Anda di halaman 1dari 15

A.

Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)


1. Pengertian PAUD
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah Usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang”.
Anak usia dini menurut Santoso Soegeng yaitu anak- anak yang berada pada masa usia
lahir sampai 8 tahun. Masa- masa usia dini memiliki peran sangat penting bagi peningkatan
kualitas perkembangan masa depan manusia. Hal ini terjadi karena pada masa usia dinilah
semua aspek perkembangan yang penting terjadi secara pesat melebihi perkembangan pada
masa- masa lainnya.1 Sedangkan Aisyah mendefinisikan anak usia dini sebagai anak yang
mempunyai berbagai macam karakteristik yaitu memiliki rasa ingin tahu yang besar,
merupakan pribadi yang unit, suka berfantasi dan berimajinasi, merupakan masa paling
potensial untuk belajar, suka menunjukkan sikap egosentris, memiliki rentang daya
konsentrasi yang pendek, sebagai mahluk sosial dan lain sebagainya.2
Pendidikan Anak Usia Dini dapat diartikan seperti yang terdapat dalam UU Sisdiknas
No. 20/2003 Bab I pasal 1 ayat 14, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini diselenggarakan bagi
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Depdiknas, USPN,
2004:4)3.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan
fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan
emosi, kecerdasan spiritual),sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan
komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak
usia dini.4

1 Soegeng Santoso, Pendampingan Perkembangan Anak Usia Dini, (Jakarta: Depdiknas,


2004), h. 31
2 Siti Aisyah dkk, Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini,
(Banten: Universitas Terbuka, 2012), h. 5
3 Yuliani N. Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: PT. Indeks, 2009),
h. 6
4 http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini
2. Batasan Usia PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)
Ada beragam pendapat tentang batasan anak usia dini, sebagaimana yang disampaikan
oleh NAEYC (Nasional Association for The Education of Young Children), yang menyatakan
bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-8 tahun, yang tercakup
dalam program pendidikan di taman penitipan anak, penitipan anak pada keluarga, pendidikan
prasekolah baik swasta maupun negeri, TK dan SD (NAEYC, 1992). Sedangkan Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani (Depdiknas, 2003).
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
1. Infant (0-1 tahun)
2. Toddler (2-3 tahun)
3. Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)

3. Bentuk PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)


Lembaga Pendidikan Usia Dini adalah suatu lembaga yang memberikan layanan
pengasuhan, pendidikan dan pengembangan bagi anak lahir sampai enam tahun dan atau
enam sampai delapan tahun, baik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun non
pemerintah.
Lembaga PAUD tersebar di berbagai lingkungan pendidikan, mulai dari pendidikan
informal, formal, maupun non formal.
Keberadaan lembaga Pendidikan Anak Usia Dini diatur oleh UU RI Nomor 20 Tahun 2003
Bab VI Pasal 28 ayat 3 – 5 menyatakan bahwa :
1. PAUD pada jalur pendidikan formal berbentuk TK (Taman Kanak-kanak), RA
(Raudhatul Atfhal), atau bentuk lain yang sederajat.
2. PAUD pada jalur pendidikan nonformal berbentuk KB (Kelompok Belajar), TPA
Tempat Penitipan Anak), atau bentuk lain yang sederajat.
3. PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh pendidikan.
a) Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudhatul Atfhal (RA)
TK (Taman Kanak-kanak)/RA (Raudatul Athfal) adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan
program pendidikan bagi anak usia empat sampai enam tahun.
Kelompok belajar dibagi dua, berdasarkan usia 4-5 tahun Kelompok A dan usia 5-6
tahun pada kelompok B.
b) Kelompok Bermain (KB)
Adalah salah satu bentuk PAUD pada jalur non formal yang menyelenggarakan
program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia 2 – 4 tahun.
c) Taman Penitipan Anak (TPA)
Adalah salah satu bentuk PAUD pada jalur nonformal yang menyelenggarakan
program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan anak sejak lahir sampai
usia 6 tahun. Atau TPA adalah wahana pendidikan dan pembinaan kesejahteraan anak
yang berfungsi sebagai keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orangtuanya
berhalangan atau tidak memliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya karena
bekerja atau sebab lain.

4. Pendidik dan Tenaga Kependidikan PAUD


Istilah pendidik berkaitan erat dengan istilah guru secara umum. Pada Pendidikan
Anak Usia Dini terdapat berbagai sebutan atau istilah pendidik dengan sebutan berbeda
namun memiliki makna yang sama. Antara lain: guru, tutor, fasilitator, bunda, ustad-ustadzah,
om, tante, dan lain-lain.
Berdasarkan UU No. 20/2003 Pasal 1 Ayat 6 dituliskan bahwa pendidik adalah tenaga
yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan.
Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan da
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi. (UU No. 20/2003 Pasal 39 Ayat 2).
Kewajiban pendidik berdasarkan UU No. 20/2003 Pasal 40 Ayat 2 adalah: (1) menciptakan
suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; (2)
mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (3)
member teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan
kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Agar dapat melaksanakan kewajibannya tersebut, maka pendidik harus memiliki kompetensi
Pedagogis, kompetensi kepribadian, kompeensi professional, dan kompetensi social
(Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005: Standar Nasional Pendidikan Bab VI).
a. Kompetensi Pedagogis, mencakup kemampuan untuk dapat:
1. memahami karakteristik, kebutuhan, dan perkembangan peserta didik;
2. menguasai konsep dan prinsip pendidikan;
3. menguasai konsep, prinsip dan prosedur pengembangan kurikulum;
4. menguasai teori, prinsip, dan strategi pembelajaran;
5. menciptakan situasi pembelajaran yang intraktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian;
6. menguasai konsep, prinsip, prosedur, dan strategi bimbingan belajar peserta didik;
serta
7. menguasai media pembelajaran termasuk teknologi komunikasi dan informasi;
8. menguasai konsep, prinsip dan prosedur penilaian proses dan hasil belajar.
b. Kompetensi Kepribadian, mencakup kemampuan untuk dapat:
1. menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, mantap, stabil, dewasa, berwibawa serta
arif dan bijaksana;
2. berakhlak mulia dan menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat sekitar;
3. memiliki jiwa, sikap, dan perilaku demokratis; serta
4. memiliki sikap dan komitmen terhadap profesi serta menunjang kode etik pendidik
c. Kompetensi Sosial, mencakup kemampuan untuk dapat:
1. bersikap terbuka, objektif, dan tidak diskriminatif;
2. berkomunikasi dan bergaul secara efektif dan santun dengan peserta didik;
3. berkomunikasi dan bergaul secara kolegial dan santun dengan sesame tutor dan tenaga
kependidikan;
4. berkomunikasi secara empatik dan santun dengan orangtua / wali peserta didik serta
masyarakat sekitar;
5. beradaptasi dengan kondisi social budaya setempat;
6. bekerja sama secara efektif dengan peserta didik,sesamatutor dan tenaga
kependidikan, dan masyarakat sekitar.
d. Kompetensi Profesional, mencakup kemampuan untuk:
1. menguasai substansi aspek-aspek perkembangan anak;
2. menguasai konsep dan teori perkembangan anak yang menaungi bidang-bidang
pengembangan;
3. mengintegrasikan berbagai bidang pengembangan;
4. mengaitkan bidang pengembangan dengan kehidupan sehari-hari; serta
5. memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan diri dan
profesi.

B. Tujuan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)


1. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai
potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.5 Mengemukakan tujuan pendidikan anak usia dini, yaitu:
1. memberikan pengasuhan dan pembimbingan yang memungkinkan anak usia dini tumbuh
dan berkembang sesuai dengan usia dan potensinya,
2. mengidentifikasi penyimpangan yang mungkin terjadi sehingga jika terjadi
penyimpangan dapat dilakukan intervensi dini, dan
3. menyediakan pengalaman yang beranekaragam dan mengasyikan bagi anak usia dini
yang memungkinkan mereka mengembangkan potensi dalam berbagai bidang sehingga
siap mengikuti pendidikan pada jenjang sekolah dasar.
Terdapat beberapa definisi tujuan pendidikan anak usia dini seperti yang disampaikan
oleh beberapa ahli berikut ini.
Tujuan pendidikan anak usia dini secara umum adalah mengembangkan barbagai
potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup agar dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Hal ini senada dengan Soemiarti (1995 : 58), yang mengemukakan bahwa
tujuan umum pendidikan anak usia dini, yaitu: membentuk manusia Pancasila sejati, yang
bertaqwa kepada Tuhan YME, yang cakap, sehat dan terampil, serta bertanggung jawab
terhadap Tuhan, masyarakat dan negara. Selain tujuan umum tersebut, Soemiarti juga
mengemukakan tujuan pendidikan anak usia dini secara khusus. Soedjarno (1988 : 41) yang

5 http://bintangbangsaku.com/artikel/2010/01/fungsi-dan-tujuan-paud.html
mengatakan bahwa tujuan pokok pendidikan anak usia dini dapat dilihat melalui tiga aspek,
yaitu tujuan sosial, tujuan pendidikan, dan tujuan perkembangan.
Dipandang dari tujuan sosialnya, pendidikan anak usia dini harus disiapkan untuk
semua anak dari latar belakang sosial yang berbeda agar mereka dapat berkumpul, belajar
dengan penuh kebagaian, dan persahabatan yang erat. Selain itu pendidikan anak usia dini
harus dapat menunjang terciptanya masyarakat yang demokratis sejati. Artinya semua anak
mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang dan berhasil

2. Pentingnya PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).


Proses pendidikan dalam PAUD pada dasarnya berhubungan dengan pemberian
stimulasi atau rangsangan yang juga harus memperhatikan perkembangan anak. Stimulasi
atau rangsangan pada anak usia dini harus diberikan dengan penuh kasih sayang, dalam
suasana gembira, konsisten, berulang, dan bervariasi. Semua stimulasi dari lihat, dengar,
sentuh, pegang, dan gerak sangat kuat dalam merangsang kognitif.
Penelitian Newcombe di tahun 1999 membuktikan bahwa pada bulan pertama,
pembelajaran mengamati wajah menjadi sangat penting bagi anak. Di usia satu tahun, anak
perlu lingkungan yang dapat dieksplorasi untuk mengembangkan kognitif. Saat anak berusia
2-3 tahun, interaksi sosial lah yang diperlukan untuk bisa memahami simbol-simbol seperti
isyarat, kata-kata, gerakan, nama, fungsi, dan makna serta mapping atas-bawah, jauh-dekat,
kanan-kiri, tinggi-rendah, di sana-di sini, di ruang lain.
Penanganan anak usia dini yang tepat dan benar, terutama di saat tumbuh pesatnya
pertumbuhan potensi anak merupakan upaya yang sangat penting bagi penyiapan generasi
emas ke depan, yakni generasi yang sehat, cerdas, tangguh, dan berakhlak mulia. PAUD
memegang peranan ini untuk bisa memberikan stimulasi paling tepat, paling baik, dan paling
optimal ke anak usia dunia agar bisa melejitkan semua potensinya hingga optimal dan
maksimal.

C. Karakteristik PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).


1. Karakteristik Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa
pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I
Pasal 1 Ayat 14).
Di dalam Peraturan Pemerintah No 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan disebutkan bahwa pendidikan usia dini dilakukan dengan cara
bermain dimana dirancang dan diselengarakan
a. Secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menentang dan mendorong kreativitas serta
kemandirian
b. Sesuai dengan tahapan perkembangan fisik dan perkembangan mental anak serta
kebutuhan dan kepentingan anak
c. Dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing anak
d. Dengan mengintekgasikan kebutuhan anak terhadap kesehatan, gizi dan stimulasi
psikososial
e. Dengan memperhatikan latar belakang ekonomi, sosial dan budaya anak (Bagian
pertama Pendidikan Anak Usia Dini Pasal 66 ayat 3).
Anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa dalam berperilaku.
Dengan demikian dalam hal belajar anak juga memiliki karakteristik yang tidak sama pula
dengan orang dewasa. Karakteristik cara belajar anak merupakan fenomena yang harus
dipahami dan dijadikan acuan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk
anak usia dini. Adapun karakterisktik cara belajar anak menurut Masitoh dkk. adalah:
1. Anak belajar melalui bermain.
Dalam kenyataan di lapangan ternyata masyarakat Indonesia masih memiliki pemikiran
bahwa pembelajaran yang senantiasa dilakukan pada pendidikan dasar adalah
membaca,menulis dan berhitung (calistung) baik itu di sekolah dasar maupun di Taman
kanak-kanak sekalipun. Belajar calistung memang pada dasarnya penting karena hal tersebut
merupakan dasar untuk mengembangkan pengetahuan selanjutnya yang akan dipelajari anak
pada tingkatan yang lebih tinggi. Tetapi berbicara anak usia dini yang merupakan usia golden
age calistung bukanlah suatu hal yang utama dalam pembelajaran karena pada usia ini
pengembangan tidaklah hanya pada otak kiri saja melainkan harus ada keseimbangan antara
otak kiri dan otak kanan, yang pada dasarnya menurut beberapa penelitian akan terjadi
kemampuan yang luar biasa ketika kedua otak tersebut dapat difungsikan. Selain itu,hasil
temuan Orstein (Sudirjo, 2011:64) menjelaskan bahwa orang-orang yang sudah dilatih untuk
menggunakan suatu belahan otak secara eksklusif relatif tidak mampu menggunakan belahan
otak lainnya. Selain itu, temuannya juga menjelaskan jika bagian otak yang lebih lemah
dirangsang dan di dorong untuk difungsikan bersama-sama dengan bagian yang lebih
kuat,maka hasilnya adalah adanya sutu peningkatan dalam keseluruhan kecakapan.
Berdasarkan pada penemuan tersebut membuktikan bahwa membaca,menulis dan berhitung
bukan merupakan fokus utama dalam pendidikan anak usia dini.
Berdasarkan pada isu diatas, National Association for the education of young children
Amerika Serikat (NAEYC)menertibkan suatu panduan pendidikan bagia anak usia dini yang
salah satunya menekankan penerapan bermain (termasuk bernyanyi dan bercerita) sebagai alat
utama belajar anak. Sejalan dengan itu, kebijakan pemerintah Indonesia di bidang pendidikan
usia dini (1994/1995) juga menganut prinsip “bermain sambil belajar atau belajar seraya
bermain”.
Tetapi budaya atau anggapan masyarakat tentang aktifitas bermain yang hanya
dianggap membuang-buang waktu anak masih saja ada. Berkenaan dengan hal
tersebut,Maxim (Sudirjo,2011:66) menjelaskan bahwa sekurang-kurangnya ada dua alasan
yang menyebabkan orang kurang menghargai aktivitas bermain anak. Pertama adalah
pengaruh historis dari etika bekerja. Etika bekerja mengimplikasikan bahwa segala aktivitas
yang berhubungan dengan kesenangan bukanlah bekerja. Kedua adalah karena pengaruh
langsuang yang diperolah dari aktivitas bermain tidak jelas,sedangkan pengaruh langsung dari
kegiatan pengajaran terstruktur dapat dengan mudah diketahui.
2. Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya.
Hal ini dapat diartikan bahwa anak belajar dengan pengalamannya secara langsung,
guru hanya bertugas memberikan fasilitas dan stimulus pada anak agar anak terangsang untuk
melakukan sebuah aktifitas pembelajaran sehingga pada akhirnya anak akan mendapatkan
sebuah pengalaman baru yang nantinya akan disimpulkan menjadi sebuah proses belajar yang
berawal dari ketidaktahuan menjadi tahu sebagai akibat dari pengalaman langsung tersebut
3. Anak belajar secara alamiah.
Anak belajar dengan kemampuan, potensi serta apa yang dia miliki tanpa ada paksaan
atau tuntutan yang berlebihan, sehingga anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan
fitrahnya melalui cara belajar alamiah .
4. Anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan
aspek pengembangan, bermakna, menarik, dan fungsional.
Dari pernyataan tersebut bisa kita teliti satu persatu, yang pertama adalah
mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, pada dasarnya pembelajaran pada
anak usia dini dilakukan secara terintegrasi dan berdasarkan tema sehingga aspek
perkembangan yang dikembangkanpun bervariasi hal tersebut berdasarkan pada teori multiple
intelegensi yang disampaikan oleh Garner,yang menyatakan bahwa anak memiliki banyak
sekali potensi dan semua potensi tersebut harus berusaha dikembangkan yang pada akhirnya
akan diketahui potensi mana yang dinggap paling menonjol. Kedua bermakna,system belajar
pada anak usia dini harus dilaksanakan seefektif mungkin sesuai dengan karakteristik anak
usia dini itu sendiri sehingga pembelajaran akan menghasilkan suatu perubahan pada
perkembangan anak dan tidak hanya sekedar pentransferan ilmu saja melainkan harus ada
makna dibalik pembelajaran tersebut. Ketiga menarik, tentu saja ketika anak merasa tertarik
dengan pembelajaran akan timbul semangat dan keingintahuan anak tentang apa yang dibahas
oleh guru, hal tersebut juga melatih anak agar memiliki jiwa kreatif. Terakhir adalah
fungsional yang berarti anak akan belajar apabila yang dipelajarinya itu sesuai dengan
kebutuhan dirinya.
Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini, menurut Sujiono dan Sujiono (Yuliani
Nurani Sujiono, 2009: 138) pada dasarnya adalah pengembangan kurikulum secara konkret
berupa seperangkat rencana yang berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang
diberikan pada anak usia dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus
dikuasainya dalam rangka pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh anak. Menurut
Santoso (2010) prinsip pendidikan pada anak usia dini anatara lain:
1. Belajar sambil bermain
2. Kedekatan dengan lingkungan
3. Alam sebagai sarana pembelajaran
4. Anak belajar melalui panca indera
5. Konsep kecakapan hidup
6. Anak sebagai pembelajar aktif
7. Pendidik wajib dekat anak dengan penuh kasih sayang
8. Etika dan estetika perlu diberikan secara sederhana
Atas dasar pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa pembelajaran untuk anak usia dini
memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Belajar, bermain, dan bernyanyi
Pembelajaran untuk anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain, dan
bernyanyi (Slamet Suyanto, 2005: 133). “Pembelajaran untuk anak usia dini diwujudkan
sedemikian rupa sehingga dapat membuat anak aktif, senang, bebas memilih. Anak-anak
belajar melalui interaksi dengan alat-alat permainan dan perlengkapan serta manusia. Anak
belajar dengan bermain dalam suasana yang menyenangkan, Hasil belajar anak menjadi lebih
baik jika kegiatan belajar dilakukan dengan teman sebayanya. Dalam belajar, anak
menggunakan seluruh alat inderanya.”
Kegiatan ini adalah kegiatan rutinitas bagi anak usia dini, kegiatan ini diselenggarakan
di PAUD adalah untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal,
bermakna dan menyenangkan.
2. Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan
Menurut Masitoh Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan mengacu pada
tiga hal penting, yaitu: “1) berorientasi pada usia yang tepat, 2) berorientasi pada individu
yang tepat, dan 3) berorientasi pada konteks social budaya.
Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan harus sesuai dengan tingkat usia
anak, artinya pembelajaran harus diminati, kemampuan yang diharapkan dapat dicapai, serta
kegiatan belajar tersebut menantang untuk dilakukan anak di usia tersebut.
Manusia merupakan makhluk individu. Perbedaan individual juga harus manjadi
pertimbangan guru dalam merancang, menerapkan, mengevaluasi kegiatan, berinteraksi, dan
memenuhi harapan anak.
Selain berorientasi pada usia dan individu yang tepat, pembelajaran berorientasi
perkembangan harus mempertimbangkan konteks sosial budaya anak. Untuk dapat
mengembangkan program pembelajaran yang bermakna, guru hendaknya melihat anak dalam
konteks keluarga, masyarakat, faktor budaya yang melingkupinya.
3. Belajar Kecakapan Hidup
PAUD mengembangkan diri anak secara menyeluruh. Bagian dari diri anak yang
dikembangkan meliputi bidang fisik-motorik, moral, sosial, emosional, kreativitas, dan
bahasa. “Dalam buku Selamet Suryanto, tujuan belajar kecakapan hidup ialah agar kelak anak
berkembang menjadi manusia yang utuh yang memiliki kepribadian dan akhlak yang mulia,
cerdas dan terampil, mampu bekerjasama dengan orang lain, dan mampu hidup berbangsa dan
bernegara serta bermasyarakat.”
Belajar memiliki fungsi untuk memperkenalkan anak dengan lingkungan sekitarnya.
Belajar kecakapan hidup adalah salah satu cara mengasah kemampuan bertahan hidup. Hal
tersebut adalah untuk membekali anak sebagai makhluk individu dan sosial dimasa yang akan
datang.
4. Belajar dari Benda Konkrit
Anak usia 5-6 tahun menurut Piaget (1972) “sedang dalam taraf perkembangan
kognitif fase Pra-Operasional.” Anak belajar dengan baik melalui benda-benda nyata. Pada
tahap selanjutnya objek permanency sudah muai berkembang. Anak dapat belajar mengingat
benda-benda, jumlah dan ciri-ciriya meskipun bendanya sudah tidak ada.
5. Belajar Terpadu
Pada Pendidikan Anak Usia Dini, pembelajaran diberikan secara terpadu, tidak belajar
mata pelajaran tertentu. Hal ini didasarkan atas berbagai kajian keilmuan PAUD, bahwa anak
belajar segala sesuatu dari fenomena dan objek yang ditemui. Melalui air mereka bisa belajar
berhitung (matematika), menegenal sifat-sifat air (IPA), menggambar air mancur (seni), dan
fungsi air dalam kehidupan masyarakat (sosial).
Pembelajaran terpadu dengan tema dasar tertentu dikenal dengan pembelajaran
tematik. Tema dasar dipilih dari kejadian sehari-hari yang dialami oleh sisiwa. Dalam tema
dasar yang dipilih dikembangkan menjadi tema-tema yang banyak yang disebut unit tema.
Pemilihan unit tema, didasarkan atas berbagai pertimbangan, seperti muatan kurikulum,
pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan, dan sikap yang ingin dikembangkan.

D. Permasalahan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)


Di dalam prakteknya, masih terdapat permasalahan penyelenggaraan pendidikan anak
usia dini. Berikut beberapa permasalahan pendidikan anak usia dini :
1. Tidak meratanya pelayanan pendidikan.
Pemerintah baru menampung 1% anak usia 0-4 tahun melalui penitipan anak, 12,5%
anak usia 5-6 tahun melalui TK dan 0,42 % melalui Kelompok bermain. Masih ada
11.298.070 anak usia 4-6 tahun yang perlu diberi layanan pendidikan prasekolah (BPS 1999-
2000, dalam Santoso, 2002).
2. Peningkatan mutu pendidikan.
Saat ini penyelengaran pendidikan anak usia dini belum memenuhi standard
pendidikan yang diharapkan karena kurangnya jumlah guru secara kualitas maupun kuantitas.
Terjadi ketimpangan antara jumlah anak usia dini , jumlah TK dan jumlah guru serta sarana
bermain dan pembelajaran (Santoso, 2002).
3. Peningkatan Relevansi
Pendidikan seharusnya menghasilkan perubahan tingkah laku yang menetap pada
peserta didik sesuai dengan tuuan pendidikan. Oleh karena itu pendidikan anak usia dini harus
mengarah pada pengembangan sikap dan kemampuan yang diharapkan. Hal ini diperkuat oleh
hasil penelitian Balitbang (Santoso, 2000) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
antara anak yang mendapat pendidikan TK dengan yang tidak mengikuti pendidikan TK
dalam aspek kognitif, akademik, ekspresi diri, sosial, emosional, dan menolong diri sendiri di
SD. Cara belajar harus menyenangkan dengan bermain dan tidak berorientasi pada mata
pelajaran. Namun banyak TK yang menyelenggarakan pendidikan dengan orientasi pada
pengajaran membaca ,menulis dan berhitung.
4. Peningkatan Efisiensi
Pendidikan diharapkan dapat membantu orangtua dan masyarakat di dalam
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian penyelenggara pendidikan
diharapkan dapat memberi sumbangan bagi penyelesaian masalah yang ada dan
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembanan peserta didik. Menurut Santoso (2002)
terdapat kekurangan pemilihan bentuk pelayanan pendidikan yang disesuaikan dengan
permasalahan yang ada. Berdasarkan penelitian IEA/ Preprimery Project tahap I (1998)
menunjukkan bahwa pengasuhan yang dilakukan terhadap anak usia dini 68,47 % dilakukan
oleh orangtuanya sendiri, dan 31,53% dilakukan oleh orangtua bersama sama dengan orang
lain. Pelaku yang dapat mengasuh anak baik lembaga dan perseorangan yang ikut mengasuh
anak selain orangtua adalah kakek nenek, pembantu, bibi/paman dan family lain, kakak,
pembimbing, TK, Taman Alquran, Kelompok Bermain dan tempat Penitipan Anak.

E. Landasan Yuridis PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).


Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak.
Sementara itu kata yuridis atau hukum dapat dipandang sebagai aturan yang baku yang patut
ditaati. Dengan demikian landasan pendidikan dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat
berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan.
1. Landasan Yuridis Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam amandemen UUD 1945 Pasal 28B Ayat 2 dinyatakan bahwa “Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi”.
Dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak
dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”.
Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Ayat 14
dinyatakan bahwa ”Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Pasal 28 UU No.20
Tahun 2003 selanjutnya menyatakan:
1. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
2. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal,
nonformal, dan/atau informal.
3. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak
(TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
4. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk Kelompok
Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
5. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan
keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
6. Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagai mana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Selain peraturan perundang-undangan diatas landasan yuridis pendidikan anak usia
dini juga disebutkan dalam:
1. PP RI No.17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Dalam Bab 1, Pasal 1, Ayat 3 menyebutkan bahwa “Pendidikan anak usia dini adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam)
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut”.
2. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.58 Tahun 2009 tentang
Standar Pendidikan Anak Usia Dini.
Dengan adanya landasan yuridis ini diharapkan akan dapat membantu proses
pengembangan kurikulum pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar dengan
memperhatikan dan mengakomodasi kesepakatan yuridis, khususnya dalam memenuhi
kebutuhan anak pada aspek pendidikan.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan
fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan
emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan
komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh
anak usia dini.
2. Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi
anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
3. Permasalahan yang terjadi di PAUD dan pendidikan dasar adalah
a. Tidak meratanya pelayanan pendidikan
b. Peningkatan mutu pendidikan
c. Peningkatan relevansi di dunia pendidikan
d. Peningkatan effisiensi
4. Pemerintah telah menerapkan landasan untuk mengatur PAUD (pendidikan Anak Usia
Dini). Landasan tersebut berbentuk undang-undang maupun aturan pemerintah untuk
mengatur pelaksanaan PAUD dan pendidikan dasar. Hal itu merupakan bukti nyata
komitment pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia terutama di
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti dkk. 2012. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini.
Banten: Universitas Terbuka.
Santoso, Soegeng.,dkk, 2004. Pendampingan Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Santoso, Soegeng.,dkk, 2002. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Citra Aksara.
Sujiono, Yuliani Nurani, 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta, PT
Indeks.
Undang-undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Peraturan Pemerintah No 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan
http://hananunayhafifah.blogspot.com/2013/03/karakteristik-belajar-dan-pembelajaran.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini
http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_Dasar
http://www.artikelbagus.com/2012/03/artikel-pendidikan-sekolah-dasar.html

Anda mungkin juga menyukai