OLEH:
KELOMPOK 3
UNIVERSITAS MATARAM
2016
2
BAB I
PENDAHULUAN
Hasil penelitian ini yang mengangkat tema tentang Fenomena Peraje Dasan Agung
Gapuk , diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Adapun
kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah informasi bagi yang
membutuhkan.
b. Penelitian ini dapat dijadikan penelitian yang relevan bagi penelitian-
penelitian selanjutnya.
3
BAB II
METODE PENELITIAN
Studi kasus (case study) merupakan satu penelitian yang dilakukan terhadap suatu
kesatuansistem. Kesatuan ini dapat berupa program, kegiatan, peristiwa, atau sekelompok
individu yang terikat oleh tempat, waktu, atau ikatan tertentu. Studi kasus adalah suatu
penelitian yang diarahkan untuk menghimpun data, mengambil makna, memperoleh
pemahaman dari kasus tersebut. Kasus sama sekali tidak mewakili populasi dan tidak
dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan dari populasi. Kesimpulan studi kasus hanya
berlaku untuk kasus tersebut. Tiap kasus bersifat unik atau memiliki karakteristik sendiri yang
berbeda dengan kasus lainnya. Suatu kasus dapat terdiri atas satu unit atau lebih dari satu unit,
tetapi merupakan satu kesatuan. Kasus dapat satu orang, satu kelas, satu sekolah, beberapa
sekolah tetapi dalam satu kantor kecamatan, dsb. Dalam studi kasus digunakan beberapa teknik
pengumpulan data seperti wawancara, observasi, dan studi dokumenter, tetapi semuanya
difokuskan kearah mendapatkan kesatuan dan kesimpulan.
2.4.2. SAMPEL
1. Data Primer
2. Data Sekunder
BAB III
HASIL ANALISIS
Awal mula adanya peraje terutama di lingkungan Gapukyang diketahui dan dengar dari
orang tua, keluarga dan masyarakat bisa di kategorikan menjadi:
1. Peraje tahap awal. Pada tahap ini masyarakat yang akan menyunatkan anaknya
membuatkan peraje berupa bangunan yang bernuansa islami seperti masjid,
gapura dan lain-lain. Iringan musiknya pun masih bernuansa islami seperti rudat,
kasidah dan sebagainya.
2. Peraje tahap kedua. Pada tahap ini masyarakat sudah mulai malas membuatkan
anaknya peraje yang bernuansa islami dan lebih senang menyewa yang sudah
jadi seperti kuda-kudaan yang menyerupai patung. Speaker pada tahap ini
menjadi booming tukdigunakan dan alunan musiknya pun sudah mulai diganti
yang semula musik islami menjadi musik gendang beleq yang menyerupai
musik orang Hindu.
Dengan masuknya musik gendang beleq dalam peraje tersebut, otomatis nuansa
keislaman pada peraje yang di adakan menjadi hilang dan berubah menjadi
nuansa kehinduaan. Hal ini mengungkit memori para tokoh agama dan
masyarakat akan nasib orang tua pada jaman penjajahan kerajaan hindu di dasan
agung. Pada tahap ini juga masyarakat yang masih lemah agamanya mulai
mengkonsumsi minuman keras (minum Tuak).
3. Peraje tahap ketiga. Pada tahap ketiga atau sekarang ini peraje tetap
menggunakan kuda-kudaan dan musik yang mengiringi peraje pun mengalami
perubahan dratis. Yang semula musiknya menggunakan gendang beleq telah
diganti dengan musik dangdut, pop, rock dan lain-lain. Sound system yang
digunakan untuk mengiringi peraje mendekati sound system pada diskotik.
Sehingga banyak masyarakat diluar Dasan Agung mengatakan diskotik berjalan
bila ada peraje.
Pada tahap ini juga sudah mulai adanya pengkaderan bagi anak-anak sekolah.
Hal ini bisa dilihat dengan keterlibatan mereka ketika mengiringi peraje di
jalanan. Anak-anak ini otomatis akan meliburkan diri dari kegiatan sekolah .
Tradisi yang sudah mendarah daging ini tidak bisa langsung di hapuskan karena
banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa masyarakat masih kuat
mempertahankan tradisi ini terutama dengan adanya peraje setiap perayaan
maulid Nabi Muhammad SAW. Belajar dari pengalaman yang sudah-sudah, bila
9
Dengan ungkapan yang sudah umum SEKALI SETAHUN setiap perayaan maulid
Nabi, sebagian orang tua akan cuek melihat kelakuan anaknya dan malah orang tua
tersebut yang menyuruh dan mendukung anaknya untuk berbuat seperti itu. Hal ini bisa
dilihat dengan semakin banyaknya anak-anak kecil yang menyemir rambutnya dengan
warna-warni mulai dari yang harganya murah sampe yang mahal, mereka ikut
bergoyang di jalanan sambil mengiringi peraje (kuda-kudaan), mulai mencoba
merokok, mencoba minum-minuman keras (minum tuak) bahkan narkoba.
Pernah beberapa kali para tokoh agama dan tokoh masyarakat bersepakat dalam
musyawarah di masjid untuk meniadakan peraje tersebut namun setelah keluar dari
masjid, tokoh agama dan masyarakat yang semula mendukung ternyata banyak yang
tidak mengikuti hasil kesepakatan bersama. Tokoh agama yang di pimpin oleh penghulu
lingkungan waktu itu justru takut untuk mendukung meniadakan peraje tersebut,
alasannya karena takut ancaman dari sebagian kecil masyarakat yang tidak akan
menaikkan DULANG DI MASJID jika peraje tersebut ditiadakan.
Sedangkan tokoh masyarakat yang konsekuen mendukung peraje ditiadakan dalam
peringatan Maulid Nabi, menjadi bahan gunjingan dan ejekan. Malah yang lebih
parahnya lagi di depan rumah tokoh masyarakat yang konsekuen itu ditumpahi
minuman tuak yang memabukkan tersebut. Kini tokoh agama dan masyarakat yang ada
sudah tidak bisa berbuat banyak dan tidak ada lagi yang bersikap keras menolak peraje
yang di iringi dengan mabuk-mabukan. Hal ini di sebabkan karena :
1. Tokoh agama dan masyarakat yang bersikeras tidak setuju peraje diadakan
setiap perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW telah meninggal dunia.
2. Tokoh agama dan masyarakat sekarang kurang didengar omongannya karena
kurang tegas dalam mengambil sikap.
3. Sebagian tokoh masyarakat yang dulu setuju peraje diadakan sekarang menjadi
tokoh masyarakat dan tokoh agama.
10
Maka para tokoh agama dan masyarakat sekarang ini memilih menggunakan alternatif
terakhir dalam menyikapi tradisi mabuk pada perayaan Maulid Nabi dengan berdiam
diri.Tidak melarang dan tidak menganjurkan.Harapan dan doa dihati para tokoh agama
dan masyarakat agar orang yang sekarang mabuk-mabukan yang menghina hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW bisa sadar atas perbuatan mereka.
11
BAB IV
KESIMPULAN
LAMPIRAN
13
14