dunia bisnis, selain jumlahnya yang sangat banyak, perusahaan jenis ini juga memiliki
andil yang cukup signifikan bagi pendapatan negara. Menurut Biro Pusat Statistik
mencapai 82,44 persen (Tantangan Perusahaan Keluarga di Era Bisnis Modern, 2012).
Anderson dan Reeb (2003) serta Campbell dan Mınguez-Vera (2008) menyebutkan
puncak kepada anggota keluarga, sehingga semakin besar persentase anggota dewan
posisi penting dalam perusahaan dikuasai oleh anggota keluarga, seperti pada PT
Ciputra Surya, enam dari delapan yang menjabat sebagai dewan direksi adalah anggota
Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Susanto, et al. (2007:182) bahwa pada
mayoritas perusahaan (82%), pemimpin perusahaan yang bukan anggota keluarga akan
meminta persetujuan dari anggota keluarga yang terlibat dalam perusahaan. Melihat
kondisi tersebut maka dapat diprediksi bahwa perusahaan keluarga dapat mengurangi
biaya agensi karena tidak jarang pada perusahaan keluarga, pihak manajemen atau
Kinerja keuangan dan nilai pasar perusahaan merupakan dua hal yang sangat
penting bagi perusahaan dalam kelangsungan hidupnya, agar mampu berkembang dan
sukses apabila mampu menciptakan profit dan terus berkembang seiring dengan
nilai dan kinerja perusahaan karena keluarga pendiri memiliki keterikatan psikologis
yang kuat dan komitmen terhadap organisasi daripada orang lain (Arthurs dan Busenitz,
2003). Perusahaan akan menunjukkan kinerja dan nilai yang semakin baik apabila ada
kebutuhan yang lebih tinggi untuk berprestasi. Di sisi lain, pemilik non pendiri tidak
selalu memiliki komitmen dan track record seperti yang dimiliki oleh pemilik dari
keluarga pendiri.
orang lain yang bukan anggota keluarga. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa
sudah berada pada ambang kehancuran atau pendirinya sudah meninggal akan tetapi
anggota keluarganya tidak ada yang ingin melanjutkan bisnis tersebut. Sehingga
munculah perusahaan keluarga yang dikelola bukan dari anggota keluarga pendiri.
Perusahaan yang sudah bukan menjadi milik keluarga pendiri, secara otomatis sudah
tidak ada keterlibatan keluarga pendiri di dalam perusahaan tersebut baik itu dalam
bentuk kepemilikan maupun keterlibatan di dalam posisi dewan komisaris dan posisi
dewan direksi karena sudah dikuasai oleh pemilik yang baru. Dengan berpindahnya
kinerja dan nilai perusahaan karena meningkatnya biaya agensi dan kurangnya
komitmen dari pemilik serta masalah yang dihadapi pemilik karena tidak seberapa
paham dengan keadaan perusahaan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hamberg, et al,. (2013) bahwa kinerja dan nilai perusahaan keluarga
yang dikelola non pendiri secara signifikan lebih buruk daripada perusahaan keluarga
pengelolaan perusahaan dapat berpengaruh positif bagi kinerja keuangan dan nilai pasar
perusahaan seperti Hamberg et al,. (2013), akan tetapi tidak menutup kemungkinan akan
terjadi sebaliknya bahwa keterlibatan keluarga pendiri juga dapat membawa dampak
negatif bagi perusahaan. Seperti yang dikemukakan oleh Anderson dan Reeb, 2003;
Villalonga dan Amit, 2006 bahwa keluarga pendiri dengan tulus mengabdikan diri untuk
ada risiko bahwa pendiri akan mengekstrak manfaat pribadi atau membuat keputusan
Kinerja keuangan (ROA) dan nilai pasar perusahaan (Tobins Q) merupakan dua
hal yang berbeda. Kinerja keuangan menggambarkan kondisi yang dilihat dari kondisi
internal perusahaan, nilai pasar perusahaan merupakan kondisi yang dinilai dari persepsi
pihak eksternal (investor). Perusahaan yang memiliki kinerja keuangan baik belum tentu
memiliki nilai perusahaan yang baik pula. Akan tetapi jika perusahaan memiliki nilai
pasar yang baik maka sudah pasti memiliki kinerja keuangan yang baik pula karena
tidak ada investor yang menilai perusahaan itu baik jika memiliki kinerja keuangan yang
buruk. Maka dari itu peneliti membedakan antara kinerja keuangan dan nilai perusahaan
pada pasar. Sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh keluarga pendiri terhadap kinerja keuangan dan nilai pasar perusahaan.
LANDASAN TEORI
1. Family Business
20% kepemilikan saham dan bisnis berada di bawah manajemen atau kendali
keluarga adalah UKM yang dimiliki oleh swasta. Ada kecenderungan alami untuk
berasumsi bahwa mereka menghadapi tantangan yang sama dibandingkan dengan bisnis
non-keluarga dengan ukuran yang sama. Valenti, Mayfield dan Luce (2010, hlm. 66)
mencatat bahwa UKM umumnya dimiliki dan dikelola oleh kelompok kecil individu
yang erat yang seringkali merupakan anggota keluarga. Dalam sektor UKM, bisnis
keluarga merupakan bentuk dominan dari organisasi bisnis, serta penggerak utama
perekonomian di seluruh dunia (Tagiuri & Davis, 1996; Bertrand & Schoar, 2006;
Bisnis keluarga adalah bisnis yang dimiliki oleh anggota keluarga yang sama
yang membentuk dan / atau mengejar visi bisnis formal atau implisit, yang mencakup
niat anggota keluarga untuk menyerahkan bisnis tersebut kepada generasi berikutnya;
atau jika tidak, bisnis tersebut telah diserahkan kepada anggota keluarga untuk dikelola
dan / atau dikendalikan (Venter, 2003, p. 17). Studi Kapteyn dan Wah (2016) dan
Kasseeah (2016, p. 442) menemukan bahwa mayoritas sektor swasta masih dalam tahap
perkembangan. Selain itu, Kapteyn dan Wah (2016) menunjukkan bahwa 83% dari
semua perusahaan swasta terdapat di sektor informal dan sebagian besar adalah milik
keluarga.
2. Family Ownership
mayoritas saham dimiliki oleh keluarga, atau keluarga memiliki peran dalam
bagian dalam keputusan perusahaan (Anderson & Reeb, 2003; Silva & Majluf, 2008;
perusahaan (Lee, 2004), anggota keluarga berperan sebagai CEO perusahaan atau
dan dikelola oleh anggota keluarga (Claessens et al., 2000; Anderson & Reeb, 2003;
Lee, 2004; Barontini & Caprio, 2006; Villalonga & Amit, 2006).
penelitian (Allen & Panian, 1982; Claessens et al., 2000; Gomez-Meija, Larraza-
Kintana, & Makri, 2003) menetapkan bahwa perusahaan dikatakan memiliki struktur
kepemilikan keluarga apabila pimpinan atau keluarga yang memegang saham mayoritas
memiliki lebih dari 5% hak suara. Sementara itu, menurut Barontini dan Caprio (2006)
kriteria struktur kepemilikan keluarga adalah apabila keluarga yang memegang saham
mayoritas memiliki lebih dari 10% hak suara (Maury, 2006; La Porta et al., 1999;
Claessens Djankov, Fan & Lang, 2002). Prabowo & Simpson (2011) yang melakukan
dilakukan oleh Wiranata & Nugrahanti (2013) menggunakan kriteria memiliki lebih
menggunakan kriteria adanya kepemilikan saham 10% atau lebih dari total kepemilikan
saham dalam perusahaan atau terdapat anggota keluarga yang menduduki posisi
manajerial dalam perusahaan. Pemilihan 10% sebagai titik cut-off kepemilikan saham
dikarenakan titik tersebut merupakan batas yang signifikan untuk memberikan hak suara
10% atau kurang (La Porta et al., 1999). Selain itu, sudah cukup banyak penelitian yang
menggunakan titik cut-off 10% (Maury, 2006; Barontini & Caprio, 2006; Claessens et
saham kurang dari 20% dapat memiliki pengaruh dalam perusahaan asalkan dapat
dibuktikan dengan jelas. Pemilihan kriteria adanya anggota keluarga yang menduduki
posisi manajerial didasarkan pada karakteristik umum yang ditemui dalam perusahaan
dengan struktur kepemilikan keluarga yaitu adanya anggota keluarga yang menduduki
posisi top management atau CEO perusahaan (Claessens et al., 2000; Anderson & Reeb,
2003; Lee, 2004). Selain itu, dengan adanya anggota keluarga di posisi manajerial dapat
mengurangi konflik antara pihak keluarga dan manajemen (Giovannini, 2010) yang
perusahaan keluarga apabila memenuhi setidaknya salah satu dari dua kriteria. Pertama,
pendiri dan/atau anggota keluarganya memiliki hak suara lebih dari 25% atau ada
anggota keluarga dalam manajemen jika keluarga pendiri perusahaan memiliki hak
kepemilikan saham suatu perusahaan yaitu keputusan direksi PT. Bursa Efek Jakarta
disebut sebagai pemegang saham pengendali apabila memiliki 25% atau lebih dari
kontrol yang dimiliki keluarga terhadap perusahaan. Family ownership diukur dengan
rasio jumlah saham semua golongan yang dimiliki oleh keluarga terhadap total saham
yang beredar.
antara kepemilikan dengan kontrol. Salah satu masalah yang timbul adalah
penyalahgunaan free cash flow oleh manager. Jensen (1986) menjelaskan bahwa
manajer memiliki kewenangan untuk menahan kas, yang mana dapat mereka gunakan
untuk kegiatan yang memberikan keuntungan pribadi bagi mereka sendiri, bukan untuk
mengurangi free cash flow dan dianggap sebagai cara yang efektif untuk mengatasi
masalah keagenan.
keluarga sebagai pemegang saham pengendali memiliki kontrol yang kuat terhadap
terjadi. Semakin rendah family ownership, semakin tinggi tingkat dividen untuk
semakin rendah dividen karena adanya kontrol dan kepercayaan bahwa manajer akan
bertindak sesuai kepentingan pemegang saham. Tetapi, menurut Claessens et al., (2002)
mengurangi masalah keagenan dengan menunjuk pengelola yang masih sesuai dengan
kepentingan pemilik (Bhaumik et al., 2010) tetapi konrol yang terlalu besar yang
mereka sendiri dan mengeksploitasi pemegang saham minoritas (Morck et al., 2005).
dijelaskan dengan income needs hypothesis dalam penelitian Isakov dan Weisskopf
(2015). Anggota keluarga memiliki dana dalam jumlah yang signifikan yang
diinvestasikan dalam perusahaan dan mereka tidak dapat menjual saham untuk
dalam jangka panjang. Oleh karena itu, semakin tinggi kepemilikan keluarga, maka
semakin tinggi tingkat pembayaran dividen yang dituntut untuk memenuhi kebutuhan
yang diukur dengan dividend payout ratio. Ketika family ownership atau kepemilikan
keluarga dalam suatu perusahaan tinggi, maka dividend payout ratio akan cenderung
meningkat. Penelitian yang telah dilakukan oleh Isakov dan Weisskopf (2015), Schmid
et al. (2010), Chen (2005), dan Setia-Atmaja et al. (2009) menyatakan bahwa semakin
tinggi tingkat kepemilikan keluarga yang diukur dengan family ownership, maka akan
semakin tinggi pula kebijakan dividen perusahaan. Tingginya dividend payout ratio di
dana dalam jumlah yang signifikan yang ditanamkan dalam perusahaan dan mereka
konsumsi karena keluarga ingin tetap memiliki kontrol terhadap perusahaan dalam
jangka panjang. Oleh karena itu, keluarga dapat menggunakan kebijakan dividen
perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pendapatan (income needs) mereka (Isakov dan
Weisskopf, 2015).
dikembangkan salah satunya oleh Gomes (2000). Menurut konsep ini pemegang saham
pengendali yang dalam konteks ini dimilki oleh keluarga sengaja membayarkan dividen
dalam jumlah yang tinggi untuk memperlakukan pemegang saham minoritas secara baik
sehingga akan menurunkan tensi kontrolnya terhadap mayoritas. Selain itu, motivasi
dalam membangun reputasi baik dengan membayar dividen tinggi ini juga mungkin
(Bachkaniwala et al., 2001). Maka dari itu, tiap anggota keluarga harus memercayai satu
sama lain dan memiliki komunikasi yang baik, sehingga perusahaan keluarga dapat
sukses (Mokhber et al., 2017). Selain itu, komunikasi yang baik antar-anggota keluarga
sehingga kinerja perusahaan keluarga juga akan baik (Pyromalis & Vozikis, 2009).
Ghee et al. (2015) juga menyatakan bahwa tingkat kepercayaan tinggi dan hubungan
erat antar-anggota keluarga dapat membantu proses suksesi yang lebih baik dan
hipotesis kedua dari penelitian ini adalah hubungan antar- anggota keluarga dan bisnis
4. Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan digunakan oleh pihak manajemen untuk melihat dan menilai kondisi
keuangan serta kinerja perusahaan dari sisi profitabilitas. Terdapat beberapa rasio
profitabilitas, salah satunya adalah Return On Assets. Menurut Sudana (2011: 22)
ini hanya mengukur kinerja keuangan dengan menggunakan Return on Assets (ROA),
karena ROA dapat mencerminkan efektivitas dan efisien perusahaan dalam mengelola
Total Aset
Nilai pasar mencerminkan tinggi rendahnya nilai pasar dari saham beredar.
Menurut Ross (2013), terdapat beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan.
Dua rasio yang relevan adalah market to book ratio dan Tobins Q ratio. Secara konsep,
Tobins Q lebih baik untuk mengukur nilai pasar perusahaan daripada market to book
ratio karena Tobins Q berfokus kepada nilai perusahaan sekarang dibandingkan dengan
seberapa besar biaya untuk mengganti asetnya sekarang. Semakin besar variabel ini
menunjukkan semakin besar nilai pasar suatu perusahaan. Tobins Q dinyatakan dengan
rasio berikut :
Total Aset
*Nilai Pasar Ekuitas = (Harga saham akhir tahun X Jumlah saham yang beredar)
Facio dan Lang (2002) mensyaratkan minimal 20% saham dikuasai oleh suatu
keluarga tertentu untuk diklasifikasikan Dengan kepemilikan hak suara 20% pada
perusahaan keluarga namun tetap memiliki pengaruh signifikan yakni kekuasaan untuk
berpartisipasi dalam keputusan kebijakan keuangan dan operasional suatu aktivitas
dewan direksi dan dewan komisaris, ikut dalam partisipasi proses pembuatan kebijakan
termasuk dividen dan distribusi lain, adanya transaksi material antara entitas dan
yaitu terjadinya penurunan dan kenaikan atau stabilnya performa perusahaan. Hal ini
pertumbuhan dan resiko, pajak dan rasio likuiditas. Konflik keagenan yang terjadi
masih terjadi meskipun itu adalah perusahaan keluarga dengan menempatkan anggota
keluarga sebagai salah satu agen, tentu biaya yang dibebankan ke perusahaan akan
Pada perusahaan keluarga memiliki agency problem yang unik, adanya agency
problem ini berhubungan para pemegang saham yang juga ikut menanamkan dananya di
perusahaan tersebut. Sehingga para pemegang saham baik mayoritas ataupun minoritas
dapat terlindungi. Sehingga pihak keluarga yang menduduki posisi top management
agar tidak mementingkan kepentingan pihak keluarga mereka sendiri namun juga ikut
memperhatikan para pemegang saham yang ada didalam perusahaan. Disinilah muncul
pendapatan dan biaya dari suatu entitas selama periode pelaporan. Sedangkan Fahmi
(2012) menyatakan kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk
mengemukakan terdapat beberapa kriteria dalam menilai suatu kinerja perusahaan yang
disampaikan dalam berbagai literatur. Kriteria tersebut meliputi finansial maupun non
sebenarnya bergantung pada pengukuran kinerja itu sendiri. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kinerja keuangan adalah suatu pengukuran atas prestasi perusahaan yang mampu
lebih jauh mengenai struktur kepemilikan pada sebuah perusahaan, maka akan
ditemukan bahwa adanya pihak keluarga yang ikut sebagai pihak pengendali atau pun
Pegendalian pada perusahaan tersebut dapat dilakukan dengan melihat hak suara
yang mampu mengendalikan perusahaan disebut juga dengan hak kontrol (La Porta et
al., 1999). Ada dua jenis hak kontrol yaitu hak kontrol langsung dan hak kontrol tidak
langsung. Hak kontrol langsung adalah persentase saham yang dimiliki oleh pemegang
saham pengendali atas nama dirinya pada sebuah perusahaan. Hak kontrol tidak
langsung adalah penjumlahan atas hasil control minimum dalam setiap rantai
untuk mengendalikan perusahaan oleh anggota keluarga yang memiliki saham tidak
sumber utama entrepreneurship dan inovasi, serta efesiensi investasi. Oleh karena itu
perusahaan yang bukan publik yang mensyaratkan minimal 20% saham dikuasai oleh
suatu keluarga tertentu untuk diklasifikasikan sebagai perusahaan keluarga (Facio Lang,
memberikan gambaran dan kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu.
terhadap kinerja perusahaan (Chu, 2009) Perusahaan keluarga memiliki kendali dari
aktivitas perusahaan dan mampu meningkatkan nilai perusahaan. Pihak keluarga yang
memiliki saham yang cukup besar mampu melakukan sebuah kepentingan yang
bertujuan untuk meminimilisirkan konflik yang terjadi, hal ini berguna meningkatkan
nilai perusahan semaksimal mungkin. Bila pihak keluarga tetap berada pada perusahaan
dan ikut mengelolanya tentu perusahaan telah memiliki visi dan misi untuk jangka
panjang sehingga pencapaian hal tersebut ingin diwujudkan oleh pihak keluarga
kepemilikan keluarga maka akan terdapatnya suatu dinamika anggota keluarga dengan
kebijakan yang diambil oleh perusahaan. Perusahaan keluarga tidak selalu tertuju pada
tujuan keuangan saja akan tetapi keberlangsungan usaha dalam jangka panjanng
adalah hak suara untuk ikut serta dalam menentukan kebijakan penting perusahaan.
Dengan adanya hak kontrol ini maka kepemilikan keluarga memiliki motivasi yang kuat
et al., 2015) Keluarga sebagai pemilik perusahaan publik memiliki informasi yang lebih
keluarga akan mengurangi masalah keagenan antara pemilik dan manajemen sehingga
kepemilikan keluarga yang semakin besar mempunyai pengaruh yang bersifat aligment,
2013) Sehingga hal ini sejalan dengan aktualisasi yang ada. Pada dasarnya perusahaan
panjang. Keluarga pengendali juga memiliki insentif, kekuasaan, dan informasi yang
sama untuk mengawasi manajer. Keluarga dapat mengurangi kemungkinkan tindakan
manajer yang hanya untuk kepentingan pribadi. Kepemilikan terkonsentrasi juga dapat
membantu pemilik untuk mengurangi diskresi manajer. Keluarga tidak mengijnkan ada
Perusahaan keluarga tidak selalu tertuju pada tujuan keuangan saja akan tetapi
keberlangsungan usaha dalam jangka panjang sehingga strategi bisnis yang telah
moderasi antara Kepemilikan Keluarga terhadap Kinerja Keuangan perusahaan. Hal ini
berarti bahwa agency cost yang dikeluarkan oleh perusahaan mampu meminimalisir
biaya perusahaan maka kinerja perusahaan lebih menunjukkan performa yang baik,
serta strategi bisnis berfungsi sebagai moderasi antara kepemilikan keluarga terhadap
6. Famili Governance
Menurut Berent-Braun dan Uhlaner (2012, p. 104), praktik tata kelola keluarga
Praktik tata kelola bisnis keluarga adalah alat pembangunan tim yang tidak hanya
meningkatkan efektivitas keluarga pemilik bisnis, tetapi juga bisnis yang dimilikinya.
Meskipun terdapat peningkatan literatur yang ditujukan untuk tata kelola bisnis keluarga
selama beberapa tahun terakhir, namun tidak ada gambaran umum atau konsensus
terkait dengan cara tata kelola keluarga dapat meningkatkan fungsi keluarga dan
keberhasilan jangka panjang keluarga. bisnis (Suess, 2014, hlm. 138). Sistem tata kelola
dalam bisnis keluarga memberikan mekanisme dalam hal bisnis; keluarga bisnis; dan
manajemen, diselaraskan.
Tujuan mendasar dari tata kelola keluarga adalah untuk memperjelas
penghargaan dan tuntutan yang ada dan diantisipasi, untuk membuat partisipasi dalam
dalam bisnis, dan untuk memudahkan arus informasi (Suess, 2014, hal. 139). Mengingat
tata kelola keluarga tidak wajib secara hukum; dan tidak ada satu pun aturan standar
tertentu, atau aturan yang mengatur bagaimana urusan bisnis keluarga harus diatur.
Model tiga lingkaran adalah model konseptual teoretis paling tradisional untuk
bisnis keluarga yang tersedia. Model memandang bisnis keluarga terdiri dari tiga
subsistem utama yang tumpang tindih, yaitu, kepemilikan, bisnis dan keluarga (Gersick,
subsistem mempengaruhi masalah tata kelola dalam bisnis keluarga. Dalam artikel
mereka, Gersick et al. (1999, p. 289) berpendapat bahwa jika keluarga belajar
mengelola periode transisi secara efektif, ini, pada gilirannya, akan secara dramatis
lingkungan bisnis keluarga. Angus (2005, p. 265) mengusulkan model tata kelola yang
terdiri dari prinsip-prinsip, kebijakan dan praktik, sementara Rodrigues dan Marques
(2013, p. 56) dan Lungeanu dan Ward (2012, p. 42) memperluas model tata kelola ini
untuk memasukkan tata kelola badan bisnis keluarga, pertemuan keluarga, pertemuan
keluarga, dewan keluarga, sub-komite dewan, perjanjian keluarga dan kantor keluarga.
Mekanisme tata kelola seperti rencana suksesi, protokol keluarga, dan dewan
keluarga membantu mengatur hubungan ekonomi dan keluarga antara pemilik keluarga
aktif dan pasif. Mekanisme tata kelola meningkatkan transparansi dan juga mengatur
hubungan antara pemilik aktif dan pasif (Corbetta & Salvato, 2004, p. 132). Namun,
hingga saat ini, tampaknya hanya ada sedikit penelitian tentang peran empiris dari efek
mekanisme tata kelola terhadap kelangsungan dan kelangsungan bisnis keluarga. Tata
kelola adalah masalah yang rumit dalam konteks bisnis keluarga karena terkadang
persaingan agenda keluarga, kepemilikan, dan manajemen bisnis. Oleh karena itu, perlu
adanya struktur inti yang mengatur keluarga sekaligus badan usaha. Tata kelola
dimengerti dan transparan untuk menangani peluang dan tantangan kekayaan (Goldhart
& Di-Furia, 2010, hlm. 8). Goldhart dan Di-Furia (2010, p. 8) menyarankan sejumlah
Struktur tata kelola keluarga menciptakan kerangka kerja, kebijakan, dan tradisi
Literatur menganggap sangat penting hubungan antara tata kelola dan tahap siklus
bisnis keluarga. Saat bisnis tumbuh dan bisnis keluarga berkembang ke fase sepupu, tata
berpendapat bahwa pertimbangan dan upaya yang sama harus ditujukan untuk tata
kelola bisnis keluarga. Arti penting tata kelola bisnis keluarga adalah fungsi dari ukuran
kompleksitas yang timbul dari kebutuhan keluarga dan bisnis menjadi lebih rumit dan
konflik meningkat karena perbedaan tujuan dan strategi (Alderson, 2015, hlm. 140).
menghadapi tantangan kinerja dan tata kelola yang unik (Casper, Dias, & Elstrodt,
keberhasilan transisi dari generasi pertama ke generasi berikutnya. Tata kelola dalam
bisnis keluarga dimulai dengan visi dan misi keluarga. Rasa tujuan ini, pada gilirannya,
memberikan peta jalan seperangkat struktur proses yang memungkinkan keluarga untuk
kelangsungan hidupnya sebagai unit ekonomi (Brown, 2009, hlm. 45). Dalam
(2005, hlm. 267) menyimpulkan bahwa bisnis keluarga dapat berkembang menjadi
dinasti keluarga hanya jika bisnis tersebut menganut tata kelola yang baik sebagai
prinsip fundamental; Artinya, setiap anggota keluarga menjadi milik keluarga yang
menjadi bagian bisnis. Seiring dengan pertumbuhan bisnis, keluarga dalam bisnis harus
dipandu oleh prinsip-prinsip tata kelola yang baik untuk dihubungkan di antara mereka
Setianto, Rahmat Heru & Sari, Putri Kartika. (2017). Perusahaan keluarga dan
kebijakan dividen di Indonesia. Jurnal Siasat Bisnis 2(2).
Thejakusuma, Novi Dwi Vivian & Juniarti. (2017). Pengaruh Struktur Kepemilikan
Keluarga terhadap Kinerja Perusahaan pada Sektor Pertambangan. Business accounting
review. 5(2).
Anita, Kirmizi , Savitri , Enni .(2016) PENGARUH FAMILY OWNERSHIP
TERHADAP KINERJA KEUANGAN: STRATEGI BISNIS DAN AGENCY COST
SEBAGAI VARIABEL MODERATING . JURNAL EKONOMI . 24 (4) , 1-15 .
Henky Wahyudi Soeparto. Pencapaian Kinerja Perusahaan Melalui Tingkay Kesiapan
Suksesor dan Hunungan Antar Anggota Keluarga dan Bisnis.Article.
Ariani Dewi.2014. Peran Keluarga Pendiri Dalam Menciptakan Kinerja Keuangan dan
Nilai Pasar Perusahaan Pada Perusahaan Keluarga. Jurnal Manajemen Teori dan
Terapan.
Tadu1 , Ruramayi , Chiguvi , Douglas . (2019) The Impact of Family Governance on
the Sustainability and Continuity of Family Businesses in Botswana . International
Journal of Marketing Studies . 11 (4) .