ARYS SUHARYANTO
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan
sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Arys Suharyanto
NRP. A155030251
ABSTRAK
ARYS SUHARYANTO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Perdesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
PRAKATA
Penulis
Arys Suharyanto
RIWAYAT HIDUP
Halaman
Halaman
1. Bentuk Dasar Tabel Input-Output ............................................................ 23
2. Definisi Operasional ............................................................... .................. 34
3. Struktur Tabel Input-Output Kabupaten Bogor ........................................ 37
4. Jumlah Penduduk Berumur 10 Tahun ke-atas Menurut Status ............... 50
Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2005 ........... .
5. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005............ 50
6. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Berdasarkan ........................ 51
Lapangan Usaha Tahun 2002-2005............ ...............................................
7. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Kelompok Sektor .............................. 52
Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005..........................................................
8. Perbandingan PDRB dan PAD Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005 ....... 53
9. Jumlah Penduduk Berumur 10 Tahun ke-atas yang Bekerja Menurut ... .. 61
Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor .............
Tahun 2005 ................................................................................................
10. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Dramaga Tahun 2003............... 63
11. Potensi Desa Kecamatan Dramaga ........................................................... 63
12. Jumlah Mahasiswa IPB Tahun 2003/2004 (Kumulatif) ............................ 68
13. Jumlah SDM IPB Tahun 2003/2004 ........................................................ 69
14. Hasil Dugaan Koefisien Regresi Berganda Faktor-Faktor yang ...... ....... 72
Mempengaruhi Pendapatan Usaha Sektor Informal di Sekitar Kampus ...
IPB Darmaga ............................................................................................
15. PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor atas Dasar ..... .. 76
Harga Berlaku dan atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2002-2005 ..
16. Komponen Penyusun Tabel Input-Output Kabupaten Bogor 2003 ......... 77
17. Komponen Nilai Tambah Bruto Sektor Ekonomi Kabupaten Bogor ...... 78
Tahun 2003 ..............................................................................................
18. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Kabupaten Bogor 2003 .......... 80
19. Koefisien Daya Penyebaran dan Daya Kepekaan Sektor-Sektor ............. 83
Ekonomi Kabupaten Bogor Tahun 2003 ..................................................
20. Dampak Peningkatan Sektor Jasa IPB terhadap Output Akhir ................. 85
di Kabupaten Bogor ................................................................................ .
21. Dampak Peningkatan Sektor Jasa IPB terhadap Pendapatan .................... 87
di Kabupaten Bogor ................................................................................ .
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Halaman
Ruang lingkup studi ini terdiri dari survei sosial ekonomi terhadap
masyarakat di sekitar kampus IPB Darmaga dan data sekunder mengenai agregat
aktivitas ekonomi IPB di Kabupaten Bogor. Data agregat aktivitas ekonomi IPB
digunakan karena penulis menghadapi kesulitan untuk mendisagregasikannya
menjadi aktivitas kampus Darmaga dan kampus lainnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Partisipasi
Konsultasi
Pluralisme
Spasial
Internasional
Temporal
Nasional
Aspek-aspek ini menjadi
pertimbangan utama, agar tindakan
Regional
kebijaksanaan mengarah pada
peningkatan kesejahteraan
Lokal masyarakat secara keseluruhan
Kesejahteraan
Ekonomi Sosial Lingkung
Tabel I-O merupakan suatu tabel transaksi yang merekam data tentang
hasil produksi berbagai sektor ekonomi dan penggunaannya oleh sektor ekonomi
lainnya, baik sebagai input antara (intermediate inputs) maupun permintaan akhir
(final demand) di suatu wilayah pada periode waktu tertentu. Tabel I-O
mempunyai dua sisi, yaitu produksi dan penggunaan. Bentuk dasar tabel I-O
seperti pada Tabel 1 berikut (Sutomo 1995, Budiharsono 1996):
Penelitian
Hasil
(Rekomendasi)
Dimana:
Y = Pendapatan usaha di sektor informal (Rp/bulan)
X1 = Umur (tahun)
X2 = Pendidikan yang ditamatkan (tahun)
X3 = Pengalaman kerja (tahun)
X4 = Curahan kerja (jam/hari)
X5 = Modal operasi per tahun
D1 = Jenis kegiatan sektor informal
1 = jika kegiatan tersebut berkaitan langsung dengan aktifitas IPB
0 = selainnya
D2 = Lokasi usaha
1 = jika di dalam kampus
0 = jika di luar kampus
D3 = Asal daerah
1 = asli setempat
0 = pendatang
Bila:
F hitung > F α (k, n-k-1) ………………………… Tolak H0
F hitung ≤ F α (k, n-k-1) ………………………… Terima H0
Dimana:
K = Jumlah peubah penjelas
n = Jumlah contoh
α = Taraf nyata
3.3.4 Definisi Operasional (Variabel)
Keterangan :
1. Kesempatan kerja adalah kesempatan untuk bekerja baik dengan membuka
usaha sendiri maupun bekerja pada usaha orang lain yang diukur dari jumlah
dan jenis usaha yang berada di sekitar kampus IPB (Darmaga) meliputi
kelompok usaha perdagangan, jasa dan angkutan
2. Sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai ciri mudah
dimasuki, bekerja sendiri atau hanya dibantu pekerja keluarga, beroperasi
dalam skala kecil, umumnya tidak menuntut keterampilan yang berasal jalur
pendidikan formal, pola usahanya tidak teratur baik operasi maupun jam
kerjanya dan tidak memiliki izin usaha.
3. Sektor formal adalah salah satu kegiatan ekonomi yang bersifat resmi dan
mendapat pengakuan (legitimasi) dari pemerintah berdasarkan surat ijin serta
umumnya memiliki tenaga kerja tetap yang diatur secara tertulis.
4. Umur Responden adalah rentang waktu dari lahir hingga sekarang yang
dimiliki oleh pelaku usaha yang dinyatakan dalam tahun.
5. Pendidikan Responden adalah lama pendidikan formal yang diikuti,
dinyatakan dalam tahun.
6. Lama Bekerja adalah jumlah waktu yang telah dilalui pelaku usaha dalam
menjalankan usahanya yang dinyatakan dalam bulan.
7. Curahan adalah banyaknya jam kerja yang digunakan untuk melakukan usaha
yang dinyatakan dalam jam per bulan.
8. Modal adalah uang atau nilai barang yang digunakan pelaku usaha untuk
memulai usahanya, dinyatakan dalam rupiah.
9. Lokasi Dalam IPB (IPB) adalah usaha yang dilakukan di dalam Kampus IPB
Darmaga.
10. Lokasi Sekitar IPB (Lokasi) adalah usaha yang dilakukan di luar Kampus IPB
Darmaga.
11. Asal yaitu mengacu pada tempat dimana pelaku usaha dilahirkan atau pelaku
usaha dibesarkan.
12. Pendapatan usaha sektor informal adalah pendapatan yang diterima pelaku
usaha sektor informal yang merupakan selisih antara penerimaan yang
diperoleh dengan biaya untuk menghasilkan barang atau jasa usaha tersebut.
Pendapatan ini dinyatakan dalam rupiah per bulan.
T T1 T2 T3 Tn Tc TG Tk T
S S1 S2 S3 Sn Sc SG Sk S
Total Q1 Q2 Q3 Qn C G K Q
Input
. . . . .
. . . . .
. . . . .
a n1 X n + a n2 X n + ............... + a nn X n + Y n = X n
Keterangan:
(I – A) = Matrik Leontief
(I – A)-1 = Matrik kebalikan Leontief, terdiri atas:
a. Leontief terbuka, yaitu tanpa sektor rumah tangga (rumah tangga
sebagai sektor eksogen).
b. Leontief tertutup, yaitu dengan memasukkan sektor rumah tangga
(rumah tangga sebagai sektor endogen).
Pada tahun 1745, cikal bakal masyarakat Bogor semula berasal dari
sembilan kelompok pemukiman yang digabungkan oleh Gubernur Baron Van
Inhof menjadi inti kesatuan masyarakat Kabupaten Bogor. Pada waktu itu Bupati
Demang Wartawangsa berupaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan
kesejahteraan rakyat yang berbasis pertanian dengan menggali terusan dari
Ciliwung ke Cimahpar dan dari Nanggewer sampai ke Kalibaru/Kalimulya.
Penggalian untuk membuat terusan kali dilanjutkan di sekitar pusat pemerintahan,
namun pada tahun 1754 pusat pemerintahan yang terletak di Tanah Baru
kemudian dipindahkan ke Sukaati (Kampung Empang sekarang). Terdapat
berbagai pendapat tentang lahirnya nama Bogor itu sendiri. Salah satu pendapat
menyatakan bahwa nama Bogor berasal dari kata Bahai atau Baqar yang berarti
sapi dengan alasan terdapat bukti berupa patung sapi di Kebun Raya Bogor.
Pendapat lainnya menyebutkan bahwa nama Bogor berasal dari kata Bokor
yang berarti tunggul pohon enau (kawung). Pendapat di atas memiliki dasar dan
alasan tersendiri diyakini kebenarannya oleh setiap ahlinya. Namun berdasarkan
catatan sejarah bahwa pada tanggal 7 April 1752 telah muncul kata Bogor dalam
sebuah dokumen dan tertulis Hoofd Van de Negorij Bogor, yang berarti kepala
kampung Bogor. Pada dokumen tersebut diketahui juga bahwa kepala kampung
itu terletak di dalam lokasi Kebun Raya itu sendiri yang mulai dibangun pada
tahun 1817.
Tanggal itulah kiranya yang kemudian ditetapkan sebagai hari Jadi Bogor
yang secara resmi dikukuhkan melalui sidang pleno DPRD Kabupaten Daerah
Tingkat II Bogor pada tanggal 26 Mei 1972. Pada tahun 1975, Pemerintah Pusat
(dalam hal ini Menteri Dalam Negeri) menginstruksikan bahwa Kabupaten Bogor
harus memiliki Pusat Pemerintahan di wilayah kabupaten sendiri dan pindah dari
pusat pemerintahan Kotamadya Bogor. Atas dasar tersebut, pemerintah Daerah
Tingkat II Bogor mengadakan penelitian dibeberapa wilayah Kabupaten Daerah
Tingkat II Bogor untuk dijadikan calon ibu kota sekaligus berperan sebagai pusat
pemerintahan. Alternatif lokasi yang akan dipilih diantaranya adalah wilayah
Kecamatan Ciawi (Rancamaya), Leuwiliang, Parung dan Kecamatan Cibinong
(DesaTengah). Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa yang diajukan ke
pemerintah pusat untuk mendapat persetujuan sebagai calon ibu kota adalah
Rancamaya wilayah Kecamatan Ciawi. Akan tetapi pemerintah pusat menilai
bahwa Rancamaya masih relatif dekat letaknya dengan pusat pemerintahan
Kotamadya Bogor dan dikhawatirkan akan masuk ke dalam rencana perluasan dan
pengembangan wilayah Kotamadya Bogor. Oleh karena itu atas petunjuk
pemerintah pusat, pemerintah Daerah Tingkat II Bogor disarankan agar
mengambil salah satu alternatif wilayah dari hasil penelitian lainnya. Dalam
sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tahun 1980, ditetapkan
bahwa calon ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor terletak di Desa Tengah
Kecamatan Cibinong. Penetapan calon ibu kota ini diusulkan kembali ke
pemerintah pusat dan mendapat persetujuan serta dikukuhkan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, yang menegaskan bahwa ibu kota pusat
pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor berkedudukan di Desa Tengah
Kecamatan Cibinong. Sejak saat itu dimulailah rencana persiapan pembangunan
pusat pemerintahan ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor dan pada tanggal
5 Oktober 1985 dilaksanakan peletakan batu pertama oleh Bupati Kepala Daerah
Tingkat II Bogor pada saat itu.
4.1.4 Klimatologi
Bidang Kesehatan
Bidang Pendidikan
4.1.6 Perekonomian
Transportasi
Panjang jalan = 1.790,060 km. Status jalan adalah jalan negara = 72,444
km (3 ruas) dan jalan propinsi = 144,240 km (8 ruas) serta jalan kabupaten =
1.300,740 km (251 ruas). Kondisi jalan kategori baik = 428,025 km, kategori
sedang = 329,510 km kategori rusak ringan = 289,240 km, kategori rusak berat =
526,600 km.
Jembatan
Jaringan Listrik
Jumlah terminal yang ada yaitu 8 buah terdiri dari : trayek antar kota
dalam propinsi (AKDP) = 31 trayek jumlah angkutan = 5.370 unit dan trayek
antar kota antar propinsi (AKAP) = 6 trayek jumlah angkutan = 1.601 unit serta
trayek di dalam wilayah Kabupaten Bogor = 22 trayek jumlah angkutan =
1.876 unit.
Jaringan Drainase
Persampahan
Jaringan Irigasi
Jumlah jaringan irigasi yang ada yaitu irigasi pemerintah = 11.588 ha,
irigasi pedesaan = 17.144 ha , saluran induk daerah irigasi =1 49,758 km, saluran
sekunder/tersier =1 01,038 km, bendung = 20 buah, pintu air = 1.336 buah,
bangunan air = 933 buah, pemerintah = 11.588 ha, pedesaan = 17.144 ha,
sumber air lain: DAS (Daerah Aliran Sungai) = 6 bh Cisedane, Ciliwung,
Cidurian, Cipamingkis, Kali Bekasi, Cimanceuri, 95 setu dan 63 buah mata air.
Adapun tata ruang wilayah dan daerah resapan air serta daerah aliran
sungai di Kabupaten Bogor dapat kita lihat pada Gambar 8 dan Gambar 9 serta
Gambar 10 berikut ini:
Sumber: Situs Resmi Kabupaten Bogor // www.bogorkab.go.id
Ruang lingkup bidang sosial budaya yang akan dijelaskan dibawah ini
meliputi aspek kependudukan, ketenagakerjaan, keluarga sejahtera beserta tingkat
partisipasi angkatan kerja maupun kategori keluarga sejahtera yang berkenaan
dengan indikator untuk mengetahui jumlah penduduk miskin.
Dilihat dari kategori penduduk miskin dengan alasan ekonomi dan non
ekonomi, maka keluarga di Kabupaten Bogor terdiri dari: (1) kategori keluarga
Pra KS sebanyak 89.142 KK, (2) kategori keluarga KS I sebanyak 282.023 KK,
(3) kategori keluarga KS II sebanyak 253.060 KK, (4) kategori keluarga KS III
sebanyak 105.785 KK, (5) kategori keluarga KS III plus sebanyak 25.342 KK.
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Kabupaten Bogor menunjukkan
untuk laki-laki 75,13 %, perempuan 32,92 % dan total adalah 54,67 %.
Agama
Mata Pencaharian
No Desa
Petani Peternak Lain-lain
1 Sukadamai 402 3 1.319
2 Ciherang 299 7 426
3 Sinarsari 1.393 51 1.269
4 Sukawening 780 6 545
5 Petir 1.270 4 287
6 Purwasari 2.400 2 2.302
7 Cikarawang 784 0 972
8 Babakan 3 1 3.007
9 Dramaga 42 0 962
10 Neglasari 250 0 1.442
Jumlah 7.623 76 12.531
Sumber: Profil Desa Kecamatan Dramaga, 2004
Pada saat ini IPB memiliki 5 (Lima) lokasi kampus yaitu kampus IPB
Baranangsiang, kampus IPB Gunung Gede, Kampus IPB Taman Kencana,
kampus IPB Cilibende yang berada di Kota Bogor dan kampus IPB Darmaga.
Kampus IPB Darmaga merupakan kampus induk yang terletak di Desa Babakan,
Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.
Sebelah Barat Kampus IPB Darmaga berbatasan dengan sungai Cihideung
(Desa Cihideung Ilir), Sebelah Utara dibatasi oleh sungai Ciapus dan Cisadane,
sebelah timur berbatasan dengan pemukiman Desa Babakan dan sebelah selatan
dibatasi oleh jalan raya yang menghubungkan Kota Bogor dengan Jasinga. Dari
data statistik Bapeda Kabupaten Bogor, tanah di areal kampus IPB Dramaga
termasuk jenis Latosol, dimana kedalaman efektif lebih dari 90 cm dengan tekstur
sedang. Ketinggian berkisar antara 145-400 m dpl. Keadaan topografi umumnya
terdiri dari lapangan datar sampai sedikit bergelombang dengan lereng-lereng
pada daerah yang berbatasan dengan sungai. Suhu rata-rata per tahun sebesar
25-33 derajat celcius dengan kelembaban nisbi rata-rata 80-86 persen.
Merujuk Buku Corak Dunia Pertanian Indonesia IPB dari Masa ke Masa
(1963-2005), tahap perkembangan IPB diawali dengan adanya lembag-lembaga
Pendidikan Menengah dan Tinggi Pertanian dan Kedokteran Hewan yang dimulai
pada awal abad ke-20. Sebelum Perang Dunia II lembaga-lembaga pendidikan
menengah tersebut dikenal dengan nama Middelbare Landbouw School,
Middelbare Bosbouw School, dan Nederlandsch Indische Veeartsen School.
Pada tahun 1940, Pemerintah Hindia Belanda Mendirikan Lembaga
Pendidikan Tinggi Pertanian dengan nama Landbouw Hogeschool yang pada
masa pendudukan Jepang (1942-1945) ditutup. Namun pada masa itu
Nederlandsch Indische Veeartsen School tetap berjalan. Hanya namanya diubah
menjadi Bogor Zui Gakku (Sekolah Dokter Hewan Bogor) pada tahun 1946
ditingkatkan menjadi Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan (PTKH).
Pada tahun 1947 lanbouw Hogeschool dibuka kembali dengan nama
Faculteit Voor Landbouw Watenschappen sebagai kelanjutan landbouw
Hogeschool, yang mempunyai Jurusan Pertanian dan Kehutanan. Bersama dengan
itu dibentuk Faculteit der Diergeneeskunde yang sebelumnya adalah Perguruan
Tinggi Kedokteran Hewan (PTKH). Secara organik kedua faculteit yang ada di
Bogor tersebut bernaung dibawah Universiteit Van Indonesie yang kemudian
berubah nama menjadi Universitas Indonesia.
Pada tahun 1950 Fakulteit Voor Landbouw Watenschappen berubah nama
menjadi Fakultas Pertanian Indonesia dengan tiga jurusan yaitu Sosial Ekonomi,
Pengetahuan Alam dan Kehutanan serta pada tahun 1957 dibentuk jurusan
Perikanan Darat, Sedangkan Faculteit der Diergeneeskunde berubah nama
menjadi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia yang pada tahun 1960
berubah menjadi Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan dan selanjutnya
pada tahun 1962 berubah nama menjadi Fakultas Kedokteran Hewan, Peternakan
Universitas Indonesia.
Pada tanggal 1 September 1963, berdasarkan keputusan Menteri
Pendidikan Tinggi Dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 91 tahun 1963, Fakultas
Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan, Peternakan Universitas Indonesia
melepaskan diri menjadi Institut Pertanian Bogor dan disahkan oleh Presiden RI
dengan Keputusan No. 2791 tahun 1965. Terakhir, pada tahun 2000, dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 154 tanggal 26 Desember 2000 (Lembaran Negara
tahun 2000 Nomor 272) Institut Pertanian Bogor ditetapkan sebagai Badan
Hukum Milik Negara (BHMN) yang bersifat nirlaba.
Sebagai Badan Hukum Milik Negara, IPB mempunyai kewenangan
melakukan semua perbuatan hukum sebagaimana layaknya badan hukum pada
umumnya. Selanjutnya IPB bersifat nirlaba karena kegiatan operasionalnya tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
Dengan penetapannya sebagai BHMN tersebut:
1. Kelembagaan IPB menjadi mandiri dalam manajemen program
maupun sumber daya.
2. Kekayaan IPB merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
3. Untuk membiayai kegiatannya, IPB memperoleh dana dari
pemerintah, masyarakat, pihak luar negeri, serta usahadan tabungan
Institut. Penerimaan tersebut, bukan merupakan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP).
2. Visi IPB:
Memperhatikan kompetensi utamanya di bidang pertanian tropika dan
sejalan dengan perubahan statusnya menjadi BHMN, IPB menetapkan
visi, seperti yang dituangkan dalam transition plan IPB BHMN 2001-
2005 (Plan for Transition, 2000) sebagai berikut: ”Menjadi perguruan
tinggi bertaraf internasional dalam pengembangan sumberdaya
manusia dan IPTEKS dengan kompetensi utama di bidang pertanian
tropika”.
3. Misi IPB:
Untuk mewujudkan visi IPB tersebut di atas dirumuskan misi IPB
sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pendidikan tinggi yang berkualitas dan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat kini dan mendatang.
b. Mengembangkan IPTEKS ramah lingkungan melalui penelitian
mutakhir.
c. Meningkatkan kesejahteraan umat manusia melalui penerapan dan
pendayagunaan IPTEKS.
d. Mendorong terbentuknya masyarakat madani berdasarkan
kebenaran dan hak azasi manusia.
Pada awalnya IPB terdiri dari lima fakultas yaitu Fakultas Pertanian dan
Fakultas Kehutanan yang berasal dari Jurusan Pertanian dan Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Indonesia. Fakultas Kedokteran Hewan dan
Fakultas Peternakan yang berasal dari Fakultas Kedokteran Hewan, Peternakan
dan Perikanan laut Universitas Indonesia, sedangkan Fakultas Perikanan
merupakan gabungan Jurusan Perikanan Darat Fakultas Pertanian Universitas
Indonesia dan Jurusan Perikanan Laut Fakultas Kedokteran Hewan dan
Peternakan Universitas Indonesia. Pada tahun 1964 IPB berkembang menjadi 6
fakultas dengan didirikannya Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian
(FATEMETA), yang pada tahun 1968 berubah menjadi Fakultas Mekanisasi dan
Teknologi Hasil Pertanian dan pada tahun 1981 hingga saat ini bernama Fakultas
Teknologi Pertanian.
Pada tahun 1975, Sekolah Pascasarjana pertama kali dibuka di IPB dan
pada tahun 1980 diresmikan menjadi Fakultas Pascasarjana IPB. Dengan
diterbitkan PP 30/1990 Fakultas Pascasarjana IPB beralih status menjadi Program
Pendidikan Pascasarjana, pada tahun 2003 kembali menjadi Sekolah Pascasarjana.
Pada tahun 1981, IPB membuka Fakultas Sains dan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Fakultas ini merupakan gabungan dari Departemen Ilmu
Pengetahuan, Departemen Botani, Departemen Statistika dan Komputasi Fakultas
Pertanian IPB, Departemen Biokimia, dan Departemen Zoologi Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. Pada tahun 1979 IPB mulai menyelenggarakan program
Diploma yang tahun 1980 menjadi Fakultas Non-gelar Teknologi atau lebih
dikenal Fakultas Politeknik Pertanian. Berdasarkan PP 30 tahun 1990 Fakultas
Politeknik Pertanian ditiadakan. Selanjutnya program pendidikan diploma
dikelola oleh Jurusan/Fakultas di lingkungan IPB. Saat ini program diploma
dikelola oleh Direktorat Diploma.
Pada tahun 1991 IPB membuka program Pascasarjana Profesional
setingkat dengan S2 dalam bidang Manajemen Agribisnis (MMA). Pada saat ini
telah banyak Program Studi Pascasarjana yang dibuka oleh IPB. Pada tahun 2000
IPB membuka Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) dengan 2 jurusan yaitu
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan dan Jurusan Manajemen. Pada
Tahun 2005 IPB membuka Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) dengan 3 jurusan
yaitu Jurusan Ilmu Keluarga dan Konsumen, Jurusan Komunikasi Pengembangan
Masyarakat dan Jurusan Gizi Masyarakat.
Jadi sampai saat ini Institut Pertanian Bogor mempunyai 9 Fakultas dan
Satu Sekolah, terdiri dari : (1) Fakultas Pertanian, (2) Fakultas Fakultas
Kedokteran Hewan, (3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, (4) Fakultas
Peternakan, (5) Fakultas Kehutanan, (6) Fakultas Teknologi Pertanian, (7)
Fakultas Matematika dan IPA, (8) Fakultas Ekonomi dan Manajemen, (9)
Fakultas Ekologi Manusia, (10) Sekolah Pascasarjana.
Selama 40 tahun berdiri, IPB sampai saat ini telah menghasilkan kurang
lebih 50.000 lulusan yang tersebar diberbagai tempat, baik di Indponesia maupun
di luar negeri. Saat ini IPB memiliki kurang lebih sekitar 25.082 mahasiswa terdiri
dari program S0, S1, S2, dan S3 dengan perincian sebagaimana terlihat dalam
Tabel 12 berikut:
Organisasi dan Tata Kerja IPB terdiri dari pengelola, pelaksana akademik,
pelaksana administrasi dan penunjang sebagai berikut:
1. Pengelola terdiri dari Majelis Wali Amanat, Dewan Audit, Senat Akademik
dan Pimpinan.
2. Pelaksana Akademik terdiri dari Fakultas, Departemen, Bagian, Lembaga
dan Pusat.
3. Pelaksana Administrasi terdiri dari Direktorat, Sub Direktorat dan Kantor.
4. Penunjang Akademik terdiri dari Perpustakaan, Laboratorium, Bengkel, Pusat
Informasi, Kebun Percobaan dan Keamanan.
Sumber: (Laporan Keuangan IPB Tahun 2003, 2004).
4.4.1.1 Pendidikan
4.4.1.2 IPB
IPB adalah nama variabel dari lokasi dalam IPB yang berarti lokasi usaha
sektor informal dilakukan di dalam kampus IPB. Peubah IPB merupakan peubah
dummy yang terbagi menjadi 2 yaitu 1 untuk dummy jika kegiatan tersebut
berkaitan langsung dengan aktivitas IPB dan 0 untuk dummy selain dari itu. Hasil
dugaan regresi diperoleh P-value untuk peubah bebas sebesar 0,072 yang lebih
kecil dari nilai α sebesar 10 persen. Hal ini berarti peubah IPB berpengaruh nyata
terhadap peubah tak bebas.
Hasil keluaran yang ditampilkan dari peubah bebas IPB adalah yang
berasal dari kegiatan yang berkaitan langsung dengan aktivitas IPB dengan nilai
koefisien positif dan nilai VIF sebesar 1,264. Hal ini berarti pelaku usaha di
sektor informal yang usahanya berkaitan langsung dengan aktivitas IPB
berpeluang lebih besar untuk meraih keuntungan yang besar dari pada pelaku
usaha yang usahanya atas alasan yang berasal dari faktor lain yaitu sebesar 1,264.
Orang yang memulai usahanya di dalam kampus IPB dan berkaitan
langsung dengan aktivitas IPB cendrung memilih pekerjaan yang mampu
dikerjakannya dan memiliki keberhasilan karena pekerjaan yang disukainya
sedangkan pelaku usaha yang memulai usahanya atas dasar faktor lain, cendrung
merasa berat akan pekerjaannya tetapi desakan hidup menjadi alasan utama untuk
tetap menjalankan usahanya.
4.5 Analisis Input-Output
Salah satu cara untuk melihat bagaimana dampak suatu sektor atau sub
sektor berperan dalam perekonomian adalah dengan melihat sektor-sektor basis,
yaitu sektor-sektor yang mampu menarik pendapatan yang berasal dari luar
daerah, sehingga mampu memberikan peningkatan pada perputaran konsumsi
yang ada pada suatu daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan multiplier
effect bagi perekonomian daerah. Karena besarnya peran sektor-sektor tersebut
terhadap proses peningkatan output suatu wilayah, melalui proses multiplier,
maka sektor basis tersebut sering di sebut sebagai leading sector bagi
perekonomian daerah tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut biasanya sektor
basis diidentikkan dengan sektor-sektor yang mampu dikirim keluar daerah dan
dapat menciptakan aliran pendapatan yang berasal dari luar daerah yang pada
akhirnya akan meningkatkan nilai siklus konsumsi di wilayah itu.
Analisis basis ekonomi ini diperlukan untuk dapat melihat sektor-sektor
basis atau yang menjadi unggulan pada wilayah dengan berpedoman pada nilai
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) wilayah tersebut. Selain itu dilihat juga
apakah kampus IPB Darmaga berperan dalam perekonomian wilayah Kabupaten
Bogor. Data PDRB Kabupaten Bogor memang tidak menjelaskan berapa
kontribusi masing-masing kecamatan (termasuk Dramaga), termasuk dalam sub
sektor informal, namun demikian didasarkan atas asumsi bahwa pada dasarnya
wilayah kampus IPB Darmaga merupakan wilayah yang dapat memberi manfaat
limpahan bagi wilayah sekitarnya, maka paling tidak nilai yang tercantum dapat
dikaitkan dengan kondisi wilayah tersebut. Berikut adalah PDRB dan laju
pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005 sebagaimana disajikan
Tabel 15 berikut:
Tabel 15. PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor atas Dasar
Harga Berlaku dan atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2002-2005
Tabel 17. Komponen Nilai Tambah Bruto Sektor Ekonomi di Kabupaten Bogor
Tahun 2003
No. Komponen Jumlah (juta Rp) Distribusi (%)
1. Upah dan Gaji 4.632.438,80 31,33
2. Surplus Usaha 8.214.312,74 55,56
3. Penyusutan 1.291.453,15 8,73
4. Pajak Tak Langsung Netto 646.328,50 4,38
Jumlah 14.784.533,19 100,00
Sumber: Data Hasil Analisa
Salah satu keunggulan analisa dengan menggunakan model I-O adalah karena
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat hubungan atau keterkaitan antar sektor. Ada
tingkat keterkaitan teknis antar unsur aktif (dalam hal ini unsur yang menunjang kegiatan
jasa IPB, seperti perusahaan industri, prasarana dan komunikasi) merupakan generator
untuk memulai suatu proses polarisasi teknis. Hubungan ini dapat berupa hubungan
kedepan (forward linkage), ialah hubungan dengan penjualan jasa yaitu tingkat
keterkaitan kedepan atau disebut juga daya penyebaran. Hubungan ke belakang (bacward
linkage) yang hampir selalu merupakan hubungan dengan bahan baku yaitu tingkat
keterkaitan kebelakang atau disebut juga derajat kepekaan. Kedua indeks tersebut dapat
digunakan untuk menganalisis dan menentukan sektor-sektor kunci (key sector) yang
akan dikembangkan dalam pembangunan ekonomi di suatu wilayah.
Sektor yang mempunyai daya penyebaran (power disperation) tinggi
memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mempunyai keterkaitan kedepan atau daya
dorong yang kuat dibandingkan terhadap sektor yang lainnya. Sebaliknya sektor yang
mempunyai derajat kepekaan (degree of sensitivity) tinggi mengindikasikan bahwa sektor
tersebut mempunyai ketergantungan (kepekaan) yang tinggi terhadap sektor lain. Dari
daya penyebaran dan derajat kepekaan ini diturunkan pula daya penyebaran dan indeks
derajat kepekaan.
Adapaun indeks daya penyebaran memberikaan indikasi bahwa sektor-sektor
yang mempunyai indeks daya penyebaran lebih besar dari satu, berarti daya penyebaran
sektor tersebut diatas rata-rata daya penyebaran secara keseluruhan. Pengertian yang
sama juga berlaku untuk indeks derajat kepekaan. Sektor yang mempunyai indeks derajat
kepekaan lebih dari satu, berarti derajat kepekaan sektor tersebut diatas derajat kepekaan
rata-rata secara keseluruhan. Adapun tabel koefisien daya penyebaran dan daya
kepekaan sektor ekonomi Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 19 berikut:
Dari Tabel 19 diatas dapat diketahui bahwa sektor yang mempuyai daya
penyebaran tertinggi di Kabupaten Bogor adalah sektor industri lain yaitu sektor
11 sebesar 1,859. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan 1 unit output sektor
industri lain akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain (termasuk
sektornya sendiri) secara keseluruhan sebesar 1,859 unit. Peringkat kedua adalah
sektor bangunan (sektor 12) dengan daya penyebaran sebesar 1,427. Artinya
untuk menaikkan output sektor-sektor lain secara keseluruhan sebesar 1,427,
maka sektor bangunan harus dinaikkan outputnya sebesar 1 unit. Sektor terbesar
lainnya menurut penyebarannya berturut-turut adalah sektor keuangan sebesar
1,399, sektor dagbesran sebesar 1,308, sektor komunikasi sebesar 1,135, sektor
jasa-jasa sebesar 1,115 dan sektor jasa IPB sebesar 1,028 . Berdasarkan nilai-nilai
koefisien penyebaran tersebut, sektor-sektor yang mempunyai nilai koefisien
penyebaran lebih dari satu menunjukkan tingginya daya penyebaran ke depan
sektor tersebut, dengan kata lain mampu menarik pertumbuhan output sektor hulu
sebesar nilai-nilai tersebut. Dengan demikian mendorong pertumbuhan hinterland
yang menguntungkan (spread effect), tercermin dari adanya arus barang dan jasa
yang besar.
Selanjutnya pada tabel diatas juga ditunjukkan bahwa sektor yang
mempunyai derajat kepekaan tertinggi di Kabupaten Bogor adalah sektor jasa-jasa
(sektor 22) sebesar 1,804 yang berarti bahwa akibat kenaikan satu unit permintaan
akhir seluruh sektor menyebabkan output sektor jasa-jasa meningkat sebanyak
1,804 unit. Sektor terbesar kedua adalah sektor komunikasi (sektor 20) yaitu
sebesar 1,591, artinya jika ingin meningkatkan sektor komunikasi sebesar 1,591
unit, maka harus dinaikkan permintaan akhir seluruh sektor sebesar satu unit.
Atau dengan kata lain sektor yang mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi
terhadap sektor-sektor lainnya di Kabupaten Bogor dimiliki oleh sektor jasa-jasa
dan komunikasi. Berdasarkan nilai-nilai derajat kepekaan tersebut, sektor-sektor
yang mempunyai nilai derajat kepekaan lebih dari satu mengindikasikan bahwa
sektor tersebut mempunyai ketergantungan (kepekaan) yang tinggi terhadap sektor
lain.ke depan sektor tersebut, dengan kata lain mampu mendorong perkembangan
output sektor hilir sebesar nilai-nilai tersebut.
Sektor jasa IPB mempunyai daya penyebaran 1,028 artinya bahwa untuk
menaikkan output sektor-sektor lain secara keseluruhan sebesar 1,028, maka
sektor jasa IPB harus dinaikkan outputnya sebesar satu unit. Derajat kepekaan
sektor jasa IPB adalah sebesar 0,877 ini berarti bahwa akibat kenaikan satu unit
permintaan akhir seluruh sektor menyebabkan output sektor jasa IPB meningkat
sebanyak 0,877 unit.
4.5.4 Pengganda Output dan Pengganda Pendapatan
Tabel 20. Dampak Peningkatan Sektor Jasa IPB terhadap Output Akhir
di Kabupaten Bogor.
Dampak Pengganda Output
Sektor (Peningkatan Sektor Jasa IPB 10%)
Tabaman 156,68
Peternakan 303,66
Prtn_lain 140,34
Listrik 469,24
Gas 169,53
Air&tmbg 231,44
Immt 22,90
Itpj 21,72
In_kayu 2,02
In_kimia 282,12
In_lain 5.689,39
Bangunan 1.398,23
Dagbesran 1.291,17
Hotel 18,64
Restoran 555,39
Ak_rel 4,77
Ak_dlm_kt 272,66
Ak_antr_kt 427,11
Js_pnjg_ak 71,96
Komunikasi 316,37
Keuangan 3.122,79
Jasa-Jasa 131,92
Jasa IPB 24.803,68
Total 39.903,73
Sumber: Data Hasil Diolah
Pengganda output bertujuan untuk mengetahui pengaruh kenaikan
permintaan akhir suatu sektor didalam perekonomian suatu wilayah terhadap
output sektor yang lain baik langsung maupun tidak langsung. Tabel 20
menunjukkan bahwa dengan peningkatan sektor jasa IPB 10 % atau sebesar Rp.
24.355,41 memberikan multiplier effect (total pengganda ouput semua sektor)
sebesar total Rp. 39.903,73. Angka ini mengandung arti bahwa peningkatan
permintaan akhir sektor jasa IPB satu satuan, akan meningkatkan output pada
semua sektor sebesar 39.903,73 satuan. Hal ini berarti bahwa pengaruh kenaikan
permintaan akhir sektor jasa IPB terhadap perubahan output sektor lain secara
langsung dan tidak langsung sangat berpengaruh. Lima sektor yang mempunyai
multiplier effect (koefisien pengganda output) terbesar masing-masing adalah: (1)
Jasa IPB sebesar 24.803,68, (2) industri lain sebesar 5.689,39, (3) keuangan
sebesar 3.122,79, (4) bangunan sebesar 1.398,23, (5) dagbesran sebesar 1.291,17.
Pengganda pendapatan adalah besarnya peningkatan pendapatan pada
suatu sektor akibat dari meningkatnya permintaan akhir output sektor tersebut
sebesar satu unit (Rp). Apabila permintaan akhir terhadap output sektor tertentu
meningkat sebesar satu satuan, maka pendapatan masyarakat yang bekerja pada
sektor tersebut akan meningkat sebesar nilai pengganda pendapatan sektor yang
bersangkutan.
Pengganda pendapatan adalah dampak yang ditimbulkan oleh adanya
perubahan dalam permintaan akhir pada sektor tertentu terhadap pendapatan
sektor tersebut. Pengganda pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan
masyarakat dari setiap sektor kegiatan yang membangun struktur perekonomian
dalam wilayah Kabupaten Bogor selama tahun 2003 sebagaimana diperlihatkan
oleh Tabel 21 berikut ini:
Tabel 21. Dampak Peningkatan Sektor Jasa IPB terhadap Pendapatan
di Kabupaten Bogor.
Dampak Pengganda Pendapatan
Sektor (Peningkatan Sektor Jasa IPB 10%)
Tabaman 0,0000
Peternakan 4,8711
Prtn_lain 14,6132
Listrik 34,0976
Gas 0,0000
Air&tmbg 19,4843
IMMT 0,0000
ITPJ 4,8711
In_kayu 0,0000
In_kimia 41,4042
In_lain 1234,8193
Bangunan 382,3799
Dagbesran 224,0698
Hotel 2,4355
Restoran 99,8571
Ak_rel 0,0000
Ak_dlm_kt 41,4042
Ak_antr_kt 65,7596
Js_pnjg_ak 9,7422
Komunikasi 17,0488
Keuangan 323,9270
Jasa-Jasa 102,2928
Jasa IPB 7162,9261
Total 9786,0038
Sumber: Data Hasil Diolah
Pengganda pendapatan adalah besarnya peningkatan pendapatan pada
suatu sektor akibat dari meningkatnya permintaan akhir output sektor tersebut
sebesar satu unit (Rp). Apabila permintaan akhir terhadap output sektor tertentu
meningkat sebesar satu satuan, maka pendapatan masyarakat yang bekerja pada
sektor tersebut akan meningkat sebesar nilai pengganda pendapatan sektor yang
bersangkutan. Dari Tabel 21 diatas terlihat bahwa dampak pengganda pendapatan
sektor jasa IPB 10 % atau sebesar 7162,9261. Apabila peningkatan permintaan
akhir sektor jasa IPB sebesar satu satuan maka pendapatan rumah tangga disemua
sektor ekonomi akan meningkat sebesar 9786,0038 satuan baik langsung maupun
tidak langsung. Terlihat bahwa sektor ini mampu menciptakan pendapatan
tambahan bagi masyarakat Kabupaten Bogor. Sementara itu sektor - sektor yang
mempunyai pengganda pendapatan dalam kelompok lima besar adalah: (1) jasa
IPB sebesar 7162,9261, (2) industri lain sebesar 1234,8193, (3) bangunan sebesar
382,3799, (4) keuangan sebesar 323,9270, (5) dagbesran sebesar 224,0698.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.2 Saran
Badan Pusat Statistik. 1995. Kerangka Teori dan Analisis Tabel I-O. BPS, Jakarta
BPS Kabupaten Bogor. 2005. PDRB Kabupaten Bogor menurut Lapangan Usaha
Tahun 2005. Bogor.
BPS Kabupaten Bogor. 2005. Kabupaten Bogor dalam Angka 2006. Bogor.
Harahap, Sri Hastuty. 1998. Curahan Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Rumah
Tangga Sektor Informal Pedagang Makanan Kaki Lima di Tiga Pasar Kota
Bogor . Skripsi. Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Institut Pertanian Bogor, 2004. Laporan Keuangan IPB 2003, Tahun Manajemen
Proses dan Perbaikan Kualitas.
Institut Pertanian Bogor, 2005. Corak Dunia Pertanian Indonesia, IPB dari Masa
ke Masa. PT. Pro Fajar, Bogor.
Malanuang, L. 2002. Analisis Dampak Ekonomi dan Sosial Tambang Emas dan
Tembaga bagi Masyarakat Komunal dan Pembangunan Wilayah Propinsi
NTB. Tesis Institut Pertanian Bogor.
Sutomo, S. 1995. Tabel I-O dan Sistem Neraca Sosial Ekonomi sebagai Alat
Analisis. BPS, Jakarta.
Unesco, 2004. Final Report of the Meeting of Higher Education Partners ( World
Conference of Higher Education +5). Paris, 23-25 June 2003.
Winoto, J. 2000. Pengembangan Wilayah : Kumpulan Tulisan Pembangunan dan
Pengembangan Wilayah di Indonesia. IPB, Bogor.
Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 ASAL,
UMUR,
LOKASI,
CURAHA
, Enter
N, KERJA,
MODAL,
PNDDKN,
a
IPB
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: PENDPTN
Model Summary
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2,83E+15 8 3,543E+14 1,929 ,067a
Residual 1,49E+16 81 1,837E+14
Total 1,77E+16 89
a. Predictors: (Constant), ASAL, UMUR, LOKASI, CURAHAN, KERJA, MODAL,
PNDDKN, IPB
b. Dependent Variable: PENDPTN
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -1,3E+07 1,4E+07 -,952 ,344
UMUR 89811,747 164124,0 ,065 ,547 ,586
PNDDKN 1092238 563444,3 ,259 1,939 ,056
KERJA 13521,756 211959,2 ,007 ,064 ,949
CURAHAN 85346,152 642449,5 ,014 ,133 ,895
MODAL 3,537E-02 ,487 ,009 ,073 ,942
IPB 6837608 4159203 ,233 1,644 ,104
LOKASI -1784764 3772780 -,060 -,473 ,637
ASAL -2504378 3405288 -,078 -,735 ,464
a. Dependent Variable: PENDPTN
Lampiran 2. Hasil Analisis Regressi Sektor Informal
Variables Entered/Removedb
Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 IPB,
MODAL,
CURAHA
, Enter
N, KERJA,
UMUR, a
PNDDKN
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: PENDPTN
Model Summary
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2,69E+15 6 4,479E+14 2,474 ,030a
Residual 1,50E+16 83 1,810E+14
Total 1,77E+16 89
a. Predictors: (Constant), IPB, MODAL, CURAHAN, KERJA, UMUR, PNDDKN
b. Dependent Variable: PENDPTN
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) -1,9E+07 1,2E+07 -1,534 ,129
UMUR 84091,643 161903,8 ,061 ,519 ,605 ,739 1,353
PNDDKN 1199797 543917,3 ,285 2,206 ,030 ,613 1,632
KERJA 39187,065 204356,1 ,021 ,192 ,848 ,830 1,205
CURAHAN 122846,1 636421,9 ,020 ,193 ,847 ,964 1,037
MODAL -4,37E-02 ,476 -,011 -,092 ,927 ,761 1,314
IPB 6059108 3330547 ,207 1,819 ,072 ,791 1,264
a. Dependent Variable: PENDPTN
a
Collinearity Diagnostics
1. Nanggung 10 V
2. Leuwiliang 11 V
3. Leuwisadeng 8 V
4. Pamijahan 15 V
5. Cibungbulang 15 V
6. Ciampea 13 V
7. Tenjolaya 6 V
8. Dramaga 10 V
9. Ciomas 11 V
10. Tamansari 8 V
11. Cijeruk 9 V
12. Cigombong 9 V
13. Caringin 12 V
14. Ciawi 13 V
15. Cisarua 10 V
16. Megamendung 11 V
17. Sukaraja 13 V
18. Babakan Madang 9 V
19. Sukamakmur 10 V
20. Cariu 10 V
21. Tanjungsari 10 V
22. Jonggol 14 V
23. Cileungsi 12 V
24. Klapanunggal 9 V
25. Gunung Putri 10 V
26. Citeureup 14 V
27. Cibinong 12 V
28. Bojonggede 9 V
29. Tajurhalang 7 V
30. Kemang 9 V
31. Rancabungur 7 V
32. Parung 9 V
33. Ciseeng 10 V
34. Gunung Sindur 10 V
35. Rumpin 13 V
36. Cigudeg 15 V
37. Sukajaya 9 V
38. Jasinga 15 V
39. Tenjo 9 V
40. Parung Panjang 11 V