atau regional) dan temporal (tahunan, jangka
menengah, dan jangka panjang). Selanjutnya dikemukakan oleh Anwar (2001c)
bahwa, dalam kerangka tiga dimensi pembangunan berkelanjutan akan terjadi
interaksi yang kuat dan tolak angsur (trade off) antara dimensi spasial, dimensi
temporal dan dimensi kesejahteraan yang masing-masing memiliki perbedaan
karakteristik sebagaimana yang diperlihatkan oleh Gambar 3 berikut:
Pandangan jauh ke depan memerlukan
Skala Spasial yang parallel dan terjadinya proses yang berkembang
berhubungan dengan hierarkhi secara evolutif yang dapat
administrasi ekologi mempengaruhi keberlanjutan
(sustainability)

Spasial

Internasional
Temporal
Nasional
Aspek-aspek ini menjadi
pertimbangan utama, agar tindakan
Regional
kebijaksanaan mengarah pada
peningkatan kesejahteraan
Lokal masyarakat secara keseluruhan

Kesejahteraan
Ekonomi Sosial Lingkung

Sumber: Anwar (2001c)

Gambar 3. Kerangka Berfikir Tiga Dimensi tentang Keberlanjutan (sustainability)

Hakekat pembangunan wilayah adalah menciptakan keadaan dimana


terjadinya alternatif nyata yang lebih banyak bagi setiap anggota masyarakat
untuk mencapai aspirasinya yang paling humanistik. Penciptaan alternatif
dicirikan oleh adanya proses transformasi karakteristik masyarakat yang ditandai
oleh adanya peningkatan kapasitas produksi dan pendapatan, penurunan disparitas
pendapatan, peningkatan produktivitas tenaga kerja, perubahan struktur distribusi
kekuasaan antar golongan masyarakat kearah yang lebih adil, transformasi
struktural dan tata nilai (virtue), yang akhirnya perubahan tersebut mengarah pada
perbaikan mutu hidup dan kehidupan masyarakat.
Tingkat hidup/kesejahteraan dicerminkan oleh semakin banyak
tersedianya kebutuhan fisik dibarengi dengan perbaikan mutu kehidupan yang
meliputi mutu lingkungan fisik, pola konsumsi, rasa aman, tersedianya alternatif
jenis pekerjaan yang dapat dimasuki. Dengan demikian upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat akan dapat tercapai dan semakin terbukanya
kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan pengembangan diri.
Pembangunan wilayah pada hakekatnya merupakan suatu perubahan atau
pelaksanaan pembangunan nasional yang dilaksanakan disuatu wilayah yang
harus disesuaikan dengan kondisi dan potensi lingkungan yang terdapat didaerah
tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Potensi tersebut tidak
hanya terbatas pada potensi fisik saja, melainkan juga meliputi berbagai aspek
lainnya yang meliputi sosial, budaya dan politik. Dengan demikian, pembangunan
wilayah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang melibatkan
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi disuatu wilayah berdasarkan
pertimbangan kondisi setempat dan ditujukan untuk memperbaiki tingkat
kesejahteraan masyarakat.

Dalam konteks pertumbuhan regional pada umumnya dapat terjadi


sebagai akibat dari penentu-penentu endogen maupun eksogen, yakni faktor-
faktor diluar daerah, atau kombinasi keduanya. Penentu-penentu penting yang
berasal dari dalam daerah meliputi distribusi faktor produksi seperti tanah, tenaga
kerja dan modal. Sedangkan salah satu penentu eksternal yang penting adalah
tingkat permintaan dari daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah
tersebut. Di sisi lain, pertumbuhan regional yang terjadi tidak dapat menyebar
secara merata dan bersamaan diseluruh wilayah. Hal ini disebabkan adanya
keragaman antar wilayah terutama keragaman dalam potensi sumberdaya alam,
teknologi dan kelembagaan. Selain itu pertumbuhan ekonomi yang terjadi akan
saling berinteraksi antar wilayah, baik interaksi menguntungkan maupun yang
merugikan. Dengan demikian dalam penelaahan pembangunan wilayah terutama
yang menyangkut dengan pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah pendukungnya,
perlu diketahui adanya hubungan antara pusat pertumbuhan dengan daerah
hinterland-nya dalam ruang lingkup kegiatan sosial ekonomi yang tercermin dari
adanya arus perpindahan orang, barang dan jasa. Hubungan yang terjadi tersebut
dapat menguntungkan (spread effect) maupun merugikan (backwash effect)
terhadap hinterland sebagai akibat pertumbuhan suatu wilayah. Salah satu
penyebab dari ketimpangan sosial ekonomi antar wilayah adalah struktur tata
ruang yang memusat. Dalam struktur tata ruang yang demikian, kota bertindak
sebagai inti sedangkan desa bertindak sebagai wilayah pheripheri (wilayah
pinggiran yang mengelilingi inti).
Manusia mempunyai sifat dasar ingin selalu mencari manfaat dan
kenyamanan yang terbaik bagi dirinya ataupun kelompoknya. Suatu kelompok
masyarakat akan lebih suka bermukim di daerah yang mempunyai kesuburan baik
untuk produksi atau tempat yang mempunyai akses yang mudah untuk
mendapatkan pekerjaan, fasilitas sosial seperti rumah sakit, hiburan dan lain-lain.
Semakin tinggi ketersediaan faktor ini semakin mudah masyarakat untuk
mendapatkan kebutuhan hidupnya dan semakin menarik pula daerah tersebut
untuk tempat pemukiman.
Dengan adanya kampus IPB Darmaga, mendorong adanya migrasi
penduduk ke sekitar kampus. Kehadiran kampus menarik banyak orang untuk
mencari penghidupan yang lebih baik dan layak dari sebelumnya ditempat
tinggalnya yang terdahulu.
Teori Resource Endowment dari suatu wilayah menyatakan bahwa
perkembangan ekonomi wilayah dalam pembangunan bergantung pada sumber
daya alam yang di miliki dan permintaan terhadap komoditas yang dihasilkan
dari sumber daya itu. Dalam jangka pendek sumber daya yang dimiliki suatu
wilayah merupakan suatu aset untuk memproduksi barang dan jasa yang
dibutuhkan. Nilai dari suatu sumber daya merupakan nilai dan permintaan
terhadapnya merupakan permintaan turunan. Suatu sumber daya menjadi berharga
jika dapat dimanfaatkan dalam bentuk-bentuk produksi. Pertumbuhan wilayah
jangka panjang bergantung pada kegiatan industri ekspornya. Kekuatan utama
dalam pertumbuhan wilayah adalah pemintaan ekternal akan barang dan jasa yang
dihasilkan dan dieksport oleh wilayah itu. Permintaan eksternal ini mempengaruhi
penggunaan modal tenaga kerja, dan teknologi untuk menghasilkan komoditi
ekspor. Suatu wilayah memiliki sektor ekspor karena sektor itu menghasilkan
keuntungan dalam memproduksi barang dan jasa, mempunyai sumber daya yang
unik, dan mempunyai beberapa tipe keuntungan tranportasi. Dalam
perkembangannya perekonomian wilayah cenderung membentuk kegiatan
pendukung yang dapat menguatkan posisi yang menguntungkan dalam sektor
ekspor di wilayah itu. Penekanan teori ini ialah pentingnya keterbukaan wilayah
yang dapat meningkatkan aliran modal dan teknologi yang dibutuhkan untuk
pembangunan wilayah.

Myrdal dalam Soekirno (1986) menyatakan bahwa usaha pembangunan


di daerah/wilayah yang lebih maju (Growth Centre) akan memberikan dampak
kepada daerah sekitarnya (hinterland). Dampak kepada daerah sekitarnya tersebut
bersifat negatif, apabila terjadi penguasaan terhadap daerah sekitarnya (backwash
effect) sehingga mengakibatkan adanya pertumbuhan wilayah yang terpusat
(gonvergence), sebaliknya dapat pula berdapak positif, apabila dapat mendorong
pertumbuhan wilayah sekitarnya (spread effect) sehingga menimbulkan
pertumbuhan yang menyebar. Selanjutnya Richardson (1972), berpendapat bahwa
pada proses pembangunan ekonomi dengan adanya kecenderungan pemusatan
penduduk dan ketersediaan fasilitas, maka investasi diwilayah inti pada mulanya
lebih efisien karena berkaitan dengan efisien usaha (economies of scale) dimana
masing-masing individu akan memanfaatkan keuntungan-keuntungan eksternal.
Dengan demikian akhirnya terjadi pemusatan investasi pada wilayah inti, baik
investasi publik maupun investasi swasta. Kecenderungan pemusatan aktivitas
ekonomi maupun pemusatan penduduk diwilayah inti, pada negara-negara bukan
sosialis lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara sosialis. Di negara
sosialis seperti Negara Persemakmusran Rusia, Republik Rakyat Cina dan Kuba,
pertumbuhan ekonominya lebih lamban dan struktur politik perekonomiannya
lebih mengutamakan pembangunan pertanian di wilayah pedesaan (pheriphery)
sehingga arus migrasi dapat dikendalikan. Pemusatan aktivitas ekonomi dan
penduduk diwilayah inti pada akhirnya akan mengakibatkan adanya kajian-kajian
ekonomi (diseconomies of scale) karena timbulnya biaya-biaya sosial (social cost)
yang semakin besar, seperti adanya kemacetan lalu lintas, pencemaran air dan
udara, biaya hidup yang tinggi dan sebagainya. Keadaan tersebut secara populer
di nyatakan bahwa daya dukung telah melampaui batas kemampuan ekologinya
(Anwar 1987).
Philip Cooke (1999) menyatakan bahwa daerah/wilayah saat ini menjadi
ruang yang proaktif, dengan memobilisasi aset-aset dan potensi yang dimiliki
untuk mengamankan daya saing yang ada. Daya saing suatu daerah/wilayah
berhubungan dengan tingkat kemampuan inovasi sistem yang dimiliki.
Pengintegrasian universitas atau pendidikan tinggi dengan kebutuhan industri dan
pelatihan yang difokuskan kepada penduduk muda dan penduduk lebih tua yang
tidak bekerja untuk mengisi kebutuhan pekerjaan baru di perusahaan-perusahaan
menjadi lebih nyata. Universitas atau pendidikan tinggi cenderung menjadi
konsultan regional daripada nasional.

2.3 Input-Output Model

Pelaksanaan suatu usaha atau program pembangunan ekonomi tidak hanya


memberikan dampak positif terhadap keadaan ekonomi peserta/pelaksana usaha
tersebut, tetapi juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian
wilayah/masyarakat secara keseluruhan. Adanya kegiatan usaha/program
pembangunan ekonomi dalam suatu lingkup perekonomian yang semakin
luas/berkembang akan menciptakan keterkaitan yang semakin kuat dan dinamis di
antara berbagai sektor ekonomi. Pelaksanaan kegiatan di satu sektor ekonomi
tidak mungkin dapat terjadi tanpa dukungan faktor produksi (baik tenaga kerja
maupun modal) yang memadai dari pelaku ekonomi dan dari sektor-sektor
ekonomi lainnya (Badan Pusat Statistik 1995 & 1996). Dalam kaitannya dengan
upaya peningkatan perekonomian diperlukan dukungan (kontribusi) dari berbagai
pelaku dan sektor ekonomi lainnya, terutama dalam penyediaan berbagai macam
input/sumberdaya, pemasaran dan pengolahan hasil.
Model Input-Output (I-O) merupakan kerangka atau alat analisis yang
banyak digunakan untuk mengetahui atau menganalisis dampak usaha/proyek
pembangunan terhadap berbagai keadaan ekonomi suatu negara atau wilayah.
Model I-O termasuk ke dalam model keseimbangan umum (general equilibrium),
dikembangkan pertama kali oleh Wassily Leontief pada saat membangun model
I-O perekonomian Amerika Serikat untuk tahun 1919 dan 1929. Konsep dasar
yang dikembangkan oleh Leontief yang disajikan dalam bentuk ”Tabel Input-
Output” (Budiharsono 1996) adalah:
1. Struktur perekonomian tersusun dari berbagai ”sektor” (industri) yang satu
sama lain berinteraksi melalui transaksi jual beli.
2. Output suatu sektor dijual kepada sektor-sektor lainnya dan untuk memenuhi
permintaan akhir.
3. Input suatu sektor dibeli dari sektor-sektor lainnya, dan rumah tangga (jasa
tenaga kerja), pemerintah (pembayar pajak tak langsung), penyusutan dan
surplus usaha serta impor.
4. Hubungan input dengan output bersifat linier.
5. Dalam suatu kurun waktu analisis (biasanya 1 tahun) total input sama dengan
total output.
6. Suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan dan output tersebut
diproduksikan oleh satu teknologi.

Tabel I-O merupakan suatu tabel transaksi yang merekam data tentang
hasil produksi berbagai sektor ekonomi dan penggunaannya oleh sektor ekonomi
lainnya, baik sebagai input antara (intermediate inputs) maupun permintaan akhir
(final demand) di suatu wilayah pada periode waktu tertentu. Tabel I-O
mempunyai dua sisi, yaitu produksi dan penggunaan. Bentuk dasar tabel I-O
seperti pada Tabel 1 berikut (Sutomo 1995, Budiharsono 1996):

Tabel 1. Bentuk Dasar Tabel Input – Output


Penggunaan (Alokasi) Output
Struktur Input
Permintaan Antara Permintaan Akhir
12…j…n
Input Antara
1
2 I II
i
n
Input Primer III IV
Sumber: Sutomo 1995, Budiharsono 1996

Berbagai asumsi dasar yang perlu diperhatikan dalam penggunaan model


I-O adalah (Sutomo 1995, Budiharsono 1996):
1. Homogenitas, menyatakan bahwa masing-masing sektor hanya memproduksi
satu output dengan satu struktur input tertentu, dan tidak ada substitusi di
antara input atau output dalam sektor.
2. Proporsionalitas, menyatakan bahwa dalam suatu proses produksi, hubungan
antara input dengan output merupakan fungsi linier, yaitu tiap jenis input yang
digunakan oleh suatu sektor tertentu akan meningkat atau menurun sebanding
dengan peningkatan atau penurunan penggunaan output sektor yang
bersangkutan.
3. Additivitas, menyatakan bahwa akibat total dari pelaksanaan produksi di
berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Ini
berarti bahwa pengaruh-pengaruh di luar sistem I-O terhadap tingkat produksi
sektor diabaikan.

Berbagai analisis ekonomi yang dapat dilakukan dengan menggunakan


model/tabel I-O dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu: 1) Analisis Deskriptif,
antara lain: analisis struktur input, analisis alokasi output, analisis PDRB menurut
penggunaan, analisis kontribusi sektor-sektor, dan 2) Analisis Kuantitatif,
meliputi: analisis keterkaitan sektor (ke depan dan ke belakang), analisis dampak
pengganda (pendapatan, tenaga kerja dan output), analisis koefisien dan kepekaan
penyebaran (Sutomo 1995, BPS 1995, Budiharsono 1996). Berikut ini secara garis
besar berbagai analisis tersebut diuraikan:
1. Analisis Struktur Input, berguna untuk menjelaskan nilai tambah yang
dihasilkan oleh suatu sektor dibandingkan dengan total output sektor
bersangkutan, penggunaan input (antara) untuk menghasilkan output suatu
sektor. Analisis ini dilakukan dengan menganalisis koefisien input suatu tabel
I-O.
2. Analisis Alokasi Output, berguna untuk menjelaskan penggunaan output suatu
sektor oleh sektor-sektor lain, atau penggunaan output suatu sektor oleh
permintaan antara dan permintaan akhir. Analisis ini dilakukan dengan
menganalisis koefisien output suatu tabel I-O.
3. Analisis PDRB menurut Penggunaan, berguna untuk menjelaskan persentase
pembentukan PDRB suatu wilayah ditinjau dari sisi penggunaan, seperti:
konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap
bruto (PMTB), perubahan stok, dan ekspor (netto). Dari analisis ini diperoleh
informasi mengenai kontribusi masing-masing komponen PDRB tersebut
terhadap total PDRB.
4. Analisis Kontribusi Sektor-sektor, berguna untuk menjelaskan kontribusi
sektor-sektor, misalnya terhadap total output, nilai tambah, pendapatan tenaga
kerja, ekspor dan impor. Dari analisis ini diperoleh informasi mengenai
kontribusi masing-masing sektor terhadap masing-masing permasalahan yang
ditelaah (misalnya sektor mana yang menghasilkan nilai tambah terbesar).
5. Keterkaitan Langsung ke Depan (Direct Forward Linkage), menunjukkan
akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output
sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total.
6. Keterkaitan Langsung ke Belakang (Direct Backward Linkage), menunjukkan
akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input
antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total.
7. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan, menunjukkan akibat
suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output sektor
tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan
permintaan total.
8. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang, menunjukkan akibat
suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara
bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit
kenaikan permintaan total.
9. Pengganda Pendapatan, menjelaskan besarnya peningkatan pendapatan suatu
sektor akibat meningkatnya permintaan akhir sektor tersebut sebesar satu unit.
Semakin besar nilai pengganda pendapatan suatu sektor semakin besar pula
peningkatan pendapatan masyarakat dari sektor tersebut akibat
permintaan akhir. Pengganda pendapatan dibedakan atas: sederhana, total,
tipe I dan tipe II.
10. Pengganda Tenaga Kerja/Kesempatan Kerja, menunjukkan pengaruh langsung
dan tidak langsung setiap unit permintaan akhir suatu sektor terhadap
kesempatan kerja yang diciptakan output sektor bersangkutan. Pengganda
tenaga kerja dibedakan atas: tipe I dan tipe II.
11. Pengganda Output, dibedakan atas: sederhana dan total. Pengganda Output
sederhana untuk melihat pengaruh peningkatan suatu unit permintaan akhir
sektor tertentu dalam perekonomian terhadap output sektor lain, secara
langsung maupun tidak langsung. Sementara itu, Pengganda Output total
untuk menghitung pengaruh induksi disamping pengaruh langsung. Dalam
perhitungannya, sektor rumah tangga dijadikan faktor endogen, sehingga
matrik yang digunakan adalah matrik kebalikan Leontief tertutup.
12. Koefisien Penyebaran (Coefficient of Dispersion), menyatakan pengaruh yang
ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir untuk semua sektor dalam suatu
perekonomian. Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan
tidak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan
jumlah seluruh koefisien matrik kebalikan Leontief.
13. Kepekaan Penyebaran (Sensitivity of Dispersion), menyatakan pengaruh yang
ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir untuk semua sektor dalam suatu
perekonomian. Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tak
langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah
seluruh koefisien matrik kebalikan Leontief.

Kerangka analisis lainnya yang dapat digunakan untuk menganalisis


ekonomi wilayah sebagai dampak dari adanya suatu usaha pembangunan
adalah ”Analisis Ekonomi” yang termasuk dalam ”Analisis Investasi Proyek”.
Analisis Ekonomi (Economic Analysis) adalah analisis yang melihat manfaat
dan pengorbanan dalam pelaksanaan proyek terhadap perekonomian masyarakat
(nasional atau wilayah) secara keseluruhan, berbeda dari Analisis Finansial
(Financial Analysis) yang hanya membatasi manfaat dan pengorbanan
dari peserta/pelaksana proyek. Analisis ekonomi terutama penting dilakukan
untuk proyek-proyek yang berskala besar dengan jangka waktu analisis lebih
dari satu tahun (multi years), yang seringkali menimbulkan perubahan
dalam penambahan supply dan demand akan produk-produk tertentu,
karenanya dampak yang ditimbulkan pada ekonomi nasional akan cukup berarti
(Husnan dan Suwarsono 1994).
Mangkuprawira (2000) menyatakan bahwa dalam struktur ekonomi
Kabupaten Bogor, industri memegang peranan penting sebagai sektor
penyumbang terbesar dalam Nilai Tambah Bruto. Sektor ini juga mendominasi
sektor-sektor lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan mengindikasikan bahwa
sektor industri khususnya agroindustri memainkan peranan utama dalam
pembangunan ekonomi regional.
Selanjutnya Mangkuprawira (2000) berpendapat bahwa disamping
pentingnya sektor manufaktur (industri), sektor pertanian masih memegang
peranan penting khususnya dalam menaikkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Bogor melalui ekspor. Sektor industri berdasarkan koefisien multiplier output,
agroindustri dapat berperan sebagai leading sector. Oleh karenanya, dalam rangka
memelihara atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor, prioritas
pertama dalam industri riil seharusnya diarahkan kepada agroindustri.
Dalam kaitannya dengan usaha peningkatan perekonomian di Kabupaten
Bogor, maka kerangka model analisis yang digunakan untuk menganalisis
dampak dari keberadaan kampus IPB Darmaga terhadap peningkatan
perekonomian wilayah Kabupaten Bogor adalah ”Model Input-Output (I-O)”.
Beberapa alasan yang memperkuat penggunaan Model I-O tersebut adalah:
1. Model I-O dapat digunakan untuk menganalisis ekonomi wilayah sebagai
dampak dari keberadaan kampus IPB Darmaga, meliputi: kontribusi usaha
jasa-jasa terhadap PDRB, keterkaitannya dengan sektor ekonomi lain, dan
multiplier effect-nya terhadap pendapatan, output dan tenaga kerja (sesuai
dengan permasalahan dan tujuan penelitian).
2. Usaha jasa-jasa menghasilkan satu output yang diproduksi dengan satu
teknologi atau satu struktur input, hal ini sesuai dengan syarat penggunaan
(asumsi) Model I-O.
3. Model I-O digunakan untuk analisis aktivitas ekonomi yang berlangsung
dalam periode satu tahun, ini sesuai dengan usaha jasa-jasa yang telah
berlangsung satu tahun.
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan-perubahan yang terus


menerus ke arah yang dikehendaki. Tjokroamidjojo dan Mustofadidjaja (1980)
menyatakan bahwa pembangunan merupakan suatu kegiatan/orientasi usaha yang
tidak berakhir. Kemudian dijelaskan bahwa proses pembangunan sebenarnya
merupakan perubahan sosial budaya. Suatu proses pembangunan yang dapat
bergerak maju atas kekuatan sendiri sangat tergantung kepada manusia dan
struktur sosialnya. Todaro (1977) mengartikan pembangunan sebagai “the process
of improving the quality of all human lives”. Hal ini dapat memberi batasan
kepada tiga aspek pembangunan yang dikatakan sama pentingnya di mana
pembangunan harus mempunyai tujuan:
(i) Mempertinggi tingkat penghidupan bangsa
(ii) Memperkuat persatuan dan kesatuam bangsa

Konsep dan pemikiran kebijakan pembangunan Nasional lima tahun


terakhir ini telah mengalami perubahan secara dinamik dari waktu ke waktu, dan
bahkan secara konseptual pemikiran pembangunan telah mengalami perubahan
paradigma yang lebih mendasar dari pola sentralistik ke pola desentralisasi
dengan kebijakan otonomi daerah. Konsep otonomi daerah yang dituangkan
dalam UU No.22/1999 memberikan kewenangan pemerintahan daerah dalam
penyusunan kebijakan pembangunan daerah. Diberlakukannya Undang-undang
otonomi daerah memberikan implikasi luas dalam sistem perencanaan
pembangunan di wilayah-wilayah. Otonomi daerah mengisyaratkan pentingnya
pendekatan pembangunan berbasis pengembangan wilayah di bandingkan
pendekatan sektoral. Hal ini memberikan peluang sekaligus tantangan yang
segera harus direalisasikan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
Salah satu penyebab kegagalan pemerintah (government failure) di masa
lalu adalah kegagalan di dalam menciptakan sinergisitas antar komponen
pembangunan atau kegagalan menciptakan keterpaduan sektoral di dalam
kerangka pembangunan wilayah. Lembaga-lembaga (instansi) sektoral di tingkat
wilayah/daerah sering jadi hanya berupa perpanjangan dari lembaga sektoral
di tingkat nasional/pusat dengan sasaran pembangunan, pendekatan dan perilaku
yang tidak sinergis dengan lembaga (institusi) yang dibutuhkan di tingkat daerah.
Akibatnya, lembaga pemerintah daerah gagal menangkap kompleksitas
pembangunan yang ada dan tidak mempertimbangkan keterkaitan antar lembaga
institusi tersebut. Keterpaduan sektoral tidak hanya menyangkut hubungan antar
lembaga pemerintahan, akan tetapi juga antara pelaku-pelaku ekonomi secara luas
dengan latar belakang yang berbeda. Rustiadi (2003) menyatakan bahwa suatu
wilayah yang berkembang menunjukkan adanya keterkaitan (linkage) antara
sektor ekonomi wilayah dalam arti transfer input dan output barang dan jasa antar
sektor dapat berlangsung secara dinamis.
Keterpaduan spasial membutuhkan adanya interaksi spasial yang optimal
dalam arti terjadinya struktur keterkaitan antar wilayah yang dinamis. Akibat
potensi sumberdaya alam serta aktivitas-aktivitas sosial ekonomi yang tersebar
secara merata dan tidak seragam, maka diperlukan adanya mekanisme interaksi
intra dan inter wilayah secara optimal.
Keberadaan IPB bagi masyarakat sekitar terutama dalam hal peningkatan
kesempatan kerja pada sektor formal dan informal, peningkatan pendapatan
masyarakat yang secara langsung berpengaruh pada peningkatan taraf hidup
sangat diharapkan. Dampak keberadaan IPB terhadap perekonomian wilayah
dilihat melalui penerimaan pajak dan pengaruhnya terhadap peningkatan PAD
Kabupaten Bogor yang pada gilirannya akan berpengaruh pada peningkatan taraf
hidup melalui peningkatan fasilitas pelayanan umum, seperti terlihat dalam
Gambar 4 berikut:
Pemerintah RI

Masyarakat Sekitar IPB Pemerintah


(Analisis Regresi) Kabupaten Bogor
(Analisis I-O)

Kesempatan Kerja Penerimaan Pajak


Sektor Formal/Informal Penghasilan/Usaha

Peningkatan Pendapatan Peningkatan PAD


Masyarakat Kabupaten Bogor

Peningkatan Taraf Hidup Peningkatan Fasilitas


Pelayanan Umum

Penelitian

Hasil
(Rekomendasi)

Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran Dampak Keberadaan IPB terhadap


Ekonomi Masyarakat Sekitar Kampus dan Kontribusinya terhadap
Perekonomian Kabupaten Bogor.
3.2 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:


1. Terdapat perbedaan pendapatan antara pelaku sektor informal di
sekitar kampus IPB Darmaga dengan pelaku sektor informal di
kawasan yang comparable.
2. Diduga keberadaan kampus IPB Darmaga mempengaruhi
perekonomian masyarakat sekitar dan perekonomian Kabupaten
Bogor.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, penelitian ini akan dilakukan


di sekitar kampus IPB Darmaga yang secara administratif berada di wilayah
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hal ini karena penekanan penelitiannya adalah
untuk melihat manfaat ekonomi dengan keberadaan kampus IPB bagi
pertumbuhan perekonomian wilayah Kabupaten Bogor.

3.3.2 Jenis dan Sumber Data

Data primer yang dikumpulkan melalui pembuatan kuisioner dan


wawancara langsung adalah data ekonomi masyarakat di sekitar kampus IPB
Darmaga. Jumlah responden adalah 200. Pengambilan sample dilakukan dengan
teknik Purposive Random Sampling.
Responden yang diamati dalam penelitian ini adalah: Masyarakat disekitar
kampus IPB Darmaga yang bekerja disektor informal berdasarkan kelompok
Pedagang yang terdiri dari warung, rumah makan dan toko, Staf IPB, Dosen IPB,
Mahasiswa IPB. Kelompok Jasa terdiri dari rental computer, fotocopy dan
rumah kost, kelompok angkutan terdiri dari angkutan kota, ojeg dan becak.
mengikuti metode pengumpulan data Suhendi (2005).
Sementara data sekunder yang dikumpulkan mencakup data ekonomi
masyarakat, data kondisi lingkungan/perekonomian serta data yang berhubungan
dengan kesejahteraan masyarakat, khususnya selama 5 tahun terakhir, dari tahun
2000 hingga tahun 2004. Data sekunder bersumber dari monografi daerah, Kantor
Biro Statistik setempat dan dari instansi lain.
Data yang dapat menggambarkan kondisi dan pertumbuhan aspek
ekonomi masyarakat, yang selanjutnya dipergunakan untuk analisis Kuantitatif di
antaranya adalah :
1). Harga kebutuhan pokok
2). Biaya kehidupan
3). Jumlah masyarakat
4). Jenis dan jumlah usaha

3.3.3 Analisis Data

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perekonomian


masyarakat di sekitar kampus IPB Darmaga digunakan analisis Deskriptif dan
analisis Ekonometrik.
Untuk analisis ekonometrik digunakan model regresi dalam menjawab
tujuan penelitian. Model regresi yang digunakan sebagai berikut:
Yi = β0 + β1 X1i + β2 X2i + β3 X3i + β4 X4i + β5 X5i + β6D1i + β7D2i + β8D3i + ei

Dimana:
Y = Pendapatan usaha di sektor informal (Rp/bulan)
X1 = Umur (tahun)
X2 = Pendidikan yang ditamatkan (tahun)
X3 = Pengalaman kerja (tahun)
X4 = Curahan kerja (jam/hari)
X5 = Modal operasi per tahun
D1 = Jenis kegiatan sektor informal
1 = jika kegiatan tersebut berkaitan langsung dengan aktifitas IPB
0 = selainnya
D2 = Lokasi usaha
1 = jika di dalam kampus
0 = jika di luar kampus
D3 = Asal daerah
1 = asli setempat
0 = pendatang

Variabel-variabel tersebut diatas adalah variabel yang diperlukan dalam


mengidentifikasi kegiatan perekonomian masyarakat sekitar dan memperkaya apa
yang telah dilakukan oleh Suhendi (2005).
Untuk melihat nyata tidaknya peranan peranan keragaman peubah penjelas
terhadap keragaman peubah endogen dilakukan pengujian hipotesis secara
statistik. Hipotesis ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
H0 : β1 = β2 = ….. = βk = 0
H1 : Minimal ada satu nilai βj yang tidak sama dengan nol: j = 1,2,3 …..,k

Pengujian peranan keragaman peubah penjelas secara bersama-sama


terhadap keragaman peubah endogen dilakukan pengujian dengan statistik uji-F,
yaitu:
Jumlah kuadrat tengah regresi /k
F hitung =
Jumlah kuadrat tengah sisa/(n-k-1)

Bila:
F hitung > F α (k, n-k-1) ………………………… Tolak H0
F hitung ≤ F α (k, n-k-1) ………………………… Terima H0

Dimana:
K = Jumlah peubah penjelas
n = Jumlah contoh
α = Taraf nyata
3.3.4 Definisi Operasional (Variabel)

Definisi operasional (variabel) dalam model ini seperti disajikan pada


Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Definisi Operasional (Variabel)


Nama Variabel Simbol Satuan

Umur Responden Umur Tahun


Pendidikan Responden Pendidikan SD s.d. S3 (Tahun)
Pengalaman Kerja Kerja Tahun
Jam Kerja Curahan Jam/hari
Modal Awal Usaha Modal Rupiah
Lokasi Dalam IPB IPB Kampus (D1)
Lokasi Sekitar IPB Lokasi Darmaga & Ciampea (D2)
Asal Daerah Asal Nama Daerah (D3)

Keterangan :
1. Kesempatan kerja adalah kesempatan untuk bekerja baik dengan membuka
usaha sendiri maupun bekerja pada usaha orang lain yang diukur dari jumlah
dan jenis usaha yang berada di sekitar kampus IPB (Darmaga) meliputi
kelompok usaha perdagangan, jasa dan angkutan
2. Sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai ciri mudah
dimasuki, bekerja sendiri atau hanya dibantu pekerja keluarga, beroperasi
dalam skala kecil, umumnya tidak menuntut keterampilan yang berasal jalur
pendidikan formal, pola usahanya tidak teratur baik operasi maupun jam
kerjanya dan tidak memiliki izin usaha.
3. Sektor formal adalah salah satu kegiatan ekonomi yang bersifat resmi dan
mendapat pengakuan (legitimasi) dari pemerintah berdasarkan surat ijin serta
umumnya memiliki tenaga kerja tetap yang diatur secara tertulis.
4. Umur Responden adalah rentang waktu dari lahir hingga sekarang yang
dimiliki oleh pelaku usaha yang dinyatakan dalam tahun.
5. Pendidikan Responden adalah lama pendidikan formal yang diikuti,
dinyatakan dalam tahun.
6. Lama Bekerja adalah jumlah waktu yang telah dilalui pelaku usaha dalam
menjalankan usahanya yang dinyatakan dalam bulan.
7. Curahan adalah banyaknya jam kerja yang digunakan untuk melakukan usaha
yang dinyatakan dalam jam per bulan.
8. Modal adalah uang atau nilai barang yang digunakan pelaku usaha untuk
memulai usahanya, dinyatakan dalam rupiah.
9. Lokasi Dalam IPB (IPB) adalah usaha yang dilakukan di dalam Kampus IPB
Darmaga.
10. Lokasi Sekitar IPB (Lokasi) adalah usaha yang dilakukan di luar Kampus IPB
Darmaga.
11. Asal yaitu mengacu pada tempat dimana pelaku usaha dilahirkan atau pelaku
usaha dibesarkan.
12. Pendapatan usaha sektor informal adalah pendapatan yang diterima pelaku
usaha sektor informal yang merupakan selisih antara penerimaan yang
diperoleh dengan biaya untuk menghasilkan barang atau jasa usaha tersebut.
Pendapatan ini dinyatakan dalam rupiah per bulan.

Untuk menganalisis dampak keberadaan kampus IPB Darmaga terhadap


peningkatan perekonomian wilayah Kabupaten Bogor, digunakan analisis “Model
Input-Output” (Sutomo 1995, Badan Pusat Statistik 1995, Budiharsono 1996).
Analisis dengan model I-O tersebut dilakukan dalam lima tahap sebagai berikut:

Tahap I. Penyusunan tabel I-O Kabupaten Bogor tahun 2003 dengan


menggunakan metode “non survey”, yaitu diturunkan atau di “up-date” dari
tabel I-O Jawa Barat yang telah tersedia (BPS Jawa Barat).

Tahap II. Penyusunan tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 (prediksi),


dimaksudkan untuk mengetahui dampak pelaksanaan usaha sektor jasa terhadap
peningkatan perekonomani wilayah Kabupaten Bogor. Oleh karena itu, jumlah
sektor produksi pada tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 (ada 22 sektor) yang
menjadi landasan penyusunan tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 harus
dimodifikasi, yaitu dengan menambahkan sektor jasa IPB.
Tahap III. Penyusunan tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 tersebut pada
tahap II dilakukan dengan menggunakan kombinasi metode “non survey” dan
metode “survey”. Metode “non survey” digunakan untuk menurunkan
atau meng “up date” nilai semua sektor produksi/ekonomi dan komponen lainnya
pada tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 menjadi tabel I-O Kabupaten Bogor 2003.
Langkah-langkah dalam melakukan “up date” tersebut adalah:
1. Melakukan proyeksi atau estimasi total permintaan (permintaan antara dan
permintaan akhir) atau total input (input antara, impor dan input primer) dari
setiap sektor produksi dan komponen lainnya dalam tabel I-O dengan
mempertimbangkan: laju pertumbuhan output masing-masing sektor produksi
dan komponen lainnya dari tahun 2000 sampai tahun 2004.
2. Hasil proyeksi atau estimasi total permintaan atau total input tersebut,
selanjutnya dialokasikan ke masing-masing komponen dari permintaan/input
antara, permintaan akhir, impor dan input primer pada tabel I-O Kabupaten
Bogor 2003 berdasarkan pada “koefisien input” masing-masing komponen
dari tabel I-O 2003, yang telah ditentukan dengan metode Location Quotient
(LQ).

Sementara itu, metode “survey” digunakan untuk memperoleh


data/informasi tentang aktivitas sektor usaha jasa, termasuk di dalamnya kaitan
dengan sektor produksi atau komponen lainnya dalam tabel I-O, yang
dilaksanakan di Kabupaten Bogor Dengan demikian, data/informasi yang
diperoleh melalui kedua metode tersebut (non survey dan survey) digabungkan
dan dituangkan ke dalam tabel I-O Kabupaten Bogor.

Tahap IV. Pembuatan struktur tabel I-O Kabupaten Bogor sebagaimana


disajikan dalam Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Struktur Tabel Input – Output Kabupaten Bogor
Sektor pembeli Permintaan Akhir Total
(Permintaan antara) Output
1 2 3 ....... n C G K
......
1 Q11 Q12 Q13 Q1n C1 G1 K1 Q1
Sektor Penghasil
(Input Antara)

2 Q21 Q22 Q23 Q2n C2 G2 K2 Q2


3 Q31 Q32 Q33 Q3n C3 G3 K3 Q3
.
n Qn1 Qn2 Qn3 Qnn Cn Gn Kn Qn
W W1 W2 W3 Wn Wc WG Wk W
Prime
Input

T T1 T2 T3 Tn Tc TG Tk T
S S1 S2 S3 Sn Sc SG Sk S
Total Q1 Q2 Q3 Qn C G K Q
Input

Q : sektor 1 … n, dalam nilai (kuantitas x harga)


C : permintaan akhir oleh rumahtangga (konsumsi rumah tangga)
G : government expenditure
K : tabungan untuk pembentukan barang modal seperti; tabungan di bank,
pembelian barang modal untuk disimpan.
W : Upah/gaji TK (konstribusi TK terhadap system produksi)
T : tax dari pelayanan pemerintah (konstribusi layanan pemerintah terhadap
system produksi)
S : Surplus usaha terhadap pemilik modal (konstribusi managemen/pemilik
modal terhadap system produksi)
Q11 : output sektor 1 digunakan sebagai input di sektor 1 pula, contoh : petani
padi menggunakan input benih padi.
Q12 : output sektor 1 digunakan sebagai input di sektor 2 pula, contoh :
padi digunakan sebagai input pada industri tape.
Tc : pelayanan publik yang dirasakan rumah tangga dan rumah tangga pun
membayar pajak/retribusi (transfer dari rumah tangga ke pemerintah)
Sc : transfer surplus perusahaan ke rumah tangga
Wk : pendapatan yang diperoleh di luar negeri dan tidak dapat dimasukkan ke
dalam salah satu sektor.
Dari tabel I-O di atas, dapat ditentukan besarnya “koefisien input (aij)”,
yaitu perbandingan antara output sektor ke-i yang digunakan sebagai input oleh
sektor ke-j (Xij) dengan input total sektor bersangkutan (Xj), secara matematis
rumusnya: aij = Xij/Xj. Selanjutnya masing-masing nilai aij tersebut dapat disusun
ke dalam bentuk persamaan linier sebagai berikut:
a 11 X1 + a12 X 2 + ............... + a 1n X n + Y1 = X1
a 21 X 2 + a 22 X 2 + ............... + a 2n X n + Y 2 = X 2

. . . . .
. . . . .
. . . . .
a n1 X n + a n2 X n + ............... + a nn X n + Y n = X n

atau dalam bentuk matriks:

⎡a11.......... a1n ⎤ ⎡X n ⎤ ⎡Y1 ⎤ ⎡X1 ⎤


⎢ .......... ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢a 21 a 2n ⎥ X n
⎢ ⎥ ⎢Y2 ⎥ ⎢X2 ⎥
⎢ ⎥⎢ ⎥ + ⎢ ⎥ = ⎢ ⎥
⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢⎣a n1.......... a nn ⎥⎦ ⎢⎣X n ⎥⎦ ⎢⎣Y n ⎥⎦ ⎢⎣X n ⎥⎦
A X Y X
AX + Y = X Y = X – AX Y = (I – A)X
Dari persamaan di atas diperoleh: X = (I – A)-1

Keterangan:
(I – A) = Matrik Leontief
(I – A)-1 = Matrik kebalikan Leontief, terdiri atas:
a. Leontief terbuka, yaitu tanpa sektor rumah tangga (rumah tangga
sebagai sektor eksogen).
b. Leontief tertutup, yaitu dengan memasukkan sektor rumah tangga
(rumah tangga sebagai sektor endogen).

Tahap V. Menganalisis dampak pelaksanaan usaha sektor jasa terhadap


peningkatan perekonomian wilayah Kabupaten Bogor dengan menggunakan
Model I-O tahun 2003 sebagai berikut:
1. Analisis PDRB berdasarkan nilai tambah, yaitu dengan menganalisis
kontribusi masing-masing sektor komponen PDBR (sektor) terhadap total
PDRB berdasarkan nilai tambah (input primer) dinyatakan dalam persen
(analisis deskriptif). Dalam hal ini diketahui kontribusi sektor usaha
jasa.terhadap PDRB.

2. Keterkaitan ke Depan (Forward Linkage), digunakan rumus berikut:


n
∑ X ij
j=1 n
FLi = = ∑ a ij(i = 1,2,..., n)
Xi j=1
n
IFLi = ∑ c ij(i = 1,2,..., n)
j=1
Keterangan:
FLi = Keterkaitan langsung ke depan dari sektor ke-i
IFLi = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan dari sektor ke-i
Xij = Banyaknya input sektor j yang berasal dari output sektor I
Xj = Total input sektor j
aij = Unsur matrik koefisien teknik (unsur matrik A)
cij = Unsur matrik kebalikan Leontief terbuka (unsur matrik (I-A)-1)

3. Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkage), digunakan rumus berikut:


n
∑ X ij
n
BLj = i =1 = ∑ a ij(j = 1,2,..., n)
Xj i =1
n
IBLj = ∑ c ij(j = 1,2,..., n)
i =1
Keterangan:
BLj = Keterkaitan langsung ke belakang dari sektor ke-j
IBLj = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang dari sektor ke-j
4. Koefisien Penyebaran (Coefficient of Dispersion = CD), rumusnya:
n
n ∑ c ij
CD = i =1
n n
∑ ∑ c ij
i =1 j=1

5. Kepekaan Penyebaran (Sensitivity of Dispersion = SD), rumusnya:


n
n ∑ c ij
j=1
SD =
n n
∑ ∑ c ij
i =1 j=1

6. Pengganda Pendapatan, digunakan rumus berikut:


n a n +1,i cij n +1a n +1,i dij
MPIj = ∑ MPIIj = ∑
i =1 a n +1, j i =1 a n +1, j
n n
MPSj = ∑ a n +1,i cij MPTj = ∑ a n +1,i d ij
i =1 i =1
Keterangan:
MPIj/MPIIj = Pengganda pendapatan tipe I/tipe II sektor ke-j
MPSj/MPTj = Pengganda pendapatan sederhana/total sektor ke-j
a n+1,i = Koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor ke-i

a n+1, j = Koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor ke-j


dij = Unsur matrik kebalikan Leontief tertutup (unsur matrik (I-B)-1)

7. Pengganda Output, digunakan sebagai berikut:


n n
MXSj= ∑ c ij MXTj = ∑ d ij
i =1 i =1
Keterangan:
MXSj = Pengganda output sederhana sektor ke-j
MXTj = Pengganda output total sektor ke-j
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor

4.1.1 Sejarah Singkat

Pada tahun 1745, cikal bakal masyarakat Bogor semula berasal dari
sembilan kelompok pemukiman yang digabungkan oleh Gubernur Baron Van
Inhof menjadi inti kesatuan masyarakat Kabupaten Bogor. Pada waktu itu Bupati
Demang Wartawangsa berupaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan
kesejahteraan rakyat yang berbasis pertanian dengan menggali terusan dari
Ciliwung ke Cimahpar dan dari Nanggewer sampai ke Kalibaru/Kalimulya.
Penggalian untuk membuat terusan kali dilanjutkan di sekitar pusat pemerintahan,
namun pada tahun 1754 pusat pemerintahan yang terletak di Tanah Baru
kemudian dipindahkan ke Sukaati (Kampung Empang sekarang). Terdapat
berbagai pendapat tentang lahirnya nama Bogor itu sendiri. Salah satu pendapat
menyatakan bahwa nama Bogor berasal dari kata Bahai atau Baqar yang berarti
sapi dengan alasan terdapat bukti berupa patung sapi di Kebun Raya Bogor.

Pendapat lainnya menyebutkan bahwa nama Bogor berasal dari kata Bokor
yang berarti tunggul pohon enau (kawung). Pendapat di atas memiliki dasar dan
alasan tersendiri diyakini kebenarannya oleh setiap ahlinya. Namun berdasarkan
catatan sejarah bahwa pada tanggal 7 April 1752 telah muncul kata Bogor dalam
sebuah dokumen dan tertulis Hoofd Van de Negorij Bogor, yang berarti kepala
kampung Bogor. Pada dokumen tersebut diketahui juga bahwa kepala kampung
itu terletak di dalam lokasi Kebun Raya itu sendiri yang mulai dibangun pada
tahun 1817.

Perjalanan sejarah Kabupaten Bogor memiliki keterkaitan yang erat


dengan zaman kerajaan yang pernah memerintah di wilayah tersebut. Pada empat
abad sebelumnya, Sri Baduga Maharaja dikenal sebagai raja yang mengawali
zaman kerajaan Pajajaran, raja tersebut terkenal dengan ”ajaran dari leluhur yang
dijunjung tinggi yang mengejar kesejahteraan”. Sejak saat itu secara berturut-turut
tercatat dalam sejarah adanya kerajaan-kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah
tersebut, yaitu: Kerajaan Tarumanegara, diperintah oleh 12 orang raja. Berkuasa
sejak tahun 358 sampai dengan tahun 669. Kerajaan Galuh, diperintah oleh
14 raja. Berkuasa sejak 516 hingga tahun 852. Kerajaan Sunda, diperintah oleh
28 raja, bertahta sejak tahun 669 sampai dengan tahun 1333. Kemudian
dilanjutkan Kerajaan Kawali yang diperintah oleh 6 orang raja berlangsung sejak
tahun 1333 hingga 1482. Kerajaan Pajajaran, berkuasa sejak tahun 1482 hingga
tahun 1579. Pelantikan raja yang terkenal sebagai Sri Baduga Maharaja, menjadi
satu perhatian khusus. Pada waktu itu terkenal dengan upacara Kuwedabhakti,
dilangsungkan tanggal 3 Juni 1482.

Tanggal itulah kiranya yang kemudian ditetapkan sebagai hari Jadi Bogor
yang secara resmi dikukuhkan melalui sidang pleno DPRD Kabupaten Daerah
Tingkat II Bogor pada tanggal 26 Mei 1972. Pada tahun 1975, Pemerintah Pusat
(dalam hal ini Menteri Dalam Negeri) menginstruksikan bahwa Kabupaten Bogor
harus memiliki Pusat Pemerintahan di wilayah kabupaten sendiri dan pindah dari
pusat pemerintahan Kotamadya Bogor. Atas dasar tersebut, pemerintah Daerah
Tingkat II Bogor mengadakan penelitian dibeberapa wilayah Kabupaten Daerah
Tingkat II Bogor untuk dijadikan calon ibu kota sekaligus berperan sebagai pusat
pemerintahan. Alternatif lokasi yang akan dipilih diantaranya adalah wilayah
Kecamatan Ciawi (Rancamaya), Leuwiliang, Parung dan Kecamatan Cibinong
(DesaTengah). Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa yang diajukan ke
pemerintah pusat untuk mendapat persetujuan sebagai calon ibu kota adalah
Rancamaya wilayah Kecamatan Ciawi. Akan tetapi pemerintah pusat menilai
bahwa Rancamaya masih relatif dekat letaknya dengan pusat pemerintahan
Kotamadya Bogor dan dikhawatirkan akan masuk ke dalam rencana perluasan dan
pengembangan wilayah Kotamadya Bogor. Oleh karena itu atas petunjuk
pemerintah pusat, pemerintah Daerah Tingkat II Bogor disarankan agar
mengambil salah satu alternatif wilayah dari hasil penelitian lainnya. Dalam
sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tahun 1980, ditetapkan
bahwa calon ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor terletak di Desa Tengah
Kecamatan Cibinong. Penetapan calon ibu kota ini diusulkan kembali ke
pemerintah pusat dan mendapat persetujuan serta dikukuhkan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, yang menegaskan bahwa ibu kota pusat
pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor berkedudukan di Desa Tengah
Kecamatan Cibinong. Sejak saat itu dimulailah rencana persiapan pembangunan
pusat pemerintahan ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor dan pada tanggal
5 Oktober 1985 dilaksanakan peletakan batu pertama oleh Bupati Kepala Daerah
Tingkat II Bogor pada saat itu.

4.1.2 Geografi dan Pemerintah

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung


dengan Ibu Kota RI dan secara geografis terletak pada posisi 6019’ - 6047’ Lintang
Selatan dan 10601’ – 1070103’ Bujur Timur. Luas wilayah berdasarkan data
terakhir adalah 2.301,95 Km2.

Batas-batas Wilayah ini adalah:


Di Utara : Kota Depok
Di Barat : Kabupaten Lebak.
Di Barat Daya : Kabupaten Tangerang.
Di Timur : Kabupaten Purwakarta.
Di Timur Laut : Kabupaten Bekasi.
Di Selatan : Kabupaten Sukabumi.
Di Tenggara : Kabupaten Cianjur.

Berdasarkan hasil Pendataan Sosial Ekonomi 2005, Kabupaten Bogor


memiliki 40 KECAMATAN, 427 desa/kelurahan, 13.541 RT dan 913.206 rumah
tangga. Dari jumlah tersebut 234 desa mempunyai ketinggian sekitar kurang dari
500 m diatas permukaan laut (dpl), 144 desa diantara 500-700 m dan sisanya 49
desa sekitar lebih dari 500 m dpl. Hampir sebagian besar desa pada Kabupaten
Bogor sudah terklasifikasi sebagai desa Swakarya yakni 236 desa, lainnya 191
desa Swasembada dan tidak ada desa Swadaya.
Berdasarkan klasifikasi daerah, dilihat dari aspek potensi lapangan usaha,
kepadatan penduduk dan sosial terdapat kategori desa perkotaan sebanyak 199
dan desa pedesaan sebanyak 228 desa.
Kabupaten Bogor dibagi dalam perwilayahan pembangunan yang
merupakan dasar penyusunan agenda pembangunan dan rencana strategis setiap
bidang dan program pembangunan dalam rangka penyeimbangan pembangunan
antar wilayah. Maksud dan tujuan perwilayahan pembangunan adalah untuk
meningkatkan pertumbuhan wilayah secara seimbang antar kawasan dengan
memanfaatkan sumber daya secara optimal dan berkesinambungan.
Dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah dan perkembangan ekonomi
wilayah, pola interaksi internal dan eksternal yang didukung oleh jaringan
infrastruktur pelayanan baik lokal maupun regional serta kebijakan
pengembangan dan penyebaran penduduk secara seimbang sesuai dengan daya
dukung lingkungan, maka wilayah Kabupaten Bogor dibagi menjadi 3 (tiga)
wilayah pembangunan, yaitu: wilayah pembangunan barat, tengah dan timur.
Pembangunan wilayah barat meliputi 13 (tiga belas) kecamatan, yaitu
Kecamatan Jasinga, Parung Panjang, Tenjo, Cigudeg, Sukajaya, Nanggung,
Leuwiliang, Leuwisadeng, Tenjolaya, Cibungbulang, Ciampea, Pamijahan dan
Kecamatan Rumpin, dengan luas wilayah sekitar 128.750 Ha. Pembangunan
wilayah tengah meliputi 20 (dua puluh) kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung
Sindur, Parung, Ciseeng, Kemang, Rancabungur, Bojonggede, Tajurhalang,
Cibinong, Sukaraja, Dramaga, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi,
Megamendung, Cisarua, Citeureup, Babakan Madang, Ciomas dan kecamatan
Tamansari, dengan luas wilayah sekitar 87.552 Ha. Pembangunan wilayah timur
meliputi 7 (tujuh) kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Putri, Cileungsi,
Klapanunggal, Jonggol, Sukamakmur, Tanjungsari dan Kecamatan Cariu.
Masyarakat Kabupaten Bogor memiliki beberapa karakteristik yaitu:
wilayah Bogor bagian utara corak penduduknya adalah Betawi Ora (atau
campuran suku Betawi dan Sunda); wilayah Bogor bagian selatan corak dan
bahasa penduduknya adalah campuran antara Bogor dengan Cianjur dan
Sukabumi; sebelah barat corak dan bahasa penduduknya campuran antara Bogor
dan Banten; bagian timur corak dan bahasa penduduknya campuran Bogor dengan
Karawang, sedikit dengan Cianjur dan Bekasi.
Adapun pusat pertumbuhan di Kabupaten Bogor dapat kita lihat pada
Gambar 5 berikut ini:
Sumber: Situs Resmi Kabupaten Bogor // www.bogorkab.go.id
Gambar 5. Peta Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Bogor
4.1.3 Visi dan Misi

Visi Kabupaten Bogor adalah: "Terwujudnya masyarakat yang maju,


mandiri, sejahtera berlandaskan iman dan taqwa". Maju berarti: mewujudkan
masyarakat ke arah yang lebih baik atau menuju peradaban yang tinggi. Mandiri
berarti: masyarakat mengoptimalkan segala potensi daerah yang telah dimiliki
sesuai dengan kemampuan di daerah itu sendiri. Sejahtera berarti: masyarakat
yang aman sentosa dan makmur, selamat atau terlepas dari segala gangguan,
kesukaran dan sebagainya. Iman dan taqwa berarti: berlandaskan keyakinan,
kepercayaan, ketaatan dan kepatuhan kepada Allah swt.

Misi Kabupaten Bogor adalah: "Menegakkan supremasi hukum


mewujudkan pemerintah yang baik (good governance) meningkatkan peran serta
masyarakat dalam pembangunan, memelihara ketentraman dan ketertiban
masyarakat meningkatkan perekonomian daerah meningkatkan taraf kesejahteraan
rakyat serta memantapkan kualitas iman dan taqwa".

4.1.4 Klimatologi

Iklim di Kabupaten Bogor menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson,


termasuk Iklim Tropis tipe A (Sangat Basah) di bagian selatan dan tipe B ( Basah)
di bagian utara. Suhu berkisar rata-rata antara 200 C sampai 300 C. Curah hujan
tahunan antara 2.500 mm sampai lebih dari 5.000 mm/tahun, kecuali di wilayah
bagian utara yang berbatasan dengan DKI Jakarta, Tangerang dan Bekasi curah
hujannya kurang dari 2.500 mm/tahun. Oleh karena itu Kota Bogor mendapat
sebutan sebagai "Kota Hujan".
Ketinggian rata-rata Kabupaten Bogor berkisar Antara 15 - 2.500 M Dpl.
Dengan penyebaran sebagai berikut: berkisar antara 15 - 2.500 M Dpl, daratan
bergelombang (100-500M) di bagian tengah, pegunungan (500-1000 M),
pegunungan tinggi dan daerah puncak (2000-2.500 M).
Adapun curah hujan dan jenis tanah di Kabupaten Bogor dapat kita lihat
pada Gambar 6 dan Gambar 7 berikut ini:
Sumber: Situs Resmi Kabupaten Bogor // www.bogorkab.go.id
Gambar 6. Peta Curah Hujan di Kabupaten Bogor
Sumber: Situs Resmi Kabupaten Bogor // www.bogorkab.go.id
Gambar 7. Peta Jenis Tanah di Kabupaten Bogor
4.1.5 Kesejahteraan Sosial

™ Bidang Kesehatan

Pada tahun 2005 di Kabupaten Bogor telah tersedia fasilitas kesehatan


sebanyak 101 Puskesmas, 73 Puskesmas pembantu, 3 RSUD, dan 1 RS Khusus.
Di sektor swasta, pelayanan kesehatan dasar dan rujukan diselenggarakan dalam
bentuk dokter praktek, bidan praktek, klinik, Balai Pengobatan Swasta dan Rumah
Bersalin serta 4 RS Swasta. Fasilitas tersebut ditunjang dengan jumlah dokter
sebanyak 934 dokter umum, 180 dokter gigi dan 150 dokter spesialis. Disamping
itu telah dikembangkan pula sarana upaya kesehatan bersumber daya masyarakat.
Pada saat ini tercatat sebanyak 3.805 Posyandu dengan jumlah kader aktif 10.178
orang, 82 Pondok Bersalin Desa (Polindes) dan 30 Pos Obat Desa (POD).

Untuk menunjang pembangunan kesehatan dengan Paradigma Sehat


diperlukan berbagai tenaga kesehatan yang terampil dan profesional.
Jumlah keseluruhan tenaga kesehatan dengan berbagai keahlian yang bekerja di
Kabupaten Bogor baik di lingkungan Pemerintah maupun Swasta telah
mencukupi sehingga diharapkan dapat melaksanakan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan baik. Dalam beberapa tahun terakhir ini komitmen pemerintah
untuk pembiayaan kesehatan telah meningkat. Meskipun demikian pembiayaan
dari sektor swasta termasuk masyarakat merupakan porsi terbesar dari
pembiayaan kesehatan. Kontribusi dari sektor swasta dan masyarakat dalam
pembiayaan kesehatan mencapai 65 - 70 %.

™ Bidang Pendidikan

Pada bidang pendidikan di Kabupaten Bogor pada tahun 2005 telah


tersedia sarana pendidikan SD Negeri sebanyak 1.558 unit dengan jumlah guru
10.280 orang, SD swasta 82 unit dengan jumlah guru 1.398 orang, Madrasah
Ibtidaiyah sebanyak 559 unit dengan jumlah ruang kelas 9.634 buah dan guru
sebanyak 9.155 orang.
Jumlah SLTP Negeri berjumlah 61 unit dengan jumlah guru 1.398 orang
dan SLTP Swasta berjumlah 437 unit dengan jumlah guru 5.447 orang. Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 unit, Madrasah Tsanawiyah Swasta 161 unit dengan jumlah
guru SLTP 4.435 orang dan Madrasah Tsanawiyah 3.125 guru.
Sementara SLTA terdapat 31 SLTA Negeri dengan jumlah guru 933 orang dan
240 SLTA swasta dengan jumlah guru sebanyak 3.954 orang.

Jumlah penduduk Kabupaten Bogor menurut status pendidikan pada tahun


2005 sebagaimana disajikan Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Jumlah Penduduk Berumur 10 tahun Ke-atas Menurut Status Pendidikan


dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2005

Status Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah

Tidak/BelumPernah Sekolah 56.996 123.846 180.842


Masih Bersekolah 279.876 226.098 505.974
Tidak Bersekolah Lagi 1.185.976 1.081.914 2.267.890

Kabupaten Bogor 1.522.848 1.431.858 2.954.706


Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka 2006

4.1.6 Perekonomian

Perekonomian suatu wilayah diindikasikan dengan Pendapatan Domestik


Regional Bruto (PDRB). PDRB yang dilihat adalah kondisi yang akan datang,
maka perlu ditinjau dari target perekonomian wilayah dan laju pertumbuhannya.
Adapun laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada
Tabel 5 berikut ini:

Tabel 5. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005


Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi
2002 4,48
2003 4,81
2004 5,56
2005 5,85
Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2005
Perekonomian Kabupaten Bogor pada tahun 2005 ditandai dengan laju
pertumbuhan ekonomi sebesar 5,85 % meningkat bila dibandingkan tahun 2005
sebesar 5,56 %. Pada tahun 2005 ini sektor yang mengalami pertumbuhan paling
tinggi adalah sektor keuangan dan jasa (perusahaan) dengan pertumbuhan sebesar
9,69 % naik bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 6,08 %.
Sedangkan sektor yang mengalami pertumbuhan paling rendah adalah sektor
pertambangan dan penggalian dengan pertumbuhan sebesar minus 10,11 %.
Adapun Tabel 6 laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor berdasarkan lapangan
usaha adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Berdasarkan Lapangan


Usaha Tahun 2002-2005
Lapangan Usaha Tahun
2002 2003 2004 2005
Pertanian (0,08) (5,41) 0,15 2,95
Pertambangan (2,27) 8,22 (7,50) (10,11)
Industri 4,85 5,34 5,96 5,82
LGA 4,86 5,11 5,92 7,23
Bangunan 5,22 5,81 6,68 5,12
Perdagangan 5,26 6,20 6,69 8,01
Angkutan 5,62 6,46 7,34 7,30
Keuangan 5,22 5,68 6,08 9,69
Jasa-jasa 5,02 5,44 6,19 4,25
PDRB 4,48 4,81 5,56 5,85
Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2005

Bilamana sektor lapangan usaha dikelompokan kedalam kategori sektor


primer (pertanian; pertambangan dan penggalian), sektor sekunder (industri
pengolahan; listrik, gas dan air minum serta bangunan) serta sektor tersier
(perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan; jasa-jasa) terlihat adanya kontribusi yang
menyolok antara satu sektor lapangan usaha dibandingkan dengan lapangan usaha
lainnya terhadap perekonomian Kabupaten Bogor. Untuk melihat laju
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor tahun 2005 menurut kelompok sektor,
yaitu sektor primer, sektor sekunder dan sektor tersier. Kelompok sektor tersier
dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan. Pertumbuhan kelompok sektor
tersier pada tahun 2005 sebesar 7,39 % bila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya sebesar 6,63 %. Kelompok sektor sekunder tumbuh melambat pada
tahun 2005 sebesar 5,87 % bila dibandingkan tahun 2004 sebesar 5,99 %.
Sedangkan untuk kelompok sektor primer dari tahun ke tahun cenderung
mengalami pertumbuhan negatif, tetapi pada tahun 2005 terjadi pertumbuhan
positif sebesar 0,47 %. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7 berikut:

Tabel 7. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Menurut Kelompok Sektor


Tahun 2002-2005

Kelompok Sektor Tahun


2002 2003 2004 2005
Primer (0,48) (2,94) (1,39) 0,47
Sekunder 4,87 5,35 5,99 5,87
Tersier 5,26 6,06 6,63 7,39
PDRB 4,48 4,81 5,56 5,85
Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2005

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan komponen pendapatan


pemerintah daerah kabupaten yang sangat penting, terutama dengan otonomi di
daerah kabupaten.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor yang tinggi tentunya merupakan
potensi yang sangat menguntungkan bagi pemerintah daerah untuk menaikkan
PAD nya dari tahun ke tahun. Untuk menggambarkan hasil usaha menggali PAD
Kabupaten Bogor, akan dibandingkan antara nilai PAD dengan PDRB.
Pada tahun 2004 PAD Kabupaten Bogor tercatat sebesar Rp. 166.260,11
juta meningkat menjadi Rp. 198.923,70 juta pada tahun 2005 atau naik sebesar
19,65 %. Jika dihitung persentase PAD terhadap PDRB cenderung mengalami
peningkatan, namun pada tahun 2005 persentase PAD terhadap PDRB sebesar
0,55 % turun bila dibandingkan dengan tahun 2004 yang sebesar 0,58 %
sebagaimana disajikan Tabel 8 berikut:
Tabel 8. Perbandingan PDRB dan PAD Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005
Tahun Nilai Absolut (juta Rp.) % terhadap PDRB
PAD PDRB
2002 122.394,33 22.566.874,32 0,54
2003 148.921,78 25.369.472,89 0,59
2004 166.260,11 28.832.435,46 0,58
2005 198.923,70 35.893.216,72 0,55
Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2005

4.1.7 Prasarana Wilayah

Prasarana wilayah adalah segala fasilitas yang menyangkut kelengkapan


dasar suatu wilayah yang sifatnya membentang dalam suatu sistim jaringan,
meliputi : prasarana transportasi darat, jaringan irigasi, jaringan listrik, jaringan
telepon, jaringan air bersih, jaringan drainase, jaringan air kotor, sedangkan
persampahan, perumahan dan permukiman termasuk dalam sarana wilayah yang
sifatnya lokalitas atau berada pada suatu tempat tertentu (on the spot).

™ Transportasi

Panjang jalan = 1.790,060 km. Status jalan adalah jalan negara = 72,444
km (3 ruas) dan jalan propinsi = 144,240 km (8 ruas) serta jalan kabupaten =
1.300,740 km (251 ruas). Kondisi jalan kategori baik = 428,025 km, kategori
sedang = 329,510 km kategori rusak ringan = 289,240 km, kategori rusak berat =
526,600 km.

™ Jembatan

Jumlah jembatan adalah 496 buah. Status jembatan sebagai berikut:


jembatan negara = 29 buah, jembatan propinsi = 134 buah, jembatan kabupaten =
281 buah, jembatan desa = 52 buah.

™ Jaringan Listrik

Daya terpasang = 645.189.610 kva , KVA terjual = 1.758.483.994 kva,


Jumlah pelanggan = 322.807 pelanggan.
™ Terminal

Jumlah terminal yang ada yaitu 8 buah terdiri dari : trayek antar kota
dalam propinsi (AKDP) = 31 trayek jumlah angkutan = 5.370 unit dan trayek
antar kota antar propinsi (AKAP) = 6 trayek jumlah angkutan = 1.601 unit serta
trayek di dalam wilayah Kabupaten Bogor = 22 trayek jumlah angkutan =
1.876 unit.

™ Jaringan Drainase

Dikelompokan menjadi dua sistem jaringan yaitu: jaringan drainase alami


perdesaan: menggunakan saluran-saluran badan air yang ada (sungai dan
parit/saluran) serta jaringan drainase perkotaan: meliputi sistem saluran primer
(badan air/sungai), saluran sekunder dan tersier.

™ Jaringan Air Kotor

Dikelompokkan menjadi dua sistem pengelolaan yaitu: sistem jaringan


(off site) terutama dipakai untuk kegiatan industri dan rumah sakit dilakukan
dengan cara komunal atau dengan membuat alat pengolahan limbah (ipal) serta
sistem on site pengelolaan air kotor dari kegiatan-kegiatan perumahan dan
permukiman serta kegiatan jasa dan perdagangan dengan cara setempat (on site)
berupa septic tank.

™ Persampahan

Timbunan sampah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor: 6.456.891 m3/hari.


Sampah yang sudah terlayani: 1.291,39 m3/hari , sisa sampah yang tidak terlayani
untuk Kabupaten Bogor: 5.165,501 m3/hari dan Kota Bogor: 656m 3/hari. Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor: 968,54 m3/hari. Dinas Kebersihan
Kota Bogor: 1.394 m3/hari, swakelola: 322,85 m3/hari. Armada angkutan sampah
yaitu truk: 33 buah, whellloader: 2 buah, penyapu jalan: 1unit, mobil tinja: 7
buah, mobil taman: 1 buah, tempat pembuangan akhir (TPA). Sampah yang
dikelola oleh Pemda Kabupaten Bogor dan Pemda Kota Bogor dilayani oleh 3
TPA yaitu: TPA Pondok Rajeg di Kecamatan Cibinong: 700 m3/hari,
TPA Jonggol di Kecamatan Jonggol: 269 m3/hari, TPA Galuga di Kecamatan
Cibungbulang: 1.394 m3/hari.

™ Perumahan Dan Permukiman

Jumlah rumah di Kabupaten Bogor sampai tahun 2005 sebanyak


1.034.135 unit rumah dari jumlah keluarga sebanyak 913.206, dengan kondisi
rumah milik sendiri sebanyak 82.681 unit (79,46 %), rumah kontrak sebanyak
64.214 (6,21 %), rumah sewa sebanyak 36.980 (3,58 %), rumah bebas sewa
sebanyak 13.149 unit (1,27 %), rumah dinas sebanyak 6.134 (0,59 %) dan rumah
milik orang tua/saudara sebanyak 91.107 (8,81 %) serta lainnya sebanyak 870
(0,08 %).

™ Jaringan Air Bersih

PDAM total kapasitas terpasang = 1.074l/dt, kapasitas terpakai =1.015l/dt


sisa kapasitas = 59l/dt, total sambungan langganan = 36.568 sambungan
(dari 7 cabang pelayanan). Jumlah penduduk terlayani = ±219.408 jiwa.

™ Jaringan Irigasi

Jumlah jaringan irigasi yang ada yaitu irigasi pemerintah = 11.588 ha,
irigasi pedesaan = 17.144 ha , saluran induk daerah irigasi =1 49,758 km, saluran
sekunder/tersier =1 01,038 km, bendung = 20 buah, pintu air = 1.336 buah,
bangunan air = 933 buah, pemerintah = 11.588 ha, pedesaan = 17.144 ha,
sumber air lain: DAS (Daerah Aliran Sungai) = 6 bh Cisedane, Ciliwung,
Cidurian, Cipamingkis, Kali Bekasi, Cimanceuri, 95 setu dan 63 buah mata air.

Adapun tata ruang wilayah dan daerah resapan air serta daerah aliran
sungai di Kabupaten Bogor dapat kita lihat pada Gambar 8 dan Gambar 9 serta
Gambar 10 berikut ini:
Sumber: Situs Resmi Kabupaten Bogor // www.bogorkab.go.id

Gambar 8. Peta Tata Ruang Wilayah di Kabupaten Bogor


Sumber: Situs Resmi Kabupaten Bogor // www.bogorkab.go.id
Gambar 9. Peta Daerah Resapan Air di Kabupaten Bogor
Sumber: Situs Resmi Kabupaten Bogor // www.bogorkab.go.id

Gambar 10. Peta Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Bogor


4.1.8 Sosial, Seni dan Budaya

Ruang lingkup bidang sosial budaya yang akan dijelaskan dibawah ini
meliputi aspek kependudukan, ketenagakerjaan, keluarga sejahtera beserta tingkat
partisipasi angkatan kerja maupun kategori keluarga sejahtera yang berkenaan
dengan indikator untuk mengetahui jumlah penduduk miskin.

™ Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Berdasarkan data hasil registrasi penduduk tahun 2005 bahwa jumlah


penduduk Kabupaten Bogor adalah sebanyak 3.700.207 jiwa. Tingkat kepadatan
penduduk di wilayah Kabupaten Bogor sangat bervariasi antara kecamatan di
wilayah Bogor Barat, Bogor Tengah dan Bogor Timur, yaitu berkisar antara
tertinggi 4.800 jiwa / Km² dan terendah 400 jiwa / Km².

Dilihat dari kategori penduduk miskin dengan alasan ekonomi dan non
ekonomi, maka keluarga di Kabupaten Bogor terdiri dari: (1) kategori keluarga
Pra KS sebanyak 89.142 KK, (2) kategori keluarga KS I sebanyak 282.023 KK,
(3) kategori keluarga KS II sebanyak 253.060 KK, (4) kategori keluarga KS III
sebanyak 105.785 KK, (5) kategori keluarga KS III plus sebanyak 25.342 KK.
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Kabupaten Bogor menunjukkan
untuk laki-laki 75,13 %, perempuan 32,92 % dan total adalah 54,67 %.

Adapun sebaran penduduk/keluarga miskin di Kabupaten Bogor dapat kita


lihat pada Gambar 11 berikut ini:
Sumber: Situs Resmi Kabupaten Bogor // www.bogorkab.go.id
Gambar 11. Peta Sebaran KK Miskin di Kabupaten Bogor
Jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 991.634 orang untuk laki-laki
dan 339.680 orang untuk perempuan dengan jumlah total 1.331.314 orang untuk
Kabupaten Bogor. Sedangkan jumlah pengangguran sebanyak 152.424 untuk laki-
laki dan 131.618 untuk perempuan dari 284.042 untuk total Kabupaten Bogor.
Adapun Tabel 9 mengenai jumlah penduduk yang bekerja menurut status
pekerjaan utama dan jenis kelamin adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Jumlah Penduduk Berumur 10 tahun Ke-atas yang Bekerja Menurut


Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor Tahun
2005

Status Pekerjaan Utama Laki-laki Perempuan Jumlah

Berusaha Sendiri 332.765 53.730 386.495


Berusaha dengan dibantu 92.443 22.187 114.630
Buruh tidak dibayar
Berusaha dengan dibantu 28.703 3.041 31.744
Buruh dibayar
Buruh / Karyawan 410.791 138.280 549.071
Pekerja Bebas di Pertanian 31.441 8.772 40.213
Pekerja Bebas di Non Pertanian 41.704 7.767 49.471
Pekerja Tidak Dibayar
35.602 59.270 94.872

Kabupaten Bogor 973.449 293.047 1.266.496

Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka 2006

™ Agama

Ruang lingkup bidang agama yang dijelaskan dibawah ini adalah


berkenaan dengan sarana keagamaan, jumlah pemeluk agama serta aktivitas
keagamaan khususnya pelaksanaan Ibadah Haji. Kegiatan umat beragama di
Kabupaten Bogor semakin semarak dan telah berjalan sebagaimana mestinya. Hal
ini menunjukkan adanya peningkatan penghayatan dan pengamalan ajaran agama
sebagaimana tuntunan kitab suci dan rasul-Nya. Kegiatan keagamaan itu sangat
didukung pula oleh ketersediaan sarana keagamaan, berupa Masjid sebanyak
3.336, Musholla sebanyak 4.078, Gereja Khatolik sebanyak 35 gereja dan
7 Gereja Protestan sertsa 8 Pura dan 24 Vihara. Jumlah penduduk berdasarkan
agama yang dianut terdiri dari pemeluk agama Islam sebanyak 3.340.425 jiwa,
Katolik sebanyak 20.311 jiwa, Protestan sebanyak 28.427 jiwa, Hindu sebanyak
10.150 jiwa dan pemeluk agama Budha sebanyak 20.207 jiwa.

4.2 Gambaran Umum Responden

IPB sebagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia yang


berlokasi di Kecamatan Dramaga telah banyak menyerap mahasiswa dari berbagai
daerah atau provinsi yang ada di Indonesia. Adanya kampus tersebut
menyebabkan timbulnya aktivitas dan usaha-usaha terutama yang berkaitan
dengan kebutuhan mahasiswa, baik itu yang berkaitan dengan aktivitas akademik
dan kebutuhan pokok mahasiswa maupun masyarakat yang berada di sekitar
kampus IPB tersebut. Salah satu usaha yang berkembang adalah usaha di sektor
informal. Berlandaskan hal terbut, IPB mampu memberikan kontribusi besar
dalam membangun perekonomian di sekitar Kampus IPB Darmaga Adanya
kampus IPB mampu membuka lapangan kerja atau usaha baik yang bersifat
formal maupun informal. Secara formal IPB mampu menyerap tenaga kerja baik
itu yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun sebagai karyawan biasa
yang bekerja di bawah institusi IPB. Secara informal adanya kampus IPB mampu
mengembangkan usaha-usaha seperti wiraswasta/pedagang maupun jasa.
Sektor informal merupakan salah satu alternatif lapangan usaha yang
dapat menyerap tenaga kerja di sela-sela sulitnya untuk masuk dalam sektor
formal. Berkembangnya sektor informal ini merupakan fenomena yang terjadi
hampir disemua negara-negara terutama di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia. Besarnya jumlah penduduk Indonesia yang termasuk usia kerja yang
tidak diimbangi oleh kesempatan kerja di sektor modern (formal) menyebabkan
pencari kerja bersedia bekerja di sektor informal.
Berkembangnya sektor informal di sekitar kampus IPB Darmaga telah
mampu menyerap tenaga kerja yang besar bagi masyarakat di sekitar kampus IPB
baik itu masyarakat asli (lokal) maupun masyarakat migran yang telah menetap di
daerah tersebut. Sektor informal yang berkembang di daerah ini yaitu kelompok
usaha di sektor perdagangan, jasa dan angkutan (Suhendi, 2005). Mata
pencaharian penduduk di Kecamatan Dramaga berdasarkan kelompok pekerjaan
pada tahun 2003 sebagaimana disajikan Tabel 10 serta pendapatan perkapita
penduduk di Kecamatan Dramaga dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini:

Tabel 10. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Dramaga Tahun 2003

Mata Pencaharian
No Desa
Petani Peternak Lain-lain
1 Sukadamai 402 3 1.319
2 Ciherang 299 7 426
3 Sinarsari 1.393 51 1.269
4 Sukawening 780 6 545
5 Petir 1.270 4 287
6 Purwasari 2.400 2 2.302
7 Cikarawang 784 0 972
8 Babakan 3 1 3.007
9 Dramaga 42 0 962
10 Neglasari 250 0 1.442
Jumlah 7.623 76 12.531
Sumber: Profil Desa Kecamatan Dramaga, 2004

Tabel 11. Potensi Desa Kecamatan Dramaga Tahun 2003


No Desa Jumlah Pendapatan Penduduk Buta Luas
Penduduk Perkapita Huruf Wilayah
(Jiwa) (Rp/Bulan) (Usia Sekolah) (Ha)
1 Sukadamai 6.760 90.162,40 1.222 304,00
2 Ciherang 9.548 848.449,28 1.787 466,00
3 Sinarsari 6.840 60.500,00 1.430 172,00
4 Sukawening 6.737 212.251,55 1.349 287,00
5 Petir 9.537 314.348,17 1.350 450,00
6 Purwasari 6.032 170.570,69 1.572 286,00
7 Cikarawang 7.043 216.762,59 1.505 227,00
8 Babakan 7.988 81.447,37 805 334,00
9 Dramaga 9.059 95.2192,98 1.580 163,00
10 Neglasari 5.984 274.326,03 1.425 196,00
Sumber: Profil Desa Kecamatan Dramaga, 2004
4.3 Gambaran Umum Institut Pertanian Bogor (IPB)

4.3.1 Kondisi Geografis

Pada saat ini IPB memiliki 5 (Lima) lokasi kampus yaitu kampus IPB
Baranangsiang, kampus IPB Gunung Gede, Kampus IPB Taman Kencana,
kampus IPB Cilibende yang berada di Kota Bogor dan kampus IPB Darmaga.
Kampus IPB Darmaga merupakan kampus induk yang terletak di Desa Babakan,
Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.
Sebelah Barat Kampus IPB Darmaga berbatasan dengan sungai Cihideung
(Desa Cihideung Ilir), Sebelah Utara dibatasi oleh sungai Ciapus dan Cisadane,
sebelah timur berbatasan dengan pemukiman Desa Babakan dan sebelah selatan
dibatasi oleh jalan raya yang menghubungkan Kota Bogor dengan Jasinga. Dari
data statistik Bapeda Kabupaten Bogor, tanah di areal kampus IPB Dramaga
termasuk jenis Latosol, dimana kedalaman efektif lebih dari 90 cm dengan tekstur
sedang. Ketinggian berkisar antara 145-400 m dpl. Keadaan topografi umumnya
terdiri dari lapangan datar sampai sedikit bergelombang dengan lereng-lereng
pada daerah yang berbatasan dengan sungai. Suhu rata-rata per tahun sebesar
25-33 derajat celcius dengan kelembaban nisbi rata-rata 80-86 persen.

4.3.2 Sejarah Ringkas IPB

Merujuk Buku Corak Dunia Pertanian Indonesia IPB dari Masa ke Masa
(1963-2005), tahap perkembangan IPB diawali dengan adanya lembag-lembaga
Pendidikan Menengah dan Tinggi Pertanian dan Kedokteran Hewan yang dimulai
pada awal abad ke-20. Sebelum Perang Dunia II lembaga-lembaga pendidikan
menengah tersebut dikenal dengan nama Middelbare Landbouw School,
Middelbare Bosbouw School, dan Nederlandsch Indische Veeartsen School.
Pada tahun 1940, Pemerintah Hindia Belanda Mendirikan Lembaga
Pendidikan Tinggi Pertanian dengan nama Landbouw Hogeschool yang pada
masa pendudukan Jepang (1942-1945) ditutup. Namun pada masa itu
Nederlandsch Indische Veeartsen School tetap berjalan. Hanya namanya diubah
menjadi Bogor Zui Gakku (Sekolah Dokter Hewan Bogor) pada tahun 1946
ditingkatkan menjadi Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan (PTKH).
Pada tahun 1947 lanbouw Hogeschool dibuka kembali dengan nama
Faculteit Voor Landbouw Watenschappen sebagai kelanjutan landbouw
Hogeschool, yang mempunyai Jurusan Pertanian dan Kehutanan. Bersama dengan
itu dibentuk Faculteit der Diergeneeskunde yang sebelumnya adalah Perguruan
Tinggi Kedokteran Hewan (PTKH). Secara organik kedua faculteit yang ada di
Bogor tersebut bernaung dibawah Universiteit Van Indonesie yang kemudian
berubah nama menjadi Universitas Indonesia.
Pada tahun 1950 Fakulteit Voor Landbouw Watenschappen berubah nama
menjadi Fakultas Pertanian Indonesia dengan tiga jurusan yaitu Sosial Ekonomi,
Pengetahuan Alam dan Kehutanan serta pada tahun 1957 dibentuk jurusan
Perikanan Darat, Sedangkan Faculteit der Diergeneeskunde berubah nama
menjadi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia yang pada tahun 1960
berubah menjadi Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan dan selanjutnya
pada tahun 1962 berubah nama menjadi Fakultas Kedokteran Hewan, Peternakan
Universitas Indonesia.
Pada tanggal 1 September 1963, berdasarkan keputusan Menteri
Pendidikan Tinggi Dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 91 tahun 1963, Fakultas
Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan, Peternakan Universitas Indonesia
melepaskan diri menjadi Institut Pertanian Bogor dan disahkan oleh Presiden RI
dengan Keputusan No. 2791 tahun 1965. Terakhir, pada tahun 2000, dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 154 tanggal 26 Desember 2000 (Lembaran Negara
tahun 2000 Nomor 272) Institut Pertanian Bogor ditetapkan sebagai Badan
Hukum Milik Negara (BHMN) yang bersifat nirlaba.
Sebagai Badan Hukum Milik Negara, IPB mempunyai kewenangan
melakukan semua perbuatan hukum sebagaimana layaknya badan hukum pada
umumnya. Selanjutnya IPB bersifat nirlaba karena kegiatan operasionalnya tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
Dengan penetapannya sebagai BHMN tersebut:
1. Kelembagaan IPB menjadi mandiri dalam manajemen program
maupun sumber daya.
2. Kekayaan IPB merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
3. Untuk membiayai kegiatannya, IPB memperoleh dana dari
pemerintah, masyarakat, pihak luar negeri, serta usahadan tabungan
Institut. Penerimaan tersebut, bukan merupakan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP).

Tujuan, Visi dan Misi IPB adalah:


1. Tujuan IPB:
Sesuai Pasal 6 PP No. 154 tahun 2000 tentang Penetapan IPB sebagai
BHMN, tujuan IPB adalah:
a. Menghasilkan lulusan berkualitas yang mampu mengembangkan
dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni.
b. Memberikan inovasi ilmu pengetahuan dan teknoligi serta seni
yang ramah lingkungan dan mendukung pembangunan nasional
dan memperbaiki kesejahteraan umat manusia.
c. Menjadikan IPB sebagai lembaga pendidikan tinggi yang siap
menghadapi tuntutan masyarakat dan tantangan pembangunan
yang berubah dengan cepat baik secara nasional maupun global.
d. Menjadikan IPB sebagai kekuatan moral dalam masyarakat madani
Indonesia.

2. Visi IPB:
Memperhatikan kompetensi utamanya di bidang pertanian tropika dan
sejalan dengan perubahan statusnya menjadi BHMN, IPB menetapkan
visi, seperti yang dituangkan dalam transition plan IPB BHMN 2001-
2005 (Plan for Transition, 2000) sebagai berikut: ”Menjadi perguruan
tinggi bertaraf internasional dalam pengembangan sumberdaya
manusia dan IPTEKS dengan kompetensi utama di bidang pertanian
tropika”.

3. Misi IPB:
Untuk mewujudkan visi IPB tersebut di atas dirumuskan misi IPB
sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pendidikan tinggi yang berkualitas dan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat kini dan mendatang.
b. Mengembangkan IPTEKS ramah lingkungan melalui penelitian
mutakhir.
c. Meningkatkan kesejahteraan umat manusia melalui penerapan dan
pendayagunaan IPTEKS.
d. Mendorong terbentuknya masyarakat madani berdasarkan
kebenaran dan hak azasi manusia.

Pada awalnya IPB terdiri dari lima fakultas yaitu Fakultas Pertanian dan
Fakultas Kehutanan yang berasal dari Jurusan Pertanian dan Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Indonesia. Fakultas Kedokteran Hewan dan
Fakultas Peternakan yang berasal dari Fakultas Kedokteran Hewan, Peternakan
dan Perikanan laut Universitas Indonesia, sedangkan Fakultas Perikanan
merupakan gabungan Jurusan Perikanan Darat Fakultas Pertanian Universitas
Indonesia dan Jurusan Perikanan Laut Fakultas Kedokteran Hewan dan
Peternakan Universitas Indonesia. Pada tahun 1964 IPB berkembang menjadi 6
fakultas dengan didirikannya Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian
(FATEMETA), yang pada tahun 1968 berubah menjadi Fakultas Mekanisasi dan
Teknologi Hasil Pertanian dan pada tahun 1981 hingga saat ini bernama Fakultas
Teknologi Pertanian.
Pada tahun 1975, Sekolah Pascasarjana pertama kali dibuka di IPB dan
pada tahun 1980 diresmikan menjadi Fakultas Pascasarjana IPB. Dengan
diterbitkan PP 30/1990 Fakultas Pascasarjana IPB beralih status menjadi Program
Pendidikan Pascasarjana, pada tahun 2003 kembali menjadi Sekolah Pascasarjana.
Pada tahun 1981, IPB membuka Fakultas Sains dan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Fakultas ini merupakan gabungan dari Departemen Ilmu
Pengetahuan, Departemen Botani, Departemen Statistika dan Komputasi Fakultas
Pertanian IPB, Departemen Biokimia, dan Departemen Zoologi Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. Pada tahun 1979 IPB mulai menyelenggarakan program
Diploma yang tahun 1980 menjadi Fakultas Non-gelar Teknologi atau lebih
dikenal Fakultas Politeknik Pertanian. Berdasarkan PP 30 tahun 1990 Fakultas
Politeknik Pertanian ditiadakan. Selanjutnya program pendidikan diploma
dikelola oleh Jurusan/Fakultas di lingkungan IPB. Saat ini program diploma
dikelola oleh Direktorat Diploma.
Pada tahun 1991 IPB membuka program Pascasarjana Profesional
setingkat dengan S2 dalam bidang Manajemen Agribisnis (MMA). Pada saat ini
telah banyak Program Studi Pascasarjana yang dibuka oleh IPB. Pada tahun 2000
IPB membuka Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) dengan 2 jurusan yaitu
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan dan Jurusan Manajemen. Pada
Tahun 2005 IPB membuka Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) dengan 3 jurusan
yaitu Jurusan Ilmu Keluarga dan Konsumen, Jurusan Komunikasi Pengembangan
Masyarakat dan Jurusan Gizi Masyarakat.
Jadi sampai saat ini Institut Pertanian Bogor mempunyai 9 Fakultas dan
Satu Sekolah, terdiri dari : (1) Fakultas Pertanian, (2) Fakultas Fakultas
Kedokteran Hewan, (3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, (4) Fakultas
Peternakan, (5) Fakultas Kehutanan, (6) Fakultas Teknologi Pertanian, (7)
Fakultas Matematika dan IPA, (8) Fakultas Ekonomi dan Manajemen, (9)
Fakultas Ekologi Manusia, (10) Sekolah Pascasarjana.
Selama 40 tahun berdiri, IPB sampai saat ini telah menghasilkan kurang
lebih 50.000 lulusan yang tersebar diberbagai tempat, baik di Indponesia maupun
di luar negeri. Saat ini IPB memiliki kurang lebih sekitar 25.082 mahasiswa terdiri
dari program S0, S1, S2, dan S3 dengan perincian sebagaimana terlihat dalam
Tabel 12 berikut:

Tabel 12. Jumlah Mahasiswa IPB Tahun 2003/2004 (Kumulatif)


Program Jumlah

Mahasiswa program S0 6.882 orang


Mahasiswa program S1 14.074 orang
Mahasiswa program S2 2.821 orang
Mahasiswa program S3 1.305 orang

Sumber: (Laporan Keuangan IPB Tahun 2003, 2004).


Jika dilihat dari sumberdaya manusia yang ada di IPB, maka IPB memiliki
3.737 orang terdiri dari tenaga pengajar, tenaga penunjang dan tenaga honorer
dengan perincian sebagaimana terlihat dalam Tabel 13 berikut:

Tabel 13. Jumlah SDM IPB Tahun 2003/2004

Sumber Daya Manusia Jumlah Klasifikasi

Tenaga Pengajar 1.246 orang 138 orang S1


541 orang S2
567 orang S3
Tenaga Penunjang 1.434 orang PNS
Tenaga Honorer 1.057 orang Tenaga Administrasi
Umum, Teknisi,
Laboran, Pustakawan,
Satpam, pengemudi

Sumber: (Laporan Keuangan IPB Tahun 2003, 2004).

Untuk membiaya kegiatannya, IPB memperoleh pendapatan dari Dana


Masyarakat dan bantuan dari Pemerintah yang terdiri dari:
1. Pendapatan dari Dana Masyarakat (DM) berasal dari:
a. SPP dari mahasiswa yang mengikuti pendidikan di IPB
b. Non SPP meliputi pendapatan penerimaan mahasiswa baru, beasiswa, dan
auxiliary enterprise (karcis parkir, asrama mahasiswa, jasa giro dan
deposito, dsb).
c. Dana Masyarakat lainnya meliputi deposit asrama, Dana PPKM, bantuan,
dsb.
2. Bantuan dari Pemerintah diterima dalam bentuk anggaran rutin (DIK) dan
anggaran pembangunan (DIP).
3. Dana Abadi dari berbagai sumber dan hasil dari fund management.
Sumber: (Laporan Keuangan IPB Tahun 2003, 2004).

Organisasi dan Tata Kerja IPB terdiri dari pengelola, pelaksana akademik,
pelaksana administrasi dan penunjang sebagai berikut:
1. Pengelola terdiri dari Majelis Wali Amanat, Dewan Audit, Senat Akademik
dan Pimpinan.
2. Pelaksana Akademik terdiri dari Fakultas, Departemen, Bagian, Lembaga
dan Pusat.
3. Pelaksana Administrasi terdiri dari Direktorat, Sub Direktorat dan Kantor.
4. Penunjang Akademik terdiri dari Perpustakaan, Laboratorium, Bengkel, Pusat
Informasi, Kebun Percobaan dan Keamanan.
Sumber: (Laporan Keuangan IPB Tahun 2003, 2004).

Dengan dukungan staf pengajar yang berkualitas dan fasilitas pendidikan


dan penelitian yang sangat memadai, IPB mulai pada penerimaan mahasiswa baru
tahun akademik 2005/2006 merubah sistem kurikulum dari sistem kurikulum
nasional (Kurnas) 1994 menuju kurikulum sistem mayor-minor. Mahasiswa yang
terdaftar di mayor pada departemen tertentu memiliki kesempatan untuk
mengambil minor pada departemen lain di seluruh IPB atau mengambil mata
kuliah di berbagai departemen lain (supporting courses) untuk melengkapi jumlah
SKS tingkat sarjana yaitu sekitar 144 SKS. Apabila mampu, dimungkinkan pula
untuk mengambil dua mayor sekaligus (double major).
Untuk menyelenggarakan kegiatannya, IPB memiliki aset berupa barang-
barang modal terdiri dari tanah dan bangunan masing-masing seluas 6.651.635 m2
dan 388.516 m2 serta perlengkapannya berupa meubelair dan inventaris, serta
bahan-bahan penunjang, yang secara keseluruhan nilai perolehannya mencapai
Rp. 657.725.634.509,- (Laporan Keuangan IPB Tahun 2003, 2004).

4.4 Analisis Regresi

Keberadaan Kampus IPB berdampak pada ekonomi dan pengembangan


wilayah setidaknya dapat dilihat dalam dua hal, yaitu dampak keberadaannya
secara spasial dan dampak ekonomi yang ditimbulkannya.
Secara spasial, keberadaan Kampus IPB menyebabkan terdapat berbagai
aktifitas dan jumlah input. Hal ini dapat membantu masyarakat sekitar Kampus
IPB dalam menjalankan roda ekonomi rumah tangga yang diyakini merupakan
satu wilayah berkembang. Selain dampak keberadaannya secara spasial, secara
ekonomi keberadaan Kampus IPB dapat menghasilkan income untuk ekonomi
wilayah, khususnya dari pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan dan
aktifitas sosial ekonomi.
Analisis terhadap sektor informal adalah analisis unit usaha dan bukan
individu. Namun karena unit usaha sektor informal skalanya kecil (mandiri) maka
perilaku unit usaha akan identik dengan perilaku individu/pelaku usaha, sehingga
untuk tingkat pendapatan, besarnya pendapatan yang diperoleh pelaku usaha
menggambarkan pendapatan usaha sektor informal tersebut. Pendapatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan bersih dari usaha di sektor
informal.
Dalam penelitian ini faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi
pendapatan pelaku usaha di sektor informal di sekitar kampus IPB Darmaga ada
sebanyak 6 (enam) faktor/peubah. Adapun peubah-peubah tersebut adalah peubah
umur, pendidikan, kerja, curahan, modal dan IPB.
Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pelaku
usaha di sektor informal tersebut digunakan analisis regresi linier berganda
dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Metode ini
digunakan karena dalam menentukan pendapatan, ada banyak peubah yang
dianggap mempengaruhinya. Data diolah dengan mengunakan program SPSS.
Hasil pendugaan model regresi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
pendapatan pelaku usaha di sektor informal yang meliputi peubah umur (X1),
pendidikan (X2), kerja (X3), curahan (X4), modal (X5) dan dummy IPB (D1)
didapat hasil pendugaan yang terlihat dalam Tabel 14.
Selain peubah-peubah bebas yang ada diatas sebelumnya peubah bebas
dummy lokasi (D2) dan dummy asal (D3) dimasukkan kedalam model regresi,
tatapi hasil yang didapat tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan dan bahkan
menyebabkan P-value peubah-peubah bebas yang lain meningkat. Selain itu untuk
model dengan peubah dummy lokasi (D2) dan dummy asal (D3) juga menyebabkan
nilai F-hitung yang lebih kecil, sehingga untuk selanjutnya peubah dummy lokasi
(D2) dan dummy asal (D3) dikeluarkan atau tidak dimasukkan dalam model. Hasil
pendugaan model yang memasukkan peubah dummy lokasi (D2) dan dummy asal
(D3) dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 14. Hasil Dugaan Koefisien Regresi Berganda Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pendapatan Usaha Sektor Informal di Sekitar
Kampus IPB Darmaga.

Peubah Koefisien t-hitung P VIF


Konstanta -19000000 -1,534 0,129 -
Umur ( X1) 84091,643 0,519 0,605 1,353
Pendidikan ( X2) 1199797 2,206 0,030* 1,632
Kerja ( X3) 39187,065 0,192 0,848 1,205
Curahan ( X4) 122846,1 0,193 0,847 1,037
Modal ( X5) 0,0437 -0,92 0,927 1,314
IPB ( D1) 6059108 1,819 0,072* 1,264
R-sq = 15,2 % F-hitung = 2,474
P = 0,030
Keterangan: * Nyata pada tingkat α = 10 persen

Pendugaan terhadap model persamaan regresi tersebut menghasilkan nilai


koefisien determinasi (R2) sebesar 15,2 persen. Nilai tersebut mempunyai arti
bahwa sebesar 15,2 persen keragaman pendapatan pelaku usaha di sektor
informal di sekitar Kampus IPB Darmaga dapat diterangkan oleh peubah-peubah
yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya sebesar 84,8 persen keragaman
pendapatan pelaku usaha di sektor informal tersebut diterangkan oleh peubah-
peubah lainnya di luar peubah yang digunakan dalam model.
Dalam mengetahui apakah peubah bebas yang digunakan dalam model
mempunyai pengaruh atau tidak terhadap peubah yang dijelaskan, maka dilakukan
uji hipotesa F. Nilai Fhitung Sebesar 2,474 dengan P-value sebesar 0,030 ini berarti
dengan menggunakan α = 0,10 maka Ho ditolak atau H1 diterima. Diterima H1
berarti model dugaan dapat digunakan untuk menganalisis lebih lanjut hubungan
antara peubah bebas dengan peubah tak bebas. Untuk lengkapnya dapat dilihat
pada analysis of variance (Lampiran 2).
Hubungan peubah-peubah bebas pada data menunjukkan bahwa tidak
terdapat masalah multikolinearitas. Multikolinieritas adalah kondisi dimana terjadi
korelasi antara variabel bebas. Artinya antar peubah bebas dianggap saling bebas.
Hal ini dapat dilihat dari nilai VIF yang relatif kecil yaitu kurang dari 10.
Pada analisis regresi berganda yang dilakukan untuk menentukan faktor-
faktor yang dianggap mempengaruhi pendapatan pelaku usaha sektor informal
digunakan selang kepercayaan sebesar 90 persen dengan tingkat α (alfa) sebesar
10 persen atau 0,10. Dalam melihat besarnya peluang suatu peubah bebas dalam
mempengaruhi peubah tak bebas (pendapatan) dapat dilihat dari P-value. Masing-
masing peubah dianggap mempunyai peluang yang sangat besar untuk
mempengaruhi peubah tak bebas. Bila P-value peubah bebas tersebut lebih kecil
dari tingkat alfa atau tingkat kesalahan yang diijinkan maka peubah tersebut
berpengaruh nyata terhadap pendapatan dan bila P-value peubah bebas tersebut
lebih besar dari nilai alfa yang diijinkan maka peubah tersebut tidak berpengaruh
nyata terhadap pendapatan.
Dilihat dari nilai Thitung dan P-value maka peubah pendidikan dan dummy
IPB mempunyai pengaruh nyata terhadap pendapatan pelaku usaha sektor
informal. Adapun peubah yang tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan
sebesar 90 persen (α = 0,10) adalah umur responden, kerja, curahan dan modal.

4.4.1 Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh terhadap Pendapatan

4.4.1.1 Pendidikan

Pendidikan memegang peranan yang cukup penting dalam kehidupan


manusia. Apabila pendidikan seseorang rendah, maka sulit baginya untuk
menerima hal-hal baru atau inovasi yang sifatnya dapat menambah wawasan,
pengalaman, dan pengetahuan. Implikasi dari keadaan tersebut diatas mereka
cepat pasrah pada nasib, tidak mau merubah diri dan lingkungannya dan selalu
bersikap irasional.
Dari hasil analisis data diketahui bahwa variabel tingkat pendidikan
berpengaruh nyata terhadap pendapatan pelaku usaha, hal ini dapat dilihat dari P-
value sebesar 0,030 yang lebih kecil dari nilai α sebesar 10 persen. Hasil dugaan
regresi diperoleh koefisien regresi pendidikan pelaku usaha sektor informal
sebesar 1199797. Artinya pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap
pendapatan pelaku usaha sektor informal. Jika tingkat pendidikan pelaku usaha
sektor informal meningkat 1 tahun maka pendapatan akan bertambah sebesar
1199797 satuan rupiah.

4.4.1.2 IPB

IPB adalah nama variabel dari lokasi dalam IPB yang berarti lokasi usaha
sektor informal dilakukan di dalam kampus IPB. Peubah IPB merupakan peubah
dummy yang terbagi menjadi 2 yaitu 1 untuk dummy jika kegiatan tersebut
berkaitan langsung dengan aktivitas IPB dan 0 untuk dummy selain dari itu. Hasil
dugaan regresi diperoleh P-value untuk peubah bebas sebesar 0,072 yang lebih
kecil dari nilai α sebesar 10 persen. Hal ini berarti peubah IPB berpengaruh nyata
terhadap peubah tak bebas.
Hasil keluaran yang ditampilkan dari peubah bebas IPB adalah yang
berasal dari kegiatan yang berkaitan langsung dengan aktivitas IPB dengan nilai
koefisien positif dan nilai VIF sebesar 1,264. Hal ini berarti pelaku usaha di
sektor informal yang usahanya berkaitan langsung dengan aktivitas IPB
berpeluang lebih besar untuk meraih keuntungan yang besar dari pada pelaku
usaha yang usahanya atas alasan yang berasal dari faktor lain yaitu sebesar 1,264.
Orang yang memulai usahanya di dalam kampus IPB dan berkaitan
langsung dengan aktivitas IPB cendrung memilih pekerjaan yang mampu
dikerjakannya dan memiliki keberhasilan karena pekerjaan yang disukainya
sedangkan pelaku usaha yang memulai usahanya atas dasar faktor lain, cendrung
merasa berat akan pekerjaannya tetapi desakan hidup menjadi alasan utama untuk
tetap menjalankan usahanya.
4.5 Analisis Input-Output

Salah satu cara untuk melihat bagaimana dampak suatu sektor atau sub
sektor berperan dalam perekonomian adalah dengan melihat sektor-sektor basis,
yaitu sektor-sektor yang mampu menarik pendapatan yang berasal dari luar
daerah, sehingga mampu memberikan peningkatan pada perputaran konsumsi
yang ada pada suatu daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan multiplier
effect bagi perekonomian daerah. Karena besarnya peran sektor-sektor tersebut
terhadap proses peningkatan output suatu wilayah, melalui proses multiplier,
maka sektor basis tersebut sering di sebut sebagai leading sector bagi
perekonomian daerah tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut biasanya sektor
basis diidentikkan dengan sektor-sektor yang mampu dikirim keluar daerah dan
dapat menciptakan aliran pendapatan yang berasal dari luar daerah yang pada
akhirnya akan meningkatkan nilai siklus konsumsi di wilayah itu.
Analisis basis ekonomi ini diperlukan untuk dapat melihat sektor-sektor
basis atau yang menjadi unggulan pada wilayah dengan berpedoman pada nilai
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) wilayah tersebut. Selain itu dilihat juga
apakah kampus IPB Darmaga berperan dalam perekonomian wilayah Kabupaten
Bogor. Data PDRB Kabupaten Bogor memang tidak menjelaskan berapa
kontribusi masing-masing kecamatan (termasuk Dramaga), termasuk dalam sub
sektor informal, namun demikian didasarkan atas asumsi bahwa pada dasarnya
wilayah kampus IPB Darmaga merupakan wilayah yang dapat memberi manfaat
limpahan bagi wilayah sekitarnya, maka paling tidak nilai yang tercantum dapat
dikaitkan dengan kondisi wilayah tersebut. Berikut adalah PDRB dan laju
pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005 sebagaimana disajikan
Tabel 15 berikut:
Tabel 15. PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor atas Dasar
Harga Berlaku dan atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2002-2005

Tahun PDRB Atas Dasar Harga (juta Rp.) Laju Pertumbuhan


Berlaku Konstan ’2000 Berlaku Konstan ‘2000
(1) (2) (3) (4) (5)
2002 22.566.874,32 20.115.276,41 11,48 4,48
2003 25.369.472,89 21.083.381,75 12,42 4,81
2004 28.832.435,46 22.256.364,04 13,65 5,56
2005 35.893.216,72 23.558.830,59 24,49 5,85
Sumber: PDRB Kabupaten Bogor Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005

Dari berbagai data dan informasi yang diperoleh, selanjutnya dilakukan


berbagai teknik analisis untuk bisa menjawab rumusan masalah penelitian.
Berikut ini adalah uraian pembahasan hasil analisis dari berbagai fenomena
empiris yang berkaitan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

4.5.1 Struktur I-O

Tabel Input-Output menggambarkan transaksi barang dan jasa dari


berbagai sektor ekonomi yang saling berkaitan dan mempunyai hubungan saling
ketergantungan. Penyusunan tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 (prediksi),
dimaksudkan untuk mengetahui dampak pelaksanaan usaha sektor jasa terhadap
peningkatan perekonomani wilayah Kabupaten Bogor. Oleh karena itu, jumlah
sektor produksi pada tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 (ada 22 sektor) yang
menjadi landasan penyusunan tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 dimodifikasi,
yaitu dengan menambahkan sektor jasa IPB.
Adapun gambaran umum perekonomian Kabupaten Bogor Tahun 2003
berdasarkan Tabel Input-Output Kabupaten Bogor Tahun 2003 dijelaskan pada
Tabel 16 sebagai berikut:
Tabel 16. Komponen Penyusun Tabel Input-Output Kabupaten Bogor Tahun
2003

No. Komponen Jumlah (juta Rp.) Distribusi (%)


1. Sisi Permintaan (Output)
a. Permintaan Antara 6.000.690,55 24,25
b. Permintaan Akhir 18.747.506,70 75,75
c. Total Permintaan 24.748.197,25 100,00

2. Sisi Penawaran (Input)


a. Input Antara 6.000.690,55 24,25
b. Impor 3.962.973,51 16,01
c. Jumlah Nilai Tambah Bruto 14.784.533,19 59,74
d. Jumlah Input 24.748.197,25 100,00
Sumber: Data Hasil Analisa

Dari Tabel 16 dijelaskan bahwa total nilai output ekonomi wilayah di


Kabupaten Bogor adalah sebesar Rp.24,75 trilyun yang terdiri dari permintaan
antara sebesar Rp.6 trilyun (24,25 %) dan permintaan akhir sebesar Rp.18,75
trilyun (75,75 %) yang meliputi konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah,
pembentukan modal tetap, perubahan stok dan eksport. Besarnya nilai permintaan
akhir menggambarkan tingginya permintaan (demand side). Konsumsi rumah
tangga, konsumsi pemerintah dan pembentukan modal tetap serta perubahan stok
menggambarkan kegiatan transaksi intra regional (domestik) sedangkan nilai
eksport menggambarkan kegiatan transaksi inter regional.
Makin tinggi tingkat permintaan maka makin besar pula nilai transaksi
barang/jasa. Hal ini mendorong peningkatan nilai output total suatu sektor, namun
nilai permintaan akhir belum menggambarkan sepenuhnya nilai permintaan total
suatu sektor serta dampak totalnya terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah.
Permintaan akhir yang terlalu tertinggi mengakibatkan permintaan antara yang
rendah. Permintaan antara di Kabupaten Bogor hanya sebesar Rp.6 trilyun
(24,25 %). Artinya dari total output wilayah yang dihasilkan hanya 24,25 % yang
dikembalikan dalam kegiatan produksi domestik.
Di sisi input, komponennya terdiri dari input antara (24,25 %), import
(16,01 %) dan yang memberikan kontribusi paling besar adalah input primer atau
nilai tambah bruto yakni sebesar Rp.14,78 trilyun (59,74 %).
Komponen nilai tambah bruto sendiri terdiri dari upah dan gaji, surplus
usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. Besarnya nilai masing-masing
komponen terhadap nilai tambah bruto dapat dilihat pada Tabel 17 berikut ini.

Tabel 17. Komponen Nilai Tambah Bruto Sektor Ekonomi di Kabupaten Bogor
Tahun 2003
No. Komponen Jumlah (juta Rp) Distribusi (%)
1. Upah dan Gaji 4.632.438,80 31,33
2. Surplus Usaha 8.214.312,74 55,56
3. Penyusutan 1.291.453,15 8,73
4. Pajak Tak Langsung Netto 646.328,50 4,38
Jumlah 14.784.533,19 100,00
Sumber: Data Hasil Analisa

Beberapan komponen nilai tambah bruto memiliki nilai dan besaran


kontribusi yang bervariasi. Nilai tambah yang besar adalah komponen surplus
usaha yang diterima oleh pengusaha yakni dengan total sebesar Rp.8,21 trilyun
atau 55,56 % dari total nilai tambah bruto. Selanjutnya komponen upah dan gaji
yang diterima pekerja dengan total nilai Rp.4,63 trilyun diterima oleh pekerja. dan
komponen yang paling kecil nilainya adalah netto pajak tak langsung yang
diterima pemerintah yakni sebesar Rp.646.32 milyar. Nilai ini menunjukkan
bahwa kemampuan pemerintah untuk meningkatkan penerimaannya masih relatif
rendah yakni 4,38 %.

4.5.2 Keterkaitan ke Depan (Forward Linkage) dan Keterkaitan ke


Belakang (Backward Linkage)

Analisis keterkaitan ke depan akan memberikan gambaran tentang


kepekaan peningkatan output, income dan tenaga kerja suatu sektor sebagai akibat
adanya perubahan permintaan akhir output sektor perekonomian secara
keseluruhan (termasuk sektor ekonomi lainnya). Interpretasi terhadap keterkaitan
ke depan ini menunjukkan kepekaan suatu sektor sebagai sektor hulu dalam
menangkap peluang akibat perubahan pada sektor hilir. Sedangkan analisis
keterkaitan ke belakang akan menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk
meningkatkan output, income dan tenaga kerja sektor lainnya secara keseluruhan
sebagai dampak dari perubahan neraca permintaa akhir dari sektor tersebut. Ini
menunjukkan bahwa keterkaitan ke belakang akan memberikan gambaran akan
kemampuan suatu sektor sebagai sektor hulu dalam pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah.
Keterkaitan langsung ke depan adalah perwujudan akibat perubahan per
unit permintaan total sektor jasa IPB terhadap sektor-sektor yang menggunakan
sebagian output sektor jasa IPB secara langsung. Keterkaitan langsung ke
belakang menunjukkan perwujudan akibat perubahan per unit permintaan total
sektor jasa IPB terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara secara
langsung bagi sektor jasa IPB.
Keterkaitan antar sektor menunjukkan adanya ketergantungan antar
berbagai sektor ekonomi yang ada, baik itu keterkaitan langsung maupun tidak
langsung. Dalam penelitian ini yang dianalisis adalah keterkaitan sektor jasa IPB
dengan sektor lainnya di Kabupaten Bogor. Keterkaitan tersebut berupa
keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) yaitu antara sektor
jasa IPB dengan sektor-sektor yang menyediakan input untuk kegiatan sektor ini,
dan keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage) yaitu sektor-sektor
yang memanfaatkan output dari sektor jasa IPB. Adapun keterkaitan antar sektor
perekonomian Kabupaten Bogor dapat kita lihat pada Tabel 18 berikut ini:
Tabel 18. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Kabupaten Bogor 2003
No Sektor Keterkaitan ke Keterkaitan Ke
Depan Belakang
KLD KLTD KLB KLTB

1. Tabaman 0,0003 0,0036 0,0049 0,0064


2. Peternakan 0,0003 0,0052 0,0091 0,0125
3. Prtn_lain 0,0103 0,0189 0,0043 0,0058
4. Listrik 0,0075 0,0109 0,0158 0,0193
5. Gas 0,0000 0,0000 0,0051 0,0070
6. Air & tmbg 0,0000 0,0020 0,0080 0,0095
7. Immt 0,0000 0,0047 0,0000 0,0009
8. Itpj 0,0000 0,0021 0,0000 0,0009
9. In_kayu 0,0000 0,0204 0,0000 0,0001
10. In_kimai 0,0041 0,0071 0,0089 0,0116
11. In_lain 0,0009 0,0028 0,1955 0,2336
12. Bangunan 0,0028 0,0065 0,0340 0,0574
13. Dagbesran 0,0077 0,0113 0,0403 0,0530
14. Hotel 0,0657 0,0737 0,0000 0,0008
15. Restoran 0,0019 0,0077 0,0095 0,0228
16. Ak_rel 0,0000 0,0110 0,0000 0,0002
17. Ak_dal_kt 0,0889 0,0979 0,0045 0,0112
18. Ak_antar_kt 0,0791 0,0880 0,0113 0,0175
19. Js_pnjg_ak 0,0838 0,0905 0,0000 0,0030
20. Komunikasi 0,0087 0,0244 0,0033 0,0130
21. Keuangan 0,0072 0,0149 0,1078 0,1282
22. Jasa-Jasa 0,0044 0,0058 0,0002 0,0054
23. Jasa IPB 0,0133 1,0184 0,0133 1,0184

Sumber: Data Hasil Diolah


Pada Tabel 18 terlihat bahwa sektor jasa IPB memilki koefisien
keterkaitan langsung ke belakang sebesar 0,0033 artinya bahwa sektor jasa IPB
menggunakan input secara langsung sebesar 0,0033 unit untuk proses komunikasi,
sebagai akibat dari kenaikan permintaan akhir sektor yang bersangkutan sebesar
satu unit. Koefisien keterkaitan langsung ke belakang ini relatif kecil bila
dibandingkan dengan sektor lainnya. Sedangkan lima sektor yang menempati
peringkat tertinggi berturut-turut adalah (1) sektor industri lain sebesar 0,1955, (2)
sektor keuangan sebesar 0,1078 (3) sektor dagbesran sebesar 0,0403, (4) sektor
bangunan sebesar 0,0340 dan (5) sektor listrik sebesar 0,0158.
Implikasi secara makro dari angka-angka total keterkaitan tadi
menunjukkan bahwa total keterkaitan ke belakang dari berbagai sektor
menunjukkan sejumlah sektor lebih tinggi dari rata-rata dan sejumlah sektor
lainnya lebih rendah dari keterkaitan total ke belakang dari seluruh sektor
perekonomian wilayah. Ini menunjukkan bahwa ada beberapa komoditas yang
dapat dijadikan sektor andalan (leading sector) dan sektor lainnya belum bisa
diandalkan. Sebagai contoh adalah sektor industri lain yang mempunyai total
keterkaitan ke belakang sebesar 0,1955, artinya sektor industri lain dapat
merupakan salah satu komoditas andalan bagi perekonomian wilayah Kabupaten
Bogor. Implikasi lain menunjukkan bahwa sektor industri lain mempunyai angka
koefisien keterkaitan langsung ke belakang sebesar 0,1955 yang menunjukkan
suatu indikasi bahwa bila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta
maka besarnya output sektor perekonomian secara keseluruhan akan meningkat
sebesar Rp 195.500.
Koefisien keterkaitan langsung ke depan sektor jasa IPB adalah sebesar
0,0133 ini berarti bahwa tingkat ketergantungan output sektor jasa IPB terhadap
sektor lainnya tidak terlampau menonjol serta output sektor jasa IPB tidak banyak
dimanfaatkan oleh sektor-sektor lainnya sebagai input ini disebabkan karena
seluruh hasil yang didapat lebih banyak untuk di ekspor.
Koefisien keterkaitan langsung ke depan dari sektor-sektor ekonomi yang
menduduki lima besar di Kabupaten Bogor adalah (1) sektor angkutan dalam kota
sebesar 0,0889, (2) sektor jasa penunjang angkutan sebesar 0,0838, (3) sektor
angkutan antar kota sebesar 0,0791, (4) sektor hotel sebesar 0,0657, (5) sektor
peternakan lain sebesar 0,0103. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan
(total forward linkage) adalah sebesar 0,3869 serta keterkaitan langsung dan tidak
langsung kebelakang (total backward linkage) adalah sebesar 0,4758. Indeks
0,3869 mengandung arti bahwa setiap kenaikan permintaan akhir sebesar satu unit
akan memberikan pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap sektor-sektor
yang menggunakan output sektor jasa IPB sebagai input antara sebesar 0,3869
satuan. Sedangkan indeks 0,4758 berarti sektor jasa IPB membutuhkan input
sektor-sektor lainnya termasuk sektor jasa IPB sebesar 0,4758 satuan jika terjadi
kenaikan permintaan akhir sektor jasa IPB sebesar satu satuan.
Sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan langsung dan tidak langsung
ke depan yang termasuk dalam lima besar adalah (1) sektor angkutan dalam kota
sebesar 0,0979 (2) sektor jasa penunjang angkutan sebesar 0,0905, (3) sektor
angkutan antar kota sebesar 0,0880, (4) sektor hotel sebesar 0,0737, (5) sektor
komunikasi sebesar 0,0244. Sementara itu sektor-sektor yang mempunyai
keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang yang termasuk dalam lima
besar adalah (1) sektor industri lain sebesar 0,2336, (2) sektor keuangan sebesar
0,1282, (3) sektor bangunan sebesar 0,0574, (4) sektor dagbesran sebesar 0,0530,
(5) sektor restoran sebesar 0,0228.

4.5.3 Koefisien Penyebaran (Coefficient of Dispersion = CD) dan Kepekaan


Penyebaran (Sensitivity of Dispersion = SD)

Salah satu keunggulan analisa dengan menggunakan model I-O adalah karena
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat hubungan atau keterkaitan antar sektor. Ada
tingkat keterkaitan teknis antar unsur aktif (dalam hal ini unsur yang menunjang kegiatan
jasa IPB, seperti perusahaan industri, prasarana dan komunikasi) merupakan generator
untuk memulai suatu proses polarisasi teknis. Hubungan ini dapat berupa hubungan
kedepan (forward linkage), ialah hubungan dengan penjualan jasa yaitu tingkat
keterkaitan kedepan atau disebut juga daya penyebaran. Hubungan ke belakang (bacward
linkage) yang hampir selalu merupakan hubungan dengan bahan baku yaitu tingkat
keterkaitan kebelakang atau disebut juga derajat kepekaan. Kedua indeks tersebut dapat
digunakan untuk menganalisis dan menentukan sektor-sektor kunci (key sector) yang
akan dikembangkan dalam pembangunan ekonomi di suatu wilayah.
Sektor yang mempunyai daya penyebaran (power disperation) tinggi
memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mempunyai keterkaitan kedepan atau daya
dorong yang kuat dibandingkan terhadap sektor yang lainnya. Sebaliknya sektor yang
mempunyai derajat kepekaan (degree of sensitivity) tinggi mengindikasikan bahwa sektor
tersebut mempunyai ketergantungan (kepekaan) yang tinggi terhadap sektor lain. Dari
daya penyebaran dan derajat kepekaan ini diturunkan pula daya penyebaran dan indeks
derajat kepekaan.
Adapaun indeks daya penyebaran memberikaan indikasi bahwa sektor-sektor
yang mempunyai indeks daya penyebaran lebih besar dari satu, berarti daya penyebaran
sektor tersebut diatas rata-rata daya penyebaran secara keseluruhan. Pengertian yang
sama juga berlaku untuk indeks derajat kepekaan. Sektor yang mempunyai indeks derajat
kepekaan lebih dari satu, berarti derajat kepekaan sektor tersebut diatas derajat kepekaan
rata-rata secara keseluruhan. Adapun tabel koefisien daya penyebaran dan daya
kepekaan sektor ekonomi Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 19 berikut:

Tabel 19. Koefisien Daya Penyebaran dan Daya Kepekaan Sektor-Sektor


Ekonomi Kabupaten Bogor Tahun 2003
No. Sektor Koefisien Koefisien
Penyebaran Kepekaan

1. Tabaman 0,988 0,796


2. Peternakan 0,978 0,940
3. Prtn_lain 0,891 1,146
4. Listrik 0,946 0,851
5. Gas 0,820 0,680
6. Air & tmbg 0,796 0,782
7. Immt 0,754 1,290
8. Itpj 0,791 0,825
9. In_kayu 0,682 1,395
10. In_kimia 0,879 0,954
11. In_lain 1,859 0,774
12. Bangunan 1,427 0,931
13. Dagbesran 1,308 0,822
14. Hotel 0,695 1,089
15. Restoran 1,055 0,945
16. Ak_rel 0,682 1,240
17. Ak_dal_kt 0,993 1,087
18. Ak_antar_kt 0,969 1,085
19. Js_pnjg_ak 0,810 0,966
20. Komunikasi 1,135 1,591
21. Keuangan 1,399 1,128
22. Jasa-Jasa 1,115 1,804
23. Jasa IPB 1,028 0,877

Sumber: Data Hasil Diolah

Dari Tabel 19 diatas dapat diketahui bahwa sektor yang mempuyai daya
penyebaran tertinggi di Kabupaten Bogor adalah sektor industri lain yaitu sektor
11 sebesar 1,859. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan 1 unit output sektor
industri lain akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain (termasuk
sektornya sendiri) secara keseluruhan sebesar 1,859 unit. Peringkat kedua adalah
sektor bangunan (sektor 12) dengan daya penyebaran sebesar 1,427. Artinya
untuk menaikkan output sektor-sektor lain secara keseluruhan sebesar 1,427,
maka sektor bangunan harus dinaikkan outputnya sebesar 1 unit. Sektor terbesar
lainnya menurut penyebarannya berturut-turut adalah sektor keuangan sebesar
1,399, sektor dagbesran sebesar 1,308, sektor komunikasi sebesar 1,135, sektor
jasa-jasa sebesar 1,115 dan sektor jasa IPB sebesar 1,028 . Berdasarkan nilai-nilai
koefisien penyebaran tersebut, sektor-sektor yang mempunyai nilai koefisien
penyebaran lebih dari satu menunjukkan tingginya daya penyebaran ke depan
sektor tersebut, dengan kata lain mampu menarik pertumbuhan output sektor hulu
sebesar nilai-nilai tersebut. Dengan demikian mendorong pertumbuhan hinterland
yang menguntungkan (spread effect), tercermin dari adanya arus barang dan jasa
yang besar.
Selanjutnya pada tabel diatas juga ditunjukkan bahwa sektor yang
mempunyai derajat kepekaan tertinggi di Kabupaten Bogor adalah sektor jasa-jasa
(sektor 22) sebesar 1,804 yang berarti bahwa akibat kenaikan satu unit permintaan
akhir seluruh sektor menyebabkan output sektor jasa-jasa meningkat sebanyak
1,804 unit. Sektor terbesar kedua adalah sektor komunikasi (sektor 20) yaitu
sebesar 1,591, artinya jika ingin meningkatkan sektor komunikasi sebesar 1,591
unit, maka harus dinaikkan permintaan akhir seluruh sektor sebesar satu unit.
Atau dengan kata lain sektor yang mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi
terhadap sektor-sektor lainnya di Kabupaten Bogor dimiliki oleh sektor jasa-jasa
dan komunikasi. Berdasarkan nilai-nilai derajat kepekaan tersebut, sektor-sektor
yang mempunyai nilai derajat kepekaan lebih dari satu mengindikasikan bahwa
sektor tersebut mempunyai ketergantungan (kepekaan) yang tinggi terhadap sektor
lain.ke depan sektor tersebut, dengan kata lain mampu mendorong perkembangan
output sektor hilir sebesar nilai-nilai tersebut.
Sektor jasa IPB mempunyai daya penyebaran 1,028 artinya bahwa untuk
menaikkan output sektor-sektor lain secara keseluruhan sebesar 1,028, maka
sektor jasa IPB harus dinaikkan outputnya sebesar satu unit. Derajat kepekaan
sektor jasa IPB adalah sebesar 0,877 ini berarti bahwa akibat kenaikan satu unit
permintaan akhir seluruh sektor menyebabkan output sektor jasa IPB meningkat
sebanyak 0,877 unit.
4.5.4 Pengganda Output dan Pengganda Pendapatan

Analisis pengganda (multiplier analysis) adalah bertujuan untuk melihat


berbagai pengaruh dari adanya perubahan terhadap permintaan akhir (final
demand) terhadap peningkatan sektor itu sendiri, sebagai akibat adanya
transfer/awal, dampak industri) serta dampak karena adanya konsumsi.
Analisis pengganda (multiplier analysis) merupakan dampak dari
stimulus ekonomi terhadap berbagai perubahan kegiatan ekonomi yang terjadi.
Analisis ini secara spesifik bertujuan untuk melihat dampak perubahan
(peningkatan/penurunan) permintaan akhir suatu sektor ekonomi terhadap sektor
lain pada tiap satu satuan perubahan jenis pengganda. Stimulus ekonomi yang
dimaksud disini adalah berupa pendapatan maupun output.
Adapun dampak peningkatan sektor jasa IPB terhadap output akhir di
Kabupaten Bogor sebagaimana terlihat pada Tabel 20 berikut ini:

Tabel 20. Dampak Peningkatan Sektor Jasa IPB terhadap Output Akhir
di Kabupaten Bogor.
Dampak Pengganda Output
Sektor (Peningkatan Sektor Jasa IPB 10%)
Tabaman 156,68
Peternakan 303,66
Prtn_lain 140,34
Listrik 469,24
Gas 169,53
Air&tmbg 231,44
Immt 22,90
Itpj 21,72
In_kayu 2,02
In_kimia 282,12
In_lain 5.689,39
Bangunan 1.398,23
Dagbesran 1.291,17
Hotel 18,64
Restoran 555,39
Ak_rel 4,77
Ak_dlm_kt 272,66
Ak_antr_kt 427,11
Js_pnjg_ak 71,96
Komunikasi 316,37
Keuangan 3.122,79
Jasa-Jasa 131,92
Jasa IPB 24.803,68
Total 39.903,73
Sumber: Data Hasil Diolah
Pengganda output bertujuan untuk mengetahui pengaruh kenaikan
permintaan akhir suatu sektor didalam perekonomian suatu wilayah terhadap
output sektor yang lain baik langsung maupun tidak langsung. Tabel 20
menunjukkan bahwa dengan peningkatan sektor jasa IPB 10 % atau sebesar Rp.
24.355,41 memberikan multiplier effect (total pengganda ouput semua sektor)
sebesar total Rp. 39.903,73. Angka ini mengandung arti bahwa peningkatan
permintaan akhir sektor jasa IPB satu satuan, akan meningkatkan output pada
semua sektor sebesar 39.903,73 satuan. Hal ini berarti bahwa pengaruh kenaikan
permintaan akhir sektor jasa IPB terhadap perubahan output sektor lain secara
langsung dan tidak langsung sangat berpengaruh. Lima sektor yang mempunyai
multiplier effect (koefisien pengganda output) terbesar masing-masing adalah: (1)
Jasa IPB sebesar 24.803,68, (2) industri lain sebesar 5.689,39, (3) keuangan
sebesar 3.122,79, (4) bangunan sebesar 1.398,23, (5) dagbesran sebesar 1.291,17.
Pengganda pendapatan adalah besarnya peningkatan pendapatan pada
suatu sektor akibat dari meningkatnya permintaan akhir output sektor tersebut
sebesar satu unit (Rp). Apabila permintaan akhir terhadap output sektor tertentu
meningkat sebesar satu satuan, maka pendapatan masyarakat yang bekerja pada
sektor tersebut akan meningkat sebesar nilai pengganda pendapatan sektor yang
bersangkutan.
Pengganda pendapatan adalah dampak yang ditimbulkan oleh adanya
perubahan dalam permintaan akhir pada sektor tertentu terhadap pendapatan
sektor tersebut. Pengganda pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan
masyarakat dari setiap sektor kegiatan yang membangun struktur perekonomian
dalam wilayah Kabupaten Bogor selama tahun 2003 sebagaimana diperlihatkan
oleh Tabel 21 berikut ini:
Tabel 21. Dampak Peningkatan Sektor Jasa IPB terhadap Pendapatan
di Kabupaten Bogor.
Dampak Pengganda Pendapatan
Sektor (Peningkatan Sektor Jasa IPB 10%)
Tabaman 0,0000
Peternakan 4,8711
Prtn_lain 14,6132
Listrik 34,0976
Gas 0,0000
Air&tmbg 19,4843
IMMT 0,0000
ITPJ 4,8711
In_kayu 0,0000
In_kimia 41,4042
In_lain 1234,8193
Bangunan 382,3799
Dagbesran 224,0698
Hotel 2,4355
Restoran 99,8571
Ak_rel 0,0000
Ak_dlm_kt 41,4042
Ak_antr_kt 65,7596
Js_pnjg_ak 9,7422
Komunikasi 17,0488
Keuangan 323,9270
Jasa-Jasa 102,2928
Jasa IPB 7162,9261
Total 9786,0038
Sumber: Data Hasil Diolah
Pengganda pendapatan adalah besarnya peningkatan pendapatan pada
suatu sektor akibat dari meningkatnya permintaan akhir output sektor tersebut
sebesar satu unit (Rp). Apabila permintaan akhir terhadap output sektor tertentu
meningkat sebesar satu satuan, maka pendapatan masyarakat yang bekerja pada
sektor tersebut akan meningkat sebesar nilai pengganda pendapatan sektor yang
bersangkutan. Dari Tabel 21 diatas terlihat bahwa dampak pengganda pendapatan
sektor jasa IPB 10 % atau sebesar 7162,9261. Apabila peningkatan permintaan
akhir sektor jasa IPB sebesar satu satuan maka pendapatan rumah tangga disemua
sektor ekonomi akan meningkat sebesar 9786,0038 satuan baik langsung maupun
tidak langsung. Terlihat bahwa sektor ini mampu menciptakan pendapatan
tambahan bagi masyarakat Kabupaten Bogor. Sementara itu sektor - sektor yang
mempunyai pengganda pendapatan dalam kelompok lima besar adalah: (1) jasa
IPB sebesar 7162,9261, (2) industri lain sebesar 1234,8193, (3) bangunan sebesar
382,3799, (4) keuangan sebesar 323,9270, (5) dagbesran sebesar 224,0698.
V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Bahwa Ekonomi masyarakat sekitar Kampus mempunyai keterkaitan


dengan keberadaan IPB. Faktor-faktor yang mempengaruhi perekonomian
masyarakat sekitar Kampus IPB Darmaga adalah faktor pendidikan dan
lokasi usaha di dalam kampus IPB. Tingkat pendidikan berpengaruh nyata
terhadap pendapatan pelaku usaha, artinya pendidikan mempunyai
pengaruh positif terhadap pendapatan pelaku usaha sektor informal. Jika
tingkat pendidikan pelaku usaha sektor informal meningkat 1 tahun maka
pendapatan akan bertambah sebesar Rp.1.199.797. Sedangkan lokasi
dalam IPB yang berarti lokasi usaha sektor informal dilakukan di dalam
kampus IPB dan berkaitan langsung dengan aktivitas IPB berpeluang
lebih besar untuk meraih keuntungan yang besar dari pada pelaku usaha
yang usahanya atas alasan yang berasal dari faktor lain.
2. Karakteristik pelaku dan usaha sektor informal pada daerah sekitar
kampus IPB Dramaga dapat dilihat dari faktor-faktor seperti umur,
pendidikan, kerja, curahan, modal dan lokasi usaha (IPB). Faktor-faktor
tersebut sangat bervariasi antara satu kelompok usaha dengan kelompok
usaha yang lain. Faktor-faktor ini (terutama pendidikan dan lokasi usaha)
berperan dalam memberikan kontribusi bagi penghasilan dan pendapatan
tambahan masyarakat sekitar kampus IPB Darmaga.
3 Perekonomian Kabupaten Bogor masih di dominasi oleh sektor tersier
(perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi;
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; jasa-jasa) dan sektor sekunder
(industri pengolahan; listrik, gas dan air minum serta bangunan). Bila kita
lihat bahwa kelompok sektor tersier dari tahun ke tahun selalu mengalami
kenaikan. Pertumbuhan kelompok sektor tersier pada tahun 2005 sebesar
7,39 % bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 6,63 %.
Kelompok sektor sekunder tumbuh melambat pada tahun 2005 sebesar
5,87 % bila dibandingkan tahun 2004 sebesar 5,99 %. Sedangkan untuk
kelompok sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) dari
tahun ke tahun cenderung mengalami pertumbuhan negatif, tetapi pada
tahun 2005 terjadi pertumbuhan positif sebesar 0,47 %.
Total keterkaitan ke belakang dari berbagai sektor di Kabupaten Bogor
menunjukkan sejumlah sektor lebih tinggi dari rata-rata dan sejumlah
sektor lainnya lebih rendah dari keterkaitan total ke belakang dari seluruh
sektor perekonomian wilayah. Ini menunjukkan bahwa ada beberapa
komoditas yang dapat dijadikan sektor andalan (leading sector) bagi
Kabupaten Bogor untuk masa yang akan datang yaitu sektor industri lain,
sektor keuangan, sektor dagbesran, sektor bangunan, sektor listrik serta
sektor jasa IPB. Sektor-sektor ini nantinya diharapkan dapat memacu
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor sedangkan sektor lainnya belum
bisa diandalkan.
Sektor jasa IPB di Kabupaten Bogor yang mempunyai nilai koefisien
penyebaran lebih dari satu menunjukkan tingginya daya penyebaran ke
depan sektor tersebut, dengan kata lain mampu menarik pertumbuhan
output sektor hulu. Dengan demikian mendorong pertumbuhan hinterland
yang menguntungkan (spread effect). Berdasarkan input antara, sektor-
sektor yang menggunakan sektor jasa IPB adalah sektor angkutan dalam
kota dengan nilai koefisien penyebaran 0,993, sektor angkutan antar kota
dengan nilai koefisien penyebaran 0,969, sektor jasa penunjang angkutan
dengan nilai koefisien penyebaran 0,810, sektor dagbesran dengan nilai
koefisien penyebaran 1,308, sektor komunikasi dengan nilai koefisien
penyebaran 1,135, sektor keuangan dengan nilai koefisien penyebaran
1,399, sektor jasa-jasa dengan nilai koefisien penyebaran 1,115, sektor
peternakan lain dengan nilai koefisien penyebaran 0,891, sektor listrik
dengan nilai koefisien penyebaran 0,946 dan sektor industri kimia dengan
nilai koefisien penyebaran 0,879 serta industri lain dengan nilai koefisien
penyebaran 1,859.
Sektor jasa IPB di Kabupaten Bogor yang mempunyai nilai derajat
kepekaan kurang dari satu mengindikasikan bahwa sektor tersebut tidak
mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sektor lain ke depan sektor
tersebut, dengan kata lain belum mampu mendorong perkembangan
output sektor hilir. Berdasarkan input antara, sektor jasa IPB lebih
bergantung kepada sektor industri lain dengan nilai koefisien kepekaan
0,774, sektor industri tekstil dan pakaian jadi dengan nilai koefisien
kepekaan 0,825, sektor keuangan dengan nilai koefisien kepekaan 1,128,
sektor bangunan dengan nilai koefisien kepekaan 0,931, sektor
perdagangan besar eceran dengan nilai koefisien kepekaan 0,822, sektor
listrik dengan nilai koefisien kepekaan 0,851, sektor angkutan antar kota
dengan nilai koefisien kepekaan 1,085, sektor restoran dengan nilai
koefisien kepekaan 0,945 dan sektor industri kimia dengan nilai koefisien
kepekaan 0,954 serta sektor air dan pertambangan dengan nilai koefisien
kepekaan 0,782.
Pengganda output menunjukkan bahwa dengan peningkatan sektor jasa
IPB 10 % atau sebesar Rp. 24.355,41 memberikan multiplier effect (total
pengganda ouput semua sektor) sebesar total Rp. 39.903,73. Hal ini berarti
bahwa pengaruh kenaikan permintaan akhir sektor jasa IPB terhadap
perubahan output sektor lain secara langsung dan tidak langsung sangat
berpengaruh.
Pengganda pendapatan menunjukkan bahwa dampak pengganda
pendapatan sektor jasa IPB 10 % atau sebesar Rp.7.162,9261 memberikan
multiplier effect (total pengganda pendapatan semua sektor) sebesar
Rp. 9.786,0038 maka pendapatan rumah tangga disemua sektor ekonomi
akan meningkat sebesar Rp. 9.786,0038 baik langsung maupun tidak
langsung. Terlihat bahwa sektor ini (keberadaan IPB) mampu
menciptakan pendapatan tambahan bagi masyarakat Kabupaten Bogor.
Hubungan keterkaitan antar sektor sangat besar. Misal pada sektor
angkutan dalam kota (sektor 17) mempunyai koefisien penyebaran 0,993
dan koefisien kepekaan 1,087 (tabel 19) yang berarti bahwa sektor
tersebut memiliki keterkaitan kedepan dan kebelakang yang tinggi
terhadap sektor lain. Hal ini bisa dilihat dari dampak pengganda output
(tabel 20) sektor angkutan dalam kota sebesar 272,66 yang berarti
peningkatan permintaan akhir sektor tersebut meningkat 272,66 satu
satuan dan dampak pengganda pendapatan (tabel 21) sektor angkutan
dalam kota adalah sebesar 41,4042 yang berarti pendapatan masyarakat
pada sektor angkutan dalam kota meningkat sebesar 41,4042 satuan
rupiah.

5.2 Saran

1. Untuk mempercepat tingkat pertumbuhan perekonomian wilayah


Kabupaten Bogor pada masa yang akan datang, sektor yang mempunyai
nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran seperti sektor
industri lain, sektor bangunan, sektor keuangan, sektor dagbesran, sektor
komunikasi dan sektor jasa-jasa serta sektor jasa IPB, perlu mendapat
perhatian lebih dalam alokasi dana pembangunan.
2. Untuk menjamin didapatnya manfaat pembangunan berkelanjutan dan
peningkatan perekonomian wilayah sekitar kampus IPB Darmaga diantara
langkah yang diperlukan adalah:
a) Membangun komunikasi yang baik antara semua pihak, terutama
pemerintah dan masyarakat, diantaranya dengan meningkatkan
intensitas penyuluhan dan silaturahmi, sehingga manfaat keberadaan
kampus IPB Darmaga dapat dipahami oleh semua pihak
b) Setiap kegiatan pengelolaan wilayah dilakukan secara terpadu, baik
antar sektoral, antar instansi, secara spasial, dan disiplin ilmu.
Keterpaduan dapat dicapai dengan membangun koordinasi antar
pembuat kebijakan dalam setiap kegiatan pengelolaan.
3. Kecilnya modal usaha yang dimiliki merupakan suatu kendala yang
banyak dikeluhkan oleh para pelaku usaha sektor informal. Oleh karena
itu akses terhadap lembaga keuangan perlu ditingkatkan. Peningkatan
tersebut dengan cara memberikan pelatihan pemberdayaan usaha kecil dan
menengah dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan
pengelolaan usaha yang lebih berdaya guna dan berhasil guna. Juga perlu
memberikan bantuan kredit lunak dan kredit usaha kepada UKM sektor
perdagangan seperti warung kelontongan dan warung makan serta UKM
sektor jasa seperti rental komputer dan fotocopy dalam upaya
mengembangkan usaha dan peningkatan kesejahteraan.
4 Studi mengenai keterkaitan ekonomi di sekitar kampus IPB Darmaga
perlu terus dilanjutkan terutama terkait dengan kontribusi keberadaan
kampus IPB Darmaga terhadap perekonomian per kecamatan di
Kabupaten Bogor.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, A dan B. Nasendi (Penyunting), 1987. Perencanaan Pembangunan


Pertanian dan Wilayah Pedesaan. Kerjasama Institut Pertanian Bogor
dengan Departemen Pertanian Republik Indonesia, Jilid I s/d IV.

Anwar, A. 1995. Masalah Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup dan


Kebijaksanaan Ekonomi untuk Pengendalian Kerusakannya dalam rangka
Pembangunan Wilayah. Makalah seminar sehari “Peningkatan
Kemampuan Industri Berwawasan Lingkungan, Menuju Pembangunan
Ekonomi Nasional pada Era Globalisasi”. Sekolah Tinggi Management
Industri, Departemen Perindustrian Jakarta 8 Juni, 1995. Tidak
dipublikasikan.

_________ 2001a. Analisis Ekonomi Biaya Transaksi. Makalah, tidak


dipublikasikan.

_________ 2001b. Konsep Alternatif Pilihan Aktivitas Ekonomi melalui Sistem


Kelembagaan Pasar atau Sistem Organisasi dan Non Pasar Lainnya.
Makalah, tidak dipublikasikan.

_________ 2001c. Usaha Membangun Aset-Aset Alami dan Lingkungan Hidup.


Pada Umumnya Diharapkan Dapat Memperbaiki Kehidupan Ekonomi
Masyarakat ke Arah Keberlanjutan. Makalah, tidak dipublikasikan.

Badan Pusat Statistik. 1995. Kerangka Teori dan Analisis Tabel I-O. BPS, Jakarta

_________________. 1996. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 1993. BPS,


Jakarta

BPS Kabupaten Bogor. 2005. PDRB Kabupaten Bogor menurut Lapangan Usaha
Tahun 2005. Bogor.

BPS Kabupaten Bogor. 2005. Kabupaten Bogor dalam Angka 2006. Bogor.

Breton, G. and M. Lambert. 2003. Universities and Globalization. Private


Linkages, Public Trust.

Budiharsono, S. 1996. Perencanaan Pembangunan Wilayah.PS PWD IPB, Bogor.

Cooke, P. 1999. The Role of Innovation in Regional Competitiveness. Australian


Journal of Regional Studies, Vol.5 No.1, 1999.

Enirawan. 2007. Evaluasi Kinerja dan Strategi Pengembangan Kawasan


Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) Bima di Propinsi Nusa
Tenggara Barat. Tesis Institut Pertanian Bogor.
Glasson. 1990. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan oleh Paul
Sitohang. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia,
Jakarta.

Harahap, Sri Hastuty. 1998. Curahan Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Rumah
Tangga Sektor Informal Pedagang Makanan Kaki Lima di Tiga Pasar Kota
Bogor . Skripsi. Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Hastuti, I. H. 2001. Model Pengembangan Wilayah dengan Pendekatan


Agropolitan (Studi Kasus Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah). Tesis
Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Husnan, S. dan Suwarsono. 1994. Studi Kelayakan Proyek. BPFE, Yogyakarta

Institut Pertanian Bogor, 2004. Laporan Keuangan IPB 2003, Tahun Manajemen
Proses dan Perbaikan Kualitas.

Institut Pertanian Bogor, 2005. Corak Dunia Pertanian Indonesia, IPB dari Masa
ke Masa. PT. Pro Fajar, Bogor.

Kecamatan Dramaga. 2004. Profil Desa Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor


2003. Kecamatan Dramaga, Bogor.

Malanuang, L. 2002. Analisis Dampak Ekonomi dan Sosial Tambang Emas dan
Tembaga bagi Masyarakat Komunal dan Pembangunan Wilayah Propinsi
NTB. Tesis Institut Pertanian Bogor.

Mangkuprawira, S. 2000. Analysis of Regional Economy in Bogor District, West


Java Province: An Input-Output Model. Mimbar Sosek Vol.13 No.3,
Departemen Sosek Faperta IPB, Bogor.

Manning, C dan N.E. Tadjuddin 1996. Urbanisasi, Pengangguran dan Sektor


Informal di Kota. Yayasan Obor Indonesia, Yogyakarta.
Morgan, B. 2002. Higher Education and Regional Economic Development in
Wales: An Opportunity for Demonstrating the Efficacy of Devolution in
Economic Development. Regional Studies, Vol.36.I.pp 65-73, 2002.
Carfax Publishing.

Munashe, M. 1994. The Economist Approach to Sustainable Development dalam


Making Development Sustainable : From Concept to Action,
Environmentally Sustainable Development Occasional. Paper Series
No. 2. The World Bank, Washington DC.

Nasoetion, L. I. 1999. Pendekatan Agropolitan dalam rangka Pembangunan


Wilayah dan Pedesaan. Makalah Seminar Nasional Pembangunan
Wilayah dan Pedesaan. IPB.
Rees, C. 1994. The Ecologist Approach to Sustainable Development dalam
Making Development Sustainable : From Concept to Action,
Environmentally Sustainable Development Occasional. Paper Series
No. 2. The World Bank, Washington DC.

Richardson, H. 1972. Regional Economics. Location Theory, Urban Structure


and Regional Change. Word University. London.

Rustiadi, E, S. Saefulhakim dan D. R. Panuju. 2003. “Perencanaan Pengembangan


Wilayah: Konsep Dasar dan Teori,” Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Bogor. http :// www.bogorkab.go.id.

Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Bogor. http :// www.kabupaten-bogor.go.id.

Serageldin, I. 1994. Making Development Sustainable dalam Making


Development Sustainable : From Concept to Action, Environmentally
Sustainable Development Occasional. Paper Series No. 2. The World
Bank, Washington DC.

Soegijoko, S dan B.S. Kusbiantoro. 1997. Bunga Rampai Perencanaan


Pembangunan di Indonesia. PT.Grasindo, Jakarta.

Suhendi, 2005. Kesempatan Kerja di Sektor Informal pada Daerah Sekitar


Kampus IPB Darmaga (Studi Kasus di Desa Babakan Kecamatan
Dramaga Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Sukirno, S. 1986. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar


Kebijaksanaan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.

Sutomo, S. 1995. Tabel I-O dan Sistem Neraca Sosial Ekonomi sebagai Alat
Analisis. BPS, Jakarta.

Tjiptoherjanto, P. 1989. Sektor Informal Perkotaan dan Masalah Lapangan Kerja.


Prisma. No 5. LP3ES, Jakarta.

Thanki, R. 1997. How Do We Know the Value of Higher Education to Regional


Development? Policy Review Section.

Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi ketujuh.


Erlangga, Jakarta.

Unesco, 2004. Final Report of the Meeting of Higher Education Partners ( World
Conference of Higher Education +5). Paris, 23-25 June 2003.
Winoto, J. 2000. Pengembangan Wilayah : Kumpulan Tulisan Pembangunan dan
Pengembangan Wilayah di Indonesia. IPB, Bogor.

Yamiati, N. 2005. Dampak Perkembangan Pariwisata Pesisir dan Lautan terhadap


Perekonomian Wilayah, Kesejahteraan dan Kelembagaan Masyarakat
Sekitarnya di Pulau Nusa Penida Bali. Tesis Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1. Hasil Analisis Regressi Sektor Informal
Variables Entered/Removedb

Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 ASAL,
UMUR,
LOKASI,
CURAHA
, Enter
N, KERJA,
MODAL,
PNDDKN,
a
IPB
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: PENDPTN

Model Summary

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 ,400a ,160 ,077 13552877,4
a. Predictors: (Constant), ASAL, UMUR, LOKASI,
CURAHAN, KERJA, MODAL, PNDDKN, IPB

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2,83E+15 8 3,543E+14 1,929 ,067a
Residual 1,49E+16 81 1,837E+14
Total 1,77E+16 89
a. Predictors: (Constant), ASAL, UMUR, LOKASI, CURAHAN, KERJA, MODAL,
PNDDKN, IPB
b. Dependent Variable: PENDPTN

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -1,3E+07 1,4E+07 -,952 ,344
UMUR 89811,747 164124,0 ,065 ,547 ,586
PNDDKN 1092238 563444,3 ,259 1,939 ,056
KERJA 13521,756 211959,2 ,007 ,064 ,949
CURAHAN 85346,152 642449,5 ,014 ,133 ,895
MODAL 3,537E-02 ,487 ,009 ,073 ,942
IPB 6837608 4159203 ,233 1,644 ,104
LOKASI -1784764 3772780 -,060 -,473 ,637
ASAL -2504378 3405288 -,078 -,735 ,464
a. Dependent Variable: PENDPTN
Lampiran 2. Hasil Analisis Regressi Sektor Informal
Variables Entered/Removedb

Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 IPB,
MODAL,
CURAHA
, Enter
N, KERJA,
UMUR, a
PNDDKN
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: PENDPTN

Model Summary

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 ,390a ,152 ,090 13454591,9
a. Predictors: (Constant), IPB, MODAL, CURAHAN,
KERJA, UMUR, PNDDKN

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2,69E+15 6 4,479E+14 2,474 ,030a
Residual 1,50E+16 83 1,810E+14
Total 1,77E+16 89
a. Predictors: (Constant), IPB, MODAL, CURAHAN, KERJA, UMUR, PNDDKN
b. Dependent Variable: PENDPTN

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) -1,9E+07 1,2E+07 -1,534 ,129
UMUR 84091,643 161903,8 ,061 ,519 ,605 ,739 1,353
PNDDKN 1199797 543917,3 ,285 2,206 ,030 ,613 1,632
KERJA 39187,065 204356,1 ,021 ,192 ,848 ,830 1,205
CURAHAN 122846,1 636421,9 ,020 ,193 ,847 ,964 1,037
MODAL -4,37E-02 ,476 -,011 -,092 ,927 ,761 1,314
IPB 6059108 3330547 ,207 1,819 ,072 ,791 1,264
a. Dependent Variable: PENDPTN

a
Collinearity Diagnostics

Condition Variance Proportions


Model Dimension Eigenvalue Index (Constant) UMUR PNDDKN KERJA CURAHAN MODAL IPB
1 1 6,184 1,000 ,00 ,00 ,00 ,01 ,00 ,00 ,00
2 ,445 3,729 ,00 ,00 ,00 ,30 ,00 ,25 ,00
3 ,188 5,740 ,00 ,02 ,00 ,60 ,01 ,47 ,01
4 9,670E-02 7,997 ,00 ,21 ,08 ,01 ,01 ,11 ,22
5 4,734E-02 11,430 ,00 ,18 ,16 ,08 ,19 ,09 ,47
6 2,885E-02 14,642 ,00 ,27 ,65 ,00 ,39 ,05 ,19
7 1,018E-02 24,646 ,99 ,32 ,10 ,00 ,40 ,02 ,10
a. Dependent Variable: PENDPTN
Lampiran 3. Tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 (Juta Rupiah)
Sektor Tabaman Peternakan Prtn_lain Listrik Gas Air&tmbg Immt Itpj
Tabaman 17.673,86 13.711,92 1.783,36 0,00 0,00 0,00 314.314,02 0,00
Peternakan 23.803,84 40.298,62 10.888,68 0,00 0,00 0,00 47.644,67 254,17
Prtn_lain 2.346,77 1.570,18 27.142,18 11,08 0,00 2,76 36.323,54 20.912,88
Listrik 10.856,44 13.862,81 2.050,19 2.751,61 0,00 685,22 194.018,65 6.522,20
Gas 5.961,95 7.612,94 1.125,89 1.511,08 0,00 376,30 106.547,76 3.581,75
Air&tmbg 4.861,24 6.207,42 918,02 1.232,10 0,00 306,82 86.876,62 2.920,48
Immt 0,00 17.851,38 7.226,09 0,00 0,00 0,00 1.088,99 537,28
Itpj 1.675,86 81,52 5.619,35 1.794,52 0,00 446,88 29,23 228.980,02
In_kayu 144,24 66,19 203,29 0,44 0,00 0,11 19,86 61,40
In_kimia 12.205,42 2.138,58 12.920,17 1.829,66 0,00 455,63 1.397,65 46.875,63
In_lain 8.266,24 4.475,86 66.694,14 34.702,05 0,00 8.641,65 3.144,69 35.258,22
Bangunan 2.998,70 7.623,51 42.288,88 19.316,83 0,00 4.810,36 2.467,52 9.168,72
Dagbesran 13.744,34 12.376,53 27.810,47 19.183,58 0,00 4.777,18 20.851,97 57.851,24
Hotel 47,54 47,19 693,38 209,19 0,00 52,09 111,44 530,23
Restoran 817,77 811,77 11.926,31 3.598,11 0,00 896,02 1.916,87 9.120,16
Ak_rel 427,53 273,37 359,61 189,08 0,00 47,08 78,72 480,57
Ak_dlm_kt 14.526,89 9.288,82 12.219,01 6.424,48 0,00 1.599,85 2.674,92 16.330,56
Ak_antr_kt 13.190,89 8.434,55 11.095,26 5.833,64 0,00 1.452,72 2.428,91 14.827,33
Js_pnjg_ak 6.458,88 4.129,95 5.432,76 2.856,42 0,00 711,32 1.189,31 7.260,15
Komunikasi 902,99 6.028,66 1.272,63 1.023,54 0,00 254,89 471,12 7.322,60
Keuangan 2.920,90 5.172,36 18.187,78 28.514,98 0,00 7.100,92 1.878,51 10.716,07
Jasa-Jasa 3.162,85 2.570,36 98,60 118,79 0,00 1.411,09 2.002,29 5.090,19
Jasa IPB 307,00 161,80 5.680,43 5.547,68 0,00 0,00 0,00 0,00
Total 147.302,14 164.796,28 273.636,48 136.648,87 0,00 34.028,88 827.477,26 484.601,84
Upah&gaji 153.575,83 89.680,72 55.073,97 54.675,33 0,00 24.859,44 60.446,62 549.756,79
Impor 83.032,41 28.137,12 36.036,56 82.224,49 709.004,55 37.385,33 78.968,20 863.716,64
Surp.usaha 761.229,55 316.633,22 167.183,30 413.175,94 0,00 187.860,29 123.389,92 818.727,86
Penyusutan 10.724,91 10.116,15 11.322,10 50.775,47 0,00 23.086,28 10.416,41 163.241,62
Pjk_tdk_ls 9.359,29 7.148,11 7.412,28 737,33 0,00 335,22 14.304,64 96.447,27
Subsidi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Total Input 1.165.224,13 616.511,59 550.664,68 738.237,43 709.004,55 307.555,43 1.115.003,05 2.976.492,02
Sumber : Data Hasil Olahan
Lanjutan lampiran 3. Tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 (Juta Rupiah)
Sektor In_kayu In_kimia In_lain Bangunan Dagbesran Hotel Restoran Ak_rel
Tabaman 0,00 52,30 73,66 594,19 6,36 4.256,77 47.591,83 0,50
Peternakan 0,00 198,04 3.108,28 0,00 0,00 11.977,56 133.912,35 4,30
Prtn_lain 38.566,70 17.771,43 2.393,49 8.138,00 13,27 2.980,62 33.324,08 3,34
Listrik 3.984,95 8.416,28 6.308,58 3.315,33 4.117,72 3.255,78 2.463,61 40,17
Gas 2.188,39 4.621,91 3.464,44 1.820,66 2.261,30 1.787,95 1.352,92 22,06
Air&tmbg 1.784,36 3.768,60 2.824,82 1.484,52 1.843,81 1.457,86 1.103,14 17,99
Immt 154,76 300,75 17,33 0,00 22,88 2.843,72 31.793,52 5,50
Itpj 2.668,40 28.957,07 3.471,94 394,89 641,21 152,88 1.709,26 38,02
In_kayu 3.519,81 11,08 105,49 1.975,01 7,97 0,35 3,97 0,09
In_kimia 16.507,18 134.601,84 9.177,89 7.087,92 2.421,62 122,03 1.364,36 33,55
In_lain 19.301,51 19.643,99 408.770,75 253.277,32 6.447,79 1.321,83 14.778,42 1.705,57
Bangunan 11.773,34 12.214,58 10.777,70 19.140,60 7.099,26 1.235,28 13.810,73 559,08
Dagbesran 55.731,50 115.297,99 99.667,89 94.738,14 1.979,10 1.073,15 11.998,08 625,92
Hotel 561,17 922,55 1.151,30 490,07 3.387,30 26,34 294,51 48,55
Restoran 9.652,35 15.868,12 19.802,82 8.429,32 58.262,61 453,10 5.065,73 835,02
Ak_rel 643,97 42,23 1.224,54 417,10 464,25 77,41 865,49 14,44
Ak_dlm_kt 21.881,11 1.434,85 41.607,98 14.172,32 15.774,63 2.630,35 29.408,03 490,73
Ak_antr_kt 19.868,77 1.302,90 37.781,41 12.868,93 14.323,88 2.388,45 26.703,46 446,53
Js_pnjg_ak 9.728,68 637,96 18.499,55 6.301,23 7.013,64 556,56 13.075,26 218,19
Komunikasi 2.640,54 11.034,53 9.896,43 3.768,04 10.483,73 701,14 7.838,88 265,17
Keuangan 28.304,66 19.956,59 22.515,01 16.627,95 72.410,31 3.005,51 33.602,38 644,14
Jasa-Jasa 3.248,63 742,79 2.819,56 2.246,67 5.479,19 256,25 2.864,97 3.754,74
Jasa IPB 0,00 5.547,68 5.734,37 4.356,14 12.726,93 7.741,49 3.011,96 0,00
Total 252.710,79 403.346,04 711.195,23 461.644,36 227.188,77 50.302,37 417.936,96 9.773,59
Upah&gaji 14.505,67 194.604,67 1.403.511,40 426.256,17 287.998,57 16.630,54 287.105,19 1.220,48
Impor 50.236,65 372.505,25 891.037,48 301.061,99 35.393,47 15.994,13 276.836,68 1.478,31
Surp.usaha 24.987,53 292.469,92 2.758.640,33 258.252,86 971.262,94 21.986,93 376.726,00 2.068,68
Penyusutan 5.463,08 65.326,17 456.892,31 65.028,10 57.692,27 8.227,16 142.388,12 994,61
Pjk_tdk_ls 649,00 33.513,28 240.434,28 46.399,40 74.786,72 4.706,26 81.459,03 90,81
Subsidi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Total Input 348.552,72 1.361.765,34 6.461.711,02 1.558.642,88 1.654.322,73 117.847,39 1.582.451,98 15.626,49
Sumber : Data Hasil Olahan
Lanjutan lampiran 3. Tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 (Juta Rupiah)
Sektor Ak_dlm_kt Ak_antr-kt Js_pnjg_ak Komunikasi Keuangan Jasa-Jasa Jasa IPB
Tabaman 9,53 8,65 2,14 0,00 0,00 336,98 1.203,68
Peternakan 82,64 75,04 18,56 0,00 0,00 259,60 2.209,33
Prtn_lain 64,17 58,27 14,41 0,00 0,00 2,48 1.039,06
Listrik 772,67 701,61 173,51 7.971,43 10.091,08 2.567,30 3.856,06
Gas 424,28 385,26 95,28 4.377,61 5.541,64 2.127,25 1.250,89
Air&tmbg 345,95 314,13 77,69 3.569,41 4.518,53 856,37 1.936,49
Immt 105,75 96,03 23,75 9,03 69,93 381,38 0,00
Itpj 731,34 664,08 164,24 874,95 946,51 4.979,26 0,00
In_kayu 1,68 1,52 0,38 10,83 2,21 8,69 0,00
In_kimia 645,33 585,98 144,93 333,15 1.483,82 4.040,39 2.175,05
In_lain 32.803,56 29.786,71 7.366,93 20.097,02 30.059,45 359,92 47.603,01
Bangunan 10.752,87 9.763,96 2.414,85 143.449,27 97.111,96 1.281,10 8.289,52
Dagbesran 12.038,37 10.931,23 2.703,54 11.114,30 7.137,13 3.357,41 9.820,41
Hotel 933,71 847,84 209,69 703,47 2.916,67 176,75 0,00
Restoran 16.060,05 14.583,05 3.582,71 12.099,92 50.167,69 730,56 2.309,65
Ak_rel 277,77 252,23 62,38 452,51 354,03 180,05 0,00
Ak_dlm_kt 9.438,27 8.570,26 2.119,62 15.375,64 12.029,36 5.030,28 1.087,52
Ak_antr_kt 8.588,27 7.782,08 1.924,69 13.961,59 10.923,05 2.802,37 2.752,80
Js_pnjg_ak 4.196,40 3.810,47 942,42 6.836,25 5.348,44 2.720,07 0,00
Komunikasi 5.100,11 4.631,07 1.145,37 177.172,16 26.910,71 847,68 794,95
Keuangan 12.388,76 11.249,40 2.782,23 61.783,26 63.362,25 1.588,74 26.261,21
Jasa-Jasa 38.929,48 37.841,71 5.122,62 5.712,29 9.876,62 273,23 47,71
Jasa IPB 37.542,63 30.252,50 11.095,35 5.547,68 5.547,68 3.840,35 3.250,64
Total 192.233,59 173.193,07 42.187,29 491.451,76 344.398,79 10.567,70 144.068,49
Upah&gaji 64.179,47 58.367,48 18.797,88 36.531,40 80.352,56 683.955,91 70.352,72
Impor 105,47 95,77 22.768,94 11.401,40 44.071,30 12.796,12 8.685,26
Surp.usaha 108.761,13 98.931,37 31.861,92 57.399,29 260.469,71 144.171,58 18.122,46
Penyusutan 52.328,02 47.565,56 15.319,00 41.816,38 27.495,27 22.909,01 2.325,16
Pjk_tdk_ls 4.782,84 4.342,98 1.398,70 2.079,09 15.125,23 816,73 0,00
Subsidi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Total Input 422.390,52 382.496,22 132.333,75 640.679,32 771.912,86 875.217,05 243.554,10
Sumber : Data Hasil Olahan
Lanjutan lampiran. Tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 (Juta Rupiah)
Sektor Total Final Demand Total Output
Tabaman 401.619,74 763.604,39 1.165.224,13
Peternakan 274.735,68 341.775,91 616.511,59
Prtn_lain 192.678,72 357.985,95 550.664,68
Listrik 288.783,21 449.454,22 738.237,43
Gas 158.439,50 550.565,05 709.004,55
Air&tmbg 129.226,37 178.329,06 307.555,43
Immt 62.528,06 1.052.474,99 1.115.003,05
Itpj 285.021,43 2.691.470,59 2.976.492,02
In_kayu 6.144,60 342.408,12 348.552,72
In_kimia 258.547,77 1.103.217,57 1.361.765,34
In_lain 1.054.506,64 5.407.204,38 6.461.711,02
Bangunan 438.348,62 1.120.294,26 1.558.642,88
Dagbesran 594.809,47 1.059.513,26 1.654.322,73
Hotel 14.360,99 103.486,40 117.847,39
Restoran 246.989,71 1.335.462,27 1.582.451,98
Ak_rel 7.184,39 8.442,11 15.626,49
Ak_dlm_kt 244.115,51 178.275,02 422.390,52
Ak_antr_kt 221.682,48 160.813,74 382.496,22
Js_pnjg_ak 107.923,91 24.409,84 132.333,75
Komunikasi 280.506,94 360.172,38 640.679,32
Keuangan 450.973,91 320.938,95 771.912,86
Jasa-Jasa 255.110,77 741.546,44 875.217,05
Jasa IPB 26.452,15 95.661,79 243.554,10
Total 6.000.690,55 18.747.506,70 24.748.197,26
Upah&gaji 4.632.438,80 0,00 0,00
Impor 3.962.973,51 2.854.733,59 0,00
Surp.usaha 8.214.312,74 0,00 0,00
Penyusutan 1.291.453,15 0,00 0,00
Pjk_tdk_ls 646.328,50 0,00 0,00
Subsidi 0,00 0,00 0,00
Total Input 24.748.197,26 0,00 0,00
Sumber : Data Hasil Olahan
Lampiran 4. Tabel Koefisien Tehnis = Matriks A
Sektor Tabaman Peternakan Prtn_lain Listrik Gas Air&tmbg Immt Itpj
Tabaman 0,0152 0,0222 0,0032 0,0000 0,0000 0,0000 0,2819 0,0000
Peternakan 0,0204 0,0654 0,0198 0,0000 0,0000 0,0000 0,0427 0,0001
Prtn_lain 0,0020 0,0025 0,0493 0,0000 0,0000 0,0000 0,0326 0,0070
Listrik 0,0093 0,0225 0,0037 0,0037 0,0000 0,0022 0,1740 0,0022
Gas 0,0051 0,0123 0,0020 0,0020 0,0000 0,0012 0,0956 0,0012
Air&tmbg 0,0042 0,0101 0,0017 0,0017 0,0000 0,0010 0,0779 0,0010
Immt 0,0000 0,0290 0,0131 0,0000 0,0000 0,0000 0,0010 0,0002
Itpj 0,0014 0,0001 0,0102 0,0024 0,0000 0,0015 0,0000 0,0769
In_kayu 0,0001 0,0001 0,0004 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
In_kimia 0,0105 0,0035 0,0235 0,0025 0,0000 0,0015 0,0013 0,0157
In_lain 0,0071 0,0073 0,1211 0,0470 0,0000 0,0281 0,0028 0,0118
Bangunan 0,0026 0,0124 0,0768 0,0262 0,0000 0,0156 0,0022 0,0031
Dagbesran 0,0118 0,0201 0,0505 0,0260 0,0000 0,0155 0,0187 0,0194
Hotel 0,0000 0,0001 0,0013 0,0003 0,0000 0,0002 0,0001 0,0002
Restoran 0,0007 0,0013 0,0217 0,0049 0,0000 0,0029 0,0017 0,0031
Ak_rel 0,0004 0,0004 0,0007 0,0003 0,0000 0,0002 0,0001 0,0002
Ak_dlm_kt 0,0125 0,0151 0,0222 0,0087 0,0000 0,0052 0,0024 0,0055
Ak_antr_kt 0,0113 0,0137 0,0201 0,0079 0,0000 0,0047 0,0022 0,0050
Js_pnjg_ak 0,0055 0,0067 0,0099 0,0039 0,0000 0,0023 0,0011 0,0024
Komunikasi 0,0008 0,0098 0,0023 0,0014 0,0000 0,0008 0,0004 0,0025
Keuangan 0,0025 0,0084 0,0330 0,0386 0,0000 0,0231 0,0017 0,0036
Jasa-Jasa 0,0027 0,0042 0,0002 0,0002 0,0000 0,0046 0,0018 0,0017
Jasa IPB 0,0003 0,0003 0,0103 0,0075 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
Lamjutan lampiran 4. Tabel Koefisien Tehnis = Matriks A
Sektor In_kayu In_kimia In_lain Bangunan Dagbesran Hotel Restoran
Tabaman 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0361 0,0301
Peternakan 0,0000 0,0001 0,0005 0,0000 0,0000 0,1016 0,0846
Prtn_lain 0,1106 0,0131 0,0004 0,0052 0,0000 0,0253 0,0211
Listrik 0,0114 0,0062 0,0010 0,0021 0,0025 0,0276 0,0016
Gas 0,0063 0,0034 0,0005 0,0012 0,0014 0,0152 0,0009
Air&tmbg 0,0051 0,0028 0,0004 0,0010 0,0011 0,0124 0,0007
Immt 0,0004 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0241 0,0201
Itpj 0,0077 0,0213 0,0005 0,0003 0,0004 0,0013 0,0011
In_kayu 0,0101 0,0000 0,0000 0,0013 0,0000 0,0000 0,0000
In_kimia 0,0474 0,0988 0,0014 0,0045 0,0015 0,0010 0,0009
In_lain 0,0554 0,0144 0,0633 0,1625 0,0039 0,0112 0,0093
Bangunan 0,0338 0,0090 0,0017 0,0123 0,0043 0,0105 0,0087
Dagbesran 0,1599 0,0847 0,0154 0,0608 0,0012 0,0091 0,0076
Hotel 0,0016 0,0007 0,0002 0,0003 0,0020 0,0002 0,0002
Restoran 0,0277 0,0117 0,0031 0,0054 0,0352 0,0038 0,0032
Ak_rel 0,0018 0,0000 0,0002 0,0003 0,0003 0,0007 0,0005
Ak_dlm_kt 0,0628 0,0011 0,0064 0,0091 0,0095 0,0223 0,0186
Ak_antr_kt 0,0570 0,0010 0,0058 0,0083 0,0087 0,0203 0,0169
Js_pnjg_ak 0,0279 0,0005 0,0029 0,0040 0,0042 0,0047 0,0083
Komunikasi 0,0076 0,0081 0,0015 0,0024 0,0063 0,0059 0,0050
Keuangan 0,0812 0,0147 0,0035 0,0107 0,0438 0,0255 0,0212
Jasa-Jasa 0,0093 0,0005 0,0004 0,0014 0,0033 0,0022 0,0018
Jasa IPB 0,0000 0,0041 0,0009 0,0028 0,0077 0,0657 0,0019
Lamjutan lampiran 4. Tabel Koefisien Tehnis = Matriks A
Sektor Ak_rel Ak_dlm_kt Ak_antr-kt Js_pnjg_ak Komunikasi Keuangan Jasa-Jasa Jasa IPB
Tabaman 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004 0,0049
Peternakan 0,0003 0,0002 0,0002 0,0001 0,0000 0,0000 0,0003 0,0091
Prtn_lain 0,0002 0,0002 0,0002 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0043
Listrik 0,0026 0,0018 0,0018 0,0013 0,0124 0,0131 0,0029 0,0158
Gas 0,0014 0,0010 0,0010 0,0007 0,0068 0,0072 0,0024 0,0051
Air&tmbg 0,0012 0,0008 0,0008 0,0006 0,0056 0,0059 0,0010 0,0080
Immt 0,0004 0,0003 0,0003 0,0002 0,0000 0,0001 0,0004 0,0000
Itpj 0,0024 0,0017 0,0017 0,0012 0,0014 0,0012 0,0057 0,0000
In_kayu 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
In_kimia 0,0021 0,0015 0,0015 0,0011 0,0005 0,0019 0,0046 0,0089
In_lain 0,1091 0,0777 0,0779 0,0557 0,0314 0,0389 0,0004 0,1955
Bangunan 0,0358 0,0255 0,0255 0,0182 0,2239 0,1258 0,0015 0,0340
Dagbesran 0,0401 0,0285 0,0286 0,0204 0,0173 0,0092 0,0038 0,0403
Hotel 0,0031 0,0022 0,0022 0,0016 0,0011 0,0038 0,0002 0,0000
Restoran 0,0534 0,0380 0,0381 0,0271 0,0189 0,0650 0,0008 0,0095
Ak_rel 0,0009 0,0007 0,0007 0,0005 0,0007 0,0005 0,0002 0,0000
Ak_dlm_kt 0,0314 0,0223 0,0224 0,0160 0,0240 0,0156 0,0057 0,0045
Ak_antr_kt 0,0286 0,0203 0,0203 0,0145 0,0218 0,0142 0,0032 0,0113
Js_pnjg_ak 0,0140 0,0099 0,0100 0,0071 0,0107 0,0069 0,0031 0,0000
Komunikasi 0,0170 0,0121 0,0121 0,0087 0,2765 0,0349 0,0010 0,0033
Keuangan 0,0412 0,0293 0,0294 0,0210 0,0964 0,0821 0,0018 0,1078
Jasa-Jasa 0,2403 0,0922 0,0989 0,0387 0,0089 0,0128 0,0003 0,0002
Jasa IPB 0,0000 0,0889 0,0791 0,0838 0,0087 0,0072 0,0044 0,0133
Lampiran 5. Tabel Matriks Identitas (Matriks I)
Sektor Tabaman Peternakan Prtn_lain Listrik Gas Air&tmbg Immt Itpj In_kayu
Tabaman 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Peternakan 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Prtn_lain 0 0 1 0 0 0 0 0 0
Listrik 0 0 0 1 0 0 0 0 0
Gas 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Air&tmbg 0 0 0 0 0 1 0 0 0
Immt 0 0 0 0 0 0 1 0 0
Itpj 0 0 0 0 0 0 0 1 0
In_kayu 0 0 0 0 0 0 0 0 1
In_kimia 0 0 0 0 0 0 0 0 0
In_lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Bangunan 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dagbesran 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Hotel 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Restoran 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ak_rel 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ak_dlm_kt 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ak_antr_kt 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Js_pnjg_ak 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Komunikasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keuangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jasa-Jasa 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jasa IPB 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan lampiran 5. Tabel Matriks Identitas (Matriks I)
Sektor In_kimia In_lain Bangunan Dagbesran Hotel Restoran Ak_rel
Tabaman 0 0 0 0 0 0 0
Peternakan 0 0 0 0 0 0 0
Prtn_lain 0 0 0 0 0 0 0
Listrik 0 0 0 0 0 0 0
Gas 0 0 0 0 0 0 0
Air&tmbg 0 0 0 0 0 0 0
Immt 0 0 0 0 0 0 0
Itpj 0 0 0 0 0 0 0
In_kayu 0 0 0 0 0 0 0
In_kimia 1 0 0 0 0 0 0
In_lain 0 1 0 0 0 0 0
Bangunan 0 0 1 0 0 0 0
Dagbesran 0 0 0 1 0 0 0
Hotel 0 0 0 0 1 0 0
Restoran 0 0 0 0 0 1 0
Ak_rel 0 0 0 0 0 0 1
Ak_dlm_kt 0 0 0 0 0 0 0
Ak_antr_kt 0 0 0 0 0 0 0
Js_pnjg_ak 0 0 0 0 0 0 0
Komunikasi 0 0 0 0 0 0 0
Keuangan 0 0 0 0 0 0 0
Jasa-Jasa 0 0 0 0 0 0 0
Jasa IPB 0 0 0 0 0 0 0
Lanjutan lampiran 5. Tabel Matriks Identitas (Matriks I)
Sektor Ak_dlm_kt Ak_antr-kt Js_pnjg_ak Komunikasi Keuangan Jasa-Jasa Jasa IPB
Tabaman 0 0 0 0 0 0 0
Peternakan 0 0 0 0 0 0 0
Prtn_lain 0 0 0 0 0 0 0
Listrik 0 0 0 0 0 0 0
Gas 0 0 0 0 0 0 0
Air&tmbg 0 0 0 0 0 0 0
Immt 0 0 0 0 0 0 0
Itpj 0 0 0 0 0 0 0
In_kayu 0 0 0 0 0 0 0
In_kimia 0 0 0 0 0 0 0
In_lain 0 0 0 0 0 0 0
Bangunan 0 0 0 0 0 0 0
Dagbesran 0 0 0 0 0 0 0
Hotel 0 0 0 0 0 0 0
Restoran 0 0 0 0 0 0 0
Ak_rel 0 0 0 0 0 0 0
Ak_dlm_kt 1 0 0 0 0 0 0
Ak_antr_kt 0 1 0 0 0 0 0
Js_pnjg_ak 0 0 1 0 0 0 0
Komunikasi 0 0 0 1 0 0 0
Keuangan 0 0 0 0 1 0 0
Jasa-Jasa 0 0 0 0 0 1 0
Jasa IPB 0 0 0 0 0 0 1
Lampiran 6. Tabel Matriks I-A
Sektor Tabaman Peternakan Prtn_lain Listrik Gas Air&tmbg Immt Itpj In_kayu
Tabaman 0,9848 -0,0222 -0,0032 0,0000 0,0000 0,0000 -0,2819 0,0000 0,0000
Peternakan -0,0204 0,9346 -0,0198 0,0000 0,0000 0,0000 -0,0427 -0,0001 0,0000
Prtn_lain -0,0020 -0,0025 0,9507 0,0000 0,0000 0,0000 -0,0326 -0,0070 -0,1106
Listrik -0,0093 -0,0225 -0,0037 0,9963 0,0000 -0,0022 -0,1740 -0,0022 -0,0114
Gas -0,0051 -0,0123 -0,0020 -0,0020 1,0000 -0,0012 -0,0956 -0,0012 -0,0063
Air&tmbg -0,0042 -0,0101 -0,0017 -0,0017 0,0000 0,9990 -0,0779 -0,0010 -0,0051
Immt 0,0000 -0,0290 -0,0131 0,0000 0,0000 0,0000 0,9990 -0,0002 -0,0004
Itpj -0,0014 -0,0001 -0,0102 -0,0024 0,0000 -0,0015 0,0000 0,9231 -0,0077
In_kayu -0,0001 -0,0001 -0,0004 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,9899
In_kimia -0,0105 -0,0035 -0,0235 -0,0025 0,0000 -0,0015 -0,0013 -0,0157 -0,0474
In_lain -0,0071 -0,0073 -0,1211 -0,0470 0,0000 -0,0281 -0,0028 -0,0118 -0,0554
Bangunan -0,0026 -0,0124 -0,0768 -0,0262 0,0000 -0,0156 -0,0022 -0,0031 -0,0338
Dagbesran -0,0118 -0,0201 -0,0505 -0,0260 0,0000 -0,0155 -0,0187 -0,0194 -0,1599
Hotel 0,0000 -0,0001 -0,0013 -0,0003 0,0000 -0,0002 -0,0001 -0,0002 -0,0016
Restoran -0,0007 -0,0013 -0,0217 -0,0049 0,0000 -0,0029 -0,0017 -0,0031 -0,0277
Ak_rel -0,0004 -0,0004 -0,0007 -0,0003 0,0000 -0,0002 -0,0001 -0,0002 -0,0018
Ak_dlm_kt -0,0125 -0,0151 -0,0222 -0,0087 0,0000 -0,0052 -0,0024 -0,0055 -0,0628
Ak_antr_kt -0,0113 -0,0137 -0,0201 -0,0079 0,0000 -0,0047 -0,0022 -0,0050 -0,0570
Js_pnjg_ak -0,0055 -0,0067 -0,0099 -0,0039 0,0000 -0,0023 -0,0011 -0,0024 -0,0279
Komunikasi -0,0008 -0,0098 -0,0023 -0,0014 0,0000 -0,0008 -0,0004 -0,0025 -0,0076
Keuangan -0,0025 -0,0084 -0,0330 -0,0386 0,0000 -0,0231 -0,0017 -0,0036 -0,0812
Jasa-Jasa -0,0027 -0,0042 -0,0002 -0,0002 0,0000 -0,0046 -0,0018 -0,0017 -0,0093
Jasa IPB -0,0003 -0,0003 -0,0103 -0,0075 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
Lanjutan lampiran 6. Tabel Matriks I-A
Sektor In_kimia In_lain Bangunan Dagbesran Hotel Restoran Ak_rel
Tabaman 0,0000 0,0000 -0,0004 0,0000 -0,0361 -0,0301 0,0000
Peternakan -0,0001 -0,0005 0,0000 0,0000 -0,1016 -0,0846 -0,0003
Prtn_lain -0,0131 -0,0004 -0,0052 0,0000 -0,0253 -0,0211 -0,0002
Listrik -0,0062 -0,0010 -0,0021 -0,0025 -0,0276 -0,0016 -0,0026
Gas -0,0034 -0,0005 -0,0012 -0,0014 -0,0152 -0,0009 -0,0014
Air&tmbg -0,0028 -0,0004 -0,0010 -0,0011 -0,0124 -0,0007 -0,0012
Immt -0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 -0,0241 -0,0201 -0,0004
Itpj -0,0213 -0,0005 -0,0003 -0,0004 -0,0013 -0,0011 -0,0024
In_kayu 0,0000 0,0000 -0,0013 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
In_kimia 0,9012 -0,0014 -0,0045 -0,0015 -0,0010 -0,0009 -0,0021
In_lain -0,0144 0,9367 -0,1625 -0,0039 -0,0112 -0,0093 -0,1091
Bangunan -0,0090 -0,0017 0,9877 -0,0043 -0,0105 -0,0087 -0,0358
Dagbesran -0,0847 -0,0154 -0,0608 0,9988 -0,0091 -0,0076 -0,0401
Hotel -0,0007 -0,0002 -0,0003 -0,0020 0,9998 -0,0002 -0,0031
Restoran -0,0117 -0,0031 -0,0054 -0,0352 -0,0038 0,9968 -0,0534
Ak_rel 0,0000 -0,0002 -0,0003 -0,0003 -0,0007 -0,0005 0,9991
Ak_dlm_kt -0,0011 -0,0064 -0,0091 -0,0095 -0,0223 -0,0186 -0,0314
Ak_antr_kt -0,0010 -0,0058 -0,0083 -0,0087 -0,0203 -0,0169 -0,0286
Js_pnjg_ak -0,0005 -0,0029 -0,0040 -0,0042 -0,0047 -0,0083 -0,0140
Komunikasi -0,0081 -0,0015 -0,0024 -0,0063 -0,0059 -0,0050 -0,0170
Keuangan -0,0147 -0,0035 -0,0107 -0,0438 -0,0255 -0,0212 -0,0412
Jasa-Jasa -0,0005 -0,0004 -0,0014 -0,0033 -0,0022 -0,0018 -0,2403
Jasa IPB -0,0041 -0,0009 -0,0028 -0,0077 -0,0657 -0,0019 0,0000
Lanjutan lampiran 6. Tabel Matriks I-A
Sektor Ak_dlm_kt Ak_antr-kt Js_pnjg_ak Komunikasi Keuangan Jasa-Jasa Jasa IPB
Tabaman 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 -0,0004 -0,0049
Peternakan -0,0002 -0,0002 -0,0001 0,0000 0,0000 -0,0003 -0,0091
Prtn_lain -0,0002 -0,0002 -0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 -0,0043
Listrik -0,0018 -0,0018 -0,0013 -0,0124 -0,0131 -0,0029 -0,0158
Gas -0,0010 -0,0010 -0,0007 -0,0068 -0,0072 -0,0024 -0,0051
Air&tmbg -0,0008 -0,0008 -0,0006 -0,0056 -0,0059 -0,0010 -0,0080
Immt -0,0003 -0,0003 -0,0002 0,0000 -0,0001 -0,0004 0,0000
Itpj -0,0017 -0,0017 -0,0012 -0,0014 -0,0012 -0,0057 0,0000
In_kayu 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
In_kimia -0,0015 -0,0015 -0,0011 -0,0005 -0,0019 -0,0046 -0,0089
In_lain -0,0777 -0,0779 -0,0557 -0,0314 -0,0389 -0,0004 -0,1955
Bangunan -0,0255 -0,0255 -0,0182 -0,2239 -0,1258 -0,0015 -0,0340
Dagbesran -0,0285 -0,0286 -0,0204 -0,0173 -0,0092 -0,0038 -0,0403
Hotel -0,0022 -0,0022 -0,0016 -0,0011 -0,0038 -0,0002 0,0000
Restoran -0,0380 -0,0381 -0,0271 -0,0189 -0,0650 -0,0008 -0,0095
Ak_rel -0,0007 -0,0007 -0,0005 -0,0007 -0,0005 -0,0002 0,0000
Ak_dlm_kt 0,9777 -0,0224 -0,0160 -0,0240 -0,0156 -0,0057 -0,0045
Ak_antr_kt -0,0203 0,9797 -0,0145 -0,0218 -0,0142 -0,0032 -0,0113
Js_pnjg_ak -0,0099 -0,0100 0,9929 -0,0107 -0,0069 -0,0031 0,0000
Komunikasi -0,0121 -0,0121 -0,0087 0,7235 -0,0349 -0,0010 -0,0033
Keuangan -0,0293 -0,0294 -0,0210 -0,0964 0,9179 -0,0018 -0,1078
Jasa-Jasa -0,0922 -0,0989 -0,0387 -0,0089 -0,0128 0,9997 -0,0002
Jasa IPB -0,0889 -0,0791 -0,0838 -0,0087 -0,0072 -0,0044 0,9867
Lampiran 7. Tabel Matriks Invers ( I-A)
Sektor Tabaman Peternakan Prtn_lain Listrik Gas Air&tmbg Immt Itpj
Tabaman 1,0163 0,0334 0,0097 0,0005 0,0000 0,0003 0,2888 0,0004
Peternakan 0,0227 1,0729 0,0267 0,0012 0,0000 0,0007 0,0537 0,0009
Prtn_lain 0,0026 0,0044 1,0545 0,0006 0,0000 0,0004 0,0356 0,0085
Listrik 0,0106 0,0309 0,0094 1,0050 0,0000 0,0029 0,1801 0,0030
Gas 0,0058 0,0169 0,0051 0,0027 1,0000 0,0016 0,0989 0,0016
Air&tmbg 0,0047 0,0138 0,0042 0,0023 0,0000 1,0013 0,0806 0,0013
Immt 0,0008 0,0313 0,0154 0,0003 0,0000 0,0002 1,0032 0,0005
Itpj 0,0021 0,0007 0,0128 0,0030 0,0000 0,0018 0,0018 1,0840
In_kayu 0,0001 0,0002 0,0005 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000
In_kimia 0,0123 0,0052 0,0293 0,0035 0,0000 0,0020 0,0069 0,0194
In_lain 0,0141 0,0215 0,1671 0,0637 0,0000 0,0370 0,0290 0,0190
Bangunan 0,0062 0,0226 0,0949 0,0355 0,0000 0,0210 0,0169 0,0072
Dagbesran 0,0159 0,0280 0,0694 0,0316 0,0000 0,0187 0,0344 0,0248
Hotel 0,0002 0,0004 0,0019 0,0006 0,0000 0,0004 0,0004 0,0003
Restoran 0,0034 0,0062 0,0332 0,0108 0,0000 0,0064 0,0077 0,0060
Ak_rel 0,0004 0,0006 0,0009 0,0003 0,0000 0,0002 0,0003 0,0002
Ak_dlm_kt 0,0145 0,0196 0,0301 0,0116 0,0000 0,0069 0,0115 0,0074
Ak_antr_kt 0,0132 0,0178 0,0275 0,0106 0,0000 0,0063 0,0104 0,0067
Js_pnjg_ak 0,0065 0,0087 0,0134 0,0051 0,0000 0,0031 0,0051 0,0033
Komunikasi 0,0027 0,0167 0,0093 0,0054 0,0000 0,0032 0,0041 0,0049
Keuangan 0,0066 0,0175 0,0506 0,0476 0,0000 0,0279 0,0181 0,0078
Jasa-Jasa 0,0061 0,0093 0,0079 0,0034 0,0000 0,0065 0,0060 0,0037
Jasa IPB 0,0036 0,0052 0,0189 0,0109 0,0000 0,0020 0,0047 0,0021
Lanjutan lampiran 7. Tabel Matriks Invers ( I-A)
Sektor In_kayu In_kimia In_lain Bangunan Dagbesran Hotel Restoran Ak_rel
Tabaman 0,0035 0,0011 0,0003 0,0010 0,0018 0,0482 0,0398 0,0031
Peternakan 0,0083 0,0026 0,0011 0,0014 0,0042 0,1137 0,0940 0,0070
Prtn_lain 0,1205 0,0161 0,0006 0,0062 0,0012 0,0289 0,0237 0,0024
Listrik 0,0168 0,0083 0,0014 0,0032 0,0041 0,0382 0,0092 0,0060
Gas 0,0092 0,0045 0,0008 0,0018 0,0022 0,0207 0,0050 0,0035
Air&tmbg 0,0075 0,0037 0,0006 0,0015 0,0018 0,0171 0,0041 0,0026
Immt 0,0035 0,0010 0,0002 0,0004 0,0010 0,0281 0,0234 0,0021
Itpj 0,0120 0,0260 0,0008 0,0008 0,0008 0,0024 0,0019 0,0048
In_kayu 1,0103 0,0000 0,0000 0,0013 0,0000 0,0001 0,0001 0,0001
In_kimia 0,0584 1,1111 0,0019 0,0060 0,0022 0,0044 0,0030 0,0050
In_lain 0,1159 0,0281 1,0711 0,1831 0,0152 0,0480 0,0263 0,1413
Bangunan 0,0722 0,0199 0,0042 1,0186 0,0158 0,0294 0,0207 0,0551
Dagbesran 0,1879 0,0988 0,0179 0,0675 1,0053 0,0238 0,0163 0,0523
Hotel 0,0031 0,0011 0,0003 0,0007 0,0024 1,0007 0,0005 0,0038
Restoran 0,0540 0,0197 0,0052 0,0113 0,0407 0,0126 1,0092 0,0645
Ak_rel 0,0023 0,0001 0,0002 0,0004 0,0004 0,0009 0,0007 1,0012
Ak_dlm_kt 0,0774 0,0046 0,0079 0,0128 0,0127 0,0297 0,0239 0,0400
Ak_antr_kt 0,0704 0,0042 0,0072 0,0116 0,0116 0,0275 0,0218 0,0360
Js_pnjg_ak 0,0344 0,0020 0,0035 0,0057 0,0056 0,0079 0,0106 0,0179
Komunikasi 0,0231 0,0153 0,0031 0,0060 0,0124 0,0142 0,0111 0,0298
Keuangan 0,1178 0,0272 0,0065 0,0190 0,0531 0,0464 0,0307 0,0586
Jasa-Jasa 0,0282 0,0025 0,0023 0,0048 0,0069 0,0098 0,0079 0,2501
Jasa IPB 0,0204 0,0071 0,0028 0,0065 0,0113 0,0737 0,0077 0,0110
Lanjutan lampiran 7. Tabel Matriks Invers ( I-A)
Sektor Ak_dlm_kt Ak_antr-kt Js_pnjg_ak Komunikasi Keuangan Jasa-Jasa Jasa IPB
Tabaman 0,0027 0,0027 0,0021 0,0022 0,0035 0,0007 0,0064
Peternakan 0,0061 0,0060 0,0046 0,0049 0,0080 0,0006 0,0125
Prtn_lain 0,0022 0,0021 0,0017 0,0033 0,0030 0,0002 0,0058
Listrik 0,0057 0,0056 0,0044 0,0217 0,0170 0,0033 0,0193
Gas 0,0029 0,0028 0,0021 0,0119 0,0093 0,0026 0,0070
Air&tmbg 0,0026 0,0025 0,0020 0,0097 0,0076 0,0012 0,0095
Immt 0,0015 0,0015 0,0011 0,0012 0,0021 0,0005 0,0009
Itpj 0,0030 0,0031 0,0020 0,0031 0,0022 0,0064 0,0009
In_kayu 0,0001 0,0001 0,0000 0,0005 0,0002 0,0000 0,0001
In_kimia 0,0041 0,0041 0,0030 0,0040 0,0040 0,0054 0,0116
In_lain 0,1210 0,1190 0,0913 0,1290 0,0854 0,0040 0,2336
Bangunan 0,0441 0,0437 0,0327 0,3422 0,1574 0,0032 0,0574
Dagbesran 0,0415 0,0411 0,0306 0,0544 0,0264 0,0055 0,0530
Hotel 0,0027 0,0027 0,0020 0,0026 0,0045 0,0003 0,0008
Restoran 0,0478 0,0477 0,0345 0,0456 0,0777 0,0020 0,0228
Ak_rel 0,0008 0,0008 0,0006 0,0013 0,0007 0,0002 0,0002
Ak_dlm_kt 1,0290 0,0290 0,0208 0,0443 0,0242 0,0064 0,0112
Ak_antr_kt 0,0269 1,0267 0,0195 0,0404 0,0221 0,0039 0,0175
Js_pnjg_ak 0,0127 0,0128 1,0091 0,0197 0,0107 0,0034 0,0030
Komunikasi 0,0222 0,0221 0,0161 1,3943 0,0560 0,0020 0,0130
Keuangan 0,0528 0,0516 0,0403 0,1623 1,1054 0,0040 0,1282
Jasa-Jasa 0,0995 0,1063 0,0440 0,0246 0,0202 1,0016 0,0054
Jasa IPB 0,0979 0,0880 0,0905 0,0244 0,0149 0,0058 1,0184
Lanjutan lampiran 7. Tabel Matriks Invers ( I-A)
Sektor Total Daya Penyebaran Daya Kepekaan
Tabaman 1,4684 0,988 0,7961
Peternakan 1,4538 0,978 0,9403
Prtn_lain 1,3246 0,891 1,1462
Listrik 1,4061 0,946 0,8514
Gas 1,2189 0,820 0,6801
Air&tmbg 1,1826 0,796 0,7825
Immt 1,1202 0,754 1,2901
Itpj 1,1761 0,791 0,8248
In_kayu 1,0139 0,682 1,3952
In_kimia 1,3068 0,879 0,9537
In_lain 2,7636 1,859 0,7744
Bangunan 2,1207 1,427 0,9313
Dagbesran 1,9449 1,308 0,8218
Hotel 1,0325 0,695 1,0891
Restoran 1,5689 1,055 0,9448
Ak_rel 1,0139 0,682 1,2402
Ak_dlm_kt 1,4756 0,993 1,0875
Ak_antr_kt 1,4397 0,969 1,0855
Js_pnjg_ak 1,2040 0,810 0,9656
Komunikasi 1,6871 1,135 1,5913
Keuangan 2,0797 1,399 1,1277
Jasa-Jasa 1,6570 1,115 0,8040
Jasa IPB 1,5277 1,028 0,8766
Lampiran 8. Tabel Dampak Output
Dampak
Peningkatan Sekor Dampak Pertumbuhan Distribusi
Output Awal Jasa IPB 10% Perubahan Output (%) Pertumbuhan

Tabaman 1.165.224,13 0,00 156,68 0,0134 0,1170


Peternakan 616.511,59 0,00 303,66 0,0493 0,4285
Prtn_lain 550.664,68 0,00 140,34 0,0255 0,2217
Listrik 738.237,43 0,00 469,24 0,0636 0,5529
Gas 709.004,55 0,00 169,53 0,0239 0,2080
Air&tmbg 307.555,43 0,00 231,44 0,0753 0,6546
Immt 1.115.003,05 0,00 22,90 0,0021 0,0179
Itpj 2.976.492,02 0,00 21,72 0,0007 0,0063
In_kayu 348.552,72 0,00 2,02 0,0006 0,0050
In_kimia 1.361.765,34 0,00 282,12 0,0207 0,1802
In_lain 6.461.711,02 0,00 5.689,39 0,0880 0,7659
Bangunan 1.558.642,88 0,00 1.398,23 0,0897 0,7803
Dagbesran 1.654.322,73 0,00 1.291,17 0,0780 0,6789
Hotel 117.847,39 0,00 18,64 0,0158 0,1376
Restoran 1.582.451,98 0,00 555,39 0,0351 0,3053
Ak_rel 15.626,49 0,00 4,77 0,0305 0,2655
Ak_dlm_kt 422.390,52 0,00 272,66 0,0646 0,5615
Ak_antr_kt 382.496,22 0,00 427,11 0,1117 0,9713
Js_pnjg_ak 132.333,75 0,00 71,96 0,0544 0,4730
Komunikasi 640.679,32 0,00 316,37 0,0494 0,4295
Keuangan 771.912,86 0,00 3.122,79 0,4046 3,5191
Jasa-Jasa 875.217,05 0,00 131,92 0,0151 0,1311
Jasa IPB 243.554,10 24.355,41 24.803,68 10,1841 88,5887
Lampiran 9. Banyaknya Desa Menurut Klasifikasi Desa
di Kabupaten Bogor Tahun 2005
No. Kecamatan Jumlah Swadaya Swakarya Swasembada
Desa

1. Nanggung 10 V
2. Leuwiliang 11 V
3. Leuwisadeng 8 V
4. Pamijahan 15 V
5. Cibungbulang 15 V
6. Ciampea 13 V
7. Tenjolaya 6 V
8. Dramaga 10 V
9. Ciomas 11 V
10. Tamansari 8 V
11. Cijeruk 9 V
12. Cigombong 9 V
13. Caringin 12 V
14. Ciawi 13 V
15. Cisarua 10 V
16. Megamendung 11 V
17. Sukaraja 13 V
18. Babakan Madang 9 V
19. Sukamakmur 10 V
20. Cariu 10 V
21. Tanjungsari 10 V
22. Jonggol 14 V
23. Cileungsi 12 V
24. Klapanunggal 9 V
25. Gunung Putri 10 V
26. Citeureup 14 V
27. Cibinong 12 V
28. Bojonggede 9 V
29. Tajurhalang 7 V
30. Kemang 9 V
31. Rancabungur 7 V
32. Parung 9 V
33. Ciseeng 10 V
34. Gunung Sindur 10 V
35. Rumpin 13 V
36. Cigudeg 15 V
37. Sukajaya 9 V
38. Jasinga 15 V
39. Tenjo 9 V
40. Parung Panjang 11 V

Kabupaten Bogor 427 0 236 191


Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka 2006
Lampiran 10. Banyaknya Desa, RT dan Keluarga
di Kabupaten Bogor Tahun 2005
No. Kecamatan Jumlah Rt Keluarga
Desa

1. Nanggung 10 299 17.957


2. Leuwiliang 11 375 23.814
3. Leuwisadeng 8 243 13.914
4. Pamijahan 15 456 27.992
5. Cibungbulang 15 395 26.507
6. Ciampea 13 404 29.279
7. Tenjolaya 6 144 11.510
8. Dramaga 10 310 22.143
9. Ciomas 11 479 28.956
10. Tamansari 8 336 18.378
11. Cijeruk 9 250 15.692
12. Cigombong 9 273 17.278
13. Caringin 12 333 21.875
14. Ciawi 13 303 19.610
15. Cisarua 10 260 23.034
16. Megamendung 11 249 18.389
17. Sukaraja 13 442 32.634
18. Babakan Madang 9 232 18.893
19. Sukamakmur 10 221 15.989
20. Cariu 10 146 12.183
21. Tanjungsari 10 159 11.900
22. Jonggol 14 298 27.294
23. Cileungsi 12 482 40.282
24. Klapanunggal 9 197 18.688
25. Gunung Putri 10 803 51.988
26. Citeureup 14 431 35.063
27. Cibinong 12 818 56.399
28. Bojonggede 9 626 40.358
29. Tajurhalang 7 315 19.298
30. Kemang 9 284 18.490
31. Rancabungur 7 170 10.532
32. Parung 9 222 19.351
33. Ciseeng 10 239 18.703
34. Gunung Sindur 10 285 17.704
35. Rumpin 13 400 23.746
36. Cigudeg 15 501 21.785
37. Sukajaya 9 263 11.652
38. Jasinga 15 429 19.992
39. Tenjo 9 178 12.160
40. Parung Panjang 11 291 21.794

Kabupaten Bogor 427 13.541 913.206


Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka 2006
Lampiran 11. Jumlah Penduduk Keadaan 1 Januari 2005 Menurut Jenis Kelamin
di Rinci Per Kecamatan Di Kabupaten Bogor
No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Nanggung 40.216 38.211 78.427


2. Leuwiliang 49.605 47.183 96.788
3. Leuwisadeng 32.060 30.464 62.524
4. Pamijahan 62.825 60.776 123.601
5. Cibungbulang 55.379 52.882 108.261
6. Ciampea 60.702 58.657 119.359
7. Tenjolaya 24.299 23.704 48.003
8. Dramaga 42.632 41.378 84.010
9. Ciomas 58.199 55.233 113.432
10. Tamansari 39.643 37.845 77.488
11. Cijeruk 34.919 32.899 67.818
12. Cigombong 37.747 35.972 73.719
13. Caringin 50.518 48.640 99.158
14. Ciawi 42.436 40.158 82.594
15. Cisarua 47.634 45.628 93.262
16. Megamendung 41.973 39.545 81.518
17. Sukaraja 65.198 63.402 128.600
18. Babakan Madang 40.014 37.219 77.233
19. Sukamakmur 35.610 35.404 71.014
20. Cariu 22.335 22.221 44.556
21. Tanjungsari 23.982 23.438 47.420
22. Jonggol 48.323 45.987 94.310
23. Cileungsi 74.440 74.895 149.335
24. Klapanunggal 32.971 31.862 64.833
25. Gunung Putri 77.184 75.916 153.100
26. Citeureup 67.490 65.827 133.317
27. Cibinong 97.209 96.913 194.122
28. Bojonggede 78.333 74.661 152.994
29. Tajurhalang 39.800 38.134 77.934
30. Kemang 36.354 34.756 71.110
31. Rancabungur 21.640 20.633 42.273
32. Parung 41.495 39.919 81.414
33. Ciseeng 41.856 39.680 81.536
34. Gunung Sindur 37.208 35.207 72.415
35. Rumpin 57.097 56.233 113.330
36. Cigudeg 53.493 52.187 105.680
37. Sukajaya 26.333 25.382 51.715
38. Jasinga 45.280 45.025 90.305
39. Tenjo 28.001 26.662 54.663
40. Parung Panjang 41.190 41.520 82.710

Kabupaten Bogor 1.853.623 1.792.258 3.645.881


Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka 2006
Lampiran 12. Banyaknya Desa Menurut Desa Kota dan Pedesaan
di Kabupaten Bogor Tahun 2005
No. Kecamatan Jumlah Desa Kota Pedesaan
Desa
1. Nanggung 10 0 10
2. Leuwiliang 11 4 7
3. Leuwisadeng 8 1 7
4. Pamijahan 15 6 9
5. Cibungbulang 15 10 5
6. Ciampea 13 11 2
7. Tenjolaya 6 1 5
8. Dramaga 10 5 5
9. Ciomas 11 9 2
10. Tamansari 8 3 5
11. Cijeruk 9 1 8
12. Cigombong 9 5 4
13. Caringin 12 7 5
14. Ciawi 13 10 3
15. Cisarua 10 10 0
16. Megamendung 11 4 7
17. Sukaraja 13 7 6
18. Babakan Madang 9 3 6
19. Sukamakmur 10 1 9
20. Cariu 10 1 9
21. Tanjungsari 10 0 10
22. Jonggol 14 3 11
23. Cileungsi 12 11 1
24. Klapanunggal 9 4 5
25. Gunung Putri 10 10 0
26. Citeureup 14 10 4
27. Cibinong 12 12 0
28. Bojonggede 9 8 1
29. Tajurhalang 7 6 1
30. Kemang 9 6 3
31. Rancabungur 7 4 3
32. Parung 9 8 1
33. Ciseeng 10 3 7
34. Gunung Sindur 10 5 5
35. Rumpin 13 2 11
36. Cigudeg 15 0 15
37. Sukajaya 9 0 9
38. Jasinga 15 5 10
39. Tenjo 9 1 8
40. Parung Panjang 11 2 9

Kabupaten Bogor 427 199 228


Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka 2006

Anda mungkin juga menyukai